• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAJAK PENGHASILAN. PASAL 22 dan PASAL 24 MAKALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PAJAK PENGHASILAN. PASAL 22 dan PASAL 24 MAKALAH"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 dan PASAL 24

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu : Agus Arwani, M. Ag

Disusun oleh :

1. Ella Kholifiyah 2013114164

2. Ashri Isniyati 2013114182

3. Faizul Qomarullah A. 2013114189 4. Icha Dwi Fadhillah 2013114190

Kelas B

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

PEKALONGAN 2016

(2)

i ABSTRAK

Pajak sendiri merupakan salah satu bentuk peran aktif masyarakat kepada negara dalam pembangunan nasional dan pembiayaan negara. Meskipun demikian banyak warga masyarakat atau wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dikarenakan berbagai hal. Salah satu bentuk pajak yang tidak dibayar oleh kebanyakan wajib pajak ialah Pajak Penghasilan.

Pajak penghasilan dikenakan bagi orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan tertentu. Pembahasan pajak penghasilan sendiri terbagi kedalam beberapa pasal yaitu pasal 21, 22, 23, 24, dan 25. Sedangkan makalah ini memfokuskan untuk membahas PPh pasal 22 dan PPh pasal 24. PPh pasal 22 merupakan pajak penghasilan yang dipungut oleh bendahara pemerintah, badan-badan tertentu baik pemerintah maupun swasta dan pajak yang dipungut oleh wajib pajak atas penjualan barang mewah. Berbeda dengan PPh pasal 24 yang mengatur tentang wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilannya termasuk yang diterima dan diperoleh dari luar negeri. Ketentuan pasal 24 UU PPh juga mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib pajak dalam negeri.

Makalah yang berjudul “Pajak Penghasilan pasal 22 dan pasal 24” ini kami susun berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan diatas. Maka tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memahami sekaligus mampu menjelaskan mengenai pengertian pph pasal 22 dan pasal 24, mekanisme pemotongan pph pasal 22 dan pph pasal 24, mengerti tentang obyek pajak, tarif pajak, serta perhitungan, penyetoran dan pelaporannya. Selain itu agar dapat menyelesaikan masalah perhitungan terkait dengan kredit pajak luar negeri yang diperkenankan.

(3)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Kami yang bertanda tangan dibawah ini:

Kelompok 4: 1. Ella Kholifiyah (2013114164)

2. Ashri Isniyati (2013114182)

3. Faizul Qomarullah A. (2013114189) 4. Icha Dwi Fadhilah (2013114190)

Menyatakan bahwa makalah yang berjudul “Pajak Penghasilan pasal 22 dan pasal 24” merupakan hasil karya sendiri untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan. Semua sumber yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini telah kami cantumkan sesuai dengan ketentuan penulisan yang berlaku.

Demikian makalah ini kami buat dengan sebenar-benarnya.

Pekalongan, September 2016

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pajak Penghasilan pasal 22 dan pasal 24” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas dari matakuliah “Perpajakan”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama proses pembuatan makalah ini sehingga dapat terealisasikan tepat pada waktunya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Pekalongan, September 2016

(5)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pajak Penghasilan Pasal 22 2.1.1 Pengertian PPh pasal 22 3 2.1.2 Subyek dan Obyek Pajak 4 2.1.3 Pemungut pajak 8 2.1.4 Mekanisme pemotongan PPh pasal 22 9 2.1.5 Tarif dan perhitungan PPh pasal 22 12 2.2 Pajak Penghasilan Pasal 24 2.2.1 Pengertian PPh pasal 24 16 2.2.2 Permohonan kredit pajak luar negeri 16 2.2.3 Batas maximum kredit pajak luar negeri 17 2.2.4 Perhitungan kredit pajak luar negeri 20 BAB III PENUTUP Kesimpulan ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... v LAMPIRAN

(6)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu bentuk kewajiban masyarakat kepada negaranya. Pembahasan mengenai pajak pada umumnya sangat luas, karena pajak berkaitan langsung dengan masyarakt, pemerintah, dan negara. Bab dalam perpajakan yang cukup menarik dibahas adalah mengenai pajak penghasilan.1

Dalam undang-undang, pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pembahasan pajak penghasilan sendiri terbagi kedalam beberapa pasal yaitu pasal 21, 22, 23, 24, dan 25. Dalam pasal 22 dan pasal 24 khususnya terdapat beberapa hal menarik yang harus diuraikan lebih dalam.

PPh Pasal 22 berbicara mengenai bagaimana proses pembayaran pajak atau pemotongan pajak yang dilakukan oleh instansi yang terkait dengan pemerintah ataupun mengenai perusahaan besar yang melakukan produktivitas tinggi. Hal ini harus dibahas lebih dalam karena skalanya termasuk besar. Tidak berkaitan dengan satu atau dua pihak melainkan banyak pihak. Contohnya pajak mengenai barang impor, ataupun pajak atas pembelian barang-barang APBN/APBD tentunya membutuhkan perhitungan khusus karena berkaitan dengan anggaran negara.

Sedangkan dalam pasal 24 berbicara mengenai besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar atau terutang diluar negeri. Pajak penghasilan yang dilakukan didalam negeri saja terkadang mengalami kesulitan, apalagi pajak penghasilan yang berkaitan dengan negara lain. Seperti apabila memiliki usaha yang letaknya dinegara lain, lalu bagaimana mekanisme pembayaran pajaknya. Hal tersebut pastinya membutuhkan pertimbangan yang khusus.

(7)

2 1.2 Rumusan Masalah

Pajak Penghasilan Pasal 22

1. Jelaskan pengertian PPh pasal 22 ? 2. Sebutkan subyek dan obyek pajak ?

3. Sebutkan siapa saja yang menjadi pemungut pajak ? 4. Bagaimana mekanisme pemotongan PPh pasal 22 ?

5. Berapakah tarif PPh pasal 22 dan berikan contoh perhitungannya ?

Pajak Penghasilan Pasal 24

1. Jelaskan pengertian PPh pasal 24 ?

2. Bagaimanakah proses permohonan kredit pajak luar negeri ? 3. Sebut dan jelaskan batas-batas maximum kredit pajak luar negeri ? 4. Berikan contoh perhitungan kredit pajak luar negeri ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami dan mengetahui PPh pasal 22 dan 24, meliputi pengertian dan mekanisme pemotongan PPh pasal 22 dan PPh pasal 24; pemungut PPh pasal 22 dan 24; obyek pajak; tarif pajak; serta perhitungannya baik dalam pasal 22 maupun pasal 24 yang berkenaan dengan kredit pajak luar negeri yang diperkenankan.

(8)

3

PEMBAHASAN

2.1 Pajak Penghasilan Pasal 22 2.1.1 Pengertian PPh pasal 22

PPh Pasal 22 pada prinsipnya merupakan penjualan atau pembelian barang yang terkait dengan badan pemungut PPh Pasal 22 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.2

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

254/KMK.03/2001 jo Nomor 392/KMK.03/2001 jo KMK.03/2003 dan DJP No.401/PJ./2001, DJP No.417/PJ./2001, Kep-523/PJ./2001.

Pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:3

a. Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang.

b. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lai otomotif dan semen; dan

c. Wajib pajak badan tertetnu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak

2 Agus Setiawan dan Basri Musri, Perpajakan Umum (Jakarta: PT. RajaGFrafindo Persada, 2006), hlm. 71

(9)

4

oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.

2.1.2 Subyek dan Obyek Pajak

Subyek dan Objek pemungutan PPh pasal 22 adalah :4 a. Impor barang

b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah.

c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang dananya dari belanja negara dan atau belanja daerah.

d. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, indsutri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif.

e. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar jenis premix dan gas.

f. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dan pedagang pengumpul.

g. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Yang dimaksud barang yang tergolong sangat mewah adalah :

4 Ibid., hlm. 247-250.

(10)

5

 Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah);

 Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

 Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 (lima ratus meter persegi);

 Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 (empat ratus meter persegi);

 Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multipurpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc.

Pengecualian dari pengenaan PPh pasal 22 adalah :

a. Impor barang atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

b. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk :

 Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik

(11)

6

 Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia  Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,

sosial, atau kebudayaan

 Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum

 Barang yuntuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

 Barang untuk keperluan khusus tuna netra dan penyandang cacat lainnya

 Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah  Barang pindahan

 Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan atau jumlah tertentu

 Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum

 Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara

 Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara

 Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN)

(12)

7

 Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama

 Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayanan Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.

 Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.

 Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia

 Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia

c. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.

d. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.

e. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas air minum/PDAM dan benda-benda pos.

f. Atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak

(13)

8

Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

g. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengamanan Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

h. Impor kembali (re-impor) yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

i. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.

2.1.3 Pemungut Pajak

Berdasarkan pada ketentuan baru yang mengatur tentang PPh pasal 22, yang berlaku mulai 1 Januari 2009 para pihak yang berhak menjadi pemungut atas PPh pasal 22 dapat dijabarkan lebih luas yaitu sebagai berikut :5

a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;

b. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;

c. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada huruf d;

(14)

9

d. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;

e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.

g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

h. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

2.1.4 Mekanisme pemotongan/pemungutan PPh pasal 22

Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pemungutan PPh pasal 22 atas ; penyerahan barang yang dipungut oleh pemungut pajak poin b,c,d,g ; penjualan hasil produksi yang dipungut oleh pemungut pajak poin e dilaksanakan dengan cara

(15)

10

pemungutan dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi atau kantor Pos.

Pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas dilaksanakan dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh Pemungut Pajak atas nama pembeli ke bank persepsi atau Kantor Pos.6

Mekanisme Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 227

Jenis Pajak Saat Penyetoran Saat Pelaporan

Atas Impor barang Pemungutan Pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus disetor ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan

Paling lambat 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

Atas pembelian barang dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan baik ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.

Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh

Paling lambat 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.

6 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia (Jakarta Barat: PT Indeks, 2013), hlm. 277. 7 Ibid., hlm. 281-282

(16)

11

pemungut pajak. Atas pembelian barang

dari BUMN/BUMD, yang melakukan

pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN/APBD

Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.

Paling lambat 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Atas pembelian barang dari BI, PT. PPA, BULOG ,Telkom, PT.PLN, PT. Garuda Indonesia, PT. Pertamina, dan bank BUMN

Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Atas penjualan hasil produksi dari badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri.

Paling lamabat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Atas penjualan hasil produksi Produsen atau Importir bahan bakar minyak, gas, pelumas.

Sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery order) ditebus.

Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

Atas pembelian bahan-bahan industri dan eksportir yang bergerak

Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya

Paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

(17)

12 dalam sektor perhutanan,

perkebunan, pertanian, dan perikanan

2.1.5 Tarif dan perhitungan PPh pasal 22 Tarif PPh pasal 228

1. Atas impor :

a. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% dari nilai impor;

b. Yang tidak menggunakan API, 7,5% dari nilai impor; c. Yang tidak dikuasai, 7,5% dari harga jual lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPn dan tidak final.

3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:

a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final) b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final) c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final) d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

8

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22. Diakses, 10 September 2016.

(18)

13

e. Rokok = 0,15% x Harga Bandrol (Final)

4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final.

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

6. Atas impor kedelai, gandum, tepung teriguoleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% dari nilai impor.

7. Atas penjualan :

a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00

b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,00

c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari m2.

d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari RP 10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.

e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 dan dengan

(19)

14

kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh pasal 22.

Perhitungan PPh pasal 229

Contoh besarnya PPh atas impor:

PT DELL, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika Serikat dengan perincian sbb:

Harga Komputer (cost) U$$ 20.000,-

Asuransi (insurance) U$$ 1.000,-

Biaya Angkut (freight) U$$ 4.000,-

Harga Pabean U$$ 25.000

Pungutan:

- Bea Masuk 20% U$$ 5.000,-

- Bea Masuk Tambahan 10% U$$ 2.500,-

NILAI IMPOR U$$ 32.500,-

Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor; Pemberitahuan

Impor Barang) nilai kurs U$$ 1.00 = Rp 10.000,00 maka :

- Dasar pengenaan PPh pasal 22: U$$ 32.500,00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,00

(20)

15

- PPh Pasal 22 yang harus dipungut: Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00

Contoh besarnya PPh atas pembelian barang yang dibiayai APBN/APBD:

PT Bangun Maju melakukan penjualan lemari arsip kepad Departemen Dalam negeri senilai Rp 220.000.000,00. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Departemen Dalam Negeri. Dalam kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai APBN?APBD, biasanya harga jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

- Dasar Pengenaan PPH Pasal 22: (100/110 x Rp 220.000.000,00) = Rp 200.000.000,00.

- PPh pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi pembayaran: 1,5% x Rp. 200.000.000,00 = Rp 3.000.000,00

(21)

16 2.2 Pajak Penghasilan Pasal 24

2.2.1 Pengertian PPh pasal 24

Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri yang terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri.

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, PPh pasal 24 merupakan salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan pajak atau pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama. Pajak Penghasilan pasal 24 ini biasanya telah dipotong oleh pemberi kerja yang berada di luar negeri. Jadi Pajak yang telah dipotong nantinya dapat dikreditkan dengan pajak terutang di dalam negeri untuk tahun pajak yang sama.

(22)

17

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, wajib pajak menyampaikan permohonan kepada Direktur Jendral Pajak dengan dilampiri surat-surat berikut ini.10

a. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri. b. Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan luar negeri. c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri dilakukan bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan. Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jendereal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran karena alasan-alasan diluar kemampuan Wajib Pajak (force majeur).

Berdasarkan pasal 24 ayat (5), apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangi atau dikembalikan, maka pajak yang terutang (menurut UU PPh) harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.

Contoh:

Dalam tahun 2011, wajib pajak mendapat pengurangan pajak atas penghasilan luar negeri tahun pajak 2010 sebesar Rp. 5.000.000,00 yang semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang terutang untuk tahun pajak 2010, maka jumlah sebesar Rp. 5.000.000,00 tersebut ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang dalam tahun pajak 2011.

Dengan demikian, apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang menurut UU PPh.

(23)

18

2.2.3 Batas maximum kredit pajak luar negeri

Besarnya kredit pajak penghasilan pasal 24 yang boleh dikurangkan dengan Pajak Penghasilan Tahunan adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang menurut Undang-Undang ini, penentuan sumber penghasilan menjadi sangat penting. Ketentuan ini mengatur tentang penentuan sumber penghasilan untuk memperhitungkan kredit pajak luar negeri tersebut.

Penentuan sumber penghasilan yang diperbolehkan adalah sebagai berikut :11

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;

2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;

3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;

4. Pengahasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada; 5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha

tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;

(24)

19

6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;

7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan

8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Pasal 24 ayat (2) UU PPh mengatur, bahwa besarnya kredit pajak luar negeri adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan pemajakan yang sama, antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

164/KMK.03/2002, jumlah kredit pajak tersebut paling tinggi adalah sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Junlah tertentu tersebut, dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak, kemudian dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak paling tinggi, yaitu sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

(25)

20

Dalam hal jumlah pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan, maka kelebihan tersebut :12

a. Tidak dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan yang terutang tahun berikutnya,

b. Tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan

c. Tidak dapat dimintakan restitusi.

2.2.4 Perhitungan kredit pajak luar negeri

Penghitungan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan, dapat diilustrasikan seperti berikut ini.

PT A di Jakarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2010 sebagai berikut.

 Penghasilan dalam negeri Rp. 1.000.000.000,00  Penghasilan luar negeri (dengan tarif pajak 20%) Rp.

1.000.000.000,00

Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut.

1. Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00 Penghasilan dalam negeri Rp. 1.000.000.000,00 (+) Jumlah penghasilan netto Rp. 2.000.000.000,00

2. Apabila jumlah penghasilan netto sama dengan penghasilan kena pajak, maka sesuai tarif pasal 17 ayat (1), pajak penghasilan yang terutang adalah sebesar Rp. 500.000.000,00

12 Anang Mury Kurniawan, Pajak Internasional, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 42

(26)

21

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :

Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp. 250.000.000,00 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri, yaitu sebesar Rp. 200.000.000,00, maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 200.000.000,00.13

Perhitungan kredit pajak luar negeri untuk beberapa negara

PT. Diaswati memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sbb: 1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp.

2.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp. 700.000.000,00)

2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp. 200.000.000,00)

3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp. 5.000.000.000,00 Perhitungan kredit pajak luar negeri adlah sbb:

1. Penghasilan luar negeri

a. Laba di negara A Rp 2.000.000.000,00

b. Laba di negara B Rp 1.000.000.000,00

Jumlah penghasilan luar negeri Rp 3.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 5.000.000.000,00

3. Jumlah penghasilan neto atau penghasilan kena pajaknya adalah Rp 3.000.000.000,00 + Rp 5.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00

4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28% = Rp 2.240.000.000,00

13 Ibid., hlm. 45

(27)

22

5. Batas maximum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:

a. Untuk negara A:

(Rp 2.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 560.000.000,00

Pajak terutang di negara A sebesar Rp 700.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 560.000.000,00

b. Untuk negara B:

(Rp 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00

= Rp 280.000.000,00

Pajak terutang dinegara B sebesar Rp 200.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 200.000.000,00

6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar

(28)

23 PENUTUP

Pajak penghasilan dikenakan bagi orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan tertentu.

PPh Pasal 22 pada prinsipnya merupakan penjualan atau pembelian barang yan terkait dengan badan pemungut PPh Pasal 22 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan PPh Pasal 24 menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, PPh pasal 24 merupakan salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan pajak atau pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama.

Dalam mempelajari materi ini kita juga dapat memahami sekaligus mampu menjelaskan mengenai pengertian pph pasal 22 dan pasal 24, mekanisme pemotongan pph pasal 22 dan pph pasal 24, mengerti tentang obyek pajak, tarif pajak, serta perhitungan, penyetoran dan pelaporannya. Selain itu agar dapat menyelesaikan masalah perhitungan terkait dengan kredit pajak luar negeri yang diperkenankan.

(29)

24

DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Anang Mury. 2011. Pajak Internasional, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset

Setiawan, Agus dan Basri Musri, 2006. Perpajakan Umum. Jakarta: PT. RajaGFrafindo Persada.

Sumarsan, Thomas. 2013. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Indeks Suprianto, Edy. 2011. Akuntansi Perpajakan. Yogyakarta: Graha Imu Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia (Jakarta Barat: PT Indeks, 2013 Arwani, Agus. 2015. "Handout: Pengantar Perpajakan." Pekalongan: TP.

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22. Diakses, 10 September 2016.

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22. Diakses, 10 September 2016.

(30)

25 LAMPIRAN

Daftar Pertanyaan dan jawaban : Kelompok 1 (Novia Sanches)

Pertanyaan :

Bagaimana bunyi pasal 21 dan perhitungan kredit pajak luar negeri apabila neto yang diketahui berbeda ?

Jawaban :

Tarif PPh 21 dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015. Tarif PPh 21 berikut ini berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):

 WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50 juta adalah 5%

 WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50 juta - Rp 250 juta adalah 15%

 WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta adalah 25%

 WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta adalah 30%  Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif pph

21 sebesar 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP. Apabila penghasilan neto tidak sama dengan penghasilan pajak, maka batas maksimum kredit pajak luar negeri sesuai dengan tarif pajak yang diberlakukan dinegara tersebut.

Kelompok 2 (Ina Yusfiana) Pertanyaan :

Bagaimana cara membedakan sistem pemungutan pajak PPh Pasal 22 dan Pasal 24 ?

(31)

26

Sistem pemungutan pajak PPh Pasal 22 didasarkan atas objek pajak yang sudah ditentukan didalam negeri, sedangkan PPh Pasal 24 dipungut didasarkan atas objek pajak yang berada diluar negeri.

Kelompok 3 (Khotimatul Khusna) Pertanyaan :

Apa yang menjadi dasar pengenaan pajak barang yang sangat mewah ?

Jawaban :

Pengenaan Pajak penghasilan barang yang sangat mewah didasarkan atas hasil penjualan yang diperoleh.

Kelompok 4 (Alifah) Pertanyaan :

Apa saja yang menjadi pengecualian pada PPh Pasal 22 dan sebutkan sumber-sumber penghasilan yang menjadi dasar pengenaan PPh pasal 24 ? Jawaban : (Sudah ada didalam makalah)

Kelompok 6 (Sabana) Pertanyaan :

Berikan contoh perhitungan PPh pasal 24 dari luar negeri yang berasal dari beberapa negera ?

Jawaban : (Sudah ada didalam makalah)

Kelompok 7 (Anggun) Pertanyaan :

Siapa yang bertugas memungut pajak pasal 22 dan apakah pihak tersebut sama dengan pemungut pajak lain ?

Jawaban :

Dilihat dari pengertian pajak PPh pasal 22 yang sudah ada didalam makalah dan pemungut pajak tiap-tiap pasal pasti berbeda tergantung objek pajak yang akan dipungut.

(32)

27 Kelompok 8 (Nur Kharisma)

Pertanyaan :

Sebutkan apa saja yang bukan menjadi objek pajak PPh Pasal 22 ? Jawaban : (Sudah ada didalam makalah)

Kelompok 9 (Fatiyah) Pertanyaan :

Berapakah tarif pajak hasil penjualan hasil produksi yang dilakukan badan usaha selain pertamina atas bahan bakar jenis premix dan gas ?

Jawaban :

Atas penjualan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan.

Kelompok 10 (Nailul Afifah) Pertanyaan :

Jelaskan kembali PPh pasal 24 ?

Jawaban : (Sudah ada didalam makalah)

Kelompok 11 (Suci Murniati) Pertanyaan :

Bagaimana tata cara penyetoran dan pelaporan PPh pasal 22 ? Jawaban : (Sudah ada didalam makalah)

Kelompok 12 (Nabila) Pertanyaan :

Bagaimana perhitungan PPh pasal 22 poin ke-3 ?

Jawaban :

PT Indah Paper dalam bulan Mei 2013 menjual beberapa jenis kertas hasil produksinya dengan total harga sebesar Rp.88.000.000,- kepada Penerbit

(33)

28

Putra Jaya di Yogyakarta. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.

DPP PPN = (100/110) x Rp.88.000.000,- = Rp. 80.000.000,- PPh Pasal 22 = 0,1% x Rp.80.000.000,- = Rp.80.000,-

Jadi Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT. Indah Paper adalah Rp.80.000,-

PT Semen Biru dalam bulan Agustus 2012 menjual hasil produksinya dengan harga sebesar Rp.165.000.000,- kepada PT. Karya Utama di Jakarta. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.

DPP PPN = (100/110) x Rp.165.000.000,- = Rp. 150.000.000, PPh Pasal 22 = 0,25% x Rp.150.000.000,- = Rp.375.000,- Jadi Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Semen Biru adalah Rp.375.000,-

PT Baja Perkasa merupakan produsen baja, pada bulan Juli 2013 menjual hasil produksinya kepada PT. Adi Karya Senilai Rp.825.000.000,- (Termasuk PPN).

DPP PPN = (100/110) x Rp.825.000.000,- = Rp. 750.000.000,- PPh Pasal 22 = 0,3% x Rp.750.000.000,- = Rp.2.250.000,- Jadi Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Baja Perkasa adalah Rp.2.250.000,-

Kelompok 13 (Aulia) Pertanyaan :

Jelaskan PPh Pasal 24, apakah objek pemungutannya sama dengan PPh Pasal 22?

(34)

29 Biodata Penyusun Makalah :

1. Nama : Ella Kholifiyah

Nim : 2013114164

TTL : Pekalongan, 01 Agustus 1996

Alamat : Dukuh Sibango, Desa Gebangkerep Rt.02/Rw.04 , Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan

2. Nama : Ashri Isniyati

Nim : 2013114182

TTL : Pekalongan, 18 Maret 1996

Alamat : Jln. Kunti Utara gg. Jeruk 02 no.42 Rt.02/Rw.08 Panjang baru Pekalongan

3. Nama : Faizul Qomarullah Ahmad

Nim : 2013114189

TTL : Pekalongan, 29 April 1995

Alamat : Kauman no. 54 Rt.04/Rw.02 Kecamatan Wiradesa kabupaten Pekalongan

4. Nama : Icha Dwi Fadhillah

Nim : 2013114190

TTL : Tangerang, 26 November 1996

Alamat : Desa Podo Gg. 1B Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan

Referensi

Dokumen terkait

Ananda dapat menyanyikan lagu dengan intonasi yang benar secara mandiri (BSB) b. Ananda dapat menyanyikan lagu dengan intonasi yang benar

d) Menyediakan layanan IP Port Tier 1 Di Equinix Singapore. Total koneksi dari dua POP tersebut adalah 2 Gbps. Koneksi Google Cache wajib drop di Jakarta dan tidak dikenakan

Usman S.,SP (PPL Desa Katumbangan) 3.. Mahmudi,SP (PPL

Anggaran tersebut digunakan untuk pengimplementasian PUG dalam siklus pembangunan di tingkat desa/ kelurahan, sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,

Menjalani profesi sebagai guru selama pelaksanaan PPL, telah memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa untuk menjadi seorang guru tidak hanya cukup dalam hal

Selain data – data dari segi pengamatan permukaan patahan, juga perlu dilakukan analisa terhadap gaya – gaya yang bekerja pada poros pompa tersebut sebagai data

Dalam Pasal 23 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang mengatur pemotongan pajak

organisasi tidak nyaman dengan posisi dan kondisi yang baru, maka tidak mengherankan jika antusiasme dan komitmen untuk melakukan perubahan akan sangat kecil.... Perspektif