• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI POHON DI HUTAN BATU BUSUAK KELURAHAN LAMBUANG BUKIT KECAMATAN PAUH PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI POHON DI HUTAN BATU BUSUAK KELURAHAN LAMBUANG BUKIT KECAMATAN PAUH PADANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI POHON DI HUTAN BATU BUSUAK

KELURAHAN LAMBUANG BUKIT KECAMATAN PAUH PADANG Nurhadi dan Nursyahra

(Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat)

*Diterbitlan pada Jurnal Ilmiah Ekotrans Universitas Ekasakti Padang, Vol. 9 No. 2 Juli 2009 ISSN 1411 4615*

Abstract

Forest destruction has been continuing in all over of country of Indonesia. Human activities are blamed the main factor that destruct forest ecosystem and ultimately destroy forest function, including in forest area of West Sumatra. We have transected Batu Busuak forest in Kelurahan Lambung Bukit Padang on February to April 2008, to calculate plants composition in order to measure forest destruction. Transecting has been carried out both purposively and systematic in two location within the forest area. We found 27 species from 15 families and 152 plants individual. The highest important value index as for Macaranga tanaria (41,51%) and the lowest one as for Knema laurina (1,41%). There is different plant composition between two different locations.

Key words : Forest, Batu Busuak and Composition

Pendahuluan

Kerusakan hutan terus terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas manusia telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem hutan. Kepentingan manusia menyebabkan gangguan, tekanan dan kerusakan hutan terus terjadi hampir di semua daerah di Indonesia. Illegal loging masih terjadi di semua kawasan hutan dan kegiatan itu sulit untuk dihentikan, walaupun sudah ada program pelestarian hutan dan penegakan hukum. Di kawasan hutan yang statusnya dilindungi tetapi masih banyak ditemukan tegakan tinggal. Pembakaran lahan yang juga berakibat pada kebakaran hutan terjadi setiap tahun. Peranan hutan sudah tidak perlu lagi dipermasalahkan, karena sudah banyak penelitian yang dilakukan sehubungan dengan peranan atau fungsi hutan semuanya membuktikan betapa pentingnya hutan bagi kelangsungan hidup manusia.

Hutan adalah lahan yang ditumbuhi pohon cukup rapat sehingga tajuknya bertautan satu sama lain (Sagala, 1994). Menurut UU RI No. 41 Tahun 1994 dalam

(2)

berisi sumber daya hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, sehingga yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Sebagai komponen utama vegetasi, pohon memegang peranan penting dalam kaitannya dengan fungsi hutan sebagai sumber kebutuhan pembangunan, pengatur tata air dan tata guna tanah, cadangan plasma nutfah dan sumber devisa negara. Hutan yang terdapat Indonesia sebagian besar adalah hutan hujan tropis yang sangat rumit susunannya, baik jenis kehidupan maupun proses kehidupan yang terdapat didalamnya (Soeriatmadja, 1972 dalam Mashuri, 2000). Komposisi vegetasi hutan hujan tropis adalah campuran dan posisi dominan didukung oleh sejumlah spesies pohon. Hutan alam yang masih utuh memiliki jumlah spesies yang banyak (Haeruman, 1980).

Sumatera Barat memiliki kawasan hutan 2.600.286 ha terdiri dari hutan suaka alam 846.175 ha, hutan lindung 910.533 ha dan hutan produksi 843.578 ha (Anonimus, 2006). Kerusakan hutan yang sudah menjadi masalah lama juga terjadi di kawasan hutan Sumatera Barat. Hutan Batu Busuak sebagian hutan yang ada di Sumatera Barat dan secara administrasi termasuk dalam Kelurahan Lambung Bukit Kecamatan Pauh Padang. Hutan ini merupakan bagian dari hutan suaka alam Bukit Barisan yang luasnya 10.103 ha. Kawasan hutan ini sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kuranji, Selatan dengan Desa Batu Busuak, Timur dengan Kabupaten Solok dan sebelah Barat dengan Kecamatan Kuranji. Posisi geografis terletak pada 0058’ LS dan 100021’11” BT. Curah

hujan rata-rata 471,89 mm/bulan, suhu udara berkisar 280 -31,50 C. Jarak kawasan hutan

dengan pusat kecamatan Pauh lebih kurang 2,5 Km dan lebih kurang 13 Km dari pusat kota Padang (Anonimus, 2008). Bukan tidak mungkin hutan Batu Busuak akan terus mengalami penyusutan luas dan penurunan fungsi ekologi akibat aktivitas manusia jika tidak dijaga kelestariannya. Fungsi ekologi dapat berlangsung jika jalinan ekologi di ekosistem hutan itu tidak terputus. Hilangnya spesies pohon tertentu akan berpengaruh terhadap jalinan ekologi, sehingga mutu dari peran ekologi hutan secara totalitas akan berkurang. Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian Komposisi Pohon Di Hutan Batu Busuak Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Padang. Dengan diketahuinya komposisi pohon di hutan Batu Busuak diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menjaga kelestarian hutan itu.

(3)

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan (Pebruari-April 2008) di hutan Batu Busuak Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Padang. Identifikasi sampel atau specimen pohon dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas Padang.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah meteran, GPS, tali rapia, kayu pancang, gunting tanaman, kamera, perlengkapan specimen herbarium, buku-buku identifikasi antara lain : Becker, CA dan RC Van den Brink (1963) Flora of Java; Corner, EJ dan Watanabe (1969) Collection of Illustrated Tropical Plants; Ridley, HN (1924) The Flora of the Malay Peninsula dan Whithmore, TC dan Tantra (1986) The Flora of Indonesia Check List for Sumatera dan alat-alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah specimen pohon dan spritus putih.

Inventarisasi pohon dengan metode transek yang ditempatkan secara purposive. Panjang transek 110 m dan pada tiap transek ditetapkan plot berukuran 10 x 10 m sebanyak 6 plot secara sistematik dengan jarak antar plot 10 m. Pemasangan transek dilakukan pada dua lokasi (lokasi I dan II) dan pada tiap lokasi dipasang 2 transek dengan jarak 200 m. Transek 1 dan 2 pada lokasi I diletakkan pada ketinggian 249 m dpl. pada titik koordinat 100027’39,3” BT dan 00053’10,9” LS, sedangkan pada lokasi II (transek 3

dan 4) diletakkan pada ketinggian 364 m dpl pada 100027’58,3” BT dan 00052’37,9” LS.

Setelah pembuatan transek dan plot pada tiap lokasi dilakukan pendataan pohon dengan kriteria diameter batang 10 cm atau lebih. Pengukuran diameter batang dengan ketentuan dbh. Koleksi sampel pohon; ranting dan daun serta bunga dan buah jika ada untuk dibuat specimen basah. Sampel bagian dari tiap pohon diambil tiga potong. Dilakukan pendataan pohon yang ditemukan meliputi ciri morfologi; warna semua organ pohon, bergetah atau tidak, warna getah, karakter lain seperti duri, kait, sulur dan bongkol pada bagian tertentu dan nama lokalnya.

Sampel atau specimen yang sudah dibuat diberi label sesuai dengan plot dan transek pengamatan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Sebelum identifikasi dilakukan pengovenan pada suhu 700-800 C selama 48 jam dan dilakukan mounting.

(4)

kerapatan relatif, dominansi, dominansi relatif, frekuensi dan frekuensi relatif) dianalisis mengacu pada metode Surianegara dan Indrawan (1978); Arief (1994) dan Michael (1995). Perbedaan komposisi species pohon antara lokasi I dan II dianalisis dengan korelasi jenjang Spearman mengacu pada Sprent (1991) dan Sudjana (1992).

Hasil dan Pembahasan

Komposisi pohon yang ditemukan di hutan Batu Busuak terdiri dari 27 spesies dari 15 famili dengan jumlah individu 152 (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Spesies Pohon Yang Ditemukan Di Hutan Batu Busuak Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Padang

No. Famili Spesies Nama Lokal Jumlah

Individu 1. Anacardiacea 1. Mangifera foetida Ambacang rimbo 3

2. Annonaceae 2. Cyatocalix sumatrana Antuih 5

3. Bombaceae 3. Durio zibethinus Durian 7

4. Dipterocarpaceae 4. Dipterocarpus kunsteleri Pakan 6

5. Parashorea lucida Maranti 2

6. Parashorea sp. Katuko 5

7. Shorea curtisii Tambalun 5

8. Shorea macroptera Meranti 2

5. Euphorbiaceae 9. Baccaurea motleyana Pinggan-pinggan 9 10. Macaranga tanaria Sapek dalok 17 6. Lauraceae 11.Cinnamomumobtusifolium Mansiro 15

12. Lindera sp. Madang paraweh 8

7. Meliaceae 13. Anglaia sp. Duku anggang 5

8. Moraceae 14. Artocarpus dasyphylla Cubadak rimbo 3

15. Ficus sagittata Aro 7

16. Ficus fariegate Jilabuak 2

9. Myristicaceae 17. Knema laurina Kasai 1

18. Myristica crassa Mandarahan 5

10. Myrtacea 19. Eugenia attenuata Kayu kalek 5

20. Eugenia helferi - 1

21. Eugenia javanica Kelek jambu aia 5

22. Eugenia sp. Madang loncek 7

11. Sapotaceae 23. Madhuca urtilis Kayu balam 8

12. Saurauiaceae 24. Saurauia sp. Ingu 4

13. Sterculariaceae 25. Pterospermum javanicum Bayu 4 14. Symplocaceae 26. Symlpocos cochinensis Kalek kandung 5

15. Urticaceae 27. Villebrunea rubesceus Lasi 6

(5)

Berdasarkan jumlah famili dan jumlah spesies pohon serta keadaan umum vegetasi, maka hutan itu telah mengalami gangguan. Hal itu ditandai dengan adanya daerah terbuka, areal perladangan dan tegakan tinggal. Anwar dkk. (1984) menyatakan bahwa salah satu yang menandakan bahwa hutan sudah mengalami gangguan adalah banyaknya ditemukan spesies dari Euphorbiaceae dan Lauraceae, species dari famili itu merupakan indikator hutan yang telah mengalami gangguan.

Hasil inventarisasi 27 spesies dan 152 individu pohon dalam plot yang luas totalnya 2400 m2 menggambarkan rendahnya keragaman dan kerapatan spesies pohon

yang ada. Hasil penelitian Rosye (1986) di Bukit Karang Ladang Padi Padang, ditemukan 200 spesies, 1917 individu pohon dari luas areal pengamatan 1,20 ha. Hasil penelitian penelitian Arsi (1992) di Hutan Batu Kapur Bukit Siambek Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar, diperoleh 86 spesies dari 20 famili. Selain perbedaan lingkungan hutan penyebab perbedaan itu antara lain karena aktivitas manusia. Menurut Spur (1964), jumlah individu suatu tumbuhan erat hubungannya dengan lingkungan yang meliputi faktor iklim, geografi dan biotik.

Kerapatan relatif spesies pohon berkisar antara 0,61-11,20%. Macaranga tanaria memiliki kerapatan relatif tertinggi. Menurut Arief (1994), Macaranga tanaria merupakan jenis pionir yang mampu tumbuh dan beradaptasi pada tempat terbuka bekas penebangan atau perladangan atau pada kondisi hutan yang sudah terganggu. Menurut Sustrapraja (1980) dalam Yefri (1987), Macaranga sp. dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 100-2400 m dpl. Jenis ini tidak memiliki nilai ekonomi tinggi.

Spesies pohon yang rendah kerapatan dan frekuensinya diduga kalah bersaing dengan spesies lain, terkendala dalam penyebaran buah dan biji dan karena dimanfaatkan oleh manusia baik buah maupun kayunya bernilai ekonomi. Menurut Widjodarmodjo (1962) dalam Yuni (1999), suatu hutan apabila didapatkan spesies dengan frekuensi kurang dari 20% maka hutan itu tergolong hutan yang sudah terganggu.

Dominansi relatif spesies pohon yang ditemukan 0,05-20,9%. Dominansi tertinggi diduduki oleh Macaranga tanaria (20,9%) dan 16,30% Cinnamomum obtusifolium. Pengusaan daerah yang lebih tinggi dari kedua spesies itu diduga karena pertumbuhannya cepat dan adaptif dengan lingkungan. Karena memiliki kerapatan relatif, frekuensi relatif

(6)

dan dominansi relatif yang tinggi maka kedua spesies itu memiliki nilai penting yang tinggi.

Jika tidak terjadi perambahan hutan maka pertumbuhan spesies lain diduga akan mencapai maksimal. Sehinga jalinan ekologi di hutan itu akan lebih lengkap dan berjalan dengan maksimal untuk mendukung fungsi ekologinya. Hasil analisis korelasi jenjang Spearman antara lokasi I dan II diperoleh nilai r hitung 0,218 lebih kecil dari r tabel 0,324 dan itu berarti bahwa komposisi pohon di lokasi I dan II berbeda. Perbedaan itu karena lokasi I sudah terganggu aktivitas manusia.

Tabel 2. Komposisi Pohon Yang Ditemukan Di Hutan Batu Busuak Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Padang

No. Famili Spesies KR FR DR INP

1. Anacardiacea 1. Mangifera foetida 2,01 2,37 0,93 5,31 2. Annonaceae 2. Cyatocalix sumatrana 3,35 3,95 1,71 9,01 3. Bombaceae 3. Durio zibethinus 4,59 4,62 3,74 12,95 4. Dipterocarpaceae 4. Dipterocarpus kunsteleri 4,00 3,14 7,64 14,78 5. Parashorea lucida 1,40 1,65 0,69 3,74 6. Parashorea sp. 3,35 2,37 1,40 7,12 7. Shorea curtisii 3,45 3,19 3,61 10,25 8. Shorea macroptera 1,40 1,65 0,46 3,51 5. Euphorbiaceae 9. Baccaurea motleyana 5,90 6,20 5,47 17,57 10. Macaranga tanaria 11,20 9,34 20,97 41,51 6. Lauraceae 11.Cinnamomum obtusifolium 9,85 9,33 16,30 35,49 12. Lindera sp. 5,35 5,44 6,24 17,03

7. Meliaceae 13. Anglaia sp. 3,17 3,03 1,85 8,05

8. Moraceae 14. Artocarpus dasyphylla 2,01 1,50 0,44 3,95 15. Ficus sagittata 4,57 4,62 4,85 14,04 16. Ficus fariegate 1,27 1,50 0,48 3,25 9. Myristicaceae 17. Knema laurina 0.61 0,72 0,08 1,41 18. Myristica crassa 3,30 3,90 0,95 8,15 10. Myrtacea 19. Eugenia attenuata 3,32 3,14 1,68 8,14 20. Eugenia helferi 0,66 0,78 0,05 1,49 21. Eugenia javanica 3,19 2,97 2,15 8,31 22. Eugenia sp. 4,57 5,39 6,01 15,97 11. Sapotaceae 23. Madhuca urtilis 5,20 5,42 3,93 14,55 12. Saurauiaceae 24. Saurauia sp. 2,69 3,18 1,02 6,89 13. Sterculariaceae 25. Pterospermum javanicum 2,56 3,03 1,08 6,67 14. Symplocaceae 26. Symlpocos cochinensis 3,17 3,03 4,22 10,42 15. Urticaceae 27. Villebrunea rubesceus 3,96 4,67 2,12 10,75

(7)

Perbedaan komposisi pohon yang diakibatkan oleh lingkungan relatif kecil, karena kondisi lingkungan atau iklim relatif sama. Karena itu kelanjutan ekosistem hutan Batu Busuak sangat tergantung pada manusia terutama masyarakat di sekitar hutan itu. Jika tidak ada gangguan manusia akan terbentuk ekosistem hutan yang lebih kompleks dan jika sebaliknya maka kerusakan dan bencana akan terjadi. Longsor pada beberapa hutan perbukitan yang sudah sering terjadi selama ini merupakan salah satu akibat yang harus diemban oleh manusia. Menurut Resosoedarmo (1986), hutan mempunyai struktur yang kompleks dan menciptakan lingkungan sedemikian rupa sehingga memungkinkan keanekaragaman jenis dapat tumbuh didalamnya.

Kesimpulan

Komposisi pohon yang ditemukan di hutan Batu Busuak Kelurahan Lambung Bukit Kecamatan Pauh Padang terdiri dari 27 spesies dari 15 famili dan 152 individu. Macaranga tanaria memiliki indeks nilai penting teringgi (41,51%) dan terendah Knema laurina (1,41%). Komposisi pohon lokasi I dan II berbeda.

Daftar Pustaka

Anonimus. 2006. Rencana Strategi Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010. Dinas Kehutanan Sumatera Barat, Padang.

Anwar, J.S, J.Damanik. N. Hisyam dan A.J. Whitten, 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Arief, A. 1994. Hutan Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Arsi. 1992. Komposisi Pohon Di Hutan Batu Kapur Bukik Siambek Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar. Tesis Sarjana Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Haeruman, H. 1980. Hutan Sebagai Lingkungan Hidup. Proyek Inventarisasi dan Evalusi Kualitas Lingkungan Hidup, PPLH, Jakarta.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara, Jakarta.

Mashuri, M. 2000. Analisis Vegetasi Pohon di Hutan Air Sirah Kabupaten Solok. Tesis Sarjana Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

(8)

Michael, P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium (Diterjemahkan oleh Yanti R. K) Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Remadja

Rosdakarya, Bandung.

Rosye. 1986. Komposisi Pohon Di Bukit Karang Ladang Padi Kodya Padang. Tesis Sarjana Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Sudjana. 1992. Metode Statistika. Tarsito, Bandung.

Sukandar, S. 2000. Reorientasi Pembangunan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya : Respon Terhadap Otonomi Daerah. Makalah Dalam Seminar Konservasi Hutan dan Sumber Daya Alam. Universitas Andalas, Padang.

Yefri, N. 1987. Struktur Pohon Hutan Bekas Tebangan Di Air Gadang Pasaman. Tesis Sarjana Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Yuni, H. 1999. Komposisi Vegetasi Pohon Di Hutan Lubuk Genting Ujung Gading Kabupaten Pasaman Barat. Skripsi Prodi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang.

Gambar

Tabel 1. Spesies Pohon Yang Ditemukan Di Hutan Batu Busuak Kelurahan Lambuang                 Bukit Kecamatan Pauh Padang
Tabel 2. Komposisi Pohon Yang Ditemukan Di Hutan Batu Busuak Kelurahan                 Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Padang

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah pada aplikasi ANP adalah : (1) membuat konstruksi model dengan kontrol hierarki yang terdiri dari aspek-aspek yang dipertimbangkan dan alternatif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian khitosan terhadap proses penyembuhan luka pada kulit mencit jantan (Mus musculus albinus) dengan parameter

Pengamatan mengenai tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada larva ikan kerapu pasir sangat dibutuhkan sebagai data awal untuk kegiatan pemeliharaan larva karena berkaitan dengan

Hal ini terbukti melalui melalui penelitian dengan hasil penelitian nilai F hitung sebesar 16,520 yang lebih besar dari F tabel sebesar 2,698 yang menunjukkan bahwa

Ciri khas dari Kota Baru adalah bentuk fisiknya sangat teratur dengan pola grid, dikelilingi benteng dan ada satu kastil yang berhubungan dengan benteng

Di dalam Pasal 18 RUU KUHP Nasional disebutkan bahwa seseorang tidak dapat dihukum karena percobaan melakukan tindak pidana jika setelah permulaan pelaksanaan dilakukan,

 Tebalnya kaos kaki harus sesuai dengan sepatu yang dipakai dan Tebalnya kaos kaki harus sesuai dengan sepatu yang dipakai