• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RISIKO KEBAKARAN DALAM PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS RISIKO KEBAKARAN DALAM PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2014"

Copied!
240
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS RISIKO KEBAKARAN DALAM

PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT

KEBAKARAN DI UNIVERSITAS DIAN

NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2014

SKRIPSI

Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Lingkungan Industri

CLARA AMALIARESI LIARDI

NIM. D11.2009.01003

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

(2)

ii

© 2014

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Persembahan untuk kedua

Orang tuaku:

Semoga amalan ini menjadi salah satu

penyejuk hati beliau berdua

Jazakumullah khairan atas

pemeliharaan dan pendidikan yang

dicurahkan hingga hari ini...

Dengan ilmu hidup menjadi mudah. Dengan seni hidup menjadi indah.

Dengan taqwa hidup menjadi berguna dan terarah.

(7)

vii

Barang siapa menghendaki kesejahteraan hidup didunia, maka

harus ditempuh dengan ilmu. Dan barang siapa menghendaki

kebahagiaan hidup diakhirat, hendaklah ditempuh dengan ilmu.

Dan barang siapa menghendaki kedua-duanya, maka hendaklah

ditempuh dengan ilmu.

(Hadits Nabi)

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Clara Amaliaresi Liardi Tempat, tanggal lahir : Pekanbaru, 25 April 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. T. Bay Komplek Peputra Indah 1 Blok C Nomor 72 Simpang tiga Pekanbaru, Riau

Riwayat Pendidikan :

1. TK Ratu Sima 2 Dumai, tahun 1995 - 1997

2. SD Negeri 005 Bukit Raya Pekanbaru, tahun 1997 - 2003 3. SMP Negeri 13 Pekanbaru, tahun 2003-2006

4. SMA Negeri 9 Pekanbaru, tahun 2006-2009

Diterima di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2009.

(9)

ix

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan Judul “ANALISIS RISIKO KEBAKARAN DALAM PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2014”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati, bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun teknis penulisan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu dengan hati yang tulus, harapan penulis untuk mendapatkan koreksi agar Skripsi ini dapat diterima.

Penulis juga menyadari bahwa Skripsi ini, banyak memperoleh bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

2. Ibu Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

3. Bapak Suharyo, S.KM, M.Kes selaku Kepala Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro Semarang sekaligus wali dosen.

(10)

x

4. Bapak Supriyono Asfawi, SE, M.Kes selaku Pembimbing 1 yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

5. Ibu Nurjanah, S.KM, M.Kes selaku pembimbing 2 yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

6. Ibu MG Catur Yuantari, S.KM, M.Kes selaku Penguji 1

7. Ibu Eni Mahawati, SKM, M.Kes selaku Ketua Peminatan K3LI sekaligus Penguji 2.

8. Ibu Eko Hartini, ST, M.Kes selaku Koordinator skripsi.

9. Bapak Kepala Biro Umum yang telah memberikan izin penelitian di Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

10. Bapak Staff Sarana Prasarana yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.

11. Bapak Kepala Teknisi Universitas Dian Nuswantoro yang telah membantu peneliti melaksanakan penelitian.

12. Kedua orang tuaku, Bapak Ir. Suwardi dan Dra. Sri Bendah Liani yang tak henti mencurahkan semangat, doa, restu dan segalanya.

13. Saudara kandung tercinta Iqbal Prakoso Liardi dan Sasha Geganaresi Liardi yang selalu memberikan semangat dan menghibur.

14. Jeffriadi Ma, SE, yang selalu memberikan dukungan, doa dan segalanya. 15. Seluruh keluarga Semarang, Klaten, Tegal yang selalu memberikan doa dan

dukungan.

16. Sahabat terbaikku Dayita, Riri, Nanda, Ika yang telah memberikan dukungan, bantuan dan semangat.

(11)

xi

17. Teman-teman peminatan K3LI serta teman seangkatan 2009.

18. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu, mendoakan dan mendukung dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis memohon kehadirat Allah SWT, dengan segala keterbatasan yang penulis miliki semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis sendiri dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan studi di Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro.

Semarang, 27 Februari 2014

(12)

xii

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG 2014

ABSTRAK

Clara Amaliaresi Liardi

ANALISIS RISIKO KEBAKARAN DALAM PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2014

xxiv+190 halaman+72 tabel+3 gambar+9 lampiran

Kebakaran merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang dapat menyebabkan banyak kerugian. Penelitian ini bertujuanuntuk menganalisis risiko kebakaran dalam pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2014.

Jenis penelitian ini ialah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode wawancara dan observasi dimana peneliti menggunakan lembar observasi berupa daftar pertanyaan yang ditujukan kepada staff sarana prasarana dan kepala teknisi listrik dan lembar checklist sebagai alat pengumpul data. Variabel penelitian ini ialah identifikasi bahaya dan pengendalian risiko pada Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gedung UDINUS belum memiliki manajemen penanggulangan kebakaran yang sesuai dengan standart. Sistem protektif aktif sudah cukup sesuai dengan standart. Struktur bangunan sudah memenuhi persyaratan. Sedangkan untuk pintu darurat dan tempat berhimpun sementara tidak diberi tanda. Gedung UDINUS belum memiliki akses pemadaman khusus serta program pemeriksaan dan pemeliharaan sarana kebakaran.

Kesimpulan penelitian ini ialah pemenuhan sistem tanggap darurat di gedung Universitas Dian Nuswantoro masih belum memenuhi standar yang

(13)

xiii

berlaku. Saran penelitian ini ialah pemenuhan sistem tanggap darurat di gedung UDINUS masih perlu ditingkatkan, khususnya dalam hal manajemen tanggap darurat kebakaran.

Kata kunci : Analisis resiko, kebakaran, sistem tanggap darurat, UDINUS Kepustakaan : 34 (1983-2012)

(14)

xiv

UNDERGRADUATE PROGRAM OF PUBLIC HEALTH FACULTY OF HEALTH SCIENCE DIAN NUSWANTORO UNIVERSITY SEMARANG 2014

ABSTRACT

Clara Amaliaresi Liardi

ANALYSIS OF FIRE RISK AND EMERGENCY RESPONSE SYSTEM IN DIAN NUSWANTORO UNIVERSITY OF SEMARANG YEAR 2014

xxiv +190 pages +72 tables + 3 figures + 9 appendixes

Fire is an event could cause a lot of loss. This study aims to analyze fire risk and fulfillment of fire emergency response system in Dian Nuswantoro University Year 2014.

This was descriptive research that used interviews by observation guide and questionnaire on maintenance staff and head of electrical unit. The variables of this study were risk and emergency response system in Dian Nuswantoro University of Semarang.

Results showed that Dian Nuswantoro University did not have standard fire prevention management. Protective system was appropriate with standard. The building structure was good for fire protection but there were no way finding to emergency door and assembly point. Dian Nuswantoro University did not have special fire fighter and programs for checking and maintenance of firefighter tools.

Researcher recommend the fulfillment of emergency response system in Dian Nuswantoro University, particularly on fire emergency response management .

(15)

xv

Keywords: risk analysis , fire , emergency response systems, UDINUS References : 34 (1983-2012)

(16)

xvi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN HAK CIPTA ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv

HALAMAN PENGESAHAN... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

PRAKATA ... viii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

(17)

xvii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6 E. Keaslian Penelitian... 7 F. Lingkup Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Potensi Bahaya dan Risiko ... 10

B. Manajemen Risiko ... 11

C. Konsep Terjadinya Api ... 18

D. Kebakaran ... 23 E. Bangunan Gedung ... 26 F. Tanggap Darurat ... 28 G. Teori Perilaku ... 39 H. K3 Kelistrikan ... 40 I. Kerangka Teori ... 43

BAB III. METODE PENELITIAN A. Alur Penelitian ... 44

B. Jenis Penelitian ... 45

(18)

xviii

D. Definisi Operasional ... 45

E. Subjek dan Objek ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 47

G. Pengumpulan Data ... 47

H. Analisis Data ... 48

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Umum UDINUS ... 49

B. Data Gedung ... 50

C. Profil Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di UDINUS 52 D. Hasil Observasi Gedung A... 58

E. Hasil Observasi Gedung B... 66

F. Hasil Observasi Gedung C ... 75

G. Hasil Observasi Gedung D ... 84

H. Hasil Observasi Gedung E... 93

I. Hasil Observasi Gedung F ... 101

J. Hasil Observasi Gedung G ... 109

K. Hasil Observasi Gedung Poliklinik ... 119

L. Perbandingan Elemen Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di UDINUS Dengan Standar Yang Berlaku ... 127

M. Perbandingan Elemen Sarana Penyelamat Jiwa Di UDINUS Dengan Standar Yang Berlaku ... 134

N. Perbandingan Elemen Sistem Proteksi Di UDINUS Dengan Standar Yang Berlaku ... 142

(19)

xix

P. Data Pemeriksaan Ruangan ... 142

BAB V. PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ... 168

B. Identifikasi Bahaya Kebakaran ... 168

C. Manajemen Penanggulangan Kebakaran ... 169

D. Sarana Penyelamat Jiwa ... 174

E. Sistem Proteksi Aktif ... 179

F. Data Pemeriksaan Ruangan ... 184

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN ... 187

B. SARAN ... 188

DAFTAR PUSTAKA

(20)

xx

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1 Keaslian Penelitian 7

2.1 Kategori kualitatif dari kemungkinan berdasar standar AS/NZS

4360 14

2.2 Kategori Kualitatif dari Tingkat Keparahan Berdasar Standar

AS/NZS 4360 14

2.3 Pemeringkat Risiko 16

3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Skala Ukur dan

Instrumen Penelitian 44

3.2 Rincian Instrumen Penelitian 48

4.1 Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di UDINUS 52

4.2 Identifikasi Bahaya Kebakaran 54

4.3 Unsur Bahan Bakar 56

4.4 Unsur Sumber Panas 57

4.5 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Data Umum

Gedung A 59

4.6 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Listrik dan

Perlengkapan Gedung A 60

4.7 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Sarana

Penyelamatan Jiwa Gedung A 61

4.8 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Proteksi

(21)

xxi

4.9 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Mesin dan

Peralatan Gedung A 67

4.10 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Data Umum

Gedung B 68

4.11 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Listrik dan

Perlengkapan Gedung B 69

4.12 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Sarana

Penyelamatan Jiwa Gedung B 70

4.13 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Proteksi

Kebakaran Gedung B 73

4.14 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Mesin dan

Peralatan Gedung B 75

4.15 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Data Umum

Gedung C 77

4.16 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Listrik dan

Perlengkapan Gedung C 78

4.17 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Sarana

Penyelamatan Jiwa Gedung C 79

4.18 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Proteksi

Kebakaran Gedung C 82

4.19 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Mesin dan

Peralatan Gedung C 84

4.20 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Data Umum

Gedung D 85

(22)

xxii Perlengkapan Gedung D

4.22 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Sarana

Penyelamatan Jiwa Gedung D 88

4.23 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Proteksi

Kebakaran Gedung D 90

4.24 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Mesin dan

Peralatan Gedung D 92

4.25 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Data Umum

Gedung E 94

4.26 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Listrik dan

Perlengkapan Gedung E 95

4.27 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Sarana

Penyelamatan Jiwa Gedung E 96

4.28 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Proteksi

Kebakaran Gedung E 99

4.29 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Mesin dan

Peralatan Gedung E 101

4.30 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Data Umum

Gedung F 102

4.31 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Listrik dan

Perlengkapan Gedung F 102

4.32 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Sarana

Penyelamatan Jiwa Gedung F 104

4.33 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Proteksi

(23)

xxiii

4.34 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Mesin dan

Peralatan Gedung F 109

4.35 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Data Umum

Gedung G 111

4.36 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Listrik dan

Perlengkapan Gedung G 112

4.37 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Sarana

Penyelamatan Jiwa Gedung G 113

4.38 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Proteksi

Kebakaran Gedung G 116

4.39 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Mesin dan

Peralatan Gedung G 118

4.40 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Data Umum

Gedung Poliklinik 119

4.41 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Listrik dan

Perlengkapan Gedung Poliklinik 120

4.42 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Sarana

Penyelamatan Jiwa Gedung Poliklinik 121

4.43 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Proteksi

Kebakaran Gedung Poliklinik 124

4.44 Distribusi Frekwensi Hasil Observasi Mengenai Mesin dan

Peralatan Gedung Poliklinik 126

4.45 Perbandingan Elemen Manajemen Penanggulangan

Kebakaran di Gedung UDINUS Semarang 127

(24)

xxiv di gedung UDINUS Semarang

4.47 Perbandingan Elemen Prosedur Tanggap Darurat di Gedung

UDINUS Semarang 130

4.48 Perbandingan Elemen Pelatihan Penanggulangan Kebakaran

dan Evakuasi di Gedung UDINUS Semarang 132

4.49 Perbandingan Elemen Sarana Jalan Keluar di Gedung

UDINUS Semarang 134

4.50 Perbandingan Elemen Pintu Darurat di Gedung UDINUS

Semarang 135

4.51 Perbandingan Elemen Tangga Darurat di Gedung UDINUS

Semarang 137

4.52 Perbandingan Elemen Lampu Darurat di Gedung UDINUS

Semarang 140

4.53 Perbandingan Elemen Detektor Kebakaran di Gedung

UDINUS Semarang 142

4.54 Perbandingan Elemen Alarm Kebakaran di Gedung UDINUS

Semarang 145

4.55 Perbandingan Elemen Springkler di Gedung UDINUS

Semarang 148

4.56 Perbandingan Elemen Sistem Pipa Tegak dan Selang

Kebakaran di Gedung UDINUS Semarang 150

4.57 Perbandingan Elemen Hydrant di Gedung UDINUS Semarang 152 4.58 Perbandingan Elemen APAR di Gedung UDINUS S emarang 155 4.59 Data Hasil Observasi Umum Di Semua Gedung UDINUS 159 4.60 Data Hasil Observasi Listrik dan Perlengkapan Di Semua 160

(25)

xxv Gedung UDINUS

4.61 Data Hasil Observasi Sarana Penyelamat Jiwa Di Semua

Gedung UDINUS 161

4.62 Data Hasil Observasi Proteksi Kebakaran Di Semua Gedung

UDINUS 163

4.63 Data Hasil Observasi Mesin dan Peralatam Di Semua Gedung

UDINUS 165

4.64 Data Pemeriksaan Ruangan Bagian Umum 166

4.65 Data Pemeriksaan Ruangan Bagian Listrik dan Perlengkapan 166 4.66 Data Pemeriksaan Ruangan Bagian Mesin dan Peralatan Kerja 167

(26)

xxvi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

Gambar 2.1 Kerangka Teori 43

Gambar 3.1 Alur Penelitian 44

(27)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Pertanyaan 2. Lembar Observasi

3. Foto Copy Surat Izin Penelitian

4. Struktur Organisasi Biro Administrasi Umum 5. Daftar Tabung Pemadam di UDINUS Semarang 6. Surat Rekomendasi Survey/Riset

7. Shop Drawing Gedung Auditorium UDINUS 8. As Built Drawing Gedung G UDINUS 9. Dokumentasi

(28)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia adalah negeri yang memiliki tingkat kerawanan akan bencana yang cukup tinggi. Menurut analisa WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), 83% kawasan Indonesia rawan akan bencana, dan dari 220 juta jiwa penduduk, 98% warga Indonesia berada dalam kondisi yang tidak siap dalam menghadapi ancaman bencana. Hal ini disebabkan karena masyarakat beranggapan bahwa bencana sebagai hal yang memang seharusnya terjadi, bukan sebagai hal yang bisa dikurangi resikonya. Kondisi ini juga berkaitan oleh faktor keterbatasan pemahaman tentang bencana. Pengetahuan yang rendah terhadap bencana ini kemudian mengakibatkan tidak adanya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana, akibatnya tiap kali terjadi bencana, banyak korban jiwa yang berjatuhan. 1

Bencana yang sering mengancam keselamatan penghuni gedung antara lain ialah kebakaran. Kampus yang dibangun dengan konsep gedung bertingkat atau kumpulan gedung berisiko menimbulkan situasi gawat darurat. Kerusakan fisik, kerugian materi, dan ancaman korban jiwa akibat bencana alam berisiko tinggi terjadi di lingkungan kampus. Pada September 2010, kebakaran besar menghanguskan kampus Magister Manajemen (S2) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

(29)

Politik (FISIP) Universitas Riau sehingga belasan ruang kelas dan ruang perpustakaan termasuk jurnal habis terbakar.2

Kebakaran gedung kampus juga terjadi pada September 2011 di Akademi Kebidanan Kota Bekasi akibat korsleting di salah satu ruang kelas sehingga menimbulkan kerugian materi dan trauma bagi penghuni kampus.3

Bangunan gedung sebagai sebuah aset/properti yang dimanfaatkan untuk tempat beraktifitas dan melakukan segala kegiatan, seharusnya memiliki syarat keamanan, khususnya terhadap bahaya kebakaran, dan harus dapat menjamin keamanan penghuni selama berada didalamnya agar dapat melakukan kegiatan dan meningkatkan produktivitas serta kualitas hidupnya. Untuk mengamankan sebuah bangunan gedung dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran, perlu upaya melaksanakan ketentuan dan persyaratan teknis dalam mengatur dan mengendalikan bangunan gedung, termasuk dalam rangka proses perizinan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan gedung, termasuk pemeliharaan kelayakan fungsi dan keandalan bangunan terhadap bahaya kebakaran.4

Berdasarkan hasil penelitian Woro Sulistianingrum pada bulan Juli 2011 di Universitas Dian Nuswantoro Semarang, menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan kesiapsiagaan tanggap darurat penghuni gedung Universitas Dian Nuswantoro terhadap ancaman bahaya kebakaran, tidak ada hubungan antara kontrol perilaku aktual dengan kesiapsiagaan tanggap darurat penghuni

(30)

gedung Universitas Dian Nuswantoro terhadap ancaman bahaya kebakaran, dan tidak ada hubungan antara kepercayaan normatif dengan kesiapsiagaan tanggap darurat penghuni gedung Universitas Dian Nuswantoro terhadap ancaman bahaya kebakaran.5

Kampus Universitas Dian Nuswantoro Semarang telah berdiri tanggal 30 Agustus 2001. Universitas ini memiliki 5 fakultas antara lain Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Bahasa dan Sastra, Fakultas Ekonomi, Fakultas Tehnik dan Fakultas Kesehatan. Masing-masing fakultas memiliki gedung tempat perkuliahan sendiri-sendiri.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di gedung Universitas Dian Nuswantoro Semarang mendapatkan data di Universitas Dian Nuswantoro Semarang terdapat 8 gedung yaitu gedung A, B, C, D, E, F, G dan Gedung Poliklinik. Dengan klasifikasi Gedung A : Biro Akademik, Biro Mahasiswa, Biro Umum dan Perpustakaan; gedung B: digunakan tempat perkuliahan Fakultas Tehnik dan kantor Humas, KPM dan P3M; gedung C : tempat perkuliahan Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kesehatan; gedung D: tempat perkuliahan Fakultas Tehnologi Informatika, Laboratorium Komputer, Manajemen Informatika, Sistem Informatika, Broadchasting, Desain Komunikasi Visual; gedung E: gedung TVKU, Aula, warnet Dinustech, Laboratorium Kesehatan; Gedung F : gedung unit kegiatan mahasiswa (UKM); gedung G: gedung rektorat, Biro Keuangan dan Fakultas Bahasa; Gedung Poliklinik.

Dari 3 gedung yaitu gedung D, C dan B diantaranya memiliki sarana seperti Alat Pemadam Api Ringan tetapi jarang dilakukan

(31)

pengecekan apakah apabila pada saat terjadi kebakaran bisa berfungsi dengan baik, hanya dilakukan pengisian APAR setiap 1 tahun sekali, mengingat bahwa prasarana yang dipakai untuk universitas sangat rentan sekali terhadap bahaya kebakaran maupun konsleting listrik, misalnya komputer, lift dan air conditioner (AC). Gedung D, C dan B terdiri dari 4 lantai. Pada gedung ini ditunjang dengan lift dan tangga, letak lift dan tangga berdekatan dan tidak memiliki pintu darurat, sekat pemisah antar ruangan tidak menggunakan tembok tetapi menggunakan papan yang terbuat dari triplek. Hal ini bisa membahayakan apabila terjadi kebakaran karena bahan triplek dari kayu bisa langsung terbakar apabila terjadi kebakaran. Sedangkan 5 gedung lainnya yaitu gedung A, E, G, Poliklinik dan Unit Kegiatan Mahasiswa memiliki sarana dan prasarana yang sama tetapi gedung-gedung tersebut hanya terdiri dari 2-3 lantai saja dan tidak memiliki lift.

B.

Perumusan Masalah

Dalam wawancara singkat dengan penghuni gedung Universitas Dian Nuswantoro, rata-rata penghuni mengaku bahwa sampai saat ini pihak Universitas tidak pernah melakukan pelatihan dan stimulasi yang terkait dengan keselamatan kerja khususnya pelatihan pemadam kebakaran dan juga tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan apabila ancaman bahaya kebakaran tersebut tiba-tiba terjadi, hanya beberapa waktu yang lalu pihak fakultas kesehatan mengadakan pelatihan pemadam kebakaran untuk mahasiswa

(32)

kesehatan. Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, bahwa gedung Universitas Dian Nuswantoro Semarang memiliki sumber potensi bahaya kebakaran dan pada penelitian terdahulu belum dilakukan identifikasi risiko kebakaran dan sistem tanggap darurat. Sehingga peneliti tertarik untuk membahas mengenai analisis risiko kebakaran dalam pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran yang tersedia di gedung Universitas Dian Nuswantoro Semarang pada tahun 2013 dibandingkan dengan standar acuan peraturan yang berlaku di Indonesia dengan teknik observasi menggunakan form check list. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana sistem tanggap darurat kebakaran yang terdapat di Universitas Dian Nuswantoro Semarang ?

C.

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis risiko kebakaran dalam pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran yang ada di Universitas Dian Nuswantoro Semarang Tahun 2013.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis risiko bahaya kebakaran tiap gedung yang ada di Universitas Dian Nuswantoro Semarang Tahun 2014. 2. Mengidentifikasi bahaya kebakaran yang ada di Universitas

(33)

3. Mendeskripsikan bahaya kebakaran yang ada di Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2014.

4. Mendeskripsikan pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di tiap gedung Universitas Dian Nuswantoro Semarang Tahun 2014.

5. Menganalisis pemenuhan sistem tanggap darurat berdasarkan risiko kebakaran di tiap gedung Universitas Dian Nuswantoro Tahun 2014

D.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai tambahan wawasan, pengetahuan dan pengalaman untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja mengenai sistem tanggap darurat kebakaran yang meliputi manajemen tanggap darurat, sarana proteksi aktif, dan sarana penyelamat jiwa.

2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Diharapkan bisa menambah referensi tentang penerapan sistem tanggap darurat

3. Bagi Instansi

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan sistem tanggap darurat.

(34)

E.

Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama

Peneliti Judul Variabel

Rancangan penelitian Hasil 1 Asih Dwi Hayu Pangesti. Tahun 2012 Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Aplikasi Kesiapan Bencana Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Variabel bebas: Karakteris-tik Responden (Jenis Kelamin, Usia, Program Pendidikan, Pendidikan Bencana, Pengalama n Bencana) Variabel terikat: Tingkat Pengeta-huan (Definisi Bencana, Risiko Bencana Di Kampus, Teknik Penyelama-tan Diri Saat Bencana, Sarana Pengama-nan Gedung) Wawancara dan Observasio-nal Sebanyak 99% responden belum mampu mengaplikasikan kesiapan bencana.

(35)

Sasaran : Seluruh Mahasis-wa/i aktif Fakultas Ilmu Kepera-watan 2 Woro Sulistiani ngrum Tahun 2011 Kesiapsiaga-an tanggap darurat penghuni gedung Universitas Dian Nuswantoro Semarang terhadap ancaman bahaya kebakaran Variabel bebas: Sikap, Kontrol perilaku actual, Kepercayaa n Normatif Variabel terikat : Kesiapsiaga an. Sasaran: Mahasiswa dan Karyawan Aktif Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2011 Survei dan Kuesioner

Ada hubungan antara sikap dengan kesiapsiagaan tanggap darurat penghuni gedung Universitas Dian Nuswantoro terhadap ancaman bahaya kebakaran; tidak ada hubungan antara control perilaku actual dengan kesiapsiagaan tanggap darurat penghuni gedung Universitas Dian Nuswantoro terhadap ancaman bahaya kebakaran; tidak ada hubungan antara kepercayaan normatif dengan kesiapsiagaan tanggap darurat penghuni gedung Universitas Dian Nuswantoro terhadap ancaman bahaya kebakaran.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah pada objek penelitian dan variabel penelitian. Objek penelitian : Gedung

(36)

Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Variabel penelitian : identifikasi bahaya dan pengendalian risiko.

F.

Lingkup Penelitian

1. Lingkup Keilmuan

Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang ilmu kesehatan dan keselamatan kerja lingkungan industri.

2. Lingkup Materi

Lingkup materi dalam penelitian ini adalah manajemen risiko. 3. Lingkup Lokasi

Lokasi penelitian adalah Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

4. Lingkup Metode

Penelitian ini menggunakan metode Survei yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan dan lembar check list.

5. Lingkup Sasaran

Sasaran dalam penelitian ini adalah Gedung Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

6. Lingkup Waktu

(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Bahaya dan Risiko

Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik harta, benda, lingkungan maupun manusia.

Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya.

Risiko adalah peluang kesempatan kerugian atau merupakan suatu ketidakpastian. Risiko terkadang dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan ketidakpastian hasil dengan harapan yang diinginkan. Risiko sering dikaitkan dengan bahaya. Bahaya dapat didefinisikan sebagai keadaan yang menimbulkan atau meningkatkan terjadinya peluang kerugian dari suatu bencana tertentu.6

Pengenalan potensi bahaya dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti :

(38)

1. Mempelajari dan mengenal standar atau prosedur. Misalnya pada petunjuk teknis, brosur, leaflet dan sebagainya.

2. Menggunakan daftar periksa (checklist) atau berdasarkan pengalaman pada unit/bagian sejenis dan diskusi/brain storming. 3. Memakai metode identifikasi, sekaligus analisisnya yang berdasar

pada macam, tahap, penyebab, atau akibat berupa:

a. Preliminary Hazard Analysis (PHA) yang dilaksanakan sebagai analisis awal.

b. Hazard and Operability Analysis (HAZOP) yakni suatu analisis yang lebih detail pada desain dan operasi.

c. What If Analysis yang mengupayakan identifikasi rangkaian faktor penyebab dengan berbagai asumsi.

d. Failure Models and Effects Analysis (FMEA) terutama pada analisis mendalam sebagai akibat kegagalan peralatan dan pengaruhnya.

e. Fault and Event Tree Analysis (FTA/FTEA) yakni model analisis desain, prosedur, dan kesalahan faktor manusia.

f. Human Realibility Analysis yang menitik beratkan analisis pada kemungkinan kesalahan yang dilakukan manusia (human error).7

B. Manajemen Risiko

1. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya dalah proses pencarian terhadap semua jenis kegiatan, situasi, produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cidera atau sakit.

(39)

a. Mengetahui bahaya-bahaya yang ada.

b. Mengetahui potensi bahaya, baik akibat maupun frekuensi terjadinya.

c. Menunjukkan bahwa bahaya tertentu telah atau belum dilengkapi alat pelindung keselamatan kerja.

d. Menganalisa lebih lanjut.

Keuntungan identifikasi bahaya adalah sebagai berikut : a. Menentukan sumber penyebab timbulnya bahaya.

b. Menentukan kualifikasi fisik dan mental seseorang atau tenaga kerja yang diberi tugas.

c. Menentukan cara, prosedur, pengoperasian maupun posisi yang berpotensi bahaya dan mencari cara untuk mengatasinya. d. Menentukan hal-hal atau lingkup yang harus dianalisa lebih

lanjut.

e. Untuk tujuan non keselamatan kerja seperti peningkatan mutu dan keandalan.8

2. Penilaian Risiko

Penilaian resiko mencakup tiga tahapan penting yaitu analisis resiko (risk analysis) dan evaluasi resiko (risk evaluation). Analisis resiko dilakukan untuk mengetahui besaran resiko yang mencakup kemungkinan dan tingkat keparahan. Teknik yang digunakan dalam analisis resiko dapat dilakukan secara kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif. Semakin kuantitatif maka semakin

(40)

menjadi angka penilaian resiko yang kita lakukan, sedangkan kualitatif hanya berdasarkan kategorisasi semata.

Langkah selanjutnya adalah pemeringkatan resiko. Berdasar atas definisi resiko sebagai satu gambaran besaran kemungkinan suatu bahaya dapat menimbulkan kecelakaan serta tingkat keparahan maka kategorisasi yang ada, baik kualitatif, semi maupun kuantitatif adalah kategorisasi dari kemungkinan (P :

Probability atau Likelihood) dan tingkat keparahan (C : Consequences atau Severity) maka akan didapatkan persamaan :

Risk = P x C

Kemudian yang harus dilakukan adalah evaluasi resiko. Evaluasi resiko adalah penilaian terhadap satu resiko apakah masih dapat diterima (ALARP : As Low As Possible Reasonably

Practicable) berdasarkan standar yang digunakan atau juga

didasarkan kemampuan perusahaan dalam menghadapi resiko tersebut.

Contoh sederhana adalah sebagai berikut. Pertama dalam penilaian resiko, sebagai contoh secara kualitatif, adalah dengan menentukan kategorisasi masing-masing kemungkinan dan tingkat keparahan.

Contoh kategori berikut adalah kategori kualitatif dari kemungkinan berdasar standar AS/NZS 4360 :

(41)

Gambar 2.1

Kategori kualitatif dari kemungkinan berdasar standar AS/NZS 4360

Level Deskripsi Keterangan

A Almost Certain Ada kemungkinan

terjadi setiap waktu

B Likely Kemungkinan sering

terjadi

C Possible Kemungkinan sekali

waktu terjadi

D Unlike Kemungkinan terjadi

jarang

Contoh kategori berikut adalah kategori kualitatif dari tingkat keparahan berdasar standar AS/NZS 4360 :

Gambar 2.2

Kategori Kualitatif dari Tingkat Keparahan Berdasar Standar AS/NZS 4360

Level Deskripsi Keterangan

1 Insignificant Tidak ada cedera, hanya ada kerugian finansial kecil.

2 Minor Cedera ringan,

(42)

kerugian sedang.

3 Moderate Cedera sedang,

perlu tindakan medis, kerugian finansial besar.

4 Major Cedera berat pada

lebih dari satu orang, kerugian finansial besar, proses produksi terganggu. 5 Catastrophic Lebih dari satu orang

mengalami fatalitas, kerugian finansial sangat besar, dampak luas, dan terhentinya seluruh kegiatan produksi.

Langkah selanjutnya adalah mengombinasikan antara kemungkinan dengan tingkat keparahan guna keperluan pemeringkatan resiko misalkan pada contoh berdasar standar AS/NZS 4360 :

(43)

Gambar 2.3 Pemeringkat Risiko Kemungkinan Tingkat Keparahan 1 2 3 4 5 A H H E E E B M H H E E C L M H E E D L L M H E E L L M H H

E : Extreme Risk – Resiko sangat tinggi H : High Risk – Resiko tinggi

M : Moderate Risk – Resiko sedang L : Low Risk – Resiko rendah

Sesudah dilakukan pemeringkatan resiko maka langkah selanjutnya adalah evaluasi terhadap resiko apakah dapat diterima atau tidak oleh perusahaan (masuk kategori ALARP). Pada contoh diatas dapat dimisalkan pada resiko L maka resiko dapat diterima sehingga kegiatan dapat dilanjutkan. Pada kategori M misalkan kegiatan dapat dijalankan dengan catatan semua pengamanan telah dijalankan. Pada kategori H-E misalkan resiko masuk kategori tidak dapat diterima sehingga perlu dilakukan kegiatan pengendalian resiko sebelum dapat dijalankan.

(44)

3. Pengendalian Risiko

Suatu resiko dapat dikendalikan melalui beberapa strategi yang bertujuan pada dua hal. Pertama adalah mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya. Kedua adalah mengurangi tingkat keparahan apabila terjadi. Pengendalian pada kedua aspek tersebut akan dengan sendirinya mengurangi tingkat resiko yang didefinisikan sebagai kombinasi dari keduanya. Cara lain dapat digunakan dengan pengalihan resiko pada pihak ketiga seperti kontraktor dan dengan mengikuti asuransi.

Pengurangan kemungkinan terjadinya bahaya dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu pendekatan tekns, administratif, dan manusia. Pendekatan teknis dapat dilakukan dengan beberapa cara yang bertingkat sebagai berikut:

a. Eliminasi : menghilangkan sumber bahaya tersebut sama sekali bila memungkinkan tanpa mengganggu kegiatan produksi. Bahaya akan hilang sepenuhnya bila hal ini dijalankan.

b. Substitusi : penggantian sumber bahaya dengan hal lain yang tidak berbahaya atau yang memiliki resiko lebih rendah. c. Isolasi : memberi penghalang antara sumber bahaya dengan

pekerja.

d. Pengendalian jarak: jarak antara sumber bahaya dengan pekerja diatur sehingga dapat mencapai titik aman dengan alat kendali misalnya.

(45)

e. Pendekatan administratif dapat dilakukan terutama guna mengurangi lama pajanan pekerja dengan sumber bahaya. f. Pendekatan manusia adalah dengan memberi pelatihan dan

penyadaran akan cara bekerja dengan aman dan membangun budaya keselamatan kerja di perusahaan.

g. Pengurangan tingkat keparahan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu penyusunan rencana tanggap darurat yang memadai serta penggunaan alat perlindungan diri yang sesuai dengan bahaya yang ada di tempat kerja.9

C. Konsep Terjadinya Api

1. Api

Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa/reaksi kimia yang diikuti oleh pengeluaran asap, panas, nyala dan gas-gas lainnya. Untuk bisa terjadi api diperlukan 3 (tiga) unsure yaitu bahan bakar (fuel), udara (oksigen) dan sumber panas. Bilamana ketiga unsur tersebut berada dalam suatu konsentrasi yang memenuhi syarat, maka timbullah reaksi oksidasi atau dikenal sebagai proses pembakaran.10

2. Segitiga Api

Apabila suatu molekul mengadakan kontak amat dekat dengan molekul oksidator (yaitu oksigen), maka pada umumnya akan terjadi reaksi kimia. Apabila tumbukan antar molekul hanya berenergi rendah, maka reaksi kimia tidak akan terjadi. Tetapi

(46)

apabila energi cukup besar maka reaksi akan berlangsung. Karena reaksi eksotermis, maka banyak panas yang terbentuk. Tiga sumber harus ada dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan api. Tiga bentuk struktur ini disebut dengan “fire

triangle”. Bila salah satu dari elemen-elemen tersebut dihilangkan

maka api apapun akan padam. Ketiga elemen tersebut yaitu : a. Oksigen

Sumber oksigen adalah dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit sekitar 15% volume oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Udara normal di dalam atmosfir kita mengandung 21% volume oksigen. Ada beberapa bahan bakar yang mempunyai cukup banyak kandungan oksigen yang dapat mendukung terjadinya pembakaran.

b. Panas

Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat mendukung terjadinya kebakaran. Sumber panas antara lain : panas matahari, permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan, reaksi kimia eksotermis, energi listrik, percikan api listrik, api las/potong, gas yang dikompresi.

c. Bahan Bakar

Bahan bakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya pembakaran. Ada tiga wujud bahan bakar, yaitu padat, cair dan gas. Untuk benda padat dan cair dibutuhkan panas

(47)

pendahuluan untuk mengubah seluruh atau sebagian darinya, ke bentuk gas agar dapat mendukung terjadinya pembakaran.

Ketiga unsur diatas apabila bertemu akan terjadi api. Oleh karena itu disebut segitiga api. Prinsip segitiga api ini dipakai dasar untuk mencegah kebakaran dan penanggulangan api.11

3. Bidang Empat Api

Perkembangan dari teori segitiga api adalah ditemukannya unsur keempat yang menyebabkan timbulnya api. Unsur yang keempat ini adalah rantai-reaksi. Dalam teori ini dijelaskan bahwa pada saat energi diterapkan pada bahan bakar seperti hidrokarbon, beberapa ikatan karbon dengan karbon lainnya terputus dan menghasilkan radikal bebas. Sumber energi yang sama juga menyediakan kebutuhan energi untuk memutus beberapa rantai karbon dengan hidrogen sehingga menghasilkan radikal bebas lebih banyak. Selain itu, rantai oksigen dengan oksigen lainnya juga ikut terputus dan menghasilkan radikal oksida. Jika jarak antara radikal-radikal ini cukup dekat maka akan terjadi penggabungan kembali (recombining) radikal bebas dengan radikal lainnya atau dengan kelompok fungsional yang lain. Pada proses pemutusan rantai, terjadi pelepasan energi yang tersimpan di dalam rantai tersebut. Energi yang lepas dapat menjadi sumber energi untuk memutuskan rantai yang lain dan melepaskan energy yang lebih banyak lagi.

(48)

Kemudian model tersebut dikembangkan menjadi teori “fire

tetrahedron” dengan menambahkan elemen reaksi kimia. Jadi

sebuah reaksi berantai dapat terjadi bila ketiga elemen api tersebut ada pada kondisi dan jumlah atau proporsi yang cukup.12

4. Cara Memadamkan Api

Memadamkan kebakaran adalah suatu teknik menghentikan reaksi pembakaran/nyala api. Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api. Teknik pemadaman dilakukan dengan media yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemadaman tersebut.

a. Pemadaman Dengan Pendingin (Cooling)

Salah satu metode pemadam kebakaran yang paling umum adalah pendinginan dengan air. Proses pemadaman ini tergantung pada turunnya temperatur bahan bakar sampai ke titik dimana bahan bakar tersebut tidak dapat menghasilkan uap/gas untuk pembakaran. Bahan bakar padat dan bahan bakar cair dengan titik nyala (flash point) tinggi bisa dipadamkan dengan mendinginkannya. Kebakaran yang melibatkan cairan dan gas-gas yang mudah menyala yang rendah titik nyalanya tidak dapat dipadamkan dengan mendinginkannya dengan air karena produksi uap tidak tidak dapat cukup dikurangi. Penurunan temperatur tergantung pada

(49)

penyemprotan aliran yang cukup dalam bentuk yang benar agar dapat membangkitkan keseimbangan panas negative. b. Pemadaman Dengan Pembatasan Oksigen (Dilution)

Pengurangan kandungan oksigen di area juga dapat memadamkan api. Dengan membatasi/mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api dapat padam. Pembatasan ini biasanya adalah satu cara yang paling mudah untuk memadamkan api.

Pengurangan kandungan oksigen dapat dilakukan dengan membanjiri area tersebut dengan gas lembam seperti karbondioksida yang menggantikan oksigen atau dapat juga dikurangi dengan memisahkan bahan bakar dari udara seperti dengan menyelimuti dengan busa. Namun, cara-cara ini tidak berlaku pada bahan bakar yang jarang dipakai yang bisa beroksidasi sendiri.

c. Pemadaman Dengan Mengambil/Memindahkan Bahan Bakar (Starvation)

Dalam beberapa kasus, kebakaran bisa dipadamkan dengan efektif dengan menyingkirkan sumber bahan bakar. Pemindahan bahan bakar ini tidak selalu dapat dilakukan karena dalam prakteknya mungkin sulit, seperti contoh : memindahkan bahan bakar yaitu dengan menutup/membuka kerangan, memompa minyak ketempat lain, memindahkan bahan-bahan yang mudah terbakar dan lain-lain.

(50)

Cara terakhir untuk memadamkan api adalah dengan mencegah terjadinya reaksi rantai di dalam proses pembakaran. Pada beberapa zat kimia mempunyai sifat memecah sehingga terjadi reaksi rantai oleh atom-atom yang dibutuhkan oleh nyala api untuk tetap terbakar.

Beberapa bahan pemadam seperti bahan kimia kering dan hidrokarbon terhalogenasi (halon) akan menghentikan reaksi kimia yang menimbulkan nyala api sehingga akan mematikan nyala api tersebut. Cara pemadaman ini efektif untuk bahan bakar gas dan cair karena keduanya akan menyala dahulu sebelum terbakar. Bara api tidak mudah dipadamkan dengan cara ini, karena saat halon tertutup, udara mempunyai jalan masuk pada bahan bakar yang sedang membara dan berlanjut sampai membakar. Pendinginan adalah salah satu cara yang praktis untuk memadamkan api yang membara.13

D. Kebakaran

1. Pengertian Kebakaran

Kebakaran adalah suatu peristiwa bencana yang berasal dari api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian materi (berupa harta benda, bangunan fisik, deposit/asuransi, fasilitas sarana dan prasarana, dan lain-lain) maupun kerugian non materi (rasa takut, shock, ketakutan, dan lain-lain).14

(51)

2. Penyebab Terjadinya Kebakaran

Penyebab terjadinya kebakaran bersumber pada tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor teknis dan faktor alam.

a. Manusia sebagai faktor penyebab kebakaran, antara lain : 1) Faktor Pekerja

a) Kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan kebakaran b) Menempatkan barang atau menyusun barang yang

mudah terbakar tanpa menghiraukan norma-norma pencegahan kebakaran

c) Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan

d) Kurang memiliki rasa tanggung jawab atau adanya unsure kesengajaan

2) Faktor Pengelola

a) Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja

b) Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja

c) Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik terutama dalam kegiatan penentuan bahaya dan penerangan bahaya.

d) Tidak adanya standar atau kode yang dapat diandalkan b. Faktor Teknis

1) Melalui proses fisik atau mekanik timbul panas akibat kenaikan suhu atau timbul bunga api terbuka

2) Melalui proses kimia yaitu terjadinya suatu pengangkutan, penyimpanan, penanganan barang atau bahan kimia

(52)

berbahaya tanpa memperhatikan petunjuk yang telah ada (MSDS)

3) Melalui tenaga listrik karena hubungan arus pendek sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau membakar komponen lain

c. Faktor Alam

1) Petir dalah salah satu penyebab kebakaran

2) Letusan Gunung berapi, dapat menyebabkan kebakaran hutan dan juga perumahan yang dilalui oleh lahar panas.14

3. Klasifikasi Kebakaran

Yang dimaksud dengan klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian atas kebakaran berdasarkan jenis bahan bakarnya. Klasifikasi ini sangat penting untuk diketahui karena merupakan syarat pokok dalam melaksanakan pemadaman awal dari suatu kejadian kebakaran dengan menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).

Perlu diketahui bahwa APAR yang beredar tidak semuanya bisa untuk memadamkan segala jenis api atau kebakaran (masing-masing mempunyai karakteristik).

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia menggunakan standar Amerika (NFPA) dan hal ini juga sesuai dengan klasifikasi yang tercantum pada label APAR yang beredar di pasar terutama yang buatan Amerika atau Jepang.

(53)

Api atau kebakaran benda-benda padat kecuali logam yang setelah terbakar akan meninggalkan arang atau abu. Misal : kayu, kertas, kapas, karet, tekstil dan lain-lain.

b. Klas B

Api atau kebakaran benda-benda cair atau gas. Misal : bensin, alkohol, eter, spiritus, minyak tanah, LPG dan lain-lain.

c. Klas C

Api dari korsleting listrik dan listrik itu sendiri bertegangan. d. Klas D

Api dari benda-benda logam yang mudah terbakar. Misal : potasium, titanium, calcium dan lain-lain.

Klasifikasi ini mulai di berlakukan di Indonesia tanggal 14 April 1980 sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 04/men/1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan APAR.15

E. Bangunan Gedung

Bangunan gedung didefinisikan sebagai wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagaian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, budaya, maupun kegiatan khusus.

(54)

Bangunan diklasifikasikan menurut tingkat ketahanan struktur utamanya terhadap api yang terdiri dari 4 (empat) kelas, yaitu kelas A, B, C dan D.

1. Bangunan kelas A, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 3 (tiga) jam, yaitu meliputi bangunan-bangunan :

a. Hotel

b. Pertokoan dan Pasar-raya c. Perkantoran

d. Rumah Sakit dan Perawatan e. Bangunan Industri

f. Tempat Hiburan g. Museum

h. Bangunan dengan penggunaan ganda/campuran.

2. Bangunan kelas B, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan api sekurang-kurangnya 2 (dua) jam, yaitu meliputi bangunan-bangunan :

a. Perumahan Bertingkat b. Asrama

c. Sekolah

d. Tempat Ibadah

3. Bangunan kelas C, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan api sekurang-kurangnya ½ (setengah) jam, meliputi bangunan gedung yang tidak bertingkat dan sederhana.

(55)

4. Bangunan kelas D, yaitu bangunan-bangunan yang tidak tercakup ke dalam kelas A, B, C tidak diatur di dalam ketentuan ini, tetapi diatur secara khusus, misalnya instalasi nuklir, bangunan-bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan yang mudah meledak.16

F. Tanggap Darurat

1. Sistem Tanggap Darurat

Sistem tanggap darurat adalah salah satu kombinasi dari metode yang digunakan pada bangunan untuk memperingatkan orang terhadap keadaan darurat, penyediaan tempat penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran, pemadaman kebakaran.

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsian, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

Kesiapsiagaan darurat adalah sebuah program kegiatan jangka panjang yang tujuannya adalah untuk memperkuat keseluruhan kapasitas dan kemampuan suatu Negara atau komunitas untuk mengelola secara efisien semua jenis keadaan darurat dan membawa transisi teratur dari bantuan melalui pemulihan dan

(56)

kembali ke pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini membutuhkan rencana keadaan darurat dikembangkan, personil pada semua tingkat dan di semua sektor dilatih, dan komunitas yang menghadapi risiko dididik, dan bahwa tindakan tersebut akan dipantau dan dievaluasi teratur.17

2. Manajemen Tanggap Darurat

a. Organisasi Tanggap Darurat

Organisasi tanggap darurat adalah sebuah struktur yang memberikan tugas khusus dan tanggung jawab untuk semua personel yang terlibat dalam operasi darurat. Bentuk struktur organisasi tim penanggulangan kebakaran tergantung pada klasifikasi risiko terhadap bahaya kebakarannya. Struktur organisasi tim penanggulangan kebakaran terdiri dari penanggung jawab tim penanggulangan kebakaran, kepala bagian teknik pemeliharaan dan kepala bagian keamanan.

Kriteria organisasi tanggap darurat kebakaran yang baik yaitu : adanya tim penanggulangan kebakaran, organisasi tanggap darurat kebakaran dan petugas yang bertanggung jawab dalam organisasi tersebut sudah terlatih serta mempunyai peran masing-masing ketika terjadinya kejadian darurat kebakaran.18

(57)

b. Prosedur Tanggap Darurat

Prosedur tanggap darurat adalah tata cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfaatkan sumber daya dan sarana yang tersedia untuk menanggulangi akibat dan situasi yang tidak normal dengan tujuan mencegah atau mengurangi kerugian yang lebih besar.

Prosedur tanggap darurat merupakan cakupan dari rencana tanggap darurat yang harus ada. Di dalam prosedur tersebut haruslah terdapat koordinasi dengan pihak pemadam kebakaran setempat. Disamping itu terdapat juga pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terjadwal secara rutin.19

c. Pelatihan Tanggap Darurat

Keberhasilan penanggulangan kebakaran/keadaan darurat tergantung pada sistem pelatihan. Isi latihan tanggap darurat kebakaran diantaranya adalah latihan pemakaian alat-alat pemadam kebakaran, cara pakai dan bagaimana caranya mengatasi api kebakaran. Latihan tanggap darurat juga berisikan tentang cara evakuasi sesuai dengan prosedur yang ada di area tersebut, untuk memastikan bahwa semua elemen yang terlibat benar-benar mampu bertindak dalam keadaan darurat. Latihan kebakaran merupakan suatu hal yang sangat penting, untuk itu setiap anggota unit regu penanggulangan kebakaran dalam suatu tim tanggap darurat harus

(58)

melaksanakan atau mengikuti latihan secara kontinyu dan efektif, baik latihan yang bersifat teori maupun yang bersifat praktek.

Tujuan dari latihan kebakaran adalah menciptakan kesiapsiagaan anggota tim di dalam menghadapi kebakaran agar mampu bekerja untuk mananggulangi kebakaran secara efektif dan efisien. Latihan yang bersifat praktik harus diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan atau kecakapan anggota dalam melaksanakan tugas yang diharapkan.

Latihan kebakaran harus dilakukan seolah-olah dalam keadaan sebenarnya (simulasi) untuk mengetahui prosedur yang khusus dalan keadaan demikian. Pada akhir latihan peralatan pemadam kebakaran harus disiapkan kembali sehingga dapat digunakan dengan cepat dan tepat jika terjadi kebakaran yang sesungguhnya. Dan di dalamnya juga terdapat program pelatihan evakuasi kebakaran yang harus dilakukan secara periodic minimal 1 tahun sekali.20

3. Sarana Proteksi Aktif

a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

APAR adalah suatu media yang berisi bahan pemadam api dan memiliki tekanan baik dalam bentuk cartridge maupun

strore pressure.

Jenis-jenis APAR adalah :

(59)

a) Berisi Air Biasa

b) Gas penekan dalam tabung Nitrogen (N2) atau CO₂ c) Digunakan untuk kebakaran kelas A

d) Operasinya sistem catridge 2) Busa/Foam

a) Dapat digunakan untuk kebakaran kelas A dan B b) Berisi Sodium Bicarbonat dan Ammonium Phospat c) Bersifat Penyelimutan (smothering)

3) Bubuk Kimia Kering a) Sistem Gas catridge

b) Ada yang menggunakan tepung regular berbahan baku sodium bicarbonate/baking soda

c) Tepung kimia serba guna (multi porpose)

d) Secara fisik, memutus udara luar dengan benda yang terbakar. Secara kimiawi memutus rantai reaksi pembakaran, dimana partikel-partikel tepung kimia tersebut akan menyerap radikal hydroksil dan api, terutama yang berbahan baku “potosium bicarbonate dan monoammonium”.

4) Karbondioksida

a) Tidak meninggalkan residu/bekas

b) Digunakan untuk kebakaran kelas B dan C c) Bersifat Pendinginan (cooling)

d) Jangan disimpan didalam suhu yang terlalu panas 5) Hallon

(60)

a) Tidak meninggalkan bekas

b) Efisien untuk semua jenis kebakaran (kelas A, B dan C) c) Tidak menimbulkan kerusakan sekunder pada peralatan

elektronik yang sensitif dan tidak menyebabkan kebakaran dingin pada kulit

d) Cocok untuk memadamkan kebakaran mobil, listrik, rumah tangga, computer dan bengkel

Penempatan dan penggunaan APAR sebagai berikut : e) Digantung di dinding maksimum ketinggian 1,20 m pada

puncak tabung

f) Mudah dilihat dan dijangkau

g) Periksa apakah siap dipakai atau tidak h) Gunakan bila diperlukan

i) Cabut segel pengaman dan semprotkan langsung ke arah titik api sampai api padam

j) Tabung yang kosong atau sudah digunakan harus diisi kembali.21

b. Alarm

Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran. Tujuan pemasangan alarm kebakaran adalah untuk memberikan peringatan kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran, sehingga dapat melakukan tindakan proteksi dan penyelamatan dalam kondisi darurat dan juga untuk

(61)

memudahkan petugas pemadam kebakaran mengidentifikasi titik awal terjadinya kebakaran.

c. Detektor Kebakaran

Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan. Detektor dibagi menjadi 4 macam jenis, yaitu :

a. Detektor asap

Detektor asap adalah alat yang mendeteksi partikel yang terlihat atau yang tidak terlihat dari suatu pembakaran. b. Detektor panas

Detektor panas adalah alat yang mendeteksi temperatur tinggi atau laju kenaikan temperature yang tidak normal. c. Detektor nyala api

Detektor nyala api adalah detector yang bekerja berdasarkan radiasi nyala api.

d. Detektor gas kebakaran

Detektor gas kebakaran adalah alat detektor yang bekerjanya berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas-gas lainnya yang mudah terbakar.22

d. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemadam kebakaran yang dipasang secara tetap atau permanen di dalam bangunan yang dapat

(62)

memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air ditempat mula terjadinya kebakaran. Sistem pemadam otomatis ini akan bekerja bila ada asap awal nyala api yang terdeteksi oleh pengindera elektronik (sensor).23

e. Hydrant

Fungsi utama hydrant adalah sebagai salah satu sumber air apabila terjadi kebakaran.

Hydrant kebakaran terdiri dari dua jenis, yaitu : 1) Hydrant halaman

Hydrant halaman adalah hydrant yang penempatannya berada pada halaman (bagian luar) gedung.

2) Hydrant gedung

Hydrant gedung adalah hydrant yang penempatannya terdapat didalam gedung atau bangunan.

Yang termasuk dalam lingkup hydrant adalah Siamese, kopling, pilar hydrant, selang gulung, box hydrant, nozzle dan pemipaan.24

4. Sarana Penyelamat Jiwa

25

a. Sarana Jalan Keluar

Sarana jalan keluar dari suatu bangunan harus disediakan agar penghuni gedung tersebut dapat menggunakannya untuk menyelamatkan diri dengan jumlah, lokasi dan dimensi yang

(63)

sesuai dengan jarak tempuh, jumlah dan karakter penghuni gedung, fungsi bangunan, tinggi bangunan, dan arah sarana keluar.

Sarana jalan keluar harus ditempatkan terpisah dengan memperhitungkan :

1) Jumlah lantai bangunan yang dihubungkan oleh jalan keluar tersebut

2) Sistem proteksi kebakaran yang terpasang pada bangunan 3) Fungsi atau penggunaan bangunan

4) Jumlah lantai yang dilalui

5) Tindakan petugas pemadam kebakaran

b. Petunjuk Arah Jalan Keluar

Pada saat kondisi emergensi akibat bencana, penghuni gedung akan mengalami panic dan kebingungan untuk melakukan sesuatu, terutama baik penghuni gedung yang belum memahami secara pasti struktur gedung. Oleh karena itu, petunjuk arah jalan keluar diperlukan di setiap gedung. Sebuah tanda jalan keluar harus jelas terlihat bagi setiap orang dan harus terpasang di atas atau berdekatan pada setiap pintu yang menuju jalan keluar. Tanda petunjuk jalan keluar harus memiliki tulisan “KELUAR” atau “EXIT” dengan tinggi minimum 10 cm dan dapat terlihat jelas pada jarak 20 m. Warna tulisan tersebut hijau dan diatas dasar putih, tembus cahaya, atau diberi penerangan.26

(64)

c. Pintu Darurat

Pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Daun pintu harus membuka keluar dan jika pintu tertutup maka tidak bisa dibuka dari luar (self

closing door). Pintu kebakaran tidak boleh ada yang menghalangi

baik didepan pintu ataupun dibelakangnya dan tidak boleh di kunci.

d. Komunikasi Darurat

Komunikasi yang baik dianggap sebagai hal yang paling sulit dilakukan pada saat bencana. Tujuan utama dari membangun sistem komunikasi darurat adalah mengirimkan informasi yang benar kepada orang yang tepat di waktu yang tepat. Hal ini harus dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Sistem perencanaan bencana perlu mencamtumkan daftar nomor telepon yang akan dihubungi saat kondisi bencana.

e. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika terjadi kebakaran. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Tangga kebakaran atau darurat harus dilengkapi dengan pintu tahan api minimal 2 jam dengan bukaan ke tangga kebakaran dan dapat menutup secara otomatis. Tangga

(65)

kebakaran minimal 1 meter dan tidak boleh menyempit kearah bawah, tinggi maksimum anak tangga 17,5 cm, lebar injakan minimal 22,5 cm. Tangga darurat harus dilengkapi dengan pegangan tangan (Handrail) yang kuat setinggi 1,10 meter dan bukan merupakan tangga berputar atau melingkar.

f. Penerangan Darurat

Pada peristiwa kebakaran biasanya disertai dengan padamnya listrik utama. Timbulnya produk kebakaran, seperti asap memperburuk keadaan karena kepekatan asap membuat orang sulit untuk melihat ditambah lagi orang tersebut menjadi panik. Oleh karena itu, penting disediakan sumber energi cadangan untuk penerangan darurat (Emergency Light), baik pada tanda arah jalan keluar maupun jalur evakuasi.

Adapun persyaratan dari penerangan darurat antara lain : 1) Sinar lampu berwarna kuning, sehingga dapat menembus asap

serta tidak menyilaukan

2) Ruangan yang disinari adalah jalan menuju ke pintu darurat saja

3) Sumber tenaga didapat dari battery atau listrik dengan instalasi kabel yang khusus sehingga saat ada api lampu tidak perlu dimatikan

(66)

g. Tempat Berhimpun

Tempat berhimpun adalah tempat di area sekitar atau diluar lokasi yang dijadikan sebagai tempat berhimpun/berkumpul setelah proses evakuasi dan dilakukan perhitungan saat terjadi kebakaran. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan dalam rute evakuasi.

G. Teori Perilaku

Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni kognitif, afektif, psikomotor. Dalam perkembangannya, teori bloom ini di modifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : 1. Pengetahuan

Menurut Soekamto pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu yang diperoleh dari ppendidikan, pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang. Perubahan perilaku baru adalah suatu proses yang komplek dan memerlukan waktu yang relatif lama. Tahapan yang pertama adalah pengetahuan, sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut.27

(67)

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai suatu objek/situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon/berprilaku dalam cara yang dipilihnya.28

3. Praktik

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik).29

H. K3 Kelistrikan

1. Landasan Hukum30

Dalam pelaksanaan pemasangan instalasi listrik mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti :

a. Undang-undang no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja b. Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan c. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor

01.P/40/M.PE/1990 tentang Insalasi Ketenagalistrikan d. Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) 2. Komponen Pokok Instalasi Listrik

Komponen instalasi listrik adalah perlengkapan yang paling pokok dalam suatu rangkaian listrik. Komponen yang digunakan dalam pemasangan instalasi listrik banyak macam dan ragamnya.

(68)

Namun, pada dasarnya komponen instalasi listrik dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Bahan pengantar listrik; b. Bahan isolasi; c. Pipa instalasi; d. Kotak Sambung e. Sakelar; f. Fitting; g. Perlengkapan Bantu. 3. Sistem Proteksi Listrik

Proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dipasang pada peralatan-peralatan listrik suatu sistem tenaga listrik, misalnya generator, transformator, jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu sendiri. Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain.Secara umum, komponen-komponen sistem proteksi terdiri dari:

a. Circuit Breaker, CB (Sakelar Pemutus, PMT) b. Relay

c. Trafo arus (Current Transformer, CT) d. Trafo tegangan (Potential Transformer, PT) e. Kabel kontrol

f. Catu daya, Supplay (batere)

(69)

Pekerjaan-pekerjaan perawatan dan perbaikan perlengkapan instalasi listrik meliputi :

a. Membersihkan kotoran dan debu-debu yang menempel pada perlengkapan instalasi listrik.

b. Memeriksa dan memperbaiki keadaan perlengkapan instalasi listrik lainnya, apabila ada yang kendor, maka skrupnya dikencangkan lagi.

c. Menjauhkan perlengkapan instalasi listrik dari sumber yang membahayakan, misalnya sumber api, sumber air dan sebagainya.

d. Memeriksa dan memperbaiki keadaan fisik perlengkapan instalasi listrik.

5. Perawatan dan Perbaikan Hubungan Kelistrikan Instalasi Listrik

Sebelum melaksanakan perawatan dan perbaikan hubungan kelistrikan instalasi listrik, sakelar pemutus daya dan MCB harus dibuka terlebih dahulu serta sekring dilepaskan. Pekerjaan-pekerjaan dalam perawatan dan perbaikan hubungan kelistrikan instalasi listrik meliputi :

a. Kotak sekering / PHB. b. Sambungan kawat instalasi.

6. Perawatan dan Perbaikan Bangunan Instalasi Listrik

Lama kelamaan gedung tempat instalasi dipasang akan mengalami proses penuaan yang jika dibiarkan dapat mengganggu perlengkapan instalasi listrik yang bersangkutan.

Gambar

Gambar 3.1 Alur Penelitian
Gambar 4.1 Layout UDINUS

Referensi

Dokumen terkait

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

[r]

Next, we insert observations for the correspon- dences of the current image into the bundle block of oriented images, together with orientation parameters for the newly ori- ented

Pembuatan Aplikasi Aplikasi Pengukuran Tubuh Ideal Menggunakan Visual Basic 6.0 sesuai dengan judulnya disusun dengan menggunakan aplikasi Microsoft Visual Basic 6.0 dan

Cerita rakyat adalah salah satu bentuk folklor dan salah satu bentuk karya sastra yang hidup ditengah masyarakat. Cerita Dewi Rengganis dalam Tradisi Lisan menerangkan

dan nmu Politik Universitas Jember. Bapak/lbu dosen pengajar Jurusan Dmu Kesejahteraan SotSial. Segenap Civitas Akademika di lingkungan Fakultas Thnu Sosial dan llmu

a}td : Kmpu Kafusnalng Yoeyakana 55281 Telp : 5861 68. LEMBAR

struktur pengetahuan, dari pengetahuan normal ke pencarian pengetahuan baru melalui langkah-langkah anomali.  Paradigma  pola, kerangka