• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 8, No. 1 Juni 2008

Fauna

Indonesia

ISSN 0216-9169

Pusat Penelitian Biologi - LIPI

Bogor

Museum Zoologicum Bogoriense

M as ya raka t

Zo o l ogi

Ind on e sia

M Z I

(2)

Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan

ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun

ISSN 0216-9169

Redaksi Haryono Awit Suwito Mohammad Irham Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha

Mitra Bestari Mulyadi Tata Letak Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha

Alamat Redaksi

Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911

TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068

E-mail: fauna_indonesia@yahoo.com

Foto sampul depan :

Museum Zoologicum Bogoriense - Foto : Koleksi Museum Zoologi Bogor

Fauna

(3)

PEDOMAN PENULISAN

Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pemah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/laboratorium suatu jenis binatang yang didukung data pustaka, berita tentang catatan baru suatu jenis binatang atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah populer. Penulis tunggal atau utama yang karangannya dimuat akan mendapatkan 2 eksemplar secara cuma-cuma.

Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Makalah disusun dengan urutan: Judul, nama pengarang, ringkasan/summary, pendahuluan, isi (dibagi menjadi beberapa sub judul, misalnya: ciri-ciri morfologi, habitat, perilaku, distribusi, manfaat dan konservasinya, tergantung topiknya), kesimpulan dan saran (jika ada) dan daftar pustaka.

Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 menggunakan program MS Word, maksimal 10 halaman termasuk gambar dan tabel. Selain dalam badan dokumen, gambar juga turut disertakan dalam file terpisah dengan format jpg. Gambar dan tabel disusun dalam bentuk yang mudah dimengerti dibuat pada lembar terpisah dan disertai keterangan secara berurutan. Naskah dikirimkan ke redaksi sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya.

Acuan dan daftar pustaka, untuk acuan menggunakan sistem nama-tahun, misalnya Kottelat (1995), Weber & Beaufort (1916), Kottelat et al., (1993), (Odum, 1971). Daftar pustaka disusun secara abjad berdasarkan nama penulis pertama. Hanya pustaka yang diacu yang dicantumkan pada daftar tersebut, dengan urutan: nama pengarang, tahun penerbitan, judul makalah/buku, volume dan halaman. Khusus untuk buku harus dicantumkan nama penerbit, kota, negara dan jumlah halaman. Untuk pustaka yang diacu dari internet harus mencantumkan tanggal akses.

(4)

Nomor Penerbitan ini dibiayai oleh :

“Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia”

(5)

i

PENGANTAR REDAKSI

Keanekeragaman hayati Indonesia sangat beragam dan salah satunya disimpan pada pameran Museum Zoologi Bogor (MZB). Pameran tersebut terletak di kawasan Kebun Raya Bogor yang sudah berdiri lebih dari seabad yang lalu. Namun keberadaannya belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Selain itu kualitasnya juga perlu ditingkatkan agar bisa menjadi pusat informasi keanekargaman fauna Indonesia.

Pada edisi Vol.8(1) kami menyajikan beragam informasi yang cukup menarik untuk disimak, antara lain: Upaya peningkataan kualitas MZB sebagai pusat informasi fauna Nusantara, Kodok konsumsi berukuran besar yang beradaptasi dengan habitat persawahan di Sumatera, Keanekaragaman jenis ikan di kawasan Cariu Jonggol, Kepiting biola dari kawasan mangrove, Mengenal sekilas Sepia recurvirostra, Ubur-ubur di Indonesia, serta Potensi dan aspek budidaya dari ikan sidat.

Fauna Indonesia edisi ini bisa hadir di hadapan para pembaca atas bantuan pendanaan dari Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia Tahun 2008. Oleh sebab itu, Redaksi Fauna Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan KSK Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada Kepala Bidang Zoologi-Pusat Penelitian Biologi yang telah memfasilitasi, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan ini. Akhirnya kami ucapkan selamat membaca.

(6)

6

Fauna

Indonesia

M as ya raka t Zo o l ogi In d on e sia

M Z I

7 Pendahuluan

Ada lima jenis kodok berukuran besar yang umum dikonsumsi dan diekspor di Sumatra yaitu Fejervarya cancrivora, Limnonectes blythii, L. crybetus, L. paramacrodon dan L. shompenorum. Diantara kelima jenis kodok tersebut hanya L. blythii yang belum pernah ditemukan hidup di daerah persawahan. Keempat jenis lainnya dapat beradaptasi dengan lingkungan persawahan dan irigasinya. Melihat kemampuannya hidup dan berkembang biak di habitat ciptaan manusia, ancaman terhadap status populasinya di alam akibat pemanfaatan oleh manusia menjadi kecil.

Habitat persawahan di Sumatra cenderung akan semakin bertambah di masa mendatang, karena laju perubahan lahan dari hutan menjadi tanah pertanian sangat tinggi. Sebagai contoh laju deforestasi di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat adalah 0,96% per tahun (Linkie, 2003). Laju tersebut adalah perubahan total dari habitat hutan menjadi lahan pertanian; sedangkan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan adalah 1,2% per tahun (Suryadi & Gaveau, 2006).

Sistematika

Keempat jenis kodok bertubuh besar tersebut termasuk dalam suku Ranidae. Dari keempat jenis tersebut hanya F. cancrivora yang mempunyai kantung suara pada jantannya, sedangkan tiga jenis lainnya termasuk dalam grup macrodon, yaitu dicirikan pada jantannya tidak mempunyai kantung suara. Klasifikasi dari keempat jenis kodok tersebut adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Amfibia Bangsa : Anura Suku : Ranidae Marga : Fejervarya Limnonectes Jenis : F. cancrivora : L. crybetus L. paramacrodon L. shompenorum

JENIS-JENIS KODOK BERUKURAN BESAR YANG DAPAT DIKONSUMSI DAN

MAMPU BERADAPTASI DENGAN HABITAT PERSAWAHAN DI SUMATRA

Hellen Kurniati

Bidang Zoologi Puslit Biologi LIPI Fauna Indonesia

Vol 8(1) Juni 2008 : 6-9

Summary

Four species of giant edible frogs in Sumatra, Fejervarya cancrivora, Limnonectes crybetus, Limnonectes paramacrodon and Limnonectes shompenorum, prefer man made habitat such as paddy field as their favorite habitat. They are found very abundant in paddy field and become uncommon in their original habitat including tropical forest’s stream or river. Due to high habitat conversion from forest to agriculture land in Sumatra, population status of the four species is less concerned although they are highly harvested. every year.

KURNIATI - JENIIS-JENIS KODOK BERUKURAN BESAR

a b

Gambar 1. (a) Fejervarya cancrivora. (b) Peta penyebaran Fejervarya cancrivora (sumber: IUCN, 2006).

1. F. cancrivora

Jenis kodok ini dikenal dengan nama kodok hijau atau kodok sawah (Gambar 1a). Ciri utamannya adalah bentuk timpanum bulat utuh tanpa ada lapisan kulit yang menutupi. Diameter timpanum sekitar separuh diameter mata. Selaput renang pada jari tangan tidak ada, sedangkan pada jari kaki hanya menjangkau 3/4 dari panjang jari tengah (jari paling panjang). Pada punggung terdapat banyak guratan yang menonjol dan memanjang. Punggung umumnya dihiasi bercak-bercak berwarna gelap. Warna punggung sangat bervariasi, dari warna hijau muda sampai hijau tua atau coklat muda sampai coklat tua. Garis terang sepanjang punggung kadang ada kadang tidak, karena hanya merupakan variasi individu. Panjang tubuh maksimum dapat mencapai 120 mm (Iskandar, 1998).

Kodok hijau dapat hidup di hutan primer hingga area persawahan. Di hutan primer jenis ini sedikit dijumpai, akan tetapi berlimpah di persawahan, karena sawah merupakan habitat buatan manusia yang sangat disukainya (Inger & Lian, 1996). Kodok hijau akan sangat berlimpah pada waktu umur padi masih muda, karena ketersediaan air masih banyak dan menggenangi semua permukaan tanah petak persawahan. Kelimpahannya akan menurun sejalan dengan menyusutnya persediaan air dan menuanya tanaman padi. Persawahan merupakan habitat kodok hijau berkembang biak, mencari makan dan tumbuh dewasa; jadi seluruh siklus hudupnya berlangsung di tempat ini. Kodok ini dapat dijumpai pada ketinggian tempat antara 0-1500 meter dari permukaan laut (dpl) (Kurniati, 2000; Kurniati, 2003; Liem, 1973).

Pada umumnya mereka dijumpai melimpah di areal persawahan yang terletak pada dataran rendah (0 - 300 meter dpl). Dari kelompok suku Ranidae, hanya F. cancrivora yang dapat beradaptasi dengan air payau.

Penyebaran kodok hijau cukup luas (Gambar 1b), mulai dari pantai selatan Cina, Pulau Nicobar di India, Asia Tenggara termasuk Filipina (IUCN, 2006) dan ditemukan sebagai jenis pendatang di Papua (Menzies, 2006).

2. L. crybetus

Jenis L. crybetus sedang dalam tahap deskripsi menjadi jenis baru pecahan dari kelompok jenis L. blythii. Perbedaan yang nyata kedua jenis ini adalah pada bentuk tympanum. L. blythii mempunyai bentuk timpanum bulat utuh, sedangkan L. crybetus, timpanum menempel pada tonjolan kurva timpanum, sehingga bentuknya tidak bulat utuh (Gambar 2). Diamater timpanum lebih kurang 1/3 diameter mata. Jari tangan tidak mempunyai selaput renang, sedangkan jari kaki mempunyai selaput renang penuh mencapai semua ujung sendi pertama jari kaki. Pada punggung terdapat tonjolan-tonjolan halus. Garis terang pada punggung kadang ada kadang tidak, tergantung pada variasi individu. Warna punggung umumnya coklat kehijauan, kadang kala dijumpai individu dengan punggung hijau terang polos. Panjang tubuh maksimum dapat mencapai 100 mm.

(7)

8 9 FAUNA INDONESIA Vol 8(1) Juni 2008 : 6-9

4. L. shompenorum

Ciri yang mudah dikenal dari jenis ini adalah bentuk tonjolan kurva timpanum yang pipih pada bagian atas timpanum (Gambar 4a). Timpanum berwarna lebih gelap dibandingkan warna kulit disekitarnya. Diameter timpanum sekitar 1/2 diameter mata. Jari tangan tidak mempunyai selaput renang; sedangkan jari kaki berselaput renang sampai ke ujung jari. Kulit pada punggung halus, hampir tidak ada tonjolan-tonjolan kecil. Tidak mempunyai garis tengah memanjang pada punggung. Warna punggung coklat muda polos. Panjang tubuh maksimum dapat mencapai 120 mm.

Macam habitat di mana jenis ini kerap dijumpai adalah sungai berbatu berarus deras dan persawahan di daerah dataran rendah. Kodok ini banyak dijumpai di sungai-sungai berbatu berarus deras, tetapi sangat berlimpah di areal persawahan yang berdekatan dengan sungai berbatu tersebut. Habitat asal dari kodok ini adalah sungai; sedangkan persawahan adalah habitat pilihan kedua yang sangat disukainya. Di persawahan mereka kawin dan bertelur, serta dijumpai juga individu pra dewasa; sedangkan di sungai hampir semuanya dijumpai individu dewasa, jarang sekali dijumpai anakan. Kodok ini tidak ditemukan pada persawahan yang berdekatan dengan sungai besar dan dalam serta berarus lambat. Oleh sebab itu jenis ini hanya banyak dijumpai di daerah pantai barat Sumatra dan pulau-pulau kecil disekitarnya. Ketinggian tempat dari sungai dan persawahan yang umumnya mereka didapatkan berlimpah adalah antara 0-100 meter dpl. Penyebaran L. shompenorum diketahui

KURNIATI - JENIIS-JENIS KODOK BERUKURAN BESAR

mulai dari pantai barat Sumatra (Bengkulu, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Aceh) dan pulau-pulau disekitarnya (Enggano, Siberut, Sipora, Kepulauan Batu, Nias, Simeulue), Natuna, Nicobar, Singapura, dan Semenanjung Malaysia (Gambar 4b) (IUCN, 2006).

Daftar Pustaka

Inger, R.F. & T.F. Lian. 1996. The natural history of amphibians and reptiles in Sabah. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu.

Inger, R.F. & R.B. Stuebing. 2005. A field guide to the frogs of Borneo. Second edition. Natural History Publication (Borneo). Kota Kinabalu.

Iskandar, D.T. 1998. The amphibians of Java and Bali. Research and Development Center for Biology. Bogor.

IUCN. 2006. Global amphibians assessment (http:// www.globalamphibians.org). Downloaded 8 April 2008.

Kurniati, H. 2003. Amphibians and reptiles of Gunung Halimun National Park, West Java, Indonesia. Research Center for Biology-LIPI. Cibinong. Kurniati, H., W. Crampton, A. Goodwin, A. Locket

and A. Sinkins. 2000. Herpetofauna diversity of Ujung kulon National Park: An inventory results in 1990. Journal of Biological Researches 6 (2): 113-128.

Gambar 2. Limnonectes crybetus

Jenis ini menempati habitat alami berupa sungai-sungai kecil berarus lambat yang berdasar pasir atau kerikil di dalam hutan primer atau sekunder. Kadang kala mereka ditemukan di serasah lantai hutan tidak jauh dari anak sungai. Selain dari habitat alaminya, kodok ini juga dijumpai melimpah di habitat persawahan pada ketinggian tempat antara 400-800 meter dpl. Lokasi persawahan yang disukainya adalah berdekatan dengan areal hutan. Di persawahan pada waktu padi masih berumur muda, individu dewasa dijumpai berlimpah, sedangkan anakannya banyak dijumpai di dalam areal hutan. Kemungkinan besar, kodok ini berkembang biak di dalam hutan dan mencari makan di persawahan; jadi secara biologi, habitat hutan sangat diperlukan dalam siklus hidupnya.

3. L. paramacrodon

Jenis ini mempunyai ciri khas yang mudah dikenal yaitu warna hitam pada timpanumnya, warna hitam ini membentuk segi tiga pada daerah sekitar timpanum (Gambar 3a). Bentuk timpanum bulat utuh dan dilapisi kulit, tetapi bentuk timpanum masih terlihat jelas dari luar. Diameter timpanum sekitar 1/2 diameter mata. Jari tangan tidak mempunyai selaput renang; sedangkan jari kaki berselaput renang penuh sampai ke bagian sendi pertama jari kaki. Punggung mempunyai tonjolan-tonjolan halus dan tidak terdapat garis terang memanjang pada bagian tengah punggung. Warna punggung bervariasi, mulai dari coklat muda polos sampai coklat tua polos. Panjang tubuh maksimum dapat mencapai 80 mm.

Di Sumatra daratan, kodok ini belum pernah dijumpai di sungai-sungai dalam hutan. Macam habitat yang selama ini menjadi tempat hidupnya adalah rawa-rawa atau persawahan pada ketinggian tempat antara 100-500 meter dpl. Jenis ini dijumpai berlimpah pada persawahan di ketinggian 400 meter dpl. Seluruh siklus hidup kodok ini berlangsung di areal persawahan.

Penyebaran L. paramacrodon meliputi Sumatra, Singapura, Semenanjung Malaysia dan Kalimantan (Gambar 3b) (IUCN, 2006; Inger & Stuebing, 2005; Lim & Lim, 1992).

Gambar 3. (a) Limnonectes paramacrodon. (b) Peta penyebaran Limnonectes paramacrodon (sumber: IUCN, 2006).

Gambar 4. (a) Limnonectes shompenorum. (b) Peta penyebaran Limnonectes shompenorum (sumber: IUCN, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Pada siswa yang memiliki gaya kognitif field independent, siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan umpan balik dari teman sebaya memiliki motivasi belajar yang

Menurut Benson, Bugnitz, dan Walton (2004, p1) tujuan dari praktik New Information Economics adalah untuk menghasilkan hasil yang tepat den- gan keputusan yang tepat (right

Sebelum dikembangkan menjadi probiotik, suatu strain Lactobacillus yang dianggap potensial harus melewati berbagai macam uji, seperti ketahanan terhadap lingkungan pH rendah, uji

Pada persamaan regresi yang kedua Good Corporate Governance, kesempatan tumbuh dan ukuran perusahaan tidak ada yang berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset

1) Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Pegawai Negeri

Bila dibandingkan spektrum U pada Gambar 2 dengan spektrum U yang ada pada Gambar 3, maka proses pemisahan U dengan metode kolom penukar anion menggunakan metanol

Pada Gambar 3 diketahui hubungan konsentrasi limbah cair lateks terhadap rerata nilai kelangsungan hidup ikan patin pada uji toksisitas sub letala dalah linear