• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. publik. Implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. publik. Implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan 1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Dapat dinyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak hal terutama oleh kepentingan-kepentingan yang terlibat di dalamnya antara lain pembuat kebijakan, pejabat-pejabat pelaksana lapangan, aktor-aktor perorangan di luar badan-badan pemerintahan kepada siapa program itu ditujukan, yakni kelompok sasaran. Maka dari itu, para pelaksana kebijakan harus memusatkan perhatian kepada problematika bagaimana mencapai konsistensi tujuan-tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, harus berusaha mendapatkan dukungan dari para pihak yang diharapkan mendapat manfaat dari program tersebut.

Dalam implementasi kebijakan, tidak terlepas dari sebuah sistem kebijakan, apakah kebijakan berlangsung dengan sempurna atau tidak. Kebijakan yang dilaksanakan melalui satu sistem dan dianalisis dengan sistem yang ada akan menghasilkan kebijakan yang baik yang sesuai harapan-harapan pembuat kebijakan.

(2)

Menurut I Nyoman Sumaryadi (2010:88) implementasi kebijakan mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Proses, yaitu rangkai aktivitas atau aksi nyata yang dilakukan untuk mewujudkan sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.

b. Tujuan yang hendak dicapai melalui aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan.

c. Hasil atau dampak, yaitu manfaat nyata yang dirasakan oleh kelompok sasaran.

Dalam Webster Dictionary,implementasi dirumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai satu proses melaksanakan keputusan kebijakan,biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah,keputusan peradilan atau dekrit presiden. Sedangkan menurut Van Meter dan Van Hom sebagaimana dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (2012:135) proses implementasi, adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individual/pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

2. Pendekatan dalam Implementasi Kebijakan Publik

Pertama, pendekatan yang berpola “top down” (dari atas ke bawah). Pola pendekatannya secara satu pihak dari atas ke bawah,sehingga dalam proses implementasi kebijakan,peranan pemerintah sangat besar.Pendekatan

(3)

ini berasumsi bahwa para pembuat keputusan merupakan aktor kunci dalam keberhasilan implementasi, sedangkan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses implementasi dianggap menghambat,sehingga para pembuat keputusan mengabaikan inisiatif strategis yang berasal dari sektor privat,daripada pejabat pengimplementasi lokal dan dari subsistem-subsistem kebijakan lain.

Kedua, pendekatan yang berpola “bottom-up” (dari bawah ke atas). Model ini memberikan suatu mekanisme pergerakan dari birokrat level bawah (bottom) sampai pada pembuat kebijakan tertinggi (top) dalam sektor publik maupun sektor privat. Asumsi yang mendasari pendekatan ini yaitu bahwa implementasi kebijakan itu terjadi atau seharusnya terjadi dalam lingkungan pembuatan kebijakan yang terdesentralisasi. Oleh karena itu,pendekatan

bottom up memiliki kekurangan dalam hal terbatasnya penjelasan mengenai

perilaku implementasi, baik sebagai bentuk implementasi yang diinginkan serta sebagai satu-satunya pendekatan analisis bagi permasalahan organisasional dan politis yang kompleks.

Ketiga, pendekatan dengan pola ”mixed” (campuran antara top-down dan bottom-up). Dalam implementasi kebijakan, pilihan yang paling efektif adalah jika kita bisa membuat kombinasi implementasi kebijakan publik yang partisipatif, artinya bersifat top-down dan bottom-up. Pendekatan ini berasumsi bahwa implementasi program-program pemerintah pusat pada akhirnya terkait dengan variabel top-down maupun bottom-up. Di dalam model implementasi kebijakan antarpemerintahan, mereka berpendapat bahwa

(4)

implementasi negara selanjutnya menjadi fungsi dari pemacu serta penghambat yang dibebankan pada negara bagian untuk bertindak, dan kapasitas mereka untuk menindaklanjuti pilihan mereka. Selain itu pilihan-pilihan negara bukan berasal dari satu pelaku rasional saja,melainkan mungkin merupakan hasil tawar menawar antar kelompok di tingkat atas mereka (level nasional), dan di tingkat bawah (level lokal).

3. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan

Banyak Variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Secara teoritik, beberapa pakar memiliki pendapat yang beraneka ragam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan. George C.Edwards III Sebagaimana dikutip oleh Suharno (2010:188-190) mengajukan empat variabel atau faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu :

a. Komunikasi

Untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan, pelaksana harus mengetahui betul apa yang harus dilakukannya berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, kelompok sasaran kebijakan juga harus diinformasikan mengenai apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan. Ini penting untuk menghindari adanya resistensi dari kelompok sasaran. Dengan demikian, untuk kepentingan tersebut perlu dilakukan sosialisasi yang intensif tentang kebijakan yang dimaksud. Sosialisasi dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara, diantaranya melalui media cetak atau elektronik.

b. Sumber Daya

Keberhasilan implementasi kebijakan selain ditentukan oleh kejelasan informasi,juga ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki oleh implementator. Tanpa sumber daya yang memadai, tentu implementasi kebijakan tidak akan berjalan secara optimal. Sumber daya sebagai pendukung implementasi kebijakan dapat berwujud

(5)

sumber daya manusia, yakni kompetensi implementator dan sumber daya finansial. Sumber daya merupakan faktor yang penting dalam implementasi kebijakan agar kebijakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

c. Disposisi

Disposisi yang dimaksud di sini adalah menyangkut watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti; komitmen, kejujuran,sifat demokratis dan sebagainnya. Disposisi yang dimiliki implementator menjadi salah satu variabel penting dalam implementasi kebijakan.

d. Struktur Birokasi.

Birokasi merupakan struktur organisasi yang bertugas untuk mengimplementasikan kebijakan. Dia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan diperlukan sebuah prosedur operasional yang standar ( Standard Operational Procedures atau

SOP). SOP diperlukan sebagai pedoman operasional bagi setiap

implementor kebijakan. Selain itu, struktur organisasi birokrasi juga harus dirancang sedemikian rupa untuk menghindari prosedur yang terlalu panjang dan berbelit-belit, serta tentunya untuk memudahkan pengawasan.

Dari pendapat George C.Edwards III dapat disimpulkan bahwa faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokasi merupakan variabel yang sangat penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui dengan benar mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Informasi yang diketahui para pembuat keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) atau adanya perbedaan persepsi yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi.

(6)

Suatu kebijakan akan dapat diimplementasikan dengan baik juga didukung oleh sumber daya yang memadai. Apabila sumber daya yang ada tidak mendukung maka dalam proses implementasi kebijakan akan menemui kesulitan atau hambatan. Sumber daya yang utama dalam implementasi kebijakan adalah staf pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Kemudian untuk sumber daya pendukung dapat berbentuk dana,peralatan teknologi, dan sarana serta prasarana lainnya.

Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan dengan baik. Oleh karena, pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki watak dan karakteristik, seperti: komitmen, kejujuran, sifat demokratis dan sebagainnya. Birokrasi merupakan salah-satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan.

(7)

B. Tinjauan Tentang Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) 1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Di dalam masyarakat yang selalu berkembang, manusia senantiasa mempunyai kedudukan yang semakin penting. Demikian juga halnya dalam suatu organisasi, unsur manusia sangat menentukan sekali karena berjalan tidaknya suatu organisasi kearah pencapaian tujuan yang ditentukan tergantung kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke arah yang telah ditetapkan. Manusia yang terlibat dalam organisasi ini disebut juga pegawai.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) mempunyai peranan yang sangat strategis dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan mengingat merupakan faktor utama dalam aktifitas pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena itu, untuk menunjang efektifitas kegiatan pemerintahan dan pembangunan, maka sangat diperlukan sosok Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang profesional, bermoral dan bermental baik, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai seorang pelayan publik. Sosok tersebut merupakan konsep yang ideal bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tentu sangat tidak mudah untuk mewujudkan hal tersebut, tetapi bukan berarti mustahil untuk diwujudkan karena terbuka peluang untuk itu, setidaknya mendekati konsep ideal.

Para ahli seperti Kranenburg dan Logemann, sebagaimana dikutip oleh Sri Hartini (2010:31) mendefinisikan Pegawai Negeri adalah Pejabat yang

(8)

ditunjuk, jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperi anggota parlemen, presiden, dan sebagainya. Pengertian Pegawai Negeri menurut Logemann adalah tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara. Logemann menyoroti dari segi hubungan antara negara dengan Pegawai Negeri. Menurut Logemann hubungan dinas publik adalah bilamana seseorang mengikatkan dirinya untuk tunduk pada perintah dari pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan yang dalam melakukan sesuatu atau beberapa jabatan dihargai dengan pemberian gaji dan keuntungan lain.

Pengertian Pegawai Negeri menurut Mahfud MD, sebagaimana dikutip oleh Sri Hartini (2010 : 32-33 ), yaitu :

a. Pengertian Stipulatif

Pengertian yang bersifat stipulatif ( penetapan tentang makna yang diberikan oleh Undang – Undang tentang Pegawai Negeri yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 dan pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pengertian yang terdapat di dalam pasal 1 angka 1 berkaitan dengan hubungan pegawai negeri dengan hukum (administrasi), sedangkan dalam pasal 3 ayat (1) berkaitan dengan hubungan pegawai negeri dengan pemerintah, atau mengenal kedudukan pegawai negeri. Pengertian stipulatif tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

1) Pasal 1 angka 1: Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Pasal 3 ayat (1) : Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur

negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.

(9)

b. Pengertian Ekstensif

Selain dari pengertian stipulatif ada beberapa golongan yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri menurut Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, tetapi dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diberlakukan sama dengan Pegawai Negeri, artinya disamping pengertian stipulatif ada pengertian yang hanya berlaku pada hal-hal tertentu. Pengertian tersebut terdapat pada :

1) Ketentuan yang terdapat dalam pasal 415 - 437 KUHP mengenai kejahatan jabatan. Tidak ada definisi tertentu dalam pasal-pasal tersebut namun dalam pada pokoknya dapat dilihat dalam pengertian kejahatan jabatan yaitu yang melakukan kejahatan yang berkenaan dengan tugasnya sebagai orang yang diserahi suatu jabatan publik, baik tetap maupun sementara. Jadi orang yang diserahi jabatan publik itu belum tentu Pegawai menurut pengertian stipulatif (UU Pokok Kepegawaian) apabila melakukan kejahatan dalam kapasitasnya sebagai pemegang jabatan publik, maka dia diperlakukan sama dengan Pegawai Negeri, khusus untuk kejahatan tersebut.

2) Ketentuan pasal 92 KUHP yang berkaitan dengan status anggota DPR, DPD, dan Kepala desa. Pengertin Pegawai Negeri menurut pasal 92 KUHP adalah orang-orang yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan peraturan-peraturan umum dan juga mereka yang bukan dipilih tapi diangkat menjadi anggota DPR, DPD, kepala-kepala desa dan sebagainya. Pengertian tersebut hanya berlaku untuk kejahatan jabatan dan kejahatan-kejahatan lainnya yang diatur dalam KUHP.

3) Ketentuan UU No. 20 tahun 2001 jo UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi memperluas arti Pegawai Negeri sampai dengan orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau Masyarakat. Pengertian tersebut hanya berlaku untuk tindak pidana korupsi.

4) Ketetuan PP no. 6 tahun 1974 tentang pembatasan kegiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta.

Pengertian stipulatif dan ekstensif merupakan penjabaran atas maksud dari keberadaan pegawai negeri dalam hukum kepegawaian. Pengertian tersebut terbagi dalam bentuk dan format yang berbeda, namun pada

(10)

akhirnya dapat menjelaskan maksud pemerintah dalam memposisikan penyelenggara negara dalam sistem hukum yang ada, karena pada dasarnya jabatan negeri akan selalu berkaitan dengan penyelenggara negara yaitu Pegawai Negeri.

Berdasarkan pengertian stipulatif seperti yang telah dijelaskan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur dari Pegawai Negeri yaitu sebagai berikut :

1. Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat menurut peraturan perundang-undangan. Syarat-syarat menjadi Pegawai Negeri agar dapat diangkat oleh pejabat yang berwenang diatur dalam PP nomor 98 tahun 2000.

2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang yang dimaksud adalah bersarkan pasal 1 angka 2 UU nomor 43 tahun 1999 yaitu: “Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku”.

3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri. Yang dimaksud dalam jabat negeri adalah apabila yang bersangkutan diberi jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya adalah jabatan dalam kesekretariatan lembaga negara serta kepaniteraan di pengadilan.

(11)

4. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. PP mengenai pemberian gaji kepada pegawai negeri diatur dalam PP No. 9 tahun 2007. Selain pemberian gaji pokok, pegawai negeri juga diberikan kenaikan gaji berkala dan kenaikan gaji istimewa.

Dari pengertian tentang Pegawai Negeri di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) mempunyai peran, yaitu:

1. Sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk mengemban tugas ini,netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) sangat diperlukan.

2. Melakukan fungsi manajemen pelayanan publik. Ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi peran ini adalah seberapa jauh masyarakat puas atas pelayanan yang diberikan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Apabila tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga desentralisasi dan otonomi terpusat pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota maka Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada daerah-daerah tersebut mengerti benar keinginan dan harapan masyarakat setempat.

3. Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus mampu mengelola pemerintahan. Artinya pelayanan pada pemerintah merupakan fungsi utama Pegawai Negeri Sipil (PNS). Setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat dimengerti dan dipahami oleh setiap PNS sehingga dapat

(12)

dilaksanakan dan disosialisasikan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.

2. Jenis, Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) a. Jenis Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Harsono (2011:19) dalam bukunya “Sistem Administrasi Kepegawaian” mengemukakan jenis Pegawai Negeri Sipil didasarkan pada pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri terdiri dari:

1) Pegawai Negeri Sipil (PNS).

2) Anggota Tentara Nasional Indonesia,dan

3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pada pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tidak menyebutkan apa yang dimaksud dengan pengertian masing-masing bagiannya, namun di sini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri bukan Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan penjabaran di atas, Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian dari pegawai negeri yang merupakan aparatur negara. Menurut Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil dibagi menjadi, Eny Kusdarini (2011:71)

1) Pegawai Negeri Sipil Pusat.

Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan bekerja pada departemen, Lembaga Pemerintah

(13)

Non Departemen, Kesekertariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah Provinsi /Kabupaten /Kota, Kepaniteraan Pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

2) Pegawai Negeri Sipil Daerah

Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada pemerintah daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.

b. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Menurut Harsono, (2011:19) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan Pasal 3 ayat (1) untuk selanjutnya dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud, Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan untuk menjamin netralitas, Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Rumusan kedudukan Pegawai Negeri di atas didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan tetapi juga harus mampu menjalankan fungsi pembangunan atau dengan kata lain pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan tetapi juga harus mampu menggerakkan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak.

(14)

c. Kewajiban Pegwai Negeri Sipil (PNS)

Harsono (2011:80-81), kewajiban Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Ketentuan Pasal 4,5 dan 6 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 4 berbunyi, setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pasal 5 disebutkan bahwa setiap Pegawai Negeri wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.

Kemudian dalam pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia jabatan. Bocornya rahasia jabatan disebabkan karena dua hal yaitu : sengaja dibocorkan kepada orang lain, karena kelalaian atau tidak/kurang hati-hatinya pejabat yang bersangkutan. Kemudian pada ayat (2) dinyatakan bahwa Pegawai Negeri hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-Undang.

Beberapa kewajiban pegawai negeri sebagaimana dikutip oleh Eny Kusdarini, ( 2011 : 72) yaitu :

1) Wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan

(15)

dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. 3) Wajib menyimpan rahasia jabatan kepada dan atas perintah

pejabat yang berwajib atas kuasa undang-undang.

Kewajiban Pegawai Negeri adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menurut Sastra Djatmika, sebagaimana dikutip oleh Sri Hartini (2010:39-40), kewajiban Pegawai Negeri dibagi dalam tiga golongan yaitu :

1) Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan. 2) Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan

suatu tugas dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri pada umumnya.

3) Kewajiban-kewajiban lain.

Untuk menjunjung tinggi kedudukan Pegawai Negeri Sipil, diperlukan elemen-elemen penunjang kewajiban meliputi kesetiaan, ketaatan, pengabdian, kesadaran, tanggung jawab, jujur, tertib, bersemangat dengan memegang rahasia negara dan melaksanakan tugas kedinasan Sri Hartini (2010 : 40-41) :

1) Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945. Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk menjabarkan dan melaksanakan secara taat asas, kreatif, dan konstruktif terhadap nilai-nilai yang terkandung, baik dalam tugas maupun dalam sikap, perilaku dan perbuatannya sehari-hari. Pelanggaran terhadap disiplin, pelanggaran hukum di dalam dinas maupun di luar dinas secara

(16)

langsung maupun tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

2) Ketaatan berati kesanggupan seseorang untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang berlakuterlalu kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.

3) Pengabdian (terhadap Negara dan masyarakat) merupakan peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan formal baik dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan masyarakat secara khusus.

4) Kesadaran berati merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang sebenarnya) atau keadaan ingat (tahu) akan dirinya.

5) Jujur berati lurus hati, tidak curang ( lurus adalah tegak benar), terus terang (benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya atau keadaan wajib menanggung segala sesuatunya apabila terdapat sesuatu hal, boleh dituntut dan dipersalahkan.

6) Menjunjung tinggi berarti memuliakan dan menghargai dan menaati martabat bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara mengandung arti bahwa norma-norma hidup dalam Bangsa dan Negara Indonesia harus dihormati. Setiap Pegawai Negeri Sipil harus menghindari tindakan dan tingkah laku yang dapat menurunkan atau mencemarkan kehormatan Bangsa dan Negara.

7) Cermat berarti (dengan saksama), dengan teliti, dengan sepenuh minat (perhatian).

8) Tertib berarti menaati peraturan dengan baik, aturan yang bertalian dengan baik.

9) Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk bekerja keras dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan tugas dalam rangka pencapaian tujuan.

10) Rahasia berarti sesuatu yang tersembunyi (hanya diketahui oleh seseorang atau beberapa orang saja, ataupun sengaja disembunyikan supaya orang lain tidak mengetahuinya). Rahasia dapat berupa rencana, kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau bahaya, apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak.

11) Tugas Kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang mengurus sesuatu pekerjaan tertentu.

(17)

d. Hak Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Sri Hartini (2010:45) mengemukakan bahwa dasar dari adanya hak adalah manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang merupakan pemacu bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhannya, seperti bekerja untuk memperoleh uang bagi pemenuhan kebutuhan. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah memberikan hak kepada Pegawai Negeri Sipil yang termaktub dalam pasal 7-10 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,

1) Hak memperoleh gaji, yaitu dalam Pasal 7 (1), (2) dan (3) : a) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil

dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.

b) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. c) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

2) Hak atas cuti, yaitu dalam Pasal 8, setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti.

3) Hak atas perawatan, tunjangan dan uang duka, dalam pasal 9 : a) Setiap Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu

kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya berhak memperoleh perawatan.

b) Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacat jasmani atau rohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berhak memperoleh tunjangan.

c) Setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka.

4) Hak atas pensiun, yaitu dalam pasal 10, setiap Pegawai Negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan berhak atas pensiun.

(18)

Hak-hak pegawai negeri sebagaimana dikutip oleh Eny Kusdarini (2011 : 74) adalah sebagai berikut :

1) Hak atas gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya.

2) Hak atas cuti.

3) Memperoleh perawatan dikala tertimpa musibah/kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan pegawai negeri yang bersangkutan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun.

4) Hak untuk memperoleh uang duka bagi keluarga dari pegawai negeri yang tewas.

5) Hak atas pensiun.

C. Tinjauan Tentang Kebijakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) 1. Dasar Hukum Pelaksananan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur Pemerintah yang bersih dan berwibawa diperlukan adanya suatu perangkat Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila suatu kewajiban tersebut tidak ditaati atau adanya suatu pelanggaran- pelanggaran dalam menjalankan tugas. Adapun yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah sebagi berikut:

a. UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. b. PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

c. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

(19)

d. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian.

Dasar hukum pelaksanaan Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut di atas diharapkan dapat memberikan dukungan atau dorongan supaya Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya.

2. Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Pada dasarnya disiplin merupakan kepatuhan atau ketaatan terhadap suatu peraturan. Disiplin kerja merupakan praktek secara nyata dari para pegawai terhadap perangkat peraturan yang terdapat dalam satu organisasi. Bagi aparatur pemerintahan, disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara dan masyarakat. Dalam hal ini, disiplin tidak hanya dalam bentuk ketaatan saja melainkan tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi. Pegawai Negeri Sipil yang sadar akan tanggung jawabnya adalah mereka yang taat akan kewajibannya.

Miftah Toha (2010:76), Salah satu tolak ukur dari kedisiplinan adalah kehadiran dan kepulangan pegawai tepat waktu sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Cara yang ditempuh yaitu, dengan segera menarik daftar hadir setelah jam kehadiran sudah lewat dan memberikan daftar hadir menjelang waktu pulang. Namun cara ini juga ada kelemahannya, yaitu sering kali pegawai yang terlambat menitip tanda tangan kehadiran ini kepada teman

(20)

yang sudah duluan datang. Pada sebagian instansi sudah menggunakan alat modern berupa alat absensi dengan sidik jari yang tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Namun hal ini juga masih mempunyai kelemahan dalam menegakan disiplin. Misalkan sebagian pegawai datang pagi hari untuk memenuhi daftar hadir, kemudian meninggalkan kantor dan kembali lagi setelah menjelang kepulangan kantor

Dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur ketentuan-ketentuan antara lain mengenai:

a. Kewajiban. b. Larangan.

c. Hukuman disiplin.

d. Pejabat yang berwenang menghukum. e. Penjatuhan hukuman disiplin.

f. Keberatan atas hukuman disiplin.

g. Berlakunya keputusan hukuman disiplin.

3. Kewajiban dan Larangan Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Dalam Ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, menjelaskan tentang kewajiban Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dikutip oleh Harsono (2011:81-82) adalah sebagai berikut :

(21)

b. Mengucapkan sumpah / janji jabatan.

c. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD RI 1945 & Negara Kesatuan RI dan Pemerintah.

d. Mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.

f. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat PNS;

g. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang dan / atau golongan.

h. Memegang rahasian jabatan yang menurut sifatnya sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan.

i. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara.

j. Melaporkan dengan segera kepada atasanya apabila mengetahui ada hal yg dapat membahayakan atau merugikan Negara atau pemerintah, terutama dibidang keamanan, keuangan dan materil; k. Masuk kerja dan mentaati ketentuan jam kerja.

l. Mencapai sasaran kerja yang ditetapkan.

m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya.

n. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. o. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas.

p. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier.

q. Mentaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Eny Kusdarini (2011:72-73) dalam bukunya menjelaskan lebih ringkas tentang kewajiban Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yaitu sebagai berikut :

a. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau kepentingan diri sendiri, serta menghindarkan diri dari segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri atau pihak lain.

b. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat negara, pemerintah, dan pegawai negeri sipil.

c. Mengangkat dan mentari sumpah/janji pegawai negeri sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(22)

d. Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.

e. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara.

f. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan kop pegawai negeri sipil.

g. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.

h. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya.

i. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugas masing-masing.

j. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.

k. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat.

Larangan-larangan yang diberlakukan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dikutip oleh Eny Kusdarini (2011:73-74) diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, pemerintah, atau pegawai negeri sipil.

b. Menyalahgunakan wewenangnya.

c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing.

d. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, ataupun meminjam barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah.

e. Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat pegawai negeri sipil kecuali untuk kepentingan jabatan. f. Melakukan satu tindakan atau sengaja tidak melakukan satu

tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga melibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani.

g. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

h. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

(23)

4. Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum. Dalam rangka menegakkan disiplin Pegawai Negeri Sipil maka ketentuan tersebut haruslah benar-benar dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh para atasan atau pejabat yang berwenang.

Penegakkan disiplin dengan demikian menjadi kewajiban para atasan atau pejabat yang berwenang. Para atasan atau pejabat yang berwenang dalam menegakkan disiplin haruslah bersikap tegas tanpa memandang siapapun orangnya, karena dengan sikap yang demikian dapat menunjukkan dirinya sebagai pembina atau pembimbing atau pemimpin sejati.

Hukuman disiplin diberikan tidak lain untuk memperbaiki serta mendidik Pegawai Negeri Sipil itu sendiri, serta untuk melancarkan aktifitas penyelenggaraan tugas-tugas kedinasan secara baik. Hukuman disiplin dapat dibagi menurut tingkat dan jenis, masing-masing sesuai dengan sifat dan berat atau ringannya pelanggaran yang diperbuat, serta akibat yang ditimbulkannya atas pelanggaran yang dibuat oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

(24)

D. Tinjauan Tentang Badan Kepegawaian Daerah

1. Peraturan Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah

Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara dan kepemerintahan yang baik, di samping diperlukan adanya sumber daya aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan, juga diperlukan adanya kelancaran pelaksanaan manajemen kepegawaian secara efektif dan efisien. Untuk itu diperlukan adanya institusi yang khusus bertugas untuk ini. Seperti halnya penyelenggaraan administrasi kepegawaian pusat yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Negara, maka untuk kelancaran pelaksanaan administrasi kepegawaian daerah diperlukan lembaga/badan yang membantu pejabat pembina kepegawaian daerah yaitu Badan Kepegawaian Daerah.

Kepegawaian daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sekurang-kurangnya meliputi perencanaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan, hak dan kewajiban, tanggung jawab, larangan, sanksi dan penghargaan merupakan subsistem kepegawaian secara nasional. Dengan demikian kepegawaian daerah merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian nasional (HAW. Widjaja, 2007:145).

Mengingat bahwa administrasi kepegawaian daerah berhubungan dengan kelangsungan karier Pegawai Negeri Sipil Daerah, maka keberadaan Badan

(25)

Kepegawaian Daerah sangat diperlukan. Badan Kepegawaian Daerah dibentuk setelah pelaksanaan otonomi daerah Tahun 1999. Badan ini yang mengurusi administrasi kepegawaian pemerintah daerah kabupaten/kota maupun pemerintah daerah provinsi. Sesuai dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan mengatur kepegawaian mulai dari rekrutmen sampai dengan pensiun berada di kabupaten/kota.

Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah pada umumnya didasarkan pada Peraturan Daerah masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Presiden No.159 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah, dalam pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa pembentukan Badan Kepegawaian Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, dan pada pasal 1 ayat (1) yang menyatakan, sebagai perangkat daerah tugas Badan Kepegawaian Daerah adalah melaksanakan administrasi kepegawaian daerah dalam membantu tugas pokok Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah.

Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk melaksanakan administrasi kepegawaian daerah dengan membentuk lembaga teknis daerah melalui Peraturan Daerah. Lembaga teknis daerah tersebut adalah Badan Kepegawaian Daerah yang bertugas melaksanakan administrasi kepegawaian daerah, baik melalu pembentukan Peraturan Daerah maupun melalui Keputusan Kepala Daerah. Tujuan pembentukannya adalah untuk membantu Gubernur atau Bupati/Walikota dalam melakukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai negeri sipil daerah dilingkungannya, dan

(26)

menetapkan peraturan daerah tentang pensiun, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta pendidikan dan latihan sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Badan Kepegawaian Daerah merupakan suatu instansi atau lembaga organisasi pemerintah dalam suatu daerah di bidang kepegawaian atau bagian yang mengurusi tentang kepegawaian. Bagian Kepegawaian itu sendiri adalah bagian yang menangani masalah individu atau personal yang apabila hal ini diaplikasikan dalam organisasi adalah mengenai para pegawai atau karyawan. Berkaitan dengan hal ini maka Bagian Kepegawaian mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam pengelolaan dan peningkatan kualitas pegawainya.

Hal ini dapat dimaklumi karena keberhasilan organisasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh aparatur pelaksananya. Penyelenggaraan pemerintahan daerah memerlukan sumber daya manusia sebagai pelaksanaannya. Sumber daya pada pemerintah daerah merupakan unsur yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah akan dapat diselenggarakan dengan baik sehingga tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien jika didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten. Sumber daya pada pemerintahan daerah disebut pegawai daerah.

(27)

2. Tugas dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Sukamto Satoto (2004:72) mengemukakan bahwa tugas Badan Kepegawaian Daerah dalam melaksanakan administrasi kepegawaian daerah pada prinsipnya terdiri atas tiga macam, yaitu :

a. Penyiapan peraturan daerah di bidang kebijaksanaan teknis kepegawaian.

b. Penyiapan dan pelaksanaan pengangkatan, kenaikan pangkat, pemindahan, penetapan gaji, tunjangan, kesejahteraan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah, baik yang menduduki jabatan struktural/fungsional atau tidak.

c. Pengelolaan sistem informasi kepegawaian daerah dan menyampaikan setiap infrmasi kepegawaian daerah kepada Badan Kepegawaia Negara.

Untuk menjalankan tugas sebagaimana tersebut di atas, BKD mempunyai fungsi, antara lain ( Harsono, 2011:61-62) :

a. Penyiapan penyusunan peraturan perundang-undangan daerah di bidang kepegawaian sesuai dengan norma, standar,dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah.

b. Perencanaan dan pengembangan kepegawaian daerah.

c. Penyiapan kebijakan teknis pengembangan kepegawaian daerah. d. Penyiapan dan pelaksanaan pengangkatan, kenaikan pangkat,

pemindahan dan pemberhentian PNS Daerah sesuai dengan norma, standar,dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

e. Pelayanan administrasi kepegawaian dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural atau fungsional sesuai dengan norma,standar,dan prosedur yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

f. Penyiapan dan penetapan pensiun PNS Daerah sesuai dengan norma standar dan prosedur yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

(28)

1) Penyiapan penetapan gaji, tunjangan, dan kesejahteraan PNS Daerah, sesuai dengan norma standar dan prosedur yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

2) Penyelenggaraaan administrasi PNS Daerah. 3) Pengelolaan sistem informasi kepegawaian daerah.

4) Penyampaian informasi kepegawaian daerah kepada Badan Kepegawaian Negara.

Susunan organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan daerah, yang unsur-unsurnya terdiri dari :

a. Kepala. b. Sekertariat. c. Bidang.

d. Kelompok Jabatan Fungsional.

Untuk daerah yang belum membentuk Badan Kepegawaian Daerah, tugas-tugas untuk menangani manajemen kepegawaian daerah masih dilaksanakan oleh Biro Kepegawaian untuk tingkat Provinsi dan Bagian Kepegawaian untuk tingkat Kabupaten/Kota.

3. Peran BKD dalam Menegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Pegawai Negeri Sipil sudah tentu mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Salah satu peraturan perundang-perundang-undangan yang mengatur mengenai kewajiban dan larangan serta sanksi yang diberikan jika kewajiban tersebut telah dilaksanakan dan larangan tersebut dilanggar yaitu

(29)

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Penegakan disiplin di lingkungan Pegawai Negeri Sipil sangat penting karena suatu lingkungan kerja tanpa disiplin akan terjadi kekacauan. Karena itu, di dalam sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil ditekankan betul-betul bahwa Pegawai Negeri Sipil akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.

Peran BKD dalam peningkatan disiplin PNS adalah sebagai salah satu aspek penting dalam menopang suksesnya pelaksanaan otonomi daerah dengan tersedianya aparat pemerintah yang professional sebagai konsekuensi logis dari semakin besarnya tugas dan tanggung jawab yang dipikul Pemerintah Daerah dalam mengelola pemerintahannya.

BKD perlu menyiapkan adanya aparatur pemerintah yang memiliki kejujuran, adil, disiplin dalam mentaati peraturan, bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), handal berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman serta berpegang teguh pada etik profesi dan berorientasi pada mutu/kualitas kinerja dengan cara kerja yang efisien, efektif dan ekonomis, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kepentingan masyarakat dan masalah-masalah masyarakat serta bertanggung jawab. Dalam konteks itulah peran BKD dalam peningkatan disiplin PNS menjadi suatu bagian penting untuk menjaga dan

(30)

mengingatkan pegawai agar tetap bekerja sesuai dengan norma dan peraturan perundangan yang berlaku.

4. Peran BKD dalam Pemberian Sanksi atas Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin menurut ketentuan yang berlaku oleh pejabat yang berwenang menghukum. Secara umum berdasarkan peraturan kepegawaian, Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil yang tidak melakukan kewajiban dan melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010, berarti dianggap telah melakukan pelanggaran disiplin PNS.

Pelanggaran disiplin itu sendiri adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin PNS, baik di dalam maupun di luar jam kerja. PNS dinyatakan melanggar Peraturan Disiplin apabila dengan ucapan, tulisan, dan atau perbuatannya tersebut secara sah terbukti melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan atau larangan PP No.53 Tahun 2010. Yang dimaksud dengan ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya. Sedangkan tulisan merupakan pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk

(31)

gambar, karikatur, coretan dan lain-lain yang serupa dengan itu. Perbuatan itu sendiri adalah setiap tingkah laku, sikap, atau tindakan.

Peran BKD dalam Pemberian Sanksi Atas Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil mempunyai tujuan untuk memberi pengarahan pada Pegawai Negeri Sipil dan untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan seseorang melakukan pelanggaran disiplin itu.

Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, maka BKD melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan itu dilakukan setelah adanya laporan bahwa pegawai yang diperiksa itu telah melakukan pelanggaran disiplin. Pegawai Negeri Sipil tersebut dipanggil untuk diminta keterangan atas persangkaan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai tersebut. Pemeriksaan itu dilakukan secara tertutup antara pegawai yang diperiksa dengan tim pemeriksa. Apabila tidak memenuhi panggilan untuk diperiksa tanpa adanya alasan yang sah, maka BKD akan melakukan pemanggilan yang kedua kalinya secara tertulis. Apabila ternyata panggilan kedua juga tidak diindahkan, maka berdasarkan bahan pertimbangan yang ada, maka BKD menyerahkan pada pejabat yang berwenang untuk menerbitkan surat keputusan penjatuhan hukuman disiplin.

Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah diputuskan terbukti melakukan pelanggaran dan dijatuhi hukuman disiplin akan disampaikan surat

(32)

keputusan penjatuhan hukuman disiplin secara rahasia. Pegawai yang bersangkutan dipanggil oleh pejabat atasannya untuk menerima surat keputusan penjatuhan hukuman yang telah diberi kode rahasia secara langsung terhadapnya dan pemberian surat keputusan ini juga diberikan secara tertutup. Setelah dilakukan pemeriksaan dan mempertimbangkan segala bahan yang ada, dan pegawai tersebut telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin, maka pejabat yang berwenang akan menjatuhkan hukuman disiplin padanya.

Pemberian hukuman disiplin ini disesuaikan dengan jenis dan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin itu ternyata melakukan perbuatan yang bersifat melanggar peraturan yang berlaku dengan bentuk atau sifat pelanggaran yang sama, maka akan diberikan sanksi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin sebelumnya. Surat keputusan penjatuhan hukuman disiplin dinyatakan secara tegas oleh pejabat yang berwenang kepada pegawai negeri sipil yang terbukti secara nyata melakukan perbuatan yang melanggar peraturan disiplin yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini tentu saja menjadi sebuah peluang tersendiri, daerah wisata di kudus yang banyak sekali pengojek sepeda motornya tentu membutuhkan oli dengan harga yang terjangkau.. Untuk

Kedua : Personalia Pengurus Wilayah IMAHAGI Regional III sebagaimana terlampir dalam Surat Keputusan ini yang merupakan bagian tak terpisahkan. Ketiga : Keputusan

Dari penelitian ini disimpulkan terdapat hubungan antara umur, tingkat pendidikan, aktivitas fisik, aktivitas kognitif, dan interaksi sosial dengan fungsi kognitif

Ukuran Pemusatan : Untuk menyajikan data yang telah disusun dalam distribusi frekuensi menjadi diagram, dibuat 2 sumbu yang saling tegak lurus, sumbu datar untuk kelas interval

Have untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi Kalor di kelas X-1.. SMA Negeri-1 Palangka Raya semester II Tahun

Observasi Vomiting (mual muntah) adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai kontraksi

Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan tersebut di atas, maka perencanaan harus disusun secara cermat sedemikian rupa, yang dapat mewujudkan pelaksanaan “Proyek

Bangsa dari Nidulariales ini merupakan jamur berupa bird’s nest dan jamur penembak spora, basidiocarpnya oval, berbentuk terompet. Jamur ini dibentuk secara berkelompok