• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Mengkudu mengandung berbagai komponen antara lain asam amino, antrakuinon, kumarin, asam lemak, flavonoid, iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon yang terkandung di buah mengkudu di antaranya adalah rutin dan kuersetin. Flavonoid rutin dan kuersetin telah diteliti dapat menurunkan level trigliserida plasma dan akumulasi lemak pada liver tikus (Bashir, 2014; Nattapon et al., 2014). Penelitian Hadijah et al. (2008) menunjukkan komponen flavonoid ekstrak mengkudu pada dosis 250 mg/kg dapat menurunkan level trigliserida plasma sebesar 76,04% pada tikus diabetes.

Zat aktif dalam mengkudu yakni rutin dan kuersetin memiliki nilai log P masing-masing -0,87 dan 1,8 (Rothwell et al., 2005) yang menunjukkan lipofilisitas rendah, sehingga berakibat pada absorpsi dan bioavailabilitas yang rendah dalam tubuh. Rutin memiliki kelarutan dalam air yang terbatas yaitu sebesar 0,0125 g/L dengan absorpsi dari pemberian per oral hanya 17% (Anonim, 1983; Hollman et al., 1995). Kuersetin dengan kelarutan 0,00215 g/L pada 25C hingga 0,665 g/L pada 140C, memiliki absorpsi per oral hingga 54% dan bioavailabilitas rendah yaitu hanya 16,2% (Srivinas et al., 2010; Hollman et al., 1997; Li et al., 2011). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi

(2)

masalah tersebut yaitu dengan memformulasikan ekstrak mengkudu dalam bentuk sediaan SNEDDS.

SNEDDS adalah campuran isotropik dari minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi o/w jernih dengan ukuran tetesan kurang dari 100 nm secara spontan saat dimasukkan ke dalam medium air dengan agitasi ringan (Nazzal et al., 2002). Formulasi sediaan SNEDDS akan meningkatkan kelarutan zat aktif dengan cara memfasilitasi pembentukan fase tersolubilisasi, dan meningkatkan transpor melalui sistem limfatik usus, menghindari efluks P-gp, sehingga meningkatkan absorpsi dan bioavailabilitas zat aktif dari saluran cerna (Singh, et al., 2009). Sifat SNEDDS yang bebas fase air memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan emulsi, serta volume bentuk sediaan yang lebih kecil sehingga memudahkan administrasi kepada pasien karena dapat diberikan dalam bentuk kapsul keras, kapsul lunak, maupun sachet.

Karakteristik SNEDDS dipengaruhi oleh komponen penyusunnya. Komponen minyak dalam formulasi SNEDDS berperan dalam menentukan ukuran emulsi yang terbentuk serta kapasitas zat aktif yang dapat dibawa karena minyak merupakan pembawa utama zat aktif dalam SNEDDS (Date et al., 2010). Asam oleat merupakan asam lemak rantai panjang yang banyak dipakai sebagai minyak dalam formulasi SNEDDS karena memiliki kapasitas pelarutan obat yang besar dan kemampuan pembentukan dispersi yang tinggi (Rowe et al., 2009). Penelitian yang dilakukan Surya (2014) dalam formulasi SNEDDS ketoprofen menggunakan asam oleat, Tween 20, dan propilen glikol, memberikan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 25,6 nm, waktu dispersi 36,04 detik, serta stabil selama 24

(3)

jam dalam AGF dan AIF. Kassem et al. (2010) menggunakan asam oleat, Tween 20, PEG 200 dan n-butanol dalam formulasi SNEDDS klotrimazol yang menghasilkan tetesan emulsi berukuran 81 nm. Asam oleat bersifat sangat lipofilik dengan nilai log P sebesar 6,29 sehingga untuk membuat emulsi o/w diperlukan campuran surfaktan dengan HLB yang tinggi. Oleh karena itu, komponen surfaktan dan ko-surfaktan perlu dioptimasi. Optimasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode SLD dengan bantuan piranti lunak Design Expert.

Surfaktan berperan dalam memperkecil ukuran tetesan emulsi, serta menjaga zat aktif dalam jangka waktu lama pada tempat absorpsi, sehingga tidak tejadi pengendapan dalam saluran cerna. Tween 20 merupakan surfaktan non-ionik dengan nilai HLB 16,7 yang stabil untuk emulsi o/w dan aman bagi tubuh (Rowe et al., 2009). Sedangkan ko-surfaktan dalam formulasi SNEDDS dapat membantu surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan air dan minyak, meningkatkan kapasitas pelarutan zat aktif, serta memperbaiki dispersibilitas dan absorpsi zat aktif. Propilen glikol merupakan ko-surfaktan yang dapat membantu absorpsi obat (Rowe et al., 2009).

Pada penelitian ini, dilakukan optimasi Tween 20 dan propilen glikol dalam formulasi SNEDDS ekstrak mengkudu menggunakan asam oleat berdasarkan karakteristik nilai transmitan dispersi dan waktu dispersi dalam cairan lambung. Formula SNEDDS ekstrak mengkudu diharapkan dapat menghasilkan tetesan dispersi berukuran nanometer, terdistribusi seragam, serta stabil dalam saluran cerna. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

(4)

pengembangan sediaan farmasi menggunakan bahan aktif berupa ekstrak mengkudu dengan teknik SNEDDS sebagai alternatif penghantaran oral yang efektif dan efisien.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah kombinasi Tween 20 dan propilen glikol dapat menghasilkan SNEDDS ekstrak mengkudu dengan asam oleat yang homogen, membentuk dispersi yang jernih secara spontan, serta stabil dalam AGF dan AIF?

2. Apakah formula hasil optimasi dapat menghasilkan dispersi dengan tetesan mencapai ukuran nanometer serta distribusi yang seragam?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui komposisi Tween 20 dan propilen glikol yang dapat menghasilkan SNEDDS ekstrak mengkudu dengan asam oleat yang homogen, membentuk dispersi yang jernih secara spontan, serta stabil dalam AGF dan AIF.

2. Mengetahui ukuran dan distribusi tetesan dispersi yang dihasilkan formula hasil optimasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengembangan sediaan farmasi menggunakan bahan aktif berupa ekstrak mengkudu dengan teknik SNEDDS sebagai alternatif penghantaran oral yang efektif dan efisien.

(5)

E. Tinjauan Pustaka

1. SNEDDS (Self nano-emulsifying Drug Delivery System)

Self nano-emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) adalah sistem penghantaran obat dengan bentuk anhidrat dari nanoemulsi, dengan kata lain merupakan campuran isotropik dari minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi o/w saat dimasukkan ke dalam medium air saat kontak dengan saluran cerna dibantu agitasi ringan (Nazzal et al., 2002). Setelah terdilusi, SNEDDS umumnya menghasilkan dispersi yang jernih dengan tetesan berukuran kurang dari 100 nm (Gursoy dan Benita, 2004). Pembentukan dispersi secara spontan dari SNEDDS terjadi karena kebutuhan energi yang rendah, dipengaruhi oleh karakteristik fisikokimia, konsentrasi fase penyusun, suhu, dan pH media dispersi (Date et al., 2010).

Formulasi dengan metode SNEDDS sangat baik untuk zat aktif yang sukar larut air karena terdapat komponen minyak di dalamnya. Keuntungan sediaan SNEDDS antara lain meningkatkan bioavailabilitas oral, menurunkan risiko iritasi saluran cerna yang mungkin ditimbulkan oleh obat, stabilitas sediaan yang lebih baik, penurunan volume sediaan, maupun frekuensi penggunaan obat (Reis et al., 2006; Shaji dan Jadhav, 2010).

Nanoemulsi sebagai hasil dispersi SNEDDS dapat memperbaiki permasalahan stabilitas pada makroemulsi seperti creaming, sedimentasi, koalesensi, dan flokulasi karena ukuran tetesan dispersi yang kecil sehingga

(6)

mengurangi pengaruh gravitasi serta menjaga dispersibilitas fase minyak dalam medium air (Sharma et al., 2010).

SNEDDS dikategorikan dalam beberapa tipe berdasarkan karakteristik dispersinya seperti tertera pada Tabel I.

Tabel I. Tipe SNEDDS berdasarkan dispersi (Xi et al., 2009)

Grade Dispersi Tampilan dispersi

A < 1 menit Jernih

B < 1 menit Kurang jernih, warna putih kebiruan

C < 2 menit Putih susu

D > 2 menit Putih keruh

E > 2 menit Tetesan minyak pada permukaan

SNEDDS secara umum terdiri dari empat jenis eksipien: minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan, dengan perbandingan yang memungkinkan pembentukan nanoemulsi dengan dispersi pada media air.

a. Minyak

Fase minyak berperan penting dalam formulasi SNEDDS untuk melarutkan obat, menghasilkan ukuran tetesan emulsi yang kecil sehingga menentukan kecepatan pembentukan nanoemulsi (Sakthi et al., 2013). Oleh karena itu minyak yang dipilih dalam formulasi SNEDDS adalah minyak yang mampu melarutkan obat secara maksimal dan menghasilkan dispersi dengan ukuran tetesan nanometer (Makadia et al., 2013).

Komponen minyak/lemak umumnya adalah ester asam lemak atau hidrokarbon jenuh dengan rantai sedang hingga panjang, dalam bentuk cair, semipadat, maupun padat pada temperatur ruangan (Gershanik dan Benita, 2000). Menurut Stutchlik (2001), minyak digolongkan berdasarkan panjang rantai trigliseridanya yakni trigliserida rantai medium (rantai asil 6 hingga 12 karbon)

(7)

dan trigliserida rantai panjang (rantai asil 12 hingga 24 karbon). Trigliserida rantai panjang dapat meningkatkan transpor obat melalui sistem limfatik dengan lebih baik, namun lebih sulit terdispersi dibandingkan dengan trigliserida rantai menengah, digliserida, atau ester asam lemak (Amrutkar et al., 2014; Sapra et al., 2012). Minyak yang digunakan dalam desain formulasi SNEDDS penelitian ini adalah asam oleat yang termasuk dalam asam lemak rantai panjang.

Gambar 1. Struktur asam oleat (Rowe et al., 2009)

Asam oleat (cis-9-octadecenoic acid, oleinic acid) adalah asam lemak tak jenuh yang berasal dari hidrolisis lemak atau minyak hewan dan tumbuhan yang selanjutnya dipisahkan dari larutan asam. Asam oleat berwarna kekuningan hingga coklat terang, dengan berat jenis 0,895 g/cm3, titik leleh 13-14C, dan viskositas 26 mPa.s pada 25C. Asam oleat digunakan dalam formulasi sediaan farmasi oral dan topikal untuk memperbaiki bioavailabilitas obat yang sulit larut dalam air (Rowe et al., 2009). Asam oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifying-nya yang tinggi dan kapasitas pelarutan obat yang besar (Kurakula dan Miryala, 2013). Tidak ada spesifikasi dari WHO untuk jumlah konsumsi per hari garam kalsium, natrium, dan kalium dari asam oleat karena kandungannya di dalam makanan tidak menimbulkan masalah kesehatan (WHO, 1989).

(8)

Penggunaan asam oleat telah dilakukan oleh Suresh dan Sharma (2011) untuk memformulasikan cinnarizin menjadi sediaan SNEDDS dengan tetesan nanoemulsi berukuran 59,7 nm, nilai polydispersity index (PI) sebesar 0,227, dan stabilitas pada suhu ruang selama 20 hari.

b. Surfaktan

Surfaktan berpengaruh penting dalam proses pembentukan dispersi dari SNEDDS. Surfaktan akan membentuk lapisan film antarmuka di permukaan, membantu menstabilkan dispersi, dan meningkatkan absorpsi obat ke dalam sel (Gursoy dan Benita, 2004). Pemilihan surfaktan dalam SNEDDS pada umumnya didasarkan pada keamanan penggunaan dan nilai keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB). Surfaktan dengan nilai HLB yang tinggi dapat membentuk tetesan dispersi o/w dengan segera dan merata dalam fase air. Nilai HLB surfaktan yang dipersyaratkan untuk pembuatan SNEDDS adalah lebih dari 10 untuk dapat membentuk sistem nanoemulsi o/w secara spontan saat didispersikan dalam cairan lambung (Kommuru et al., 2001). Penentuan konsentrasi surfaktan sangat penting karena penggunaan dalam jumlah besar, surfaktan dapat menyebabkan iritasi saluran cerna (Gursoy dan Benita, 2004). Akan tetapi sifat iritan tersebut dapat berkurang setelah terjadi interaksi dengan fase minyak (Jumaa dan Muller, 2002).

Surfaktan digolongkan menjadi surfaktan anionik, kationik, amfoterik, dan non-ionik. Surfaktan non-ionik tidak terionkan dalam air dan dapat bercampur dengan substansi anionik maupun kationik. Surfaktan golongan ini memiliki karakteristik HLB yang merupakan keseimbangan gugus hidrofilik dan lipofilik dalam molekulnya. Senyawa dengan nilai HLB lebih dari 12 cenderung hidrofilik

(9)

dan digunakan dalam pembuatan emulsi o/w (Attwood dan Florence, 2008). Surfaktan non-ionik kompatibel untuk administrasi per oral dengan adanya grup etoksi yang mengandung polimer berikatan dengan gugus hidrofobik. Surfaktan jenis ini lebih aman dan dapat menyebabkan perubahan reversibel pada permeabilitas lumen usus halus sehingga dapat meningkatkan permeabilitas dan absorpsi obat (Wakerly et al., 1986; Swenson et al., 1994).

Gambar 2. Struktur Tween 20 (Rowe et al., 2006)

Salah satu surfaktan nonionik yang banyak digunakan adalah Tween 20. Polyoxyethylene (20) sorbitan monolaurate (Tween 20) adalah ester polioksietilen sorbitan yang merupakan surfaktan hidrofilik berwujud cairan kental berwarna kuning. Nilai HLB Tween 20 adalah 16,7 dengan viskositas 400 mPa.s, dan berat jenis 1,1 gram/mol. Tween 20 dapat berfungsi sebagai agen solubilisasi untuk berbagai zat termasuk minyak esensial dan vitamin larut air, sebagai agen pembasah dalam formulasi suspensi oral dan parenteral, dan sebagai agen pengemulsi dalam sediaan emulsi o/w (Rowe et al., 2009). Tween 20 juga terbukti dapat memperbaiki disolusi dan absorpsi molekul obat lipofilik (Bandivadekar et

(10)

al., 2013). Penggunaan Tween 20 dalam formulasi SNEDDS bervariasi dari 53,38-80% (Jeevana dan Sreelakshmi, 2011; Bandivadekar et al., 2013).

c. Ko-surfaktan

Penambahan ko-surfaktan dalam formulasi SNEDDS dapat meningkatkan pelarutan obat, mempercepat waktu dispersi, memperbaiki dispersibilitas dan absorpsi obat, serta membantu surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan antara air dan minyak, sehingga memperkecil ukuran tetesan nanoemulsi yang terbentuk (Biradar et al., 2009; Lawrence dan Rees, 2000). Jumlah ko-surfaktan yang berlebihan dapat mengurangi stabilitas sistem, yang disebabkan tingginya kelarutan intrinsik fase air dan perluasan lapisan film antarmuka sehingga menghasilkan ukuran tetesan yang lebih besar (Zhang et al., 2008). Beberapa contoh ko-surfaktan antara lain etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol (PEG) yang dapat membantu solubilisasi surfaktan hidrofilik maupun obat dalam basis minyak (Amrutkar et al., 2014).

Gambar 3. Struktur propilen glikol (Rowe et al., 2009)

Propilen glikol (1,2-Propanediol) adalah pelarut yang banyak digunakan dalam sediaan parenteral maupun nonparenteral, dan dikategorikan sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe) oleh FDA. Propilen glikol berwujud cair, transparan, kental, dan tidak berbau. Viskositas propilen glikol adalah 58 mPa.s, dan nilai HLB sebesar 3,4. Pada sediaan oral, konsentrasi yang umum digunakan

(11)

yaitu 10-25%. Formulasi dengan komposisi 35% propilen glikol dapat menyebabkan hemolisis pada manusia. Dosis aman penggunaan harian Propilen glikol secara oral yaitu 0,02 g/kg (Rowe et al., 2009).

2. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Tanaman mengkudu dalam taksonomi tumbuhan termasuk dalam famili Rubiaceae. Buah mengkudu berbentuk lonjong dengan bagian-bagian poligonal, panjang buah dapat mencapai 12 cm. Buah yang matang berwarna kekuningan hingga putih, dengan bau menyengat yang khas dan rasa pahit.

Gambar 4. Buah mengkudu

Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Studi yang dilakukan Mandukhail et al. (2010) mengindikasikan kemampuan komponen antioksidan Morinda citrifolia L. dalam menghambat biosintesis, absorpsi, serta sekresi lipid. Selain itu, ekstrak buah mengkudu dapat menurunkan level trigliserida plasma pada tikus (Hadijah et al., 2008). Mengkudu sudah banyak diformulasikan dalam bentuk kapsul dan tablet (Sugita, 2006; Pratiwi, 2011), namun belum diformulasikan secara khusus dalam bentuk SNEDDS.

(12)

Buah mengkudu mengandung berbagai macam senyawa glikosida, lignin, asam lemak, alkohol, senyawa fenolik, terpenoid, flavonoid. Sebagai komponen utamanya yaitu antrakuinon, polisakarida, epigalokatekin galat, kumarin, monoterpen dan terpenoid (Mathivanan et al., 2005; Potterat dan Hamburger, 2007). Bau khas buah mengkudu disebabkan oleh komponen volatil, yang paling banyak terdiri dari asam oktanoat, asam heksanoat, dan 3-metil-3-buten-1-ol.

Komponen flavonoid yang terkandung dalam mengkudu dan dapat dijumpai dalam ekstrak etanoliknya antara lain rutin dan kuersetin. Rutin merupakan glikosida dari kuersetin dengan nilai log P -0,87, kelarutan sebesar 0,0125 g/L pada 20C, dan diabsorpsi oleh tubuh manusia sebanyak 17% (Rothwell et al., 2005; Hollman et al., 1995). Kuersetin merupakan senyawa hidrofobik dengan kelarutan bervariasi antara 0,00215 g/L pada 25C hingga 0,665 g/L pada 140C (Srivinas et al., 2010). Kuersetin dengan nilai log P 1,82 diketahui memiliki bioavailabilitas rendah pada tikus yaitu 16,2% (Barve et al., 2009; Rothwell et al., 2005).

(13)

Gambar 6. Struktur kuersetin (Yang et al., 2005)

F. Landasan Teori

SNEDDS adalah campuran isotropik minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang membentuk dispersi jernih secara spontan dalam medium air dengan agitasi ringan. SNEDDS umumnya terdispersi dalam waktu kurang dari 1 menit dan memiliki ukuran tetesan kurang dari 100 nm (Gursoy dan Benita, 2004; Suresh dan Sharma, 2011). Komponen minyak, surfaktan dan ko-surfaktan dalam formulasi SNEDDS menjadi faktor penentu keberhasilan pembentukan nanoemulsi yang dikarakterisasi dengan ukuran tetesan dispersi, waktu dispersi, dan dispersibilitas dalam fase air.

Asam oleat sebagai fase minyak menjadi pembawa utama untuk ekstrak mengkudu dalam formulasi SNEDDS (Date et al., 2010). Asam oleat yang termasuk asam lemak rantai panjang memiliki kemampuan self-emulsifying tinggi dan kapasitas pelarutan obat yang besar. Rantai karbon asam oleat yang panjang mampu menjaga stabilitas tetesan dispersi yang terbentuk dalam media disebabkan oleh kelarutannya yang rendah dalam fase air (Larsen, 2012). Asam oleat akan dilingkupi oleh surfaktan dan ko-surfaktan ketika berada di fase air sehingga membentuk tetesan dispersi o/w. Pembentukan dispersi asam oleat

(14)

dalam fase air tersebut memerlukan komponen campuran surfaktan dan ko-surfaktan salah satunya yaitu campuran Tween 20 dan propilen glikol.

Tween 20 merupakan surfaktan hidrofilik nonionik dengan HLB 16,7 yang mampu membentuk dispersi o/w. Tween 20 dengan komponen penyusun terbesar asam laurat, membantu membentuk lapisan surfaktan yang stabil melingkupi fase minyak, menurunkan tegangan antarmuka fase minyak dan air, dan menghasilkan ukuran tetesan dispersi yang kecil.

Penambahan propilen glikol sebagai ko-surfaktan dapat membantu memperkecil ukuran tetesan dispersi serta menstabilkannya. Propilen glikol menempatkan diri di antara ruang kosong antar molekul surfaktan sehingga menghalangi interaksi medium dengan fase minyak sebagai pembawa zat aktif.

Penelitian Patel et al. (2013) menggunakan asam oleat sebagai fase minyak SNEDDS dapat meningkatkan disolusi lumefantrin hingga 90% dalam media pH 1,2. Kassem et al. (2010) memformulasikan SNEDDS klotrimazol dengan komponen minyak asam oleat, campuran surfaktan Tween 20 dan ko-surfaktan, PEG 200 dan n-butanol yang menghasilkan tetesan nanoemulsi berukuran 81 nm. Surya (2014) dalam penelitiannya menggunakan asam oleat, Tween 20, dan propilen glikol untuk memformulasikan S-SNEDDS ketoprofen, menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 25,6 nm, waktu dispersi 36,04 detik, serta stabil selama 4 jam dalam AGF dan AIF. Penggunaan 80% surfaktan Tween 20 dalam formulasi SNEDDS dilakukan oleh Bandivadekar et al. (2013) untuk memperbaiki disolusi dan absorpsi atorvastatin kalsium, dengan ukuran tetesan nanoemulsi 21,20 nm dan disolusi obat lebih dari 85%. Formulasi SNEDDS

(15)

atorvastatin kalsium dengan propilen glikol sebagai ko-surfaktan dapat menghasilkan ukuran tetesan nanoemulsi 12,7 nm dengan drug content 96,58% (Belhadj et al., 2013).

Berdasarkan keberhasilan penelitian-penelitian tersebut dalam formulasi SNEDDS, kombinasi Tween 20 dan propilen glikol diharapkan dapat menghasilkan SNEDDS ekstrak mengkudu dengan asam oleat sebagai fase minyak yang homogen, stabil, terdispersi secara spontan, memiliki ukuran tetesan dispersi seragam, dan menghasilkan dispersi yang stabil dalam saluran cerna.

G. Hipotesis

1. Kombinasi Tween 20 dan propilen glikol dapat menghasilkan SNEDDS ekstrak mengkudu dengan minyak asam oleat yang homogen, membentuk dispersi jernih secara spontan, serta stabil dalam AGF dan AIF.

2. Formulasi SNEDDS ekstrak mengkudu optimum dapat menghasilkan dispersi dengan tetesan mencapai ukuran nanometer serta distribusi yang seragam.

Gambar

Gambar 1. Struktur asam oleat (Rowe et al., 2009)
Gambar 2. Struktur Tween 20 (Rowe et al., 2006)
Gambar 4. Buah mengkudu
Gambar 5. Struktur rutin (Yang et al., 2005)
+2

Referensi

Dokumen terkait

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

3 Jaringan Sosial adalah suatu struktur yang dibentuk dari simpul-simpul yang diikat dengan satu atau lebih relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman dan keturunan,

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

1) Guru perlu mendapatkan perhatian peserta didik pada awal dia masuk, dengan melakukan sesuatu yang berbeda yang memungkinkan peserta didik akan senang

Penelahaan usulan program/kegiatan untuk masyarakat telah dirangkum dalam rancangan awal RKPD dan sudah termasuk dalam Renstra dan Renja Perangkat Daerah sehingga

Hasil analisis untuk efektivitas menggunakan bimbingan dengan metode small group discussion online dan offline ternyata tidak ada perbedaan dengan nilai p value (0.728) &gt;

[r]

Jenis bisnis yang pertama kali ditawarkan pada produk pakaian saudara/i. Apakah bisnis berbasis online, Atau