STRATEGI MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN
( Studi pada Pertanian Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto)
O L E H :
105 92 597 04 I R S A L. M
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2011
ABSTRAK
IRSAL. M, 105 92 597 04. Strategi Menuju Pertanian Berkelanjutan (Studi pada Pertanian Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) di Desa Ta’bing jai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto), dibawah bimbingan SYAFIUDDIN dan AMRUDDIN.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui strategi menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bing jai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto khususnya pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu Oktober sampai dengan November 2010.
Populasi dalam penelitian yaitu petani kacang tanah yang berjumlah 250 orang, kemudian di ambil secara acak sederhana sebanyak 10 % sehingga sampel dalam penelitian ini adalah 25 orang.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan strategi pembahasan. Analisis ini dilaksanakan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
Strategi menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto,strategi yang harus ditempuh adalah strategi SO yaitu : (1) Pengembangan motivasi petani, (2) Peningkatan/perluasan pertanian bebas pestisida, (3) Peningkatan kualitas penyuluh dan penyuluhan, (4) Dukungan dana pembangunan untuk pembinaan pemanfaatan limbah pertanian, (5) Pemanfaatan teknologi tepat guna, (6) Pengembangan kesadaran masyarakat pada produk ramah lingkungan, (7) Pemanfaatan bahan baku di sekitar.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PENGESAHAN ……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii
RIWAYAT HIDUP ……… iv
KATA PENGANTAR... v
ABSTRAK... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x BAB I. PENDAHULUAN ………. 1 1.1. Latar Belakang ………. 1 1.2. Rumusan Masalah……… 5 1.3. Tujuan Penelitian………. 5 1.4. Kegunaan Penelitian……… 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1. Pertanian dan Lingkungan Hidup ... 7
2.2. Pertanian Berkelanjutan... 8
2.3. Perencanaan Strategis………. 14
2.4 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)... 17
2.5 Analisis Swot ... 21
BAB III. METODE PENELITIAN ……….. 27
. 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……… 27
3.2. Populasi dan Sampel ……….. 27
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 27
3.4. Metode Analisis Data ... 29
3.5. Definisi Operasional ... 31
BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ………. 33
4.1 Luas dan Letak Geografis……… 33
4.2 Keadaan Tofografi……….. 33
4.3 Keadaan Penduduk ………. 34
4.4 Pola Penggunaan Lahan……….. 35
4.5 Sarana dan Prasarana ………. 36
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 38
5.1 Identitas Responden ……….. 38
5.2 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal... 40
5.3 Pembahasan ... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………. 58
6.1 Kesimpulan ... 58
6.2 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Jumlah Penduduk pada setiap Dusun berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba
Kabupaten Jeneponto ... 34
2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Kecamatan Kabupaten Jeneponto 2010... 35
3. Pola Penggunaan Lahan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2010 ... 36
4. Sarana dan Prasarana di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2010 ... 37
5. Tingkat Umur Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto ... 38
6. Tingkat Pendidikan Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto... 39
7. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 40
8. Internal Factor Analysis Summary (IFAS) ... 51
9. Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) ... 52
10. IFAS dan EFAS ... 53
11. Matrik SWOT ... 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Kerangka Pikir ... 26
2 Lokasi pertanaman Kacang Tanah ... 66
3. Panen Kacang Tanah... 66
4. Proses Pemanenan Kacang Tanah ... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1 Kuesioner ... 62 2. Identitas Responden ... 63 3. Identifikasi Nilai Bobot ……… 64
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Allah, SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini telah terselesaikan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
Banyak masalah yang ditemukan selama penyelesaian tugas akhir ini, namun berkat petunjuk dari Prof. Dr. Syafiuddin, M.Si dan Amruddin, S.Pt, M.Pd, semuanya dapat teratasi. Atas jasa yang kami terima, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Pada kesempatan ini tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ir. H. Muh. Saleh Molla, selaku Dekan Fakultas Pertanian Unismuh Makassar beserta seluruh staf
2. Ir. Muh Arifin Fattah, M.Si, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Pertanian Unismuh Makassar.
3. Hj. Syamsia, SP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unismuh Makassar
4. Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Jeneponto.
5. Kepala Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
6. Kepada Ayahanda dan Ibunda beserta seluruh saudara atas dorongan dan asuhannya selama ini.
7. Kepada istri tercinta yang memberikan dorongan selama proses perkuliahan dan penyelesaian studi
8. Segenap sahabat yang telah memberikan kontribusi selama penyelesaian tugas akhir ini.
Makassar, Januari 2011
RIWAYAT HIDUP
Irsal. M, lahir di Tamanroya Kabupaten Jeneponto pada Tanggal 26 Juli 1983, merupakan anak pertama dari 7 bersaudara. Saya mulai menjalani pendidikan formal di SDN No.16 Tamanroya (pada Tahun 1989), kemudian lanjut di SMP Negeri 1 Tamalatea (pada Tahun 1995), setelah itu saya di terima di SMA Negeri 1 Jeneponto (pada Tahun 1998)
Kemudian saya melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi dan diterima Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun 2004 Fakultas Pertanian Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.
Alhamdulillah pada Tahun 2007 saya terangkat sebagai PNS pada Instansi Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Daerah yang sekarang berganti nama Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Jeneponto.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Didorong akan kebutuhan peningkatan kesejahteraan serta kesadaran akan potensi dan kemampuan yang dimilikinya maka peningkatan produktivitas usaha tani merupakan jalan yang harus ditempuh. Peningkatan usaha tani yang terus menerus merupakan salah satu ciri usaha tani modern (Mosher, 1996).
Untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, manusia berusaha sekuat tenaga menguras sumber daya alam yang ada dengan menggunakan teknologi paling modern dan menghasilkan produk samping yang berupa limbah. Dengan bertambahnya limbah dengan jumlah melebihi daya dukung lingkungan akan mengakibatkan pencemaran lingkungan yang tidak dapat dihindari (Anonim, 2001b).
Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini telah memberikan dukungan yang sangat tinggi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia, namun demikian disadari bahwa dibalik keberhasilan tersebut terdapat kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki. Produksi yang tinggi yang telah dicapai banyak didukung oleh teknologi yang memerlukan input (masukan) bahan-bahan anorganik yang tinggi terutama bahan-bahan kimia pertanian seperti pupuk urea, TSP/SP-36, KCl, pestisida, herbisida, dan produk-produk
kimia lainnya yang berbahaya bagi kesehatan dengan dosis yang tinggi secara terus-menerus, terbukti menimbulkan banyak pencemaran yang dapat menyumbang degradasi fungsi lingkungan dan perusakan sumberdaya alam, serta penurunan daya dukung lingkungan.
Pengaruh manusia atas lingkungan semakin hari semakin besar dan beraneka ragam. Semakin lama kualitas lingkungan hidup cenderung semakin menurun. Di mana-mana terdengar keluhan tentang terjadinya pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan.
Penghambat pengembangan kacang tanah di Indonesia adalah belum ada program khusus seperti intensifikasi maupun ekstensifikasi yang di rekomendasikan, kemudian kacang tanah dianggap komoditi sekunder karena memerlukan biaya relatif tinggi (Harsono, 1995). Upaya untuk meningkatkan Kacang tanah dengan perluasan areal memanfaakan lahan kering yang belum dikelolah secara optimal, memanfaatkan limbah. pertanian sebagai pupuk untuk menekan biaya produksi serta pengelolaan tanaman secara baik Kebiasaan usahatani yang dikelolah adalah dengan pemberian pupuk kimia yang terus meningkat kebutuhannya, sehingga menurunkan produktivitas tanah (Sukarman dkk, 2000). Kebijakan yang dianjurkan adalah bibit unggul, mempertahankan kesehatn tanah dan penyaluran produksi yang baik.
Jerami padi adalah limbah pertanian yang cukup tersedia sehingga perlu untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, produksi dan pendapatan. Pupuk kandang khususnya kotoran ayam dibandingkan dengan kotoran ternak lainnya, mengandung beberapa unsur hara makro dan mikro tertentu dalam jumlah banyak. Kejenuhan basanya tinggi tetapi kapasitas tukar kationnya rendah (Darung, 2001).
Sementara itu revolusi di bidang pertanian, khususnya pertanian tanaman kacang tanah mengupayakan untuk memaksimalkan produktivitas usaha tani melalui penggunaan varietas unggul serta penambahan bahan anorganik dalam jumlah besar ke dalam sistem produksi, khususnya pupuk dan pestisida. Meskipun praktek usaha tani telah dapat meningkatkan produksi secara nyata, namun pada saat ini disadari telah terjadi permasalahan serius yaitu adanya kemunduran kualitas lingkungan. Kemunduran kualitas tersebut dapat berupa kekurangan unsur hara tertentu, stabilitas produksi menurun, munculnya biotipe atau strain baru dari hama dan penyakit, terbentuknya senyawa beracun bagi tanaman serta terjadinya pencemaran baik di air, udara, tanah serta produk hasil pertanian yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Berdasarkan kesadaran-kesadaran adanya permasalahan tersebut di atas, sekarang muncul gerakan reformasi khususnya
konsumen hasil pertanian untuk mendapatkan produk hasil pertanian yang sehat, bebas residu dan aman bagi kelangsungan hidup. Konsep usaha tani yang lestari dan ramah lingkungan yang mampu meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dan mampu berkelanjutan perlu diterapkan secara nyata dan secara luas.
Salah satu upaya untuk mengurangi resiko pencemaran zat kimia baik terhadap lingkungan maupun produk hasil pertanian akibat penggunaan pestisida secara berlebihan adalah digunakannya tumbuh-tumbuhan yang selama ini telah tersedia di alam (pestisida nabati) dan pupuk organik.
Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto memiliki luas areal pertananam kacang tanah sebesar 108 ha, dimana hasil produksi mencapai 167 ton per tahunnya. Tanaman kacang di wilayah tersebut telah berkembang dan
Pertanian berkelanjutan yang dilakukan di Desa Ta’bingjai dapat memberikan pemanfaatan sumber daya yang dapatdiperbaharui dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan.
diusahakan dengan baik oleh petani dalam meningkatkan taraf hidup petani. Konsep pertanian berkelanjutan sebenarnya telah diterapkan oleh petani yang pada awalnya adalah pertanian tanaman pangan padi, kemudian ke tanaman kacang-kacangan yakni kacang tanah akan tetapi karena beberapa hal maka perkembangannya sangat lambat dan tumbuhnya kesadaran dalam pertanian berkelanjutan baru muncul setelah mereka merasakan manfaatnya. Atas dasar inilah maka perlunya dilakukan penelitian lebih jauh tentang bagaimana strategi menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bing jai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian dan informasi di lapang, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimana strategi menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto khususnya pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L )?
1.3. Tujuan Penelitian
Mendasari rumusan penelitian di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui strategi menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto, khususnya pada tanaman kacang tanah (Arachis
1.4. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut :
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi petani pada umumnya dan petani padi bebas pestisida khususnya dalam melaksanakan pertanian berkelanjutan.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kabupaten Jeneponto untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan khususnya dalam mengembangkan pertanian tanaman pangan padi bebas pestisida sekaligus menuju pertanian berkelanjutan di Kabupaten Jeneponto
c. Bagi peminat masalah yang sama dapat digunakan sebagai tambahan informasi untuk masyarakat umumnya, dan khususnya petani di Kabupaten Jeneponto, serta berbagai pihak yang mempunyai kepentingan dengan hasil penelitian ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertanian dan Lingkungan Hidup
Perkembangan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh serta bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, meningkatkan taraf hidup petani. Pembangunan pertanian diarahkan secara bijaksana dengan memperhatikan kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta menggunakan teknologi yang tepat dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil tanaman guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dan memperluas eksport.
Dalam Propenas (2000) menyebutkan bahwa sistem pertanian pangan yang melibatkan usaha ekonomi rakyat berskala mikro dan kecil masih merupakan rantai terlemah dari sistem ekonomi nasional karena lemahnya keberhasilan pengembangan industri dengan pertanian.
Hal ini tercermin dari rendahnya produktivitas pertanian dan masyarakat petani, tingginya jumlah masyarakat petani yang miskin dan rendahnya nilai tambah pertanian yang dinikmati masyarakat petani. Pengembangan pertama ke depan diorientasikan pada upaya
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pertanian. Untuk itu program pengembangan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan masyarakat pertanian.
Dalam pembangunan pertanian, peningkatan produktivitas menjadi pembahasan utama. Namun ada batas maksimal produktivitas ekosistem, dan jika batas ini dilampaui ekosistem akan mengalami degradasi dan kemungkinan akan hancur sehingga hanya sedikit orang yang bisa bertahan hidup dengan sumber daya yang tersisa. Konsekuensinya bahwa bila batas pada sisi suplai tercapai maka diharapkan segera dilakukan sesuatu pada sisi permintaan misalnya pengurangan tingkat konsumsi, imigrasi, pengendalian jumlah penduduk dan penggantian sumber-sumber pendapatan. Prinsip ekologi dasar mewajibkan untuk menyadari bahwa produktivitas pertanian memiliki kemampuan terbatas (Reijntjes et all, 1999).
2.2 Pertanian Berkelanjutan (Sustainable Agriculture)
Beragam kriteria tentang konsep berkelanjutan ini mungkin bisa menimbulkan konflik dan dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang yakni dari petani, masyarakat, negara dan dunia. Mungkin terjadi konflik antara kebutuhan untuk masa kini dan masa mendatang, antara pemenuhan kebutuhan yang mendesak dan pelestarian basis sumber daya.
Petani bisa saja mencari pendapatan yang tinggi dengan penetapan harga produk pertanian yang tinggi, pemerintah bisa memberikan prioritas pemenuhan kebutuhan pangan dengan tingkat harga yang bisa dicapai oleh masyarakat kota. Pilihan harus terus menerus dilakukan untuk mencari keseimbangan antara berbagai macam perbedaan kepentingan oleh karena itu diperlukan institusi dan kebijakan untuk menjamin pembangunan berkelanjutan.
Produksi pertanian di beberapa negara yang padat penduduknya mengalami penurunan sedangkan jumlah penduduk terus meningkat Brown (1989) dalam Reijntjes et all (1999) menyimpulkan bahwa pertumbuhan produksi yang meningkat sebagian dicapai dengan cara membuka lahan yang mudah mengalami erosi dan sebagian lagi dengan cara menurunkan tingkat air tanah akibat penggunaan air irigasi yang berlebihan. Petani bisa mengolah lahan dan menggunakan air secara berlebihan dengan hasil yang memuaskan dalam jangka pendek tetapi jangka pendek ini akan cepat berlalu.
Kata berkelanjutan atau sustainable telah dipergunakan secara luas dalam berbagai konteks khususnya pembangunan. Berkesinambungan merupakan suatu upaya atau kemampuan untuk mempertahankan proses yang sedang terjadi agar selalu berada dalam keadaan awal (seperti saat ini). Arti sebenarnya dari kata
berkesinambungan adalah kemampuan mempertahankan suatu kejadian agar berlangsung terus menerus, tidak berhenti.
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan.
Ciri-ciri pertanian berkelanjutan ialah (1) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai, (2) membudidayakan tanaman secara alami, (3) mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian, (4) memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, (5) menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik pertanian, (6) memelihara keragaman genetik sistem pertanian dan sekitarnya, dan (7) mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis yang lebih luas dalam sistem usaha tani.
TAC/CGIAR (1988) dan FAO (1989) mendefinisikan pertanian berkesinambungan adalah suatu pengelolaan yang berhasil terhadap sumber daya untuk pertanian yang mampu memuaskan kebutuhan
manusia dan pada saat yang bersamaan dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas lingkungan dan mengawetkan sumber daya alam (Widianto, 2002).
Sementara lingkungan di negara-negara berkembang sebagian besar disebabkan karena eksplorasi lahan yang berlebihan, perluasan tanaman dan penggundulan hutan. Penggunaan pupuk buatan dan pestisida yang semakin meningkat juga menjadi penyebab munculnya masalah-masalah lingkungan khususnya kesuburan tanah. Sementara itu Alexandratos (1988) dalam Reijntjes et all (1999) mengatakan bahwa konsumsi pangan telah meningkat, secara global hasil tanaman pangan utama telah meningkat rata-rata 41 % untuk padi, 45 % untuk jagung dan 70 % untuk gandum.
Penggunaan input luar secara besar-besaran sangat tergantung pada input kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dan irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-sumber yang tak dapat diperbaharui seperti minyak bumi dan posfat dalam tingkat yang membahayakan (Reijntjes et all 1999). Kebutuhan produk pertanian yang semakin meningkat dan pengembangan varietas baru menyebabkan pengenalan teknologi dalam penggunaan input luar secara besar-besaran tampak menarik. Hal ini bisa ditemukan pada daerah yang kaya sumber daya alam dan berpotensi besar di negara-negara berkembang.
Namun demikian pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang bisa menimbulkan dampak besar terhadap situasi ekologi dan sosiopolitik.
Menurut Gips (1989) dalam Reijntjes et all (1999) pertanian berkelanjutan apabila mencakup beberapa hal, yaitu :
a. Mantap secara ekologis yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dari manusia, tanaman, hewan sampai organisme tanah ditingkatkan.
b. Bisa berlanjut secara ekonomis yang berarti petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
c. Adil, yang berarti sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk bantuan serta dalam pengambilan keputusan baik di lapangan maupun di masyarakat.
d. Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihargai.
e. Luwes yang berarti bahwa masyarakat perdesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus misalnya jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan lain-lain.
Konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) sebagai arah baru bagi pertanian konvensional (HEIA : High External Input Agriculture), sangat cocok dilaksanakan pada sistim pertanian negara-negara berkembang termasuk Indonesia mengingat negara kita dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam yang terkandung di tanah air kita sangat memungkinkan konsep LEISA ini menjadi konsep pertanian masa depan yang diharapkan mampu mengantarkan bangsa kita menjadi bangsa yang besar dengan tingkat kemakmuran dan kemandirian yang lestari sehingga mampu bersaing menghadapi persaingan bebas pada waktu yang akan datang.
Konsep LEISA merupakan penggabungan dua prinsip yaitu agro-ekologi serta pengetahuan dan praktek pertanian masyarakat setempat/tradisional.
Agro-ekologi merupakan studi holistik tentang ekosistim pertanian termasuk semua unsur lingkungan dan manusia. Dengan pemahaman akan hubungan dan proses ekologi, agroekosistim dapat dimanipulasi guna peningkatan produksi agar dapat menghasilkan secara berkelanjutan, dengan mengurangi dampak
negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan maupun sosial serta meminimalkan input eksternal.
Secara singkat konsep LEISA dapat dijabarkan sebagai berikut:
• Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal
• Memaksimalkan daur ulang (Zero waste)
• Meminimalkan kerusakan lingkungan (ramah lingkungan)
• Secara cermat mendiversifikasikan usaha
• Sasaran produksi stabil, memadai dalam jangka panjang
• Sasaran akhir adalah menciptakan kemandirian 2.3 Perencanaan Strategis
Menurut Rangkuti, F (2002), strategi adalah perencanaan induk komprehensip yang menjelaskan bagaimana perusahaan akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditentukan sebelumnya.
Strategi dapat diklasifikasikan dalam strategi utama (grand strategy) atau strategi akar dan strategi yang dirumuskan secara lebih sempit (strategy program). Strategi juga dapat dikelompokkan dalam tujuan atau fungsi. Misalnya strategi pertumbuhan, strategi produksi, strategi pemasaran dan sebagainya. Bentuk dari strategi dapat bervariasi namun ada sejumlah strategi umum atau strategi generic yang dapat ditetapkan pada berbagai bentuk industri, organisasi atau perusahaan.
Pada dasarnya strategi disusun untuk membentuk respon terhadap perubahan-perubahan eksternal yang relevan dari suatu organisasi, seperti perubahan dari perkembangan industri, teknologi, ekonomi, politik dan kebijakan pemerintah, lingkungan bisnis. Terlebih pada era globalisasi seperti saat ini, proses manajemen strategi menjadi faktor penting bagi keberhasilan organisasi lingkungan eksternal. Organisasi cenderung mengalami intensitas perubahan yang sangat tinggi sehingga tidak menutup kemungkinan organisasi tanpa perencanaan strategi akan mengalami ketidakberdayaan sebagai akibat ketatnya persaingan dan tingginya tuntutan konsumen atau masyarakat yang tidak mampu dipenuhi oleh organisasi tersebut.
Dalam rangka menghadapi perubahan lingkungan eksternal organisasi perlu mempertahankan kemampuan internalnya yakni sampai seberapa jauh organisasi dapat memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman dari luar. Selain itu organisasi dituntut untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki semaksimal mungkin sehingga menjadi suatu keunggulan bersaing. Hal ini dapat dicapai melalui perumusan langkah-langkah secara terencana, sistematis dan terintegrasi dalam organisasi yang semuanya itu merupakan proses manajemen strategis.
Perubahan dunia luar yang ditandai dengan adanya tingkat kekacauan yang luar biasa dan diperburuk oleh keterkaitan dunia
yang makin meningkat, membuat organisasi menghadapi situasi sulit yang berkepanjangan.
Perubahan yang terjadi di tempat lain selalu berpengaruh terhadap kejadian di tempat yang lainnya dan demikian seterusnya. Hal ini menunjukkan bahwa tak satupun organisasi yang benar-benar mandiri melainkan memiliki saling ketergantungan yang sangat tinggi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan. Untuk itu organisasi perlu menerapkan perencanaan strategis guna pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan strategis di masa mendatang.
Olsen dan Eddie (1982) dalam Hughes (1994) mendefinisikan perencanaan strategis sebagai upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu kegunaan organisasi menjalankan aktivitasnya dalam batas-batas konstitusional. Sedangkan menurut Bryson (1988) dalam Anonymous (2001) menyimpulkan bahwa proses perencanaan strategis terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mempertahankan dan memperbaiki suatu proses perencanaan strategis
b. Mengidentifikasi mandat organisasi
c. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi
d. Menilai lingkungan eksternal : peluang dan ancaman e. Menilai lingkungan internal : kekuatan dan kelemahan f. Mengidentifikasi issue strategis yang dihadapi organisasi
g. Merumuskan strategi untuk mengelola isue-isue
h. Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan. 2.4 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polong-polongan atau legum dari famili Fabaceae, kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Kacang tanah merupakan sejenis tanaman tropika. Ia tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm (1 hingga 1½ kaki) dan mengeluarkan daun-daun kecil (Ashadi, 2006)
Tanaman ini adalah satu di antara dua jenis tanaman budidaya selain kacang bogor, Voandziea subterranea yang buahnya mengalami pemasakan di bawah permukaan tanah. Jika buah yang masih muda terkena cahaya, proses pematangan biji terganggu. Adapun persyaratan tumbuh dari kacang tanah yaitu :
A. Syarat Tumbuh
Tanah yang gembur memberikan keuntungan, diantaranya mempercepat perkecambahan biji, mempermudah ginofora untuk menembus tanah dan mempermudah proses pembentukan polong.
Untuk menanam kacang tanah dapat dipilih lahan kering serta sawah bekas tanaman padi. Penanaman kacang tanah di lokasi tanah kering sebaiknya dilakukan pada Bulan Oktober atau November, yakni pada saat musim hujan tiba.
B. Pembibitan
Dilakukan penyediaan benih untuk memperoleh bibit tanaman kacang tanah yang memiliki pertumbuhan yang baik dan berproduksi tinggi. Benih-benih yang dipilih harus benih yang unggul serta tidak terkena hama penyakit, berasal dari varietas unggul, daya tumbuh tinggi dan sehat, kulit benih mengkilap/tidak keriput, tidak tercampur dengan varietas lain, polong kelihatan tua benar.
C. Pengolahan Tanah
Hal yang terpenting tanah itu dapat menyerap air dengan baik dan mengalirkannya kembali dengan lancar. Tanaman ini menghendaki lahan yang gembur, agar perkembangan akarnya berlangsung dengan baik dan nantinya pemanenannya mudah, tidak banyak polong yang hilang atau tertinggal dalam tanah. Untuk Pengolahan pada tanah kering bekas tanaman palawija penanaman kacang tanah sangatlah sederhana, lahan cukup dilubangi dengan cangkul selanjutnya benih langsung bisa ditanam. Penanaman dimulai pada saat sebelum tanaman lama dipanen. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu kacang tanah itu tumbuh tanaman lama sudah dipanen.
D. Penanaman
Penanaman benih kacang tanah dapat dilakukan setelah pengolahan tanah selesai dan lahan betul-betul siap ditanami.
Sebelum benih ditanam perlu diperhatikan mengenai alat yang diperlukan untuk menanam benih, kesehatan dan daya tumbuh benih.
Disamping itu, sehari sebelum benih ditanam sebaiknya dijemur terlebih dahulu selama 3 sampai 3 jam. Umumnya, benih yang sudah tua memiliki daya tumbuh diatas 90%. Untuk melindungi benih dari penyakit dan semut, pengobatan dengan fungisida sebelum ditanam sangat dianjurkan. Pada tanah yang subur, benih kacang tanah ditanam dengan jarak tanam 40x15 cm, 30x20 cm atau 20x20 cm, lubang tanamnya dibuat sedalam 3 cm. Masukkan benih 1 atau 2 butir ke dalam lubang tanam dengan tanah tipis lalu ditutup dengan tanah yang halus.
E. Pemupukan
Khusus untuk kacang tanah, kebanyakan petani tidak melakukan pemupukan. Untuk memperoleh hasil yang baik, mereka Cukup mengatur kebutuhan air, pemeliharaan lahan dan bibit unggul. Kacang tanah dapat mengisap zat-zat makanan dari tanah dengan tingkat kesuburan yang rendah, sehingga dapat menguruskan tanah untuk tanaman berikutnya.
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting di Indonesia, luas pertanamannya menempati urutan 4 setelah padi, jagung dan kedelai. Kebutuhan kacang tanah dalam negeri cukup besar, dari 634
ribu ton menjadi 807,3 ribu ton (meningkat 4,4 %) per tahun (Adisarwanto, 1999). Produksi Kacang. Tanah di Indonesia untuk tanah sawah 0,6 – 1,2 ton ha-1, sedang lahan kering 1,2 – 1,8 ton ha-1. Hasil Penelitian dapat mencapai 1,8 ton ha-1. Dalam meningkatkan produksi juga dituntut untuk tetap menjaga lingkungan agar tidak rusak sehingga produksi bisa lestari (Subandiasa , 1997)
Nama lain dari kacang tanah adalah kacang una, suuk, kacang jebrol, kacang bandung, kacang tuban, kacang kole, kacang banggala. Bahasa Inggrisnya kacang tanah adalah peanut atau groundnut
Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan tepatnya adalah Brazillia, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Masuknya kacang tanah ke Indonesia pada abad ke-17 diperkirakan karena dibawa oleh pedagang-pedagang Spanyol, Cina, atau Portugis sewaktu melakukan pelayarannya dari Meksiko ke Maluku setelah tahun 1597. Pada tahun 1863 Holle memasukkan Kacang Tanah dari Inggris dan pada tahun 1864 Scheffer memasukkan pula Kacang Tanah dari Mesir. Republik Rakyat Cina dan India kini merupakan penghasil kacang tanah terbesar dunia (Sumarno, 2004).
Tanaman Kacang tanah bisa dimanfaatkan untuk makanan ternak, sedang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber protein nabati , minyak dan lain-lain. Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah
terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat dimakan mentah, direbus (di dalam polongnya), digoreng, atau disangrai. Di Amerika Serikat, biji kacang tanah diproses menjadi semacam selai dan merupakan industri pangan yang menguntungkan. Produksi minyak kacang tanah mencapai sekitar 10% pasaran minyak masak dunia pada tahun 2003 menurut FAO. Selain dipanen biji atau polongnya, kacang tanah juga dipanen hijauannya (daun dan batang) untuk makanan ternak atau merupakan pupuk hijau
2.5 Analisis Swot (Analisis Intern Dan Ekstern)
Rangkuti, F (2004), mengartikan analisa Swot adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat diminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisa Swot merupakan ramuan utama perencanaan strategi dan membantu klasifikasi pilihan kebijaksanaan yang dihadapi perusahaan.
Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan misi, tujuan dan kebijaksanaan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategi harus menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan dalam kondisi saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis
Situasi. Model paling populer untuk menganalisa siatuasi adalah analisis Swot.
Berdasarkan analisa swot, dapat dilakukan penentuan Grand Startegy atau strategi utama dari perusahaan. Cara mengetahui posisi kinerja perusahaan apakah pada kuadran I, II, III atau IV adalah dengan mengkombinasikan pertemuan antar garis absis (kekuatan – kelemahan) dengan ordinat (peluang – ancaman) pada diagram analisis swot.
Strategi Turnaround III I Strategi Agresif
Strategi Defensif IV II Strategi Diversifikasi
Gambar 1. Diagram Analisis Swot Keterangan
Kuadran I : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga strategi yang diterapkan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. :
Peluang
Kekuatan Kelemahan
Kudran II : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan masih memiliki kekuatan dari internal. Strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman dengan strategi Diversifikasi.
Kudran III : Perusahaan menghadapi peluang besar, tetapi dilain pihak memiliki kelemahan internal. Fokus strategi adalah meminimalkan masalah sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik dengan strategi turnaround.
Kuadran IV : Perusahaan pada situasi yang tidak menguntungkan karena menghadapi berbagai ancaman dari luar dan kelemahan internal. Strategi yang tepat untuk menghadapi keadaan ini adalah strategi defensif. Matrik Eksternal Internal menurut Rangkuti (1999) merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor – faktor strategi perusahaan. Matrik Swot ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki. Matrik ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi antara lain :
a. Strategi SO Startegi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh
kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi ST adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Faktor Internal Faktor Eksternal STENGTHS ( S ) Tentukan faktor-faktor kekuatan internal WEAK NESSES ( W ) Tentukan faktor-faktor kekuatan internal OPPORTUNITIES (O) Tentukan faktor-faktor kekuatan eksternal Strategi SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang THREARTS ( T ) Tentukan faktor-faktor kekuatan eksternal Strategi ST
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
Strategi WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk menghindari ancaman
2.6 Kerangka Pikir
Kerangka pikir yang mendasari penelitian ini adalah timbulnya kesadaran masyarakat akhir-akhir ini akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup, kebutuhan bahan pangan yang tidak terkontaminasi oleh bahan pencemar misalnya pestisida dan pupuk
buatan serta semakin berkurangnya keanekaragaman hayati. Dan lebih lanjut juga masih sedikitnya petani yang melaksanakan
usaha tani secara berkelanjutan.
Hal ini dapat dilihat di lokasi penelitian dimana petani yang berupaya untuk melaksanakan usaha tani berkelanjutan perkembangannya lambat dan jumlahnya tidak banyak. Kesadaran mereka hanya terbatas karena harga pestisida dan pupuk yang semakin mahal tapi belum merupakan kesadaran seutuhnya akan betapa pentingnya melaksanakan usaha tani berkelanjutan bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan adanya suatu analisis strategis yang diharapkan akan menghasilkan rencana tindak dan langkah strategis untuk menerapkan usaha tani berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto khususnya pada tanaman kacang tanah. Adapun diagram kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 Kerangka Pikir A. Analisis IFAS Lingkungan Internal (Kekuatan – Kelemahan) Pertanian Berkelanjutan pada tanaman Kacang Tanah Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto B. Analisis EFAS Lingkungan Eksternal (Peluang – Ancaman) STRATEGI Menuju pertanian Berkelanjutan Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu September sampai dengan November 2010 di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto khususnya pada tanaman kacang tanah
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian yaitu petani kacang tanah yang berjumlah 250 orang, kemudian di ambil secara acak sederhana sebanyak 10 %, sehingga sampel dalam penelitian ini adalah 25 orang.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang dipergunakan adalah data primer yang diambil dari petani, pedagang kacang tanah, sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kantor Informasi Pertanian, Kantor Lingkungan Hidup, Kantor Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.
Untuk memperoleh data yang valid dan mampu menggambarkan populasi maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Angket (Questionnaire)
Tehnik ini merupakan penyelidikan mengenai suatu masalah yang banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak) dengan jalan mengedarkan formulir daftar pertanyaan, diajukan secara tertulis kepada responden untuk memperoleh jawaban/tanggapan tertulis seperlunya.
b. Pengamatan (Observation)
Pengamatan yaitu pengambilan data dengan menggunakan mata atau tanpa penggunaan alat standart lain (Nasir, 1985). Tehnik ini dilakukan secara acak dengan berbagai pendekatan, teknis dan seni tertentu.
c. Dokumentasi
Tehnik ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang bersumber dari Dinas/Instansi terkait dengan penelitian. Melalui tehnik ini akan diperoleh data mengenai pertanian tanaman kacang tanah yang berbasis organic dalam menuju pertanian berkelanjutan
3.4 Metode Analisa Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif dengan menggunakan analisa alat bantu analisis yakni SWOT. Menurut Rangkuti (2002) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan strategi
pembahasan. Analisis ini dilaksanakan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic plan) harus menganalisis faktor-faktor strategis meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi yang ada pada saat ini. Keempat faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yakni eksternal dan internal. Dari faktor eksternal maka disusun faktor strategi eksternal (EFAS / Eksternal Strategic Factor
Analysis Summary) dan dari internal disusun faktor internal (IFAS / Internal Strategic Factor Analysis Summary).(Rangkuti, F, 2002).
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut disusun model-model perumusan strategi. Salah satu model yang digunakan adalah Matriks SWOT. Pada matriks ini akan menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi organisasi, dan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini akan menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.
IFAS
EFAS
STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)
OPPORTUNITIES STRATEGI SO STRATEGI WO
THREATS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT
Diagram 3.1. Matriks SWOT
(a) Strategi SO. Strategi ini dibuat untuk memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
(b) Strategi ST. Strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.
(c) Strategi WO. Strategi diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
(d) Strategi WT. Strategi didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Dengan pendekatan model analisis SWOT ini, penulis berusaha untuk menganalisa fenomena-fenomena yang ada dan data yang telah diperoleh sehingga akan didapatkan gambaran jelas apa dan bagaimana yang dikehendaki oleh petani padi bebas pestisida yang harus diperbuat dan apa yang harus diperbuat Pemerintah Kabupaten Jeneponto sehingga akan bisa diambil kebijakan strategi menuju usaha tani berkelanjutan supaya dapat meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan fungsi lingkungan hidup di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. 3.5 Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan persepsi tentang variabel yang akan diteliti maka digunakan batasan operasional sebagai berikut :
1. Pertanian berkelanjutan adalah suatu pengelolaan yang berhasil terhadap sumber daya untuk pertanian yang mampu memuaskan kebutuhan manusia dan pada saat yang bersamaan dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas lingkungan dan mengawetkan sumber daya alam
2. Perencanaan strategis adalah rencana yanag difokuskan pada keputusan strategis dari alokasi sumber daya alam kaitannya dengan pencapaian jangka panjang pengusaha
dan biasanya memiliki periode perencanaan lebih dari satu tahun.
3. Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif yang menjelaskan bagaimana pengusaha akan mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Implementasi strategi adalah proses menjalankan strategi dan kebijaksanaan menjadi tindakan yang nyata atau kegiatan yang dapat dilaksanakan secara realistis.
5. Kebijaksanaan adalah pedoman atau petunjuk secara garis besar untuk pengambilan keputusan
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH
4.1 Letak Geografis dan Administratif
Desa Ta’bingjai Kecamatan adalah merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Jarak dari bukota Kabupaten Jeneponto mencapai ± 10 Km.
Wilayah administrasi Desa Ta’bingjai sebagai berikut : a. Sebelah Utara Desa Kelurahan Bontoramba b. Sebelah Timur Desa Balumbungan
c. Sebelah Selatan Kelurahan Bontotangunga d. Sebelah Barat Kelurahan Tonrokassi Timur 4.2 Keadaan Tanah dan Iklim
Jenis tanah yang dijumpai di Desa Ta’bingjai secara umum memiliki jenis latosol coklat kemerah-merahan dengan PH - 4,5 – 7,5 . Keadaan topografi merupakan daerah dataran yang berada pada ketinggian mencapai ± 500 m dari permukaan laut. Iklim yang berlaku di Ta’bingia adalah iklim tropis yang terbagi atas dua musim tertentu dan terjadi dalam interval waktu tertentu pula yakni :
- Musim hujan, terjadi pada bulan Oktober sampai Maret - Kemarau, terjadi pada bulan April sampai dengan September .
4.3. Keadaan Penduduk
4.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur
Jumlah penduduk Desa Ta’bingjai adalah 2.881 jiwa yang terdiri dari pria sebanyak 1.392 jiwa dan wanita 1.489 jiwa. Untuk mengetahui jumlah penduduk di Desa Ta’bingjai dapat di lihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Klasifikasi Umur dan Jenis Kelamin di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto, 2010.
No
Klasifikasi Umur (Tahun)
Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Pria Wanita 1 2 3 4 5 6 7 0 – 4 5 – 14 15 – 24 25 – 34 35 – 44 45 – 54 > 50 137 245 210 246 209 155 190 148 274 214 265 229 161 198 285 519 424 511 438 316 388 9,89 18,01 14,71 17,73 15,20 10,96 13,46 T O T A L 1392 1489 2881 100,00
Sumber Data : Sensus Periode 2010
Sebagian besar penduduk Desa Ta’bingjai memiliki usia produktif yakni antara 15 – 44 tahun yang mencapai 1373 jiwa. Ketersediaan sumberdaya tersebut sangat potensial apabila dimanfaatkan secara optimal untuk membangun wilayahnya.
4.3.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk beragam mulai dari petani, pedagang,
pegawai negeri maupun swasta. Distribusi penduduk desa berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Kecamatan Kabupaten Jeneponto 2010
No Mata Pencaharian Jumlah ( Jiwa ) Persentase (% ) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Petani Pegawai Negri TNI / POLRI Pedagang Pertukangang Swasta 1327 100 20 30 16 10 88.29 6.65 1.33 2.00 1.06 0.67 TOTAL 1503 100.00
Sumber Data : Monografi Desa, 2010
Pada Tabel 2 terlihat sebagian besar adalah petani (88,29%) penduduk di Desa Ta’bingjai bermata pencaharian sebagai petani dan persentase terkecil adalah sebagai lain-lain (0,67%). Dengan demikian adanya pengembangan pertanian di Desa tersebut akan sangat didukung oleh penduduk setempat yang sebagian besar sebagai petani .
4.4 Pola Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan di Desa Ta’bingjai pada dasarnya terdiri dari lahan sawah dan lahan kering yaitu lahan perkebunan sawah tadah
hujan. Untuk lebih jelasnya mengenai lahan dan luasnya dapat dilihat pada Tabel 3 .
Tabel 3 Pola Penggunaan Lahan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2010
No Penggunaan Lahan Luas Lahan ( ha ) Persentase (%) 1.
2.
Sawah tadah Hujan Kebun 280 130 68,29 31,71 TOTAL 411 100,00
Sumber Data : Monografi Desa , 2010
Penggunaan lahan di Desa Ta’bingjai yang paling banyak adalah sawah tadah hujan (68,29%) yakni seluas 280 ha . Hal ini sejalan dengan sebagian besar penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani Persentase yang paling kecil adalah kebun (31,71%) pada pola penggunaan lahan tersebut adalah yang digunakan untuk kebun yakni 130 hektar.
4.5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting dan sangat dibutuhkan masyarakat, karena sangat berhubungan dengan berbagai segi kehidupan jasmani maupun rohani. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut tentu akan memperlancar kegiatan masyarakat.
Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2010
No Jenis Sarana dan Prasarana Satuan Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jalan Aspal
Pengerasan dan Tanah SD SMAN Mesjid Pustu Posyandu Kantor Desa TK Swasta Km Km Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit 7,5 5,5 1 1 5 1 2 1 1 1 Sumber Data : Monografi Desa, 2010
Pada Tabel 4 terlihat bahwa sarana dan prasarana di Desa Ta’bingjai belum cukup memadai dan masih perlu di tambah demi kemajuan dan kemakmuran suatu wilayah, salah satu perkembangan dan kemajuan masyarakat juga sangat tergantung sarana dan prasarana yang dimiliki masyarakat sebagai salah satu faktor perkembangan ekonomi Peran aktif pemerintah dalam membantu masyarakat sangat diharapkan, sebab tanpa bantuan dan uluran tangan pemerintah maka perkembangan wilayah tersesebut sangat lamban.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden 5.1.1 Tingkat Umur
Umur responden sangat mempengaruhi kemampuan fisiknya dalam bekerja dan berpikir. Petani yang berumur muda mempunyai kemampuan yang lebih besar dari petani yang lebih tua. Yang muda cenderung menerima hal-hal yang baru dianjurkan untuk menambah pengalaman, sehingga cepat mendapat pengalaman-pengalaman baru yang berharga dalam berusaha tani. Sedangkan yang berusia tua mempunyai kapasitas mengelolah usaha tani lebih baik. dan sangat berhati-hati bertindak, dikarenakan telah banyak pengalaman yang dirasakan sekeluarga, Keadaan umur responden dapat disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Tingkat Umur Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
Umur (Thn) Jumlah (orang) Persentase (%)
25 – 34 8 32.00
35 – 44 8 32.00
45 – 54 9 36.00
Jumlah 25 100.00
Sumber ; Data Primer setelah diolah, 2010.
Tabel 5 terlihat bahwa usia responden terbanyak berdasarkan tingkat umur adalah berumur 45 - 54 tahun yaitu sebesar 36,00 % Sedangkan yang paling sedikit adalah tingkat umur 25 – 34 da 35 - 44 tahun yang masing-masing sebanyak 32,00 %, Melihat Tabel 5 mengenai tingkat umur responden yang ada di Desa Ta’bingjai Kecamatan
Bontoramba Kabupaten Jeneponto, 2010 bahwa petani tersebut masih tergolong produktif di dalam mengelolah usahnya.
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan pada umumnya sangat berpengaruh terhadap pola pikir petani. Petani yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi akan lebih cepat menyerap inovasi dan perubahan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari perilaku usaha tani. Petani yang berpendidikan lebih tinggi, sangat tanggap dalam menerapkan teknologi yang lebih maju, sehingga perubahan cara bertani akan seiring dengan kemajuan teknologi pertanian.
Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan responden dapat disajikan pada Tabel 6
Tabel 6 Tingkat Pendidikan Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
SD 9 36.00
SMP 12 48.00
SMA 4 16.00
Jumlah 25 100.00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010.
Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang paling sedikit adalah SMA sebanyak 4 orang (16,00%), dan SMP sebanyak 12 orang (48,00)%. Pada Tabel 6 mengenai tingkat pendidikan petani responden menunjukkan bahwa pendidikan petani responden dianggap mampu untuk menerima dan menyerap inovasi dan teknologi sehingga perubahan cara bertani akan lebih baik.
5.1.3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah anggota keluarga petani bertujuan untuk melihat seberapa besar tanggungan keluarga tersebut. Keluarga petani terdiri dari petani itu sendiri sebagai kepala keluarga, istri, anak dan tanggungan lainnya yang berstatus tinggal bersama dalam satu keluarga. Sebahagian besar petani yang ada di Desa Ta’bingjai menggunakan tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga sendiri yang secara tidak langsung merupakan tanggung jawab kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jumlah tanggungan keluarga petani responden dapat disajikan pada Tabel 7 .
Tabel 7 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggungan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)
1 – 2 11 44.00
3 – 4 7 28.00
5 - 6 7 28.00
Jumlah 25 100.00
Sumber: Data primer setelah diolah, 2010
Tabel 7 menunjukan bahwa Jumlah tanggungan keluarga petani responden antara 1 - 2 sebanyak 11 orang (44,00%) kemudiaan 3 - 4 sebanyak 7 orang (28,00 %) dan 5 - 6 orang sebanyak 7 orang (28,00%) . 5.2 Analisis Lingkungan Internal dan Ekternal
Keadaan sumber daya alam di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto sangat potensial untuk mendukung pertumbuhan pertanian. Sektor pertanian saat ini dan masa akan datang
masih merupakan sektor andalan dalam pembangunan ekonomi. Untuk menggali kebutuhan pengembangan produk pertanian, Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto telah memenuhi acuan produksi beberapa komoditas unggulan dan tentunya perlu disadari pula bahwa kendala utama dalam pengembangan agrobisnis adalah kualitas produk, selain juga kontinyuitas dan pengolahan hasil.
Pengembangan pertanian diarahkan untuk menciptakan pertanian yang maju dan tangguh, mampu meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas kesempatan berusaha dan menyediakan lapangan kerja serta mengisi dan memperluas pasar baik dalam maupun luar negeri.
Guna mendukung pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan dan kacang-kacangan dilakukan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi namun tidak meninggalkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan.
Pengembangan pertanian komersial khususnya tanaman pangan mensyaratkan perubahan sistem produksi secara total menjadi monokultur menjadi masukan energi, modal dan tenaga kerja dari luar yang relaif besar. Percobaan dan penelitian tanaman komersial, selalu dilaksanakan dalam kondisi standart yang jauh berbeda dari keadaan yang lazim dihadapi oleh petani. (Reijntjes et all).
Dalam rangka meningkatkan produksi kacang tanah dianjurkan untuk meningkatkan penggunaan pupuk buatan seperti urea, TSP, ZA dan
KCL secara berimbang. Namun demikian pemakaian pupuk alami seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos juga terus digalakkan.
Penggunaan pupuk pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah, namun demikian seringkali penggunaan pupuk buatan oleh petani di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto selama beberapa waktu yang lalu melampaui dosis yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian. Untuk menghindari pupuk yang berlebihan ini pemerintah Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto menerapkan konsep pemupukan berimbang.
Sementara itu dengan semakin mahalnya harga pupuk di pasaran, maka banyak petani yang mempergunakan pupuk cair amina dimana selain mudah diperoleh dan murah harganya juga dapat menyuburkan tanaman. Namun pada kenyataannya pupuk ini berdampak pada kerusakan struktur tanah sehingga pemakaian pupuk cair Amina dilarang oleh pemerintah.
Di samping penggunaan bahan kimia yang berupa pupuk buatan juga penggunaan pestisida yang berlebihan dan menimbulkan banyak masalah. Permasalahan tersebut meliputi tingkat produksi, efisiensi, harga produk dan pendapatan petani sendiri serta daya dukung lingkungan yang menurun tajam. Penggunaan bahan kimia yang berlebihan ternyata berdampak pada perubahan sifat fisik dan kimiawi lahan pertanian serta pencemaran lingkungan.
Upaya untuk mengurangi pemakaian pestisida yang telah dimasyarakatkan antara lain melalui sanitasi lingkungan, pergiliran tanaman, pola tanam serentak dan pengamatan secara intensif.
Akibat adanya kondisi iklim yang tidak menentu akhir-akhir ini serta semakin kompleksnya permasalahan organisme pengganggu tumbuhan di lapangan maka diperlukan penanganan yang lebih seksama dengan penerapan teknologi pengendalian yang lebih memadai.
Di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto dari pertanian bebas pestisida yang belum menyebar merata ke seluruh wilayah kecamatan dan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya kelambatan perkembangan pertanian bebas pestisida menuju pertanian berkelanjutan. Hal ini dikarenakan :
1. Aspek Teknis
Teknologi pertanian berkelanjutan sebenarnya tidak terlalu sulit namun demikian pada umumnya petani enggan untuk melaksanakan karena budaya petani yang menyerap teknologi yang praktis dan mudah, misalnya untuk pemberantasan organisme pengganggu akan lebih mudah kalau menggunakan pestisida dibandingkan apabila petani harus membuat ramuan pestisida alami sendiri.
2. Aspek Sosial
Kurangnya sosialisasi teknologi pertanian berkelanjutan pada masyarakat petani secara luas yang disertai dengan praktek langsung di lapangan.
3. Aspek Politis
Pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kurang mendukung untuk perkembangan menuju pertanian berkelanjutan.
5.3.1 Kekuatan dan Kelemahan A. Kekuatan (Strengths)
Faktor-faktor kekuatan internal menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto antara lain adalah :
1. Motivasi petani
Motivasi petani yang cukup tinggi untuk mengembangkan pertanian sekaligus menuju pertanian berkelanjutan merupakan potensi sumber daya dan kekuatan, apalagi petani mengetahui bahwa pestisida dapat membahayakan kesehatan manusia dan residu dapat mencemari lingkungan. Kemudian adanya bantuan benih dan pupuk dari pemerintah dalam mengembangkan kacang tanah yang organik dan harga kacang tanah dapat memberikan keuntungan bagi petani.
2. Permintaan pasar
Permintaan pasar akan kacang tanah yang bebas pestisida dari pertanian organik yang relatif tinggi terutama untuk golongan menengah ke atas merupakan kekuatan tersendiri dalam mengembangkan pertanian berkelanjutan. Permintaan kacang tanah di pasaran cukup tinggi, karena banyaknya perusahaan di
Makassar maupun di Jawa membutuhkan kacang tanah dalam jumlah besar yang diperuntukkan konsumen dalam dan luar negeri.
3. Harga jual mahal
Oleh karena pengemasan kacang tanah dilakukan oleh pedagang yang besar maka harga jual lebih mahal dan ini merupakan kekuatan untuk pengembangan pertanian bebas pestisida untuk menuju pertanian berkelanjutan. Kacang tanah yang di jual oleh pedagang di pasaran mencapai Rp 15.000/kg tanpa kulit, sedangkan dengan kulit Rp 6.500/kg.
4. Jumlah petugas penyuluh
Ketersediaan dan kemampuan penyuluh pertanian dalam rangka mengembangkan pertanian tanaman kacang tanah yang bebas pestisida untuk menuju pertanian berkelanjutan merupakan kekuatan dan sangat mendukung dalam optimalisasi penerapan pertanian berkelanjutan. Petugas penyuluh pertanian yang terlibat di desa Ta’bingjai berjumlah 1 orang yang merupakan alumni pertanian serta memiliki pengalaman dalam mengembangkan tanaman pangan dan kacang-kacangan.
5. Dukungan pembinaan dari pemerintah
Dukungan pembinaan dari pemerintah untuk mengembangkan pertanian yang bebas pestisida dan pertanian organik merupakan potensi dan kekuatan menuju pertanian berkelanjutan.
Pemerintah setempat mendukung dengan mengadakan Sekolah Lapang (SL-PTT Kacang tanah) yang menuju pertanian berkelanjutan.
B. Kelemahan (Weaknesses)
Faktor-faktor kelemahan internal pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto antara lain sebagai berikut :
1. Sumber daya manusia
Kualitas sumber daya manusia dalam hal ini petani dalam mengadopsi teknologi pengembangan pertanian bebas pestisida masih terbatas dan wawasan wirausaha hanya berorientasi pada keuntungan semata, sehingga pengembangan pertanian belum dipahami dengan oleh petani di di Desa Ta’bingjai. Hal ini didukung data responden bahwa rata-rata petani berpendidikan SMP dan SD di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.
2. Sistim pemasaran
Sistim pemasaran yang tidak langsung tetapi melalui kelompok petani kemudian ke tengkulak merupakan sistim pemasaran yang tidak efisien serta kurangnya promosi sehingga banyak mesyarakat/konsumen tidak mengetahui. Pemasaran selama ini dilakukan petani melalui pedagang tengkulak, sehingga petani tidak meraup keuntungan dari usaha kacang tanah ini.
3. Tingkat pemilikan lahan
Kepemilikan lahan rata-rata petani sangat kecil dan keadaan ini merupakan kelemahan dalam upaya mengembangkan pertanian berkelanjutan. Rata-rata pemilikan lahan responden berkisar 15 sampai dengan 20 are.
4. Modal pengembangan usaha tani
Modal pengembangan usaha masih kecil sehingga kebanyakan petani hanya untuk kebutuhan sendiri dahulu dan mengabaikan permintaan pasar yang banyak. Modal yang digunakan selama ini dalam mengusahakan kacang tanah berkisar Rp. 1.250.000 sampai dengan Rp. 1.500.000 per musim tanam.
5.3.2 Peluang dan Ancaman A. Peluang (Opportunities)
Faktor-faktor peluang eksternal menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto antara lain adalah :
1. Pemanfaatan limbah pertanian
Limbah pertanian misalnya jerami, kotoran ternak dan lain-lain dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman kacang tanah.
2. Perkembangan teknologi
Perkembangan teknologi di masa depan untuk pertanian berkelanjutan yang mudah dan siap diadopsi oleh petani dan berorientasi untuk kembali ke pertanian alami.
3. Harga pestisida dan pupuk buatan
Harga pestisida dan pupuk buatan sampai dengan saat ini dirasakan oleh petani semakin mahal. Di Desa Ta’bingjai harga pupuk buatan melambung tinggi yaitu urea Rp. 85.000/zak, NPK Rp. 145.000/zak, kemudian pestisida cairan baik untuk penggunnaan rumput maupun untuk daun mencapai Rp 135.000/botol.
4. Kesadaran masyarakat pada produk ramah lingkungan
Dengan semakin berkembangnya isu pencemaran terhadap produk pertanian dan lingkungan hidup yang bisa berakibat pada kesehatan manusia maka masyarakat menyadari untuk membeli produk pertanian yang bebas pestisida dan ramah lingkungan. B. Ancaman (Threats)
Faktor-faktor ancaman eksternal dalam menuju pembangunan berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto antara lain:
1. Perubahan iklim
Perubahan iklim yang tidak menentu misalnya kemarau yang panjang maupun musim penghujan yang panjang sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan usaha tani bebas pestisida baik dari produksi maupun kualitas kacang tanah yang dihasilkan oleh petani.
2. Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi terhadap pupuk dan pestisida dapat menghambat pengembangan pertanian berkelanjutan.
3. Ledakan hama dan penyakit
Ledakan hama dan penyakit berpengaruh terhadap penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit karena penggunaan bahan hayati untuk pengendalian hama dan penyakit masih belum maksimal. Hama utama antara lain wereng
Empoasca, penggerek daun Stomopteryx subscevivella, ulat
jengkal Plusia chalcites, ulat grayak Spodoptera litura. Penyakit utama kacang tanah antara lain layu bakteri Ralstonia
solanacearum, bercak daun awal, Cercospora arachidicola,
bercak daun akhir Cercosporidium personatum dan karat Puccinia
arachidis
4. Bencana alam
Bencana alam misalnya banjir akan mengurangi kualitas dan kuantitas unsur hara tanah sehingga kesuburannya berkurang dan selanjutnya kualitas dan kuantitas kacang tanah yang dihasilkan juga tidak baik.
5.3.3 Pembahasan
Dalam pembahasan hasil penelitian ini digunakan metode analisis SWOT yang meliputi Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan),
Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman). Analisis ini untuk
mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor strategis internal dalam kerangka kekuatan dan kelemahan, serta faktor-faktor strategis eksternal dalam kerangka peluang dan ancaman, dan untuk menentukan alternatif strategi dan penentuan pilihan strategi menuju pembangunan berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
Adapun pembahasan analisis data hasil penelitian dengan analisis SWOT adalah sebagai berikut :
a. Matrik IFAS dan EFAS
• Menentukan faktor strategis yang menjadi kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal
• Nilai bobot pada masing-masing faktor dengan skala nilai dari 0,20 (sangat kuat), 0,15 (di atas rata-rata), 0,10 (rata-rata) dan 0,05 (dibawah rata-rata) berdasarkan pendapat Fred R. David (dalam Umar, 2005)
• Penentuan nilai rating untuk masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap pertanian berkelanjutan. Variabel yang bersifat positif adalah variabel kekuatan, nilai mulai dari 1
sampai dengan 4 (sangat baik), sedangkan variabel yang bersifat negatif adalah variabel kelemahan, dimana rating 1 (sangat lemah), 2 (lemah), 3 (kuat) dan 4 (sangat kuat)
• Hasil analisis Internal Factor Analysis Summary (IFAS) disajikan pada Tabel 8 :
Tabel 8 Internal Factor Analysis Summary (IFAS)
Faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating Nilai Skor Strenghts (kekuatan)
- Motivasi petani - Permintaan pasar - Harga jual mahal
- Jumlah petugas penyuluh
- Dukungan pembinaan pemerintah
0,20 0,15 0,10 0,10 0,05 4 4 4 3 3 0,80 0,60 0,40 0,30 0,15 Sub total 0,60 2,25 Weaknesses (kelemahan)
- Sumber Daya Manusia 0,15 2 0,30
- Sistim pemasaran 0,10 2 0,20
- Tingkat kepemilikan lahan 0,10 1 0,10 - Modal pengembangan usaha tani 0,05 1 0,05
Sub total 0,40 0,65
Total 1,00 - 2,90
Dari hasil analisis pada Tabel di atas faktor kekuatan (S) mempunyai nilai kekuatan 2,25 sedangkan kelemahan mempunyai nilai 0,65 ini berarti dalam rangka menuju pertanian berkelanjutan masih
mempunyai kekuatan lebih baik dibandingkan kelemahan-kelemahan yang ada.
Sebagaimana halnya pada IFAS maka pada faktor-faktor strategi eksternal (EFAS) juga dilakukan identifikasi sebagaimana tersaji pada Tabel 9 berikut ini :
Tabel 9. Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS)
Faktor-faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Nilai Skor Opportunities (Peluang/O)
- Pemanfaatan limbah pertanian
0,20 4 0,80
- Perkembangan tehnologi
0,15 4 0,60
- Harga pestisida dan pupuk buatan
0,15 4 0,60
- Kesadaran masyarakat pada produk ramah lingkungan 0,05 3 0,15 Sub total 0,55 2,15 Threaths (Ancaman/T) - Perubahan iklim 0,20 2 0,40 - Kebijakan pemerintah 0,15 2 0,30
- Ledakan hama dan penyakit
0,05 1 0,05
- Bencana alam
0,05 1 0,05
Sub total 0,45 0,80
Total 1,00 - 3,95
Dari hasil analisis pada Tabel di atas (EFAS) menunjukkan bahwa untuk faktor-faktor peluang (O) nilai skornya adalah 2,15 dan faktor-faktor ancaman (T) nilai skornya 0,80. Hal ini berarti bahwa dalam rangka
menuju pembangunan berkelanjutan masih ada peluang mengingat mulai ancaman lebih kecil yaitu 0,50.
Dengan tersusunnya matrik IFAS dan EFAS maka akan dihasilkan nilai skor pada masing-masing faktor internal dan eksternal sebagai berikut :
Faktor kekuatan (Strengths) = 2,25 Faktor kelemahan (Weaknesses) = 0,65 Faktor peluang (Opportunities) = 2,15 Faktor ancaman (Threats) = 0,80
Adapun untuk nilai skor dapat digambarkan dalam rumusan matrik SWOT sebagai berikut :
Tabel .10 IFAS dan EFAS IFAS EFAS Strengths (S) 2,25 Weaknesses (W) 0,65 Opportunities (O) 2,15 Strategi SO = 2,25 + 2,15 = 4.35 Strategi WO = 0,65 + 2,15 = 2.80 Threats (T) 0,80 Strategi ST = 2,25 + 0,80 = 3.05 Strategi WT = 0,65 + 0,80 = 1,35