Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik 1
PEMBUATAN PROGRAM SIMULASI PREDIKSI PERILAKU
DINAMIK SISTEM DUALROTOR DENGAN MENGGUNAKAN
SOFTWARE MATLAB
Tri Admono Pusat Penelitian Telimek -LIPI
ABSTRACT
This thesis presents the discussion of the making of the dynamic behavior prediction simulation of dualrotor system by using MATLAB software. Dualrotor system has two rotors wherethe axis of both rotors is in one line and rotate together. Both the rotors of the dualrotor system are connected by intershaftbearing. Dualrotor system are usually found in compressor and turbine of air craft engine. The operation of rotary machine at safe speed is a great importance, because when operated close to its natural frequency, the stability of the machine will be disturbed. The prediction of the dynamic behavior of dualrotor system will be done by using rotor dynamic knowledge. The behavior state in this thesis related to natural frequency, mode shape, and vibration respon.In analyzing the dynamic behavior of rotor system, it is assumed that rotor shaft is only influenced by bending, so that the effect of torsion is negligible. Bearing and seals aren’t have damping and stiffness in x and z direction. The axial force are neglected . The result of simulation program are displayed on graphics that show the influence of every component of rotor shaft to the dynamic behavior. It is also can be seen that the influence of the changing of stiffness and damping to the dynamic behavior
ABSTRAK
Dalam tulisan ini akan membahas pembuatan program simulasi prediksi perilaku dinamik sistem dualrotor dengan menggunakan software MATLAB. Sistem dualrotor memiliki dua buah rotor dengan kedua sumbunya saling berimpit dan mengalami rotasi secara bersamaan. Antara kedua poros sistem dualrotor ini dihubungkan oleh intershaftbearing. Sistem dualrotor biasanya ditemui pada kompresor atau turbin pesawat terbang. Pengoperasian mesin-mesin rotasi jenis ini pada kecepatan putar yang aman menjadi suatu masalah yang sangat penting, mengingat apabila dioperasikan disekitar frekuensi pribadinya akan sangat mengganggu kestabilannya. Prediksi perilaku dinamik sistem
2 Pemaparan Hasil Litbang 2003
dualrotor tersebut akan dilakukan dengan menggunakan ilmu dinamika rotor (rotordynamics). Perilaku yang dimaksud adalah frekuensi pribadi, mode shape, dan respon getaran. Dalam menganalisis perilaku dinamik system rotor ini diasumsikan poros rotor hanya dipengaruhi oleh beban bending, sehingga momen torsi yang timbul akibat putaran poros diabaikan. Bantalan dan seals dianggap tidak mempunyai redaman dan kekakuan hanya dalam arah x dan z. Gaya aksial pada rotor juga diabaikan. Hasil dari program simulasi ini berupa grafik yang memperlihatkan pengaruh dari komponen poros rotor pada perilaku dinamik. Disini kita dapat melihat pengaruh perubahan redaman dan kekakuan pada perilaku dinamik tersebut.
LATAR BELAKANG
Penggunaan mesin-mesin rotasi telah merambah ke berbagai bidang penerapan, antara lain: pada stasiun tenaga, sistem propulsi, mesin pesawat terbang, machine tools, automobil, peralatan medis, peralatan rumah tangga dan lain sebagainya, sehingga dapat dikatakan dari berbagai macam mesin sangat sulit menemukan mesin yang tidak melibatkan komponen rotasi.
Sistem dual rotor adalah suatu sistem rotor yang memiliki dua buah rotor dimana kedua sumbu saling berimpit mengalami rotasi bersamaan dengan kecepatan putar sama atau berbeda dengan arah putaran sama atau berlawanan dan dihubungkan oleh bantalan antar poros (intershaft bearing) sebagaimana gambar 3.3. Sistem dual rotor biasanya ditemui pada kompresor atau turbin pesawat terbang, yaitu terdiri dari low pressure (LP) turbin atau kompresor dan high pressure (HP) turbin atau kompresor. Karakteristik rotor 1 dan rotor 2 saling berhibungan dan saling mempengaruhi (couple).
Pada awal permulaan abad ke-20, perancangan mesin rotasi telah mencapai tahap dimana
plant memerlukan mesin rotasi yang bisa berputar dengan kecepatan tinggi, dalam banyak
kasus telah ditemui timbulnya satu atau lebih kecepatan kritis pada mesin rotasi [1].
Putaran poros rotor yang relatif tinggi pada mesin-mesin rotasi, disertai dengan beban torsi maupun bending berakibat timbulnya getaran (vibration) pada mesin tersebut, jika putaran mesin tersebut tidak berada dalam rentang kecepatan operasi yang dianjurkan atau katakanlah sampai masuk pada daerah putaran kritisnya maka akan terjadi resonansi. Hal
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik 3 ini akan mengakibatkan berbagai kerusakan (failure) antara lain pada bantalan, defleksi rotor yang berlebihan atau mesin bisa mengalami shutdown secara tiba-tiba.(2)
Pada makalah ini analisis sistem poros rotor mengambil asumsi hanya dipengaruhi oleh beban bending, sehingga torsi yang timbul akibat putaran poros diabaikan [3]. Bantalan dan seals tidak mempunyai redaman dan sedangkan kekakuan hanya dalam arah x dan z saja. Gaya aksial pada rotor diabaikan. Radius poros pertama (dianggap pejal) sama dengan radius dalam disk. Rotor pertama dan kedua untuk dualrotor ini berada pada sumbu yang sama (sesumbu).
KARAKTERISTIK ELEMEN SISTEM POROS ROTOR [3]
Elemen dasar dari sistem poros rotor adalah: disk, poros, bantalan dan seals. Persamaan energi kinetik diperlukan untuk mendapatkan karakteristik dari poros, rotor dan ketakseimbangan massa. Persamaan energi regangan juga diperlukan untuk mendapatkan karakteristik dari poros. Persamaan energi kinetik dan energi regangan untuk elemen-elemen dasar dari sistem poros rotor tersebut dapat dilihat pada buku refernsi.(3) Persamaan Lagrange diterapkan untuk mendapatkan persamaan gerak dari sistem poros rotor. i i i i Fq q U q T q T t d d = ∂ ∂ + ∂ ∂ − ∂ ∂ o
dengan i adalah jumlah derajad kebebasan (dof), q adalah koordinat umum yang i independen, Fq adalah gaya-gaya luar yang digeneralisasi. i
MODEL ELEMEN HINGGA SISTEM DUALROTOR Karakteristik Model Elemen Hingga Sistem Dualrotor
Untuk keperluan analisis sistem poros rotor dengan jumlah derajad kebebasan banyak (multi degree of freedom) maka perlu disusun karakteristik elemen-elemen rotor berdasarkan metode elemen hingga. Proses penyusunan elemen-elemen rotor dapat dilihat pada buku referensi.(3)
Pada sistem dualrotor karakteristik rotor 1 dan rotor 2 saling berhubungan dan saling mempengaruhi (couple). Putaran untuk masing-masing rotor dapat dinyatakan :
4 Pemaparan Hasil Litbang 2003 b
aΩ + =
Ω1 2
dimana adan badalah variabel konstan, dalam aplikasi kerekayasaan nilai-ailai tersebut ditentukan dari eksperimen.
Hubungan karekteristik poros 1 dan poros 2 dinyatakan pada gambar 3.3, dimana u1dan 1
w perpindahan pada rotor satu dan u2dan w2perpindahan pada rotor dua yang berubungan dengan titik yang sama pada sumbu rotor. Bantalan antar poros dianggap pendek, pengaruh
slope diabaikan. Ambil hargaR1dan R2adalah reaksi rotor 1 dan 2 pada bantalan. Maka
1
R bisa ditulis dalam bentuk matrik: = z x R R R 1 1 1 R1x=[Fu1,Fu2]t R1z=[Fw1,Fw2]t maka: − − + − − = 2 1 2 1 2 1 2 1 1 w w u u c c c c w w u u k k k k R zz zx xz xx zz zx xz xx & & & &
Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk ringkas sebagai:
− − + − − = 2 1 2 1 2 1 2 1 1 w w u u C w w u u K R & & & & dengan : = zz zx xz xx k k k k K = zz zx xz xx c c c c C
Karena massa bantalan diabaikan : 0
2
1+ R =
R
Akhirnya persamaan dapat disusun menjadi:
− − + − − = 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 w u w u C C C C w u w u K K K K R R & & & &
Penerapan persamaan Lagrange pada rotor 1 dan rotor 2 menghasilkan persamaan : Rotor 1 : M1δ&&1+C1(Ω1)δ&1+K1δ1=F1(t)−R1
Rotor 2 : M2δ&&2+C2(Ω2)δ&2+K2δ2=F2(t)−R2
Karena persamaan-persamaan tersebut saling menghilangkan maka persamaan gerak sistem dual rotor dapat diidentikkan dengan persamaan monorotor sebagai berikut :
) ( ) , ( 1 2 K F t C Mδ&&+ Ω Ω δ&+ δ = ,
dimanaM adalah matrik massa simetrik,Cadalah matrik asimetrik dan Kadalah matrik kekakuan asimetrik dan δadalah vektor perpindahan nodal. Sedangkan matrikM ,C dan Ksecara berurutan adalah assembly dari matrik globalM1,M2;C1(Ω1),C2(Ω2)serta redaman viskos C, kemudian K1,K2dan kekakuan bantalan K.
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik 5 Gambar 1 menunjukkan suatu hubungan antara poros pertama dengan poros kedua yang dilakukan oleh intershaftbearing.
Gambar 1 Model sistem dual rotor
Pengglobalan pada sistem dual rotor
Pengglobalan matrik pada sistem dual rotor pada dasarnya hampir mirip dengan sistem monorotor berbeda hanya karena ada dua buah poros pada sistem dual rotor. Jadi masing-masing poros harus dibuat terlebih dahulu matrik globalnya baru kemudian dari dua matrik global tersebut disusun matrik global sistem dual rotor. Pemodelan bantalan antar poros (intershaft bearing) juga harus diperhatikan, sebab menyangkut pengisian matrik krakteristik bantalan antar poros pada matrik global dual rotor.
Pengglobalan matrik untuk masing-masing poros rotor telah dijelaskan di atas, kemudian susunan matrik global untuk dual rotor (misalkan matrik massa global) ditunjukkan pada gambar 2. Kemudian jika massa bantalan diabaikan susunan matrik kekakuan global dan matrik redaman global untuk sistem dual rotor berbeda dengan matrik massa globalnya, karena harus memasukkan pemodelan bantalan antar poros pada matrik tersebut. Perbedaan tersebut ditunjukkan pada gambar 3.
6 Pemaparan Hasil Litbang 2003 Cara pengisian matrik karakteristik elemen-elemen rotor pada matrik global dual rotor juga berbeda dengan sistem monorotor khususnya pengisian untuk rotor luar. Hal ini disebabkan karena pemodelan metode elemen hingga tidak kontinyu untuk memodelkan interaksi antara dual rotor jadi ada satu elemen yang hilang (missing element) pada pemodelan tersebut. Salah satu caranya adalah dengan memisalkan rotor dalam (inner
rotor) dibagi menjadiNnodal, sedangkan rotor luar (outer rotor) dibagi menjadiM nodal,
maka model elemen hingga diberi penomoran nodal secara berurutan jadi seluruhnya terdapat N+M =Pnodal. Dengan mengambil jumlah derajad kebebasan tiap nodal empat maka ukuran matrik global dual rotor adalah4P.
Sebagai contoh akan dimasukkan matrik karakteristik massa disk rotor luar ke dalam matrik global dual rotor, dari model elemen hingga disk diletakkan pada nodald maka diambil suatu harga
4 * ) 1 ) (( − − = d N dum
selanjutnya merujuk pada letak elemen-elemen matrik karakteristik disk, maka di dalam matrik global letaknya pada (baris, kolom) sebagai berikut
) 1 , 1
(dum+ dum+ adalah letak elemen MD )
2 , 2
(dum+ dum+ adalah letak elemen MD
) 3 , 3
(dum+ dum+ adalah letak elemen IDx )
4 , 4
(dum+ dum+ adalah letak elemen IDx
Demikian juga untuk memasukkan matrik karakteristik bantalan ke dalam matrik global kekakuan dan redaman bisa dipakai cara yang sama. Keuntungan dari metode ini adalah sangat mudah diterapkan pada program komputer.
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik 7 1 4 5 8 9 12 4(M+N) 1 4 5 8 1 9 12 2 4N N-2 N-1 1 2 M-2 4(M+N) M-1
Gambar 2 Matriks massa global system dualrotor
1 4 5 8 9 12 4(b-1) 4(M+N)-3 4(M+N) 1 4 5 8 1 9 12 2 (b-1)4 M-2 4(M+N)-3 4(M+N) M-1
Gambar 3 Matriks kekakuan dan redaman global system dualrotor Matriks global Poros 1 Matriks global Poros 2 Intershaft bearing Intershaft bearing Intershaft bearing Matriks lokal Poros 1 Matriks lokal Poros 2 Matriks global Poros 2 Matriks global poros 1
8 Pemaparan Hasil Litbang 2003
SOLUSI PERSAMAAN (3)
Solusi persamaan dicari untuk mendapatkan karakteristik perilaku dinamik diantaranya: • Frekuensi pribadi sebagai fungsi putaran dalam bentuk diagram Campbell dan
daerah (zone) instabilitas.
• Respon gaya eksitasi khususnya yang dibahas di sini adalah eksitasi ketakseimbangan massa terhadap sistem poros rotor.
Pada umumnya sistem persamaan memiliki derajad tinggi, untuk pemecahannya bisa menggunakan metode langsung (direct method) atau bisa juga dengan metode pseudo modal (pseudo modal method). Dalam makalah ini digunakan metode pseudo modal (pseudo modal method).
PROGRAM SIMULASI PREDIKSI PERILAKU DINAMIK SISTEM DUALROTOR
Pemecahan persamaan diatas diselesaikan dengan software MATLAB, sedangkan dalam program simulasinya menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh MATLAB yaitu graphical user interface (GUI). Dibawah ini ditampilkan modul program simulasi dinamika rotor jenis dualrotor.
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik 9 Gambar 5 Model elemen hingga sistem dual rotor [3]
Model elemen hingga sistem dual rotor
Dari gambar 5 terlihat bahwa model dualrotor berdasarkan literature[3] terdiri dari 7 elemen beam untuk poros dalam (inner shaft) dan 4 elemen beam untuk poros luar (outer
shaft). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.
Dimensi untuk penampang poros sistem dual rotor adalah sebagai berikut: poros dalam (1) : jari-jari = 1,524cm
poros luar (2) : jari-jari dalam = 2.54cm jari-jari luar = 3,048cm
kedua poros berputar searah dengan perbandingan kecepatan angular antara poros 2 dan poros 1 sebesar 1,5. Data disk untuk sistem dual rotor diperlihatkan pada tabel 1.
Tabel 1 Data disk dual rotor[3]
Disk D1 D2 D3 D4
Massa (kg) 10,51 7,01 3,5 7,01 IDx 10-2 (kg m2) 4,295 2,145 1,355 3,39
IDy 10-2 (kg m2) 8,59 4,29 2,71 6,78
Karena data dimensi disk-disk tidak diketahui maka penulis memasukkan datanya seperti pada isi gambar 4 (default-nya).
Sistem poros rotor terdiri dari empat buah bantalan identik dengan karakteristik: Tabel 2 Karakteristik bantalan dual rotor[3]
Bantalan 1 2 3 4
kxx=kzz 2.63x107 1.75x107 0.875x107 1.75x107
10 Pemaparan Hasil Litbang 2003 Panjang tiap elemen poros dinyatakan dalam bentuk koordinat nodal untuk masing-masing poros sebagai berikut:
Tabel 3a Koordinat nodal poros 1
Nodal 1 2 3 4 5 6 7 8
Absis(cm) 0 7,62 15,875 24,13 32,385 40,64 45,72 50,8
Tabel 3b Koordinat nodal poros 2
Nodal 9 10 11 12 13 Absis(cm) 15,24 20,32 27,94 35,56 40,64
Prediksi perilaku dinamik sistem poros rotor jenis dualrotor dilakukan dengan mengisi data input seperti tampak pada gambar 4. Data input default yang ada mengacu pada literatur [3]. Dari data yang ada apabila kemudian di-klik pada tombol “RUN” maka akan dapat ditampilkan prediksi perilaku dinamiknya.
Diagram Campbell
Dengan meng-klik tombol “Campbell” kita dapat melihat tampilan diagram Campbell, tampak seperti gambar 6. Disini ditampilkan sepuluh frekuensi pribadi terendah pertama sebagai fungsi dari putaran poros rotor.
Respon ketidakseimbangan massa
Sedangkan apabila di-klik tombol “Campbell” maka akan tampil diagram respon ketidakseimbangan massa, seperti pada gambar 7. Sebuah massa tak seimbang sebesar 70 g mm diasumsikan berada pada sistem poros rotor. Prediksi respon ketidakseimbangan massa dilakukan dengan menganggap ketidakseimbangan massa terletak pada disk 4 nodal 7. Lokasi respon yang dipilih yaitu pada nodal 7 dan nodal 12.
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik 11 Gambar 6 Diagram Campbell Gambar.7. Respon
Ketidak seimbangan massa
Modeshape
Apabila di-klik pada tombol “Modeshape 1” maka akan tampil gambar modeshape 1, begitu juga dengan modeshape yang lain. Pada gambar 8 ditampilkan enam modeshape pertama pada kecepatan 14000 rpm.
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0 50 100 150 200 250 300 350 400 N(rpm) F( H z) Diagram Campbell F=N/60 F=0,5N/60 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 10-7 10-6 10-5 10-4 10-3 10-2
Respon Massa Unbalance
Kecepatan putar, N (rpm) A m pl itudo ( m ) 6949,35 11.980 nodal12 nodal 7 0 2 4 6 8 -2 -1 0 1 2 x 10-4 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 x 10-4 Modeshape 2 F=139,4209 Hz (FW) 0 2 4 6 8 -1 -0.5 0 0.5 1 x 10-4 -6 -4 -2 0 2 4 6 x 10-5 Modeshape 3 F=173,5023 Hz (BW) 0 2 4 6 8 -1 -0.5 0 0.5 1 x 10-4 -6 -4 -2 0 2 4 6 x 10-5 Modeshape 4 F=201,7329 Hz (FW) 0 2 4 6 8 -2 -1 0 1 2 x 10-4 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 x 10-4 Modeshape 1 F=63,3012 Hz (BW)
12 Pemaparan Hasil Litbang 2003 Gambar 8 Enam modeshape pertama pada kecepatan 14000 rpm
Defleksi
Apabila di-klik tombol “Defleksi rotor” maka akan tampil defleksi rotor yang terjadi pada poros saat melewati putaran kritis 6949,35 rpm akibat eksitasi massa takseimbang, seperti tampak pada gambar 9.
Gambar 9 Defleksi rotor sebesar 1,9e-4 m
pada kecepatan kritis, N=6949,35 rpm persamaan karakteristik sistem dualrotor Gambar 10 Komponen real solusi
Stabilitas
Sedangkan apabila kita meng-klik tombol “Stabilitas” maka akan ditampilkan diagram stabilitas sistem poros rotor (gambar 10)
Dari gambar tersebut terlihat bahwa bagian real dari akar-akar persamaan karakteristik (nilai eigen) sistem dualrotor tersebut untuk kecepatan putar sampai 14000 rpm masih
0 2 4 6 8 -1 -0.5 0 0.5 1 x 10-4 -6 -4 -2 0 2 4 6 x 10-5 Modeshape 5 F=264,0566 Hz (BW) 0 2 4 6 8 -1 -0.5 0 0.5 1 x 10-4 -6 -4 -2 0 2 4 6 x 10-5 Modeshape 6 F=296,0223 Hz (FW) 0 2 4 6 8 -4 -2 0 2 4 x 10-4 -4 -2 0 2 4 x 10-4 Defleksi Rotor N=6949,35 rpm 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 -12 -11 -10 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 Kecepatan putar, N(rpm) K o m p o nen r eal ni la i ei g e n Diagram Stabilitas
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik 13 berharga negatif. negatif. Oleh karena itu berdasar teori di atas sistem poros rotor adalah stabil.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya , maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1. Dengan program simulasi ini prediksi perilaku dinamik sistem poros rotor akan dapat diketahui dengan segera dan dengan biaya yang murah.
2. Dengan program simulasi ini kita dapat mengubah harga kekakuan sistem untuk mempengaruhi perilaku dinamik sistem.
3. Dengan program simulasi ini kita dapat mengubah harga redaman sistem untuk mempengaruhi perilaku dinamik sistem.
DAFTAR PUSTAKA
Childs, Dara. (1993), Turbomachinery Rotordynamics, John Wiley and Sons Ltd, Totonto, Canada.
Vance, John, M. (1987),” Rotordynamics of Turbomachinery”, John Wiley and Sons Ltd, Toronto, Canada.
Lalanne, M., Ferraris, G. (1990), Rotor dynamics Prediction in Engineering, John Wiley and Sons Ltd, West Sussex, England.
Widodo, Achmad. (2002),” Prediksi secara numerik perilaku dinamik sistem poros-rotor
di industri”, Departemen Teknik Mesin, Pascasarjana, ITB.
Lalanne, M., Berthier, P., Der Hagopian, J. (1983),” Mechanical Vibration for Engineers”, John Wiley and Sons Ltd.
Thomson, W.T. (1981),”Theory of Vibration with Applications”, 2nd edition, Prentice
14 Pemaparan Hasil Litbang 2003 Lalanne, M., Ferraris, G., Maissonneuve, V. (1996),” Prediction of the Dynamics behavior
of Non-Symmetric Coaxial Co-or Counter Rotating Rotors”, Journal of Sound and
Vibration, 195(4), pp649-666.
Lalanne, M., Ferraris, G. (1999),” Use of the Campbell Diagram in Rotordyanamics,” Proceeding of DETC’99 ASME, Nevada.