i IDENTIFIKASI KECENDERUNGAN GAYA BELAJAR MAHASISWA
YANG MENGALAMI MISKONSEPSI PADA KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA
JURNAL PENELITIAN
Oleh
OKTAVIANE DALANGGO NIM: 441411075
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
1
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Jurnal yang berjudul:
Identifikasi Kecenderungan Gaya Belajar Mahasiswa yang Mengalami Miskonsepsi Pada Konsep Kesetimbangan Kimia
Oleh
Oktaviane Dalanggo NIM. 441411075
Telah diperiksa dan disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Astin Lukum, M.Si Drs. Mangara Sihaloho, M.Pd NIP: 19630327 198803 2 002 NIP. 19660812 199303 1 007
Mengetahui:
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
Dr. Akram La Kilo, M.Si NIP. 19770411 200312 1 001
2 IDENTIFIKASI KECENDERUNGAN GAYA BELAJAR MAHASISWA
YANG MENGALAMI MISKONSEPSI PADA KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA
Oktaviane Dalanggo1, Astin Lukum2, Mangara Sihaloho3 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi miskonsepsi mahasiswa pada konsep kesetimbangan kimia, mengidentifikasi gaya belajar mahasiswa yang mengalami miskonsepsi. Sampel berjumlah 65 mahasiswa angkatan 2014 jurusan pendidikan kimia. Pengumpulan data menggunakan metode CRI dan menggunakan Index of Learning Style (ILS) model Felder-Silverman yang terdiri dari empat dimensi Felder-Silverman. Analisis data untuk miskonsepsi dilakukan dengan metode CRI, sedangkan kecenderungan gaya belajar dilakukan dengan pengelompokkan empat dimensi
gaya belajar Felder-Silverman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
teridentifikasi 60 mahasiswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep kesetimbangan kimia dan hasil untuk gaya belajar menunjukkan bahwa pada: dimensi pemrosesan, active-reflective seimbang (54%), active sedang (33%),
active kuat (11%), reflective sedang (2%) dan reflective kuat (0%). Dimensi
persepsi, sensing-intuitive seimbang (52%), sensing sedang (33%), sensing kuat (11%), intuitive sedang (3%), intuitive kuat (2%). Dimensi input, visual-verbal seimbang (65%), visual sedang (23%), visual kuat (3%), verbal sedang (9%),
verbal kuat (0%). Dimensi pemahaman, sequential-global seimbang (65%), sequential sedang (12%), sequential kuat (2%), global sedang (20%), global kuat
(2%). Kesimpulan penelitian ini, terdapat mahasiswa yang mengalami miskonsepsi dengan mendominasi gaya belajar seimbang pada setiap dimensi gaya belajar.
Kata Kunci : Gaya Belajar Felder-Silverman, Miskonsepsi, Mahasiswa
1 Oktaviane Dalanggo 441411075 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan IPA 2 Pembimbing I Prof. Dr. Astin Lukum, M.Si
3 Pembimbing II Drs. Mangara Sihaloho, M.Pd
3 PENDAHULUAN
Mata pelajaran kimia memiliki karakteristik yakni sebagian besar
konsepnya bersifat abstrak,
sederhana, berjenjang, dan
terstruktur dan merupakan ilmu untuk memecahkan masalah serta
mendeskripsikan fakta-fakta dan
peristiwa-peristiwa (Kean dan
Middlecamp : 1985). Peserta didik akan membawa konsep yang mereka miliki dibangku SMA ke bangku kuliah, Oleh sebab itu pemahaman peserta didik pada konsep kimia sangat bervariasi.
Penelitian sebelumnya
banyak yang menemukan adanya
miskonsepsi pada kimia dalam
materi yang sulit. Menurut salirawati (2010: 5) menyatakan bahwa salah satu meteri pokok pada mata pelajaran kimia yang bersifat abstrak
dan sering menyebabkan
miskonsepsi pada peserta didik adalah materi kesetimbangan kimia. Materi tersebut merupakan salah satu materi pokok kimia yang dipelajari pada SMA sampai pada Perguruan Tinggi semester pertama. Materi ini berisi (1) kesetimbangan dinamis, (2) kesetimbangan homogen, heterogen,
(3) tetapan kesetimbangan, (4)
pergeseran kesetimbangan, (5)
hubungan kuantitatif antar komponen dan reaksi kesetimbangan dan (6) kesetimbangan kimia dalam proses
industri. Materi pokok
kesetimbangan ini memerlukan
pemahaman konsep yang mendalam
serta penerapan konsep yang
memecahkan soal-soal perhitungan. Hal inilah yang akan menyulitkan peserta didik ketika akan mengaitkan konsep yang abstrak dengan soal-soal perhitungan yang ada pada materi kesetimbangan kimia, yang
berpotensi menyebabkan
miskonsepsi.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wheeller dan Kass (1978), Hackling dan Garnett (1985), Bergquist dan Heikinen (1990) dan
Benerjee (1991) menemukan
miskonsepsi pada siswa maupun
mahasiswa dan cara untuk
mengatasinya. Namun seiring
berkembangnya zaman miskonsepsi masih saja terjadi pada peserta didik. Mentari, dkk (2014) menyatakan bahwa peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami
konsep-konsep pada pelajaran kimia
terkadang membuat penafsiran
sendiri terhadap konsep yang
dipelajari sebagai suatu upaya untuk
mengatasi kesulitan belajarnya.
Namun, hasil tafsiran tersebut
terhadap konsep terkadang tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang disampaikan oleh para ahli. Dalam
situasi inilah yang akan
memunculkan miskonsepsi.
Miskonsepsi adalah kesalahpahaman peserta didik dalam menangkap atau
menafsirkan suatu materi yang
4 merupakan masalah yang urgen
(Aryungga dan Suyono, 2014). Dalam pembelajaran peserta
didik mempunyai gaya belajar
tersendiri untuk memahami suatu konsep. Mata pelajaran kimia yang sering dikatakan sulit, peserta didik mempunyai karakter gaya belajar sendiri-sendiri dalam menanggapi materi yang mereka terima. Bahkan
miskonsepsi yang timbul juga
berdasarkan gaya belajar peserta
didik, dimana gaya belajar
merupakan cara seseorang dalam belajar dan menaggapi materi yang
diajarkan. Terdapat banyak
karakteristik gaya belajar mahasiswa, misalnya ada mahasiswa yang gaya belajarnya sering mendengar musik dalam menyelesaikan masalah, atau mahasiswa yang mempunyai gaya belajar dengan panduan contoh yang diberikan oleh dosen dan dapat menyelesaikan masalah atau soal yang dikerjakan. Sferianto (2010) mengemukakan bahwa, karakteristik gaya belajar peserta didik merupakan faktor penting yang mempengaruhi
proses pembelajaran dalam
pencapaian prestasi belajar. Gaya belajar yang dimiliki oleh peserta didik akan menghasilkan macam-macam pemahaman.
Untuk itu penelitian ini
bertujuan untuk menidentifikasi
miskonsepsi mahasiswa pada konsep kesetimbangan kimia dan untuk
mengidentifikasi kecenderungan
gaya belajar mahasiswa yang
mengalami miskonsepsi.
METODOLOGI PENELITIAN Sampel pada penelitian ini yaitu mahasiswa jurusan pendidikan kimia angkatan 2014.
Data pemahaman dalam
penelitian ini diperoleh dari hasil tes berupa jawaban mahasiswa dengan menggunakan tes pilihan ganda beralasan terbuka disertai metode CRI, adapun jumlah soal yang diberikan yaitu 16 nomor soal obyektif beralasan terbuka. Data yang dikumpulkan berupa data miskonsepsi mahasiswa pada konsep kesetimbangan kimia.
Dengan menggunakan metode
CRI untuk mengetahui jumlah
mahasiswa yang menjawab benar pada setiap item yang diukur. Dalam
metode CRI, peneliti akan
menggunakan 5 skala CRI pada setiap soal. Dengan skala dan kriteria CRI sebagai berikut.
Tabel 3.2 Skala dan Kriteria CRI
(Certainty of Response Index) (Hasan dkk, (1999)) CRI KRITERIA 0 Totally guessed answer (menebak) 1 Almost guessed (hampir menebak)
2 Not sure (tidak
yakin)
3 Sure (yakin)
4 Almost certain
(hampir pasti)
5
Mahasiswa yang mengalami
miskonsepsi diberikan tes gaya belajar yang diadopsi dari
Felder-Silverman. Untuk mengukur gaya
belajar peserta didik dengan
Felder-Silverman Learning Style Model
(FSLSM) pada mahasiswa yang mengalami miskonsepsi.
Mengukur gaya belajar FSLSM dapat menggunakan ILS yang terdiri dari 44 kuesioner. Setiap kuesioner mempunyai pilihan jawaban a atau b, Setiap dimensi gaya belajar FSLSM
didistribusikan kedalam 11
pertanyaan. Jika pertanyaan jawaban a maka menyatakan gaya belajar dengan preferensi active, sensing,
visual dan sequential. Sebaliknya
jika pertanyaan jawaban b, maka menyatakan gaya belajar reflective,
intuitive, verbal dan global. Untuk
pengukuran gaya belajar
diidentifikasi langsung pada website http://www.engr.ncsu.edu/learningst yles/ilsweb.html.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemahaman konsep
mahasiswa pada konsep
kesetimbangan kimia pada indikator 1 terdapat 75,38% mahasiswa yang mengalami miskonsepsi yakni pada soal nomor 1 dan terdapat 70,41%
mahasiswa dengan kriteria
miskonsepsi alasan salah jawaban salah CRI >2,5, 3,06% mahasiswa dengan kriteria miskonsepsi jawaban benar alasan salah CRI >2,5 dan
1,53% mahasiswa dengan kriteria miskonsepsi jawaban salah alasan benar CRI >2,5. Pada soal nomor 2
terdapat 29,23% mahasiswa
mengalami miskonsepsi dan terdapat 20% mahasiswa dengan kriteria jawaban salah alasan salah CRI >2,5, 7,69% masiswa dengan kriteria miskonsepsi jawaban benar alasan
benar CRI >2,5 dan 1,54%
mahasiswa dengan kriteria
miskonsepsi jawaban salah alasan benar CRI >2,5. Indikator pertama yaitu mahasiswa dapat menjelaskan
sifat dinamis dari suatu
kesetimbangan kimia, menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang mengalami miskonsepsi, berdasarkan
kriteria miskonsepsi yang
mengatakan bahwa mereka yakin
dengan jawaban mereka.
Kebanyakan mahasiswa yang
menyatakan bahwa konsentrasi
produk harus sama dengan
konsentrasi reaktan agar tercapai
keadaan setimbang. Hal ini
menunjukkan adanya kesalahan
konsep pada mahasiswa. Penelitian
sebelumnya juga oleh Ozmen
menemukan hal yang sama pada mahasiswa tahun pertama Jurusan Pendidikan Sains Universitas Turki. Kesalahan konsep ini juga ditemukan oleh Nakhleh, pada mahasiswa
Australian High School Chemistry
yaitu keadaan kesetimbangan
tercapai jika konsentrasi hasil reaksi sama dengan konsentrasi pereaksi.
Indikator 2 terdapat 29,23%
6 miskonsepsi pada soal nomor 3 dan
terdapat pula tipe-tipe miskonsepsi
berdasarkan kriteria miskonsepsi
sedangkan pada soal nomor 4 terdapat 27,7% mahasiswa yang mengalami miskonsepsi berdasarkan kriteria miskonsepsi. Indikator kedua
mahasiswa dapat membedakan
kesetimbangan homogen dan
kesetimbangan heterogen, dalam hal ini dari ketiga kategori terlihat bahwa soal nomor 3 dan 4 kebanyakan hanya tidak tahu konsep tetapi miskonsepsi juga ada pada indikator
tersebut. Berdasarkan kriteria
miskonsepsi pada indikator 2
menunjukkan adanya miskonsepsi pada mahasiswa. Kesalahan konsep yang terjadi pada mahasiswa dilihat dari jawaban mereka bahwa ternyata konsep yang ada dalam pikiran
mereka hanya konsep reaksi
homogen dan heterogen, tetapi
mereka tidak memperhatikan arah
kesetimbangan reversibel dan
ireversibel. Dengan hanya menjawab
konsep reaksi homogen dan
heterogen mereka sudah
menganggap bahwa jawaban yang dipilih itu sudah benar dan pasti.
Penyebab miskonsepsi ini juga
didasarkan dari diri mereka sendiri Indikator 3 terdapat 26,2% pada soal nomor 5, sedangkan untuk soal nomor 6 terdapat, 23,1%, dan soal nomor 7 terdapat 32,3%.
Indikator ketiga, dari konsep
kesetimbangan kimia yakni tentang menganalisis faktor-faktor yang ada
dalam kesetimbangan dengan
menggunakan azas Le Chatelier. Pada indikator ini terdapat pada nomor 5, 6, 7, terlihat juga pada hasil penelitian bahwa dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia, banyak yang tidak tahu konsep. Tetapi terdapat miskonsepsi pada indikator ini. Miskonsepsi yang ada terdapat tipe-tipe miskonsepsi dari jawaban mahasiswa. Hal ini dikarenakan bahwa dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi
kesetimbangan kimia, banyak hal yang bersifat abstrak seperti yang
dikemukakan salirawati di atas
bahwa materi kesetimbangan kimia yang bersifat abstrak dan sering menyebabkan miskonsepsi, hal ini juga dikatakan oleh adaminata dan marsih bahwa Kimia merupakan
mata pelajaran yang banyak
mempelajarai konsep yang abstrak seperti pada konsep kesetimbangan kimia.
Indikator 4 yaitu Mahasiswa
dapat menganalisis tetapan
kesetimbangan (Kc) berdasarkan
konsentrasi zat dalam
kesetimbangan, terdapat pada soal nomor 8 dan 9. Pada soal 8 terdapat 52,3% dan nomor 9 terdapat 52,3%. Indikator 4 dan merupakan indikator
yang menganalisis tetapan
kesetimbangan yang berhubungan
dengan reaksi kesetimbangan
homogen dan heterogen di atas.
Miskonsepsi yang terjadi pada
indikator ini yakni cukup tinggi,
dilihat berdasarkan kriteria
7 mahasiswa yang salah konsep pada
indikator ini, konsep yang ada pada mahasiswa bahwa dalam penentuan tetapan kesetimbangan kimia hanya
berdasarkan rumus yakni
[produk]/[reaktan] dan juga sebagian besar dari mereka tidak menyadari bahwa dalam penentuan tetapan
kesetimbangan kimia, harus
memperhatikan koefisien dan wujud
zat yang termasuk dalam
kesetimbangan kimia dari reaksi homogen dan heterogen.
Pada indikator 5 mahasiswa menganalisis tetapan kesetimbangan
parsial (Kp) berdasarkan tekanan
parsial gas pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan setimbang, terdapat pada soal 10 dengan 40% mahasiswa yang mengalami miskonsepsi dan pada soal nomor 11 terdapat 36,9%. Indikator 5 merupakan indikator
yang menganalisis tetapan
kesetimbangan parsial yang
berhubungan dengan reaksi
kesetimbangan homogen dan
heterogen di atas, hasil penelitian menunjukkan adanya miskonsepsi yang terjadi pada indikator ini yakni cukup tinggi. Pada indikator ke 5 ini
persentase mahasiswa yang
mengalami miskonsepsi sama halnya dengan indikator ke 4. Sama halnya
dengan indikator 4, mereka
mengatakan bahwa konsep tersebut sudah mereka pahami dari buku dan juga semenjak mereka SMA. Maka hal ini sama dengan yang dikatakan oleh Suparno (2005) bahwa faktor penyebab miskonsepsi menjadi lima
sebab utama yaitu berasal dari mahasiswa, pengajar, buku teks, konteks dan cara mengajar.
Pada indikator 6, 7 dan 8 merupakan indikator perhitungan dari konsep kesetimbangan kimia. Pada indikator 6 terdapat pada nomor
soal 12 dengan persentase
miskonsepsi 26,2%. Dilihat
berdasarkan kriteria miskonsepsi,
mahasiswa menggunakan rumus Kc
= Produk/Penjumlahan Reaktan.
Selajutnya indikator 7 terdapat
miskonsepsi pada soal nomor 13 terdapat 16,9% dan soal nomor 14 terdapat 16,92%. Pada indikator perhitungan banyak mahasiswa yang tidak tahu konsep, tetapi sebagian juga terdapat miskonsepsi pada indikator ini. Pada indikator ini dilihat dari tipe-tipe miskonsepsi
jawaban mahasiswa berdasarkan
kriteria miskonsepsi yang ada bahwa mahasiswa dalam menjawab soal perhitungan sama halnya dengan
indikator sebelumnya yang
berdasarkan rumus yang ada dalam pikiran mereka. Setelah dilihat dari
tipe-tipe miskonsepsi bahwa
sebagian dari mereka mengatakan bahwa dalam menghitung tekanan
parsial gas menggunakan rumus Kp =
Kc [RT]∆n. Kemampuan menghitung
harga Kc berdasarkan Kp dan
sebaliknya. Pada indikator 8
sebagian besar mahasiswa juga tidak tahu konsep, tetapi dalam indikator ini masih terdapat miskonsepsi. Sebagian dari jawaban mahasiswa yaitu dengan miskonsepsi yang ada
8 0 10 20 30 40 50 60 70 AK T-REF AKT RE F AKT RE F SE N -IN T SE N IN T SE N IN T VIS -VE R
VIS VER VIS VER
SE Q -G LO SEQ G LO SEQ G LO SB SD KT SB SD KT SB SD KT SB SD KT DIMENSI PEMROSESAN
DIMENSI PERSEPSI DIMENSI INPUT DIMENSI PEMAHAMAN p e rsen tase g ay a b e lajar
KET : SB (Seimbang), SD (Sedang), KT (Kuat) yaitu jawaban salah, alasan salah dan
CRI>2,5. Miskonsepsi yang terjadi pada indikator ini dilihat dari tipe-tipe miskonsepsi bahwa konsep yang
ada pada mahasiswa bahwa Kp=Kc,
jika Kp = 0,25 maka Kc juga sama
dengan 0,25. Dari 65 mahasiswa yang dijadikan sampel terdapat 60 orang yang mengalami miskonsepsi pada setiap butir soal kesetimbangan kimia. selanjutnya untuk mahasiswa yang mengalami miskonsepsi diukur kecenderungan gaya belajar mereka
dengan menggunakan FSLSM
(Felder-Silverman Learning Style Model) yang terdiri dari empat
dimensi gaya belajar. Berikut grafik
Presentase Kecenderungan Gaya
Belajar Mahasiswa pada Dimensi FSLSM Gambar 4.1. Persentase Kecenderungan Gaya Belajar Mahasiswa pada Dimensi FSLSM
a) Kecenderungan Gaya Belajar dalam Dimensi Pemrosesan Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya belajar mahasiswa dalam
dimensi pemrosesan yang
mendominasi yakni gaya belajar seimbang antara aktif dan reflektif yaitu 54%., kemudian aktif sedang 33%, aktif kuat 11%, reflektif sedang 2% dan 0% untuk reflektif kuat.
Mahasiswa yang mempunyai
gaya belajar aktif cenderung
mempertahankan dan memahami
informasi yang terbaik dengan
melakukan sesuatu yang sampai akan membuat mereka mengerti. Dalam hal ini mahasiswa yang aktif lebih menyukai percobaan terlebih dahulu, dan mereka suka untuk bekerja
kelompok berbagi ide dalam
melakukan sesuatu, sedangkan
mahasiswa yang mempunyai gaya belajar yang reflektif cenderung
9
untuk memikirkan suatu hal
sendirian sebelum mencobanya atau
mereka lebih suka termenung,
mahasiswa yang mempunyai gaya belajar reflektif ini tidak suka membagi ide dengan orang lain dan mereka juga tidak suka untuk bekerja kelompok (Felder, Richard : 1988).
Dugaan kecenderungan gaya belajar mahasiswa yang mengalami
miskonsepsi pada konsep
kesetimbangan kimia dalam hal ini mendominasi gaya belajar seimbang aktif-reflektif. Dalam menyelesaikan soal kesetimbangan kimia pada soal
penjelasan menanyakan tentang
keadaan setimbang, kesetimbangan dinamis-mikroskopik dan persamaan reaksi, mahasiswa yang aktif mereka harus mencoba melalui praktikum atau fakta yang ada sedangkan mahasiswa yang reflektif butuh penjelasan dan akan dipikirkan sendiri tanpa bantuan orang lain. Untuk itu mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar
aktif-reflektif (seimbang) memerlukan
waku yang lebih lama, untuk mengelolah informasi dalam suatu
pembelajaran karena mahasiswa
lebih membutuhkan waktu untuk
melakukan keseimbangan antara
aktivitas dan refleksi dalam
memahami suatu konsep. Pada soal-soal perhitungan juga mahasiswa yang mempunyai gaya belajar aktif-reflektif (seimbang) akan mengalami kesulitan khususnya pada pelajar reflektif yang suka mengerjakan
individual tanpa ide atau
penyelesaian dari orang lain, karena pada penyelesaian soal perhitungan membutuhkan kerja kelompok yang akan menukarkan ide dari beberapa pelajar aktif. Pada penelitian Arifin
(1995) menyatakan bahwa
mahasiswa mempunyai kecepatan yang berbeda-beda. Artinya bahwa setiap mahasiswa memerlukan waktu yang berbeda-beda untuk dapat memahami konsep yang diterima. Dalam kasus yang sering terjadi bahwa sebagian pengajar lebih suka langsung memberikan ujian setelah materi selesai pada waktu yang bersamaan, dalam situasi seperti inilah mahasiswa yang mempunyai
kecenderungan gaya belajar
seimbang bisa berpotensi untuk menyebabkan mahasiswa mengalami miskonsepsi.
b) Kecenderungan Gaya Belajar dalam Dimensi Persepsi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya belajar mahasiswa dalam dimensi persepsi yang mendominasi yakni gaya belajar seimbang antara
sensing-intuitive yaitu 52%., kemudian sensing sedang 33%,
sensing kuat 11%, intuitive sedang
3% dan 2% untuk intuitive kuat. Mahasiswa yang mempunyai gaya belajar sensing cenderung
menyukai fakta-fakta dalam
pembelajaran, mereka lebih suka
memecahkan masalah dengan
menggunakan prosedur yang detail.
Dalam melakukan sesuatu,
mahasiswa yang mempunyai gaya belajar sensing cenderung bersabar,
10
lebih praktis dan hati-hati.
Sedangkan mahasiswa yang
memiliki gaya belajar intuitive
biasanya lebih memilih menemukan kemungkinan-kemungkinan.
Mahasiswa yang mempunyai gaya belajar intuitive juga, tidak suka
terlalu banyak detail dan
pengulangan, mereka cenderung
bekerja lebih cepat dan lebih inovatif dalam melakukan sesuatu (Felder, Richard : 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya belajar yang paling mendominan adalah
gaya belajar seimbang antara
sensing-intuitive.
Dugaan kecenderungan gaya belajar mahasiswa yang mengalami
miskonsepsi pada konsep
kesetimbangan kimia dalam hal ini mendominasi gaya belajar seimbang
sensing-intuitive. Dalam menyelesaikan soal kesetimbangan
kimia pada soal penjelasan
menanyakan tentang keadaan
setimbang, kesetimbangan dinamis-mikroskopik dan persamaan reaksi.
Kecenderungan gaya belajar
seimbang ini antara sensing-intuitive yang artinya mahasiswa mempunyai kedua belajar ini, dimana gaya belajar sensing berlawanan dengan
gaya belajar intuitive, dimana
mahasiswa dalam mengerjakan soal penjelasan yang lebih kuat yaitu
intuitive sedangkan untuk
mengerjakan soal perhitungan
berlawanan dengan mahasiswa yang
intuitive. Menurut Felder mahasiswa
yang yang intuitor tidak suka
melibatkan banyak penghafalan dan perhitungan rutin. Hal ini jelas terlihat bahwa miskonsepsi yang terjadi pada mahasiswa dikarenakan
mereka dengan gaya belajar
seimbang harus mempunyai waktu yang lama dalam menyeimbangkan kedua gaya belajar tersebut dalam meyelesaikan soal kesetimbangan
kimia yang banyak dengan
penjelasan dan juga perhitungan. c) Kecenderungan Gaya Belajar
dalam Dimensi Input
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya belajar mahasiswa dalam dimensi input yang mendominasi yakni gaya belajar seimbang antara
visual-verbal yaitu 65%., kemudian visual sedang 23%, verbal sedang
9%, visual kuat 3% dan 0% untuk
verbal kuat.
Mahasiswa yang mempunyai gaya belajar seimbang visual-verbal cenderung untuk memerlukan kedua gaya belajar tersebut antara visual dan verbal dalam mengelolah informasi agar dapat memahami
suatu konsep. Dalam hal ini,
pengajar bisa memberikan
pemahaman kepada mahasiswa
melalui gambar (visual) yang disertai dengan penjelasan (verbal) pada saat
pembelajaran berlangsung. Jika
mahasiswa tidak memperoleh salah satu dari pembelajaran tersebut maka akan menjadi suatu kerugian pada mahasiswa yang memiliki gaya
belajar seimbang visual-verbal,
dalam kondisi seperti ini yang akan berpotensi mengalami miskonsepsi
11
(Aryungga dan Suyono:2014).
Biasanya hal yang sering terjadi pada saat pembelajaran, tidak semua
pengajar memberikan penjelasan
berupa visual kemudian diikuti dengan penjelasan verbal. Pada saat menjawab soal yang berupa gambar
atau diagram mahasiswa yang
mempunyai gaya belajar seimbang
akan mengalami kesulitan atau
mengabaikan soal tersebut karena pada saat materi berlangsung mereka tidak mendapatkan gambaran yang disertai penjelasan dari materi yang mereka dapat, hal ini juga bisa berpotensi mengalami miskonsepsi dalam menjawab soal.
Dugaan kecenderungan gaya belajar mahasiswa yang mengalami
miskonsepsi pada konsep
kesetimbangan kimia dalam hal ini mendominasi gaya belajar seimbang
visual-verbal. Miskonsepsi yang terjadi dengan gaya belajar
visual-verbal (seimbang) diduga terjadi
pada saat pembelajaran berlangsung, karena seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tidak semua pengajar akan memberikan pengajaran yang melibatkan gambar atau video yang
disajikan yang disertai dengan
penjelasan. Kemungkinan yang
terjadi ketika mahasiswa dalam menyelesaikan soal kesetimbangan kimia denga gaya belajar tersebut
akan mengalami kesulitan
dikarenakan mereka tidak pernah dapat gaya belajar mereka dalam pengajaran baik dalam pengerjaan soal penjelasan menanyakan tentang
keadaan setimbang, kesetimbangan dinamis-mikroskopik dan persamaan reaksi maupun soal perhitungan.
Secara keseluruhan soal
kesetimbangan kimia tidak banyak menggunakan gambar, hal ini akan menyulitkan bagi peserta didik yang
visual apabila mereka tidak membuat
peta konsep dengan daftar poin-poin penting untuk membantu mereka dalam ujian ataupun menyelesaikan soal.
d) Kecenderungan Gaya Belajar dalam Dimensi Pemahaman
Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa gaya belajar mahasiswa dalam dimensi
pemahaman yang mendominasi
yakni gaya belajar seimbang antara
sequential-global yaitu 65%.,
kemudian global sedang 20%,
sequential sedang 12%, global kuat
2% dan 2% untuk sequential kuat. Mahasiswa yang mempunyai gaya belajar sequential, cenderung mendapatkan pemahaman langkah linear artinya pemahaman materi yang saling terhubung sehingga mendapatkan suatu pemahaman yang logis, mengikuti jalur bertahap logis dalam mencari solusi, sedangkan untuk mahasiswa yang memiliki gaya belajar global cenderung belajar melompat atau mereka cenderung menyerap materi secara acak sampai mendapatkan suatu pemahaman dari materi tersebut tanpa harus belajar linear atau bertahap, mereka dapat memcahkan masalah yang kompleks dengan cepat dari gambaran besar
12 yang telah mereka pahami, tetapi
untuk mahasiswa yang mempunyai gaya belajar global mereka memiliki
kesulitan dalam menjelaskan
bagaimana mereka melakukannya untuk mendapatkan gambaran besar (Felder, Richard : 1988).
Dugaan kecenderungan gaya belajar mahasiswa yang mengalami
miskonsepsi pada konsep
kesetimbangan kimia dalam hal ini mendominasi gaya belajar seimbang
sequential-global. Miskonsepsi yang
terjadi dengan gaya belajar
sequential-global (seimbang) dikarenakan bahwa dalam menjawab soal kesetimbangan kimia, misalnya
pada soal nomor satuyang
menayakaan keadaan setimbang,
mahasiswa yang memiliki gaya belajar global atau memahami suatu konsep dengan acak atau tidak berurutan mereka akan megaitkan dengan materi yang lebih dalam lagi. Terlihat pada tipe miskonsepsi yang ada bahwa pada soal nomor 1 mahasiswa menjawab benar tetapi alasan yang diberikan terlalu jauh dari soal yang ditanya. Sedangkan gaya belajar sequential secara linier atau berurutan, jika mahasiswa dengan gaya belajar ini tidak
memahami pelajaran secara
berurutan, akan membuat
kebingungan pada saat menjawab soal.
KESIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai identifikasi
gaya belajar terhadap mahasiswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep kesetimbangan kimia, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
a. Mahasiswa yang mengalami
miskonsepsi pada konsep
kesetimbangan kimia
didasarkan dari kriteria
miskonsepsi yang ada,
dengan kriteria jawaban salah
alasan salah CRI >2,5,
jawaban benar alasan salah CRI >2,5 dan jawaban salah
alasan benar CRI >2,5,
dimana mahasiswa yang
mengalami mikonsepsi
terdapat 60 orang mahasiswa yang mengalami miskonsepsi pada setiap soal.
b. Identifikasi gaya belajar
mahasiswa yang mengalami
miskonsepsi pada konsep
kesetimbangan kimia
memetakan gaya belajar pada
dimensi pemrosesan
mendominasi gaya belajar
active-reflective seimbang (54%), pada dimensi persepsi mendominasi gaya belajar
sensing-intuitive seimbang (52%), pada dimensi input mendominasi gaya belajar
visual-verbal (65%) dan pada
dimensi pemahaman
mendominasi gaya belajar
sequential-global seimbang (65%).
b. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran
13 yaitu dalam proses pembelajaran
kimia hendaknya pengajar
memberikan model atau strategi yang
berhubungan langsung dengan
praktek dan fakta-fakta yang ada pada pembelajaran yang menjawab
seluruh pemetaan gaya belajar
mahasiswa, agar tidak terjadi
miskonsepsi.
DAFTAR PUSTAKA
Adaminata, A.M, dan Marsih, I.N. 2011. Analisis Kesalahan Konsep Siswa SMA Pada Pokok Bahasan
Kesetimbangan Kimia.
Prosiding Simposium Nasional Inovasi
Pembelajaran dan Sains 2011. Bandung
Ahtee, M. and Varjola, I. (1998). Students' Understanding of Chemical Reactions, International Journal of Science Education 20 (3) 305-316. Arifin, M. 1995. Pengembangan
Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya: Airlangga.
Aryungga, Septiyadi David Eka, Suyono. 2014. Identifikasi Gaya Belajar Siswa yang
Mengalami Miskonsepsi
Resisten pada Konsep Kimia.
Unesa Journal of Chemical Education, Vol.3, 127-134
Banerjee, A.C. 1991. Misconceptions of Students and Teachers in Chemical Equilibrium”, International Journal of Science Education, 13, 487- 494 (1991). Bergquist, W.,H. Heikinen. 1990.“Student Ideas Regarding Chemical
Equilibrium”, J. Chem. Educ. 67, 1000-1003.
Felder, R.M., Siverman, L.K.,(1988).
Learning and Teaching Style in Engineering Education, avaible at http://w ww4.ncsu.edu/unity/lockers/u sers/f/felder/public/Papers/LS -1988.pdf Hackling, P. J. Garnett. 1985.“Misconceptions of
Chemical Equilibrium” “the Associative
Framework”,European
Journal of Science Education.7. 205-211
Hasan S., Bagayoko Diola, dan K.L Ella. 1999. Misconceptions
and the Certainty of
Responden Index (CRI).
Journal of Physic Education,
hal. 297
Kean, E, Middlecamp, C. 1985.
Paduan Belajar Kimia Dasar.
Jakarta : Gramedia
Mentari, L., S, I Nyoman, dan S, I
Wayan. (2014). Analisis
Miskonsepsi Siswa SMA
pada Pembelajaran Kimia
untuk Materi Larutan
14
Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 2 No. 1 hal. 77
Nakhleh, M.B. 1992. Why Some Students Don’t to learn
Chemistry: Chemical
Misconceptions”, J. Chem.
Educ. 69 (3):191-196
Ozmen, H. 2008. Determination of
Students Alternative
Conceptions about Chemical Equilibrium, Chem. Educ.
Res. Pract. 9.225-233
Salirawati. 2010. Pengembangan
Instrumen Pendeteksi
Miskonsepsi Kimia Untuk
Peserta Didik. Jurnal
Kependidikan. Universitas Negeri Yogyakarta
Sfenrianto. 2010. Fitur, Pola dan
Batasan Dimensi Model Gaya Belajar Felder Silverman untuk Sistem E-Learning Adaptif. Vol. XII, No.1.
Universitas
Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi
dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.
Jakarta. PT Grasindo
Wheeller, E.A, H. Kass. 1978 “Students’Misconceptions in
Chemical Equilibrium”,
Science Education. 62 (2):