• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Penyimpangan Perilaku dalam Kajian Sosiologi. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Penyimpangan Perilaku dalam Kajian Sosiologi. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyimpangan Perilaku dalam Kajian Sosiologi

Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan – aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial.

Secara umum perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dengan aturan normatif dan pengertian normatif maupun dari harapan – harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Menurut Robert M.Z Lawan perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Menurut Lemert penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat sementara dan tidak dilakukan secara terus – menerus sehingga masih dapat ditolerir masyarakat seperti melanggar lalu lintas, buang sampah sembarangan, dan lain-lain. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, tawuran dan lain – lain ( Kamanto Sunarto 2006 : 78 )

Perilaku menyimpang dalam defenisi umum tersebut dapat dibedakan dari abnormalitas statis. Ada kesepakatan bahwa perilaku menyimpang tidak berarti

(2)

menyimpang dari norma- norma tertentu. Konsep perilaku menyimpang ini juga perlu dibedakan dari perilaku yang kurang diinginkan dan dari peranan yang menyimpang. Karena tidak semua tingkah laku yang tidak diinginkan menyimpang dari aturan – aturan normatif, dan dilain pihak dan belum tentu perilaku dari aturan normatif itu tidak diinginkan.

Dalam penelitian ini telah dipilih bahwa konsep perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang dinilai menyimpang dari aturan – aturan normatif, seperti aturan yang ada di lingkungan masyarakat. Konsep ini akan dibedakan dari gejala – gejala lain yang sering sekali diklasifikasikan sebagai perilaku menyimpang seperti kelainan dalam pribadi seseorang, tingkah laku yang statis abnormal, tingkah laku yang kurang diinginkan secara sosial dan peranan yang menyimpang.

Menurut Soerjono Soekanto perilaku menyimpang disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus menjadi “ penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya.

Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi merupakan penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa atau abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri

(3)

demi kepentingan pribadi. Karena itu deviasi tingkah laku tersebut dapat mengganggu dan merugikan subyek pelaku sendiri dan atau masyarakat luas. Deviasi tingkah laku ini juga merupakan gejala yang menyimpang dari tendensi sentral atau menyimpang dari ciri-ciri umum rakyat kebanyakan.

Deviation merupakan penyimpangan terhadap kaidah atau norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kaidah timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dengan masyarakat. Diadakannya kaidah serta peraturan di dalam masyarakat bertujuan supaya ada konformitas warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2004: 237).

Jadi, norma-norma sosial adalah apa yang harus dan dilarang dalam masyarakat. Norma-norma tersebut diciptakan dan dibentuk karena individu sebagai anggota masyarakat saling berhubungan dan berinteraksi. Selanjutnya norma tersebut berfungsi untuk mengarahkan, menyalurkan, dan membatasi hubungan – hubungan anggota masyarakat pada umumnya.

Dalam setiap masyarakat, norma sosial biasanya terpusat pada kegiatan sehari-hari yang bermakna bagi anggota-anggotanya. Norma sosial yang terpusat itu dinamakan pranata sosial, contohnya keluarga. Keluarga merupakan konkritisasi dari sejumlah norma sosial yang mengatur hubungan antar jenis, hubungan orang tua dengan anak, sosialisasi dalam keluarga, mengatur dan mengarahkan hubungan sehari-hari meskipun dalam keluarga ada kekhususan normatif dimana berhubungan dengan pribadi – pribadi dalam keluarga tersebut. Akan tetapi dapat juga diketemukan aspek – aspek umum dalam kehidupan

(4)

berkeluarga dan aspek umum ini erat hubungannya dengan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu yang memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain dan norma ini merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.

Berbicara tentang norma, erat hubungannya dengan nilai. Karena nilai yang dimiliki seseorang ikut mempengaruhi perilakunya. Menurut Milton Rokeach, nilai merupakan suatu tipe keyakinan yang dipusatkan didalam sistem kepercayaan pada diri seseorang, mengenai bagaimana seseorang harus bertingkah laku atau apa yang tidak boleh dilakukan (Sekarningsih, 2001:108)

Pada dasarnya norma itu muncul mempertahankan atau memelihara nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, karena nilai-nilai itu adalah gambaran mengenai apa yang baik, yang diinginkan, yang pantas, yang berharga yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. Untuk menjaga itu, maka disusunlah suatu norma yang mampu memelihara nilai-nilai tersebut. Apabila perilaku atau tindakan yang terjadi dalam masyarakat tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat tersebut, maka ia dikatakan menyimpang.

Dalam hal ini perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dibedakan atas empat macam yaitu :

1. Perilaku menyimpang yang dilihat dan dianggap sebagai kejahatan.

(5)

3. Bentuk – bentuk konsumsi yang berlebihan, misalnya alkohol dan narkoba.

4. Gaya hidup yang lain dari yang lain.

Akan tetapi penyimpangan apapun yang terjadi haruslah selalu dilihat dari segi dimana dalam suatu masyarakat tertentu telah digariskan terlebih dahulu apa yang normal terhadap masyarakat itu. Dasarnya adalah bahwa penyimpangan itu tidak selalu sama untuk setiap masyarakat.

Di Indonesia, secara umum penyimpangan perilaku pada remaja diartikan sebagai kenakalan remaja atau juvenile delinquency. Penyimpangan perilaku remaja ini mempunyai sebab yang majemuk, sehingga sifatnya mulai kasual. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2003).

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecendrungan kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kenakalan remaja merupakan salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan remaja karena tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, dan norma sosial yang berlaku. Bentuk-bentuk kenakalan remaja antara lain : bolos sekolah, merokok, berkelahi, tawuran, menonton film porno, minum minuman keras, seks diluar nikah, menyalahgunakan narkotika,

(6)

mencuri, memperkosa, berjudi, membunuh, kebut-kebutan dan banyak lagi yang lain.

Beberapa hal yang mempengaruhi timbulnya kenakalan remaja antara lain: 1. Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orang tua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 2000) menunjukkan bahwa pengawasan orang tua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

2. Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

(7)

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat

(http://thomotugaskuliah.blogspot.com/2010/01/studi-kasus-belajar-dan-pembelajaran.html)

Memudarnya pegangan orang pada norma-norma menimbulkan suatu keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa norma. Emile Durkheim menamakanya dengan anomie (Soejono Soekanto, 2004:239). Perilaku menyimpang dibedakan antara lain: Perilaku menyimpang yang tidak disengaja dikarenakan si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Perilaku menyimpang yang disengaja bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebu, adalah mengapa

(8)

seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan, mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsi hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang (Becker(dalam Soejono Soekanto, 2004: 239)

2.2 Proses Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses belajar yang kompleks. Dengan sosialisasi, manusia sebagai makhluk biologis menjadi manusia yang berbudaya, yang cakap menjalankan fungsinya dengan tepat sebagai individu dan sebagai anggota kelompok. Seorang bayi yang lahir merupakan organisme yang sangat lemah. Pemenuhan segala kebutuhan fisiknya bergantung kepada orang dewasa. Namun, sejak saat dia mulai berinteraksi dengan lingkungan dan menyerap banyak hal hingga tumbuh dewasa, dan baru berakhir setelah dia meninggal. Hal-hal yang diserap meliputi sikap dan nilai, rasa suka dan tidak suka, rasa senang dan sedih, keinginan dan tujuan hidup, cara bereaksi terhadap lingkungan, dan pemahaman mengenai segala sesuatu. Semua itu diperolehnya melalui proses yang disebut sosialisasi.

Dalam proses ini, seseorang juga mengalami internalisasi (mendarah-dagingkan) nilai dan norma sosial tempat diahidup, sehingga terbentuklah kepribadiannya. Setiap orang perlu mempelajari nilai-nilai dan norma-norma

(9)

sosial yangberlaku di dalam masyarakatnya. Semua itu diperlukan untuk mendewasakan diri setiap individu dan membentuk kepribadiannya. Dengan berbekal kedewasaan pribadi itulah nantinya seseorang akan dapat memegang peran andil masyarakat. Oleh karena itu, sosialisasi merupakan proses penanaman kecakapan dan sikap yang diperlukan untuk dapat memainkan peran sosial dimasyarakat (Suhardi, Sunarti Sri, 2009:134).

Di dalam diri setiap manusia, terdapat impuls-impuls (dorongan hati) untuk melakukan segala sesuatu. Di sisi lain, lingkungan tempat ia berada dan berinteraksi memiliki nilai dan norma yang mengarahkan perilaku. Dalam proses sosialisasi, seorang individu berusaha menyesuaikan impuls-impuls itu dengan tekanan nilai dan norma yang mengikatnya. Bila potensi tingkah laku seseorang tidak bertentangan dengan nilai dan norma, maka berkembang lebih lanjut menjadi bagian dari kepribadiannya. Di samping itu, proses sosialisasi juga mengadopsi berbagai hal dari orangl ain. Hal-hal yang diperoleh dari orang lain meliputi kebiasaan, sikap, dan ide-ide. Selanjutnya, ketiga hal tersebut disusun kembali menjadi sistem yang mengatur tingkahnya sendiri. Pengertian adopsi tidak sekadar mencontoh perilaku orang lain. Akan tetapi, apa yang diamati dari orang lain berusaha ditiru sekaligus disesuaikan dengan keadaan dirinya.

(10)

2.3 Lingkungan Pembentuk Perilaku Menyimpang

1. Ketidaksempurnaan Sosialisasi Nilai-nilai

Perilaku manusia dikendalikan oleh nilai dan norma sosial. Nilai dan norma tersebut diterima seorang individu melalui proses sosialisasi. Sosialisasi dialamiseseorang melalui berbagai media. Apabila di antara media-media itu tidak sejalan dalam menyosialisasikan nilai dan norma, maka terjadilah ketidaksem-purnaan sosialisasi. Salah satunya adalah ketidakselarasan antara sosialisasi dirumah, di sekolah, dan di masyarakat. Misalnya, sekolah menanamkan nilai kesehatan sehubungan dengan bahayarokok. Siswa dilarang merokok karena tidak baik untuk kesehatan. Namun, dirumah ayahnya sendiri merokok, dan di masyarakat merokok menjadi perilakuumum. Akibatnya, nilai-nilai yang disosialisasikan di sekolah tentang bahayamerokok tidak berhasil. Berbagai anjuran guru yang didasari alasan ilmiahsekalipun tidak akan dipercaya siswa, apabila guru tersebut, atau guru-guru laindi sekolah itu juga tampak sering merokok. Ketidaksempurnaan sosialisasi banyak terjadi dalam berbagai persoalan. Nilai kejujuran yang selalu ditanamkan di sekolah berlawanan dengan praktik kecurangan di masyarakat. Di sekolah diajarkan bahwa negara kita adalah negarahukum, setiap orang sama kedudukannya dalam hukum. Akan tetapi, kenyataandi masyarakat menunjukkan hal yang berlawanan. Para pelanggar hukum dapatdibebaskan atau diperingan dari tuntutan jika membayar atau memiliki ke-kuasaan, sehingga orang lebih percaya bahwa orang kaya dan pejabat dapatmenghindar dari hukum.

(11)

Penyimpangan tingkah laku juga terjadi sebagai akibat tidak berfungsinya media sosialisasi secara baik. Misalnya, keluarga diharapkan berperan sebagaisumber kasih sayang bagi anak. Peran itu dapat saja tidak terpenuhi karenaberbagai hal antara lain kehancuran keluarga (broken home), akibat perceraian,perselingkuhan, kematian salah satu atau kedua orang tuanya, sifat otoriterorang tua dalam mendidik anak, tekanan ekonomi yang menghimpit kehidupansehari-hari keluarga, ataupun karena kemiskinan. Hal-hal tersebut di atas, men- jadikan keluarga tidak mampu menjadi media sosialisasi yang wajar. Akibatnya,anak-anak yang berasal dari keluarga demikian banyak yangberperilakumenyimpang.

2. Menganut Nilai-nilai Subkebudayaan Menyimpang

Masyarakat adalah satu kesatuan hidup bersama yang memiliki kebudayaan.Di dalam suatu masyarakat terdapat bagian-bagian (sub-sub) atau kelompok-kelompok orang. Setiap kelompok memiliki ciri-ciri kebudayaan tersendiri namun masih merupakan bagian dari keseluruhan masyarakat itu. Inilah yangdinamakan subkebudayaan. Ada kalanya subkebudayaan menganut tata nilai yang menyimpang. Misalnya, sekelompok warga masyarakat yang sehari-harihidup dalam dunia pelacuran, perjudian, dan berbagai kehidupan malam tidak sehat lainnya. Penyimpangan perilaku bersumber dari pergaulan dengan orang ataukelompok yang menerapkan nilai dan norma yang berbeda (differential association ). Nilai dan norma yang berbeda dipelajari melalui proses alih budaya(culture transformation ). Melalui proses alih budaya seseorang menyerapsubkebudayaan menyimpang (deviant subculture ) dari lingkungan tertentu dalammasyarakat.Seseorang

(12)

kadang-kadang terjerumus dalam kelompok pergaulan yang tidak menguntungkan seperti itu. Pergaulan negatif membuat seseorang berperilakumenyimpang. Seorang anak berasal dari keluarga baik-baik, namun dia tinggaldi lingkungan para pemabuk dan penjudi. Setiap hari melihat, bertemu, danbergaul dengan pemabuk dan penjudi. Akibatnya, dia berperilaku seperti itupula.

3. Kesalahan Memahami Informasi

Seringkali kita salah dalam memahami suatu kejadian, peristiwa atauinformasi yang disampaikan oleh pihak lain, terutama media massa elektronik. Penggambaran peristiwa, berita, dan tayangan - tayangan yang menampilkanperilaku menyimpang sangat berpotensi untuk ditiru oleh masyarakat. Hal ini,karena mayoritas masyarakat kita belum terbiasa menyeleksi atau menganalisis secara kritis terhadap berbagai informasi yang datang. Masyarakat cenderunguntuk menerima mentah-mentah dan menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Contoh yang aktual dapat dilihat dari media televisi di masyarakat antara lain informasi-informasi kriminalitas, perselingkuhan artis, sinetron-sinetron yangmenceritakan konflik warisan, dan lain-lain. Informasi dan acara-acara tersebutmemperoleh apresiasi yang tinggi dari masyarakat, sehingga secara tidak langsung mereka terobsesi untuk apa yang ditayangkan media televisi. Pengaruhterbesar biasanya terjadi pada anak-anak yang belum dapat secara optimalmenyeleksi informasi yang ada. Para pengelola televisi mungkin menyadaribahwa program-program tersebut mempunyai dampak serius di masyarakat, namun kepentingan untuk

(13)

meraih keuntungan nampak lebih penting daripadadampak-dampak sosial yang terjadi.

4. Ikatan Sosial Menyimpang

Di dalam masyarakat terdapat berbagai individu yang berbeda perilaku dan kebiasaannya. Ada yang hidup tertib dan santun karena sudah mapan secarasosial ekonomi, namun ada pula yang kurang beruntung sehingga kekecewaanhidup itu mereka terlampiaskan lewat berbagai perilaku keseharianyangmenyimpang dari norma-norma.

Di sisi lain, setiap orang cenderung memilih teman bergaul. Apabila orang yang dipilih baik, maka baiklah perilakunya. Sebaliknya, apabila temanbergaulnya berperilaku menyimpang, maka dia pun akan ikut berperilakumenyimpang. Seseorang tidak akan mudah menghindar dari ikatan sosialnya.Ikatan sosial dapat berupa teman bergaul, kelompok atau organisasi yang diaikuti. Seseorang terikat secara sosial dan secara emosional dengan orang lain atau kelompok yang diikuti. Misalnya, seorang anak dari keluarga baik-baik tetapi bergaul dengan sekelompok anak nakal. Apabila teman atau kelompoknya berkelahi, mau tidak mau dia akan ikut berkelahi. Ikatan sosial membuatnya menunjukkan solidaritas kelompok (Suhardi, Sunarti Sri, 2009:135-137).

(14)

2.4 Teori D i f f e r e n t i a l Association

Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan perilaku adalah hasil dari proses belajar. Menurut Edwin H. Sutherland, penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atau sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari subkultural atau di antara teman-teman sebaya yang menyimpang.

Di tingkat kelompok, perilaku menyimpang adalah suatu konsekuensi dari terjadinya konflik normative. Artinya, perbedaan aturan sosial diberbagai keompok sosial, seperti sekolah, lingkungan, tetangga, kelompok sebaya atau keluarga, bisa membingungkan komunitas-komunitas tersebut. situasi tersebut dapat menyebabkan ketegangan yang berujung menjadi konflik normative pada diri individu, jadi seandainya di sekolah seorang murid diajarkan nilai-nilai kejujuran, tetapi di luar sekolah, keluarga, organisasi social atau lingkungan masyarakat yang lebih luas nilai-nilai kejujuran telah ditinggalkan, maka perbedaan norma di antara bebagai kelompok social yang di alami murid tersebut dapat luntur nilai-nilai kejujuran yang diajarkan di sekolahnya.

Teori Sutherland secara spesifik digunakan untuk menganalisis kejahatan, perilakumenyimpang yang mengarah ke tindakan kejahatan dan bentuk perilaku menyimpang. Teori Sutherland memiliki 8 proposisi, yaitu:

a. Perilaku remaja merupakan perilaku yang dipelajari secara negatif dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik).

(15)

b. Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari melalui proses interaksi dengan orang lain dan proses komunikasi dapat berlangsung secara langsung dan melalui bahasa isyarat.

c. Proses mempelajari perilaku biasanya terjadi pada kelompok dengan pergaulan yang sangat akrab. Dalam keadaan ini biasanya mereka cenderung untuk berkelompok dimana ia diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut, termasuk dalam hal ini mempelajari norma-norma dalam kelompok.

d. Apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari, maka yang dipelajari adalah teknik melakukannya motif atau dorongan serta alasan pembenar termasuk sikap.

e. Arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dan peraturan hukum.

f. Seseorang yang melakukan perilaku menyimpang karena akses dari pola pikir yang lebih mendalam aturan hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya penyimpangan.

g. Proses pembelajaran menyimpang perilaku melalui kelompok yang memiliki pola-pola menyimpang atau sebaliknya, melibatkan semua mekanisme yang berlaku di dalam setiap proses belajar (Bagong Narwoko,2007:112-114)

Referensi

Dokumen terkait

sistem reservasi parkir mobil berbasis IoT ini menggunakan mikrokontroler NodeMcu sebagai pengolah data yang berhubungan dengan beberapa jenis sensor yang

Berdasarkan hasil penelitian, simpulan yang dapat diambil bahwa ‘starfungs’ mampu mempengaruhi keberadaan Escherichia coli, akan tetapi tidak dapat mempengaruhi

Dalam formulasi sediaan injeksi difenhidramin HCl dosis ganda ini digunakan pengawet benzil alkohol 1% v/v dan sediaan disterilkan dengan panas basah (autoklaf)

 Assalamu ‘alaikum Wr. Aam##n==. Wassalamu’alaikum Wr.. Ro)aman

Keluarga dengan tingkat pengetahuan keuangan yang lebih tinggi akan bijak dalam perilaku keuangannya karena memiliki pemahaman lebih terhadap masalah

Metode Pelaksanaan Pemanfaatan Limbah kotoran sapi sebagai bahan utama budidaya cacing tanah di Dusun Sebaluh Desa Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang ini

Berdasarkan memilih bentuk yang disalurkan, 69% responden memilih menyalurkan zakatnya dalam bentuk uang untuk zakat hartanya, 84% responden memilih menyalurkan

Pasal 21 bab XIV Tata Cara Dan Prosedur Penjatuhan Sanksi Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta Nomor : 076/I/2005 Tentang Peraturan Tata