• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dikatakan valid jika dapat mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat. Data yang valid dapat dilihat jika koefisiennya > R tabel atau > 0,3061 (jumlah sampel 30).

Data angket setelah diolah dengan software SPSS versi 20 didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1

Uji Validitas variabel X Validitas No X R tabel Validitas 1 0,204 0.3061 Tidak Valid 2 0,109 0.3061 Tidak Valid 3 0,495 0.3061 Valid 4 0,645 0.3061 Valid 5 0,435 0.3061 Valid 6 0,639 0.3061 Valid 7 0,112 0.3061 Tidak Valid 8 0.066 0.3061 Tidak Valid 9 0,218 0.3061 Tidak Valid 10 0,058 0.3061 Tidak Valid 11 0,179 0.3061 Tidak Valid 12 0,509 0.3061 Valid 13 0,432 0.3061 Valid 14 0,642 0.3061 Valid

(2)

15 0,603 0.3061 Valid 16 0,194 0.3061 Tidak Valid 17 0,041 0.3061 Tidak Valid 18 0,180 0.3061 Tidak Valid 19 0,112 0.3061 Tidak Valid 20 0,051 0.3061 Tidak Valid 21 0,124 0.3061 Tidak Valid 22 0,509 0.3061 Valid 23 0,432 0.3061 Valid 24 0,642 0.3061 Valid 25 0,603 0.3061 Valid 26 0,194 0.3061 Tidak Valid 27 0,683 0.3061 Valid 28 0,121 0.3061 Tidak Valid 29 0,655 0.3061 Valid 30 0,072 0.3061 Tidak Valid 31 0,389 0.3061 Valid 32 0,066 0.3061 Tidak Valid 33 0,203 0.3061 Tidak Valid 34 0,116 0.3061 Tidak Valid 35 0,530 0.3061 Valid 36 0,460 0.3061 Valid 37 0,486 0.3061 Valid 38 0,213 0.3061 Tidak Valid 39 0,448 0.3061 Valid 40 0,384 0.3061 Valid 41 0,380 0.3061 Valid 42 0,228 0.3061 Tidak Valid 43 0,419 0.3061 Valid 44 0,366 0.3061 Valid 45 0,418 0.3061 Valid 46 0,090 0.3061 Tidak Valid 47 0,124 0.3061 Tidak Valid 48 0,243 0.3061 Tidak Valid 49 0,690 0.3061 Valid 50 0,703 0.3061 Valid

Berdasarkan tabel di atas nilai koefisien korelasi product moment 26 butir pertanyaan pada kuesioner Jenis Pola Asuh (X), lebih besar dari

(3)

0,3061 (Rtabel) sehingga item pertanyaan dinyatakan valid. Untuk 24 butir pertanyaan lainnya nilai product momentnya < 0,3061 (Rtabel) sehingga item pertanyaan dinyatakan tidak valid dan tidak akan diikutkan dalam penelitian.

Sedangkan untuk variabel Y dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2

Uji Validitas variabel Y Validitas No Y Rtabel Validitas 1 0.680 0.3061 Valid 2 0.179 0.3061 Tidak Valid 3 0.658 0.3061 Valid 4 0.692 0.3061 Valid 5 0.685 0.3061 Valid 6 0.164 0.3061 Tidak Valid 7 0.050 0.3061 Tidak Valid 8 0.293 0.3061 Tidak Valid 9 0.045 0.3061 Tidak Valid 10 0.680 0.3061 Valid 11 0.044 0.3061 Tidak Valid 12 0.064 0.3061 Tidak Valid 13 0.440 0.3061 Valid 14 0.203 0.3061 Tidak Valid 15 0.126 0.3061 Tidak Valid 16 0.293 0.3061 Tidak Valid 17 0.376 0.3061 Valid 18 0.252 0.3061 Tidak Valid 19 0.534 0.3061 Valid 20 0.524 0.3061 Valid 21 0.363 0.3061 Valid 22 0.561 0.3061 Valid 23 0.298 0.3061 Tidak Valid 24 0.587 0.3061 Valid 25 0.297 0.3061 Tidak Valid 26 0.366 0.3061 Valid

(4)

27 0.086 0.3061 Tidak Valid 28 0.297 0.3061 Tidak Valid 29 0.407 0.3061 Valid 30 0.534 0.3061 Valid 31 0.370 0.3061 Valid 32 0.222 0.3061 Tidak Valid 33 0.429 0.3061 Valid 34 0.394 0.3061 Valid 35 0.452 0.3061 Valid 36 0.334 0.3061 Valid 37 0.272 0.3061 Tidak Valid 38 0.354 0.3061 Valid 39 0.488 0.3061 Valid 40 0.293 0.3061 Tidak Valid 41 0.131 0.3061 Tidak Valid 42 0.230 0.3061 Tidak Valid 43 0.403 0.3061 Valid 44 0.622 0.3061 Valid 45 0.692 0.3061 Valid 46 0.694 0.3061 Valid 47 0.186 0.3061 Tidak Valid 48 0.011 0.3061 Tidak Valid 49 0.132 0.3061 Tidak Valid 50 0.103 0.3061 Tidak Valid

Brdasarkan tabel diatas didapatkan hasil jumlah item yang valid adalah sebanyak 26 butir dan sisanya 24 butir dinyatakan tidak valid dan tidak akan diikutkan dalam penelitian.

2. Uji Reliabilitas

Setelah dinyatakan valid melalui uji validitas, langkah selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas. Dikatakan reliabilitas jika nilai alpha > r tabel (α > r tabel). Setelah dilakukan pengujian reliabilitas didapatkan hasil nilai alpha cronbach’s pada variable X dan Y lebih besar dari nilai

(5)

R table dengan df-2(18) yakni 0,3061 sehingga data penelitian dinyatakan reliabel. Nilai Reliabilitas dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 4.3 Uji Reliabilitas Variabel alpha cronbach’s R Tabel Reliabilitas X (Jenis Pola Asuh) 0,910 0,3061 Sangat Reliabel Y (Gaya hidup Hedonisme) 0,897 0,3061 Sangat Reliabel 4.2 Analisa Deskriptif 1. Gambaran Responden

Karakteristik usia responden dibagi dalam 4 (empat) kelompok umur, adapun pengelompokan usia responden tersebut dapat digambarkan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Usia

No Usia (Tahun) Jumlah

(Orang) Persentase (%) 1 15 41 45,56 2 16 30 33,33 3 17 10 11,11 4 18 9 10 Total 90 100

(6)

Gambar 4.1 Grafik responden berdasar usia

Variabel umur menggambarkan bahwa usia responden (siswa dan siswi) yang paling muda adalah 15 tahun sedangkan yang paling tua adalah 18 tahun. Usia responden terbesar adalah pada usia 15 tahun yakni sebanyak 41 siswa dan siswi atau 45,56% dimana pada usia ini termasuk kedalam golongan remaja menengah yakni masa yang sedang timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri.

Menurut Behrman (2004) masa remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun), Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 15 th 16 th 17 th 18 th 41 30 10 9 Jumlah responden

(7)

dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirnya.

Masa pubertas dalam kehidupan manusia biasanya dimulai saat berumur delapan hingga sepuluh tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Perkembangan perilaku remaja pada masa pubertas ditandai dengan perubahan-perubahan akibat pubertas yaitu perubahan pada perkembangan perilaku kognitif, sosioemosional, dan seksual (Yohana 2013). Perilaku kognitif merupakan suatu perilaku remaja yang ditandai dengan bagaimana pola berpikir dari remaja itu. Sedangkan perilaku sosioemosianal merupakan suatu perilaku yang erat kaitannya dengan emosi remaja dan bagaimana remaja berinteraksi dengan kehidupan sosialnya. Dan perilaku seksual yakni suatu perilaku yang berkaitan erat dengan bagaimana remaja tersebut berpacaran. Perilaku-perilaku tersebut tentunya berkaitan erat dengan masa pubertas. Dimana masa tersebut merupakan masa tumbuh kembang yang dialami oleh semua remaja.

Pada masa pubertas itulah perkembangan remaja perlu adanya pengontrolan diri dari orang tua, masyarakat dilingkungan dimana mereka berada. Karena pada masa itu remaja merasa semakin mampu dalam pengambilan keputusan

Terkait dengan gaya hidup hedonisme, kesalahan pengambilan keputusan pada remaja mungkin terjadi ketika dalam realitas yang menjadi masalah adalah pengaruh masyarakat sekitar terhadap remaja dan kegagalan untuk memberi mereka pilihan-pilihan yang memadai sehingga aspek-aspek hedonisme seperti Memiliki pandangan hidup instan, melihat sesuatu perolehan harta dari hasil akhir bukan proses untuk membuat hasil akhir, menjadi pengejar modernitas fisik,

(8)

bahwa orang tersebut berpandangan bahwa memilki barang-barang berteknologi tinggi adalah kebanggaan, memiliki relativitas kenikmatan di atas rata-rata yang tinggi, memenuhi banyak keinginan-keinginan spontan yang muncul, dalam penjabaran benteng penahan kesenangan yang sangat sedikit sehingga ketika orang menginginkan sesuatu harus segera dipenuhi, ketika masalah yang dianggap berat muncul anggapan bahwa dunia membencinya dan berapa uang yang dimilki akan habis dan atau tersisa sedikit dengan skala uang yang dimiliki berada di hidup orang menengah dan tidak ada musibah selama memegang uang tersebut (Cicerno dalam russel 2004), itu akan mudahnya melekat pada usia remaja jika tanpa kontrol baik dari orang tua atau pun sekolah.

Karakteristik jenis responden dikelompokan dalam dua kelompok, yakni laki-laki dan perempuan. Adapun pengelompokan jenis responden tersebut dapat digambarkan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Jenis kelamin

No Jenis kelamin Jumlah

(Orang) Persentase (%) 1 Laki-laki 35 38,89 2 Perempuan 55 61,11 Total 90 100

(9)

Gambar 4.2 Grafik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa responden lebih banyak adalah pada kaum perempuan yakni sebesar 61,11% sedangkan laki-laki sejumlah 38,89%. Kebutuhan hidup remaja perempuan dengan remaja pria sangat berbeda.

Sebuah studi yang dilakukan Mintel (dalam Chaney 2004) menemukan bahwa dalam hal pakaian, kaum perempuan umumnya lebih memiliki keinginan dan kebutuhan untuk tampil modis daripada kaum laki-laki. Sementara itu, kaum laki-laki dalam banyak hal lebih menyukai mendengarkan musik daripada kaum perempuan, Kaum perempuan, dalam banyak hal lebih banyak dan fokus pada penampilan pribadi daripada laki-laki. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa kebutuhan perempuan akan gaya hidup lebih tinggi dari laki-laki. Dari penelitian pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2015 di SMKN 7 Tangerang ternyata penulis mendapatkan rata-rata uang saku sekolah siswi perempuan yakni Rp. 22.000,- lebih besar daripada siswa laki-laki yakni Rp. 13.000,- sehingga dengan kelebihan uang saku penulis asumsikan bahwa hal ini

35

55 Laki-laki

(10)

membuat remaja putri lebih banyak peluang membelanjakan keinginannya sehingga lebih mengarah pada hedonisme yang tinggi.

Menurut Yulinda (2013), salah satu sebab remaja putri lebih besar dalam belanja kerena didorong oleh perilaku konsumtif dan hedonis, sehingga kebutuhan hidup mereka seolah-olah banyak, padahal kemampuannya terbatas. Mereka dibanjiri dengan produk-produk yang dijejalkan melalui iklan. Salah satunya adalah produk kecantikan, dengan iming-iming untuk terlihat lebih cantik, lebih bersih, dan memiliki daya pikat. Intinya, definisi cantik dan menarik itu harus sesuai dengan visualisasi seperti yang ditampilkan dalam iklan. Bahwa cantik itu harus putih, kulit sehat itu harus putih, begitulah doktrin definisi kecantikan. Secara tidak langsung para remaja dikondisikan untuk mengkonsumsi barang-barang tersebut, sehingga mereka secara tidak sadar terjebak pada budaya hedonisme.

2. Gambaran Gaya Hidup Hedonisme pada Siswa-siswi SMK Negeri 7 Tangerang

Penyebaran kuesioner pada 90 responden sebagai sampel penelitian hanya untuk pertanyaan yang sudah dinyatakan valid dalam uji validitas dan reliabilitas. Untuk variabel jenis pola asuh (X) dan gaya hidup hedonisme (Y), item yang valid adalah sama-sama terdiri dari 26 pertanyaan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan skala likert dengan skor tertinggi 5 dan skor terendah 1 untuk masing-masing item. Berikut statistik deskriptif gaya hidup hedonisme dengan bantuan SPSS versi 20.00.

(11)

Untuk mean ideal didapatkan dengan rumus : Mean ideal = Median x jumlah soal

Mean ideal = 3 x 26 Mean ideal = 78

Mean hipotetik didapatkan dengan rumus: Mean hipotetik = Jumlah nilai / jumlah siswa Mean hipotetik = 7085 / 90

Mean Hipotetik = 78,722

Hasil perhitungan mean dalam tabel seperti berikut:

Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Gaya Hidup Hedonisme

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi Gaya Hidup Hedonisme 90 38 124 78,722 19,109 Valid N (Listwise) 90

Pengkategorian dari nilai pada variabel gaya hidup hedonisme, secara manual adalah:

Nilai minimal = 26 x 1 = 26 Nilai maximal = 26 x 5 = 130

Jangakauan (j) = Max – min = 130 - 26 = 104 Jumlah kelas (k) = 5 (skala likert) Panjang interval kelas (c) = j/k

(12)

Berdasarkan kriteria tabel diatas, maka diperoleh hasil deskripsi gaya hidup hedonisme pada SMKN 7 Tangerang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7 Gambaran Umum Gaya Hidup Hedonisme Interval Skor Kriteria Gaya Hidup Hedonisme

F % 26 < x < 46,8 Sangat rendah 4 4,44 46,8 < x < 67,6 Rendah 28 31,11 67,6 < x < 88,4 Sedang 29 32,22 88,4 < x < 109,2 Tinggi 24 26,67 109,2 < x < 130 Sangat tinggi 5 5,56

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa gaya hidup hedonisme pada siswa-siswi SMKN 7 Tangerang berada dalam kategori sedang sedang 32,22%, dalam kategori rendah sebanyak 31,11%, dalam kategori tinggi sebanyak 26,67%, dalam kategori sangat rendah sebanyak 4,44% dan dalam kategori sangat tinggi sebanyak 5,56%. Mean empiris diperoleh nilai sebesar 78,722 yang apabila diletakan kedalam ukuran mean teoritis, maka berada dalam kategori sedang yaitu 67,6 ≤ X < 88,4. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya hidup hedonisme siswa-siswi SMKN 7 Tangerang berada pada kategori sedang artinya bentuk gaya hidup hedonisme siswa dan siswi masih tergolong sedang atau dapat dikatakan virus hedonisme sudah menyerang siswi SMKN 7 tangerang tetapi masih dapat dikendalikan. Dalam hal ini siswa-siswi lebih bijak dalam mengatur keuangan dan lebih selektif dalam memilih barang agar perilaku konsumtif dapat dihindarkan. Kondisi ekonomi orang tua juga cukup mempengaruhi yang dapat dilihat dari gambaran bahwa rata-rata penghasilan orang tua siswa terbanyak adalah berkisar antara Rp. 1.500.000,-

(13)

sampai dengan Rp. 5.000.000,- sehinga uang saku yang didapatkan anak dalam satu hari berkisar antara Rp. 5.000 sampai dengan Rp. 30.000,- sedangkan transportasi siswa rata-rata menggunakan sarana transportasi angkutan kota. Gambaran secara detail gaya hidup hedonisme dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini:

Gambar 4.3 Diagram Gambaran Umum Gaya Hidup Hedonisme

3. Gambaran Jenis Pola Asuh pada Siswa-siswi SMK Negeri 7 Tangerang Kuesioner pada variabel jenis pola asuh juga menggunakan Skala Likert yakni dengan 5 jawaban pilihan, Skala ini disusun berdasarkan jenis pola asuh yang terdiri dari 26 pernyataan yang mencakup tiga jenis pola asuh yaitu otoritarian, otoritatif dan permisif. Masing-masing dimensi memiliki jumlah item yang berbeda-beda. Otoritarian terdiri dari 8 item, Otoritatif terdiri dari 7 item, dan permisif terdiri dari 11 item. Karena tiap dimensi memiliki jumlah item yang berbeda, sehingga untuk pengkategoriannya dilakukan perhitungan standar baku (z-score). Setelah semua item telah terstandar baku kemudian item-item tiap dimensi itu dibandingkan

4.44% 31.11% 32.22% 26.67% 5.56% Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

(14)

skornya satu sama lain, skor (z-score) yang paling tinggi dari ketiga item tersebut lah yang termasuk dalam pengkategorian. Hasil mean dan standar deviasi masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 mean dan standar deviasi Jenis Pola Asuh

Jenis Pola Asuh N Minimum Maximum Mean Standar Deviation Otoritarian 90 8 40 24,79 5,81 Otoritatuif 90 7 35 23,22 6,99 Permisif 90 11 55 33,72 12,02 Valid N (List wise) 90

Untuk kategorisasi jenis pola asuh berdasarkan hasil penelitian dengan perhitunga z-score dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Jenis Pola Asuh

Jenis Pola Asuh

Jumlah subyek Persentase %)

Otoritarian 28 31,11

Otoritatif 32 35,56

Permisif 30 33,33

Total 90 100

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa dari 90 responden siswa dan siswi SMKN 7 Tangerang yang mendapatkan jenis pola asuh terbanyak adalah otoritatif yakni sebanyak 32 responden atau 35,56%, kemudian jenis pola asuh permisif sebanyak 30 responden atau 33,33% dan paling sedikit adalah responden dengan pola asuh otoritarian yakni 28 orang atau 31,11%. Gambaran detail kategorisasi jenis pola asuh dapat dilihat pada diagram pie berikut:

(15)

Gambar 4.4 Diagram Gambaran Kategorisasi Jenis Pola Asuh

Dari data tersebut terlihat bahwa pola asuh yang diterapkan kepada responden hampir sama banyaknya disetiap jenisnya namun yang terbanyak adalah jenis pola asuh otoritatif lalu pola asuh permisif dan yang paling sedikit adalah responden yang mendapat pola asuh otoritarian.

Merujuk seperti yang dikemukakan oleh Baumrind (dalam Santrock,2002), adalah bahwa jenis pola asuh yang terbanyak pada siswa-siswi SMKN 7 Tangerang yakni otoritatif berarti orang tua mereka banyak yang mendidik dengan pola asuh otoritatif yakni bersifat terbuka dan demoktratis sehingga berhubungan dengan perilaku anak yang mampu berkompeten secara baik di lingkungan sosial. Anak dengan pola asuh otoritatif akan menjadi mandiri dan bertanggung jawab secara sosial. Remaja dalam pola asuh otoritatif cenderung diberikan kesempatan untuk mengelola keuangannya sendiri namun dalam pantauan orang tua, sehingga seringkali remaja tersebut memberitahukan pengeluarannya kepada orang tua.

31.11 35.56 33.33 Otoritarian Otorittaif Permisif

(16)

Ketika uang saku habis sebelum waktu yang ditentukan maka si anak juga akan mendapatkan pengarahan orang tua dan orang tua dengan bijak menambahkan sesuai kepentingannya. Hal itu membuat gaya hidup hedonisme siswa lebih terkontrol namun tetap dapat membelanjakan sesuatu yang dibutuhkan, sehingga gaya hidup hedonismenya berkategori sedang. Contoh saat uang saku siswa diperkirakan tidak mencukupi sampai waktu yang ditentukan, mereka meminta pendapat orang tua sehingga dapat lebih bijak dalam menentukan prioritas barang yang harus di belanjakan.

Pola asuh permisif juga banyak dilakukan, dalam arti orang tua mereka masih banyak juga yang menerapkan pola asuh yang serba membebasakan dan cenderung apatis sehingga berhubungan dengan perilaku anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri. Anak dengan pola asuh permisif biasanya cenderung tidak memikirikan apa yang terjadi di kedepannya.

Pola asuh otoritarian juga masih didapati pada obyek penelitian dalam arti orang tua mereka masih bersifat dikatator dalam mengasuh anaknya sehingga berhubungan dengan berhubungan dengan perilaku anak yang tidak kompeten secara sosial. Anak yang dengan pola asuh otoritarian sering merasa cemas mengenai perbandingan dirinya dengan sosial. Disamping itu juga gagal untuk memulai aktivitas, tidak memiliki kemampuan komunikasi yang buruk dengan lingkungan sosialnya. Contoh hedonisme pada pola asuh ini adalah siswa-siswi tidak dapat belanja sesuai keinginannya dan orang tua menuntut untuk uang saku yang telah diberikan harus cukup sampai batas waktu yang ditentukan. Orang tua

(17)

juga sudah menentukan barang-barang yang harus dibeli dan biasanya jam-jam kegiatan siswa-siswipun sudah ditentukan oleh orang tua.

4. Hasil Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adakah hubungan antara variabel jenis pola asuh dengan gaya hidup hedonisme. Uji hipotesis yang dilakukan adalaah dengan uji Chi square. Hasil uji Chi kuadrat dengan SPSS 20 adalah:

Tabel 4.10 Uji Chi Square

Berdasarkan hasil pengujian diatas dapat dilihat bahwa nilai P adalah 0,002 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara jenis pola asuh dengan gaya hidup hedonisme pada siswa da siswi SMKN 7 Tangerang karena memenuhi asumsi bahwa jika nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis nol ditolak (0,002 < 0,05).

Untuk menguhi korelasi jenis pola asuh secara parsial dilakukan dengan uji R, dimana

Ho : r = 0, tidak ada hubungan antara jenis pola asuh dengan Gaya hidup hedonisme

HA : r ≠ 0, ada hubungan antara jenis pola asuh dengan Gaya hidup hedonisme

(18)

Kriteria Pengambilan Kesimpulan Terima H0, jika r < r table

Tolak H0, alias terima HA, jika r ≥ r table Hasil uji R dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11 Uji R

Variabel Gaya Hidup Hedonisme R tabel Interpretasi

Otoritarian 0,449 0,2050 Korelasi Positif

Otoritatif 0,616 0,2050 Korelasi Positif

Permisif 0,677 0,2050 Korelasi Positif

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel diatas terlihat bahwa jenis pola asuh permisif memberikan sumbangan pengaruh terbesar terhadap gaya hidup hedonisme yakni sebesar 0,677 atau lebih dari R tabel (0,2050) atau ada korelasi positif. Hal ini diakibatkan orang tua dengan pola asuh pemisif cenderung membiarkan anaknya membelanjakan sesuatu yang diinginkan sehingga gaya hidup hedonisme anak tidak dapat dikendalikan dan berkategori tinggi. Terkait dengan hedonisme, siswa-siswi dengan pola asuh permisif ini menyuburkan berkembangnya faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup hedonisme diantaranya adalah faktor sikap dimana prilaku dan kejiwaan siswa-siswi mengikuti kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya yang hedon Kemudian faktor konsep diri, yakni bagaimana siswa-siswi memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu obyek sehingga gaya hudp hedonisme menjadi kepribadiaannya. Ketiga faktor motif, dimana kebutuhan terhadap

(19)

menginterpretasikan informasi sesuai pola pikirnya sendiri sehingga memilih gaya hidup hedonisme.

Untuk selanjutnya pola asuh yang mempengaruhi hedonisme dengan sumbangan terkecil adalah pola asuh otoritarian dimana sikap otoriter dari orang tua membuat sifat konsumtif anak menjadi terkekang. Disiplin yang dijalankan secara tegas cenderung keras membuat anak tidak dapat memenuhi segala keinginannya terutama dalam pembelanjaan.

Untuk pola asuh otoritatif memberikan sumbangan dengan nilai sedang dalam pengaruhnya terhadap gaya hidup hedonisme. Hal ini diakibatkan orang tua yang komunikatif dan demokratis dapat membimbing anaknya untuk membelanjakan keperluannya sesuai prioritas. Anak tetap dapat membelanjakan kebutuhannya namun tidak sering atau berlebihan.

Korelasi dari jenis pola asuh dengan gaya hidup hedonisme siswa-siswi SMKN 7 Tangerang secara detail dapat dilihat dengan metode cross tabulations yang diolah dengan SPSS versi 20 yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.12 Cross Tabs Korelasi Variabel

Jenis Pola Asuh Gaya Hidup Hedonisme Total

Sangat Tinggi

Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Otoritarian Jumlah Persen 0 0% 5 17,9% 4 14,3% 16 57,1% 3 10,7% 28 100% Otoritatif Jumlah Persen 3 9,4% 5 15,6% 13 40,63% 9 28,1% 2 6,25% 32 100% Permisif Jumlah Persen 2 6,7% 14 46,7% 9 30,0% 4 13,3% 1 3,33% 30 100% Berdasarkan hasil kuesioner yang diolah dengan metode cross tabulations diatas dapat dilihat bahwa dari responden yang mendapatkan pola asuh otoritarian

(20)

57,1% diantaranya atau sebanyak 16 responden gaya hidup hedonismenya rendah, 14,3%, diantaranya gaya hidup hedonismenya sedang, 17,9% juga diantaranya gaya hidup hedonismenya tinggi, 10,7% gaya hidup hedonismenya sangat rendah dan tidak ada atau 0% yang gaya hidup hedonismenya sangat tinggi.

Untuk responden yang mendapatkan pola asuh otoritatif, 40,63% atau 13 responden diantaranya gaya hidup hedonismenya sedang, 28,1% diantaranya gaya hidup hedonismenya rendah, 15,6% diantaranya gaya hidup hedonismenya tinggi, 9,4% diantaranya gaya hidup hedonismenya sangat tinggi dan 2 orang atau 6,25% yang gaya hidup hedonismenya sangat rendah.

Untuk responden yang mendapatkan pola asuh permisif ternyata gaya hidup hedonismenya sangat tinggi dan paling tinggi diantara pola asuh lainnhya, yakni dengan 46,7% atau 14 responden bergaya hidup hedonisme tinggi, 30% diantaranya gaya hidup hedonismenya sedang, 13,3% diantaranya bergaya hidup hedonisme rendah, hanya 6,7% yang bergaya hidup hedonismenya sangat tinggi dan 3,33% yang gaya hidup hedonismenya sangat rendah.

Uraian diatas mendukung teori Baumrind (dalam Santrock 2002) yang mengatakan: pola asuh otoritaian berhubungan dengan perilaku anak yang tidak kompeten secara sosial, anak sering merasa cemas mengenai perbandingan dirinya dengan sosial, memiliki kemampuan komunikasi yang buruk dengan lingkungan sosialnya sehingga tertekan dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginannya. Pola asuh otoritatif berhubungan dengan perilaku anak yang mampu berkompeten secara baik di lingkungan sosial. Anak dengan pola asuh otoritatif akan menjadi

(21)

mandiri dan bertanggung jawab secara sosial sehingga bijak dalam mengeluarkan pembelanjaannya. Pola asuh permisif berhubungan dengan perilaku anak yang impulsif, Agresif, Tidak patuh, Manja, Kurang mandiri, Mau menang sendiri, Kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri. Anak dengan pola asuh permisif biasanya cenderung tidak memikirikan apa yang terjadi di kedepannya sehingga tak terkontrol dalam pembelanjaannya.

Dari hasil penelitian diatas terlihat bahwa pola asuh otoritarian paling banyak menyumbangkan gaya hidup non hedonisme pada siswa-siswi. Hal ini dikarenakan orang tua dengan ketat mengatur gaya hidup siswa dan siswi. Jenis pola asuh otoritatif dapat menekan gaya hidup hedonisme sehingga bernilai sedang. Pola otoritatif dengan pendekatan komunikasi yang demokratif membuat siswa-siswi dapat menimbang dalam melakukan sesuatu yang berkaitan dengan gaya hidup. Pola asuh permisif yang cenderung menganut paham pembiaran membuat siswa-siswi tak mendapatkan kendali atas kemauan mereka sehingga gaya hidup hedonismenya ada dikategori tinggi. Pada penelitian siswa SMKN 7 Tangerang ini paling banyak orang tua yang menggunakan pola asuh otoritatif sehingga didapatkan gaya hidup hedonisme yang sedang.

(22)

5. Uji Regresi

Hasil Uji regresi setelah diolah dengan SPSS versi 20 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.13

Uji regresi jenis pola asuh dan gaya hidup hedonisme

Variabel R Square

Pola Asuh Otoritarian (X1) 20,1%

Pola Asuh Otoritatif (X2) 38,0%

Pola Asuh Permisif (X3) 45,8%

Dalam regresi koefisien determinasi pengaruh pola asuh terhadap gaya hidup hedonisme dapat dilihat bahwa variabel pola asuh permisif menerangkan sebesar 45,8% terhadap variabel gaya hidup hedonisme, sedangkan pola asuh otoritatif menerangkan sebesar 38,0% terhadap variabel gaya hidup hedonisme dan variabel pola asuh otoritarian menerangkan sebesar 20,1% terhadap variabel gaya hidup hedonisme.

Dari poin-poin diatas dapat diartikan bahwa pola asuh permisif orang tua terhadap anaknya memberikan pengaruh terbesar terhadap gaya hidup hedonisme anaknya. Sedangkan pola asuh otoritarian orang tua terhadap anaknya memberikan pengaruh terkecil terhadap gaya hidup hedonisme anaknya. Pola asuh otoritatif orang tua terhadap anaknya memberikan pengaruh sedang terhadap gaya hidup hedonisme anaknya.

Gambar

Tabel 4.3  Uji Reliabilitas  Variabel   alpha  cronbach’s    R  Tabel  Reliabilitas  X  (Jenis Pola  Asuh)  0,910  0,3061  Sangat Reliabel  Y  (Gaya hidup  Hedonisme)  0,897  0,3061  Sangat Reliabel  4.2  Analisa Deskriptif  1
Gambar 4.1 Grafik responden berdasar usia
Tabel 4.5  Data Responden Berdasarkan Jenis kelamin  No  Jenis kelamin  Jumlah
Gambar 4.2 Grafik responden berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namum sejauh ini, dalam penegakan hukum di dalam masyarakat adat Aceh, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi, sehingga proses pembangunan hukum adat di Indonesia, khususnya di

Oleh karena itu dengan mengambil 3 mata kuliah di atas dan Wajib Lulus Min B diharapkan mahasiswa memiliki bekal yang cukup dan pengetahuan serta bayangan

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan

semakin banyak ication CO(II) yang teradsorpsi oleh lempung alam jika konsentrasi awal adsorbat bertambah (Gambar l.B), Keadaan ini menyatakan bahwa pada konsentrasi rendah,

emampuan menilai isi dan penataan bacaan secara kritis dilakukan melalui aktifitasaktifitas mempertimbangkan, menilai, dan menentukan keputusan. =aranya, antara lain

Masih menurut Indah (2014: 43), sifat media elektronik yang real time terkadang menjadi kendala bagi pendengar/pemirsa karena berita yang disajikan belum tentu

Ternyata UUPLH memberikan pengaturan penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan dulu (Pasal 31-33), baru yang melalui pengadilan (Pasal 34-39), kalau memang

Sebagai contoh UU yang isinya memuat penetapan (UU yang bersifat formil saja tapi materinya tidak mengikat seluruh penduduk), Keputusan Presidan, Keputusan Menteri. Ada