FASIES BATUGAMPING FORMASI KALIBENG BERDASARKAN KUMPULAN FOSIL FORAMINIFERA BESAR
Siska Febyani1 , Lili Fauzielly1 , Lia Jurnaliah
1Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Bandung 45363, Indonesia
SARI
Secara Geografis daerah Penelitian terletak diantara 1100 29’ 56,5” BT - 1100 30’ 00,9” BT dan 70 05’ 44.1” LS - 70 06 ’ 03,36” LS, pada lintasan Kali Dolog, Desa Kawengan, Kecamatan Kawengan, Kabupaten Semarang.
Objek penelitian terdiri atas 16 (enam belas) conto sayatan tipis yang berasal dari 4 (empat) conto batugamping klastik yang diperoleh dari singkapan di lapangan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan lingkungan pengendapan batugamping Formasi Kalibeng, berdasarkan kumpulan fosil foraminifera besar. Metodologi penelitian meliputi proses analisis foraminifera besar berdasarkan sayatan tipis.
Munculnya kumpulan genus Lepidocyclina, Planorbulinella, Cycloclypeus, Amphistegina, Heterostegina dan melimpahnya genus Amphistegina, Neorotalia, coralline red alga menginterpretasikan batugamping daerah penelitian diendapkan didaerah fore reef pada bagian atas lereng terumbu (Boudagher,MK., 2008).
Pendahuluan
Foraminifera adalah organisme satu sel yang sudah memiliki kemampuan untuk membangun cangkang kalsit dengan arsitektur yang rumit. Karakteristik kumpulan foraminifera sangat berguna untuk mendeterminasi paleoenvironment (lingkungan purba) (Van Gorsel, 1988; Lee, 1990 dalam Adhyar, 2008). Foraminifera memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga dapat dengan mudah terkumpul dan dideterminasi di sampel yang relatif kecil.
Foraminifera bentonik mempunyai habitat di dasar laut. Kebanyakan dari golongan bentonik ini mampu beradaptasi dengan baik pada suatu lingkungan tertentu saja, oleh karena itu fosil foraminifera bentonik sangat baik untuk penentuan lingkungan pengendapan. Berkaitan dengan pola adaptasinya, maka foraminifera bentonik dapat segera merespon perubahan lingkungan (Day et al., 1989 dalam Lumban, 2013). Secara umum, suatu spesies bentik hidup pada kedalaman tertentu. Kedalaman merupakan faktor ekologi yang mempengaruhi distribusinya (Wright, 1976 dalam Natsir, 2010).
Foraminifera besar merupakan bagian dari foraminifera bentonik. Disamping ukurannya yang berbeda (0,5 mm -10 cm), Foraminifera besar juga memiliki struktur kamar bagian dalam yang lebih rumit dan kompleks. Golongan ini merupakan penyusun
batuan yang penting dan sebagian besar merupakan unsur pembentuk batugamping/gamping terumbu. Dengan demikian untuk studi tentang batuan Karbonat klastik kasar maka foraminifera besar memegang peranan cukup penting dalam penentuan ekologi pengendapannya
(Pringgoprawiro,1994).
Kehadiran dan ketidakhadiran dari foraminifera besar dapat dikontrol oleh faktor lingkungan lokal, diantaranya : suhu; tensitas cahaya; kadar nutrisi; rezim energi dan substrat (Murray, 2006).
Lokasi dan Metodologi Penelitian Conto batuan diperoleh dari data lapangan pada lintasa Kali Dolog, Desa Kawengan dengan koordinat 1100 29’ 56,5” BT - 1100 30’ 00,9” BT dan 70 05’ 44.1” LS - 70 06 ’ 03,36” LS..
Metodologi penelitian meliputi proses analisis foraminifera besar berdasarkan sayatan tipis, yang terdiri atas 16 (enam belas) conto sayatan tipis yang berasal dari 4 (empat) conto batugamping klastik.
Gambar 1.1 Titik pengambilan conto batuan .
Hasil dan Pembahasan
Kelimpahan Foraminifera Besar dan algae dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam penentuan asosiasi fasies pengendapan, dikarenakan karaketeristik yang lingkungan tempat hidup yang khas dari 2 organisme tersebut, dimana kandungan Foraminifera Besar dan alga akan berlimpah di laut dangkal dimana didaerah ini cahaya matahari masih bisa masuk (zona photik). Kegunaan fosil foraminifera bentonik besar selain untuk penentuan umur, juga dapat digunakan untuk penentuan lingkungan dan zona kedalaman pengendapan, yakni dengan menggunakan zona keterdapatan fosil (Wagner, 1962).
Berdasarkan hasil analisis mikropaleontoligi, didapat zona puncak
kelimpahan fosil foraminifera besar genus Amphistegina, disusul oleh Neorotalia yang menginterpretasikan bahwa batugamping ini terendapkan pada bagian atas lereng terumbu dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan karakter dari Amphistegina dan Neorotalia yang hidup pada bagian lereng, dengan substrat berpasir. Pada ekosistem terumbu yang baik, kelompok dari genus Amphistegina akan melimpah dan akan mendominasi foraminifera lainnya (Hallock et al., 2003;Renema 2010 dalam Lumban 2013). Kehadiran alge jenis Coralline red algae juga dapat mengindikasikan lingkungan terumbu, dengan substrat kasar (John dalam Haq, 1978).
Tabel 1 Jumlah Kandungan foraminifera per genus dalam sayatan tipis
Munculnya kumpulan genus Lepidocyclina, Planorbulinella, Cycloclypeus, Amphistegina, Heterostegina, coralline red alga, menginterpretasikan bahwa
batugamping yang ada di daerah penelitian terendapkan pada lingkungan fore reef pada bagian atas lereng terumbu (Marcell K Boudagher, 2008)
= kumpulan fosil pada daerah penelitian
Gambar 1.2 distribusi foraminifera besar pada kala Neogen (Marcell K Boudagher, 2008)
Simpulan
Dari seluruh pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan analisis Munculnya kumpulan genus Lepidocyclina, Planorbulinella, Cycloclypeus, Amphistegina, Heterostegina dan melimpahnya genus Amphistegina, Neorotalia, coralline red alga menginterpretasikan litologi yang ada di daerah penelitian diendapkan didaerah fore reef pada bagian atas lereng terumbu (Marcell K Boudagher, 2008).
Daftarr Pustaka
Fadel, B.M, 2008.Evolution and Geological Significance of Larger Benthic Foraminifera. Department of Earth Sciences University College London. Haq, B.U. and Boersma. A.1984.
Introduction to Marine Micropaleontology. Netherland. Lumban, N. 2013. Komposisi dan
Distribusi Foraminifera Di Ekosistem Terumbu Karang Pada Kepulauan Seribu. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB.
Lunt, P. and Allan, T, 2004.A History and Application of Larger Foraminifera in Indonesian Biostratigraphy, Calibrated to Isotop Dating.
Murray, J. 2006. Ecology anf Applications of Benthic Foraminifera. Cambridge University Press.
Morley, R.J et all. Assessment of Depositional Envoroment and Stratigraphy On The Basis of Foraminiferal Paleoecology. Robetson Research. Singapore. Natsir, M. 2010. Distribusi
Foraminifera Bentik Resen Di Laut Arafura. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB.
Pringgoprawiro,H., Kapid, R., dan Barmawidjadja, D.M. 1994. MIKROFOSIL Buku 1 FORAMINIFERA, Panduan Kuliah Mikropaleontologi Umum. Laboratorium Mikropaleontologi, Jurusan Teknik Geologi FTM – ITB. Bandung : Tidak diterbitkan. Thande, R.E. 1996. PetaGeologi
Regional LembarMagelangdan
Semarang, Jawa
Tengah.PusatPenelitiandanPenge mbanganGeologi Bandung.
Wagner, CW, 1964. Manual of Large Foraminifera, Generic determination and stratigraphic value.
Wilson, J.L,1975. Carbonate Fasies in Geologic History. Springer-Verlag, Berlin.
Plate 1
Plate 1 Gmbr.1. Cycloclypeus annulatus (MartinAdam, 1986), 55 µ x 177,5 µ.
Gmbr.2. Operculina (d’Orbigny, 1826), 140 µ x 112,5 µ. Gmbr.3. Heterostegina
depresa (d’Orbigny, 1826), 125 µ x 85 µ. Gmbr.4.Cycloclypeus (Carpenter,1856),
245 µ x 52,5 µ. Gmbr.5. Neorotalia mecatepecensis (Nuttal,1926), 75 µ x 27,5 µ.
Gmbr.6. Calcarina sp (d’Orbigny,1826), 157,5 µ x 112,5 µ. Gmbr.7. coralline
alga Archaeolithothanium. Gmbr.8. Lepidocyclina/Nephrolepidina (Van Der
Verk,1928), 205 µ x 185 µ. Gmbr.9. Amphistegina (d’Orbigny, 1826), 225 µ x
110 µ. Gmbr.10. coralline alga Corallina.
Plate 2
Plate 2 Gmbr.1. Planorbulinella solida ( Belford ), 225 µ x 50 µ. Gmbr.2.
Planorbulinella batangenensis adamsi (Renema), 215 µ x 62,5 µ. Gmbr.3.
Heterostegina (Vlerkina) borneensis (van der Vlerk), 325 µ x 150 µ. Gmbr.4.
Amphistegina quoyii (d’Orbigny 1826), 87,5 µ x 125 µ. Gmbr.5. Alanlordia
banyakensis (Banner and Samuel,1955), 75 µ x 91 µ. Gmbr.6. Neorotalia
mecatepecensis (Nuttal,1926), 100 µ x 25 µ. Gmbr.7-8. Operculina (d’Orbigny,
1826), Gmbr.9,11. coralline alga Corallina .Gmbr.10. coralline alga
Plate 3
Plate 3. Gmbr.1. Amphistegina (d’Orbigny 1826),175 µ X 100 µ. Gmbr.2.
Cycloclypeus (Carpenter,1856), 125 µ x 25 µ. Gmbr.3. coralline alga Corallina.
Plate 4 Gmbr.1. Amphistegina quoyii (d’Orbigny 1826), 170 µ x 75 µ. Gmbr.2.
Planorbulinella kinabatangenensis (Renema), 200 µ x 10 µ. Gmbr.3.
Planorbulinella solida ( Belford ), 225 µ x 112,5 µ. Gmbr.4. Cycloclypeus
(Carpenter,1856), 195 µ x 57,5 µ. Gmbr.5. Planorbulinella batangenensis adamsi
(Renema), 220 µ x 45 µ. Gmbr.6. Neorotalia mecatepecensis (Nuttal,1926), 120 µ
x 30 µ. Gmr.7 . Operculina (d’Orbigny, 1826),35 µ x 25 µ. Gmbr.9. coralline alga
Archaeolithothanium
Plate 5
Plate 5 Gmbr.1. Heterostegina (d’Orbigny, 1826), 210 µ X 57,5 µ. Gmbr.2.
Amphistegina (d’ Orbigny, 1826), 150 µ x 5 µ. Gmbr.3.Cycloclypeus (Carpenter,
1856), 127,5 µ X 45 µ. Gmbr.4. coralline alga Corallina
Plate 5 Gmbr.1. Heterostegina (Vlerkina) borneensis (van der Vlerk), 150 µ x 45
µ . Gmbr.2. Cycloclypeus (Carpenter,1856), 225 µ x 50 µ . Gmbr.3. green alga
Halimeda. Gmbr.4. coralline alga Corallina. Gmbr.5. Planorbulinella solida (
Belford ), 220 µ x 50 µ. Gmbr.6. Operculina (d’Orbigny, 1826), 95 µ x 50 µ.
Gmbr.7. Neorotalia mecatepecensis (Nuttal,1926), 70 µ x 32,5 µ. Gmbr.8.
Amphistegina (d’Orbigny,1826), 130 µ x 60 µ.
Plate 6
Plate 6 Gmbr.1. coralline alga Corallina .Gmbr.2. Operculina (d’Orbigny, 1826),
157,5 µ x 120 µ. Gmbr.3. Planorbulinella larvata (Parker and Jones), 290 µ x
62,5 µ. Gmbr.4. Heteristegina (d’Orbigny, 1826), 212,5 µ x 75 µ. Gmbr.5.
Amphistegina (d’Orbigny, 1826), 245 µ x 140 µ.
Plate 7 Gmbr.1.