• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Individu Dan Lingkungan Dengan Kecenderungan Perilaku Makan Menyimpang Pada Siswi Sma Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Faktor Individu Dan Lingkungan Dengan Kecenderungan Perilaku Makan Menyimpang Pada Siswi Sma Santa Ursula Jakarta Tahun 2014"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Faktor Individu Dan Lingkungan Dengan Kecenderungan

Perilaku Makan Menyimpang Pada Siswi Sma Santa Ursula Jakarta

Tahun 2014

Nicola Putri Sasmita, Triyanti

Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Email: nicolaputri@yahoo.com

ABSTRAK

Perilaku makan menyimpang didefinisikan sebagai gangguan makan atau perilaku terkait makan yang terjadi secara persisten, dimana hal ini menghasilkan perubahan terhadap penyerapan makanan yang secara signifikan berhubungan dengan kesehatan fisik atau fungsi psikososial Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor individu dan faktor lingkungan dengan perilaku makan menyimpang.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa 52.2% remaja putri memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang dengan distribusi perilaku makan menyimpang 46.9% pada anorexia nervosa dan 5.1% pada bulimia nervosa.Variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya perilaku makan menyimpang adalah citra tubuh, status gizi, pengaruh media sosia, pengaruh media massa, pengaruh teman, dan pengaruh orang tua. Penulis menyarankan agar dilakukan konseling dan penyuluhan kepada remaja putri di Jakarta untuk meningkatkan pengetahuan mengenai pola makan yang baik dan benar sehingga kejadian perilaku makan menyimpang di kalangan remaja putri di Jakarta bisa ditekan jumlahnya.

Corelation Between Individual Factors and Environmental Factors to The Onset of Eating Disorder in Santa Ursula Senior High School 2014

ABSTRACT

Eating Disorder is defined as eating-related behaviors that occur persistently, and results in change to the absorption of food which is significantly associated with physical health or psychosocial functions. This study aims to determine the relationship of individual factors and environmental factors with eating disorder. The study was conducted using a cross-sectional study design. The results showed that 52.2% of young women have a tendency to eat with eating disorders, and the distributions are 46.9% with anorexia nervosa and 5.1% with bulimia nervosa. The variables that shown significant relationship with the occurrence of eating disorder is body image, nutrition, social media , mass media, peer pressure, and parental influence. The author suggested that counseling to young women in Jakarta is needed to improve knowledge about proper diet so that the incidence of eating disorder among adolescent girls in Jakarta can be reduced in number.

Keywords: eating disorder, adolescence, individual factors, environmental factors

Pendahuluan

Perilaku diet untuk menurunkan berat badan saat ini sedang menjadi tren di masyarakat, bahkan banyak public figure yang sudah mulai menciptakan pola diet yang bertujuan untuk menurunkan berat badan secara cepat dan praktis. Masyarakat yang melakukan diet penurunan berat badan sering kali mengalami perilaku makan menyimpang seperti anorexia nervosa, bulimia nervosa, binge eating disorder. Perilaku makan

(2)

menyimpang menimbulkan dampak, salah satunya adalah kekurangan gizi.Kekurangan gizi bisa berujung kepada peristiwa KEK (Kurang Energi Kronis) yang menimbulkan dampak yang lebih besar.Terutama pada wanita, peristiwa KEK bisa mempengaruhi kualitas anak dan cucu yang dilahirkannya (Achadi, 2012).Ibu yang memiliki ukuran lingkar lengan atas dibawah 23 cm beresiko besar melahirkan anak dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).Anak dengan BBLR beresiko besar mengalami penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, kanker, diabetes, hipertensi, dan lain-lain yang mampu menurunkan angka harapan hidup negara.Dewasa ini, terdapat 10.2% bayi yang lahir dengan BBLR. selain itu, 20.8% wanita usia subur yang mengalami KEK dimana 46.6% dari kelompok tersebut adalah wanita dengan usia 15-19 tahun (Riskesdas, 2013).

Masalah perilaku makan menyimpang saat ini sudah menjadi suatu hal yang harus diperhatikan.Angka penderita perilaku makan menyimpang di Jakarta pun cukup tinggi. Tantiana dan Syafiq (2007) menyatakan bahwa prevalensi perilaku makan menyimpang di Jakarta sebesar 37.3%, dengan prevalensi anorexia sebesar 11.6% dan prevalensi bulimia nervosa sebesar 27%. Penelitian yang dilakukan Ratnasari (2012) juga menyatakan bahwa sebanyak 63.6% responden di sebuah SMAN di Jakarta memiliki perilaku makan menyimpang dengan distribusi perilaku makan menyimpang 6.8% responden pada anoreksia nervosa, 50% responden pada bulimia nervosa, 6.4% responden pada binge-eating disorder, dan 0.4% responden pada EDNOS.Berdasarkan studi awalan yang dilakukan di SMA Santa Ursula, didapatkan hasil bahwa 55% siswi SMA Santa Ursula memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang.

Tujuan dari penelitian ini, yakni diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kecenderungan perilaku makan menyimpang pada siswa di SMA Santa Ursula Jakarta. Diketahuinya proporsi perilaku makan menyimpang pada remaja putri SMA Santa Ursula Jakarta pada tahun 2014, diketahuinya proporsi faktor individu (status gizi, citra tubuh, dan pengetahuan tentang diet) dan faktor lingkungan ((sikap individu terhadap media sosial, sikap individu terhadap media massa, dan pengaruh teman sebaya) pada remaja putri SMA Santa Ursula Jakarta pada tahun 2014, diketahuinya hubungan antara faktor individu (status gizi, citra tubuh, dan pengetahuan tentang diet) dan faktor lingkungan (pengaruh media sosial, pengaruh media massa, dan pengaruh teman sebaya) terhadap penyimpangan makan di SMA Santa Ursula Jakarta pada tahun 2014.

(3)

Tinjauan Teoritis

Faktor individu yang Mempengaruhi Kecenderungan Perilaku Makan Menyimpang

Faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku makan menyimpang sangat beragam, ada yang berasal dari diri penderita sendiri atau yang bisa disebut sebagai faktor individu, ada juga yang berasal dari lingkungan penderita atau yang bisa disebut sebagai faktor lingkungan. Dalam faktor individu sendiri, terdapat berbagai macam faktor yang menyebabkan perilaku makan menyimpang, namun peneliti hanya menggaris bawahi faktor-faktor berikut ini, yaitu :

Status Gizi

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi dan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2005). Pengukuran status gizi untuk orang dewasa dilakukan dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT), namun untuk remaha dilihat berdasarkan tinggi berat badan dibandingkan dengan usia.

Pengetahuan Diet

Pengetahuan diet yang rendah bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya perilaku makan menyimpang.pengetahuan diet yang rendah mampu menyebabkan terjadinya perilalku diet yang salah dan dapat berujung kepada perilaku makan menyimpang. Pada remaja putri yang memilki status berat badan yang lebih memiliki mean score yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya (Dwyer et.al., 1967 dalam Kurnianingsih, 2009).

Citra Tubuh

Citra tubuh didefinisikan sebagai suatu konsep yang berhubungan dengan penampilan fisik secara spesifik : ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan berat badan (Syafiq, 2007). Penderita perilaku makan menyimpang biasanya mengalami distorsi citra tubuh, beberapa komponen yang menunjukan kondisi seseorang yang mengalami distorsi citra tubuh adalah ukuran tubuh penderita, acuan tubuh kurus yang baik bagi penderita, dan tidak puasnya penderita terhadap ukuran tubuhnya (Krummmel, 1996).Penderita perilaku makan menyimpang biasanya menganggap dirinya memiliki ukuran tubuh yang jauh lebih besar dari sebenarnya (Logue, 1998).

Stress

Penelitian yang dilakukan oleh Sauro (2008) menyatakan bahwa ada hubungan sebab akibat antara stress dengan perilaku makan menyimpang. Sauro (2008) menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami stress, hormone cortisol dilepaskan dan mempengaruhi HPA (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis) yang bertugas untuk membentuk hormone grehlin dan leptin yang berpengaruh pada kebiasaan makan seseorang.Semakin tinggi cortisol yang di

(4)

lepaskan dari dalam tubuh, semakin terganggu pula sekresi hormon grehlin dan leptin sehingga berpengaruh pada perilaku makan seseorang, ada yang bisa menjadi tidak makan atau ada juga yang bisa menjadi makan secara berlebihan.Faktor-faktor yang mempengaruhi terpicunya stress pada remaja antara lain karena emosi, kejadian dalam hidup, trauma, ejekan, dan faktor lainnya yang datang dari lingkungan maupun dari dalam diri individu.

Faktor Lingkungan

Pengaruh media sosial terhadap sikap individu

Fogg (2008) menyatakan bahwa media sosial memberikan pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan masyarakat, dan oleh karena itu juga memberikan pengaruh pada perilaku makan menyimpang.Media sosial mampu memberikan pengaruh yang sangat besar kepada penggunanya, hal ini diistilahkan dalam “Mass Interpersonal Persuasion” (Fogg, 2008).Sebuah penelitian di Amerika menyatakan bahwa 31% remaja berumur 12-17 tahun mendapatkan pengetahuan mengenai perilaku diet dari media sosial, dan dari hasil tersebut 35% responden berjenis kelamin perempuan (Lenhart, 2010).

Pengaruh media massa terhadap sikap individu

Media massa dewasa ini mempengaruhi standar masyarakat atas yang disebut cantik dan bentuk tubuh yang ideal, hal ini berpengaruh pada persepsi seseorang tentang citra tubuhnya. Penelitian oleh Jett (2010), bahwa media massa memberikan efek yang luar biasa kepada remaja putri dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa remaja putri mengalami penurunan asupan yang signifikan setelah dipaparkan dengan website yang mengandung konten pro-ana dan pro-mia. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas John Hopkins (2010) juga menyatakan bahwa dari 180 website yang diteliti, 83 diantaranya mengandung konten pro-ana dan pro-mia. McCombs (2001) menyatakan juga bahwa 80% perempuan telah melakukan diet untuk mendapatkan tubuh ideal seperti yang digambarkan di media massa.

Pengaruh teman sebaya terhadap sikap individu

Penerimaan oleh teman akan memiliki peran yang penting bagi seorang individu khususnya pada waktu remaja dan dewasa muda. Khususnya, pengaruh teman sebaya lebih banyak mempengaruhi perempuan dibanding laki-laki (Polivy dan Herman, 2002). Untuk menghindari ketidaknyamanan karena ditolak oleh teman, penderita akan menerima begitu saja peraturan yang dibuat oleh teman, termasuk memiliki penampilan yang menarik. Dengan tubuh yang lebih kurus, 25% remaja percaya bahwa mereka akan lebih mudah untuk mendapatkan teman dan pasangan (Syafiq, 2007). Remaja putri belajar mengenai sikap dan

(5)

kebiasaan tertentu seperti mementingkan berat badan yang sangat rendah, diet, muntah yang dipaksakan dari lingkungan pertemanan sebayanya (Levine, et.al, 1994).

Pengaruh orang tua

Pengaruh orang tua dalam kejadian peyimpangan perilaku makan yang paling jelas adalah sebagai pengaruh untuk mendukung terjadinya perilaku makan menyimpang. Bentuk dukungannya seperti memuji tubuh kurus, cara kontrol diri dan juga disiplin penderita dalam rangka mencapai penurunan berat badan yang drastis (Polivy dan Herman, 2002). Dukungan yang negatif semacam ini dari lingkungan keluarga secara berlanjut sehingga kejadian perilaku makan menyimpang menjadi makin parah.Hawort-Hoeppner (2000) menyatakan juga kontrol dan keterlibatan orang tua dalam kehidupan seorang anak mempengaruhi kejadian perilaku makan menyimpang.

Metode Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Santa Ursula. Sedangkan siswi yang terpilih untuk menjadi sampel dari penelitian ini adalah siswi kelas X dan XII SMA Santa Ursula Jakarta. Kelas XII tidak disertakan sebagai bagian dari sampel penelitian ini dikarenakan siswi kelas XII sedang menghadapi masa ujian akhir.Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang merupakan kuesioner modifikasi dari berbagai macam sumber dan yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Stice (2000) untuk mengukur kejadian perilaku makan menyimpang, Elison et,al (2007) dan Rosen (2013) untuk mengukur pengaruh media sosial, Taylor et.al (2003) untuk mengukur pengaruh media massa, Shroff (2004) untuk mengukur pengaruh teman sebaya, Stunkard (1983) untuk mengukur adanya distorsi citra tubuh, Taylor, et.al (2003) untuk mengukur pengaruh orang tua pada kejadian perilaku makan menyimpang, dan Cohen, et.al (1983) untuk mengukur pengaruh stress. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional.Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simple random sampling. Teknik ini dipiilih karena memiliki ketepatan yang tinggi dan setiap

unit sampel memiliki peluang yang sama untuk diambil sebagai sampel (Budiarto, 2012). Variabel dependen yang diteliti adalah kecenderungan perilaku makan menyimpang, sedangkan variabel independen yang diteliti adalah pengaruh media sosial, pengaruh media massa, pengaruh teman sebaya, pengaruh orang tua, citra tubuh, pengetahuan diet, status gizi, dan stress. Data primer didapatkan dengan cara pengisian kuesioner yang diisi oleh responden. Analisis yang digunakan, yakni analisis univariat dan bivariate. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti

(6)

yaitu kecenderungan perilaku makan menyimpang, faktor individu (citra tubuh, status gizi, pengetahuan diet, dan strees), dan faktor lingkungan (pengaruh media sosial, pengaruh media massa, pengaruh teman, pengaruh orang tua). Analisis bivariate digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.Uji yang digunakan adalah uji chi-swuare karena variabel yang diteliti bersifat kategorik. Uji ini menggunakan batas kemaknaan (α = 0.05%) yang berarti apabila p-value ≤ 0.05 maka ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen dan apabila p-value > 0.05 maka tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Hasil Penelitian

Perilaku Makan Menyimpang

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Perilaku Makan Menyimpang (PMM) pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Perilaku Makan Menyimpang (PMM) n %

Memiliki Kecenderungan PMM 92 52.2

Tidak Menmiliki Kecenderungan PMM 85 47.8

Total 177 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 52.2% responden yang memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang dan 47.8% responden yang tidak memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pengetahuan Diet pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengetahuan Diet n %

Rendah ( < rata – rata : 71.9) 99 55.9 Tinggi (> rata – rata : 71.9) 78 44.1

Total 177 100

Berdasarkan tabel di atas, terdapat 55.9% responden yang memiliki pengetahuan diet yang rendah dengan keberhasilan menjawab pertanyaan dengan benar dibawah 60% dari total pertanyaan. Terdapat 44.1% responden yang memiliki pengetahuan diet yang tinggi dengan keberhasilan menjawab pertanyaan dengan benar diatas 80% dari total pertanyaan.

(7)

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Citra Tubuh pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Citra Tubuh n %

Memiliki distorsi negative 89 48.6

Memiliki distorsi postif 60 35.6

Tidak terdapat distorsi citra tubuh 28 15.8

Total 177 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 84.2% responden yang memiliki distorsi citra tubuh dan 15.8% responden yang tidak memiliki distori citra tubuh. Dari kelompok responden yang memiliki distorsi citra tubuh, terdapat 35.6% responden yang memiliki distorsi citra tubuh dengan tipe distorsi positif dan 48.6% responden yang memiliki distorsi citra tubuh dengan tipe distorsi negatif.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap Individu Terhadap Pengaruh Media Massa pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Media Massa n %

Mempengaruhi ( ≥ rata-rata : 12.43) 35 19.8 Tidak mempengaruhi (< rata-rata : 12.43) 142 80.2

Total 177 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 19.8% responden merasa dipengaruhi media massa dan 80.2% responden merasa tidak dipengaruhi media massa.

Tabel 5.Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap Individu Terhadap Pengaruh Media Sosial pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Media Sosial n %

Mempengaruhi ( ≥ rata-rata : 20.661) 91 51.4

Tidak mempengaruhi ( < rata-rata : 20.661) 86 49.6

Total 177 100

Tabel di atas menunjukan angka dimana 91% responden merasa dipengaruhi oleh media sosial, dan 86% merasas tidak terpengaruh oleh media sosial.

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pengaruh Teman pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Teman n %

(8)

Tidak mempengaruhi ( < rata-rata : 21.29) 152 85.9

Total 177 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa 14.1% responden merasa teman memberikan pengaruh terhadap perhatian mereka kepada berat badan dan bentuk tubuh dan 85.9% responden merasa teman tidak memberikan pengaruh terhadap perhatian mereka kepada berat badan.

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pengaruh Orang Tua pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Orang Tua n %

Mempengaruhi ( ≥ median : 4) 91 51.4

Tidak mempengaruhi (< median : 4) 86 48.6

Total 177 100

Berdasarkan tabel di atas, 51.4% menyatakan bahwa orang tua memberikan pengaruh terhadap perilaku makan menyimpang pada siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014 dan 48.6% tidak memberikan pengaruh terhadap perilaku makan menyimpang pada siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014.

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Status Gizi pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Status Gizi n %

Kurus (< -3 SD sampai dengan < -2SD) 17 9.6

Normal (-2SD sampai dengan 1 SD) 138 78

Gemuk (1SD sampai dengan 2SD) 22 12.4

Total 177 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa 78% responden memiliki status gizi normal berdasarkan IMT/U. Rata-rata IMT/U responden adalah 21.59 dengannilai minimum 15.74 dannilai maksimum 35.58. Median dari IMT/U responden adalah sebesar 21.23 dengan standar deviasi 3.223.

Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Stress pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

(9)

Stress Gizi n %

Tinggi ( ≥ rata-rata : 45.18) 81 45.8

Rendah (< rata-rata : 45.18) 96 54.2

Total 177 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa 54.2% responden memiliki tingkat stress yang rendah, dan 45.8% responden memiliki tingkat stress yang tinggi. Rata-rata skor responden adalah 45.18 dengannilai minimum 29 dannilai maksimum 61.Median dari skor responden adalah sebesar 45 dengan standar deviasi 4.976.

Hubungan Antara Perilaku Makan Menyimpang dengan Pengetahuan Diet

Tabel 10.Hubungan Pengetahuan Diet dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengetahuan Diet

Perilaku Makan Menyimpang

Total OR

(95% CI)

P

value

Ada Tidak Ada

n % n % n %

Rendah 56 56.6 43 43.4 99 100 1.519

(0.837-2.759) 0.221

Tinggi 36 46.2 42 53.8 78 100

Jumlah 92 52 85 48 177 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa 56.6% responden yang memiliki pengetahuan diet rendah juga memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang, sedangkan 46.2% responden yang memiliki pengetahuan diet tinggi juga memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang. Hasil analisis hubungan antara penyimpangan perilaku makan dengan pengetahuan diet diperoleh nilai p=0.221 maka dapat disimpulkan tidak ada hubunganyang bermakna anatara penyimpangan perilaku makan antara responden yang pengetahuan diet. Namun pada hasil data di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya kecenderungan responden yang memiliki pengetahuan diet rendah bisa mengalami perilaku makan menyimpang.

Hubungan antara Citra Tubuh dengan Perilaku Makan Menyimpang

Tabel 11.Hubungan Citra Tubuh dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014 Citra Tubuh Perilaku Makan Menyimpang Total OR (95% CI) P value

Ada Tidak Ada

n % n % n %

Terdapat distorsi citra tubuh 84 56.4 65 43.6 149 100 3.231 (1.338 –

7.081) 0.013 Tidak terdapat distorsi citra tubuh 8 28.6 20 71.4 28 100

(10)

Hasil analisis hubungan antara penyimpangan perilaku makan dengan pengaruh citra tubuh diperoleh bahwa perilaku makan menyimpang lebih banyak terjadi pada siswa yang memiliki distorsi citra tubuh (56.4%) dibanding dengan siswa yang tidak memiliki distorsi citra tubuh (28.6%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.013 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara penyimpangan perilaku makandengan citra tubuh.

Hubungan antara Pengaruh Media Sosial dengan Perilaku Makan Menyimpang

Tabel 12.Hubungan Pengaruh Media Sosial dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Media Sosial

Perilaku Makan

Menyimpang Total OR

(95% CI)

P

value

Ada Tidak Ada

n % n % n % Mempengaruhi 62 68.1 29 31.9 91 100 3.991 (2.135 – 7.458) 0.000 Tidak Mempengaruhi 30 34.9 56 65.1 86 100 Jumlah 92 52 85 48 177 100

Hasil analisis hubungan antara penyimpangan perilaku makan dengan pengaruh media sosial diperoleh bahwa perilaku makan menyimpang lebih banyak terjadi pada siswa yang terpengaruh oleh media sosial (68.1%) dibandingkan dengan siswa yang tidak terpengaruh media sosial (34.9%) . Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.000 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara penyimpangan perilaku makan denganpengaruh media sosial.

Hubungan antara Pengaruh Media Massa dengan Perilaku Makan Menyimpang

Tabel 13.Hubungan Pengaruh Media Massa dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Media Massa

Perilaku Makan Menyimpang

Total OR

(95% CI) P

value

Ada Tidak Ada

n % n % n % Mempengaruhi 29 82.9 6 17.1 34 100 6.061 (2.369– 15.505) 0.000 Tidak Mempengaruhi 63 44.4 79 55.6 142 100 Jumlah 92 52 85 48 177 100

(11)

Hasil analisis hubungan antara penyimpangan perilaku makan dengan pengaruh media massa diperoleh bahwa perilaku makan menyimpang lebih banyak terjadi pada siswa yang terpengaruh oleh media massa (82.9%) dibandingkan dengan siswa yang tidak terpengaruh media massa (44.4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.000 maka dapat disimpulkan ada hubunganyang bermakna antara penyimpangan perilaku makan denganpengaruh media massa.

Hubungan antara Pengaruh Teman dengan Perilaku Makan Menyimpang

Tabel 14.Hubungan Pengaruh Teman dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Teman

Perilaku Makan Menyimpang

Total OR

(95% CI)

P

value

Ada Tidak Ada

n % n % n % Mempengaruhi 21 84 4 16 25 100 5.989 (1.963– 18.278) 0.001 Tidak Mempengaruhi 71 46.7 81 53.3 152 100 Jumlah 92 52 85 48 177 100

Hasil analisis hubungan antara penyimpangan perilaku makan dengan pengaruh teman diperoleh bahwa perilaku makan menyimpang lebih banyak terjadi pada siswa yang terpengaruh oleh teman (84%) dibandingkan dengan siswa yang tidak terpengaruh teman (46.7%) . Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.001 maka dapat disimpulkan ada hubunganyang bermakna antara penyimpangan perilaku makan denganpengaruh teman.

Hubungan antara Pengaruh Orang Tua dengan Perilaku Makan Menyimpang

Tabel 15.Hubungan Pengaruh Orang Tua dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Orang Tua

Perilaku Makan Menyimpang

Total OR

(95% CI)

P

value

Ada Tidak Ada

n % n % n % Mempengaruhi 56 61.5 35 38.5 91 100 2.222 (1.218–4.056) 0.014 Tidak Mempengaruhi 36 41.9 50 58.1 86 100 Jumlah 92 52 85 48 177 100

(12)

Hasil analisis hubungan antara penyimpangan perilaku makan dengan pengaruh orang tua diperoleh bahwa perilaku makan menyimpang lebih banyak terjadi pada siswa yang terpengaruh oleh orang tua (61.5%) dibandingkan dengan siswa yang tidak terpengaruh oleh orang tua (41.9%) . Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.014 maka dapat disimpulkan ada hubunganyang bermakna antara penyimpangan perilaku makandengan pengaruh orang tua.

Hubungan antara Status Gizi dengan Perilaku Makan Menyimpang

Tabel 16.Hubungan Status Gizi dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Status Gizi

Perilaku Makan Menyimpang

Total OR

(95% CI)

P

Value

Ada Tidak Ada

n % n % n %

Tidak Normal 29 74.4 10 25.6 39 100 3.452

(1.562–7.630) 0.002

Normal 63 45.7 75 54.3 138 100

Jumlah 92 52 85 48 177 100

Hasil analisis hubungan antara penyimpangan perilaku makan dengan pengaruh status gizi diperoleh bahwa perilaku makan menyimpang lebih banyak terjadi pada siswa yang memiliki status gizi tidak normal (kurus atau gemuk) yaitu sebesar 74.7% dibandingkan dengan siswa yang memiliki status gizi normal yaitu sebesar 45.7%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.002 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara penyimpangan perilaku makan dengan status gizi.

Hubungan antara Stress dengan Perilaku Makan Menyimpang

Tabel 17.Hubungan Stress dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014

Pengaruh Stress

Perilaku Makan Menyimpang

Total OR

(95% CI)

P

Value

Ada Tidak Ada

n % n % n %

Tinggi 45 55.6 36 44.4 81 100 1.303

(0.720–2.359) 0.469

Rendah 47 49 49 51 96 100

Jumlah 92 52 85 48 177 100

Hasil analisis hubungan antara penyimpangan perilaku makan dengan pengaruh stress diperoleh bahwa perilaku makan menyimpang lebih banyak terjadi pada siswa yang terpengaruh oleh stress (55.6%) dibandingkan dengan siswa yang tidak terpengaruh status gizi

(13)

(49%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.469 maka dapat disimpulkan tidak ada hubunganyang bermakna antara penyimpangan perilaku makandengan tingkat stress.

Pembahasan

Perilaku Makan Menyimpang

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 52.2% responden yang memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang dan 47.8% responden yang tidak memiliki kecenderungan perilaku makan menyimpang. Dari kelompok responden yang memiliki perilaku makan menyimpang, terdapat 9.1% responden yang memilki kecenderungan bulimia nervosa dan 46.9% responden yang memiliki kecenderungan anorexia nervosa.

Angka kecenderungan anorexia nervosa di SMA Santa Ursula Jakarta cukup tinggi jika dibandingkan dengan penelitian lain. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2008) yang meneliti kecenderungan anorexia nervosa di SMA 70 Jakarta menunjukan hasil bahwa ada 11.8% responden yang memiliki kecenderungan anorexia nervosa. Sedangkan penellitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2012) untuk meneliti kecenderungan anorexia nervosa di SMA 6 Jakarta menunjukan hasil bahwa ada 6.8% responden yang memiliki kecenderungan anorexia nervosa.

Hubungan antara Pengetahuan Diet dengan PMM

Dari hasil penelitian yang telah diolah dan dianalisis, didapatkan sebanyak 9.6% responden yang memiliki tingkat pengetahuan diet rendah, 46.3% responden yang memiliki tingkat pengetahuan diet sedang, dan 44.1% responden yang memiliki tingkat pengetahuan diet tinggi. Rata-rata nilai responden untuk variabel pengetahuan diet ini adalah sebesar 71.9 dan berada dalam kategori sedang menurut cutoff point yang ditentukan oleh Khomsan (2000).Data di atas menunjukan bahwa pengetahuan diet di kalangan siswa SMA Santa Ursula Jakarta sudah cukup baik dengan tingginya angka responden yang memiliki tingkat pengetahuan yangs sedang dan tinggi.Dari hasil uji statistik, didapatkan p-value sebesar 0.221 (p-value > 0.05), hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan diet dengan kece nderungan perilaku makan menyimpang.

Dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan di sekolah lain di Jakarta, pengetahuan diet responden di SMA Santa Ursula lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2012) kepada siswa SMA 6 Jakarta. Terdapat 44.1% responden yang memiliki pengetahuan diet yang tinggi, sedangkan hasil penelitian Ratnasari (2012) menyatakan hanya 22.8% responden yang memiliki pengetahuan diet yang tinggi.Ratnasari (2012) juga menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan diet dengan

(14)

perilaku makan menyimpang, dimana tidak sejalan dengan hasil penelitian ini.Odds ratio penelitian Ratnasari (2012) adalah sebesar 1.992, lebih besar dibandingkan odds ratio yang ada di penelitian ini yaitu sebesar 1.519

Hubungan antara Citra Tubuh dengan PMM

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 84.2% responden yang memiliki distorsi citra tubuh dan 15.8% yang tidak memiiliki distorsi citra tubuh.Dari hasil uji statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara citra tubuh dengan terjadinya kecenderungan perilaku makan menyimpang dibuktikan dari p-value sebesar 0.013 (p-value <0.05) .Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Grogan (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara distorsi citra tubuh pada remaja putri terhadap kejadian anorexia nervosa dan bulimia nervosa di Amerika.Hasil analisis bivariat dari penelitian ini menunjukan bahwa ada 56.4% responden yang memiliki distorsi citra tubuh yang mengalami perilaku makan menyimpang, sedangkan ada 28.6% responden yang tidak memiliki distorsi citra tubuh yang juga mengalami perilaku makan menyimpang.Odds ratio untuk variabel citra tubuh adalah sebesar 3.231 (95% :1.338 – 7.081), hal ini menunjukan bahwa responden yang memiliki distorsi citra tubuh memiliki peluang 3.231 kali lebih besar mengalami penyimpangan perilaku makan dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki distorsi citra tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Thompson (2007) juga sejalan dengan penelitian ini, dimana Thompson menyatakan bahwa ada hubungan antara ketidakpuasan bentuk tubuh dengan perilaku makan menyimpang siswi SMA di Florida, Amerika. Fairburn (1999) juga mennghasilkan hasil yang sejalan dengan penelitian ini, yaitu adanya hubungan antara citra tubuh dan perilaku makan menyimpang dengan p-value sebesar 0.000 dalam penelitian yang dilakukan pada 408 siswi SMA di Oxford shire, Inggris.

Hubungan antara Pengaruh Stress dengan PMM

Dari hasil penelitian yang telah didapatkan, dapat dilihat bahwa terdapat 45.8% responden yang memiliki tingkat stress tinggi dan 54.2% responden yang memiliki tingkat stress rendah. Terdapat jumlah yang tidak terlalu berbeda dan cukup berimbang antara responden yang memiliki stress tinggi dan yang memiliki stress rendah. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa terdapat 55.6% responden yang memiliki stress tinggi juga mengalami perilaku makan menyimpang, dimana 49% responden yang memiliki stress rendah juga mengalami perilaku makan menyimpang. Penelitian oleh Fairburn (2005) dan Field (2011) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat stress individu dengan kejadian perilaku makan menyimpang yang terjadi pada remaja putri. Namun hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian ini dimana p-value yang dihasilkan sebesar 0.469 (p-value

(15)

>0.05).Odds ratio untuk variabel stress adalah sebesar 1.303 (95% CI : 0.720 – 2.359). hal ini

menunjukan bahwa responden yang memiliki stress tinggi lebih beresiko mengalami perilaku makan menyimpang sebesar 1.3 kali dari pada responden yang memiliki tingkat stress rendah.

Hubungan antara Pengaruh Status Gizi dengan PMM

Dari penelitian yang telah dilakukan , didapatkan bahwa terdapat 9.6% responden yang memliki status gizi kurus menurut IMT/U untuk remaja, 78% responden yang memiliki status gizi normal, dan 12.4% responden yang memiliki status gizi gemuk. Rata-rata Penelitian menunjukan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perilaku makan menyimpang. Hal ini ditunjukan dengan p-value sebesar 0.002 (p-value <0.05). Dari hasil penelitian, didapatkan data bahwa 74.4% responden yang memiliki status gizi yang tidak normal mengalami perilaku makan menyimpang, sedangkan ada 45.7% responden yang memiliki status gizi normal mengalami perilaku makan menyimpang. Odds ratio yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 3.452 (95% CI : 1.562 – 7.630) yang berarti responden yang memiliki status gizi tidak normal beresiko 3.5 kali lebih besar mengalami perilaku makan menyimpang dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi normal.Dibandingkan dengan hasil Riskesdas pada tahun 2013, angka responden dengan status gizi kurus masih lebih tingi daripada angka nasional, yaitu sebesar 9.6% dimana angka nasional adalah sebesar 7.5%. Namun untuk angka responden yang memiliki status gizi gemuk, angka responden dengan status gizi gemuk di SMA Santa Ursula melebihi angka nasional, yaitu sebesar 12.4% dibandingkan dengan angka nasional yang sebesar 5.7%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di SMA Santa Ursula Jakarta lebih banyak siswa yang mengalami kegemukan sehingga menjadi pemicu terjadinya kejadian perilaku makan menyimpang di SMA Santa Ursula Jakarta.

Hubungan antara Pengaruh Sikap Individu terhadap Media Sosial dengan PMM

Data dari hasil penelitian di tabel 5.9 menyatakan bahwa 51.4% responden merasa dipengaruhi sikapnya oleh media sosial dan 49.6% responden menyatakan bahwa media sosial tidak mempengaruhi mereka.Fogg (2008) menyatakan bahwa media sosial mampu mendukung terjadinya perubahan perilaku pada sekelompok populasi mau pun secara individu. Dari hasil analisis, didapatkan hubungan yang bermakna antara media sosial dengan kejadian kecenderungan perilaku makan menyimpang yang ditunjukan dengan p-value sebesar 0.000 (p-value <0.05).Analisis bivariat menunjukan bahwa terdapat 68.1% responden yang terpengaruh media sosial memiliki perilaku makan menyimpang, dimana, 34.9% responden yang tidak terpengaruh media sosial memiliki perilaku makan menyimpang. Odds

(16)

2.135-7.458) yang menunjukan bahwa responden yang terpengaruh media sosial memiliki resiko mengalami perilaku makan menyimpang 4 kali lebih besar daripada responden yang tidak terpengaruh media sosial.

Hubungan antara Pengaruh Sikap Individu terhadap Media Massa dengan PMM

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa 19.8% responden merasa terpengaruh oleh media massa dan 80.42% responden merasa tidak terpengaruh oleh media massa. Hasil penelitian juga menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara sikap individu terhadap media massa dengan perilaku makan menyimpang yang dibuktikan dengan

p-value sebesar 0.000 (p-value <0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

LaPorte (2010) dan Jett (2010) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara media massa dengan perilaku makan menyimpang.Hasil penelitian juga menunjukan bahwa 82.9% responden yang terpengaruh media massa mengalami perilaku makan menyimpang, dan 44.4% responden yang tidak terpengaruhi media massa mengalami perilaku makan menyimpang. Odds ratio yang dihasilkan adalah sebesar 6.061 (95% CI : 2.369 – 15.505), dan hal ini menunjukan bahwa responden yang terpengaruh media massa beresiko 6 kali lebih besar mengalami perilaku makan menyimpang dibandingkan dengan responden yang tidak terpengaruh media massa.Dibandingkan dengan penelitian dari Chungfarmodo (2013), angka responden yang merasa dipengaruhi oleh media massa pada penelitian ini lebih kecil yaitu sebesar 19.8%, dibandingkan dengan hasil penelitian Chungfarmodo (2013) yang sebesar 72.8%. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Chungfarmodo (2013) yaitu sama-sama menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pengaruh media massa terhadap kejadian perilaku makan menyimpang. Odds ratio pada penelitian ini lebih besar dibandingkan odds ratio pada penelitian Chugfarmodo (2013), yaitu sebesar 6.061 dibandingkan dengan 1.809 dari penelitian Chungfarmodo (2013).

Hubungan antara Pengaruh Teman dengan PMM

Hasil penelitian menyatakan bahwa 14.1% responden menyatakan bahwa teman memberikan pengaruh terhadap perilaku makan mereka, dan 85.9% responden menyatak bahwa teman tidak memberikan pengaruh terhadap perilaku makan mereka. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman dengan perilaku makan menyimang yang dibuktikan dari p-value sebesar 0.001 (p-value <0.05).Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Field (2001), Krummel (1996), dan Fairburn (2005) yang menyatakan bahwa pengaruh teman atau peer pressure memberikan pengaruh terhadap kejadian perilaku makan menyimpang.Odds ratio yang dihasilkan dari hasil analisis bivariat adalah sebesar 5.989 (95% CI : 1.963 – 18.278) dimana hal ini menunjukan bahwa resonden

(17)

yang merasa teman mempengaruhi beresiko 6 kali lebih besar dibanding responden yang merasa teman tidak mempengaruhi perilaku mereka.Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2012), angka responden yang merasa terpengaruh oleh teman jauh lebih kecil. Hasil penelitian ini hanya menunjukan 14.1% responden yang merasa terpengaruh oleh teman, sedangkan hasil penelitian Ratnasari (2012) menyatakan bahwa ada 72.8% responden yang merasa terpengaruh oleh teman. Penelitian Ratnasari (2012) menunjukan hasil yang sejalan dengan penelitian ini, dimana didapatkan hubungan yang bermakna antara pengaruh teman dengan kecenderungan perilaku makan menyimpang.

Hubungan antara Pengaruh Orang Tua dengan PMM

Hasil penelitian menyatakan bahwa 51.4% resopnden menyatakan bahwa orang tua mempengaruhi mereka dalam perilaku makan, dan 48.6% responden menyatakan bahwa orang tua tidak mempengaruhi. P-value yang dihasilkan dari hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengaruh orang tua dengan perilaku makan menyimpang.P-value yang dihasilkan adalah sebesar 0.014 (p-value <0.05).

Hasil penelitian menunjukan bahwa 61.5% responden yang merasa orang tua memberikan pengaruh mengalami perilaku makan menyimpang, dan 41.9% responden yang tidak merasa orang tua memberikan pengaruh mengalami perilaku makan menyimpang. Odds ratio yang dihasilkan adalah sebesar 2.222 (95% CI : 1.218 – 4.056) yang artinya responden yang merasa terpengaruh oleh orang tua beresiko 2 kali lebih besar mengalami penyimpangan perilaku makan dibanding dengan responden yang tidak merasa dipengaruhi orang tua.

Kesimpulan

Terdapat angka yang cukup besar pada kejadian kecenderungan perilaku makan menyimpang yang terjadi di SMA Santa Ursula Jakarta, yaitu 52.2% responden yang memiliki

kecenderungan perilaku makan menyimpang dengan distribusi 46.9% respoonden cenderung kepada anorexia nervosa dan 5.1% cenderung kepada bulimia nervosa. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan diet rendah, distorsi citra tubuh, tingkat stress tinggi, dan status gizi yang tida normal yang juga mengalami kecenderungan perilaku makan

menyimpang. Sebagian besar responden merasa terpengaruh oleh media sosial, media massa, orang tua, dan teman sehingga mengalami perilaku makan menyimpang. Terdapat hubungan yang bermakna antara variabel citra tubuh, status gizi, pengaruh media sosial, pengaruh media massa, pengaruh teman, dan pengaruh orang tua pada terjadinya kecenderungan perilaku makan menyimpang pada siswa SMA Santa Ursula Jakarta 2014 yang dibuktikan dnegan dihasilkannya p-value < 0.05.

(18)

Saran

 Adanya penelitian kepada kejadian perilaku makan menyimpang, bukan hanya penelitian kepada kecenderungannya saja.

 Diadakan penyuluhan dan penyebarluasan informasi yang bisa bekerja sama dengan peneliti mengenai pengetahuan gizi remaja yang baik agar tidak terjadi kejadian seperti perilaku makan menyimpang.

 Orang tua memperhaikan asupan makanan dan memberikan perhatian lebih kepada anak mengenai konten media yang anak lihat di media massa mau pun di media sosial.  Remaja mampu memilah konten yang ada pada media massa dan media sosial

sehingga kejadian perilaku makan menyimpang bisa dihindari.

Daftar Pustaka

Almatsier, Sunita. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

American Academy of Child and Adolescent Psychiatry.(2013). Teenagers with Eating Disorder. Washington.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders Fifth Edition (DSM – V). Washington.

Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UI

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.(2013). Laporan

Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Borzekowski, D.L.G., S. Schenk, J.L. Wilson, R. Peebles. (2010). e-Ana and e-Mia: A content analysis of pro-eating disorder web sites. American Journal of Public Health. 100: 1526-1534.

Brown, et.al. (2011). Nutrition Through The Life Cycle.California : Wadsworth.

Chungfarmodjo, F. (2013).Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecenderungan perilaku makan menyimpang pada remaja di Namarina ballet-jazz-fitnes Jakarta Selatan, tahun 2013. [Skripsi] Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.

Crow, S.J., Peterson, C.B., Swanson, S.A., Raymond, N.C., Specker, S., Eckert, E.D., Mitchell, J.E. (2009) Increased mortality in bulimia nervosa and other eating

(19)

Depkes RI. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1995/MENKES/SK/XII/2010tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

Fogg, B.J (2008). Mass Interpersonal Persuasion : An Early View of a New Phenomenon. California : Stanford University.

Hoek HW, van Hoeken D. (2003). Review of the prevalence and incidence of eating disorders. International Journal of Eating Disorder. 2003;34(4):383–96.

Jett, S., D.J. LaPorte, J. Wanchisn. (2010). Impact of exposure to pro-eating disorder

websites on eating behaviour in college women. European Eating Disorders Review Volume 18,Issue 5, pages 410–416, September/October 2010

Johnson, Leslie. (2006). Eating Disorders in Asia.www.vanderbilt.edu. (diunduh pada tanggal 1 Maret 2014, 20:15 WIB)

Khomsan A. (2000). Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Kurnianingsih, Y. (2009). Hubungan Faktor Individu dan Lingkungan terhadap Diet

Penurunan Berat Badan pada Remaja Putri di 4 SMA terpilih di Depok tahun 2009.[Skripsi]

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.

LaPorte, J. Wanchisn. 2010. Impact of exposure to pro-eating disorder websites on eating behaviour in college women. European Eating Disorders Review.

Lerner, et.al.(2004). Handbook of Adolescent Psychology.Canada : John Wiley & Sons, Inc. McComb, J. 2001. Eating Disorder in Women and Children : Prevention Stress Management,

and Treatment. Washington : CRC Press.

Morris, et.al. (2003). The Impact of The Media on Eating Disorders in Children and

Adolescents. Paediatric Child Health Vol 8 No 5 May/June 2003

Ogden, Jane. (2010). The Psychology of Eating. UK : Wiley-Blackwell.

Polivy, et.al.(2002). Causes of Eating Disorders.Annual Review of Psychology; 2002; 53, ProQuest pg. 187

(20)

Putra, Wahyu Kurniawan Yusrin. (2008). Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Kecenderungan Perilaku makan menyimpang pada Siswi SMAN 70 Jakarta Selatan Tahun 2008, [Skripsi] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

Ratnasari, D. (2012). Hubungan Faktor Individu dan Faktor Lingkungan dengan PErilaku

Makan Menyimpang pada Remaja Putri di SMAN 6 Jakarta Selatan Tahun 2012.[Skripsi]

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.

Shroff, H. (2004). An examination of peer-related risk and protective factors for body image

disturbance and disordered eating among adolescent girls.USA : University of South Florida.

Stice, et.al. (2000). Development and Validation of the Eating Disorder Diagnostic Scale: A Brief Self-Report Measure of Anorexia, Bulimia, and Binge-Eating Disorder. Psychological Assessment Copyright 2000 by the American Psychological Association, Inc.2000, Vol. 12, No. 2, 123-131

Suka, et.al. (2006). Body Image, Body Dissatisfaction and Dieting behavior in Japanese Preadolescents : The Toyama Birth Cohort Study. Environmental Health and Preventive

Medicine, 11, 24-30.

Syafiq, A, Tantiani, T. (2013). Perilaku Makan Menyimpang. Jakarta : Banana.

Taylor, et.al. (2003). Risk Factors for the Onset of Eating Disorders in Adolescent Girls: Results of the McKnight Longitudinal Risk Factor Study. American Journal of Psychiatry 2003 ; 160:248-254

The National Institute of Mental Health: “Eating Disorders: Facts About Eating Disorders and the Search for Solutions.” Pub No. 01-4901.

http://www.nimh.nih.gov/publicat/nedspdisorder.cfm. (diunduh pada tanggal 3 Maret 2014, 13:15 WIB)

Gambar

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Perilaku Makan Menyimpang (PMM) pada Siswa  SMA Santa Ursula Jakarta Tahun 2014
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Citra Tubuh pada Siswa SMA Santa Ursula Jakarta  Tahun 2014
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pengaruh Orang Tua pada Siswa SMA Santa  Ursula Jakarta Tahun 2014
Tabel 10.Hubungan Pengetahuan Diet dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Siswa SMA Santa  Ursula Jakarta Tahun 2014
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam upaya memastikan bahwa kegiatan pembangunan sektor pendidikan itu berjalan dengan baik, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti mengajak seluruh stakeholder

Fungsi satu variabel adalah unimodal jika pada selang (daerah definisi) kurvanya hanya mempunyai satu titik minimum/maksimum relatif ∗.. Gambar 2.1 Ilustrasi fungsi

Uji t dalam penelitian ini digunakan ntuk mengetahui pengaruh variabel independen (motivasi kerja dan kompensasi) secara parsial atau masing- masing terhadap

Untuk penelitian selanjutnya, sebaik- nya pasien dikategorikan khusus menjadi pasien infeksi HIV fase awal atau lanjut dengan menghitung limfosit CD4+ &lt;200/mm³ karena

Akar Masalah Keamanan Pangan pada Bakso, Makanan Ringan, dan Mi Data persentase TMS selanjutnya dianalisis dengan analisis Pareto untuk mengetahui parameter keamanan utama

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui 1) pengaruh penggunaan media pembelajaran terhadap penguasaan materi akuntansi harga pokok produk. 2) pengaruh disiplin

XYZ sebagai perusahaan jasa pengangkutan, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan berkaitan dengan tax planning seperti: memberlakukan metode gross up atau

Catatan: Untuk singkatan pada penulisan nama, gelar, atau jabatan diambil satu huruf atau lebih dari kata tersebut yang merupakan deratan huruf pada kata tersebut dan ditulis