• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAWASAN KEBANGSAAN (1) .doc 41KB Jun 13 2011 06:28:19 AM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "WAWASAN KEBANGSAAN (1) .doc 41KB Jun 13 2011 06:28:19 AM"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

WAWASAN KEBANGSAAN (1) :

Masalah Fanatisme

H. Anang Rikza Masyhadi

ن

ن ع

ع

ررينبعجج

ن

ر بن

م

م عرط

ن مج

ن

ن أع

ل

ع ُوس

ج رع

هرلنلا

َّىلنص

ع

هجلنلا

هرينلععع

م

ع لنس

ع وع

ل

ع َاقع

س

ع

ينلع

َاننننمر

ن

ن مع

َاع

ع دع

َّىلعإر

ةمينبرص

ع ع

ع

س

ع

ينلعوع

َاننمر

ن

ن مع

ل

ع تعَاقع

َّىلعع

ع

ةمينبرص

ع ع

ع

س

ع

ينلعوع

َاننمر

ن

ن مع

ت

ع َامع

َّىلعع

ع

ةمينبرص

ع ع

ع

هاور)

ُوبأ

(دواد

Dari sahabat Jubair ibn Muth’im bahwasanya Rasulullah S.a.w bersabda: Tidak termasuk dari kelompok kita, orang yang mengajak kepada fanatisme ('ashabiyyah), tidak pula orang yang berperang atas dasar fanatisme, dan tidak pula orang yang mati dalam keadaan fanatik (mendukung fanatisme; ta’ashub) (HR. Abu Dawud)

Menyambut HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-59, nampaknya salah satu hal paling penting untuk didiskusikan (baca: dirumuskan) kembali ialah masalah kebangsaan: suatu komitmen bersama yang pernah kita sepakati pada masa pra dan awal pembentukan Republik ini. Wawasan kebangsaan kini menjadi diskursus yang amat urgen, karena tantangan-tantangan yang dihadapinya. Makanya banyak kalangan kini mulai mempersoalkan mengapa sekarang ini paham kelompok atau golongan, sikap individualistik, wawasan kepartaian, keormasan, dan wawasan sempit lainnya semakin mengkristal dalam kehidupan masyarakat, mengalahkan wawasan dan semangat kebangsaan yang pernah kita proklamirkan dulu.

Wawasan sempit itu sesungguhnya merupakan suatu bentuk solidaritas loyalitas berdimensi horisontal, seperti kesetiaan kepada partai, ormas, dan lain sebagainya dengan loyalitas kepada kewenangan umum yang dijalankan oleh negara. Jika segala macam bentuk solidaritas loyalitas sempit itu sampai pada taraf konflik dan menimbulkan ketidakpuasan, maka taruhannya ialah disintegrasi bangsa atau tercabiknya keutuhan rasa kebangsaan. Sedangkan dalam dimensi vertikal, persaingan dan konflik di tingkat elite yang terus-menerus, maka akan berimbas menjadi arena politik berdampak konflik di tingkat bawah (grassroot). Dengan kata lain, persaingan yang tidak terselesaikan dapat melahirkan perubahan yang tragis yaitu chaos atau revolusi.

Memang, dalam prosesnya, oleh ulama klasik yang juga Bapak

Sosiologi Pertama, Ibnu Khaldun, dalam Muqaddimah-nya dijelaskan

(2)

fanatisme haruslah bersifat global dan universal yang mampu mengatasi bentuk-bentuk fanatisme dan loyalitas yang sempit (Lihat: Ibnu Khaldûn, Muqaddimah Ibn Khaldûn, tahqîq Darwîsy Juwaidi, Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyyah, 2002, h. 269).

Karena fanatisme orang-orang Quraisy, Nabi S.a.w pernah diusir dari Mekah, tanah kelahirannya sendiri. Meskipun dengan terpaksa beliau harus meninggalkannya, tetapi kecintaan dan loyalitasnya kepada tanah air, yaitu Mekah, seakan tiada pernah pupus. Hal itu nampak ketika dengan sedih dan berat hati beliau hendak meninggalkan Mekah, sambil menoleh ke arahnya beliau berucap,

َامنأ

هرللاو

ج

ج رجخنل

ع

ك

ع ننمر

َّى

ى نإو

م

ج لعع

ن ل

ع ع

ك

ع ننننأع

ب

ب ننحعأع

دعل

عع بر

هرننللا

ي

ن ننلعإر

هجمعرعكنأعوع

َّىلع

هللا

,

ُولو

ل

ن

ن أ

ك

ع لعهأ

َّىنرُوججرعخنأع

َام

ت

ج جنرعخع

)

عننمجم

دئاوزلا

,

3/273

,

هلَاجر

تَاقث

(

Demi Allah, aku tidak akan meninggalkanmu (Mekah), karena sesungguhnya aku tahu bahwa engkau merupakan bumi Allah yang paling aku cintai, dan yang paling mulia di sisi-Nya. Seandainya kaummu tidak mengusirku, maka aku tidak akan keluar.”(Majma’ al-Zawâid, 3/273, para perawinya dapat dipercaya)

Fanatisme kadang-kadang dapat menjerumuskan suatu bangsa kepada pertikaian dan drama saling membunuh antar sesama. Kekuasaan adalah jabatan yang bergengsi yang memiliki kenikmatan duniawiyah, lahiriah maupun kenikmatan-kenikmatan secara psikologis. Maka, kata Ibnu Khaldun (h. 143), amat jarang orang yang tengah berada dalam puncak kekuasaan mau memberikannya kepada orang lain secara cuma-cuma, kecuali melalui bentuk-bentuk dominasi dan persaingan yang kadang menimbulkan gejolak atau pertikaian. Dan itu semua didasari oleh fanatisme dan loyalitas yang sempit.

Seolah mereka lupa akan komitmen awal mendirikan sebuah bangsa dan negara, dimana mereka dulu mengintegrasikan diri ke dalamnya dan meninggalkan segala bentuk sukuisme dan fanatisme. Dengan kata lain, negeri-negeri yang bebas dari unsur-unsur berkembangnya fanatisme dan loyalitas sempit, akan mempermudah bagi terbentuknya sebuah negara kebangsaan (nation state). Sebaliknya, menurut Ibnu Khaldun bahwa yang pertama-tama menyebabkan kematian suatu negara atau bangsa, ialah perpecahan dan disintegrasi yang terjadi padanya. Khaldun mencontohkan perpecahan dan upaya disintegrasi yang terjadi pada negara-negara Arab Islam dahulu, dimana, misalnya, Bani Abbas (Dinasti Abbasiah) memisahkan diri dari kekuasaan Bani Umayyah (Dinasti Umayyah), dimana kemudian terpecah lagi menjadi dinasti-dinasti (h. 267).

(3)

pertimbangan-pertimbangan kalah-menang, untung-rugi, like or dislike dan lain sebagainya: sebuah bentuk fanatisme yang menerapkan hukum rimba. Bukan fanatisme global! Sehingga terjadilah persaingan dan pertikaian yang melelahkan serta perselisihan-perselisihan yang tidak terselesaikan! Inilah yang oleh Imam al-Qâry disinyalir sebagai bentuk fanatisme jahiliyah. Karena berbeda ormas, kita bersitegang; gara-gara partai berbeda anak-anak negeri ini berusaha saling menghancurkan; antar suku saling berperang, belum lagi tawuran antar kampung, perkelahian antar pelajar dan lain sebagainya.

Di negeri ini fanatisme diukur berdasarkan perasaan suka atau tidak suka (like or dislike) pada seseorang. Bahkan, ajaibnya, fanatisme bisa lahir, tumbuh subur dan berkembang-biak manakala ada sesuatu yang dianggap ‘menguntungkan’ diri maupun kelompoknya.

Tentu saja, Islam tidak menghendaki model fanatisme yang

demikian! Karena “’ashabiyyah” yang dimaksud dalam sabda Nabi

S.a.w di atas ialah ‘ashabiyyah atau fanatisme dalam menolong, melindungi dan menyuburkan kedzaliman, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Munâwy dalam syarahnya, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abi Dawûd. Artinya, Nabi melarang kaum muslimin untuk kompak dalam hal membantu orang-orang yang berbuat dzalim: kompak dalam hal membiarkan kesalahan dan kebatilan merajalela. Rasulullah S.a.w menegaskan,

ن

ن ع

ع

ت

ر ننبر

ةعلعثراوع

ن

ر بن

عرقعس

ن لن

ع ا

َاننهعننأع

ت

ن ععمرننس

ع

َاننهعَابعأع

ل

ج ُوننقجيع

ت

ج ننلنقج

َاننيع

ل

ع ُوس

ج رع

هرلنلا

َامع

ةجينبرص

ع ععلنا

ل

ع َاقع

ن

ن أع

ن

ع ننيعرتج

ك

ع ننمعُونقع

َّىننلعع

ع

م

ر ننلنظ

ب لا

هاور)

ُوبأ

(دواد

Dari Binti Watsilah ibn al-al-Asqa’ bahwasanya ia mendengar bapaknya berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah, “apakah

‘ashabiyyah (fanatisme) itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu menolong kaummu yang berbuat dzalim” (HR. Abu Dawud)

Dalam riwayat lain yang senada disebutkan,

ن

ن ع

ع

درَابنعع

ن

ر بن

رميثركع

ي

ى مرَاش

ن لا

ن

ن ع

ع

ةمأعرعمنا

م

ن هجننمر

ل

ج َاقعيج

َاننهعلع

ةجلعينننس

ع فج

ت

ن لعَاقع

ت

ج عنمرس

ع

يبرأع

ل

ج ُوقجيع

ت

ج لنأ

ع سع

ي

ن ننبرننلا

َّىلنننص

ع

هجننلنلا

هرننينلععع

م

ع لنننس

ع وع

ت

ج لنقجفع

َايع

ل

ع ُوس

ج رع

هرلنلا

ن

ع مرأ

ع

ةرينبرص

ع ععلنا

ن

ن أع

ب

ن ح

ر يج

ل

ج ججرنلا

هجمعُونقع

ل

ع َاقع

لع

ن

ن ك

ر لعوع

ن

ن مر

ةرينبرص

ع ععلنا

ن

ن أع

ن

ع ننيعريج

ل

ج ننججرنلا

هجمعُونننقع

َّىننلعع

ع

م

ر ننلنظ

ب لا

)

هاور

نبا

هجَام

(

(4)

Jika dilihat dari teori dan perspektif usul fiqh, maka secara

mafhûm al-mukhâlafah fanatisme atau ‘ashabiyyah yang justru dianjurkan Nabi ialah fanatisme dalam menegakkan keadilan dan melindungi orang-orang yang didzalimi serta mengangkat harkat kemanusiaan: fanatik dalam kebenaran!

Menurut teori usul fiqh pula, (1) "setiap perintah kepada sesuatu hal, maka secara tidak langsung mengandung perintah kepada hal-hal yang akan menjadi sarana dan perantara untuk mewujudkannya”, dan (2) “perintah kepada sesuatu hal berarti larangan terhadap kebalikannya”.

1

.

رجمنل

ع ا

ئ

م ينش

ع بر

ررمنأع

هرلرئرَاس

ع ُوعبر

2

.

رجمنل

ع ا

ئ

م ينش

ع بر

ي

ر هننع

ن

ن ع

ع

هردىض

ر

Maka, perintah menegakkan keadilan berarti pula perintah kepada apa saja atau hal-hal yang dianggap mampu menjadi sarana dan perantara menegakkan keadilan, sekaligus larangan terhadap apa saja yang menghalangi upaya penegakan keadilan. Dalam konteks ini, maka menolong orang yang terdzalimi dan memperjuangkan hak-haknya yang dianggap sebagai upaya menegakkan keadilan, hukumnya adalah wajib. Sebagaimana wajibnya melawan kesewenang-wenangan pemerintah dan aparat hukum yang ‘bermain-main’ dengan keadilan. Sedangkan ‘ashabiyyah yang disinyalir oleh Nabi S.a.w yaitu menolong atau melindungi orang yang berbuat dzalim, dianggap sebagai perbuatan melawan keadilan, sebab itu hukumnya adalah haram. Di sinilah letak perbedaan antara fanatisme yang dilarang dan yang justru diperintahkan oleh Nabi.

(5)

ن

ن ع

ع

يبرأع

ةعرعينرعهج

ل

ع َاقع

ل

ع َاقع

ل

ج ُوس

ج رع

هرلنلا

َّىلنص

ع

هجلنلا

هرننينلععع

م

ع لنننس

ع وع

ن

ن مع

ل

ع تعَاقع

ت

ع ح

ن تع

ةميعارع

ةمينمىعر

ُوع

ج دنيع

َّىلعإر

ةمينبرنص

ع ع

ع

ونأع

ب

ج نض

ع غنيع

ةمينبرنص

ع ععلر

هجتجلعتنقرفع

ةرينلرهرَاجع

)

هاور

نبا

هجَام

(

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata bahwasanya Rasulullah S.a.w bersabda: barangsiapa berperang secara membabi buta (râyat ‘immiyyah artinya tidak diketahui tujuan, visi dan targetnya), mengajak kepada fanatisme, atau marah karena fanatik, maka matinya seperti mati jahiliyah. (HR. Ibn Majah)

Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

dengan ke dilakukan Bagi para secara tert Bayur den Kementeri ini; Demikian ucapkan te.. an : a acara Eva a

Gambaran activity diagram terkait use case lihat dan dengarkan objek lambung dapat dilihat pada gambar 3.35. Gambar 3.35 Activity Diagram Lihat dan Dengarkan

Sedangkan kepiting betina yang telah malakukan perkawinan secara berlahan dan pelan-pelan akan beruaya ke perairan bakau, dan kembali ke laut untuk melakukan pemijahan, dan

paling dominan terhadap penghasilan kena pajak dengan kontribusi pengaruh yang diberikan sebesar 42,02%, disusul oleh perencanaan pajak yang memberikan pengaruh

[r]

Bagi peserta Pengadaan Jasa Konsultansi yang berkeberatan atas penetapan ini, dapat mengajukan sanggahan secara tertulis dan disampaikan kepada Panitia Pengadaan

Pop-up store tersebut dapat didirikan di luar ruangan (misal lapangan, taman) ataupun di dalam ruangan (misal pusat perbelanjaan). Umumnya, setiap kali produsen

Sekolah Minggu Tadeus (B) bertempatkan didalam bangunan Gereja Katolik Gembala Yang Baik. Jumlah anak secara keseluruhan berjumlah 25 orang. Dari hasil analisa diketahui