INTERAKSI SOSIAL MAHAHASISWA ANTARA ETNIS
MADURA DAN JAWA
DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Sosial (S.Sos) dalam Bidang Sosiologi
Oleh:
MOH. IMAM FADAL ARAFAH
NIM. B05210032
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU SOSIAL
ABSTRAK
Moh. Imam Fadal Arafah, 2015, Interaksi Sosial Mahasiswa Antara Etnis
Madura dan Jawa ( Di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya). Skripsi
program studi sosiologi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci: Interaksi Sosial, Etnis Madura dan Jawa
Ini merupakan penelitian lapangan guna menjawab pertanyaan sebagai berikut: Faktor-faktor terjadinya interaksi sosial antara etnis Madura dan Jawa serta bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial antara etnis Madura dan Jawa.
Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara dan telaah pustaka. Teknik analisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif analitis yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta di lapangan, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang akan di teliti. Kemudian data tersebut diolah dan di analisis dengan pola pikir deduktif.
BAB II : KAJIAN TEORI ...21
A. Kajian Pustaka ...21
B. Kerangka Teoritik ...41
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ...46
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA...49
A.Deskripsi Umum Obyek Penelitian ...49
B.Deskripsi Hasil Penelitian...54
C. Analisis Data...74
BAB IV PENUTUP ...80
A. Kesimpulan...80
B. Saran ...81
DAFTAR PUSTAKA...83 LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Surat keterangan (bukti melakukan penelitian)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep tentang masyarakat pasti sering kita dengar, seperti:
masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakata Jawa, masyarakat Madura
dan lain-lain. Meskipun secara mudah bisa di artikan bahwa masyarakat
itu berarti warga namun pada dasarnya konsep masyarakat itu sendiri
sangatlah abstrak dan sulit untuk di fahami.
Istilah masyarakat berasal dari bahasa arab yaitu musyarak ayang
berarti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa inggris
disebut society. Sehingga bisa dikatakan bahawa masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam hubungan sosial, mereka
mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas.
Masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia
yang luas sifatnya, keseluruhan yang komplek sendiri berarti bahwa
keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan
(peter l. Berger).
sedangkan menurut selo soemardjan masyarakat adalah orang-orang
yang hidup berkelompok dan menghasilkan kebudayaan.
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup
2
tersebut menyangkut hubungan timbal-balik yang saling mempengaruhi
dan juga suatu kesadaran saling tolong-menolong1. Jadi kelompok sosial
dapat di artikan sebagai kumpulan manusia yang lebih dari dua orang
untuk melakukan suatu interaksi dalam masyarakat.
Interaksi sosial merupakan kunci dari kehidupan sosial, sehingga
tanpa adanya interaksi sosial, tidak mungkin terjadi kehidupan bersama.
Dalam interaksi sosial tersebut perilaku manusia yang satu akan
mempengaruhi, mengubah atau bahkan memperbaiki perilaku manusia
yang lain secara timbal balik. Jadi dengan adanya interaksi sosial membuat
manusia dapat belajar, meniru, dan mengembangkan kemampuan diri.
Interaksi sosial tidak hanya terjadi antar individu, tetapi dapat juga
terjadi antar individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan
kelompok, interaksi antar kelompok dapat selalu ditemui dimanapun
terutama dalam masyarakat yang bercorak majemuk atau heterogen, dalam
masyarakat yang majemuk tersebut berbagai kelompok masyarakat
bertemu dengan berbagai macam latar belakang sosial ekonomi maupun
budaya. Interaksi antar kelompok ini jika di amati akan sangat menarik,
karena di dalamnya terdapat pola tingkah laku, kebiasaan, maupun nilai
dan norma yang berbeda-beda, sehingga jika di antar kelompok tersebut
kurang saling menjaga akan kemungkinan terjadi gesekan ataupun
pertentangan di antara mereka.
3
Indonesia sebagai bangsa dengan berbagai macam etnis di dalamnya,
dapat di katakan sebagai bangsa yang sangat majemuk, di antaranya ada
etnis Jawa dan Madura yang keduanya mempunyai banyak perbedaan baik
dari segi adat istiadat, perilaku, maupun budayanya. Mahasiswa yang
berasal dari etnis Jawa sebagai bagian dari etnis mayoritas di pulau jawa
dan juga merupakan salah satu kontrol sosial, mau tidak mau mereka harus
lebih terlibat secara aktif dalam mewujudkan persatuan dalam segenap
aspek kehidupan. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa mereka
memegang peranan yang penting dalam mewujudkan interaksi yang
harmonis, khususnya dengan etnis Madura.
B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor penyebab terjadinya interaksi sosial antara etnis Madura
dan Jawa?
2. Bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial antara etnis Madura dan
Jawa?
C. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui apa faktor penyebab terjadinya interaksi sosial
antara etnis Madura dan Jawa!
2. Ingin mengetahui bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial antara
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan yang bersifat
ilmiah dalam bidang sosiologi yang berkaitan dengan sikap terhadap
etnis Madura dan interaksi antar etnis, serta hubungan interaksi antar
keduanya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini di harapkan dapat bermamfaat bagi mahasiswa etnis
Jawa untuk mewujudkan kondisi interaksi dengan etnis Madura yang
positif di lingkungan kampus pada khususnya dan di lingkungan
masyarakat pada umumnya.
E. Definisi Konseptual
1. Interaksi Sosial
Hubungan antar manusia atau relasi sosial sangat menentukan
struktur masyarakat, hubungan ini di dasarkan dalam praktik
komunikasi, sehingga komunikasi merupakan dasar eksistensi
masyarakat. Hubungan antar manusia, hubungan satu dengan yang
lain, baik dalam bentuk perorangan maupun dengan kelompok atau
antar kelompok manusia sendiri menjadi sumber dinamika perubahan
dan perkembangan masyarakat2.
5
Sedangkan menurut soerjono soekanto interaksi sosial
merupakandasar proses sosial yang terjadi karena
adanyahubungan-hubungan antar individu, antar kelompok, atau antar individu dan
kelompok3.
2. Etnis Madura
Masyarakat madura dikenal juga memiliki budaya yang khas, unik,
stereotipikal, dan stigmatik. Istilah khas disini menunjukkan bahwa
entitas etnik madura memiliki kehususan kultural yang tidak serupa
dengan etnografi komunitas etnis lain. Kehususan kulturan ini antara
lain tampak pada ketaatan, ketundukan, dan kepasrahan mereka kepada
empat figur utama dalam kehidupan yaitu buppa, bhabu, guruh, ratoh
(bapak, ibu, guru, dan pemimpin pemerintahan)
3. Etnis Jawa
Masyarakat Jawa sebagai suatu etnik di Indonesia, menurut
Koentjaraningrat, dikatakan bahwa hakekat hidup orang Jawa pada
dasarnya menganggap hidup sebagai rangkaian peristiwa yag penuh
dengan kesengsaraan, dimana harus dijalakan dengan tabah dan
pasrah.
Mereka biasanya menerima keadaannya sebagai nasib. Selanjutnya
tingkah laku dan adat sopan santun orang Jawa terhadap sesamanya
sangat berorientasi kolateral. Bahwa mereka hidup tidak sendiri di
6
dunia, maka mereka hidup saling tolong-menolong, saling memberikan
bantuannya. Mereka juga mengembangkan sikap tenggang rasa
(teposeliro), dan berlaku conform dengan sesamanya, selain itu mereka
juga mengintensifkan solidaritas antara para anggota suatu kelompok
kerabat4.
Etnis Jawa memiliki ciri halus, ramah tamah, sopan santun,
sederhana, dan menghormati adat kebiasaan. Orang Jawa sangat
terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka
juga terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus
terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin
menjaga harmoni atau keserasian dan menghindari konflik, karena
itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila
terjadi perbedaan pendapat. Sistem kekeluargaan pada masyarakat
Jawa didasarkan pada prinsip keturunan bilateral, sistem istilah
kekerabatan didasarkan pada sistem klasifikasi menurut angkatan yang
menyetarakan antara tingkatan keluarga ayah dan ibu sebagai orang tua
dari generasi di bawahnya.
Di samping itu dalam hubungan sosial dilandasi oleh nilai-nilai
budaya Jawa dan nilai-nilai itu didasari prinsip: “seseorang harus bisa
menempatkan diri sesuai dengan kondisinya”, yang mempunyai makna
sangat dalam. Konsepbudaya yang bernilai tinggi adalah apabila
7
manusia itu suka bekerjasama dengan sesamanya berdasakan rasa
solidaritas yang besar. Biasanya disebut dengan nilai gotong royong
F. Penelitian terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah
penulis baca diantaranya:
1. Lucia Rini Sugiarti yang berjudul “interaksi antar etnis yang di
tinjau dari sikap mahasiswa etnis Jawa terhadap etnis Cina”
fakultas psikologi di universitas katolik soegijapranata.
Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dimana
peneliti membahas masalah cara menyikapi hubungan antar kedua
etnis tersebut, dan hasil temuan yang di hasilkan oleh peneliti
tersebut positif dalam artian dari kedua etnis tersebut sama-sama
bersikap baik tidak ada perbedaan di antara kedua etnis.
2. Fahroni dari Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga yang berjudul “Interaksi Sosial Mahasiswa Asing”
Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan teori interaksionisme simbolik dengan
tujuan peneliti ingin mengetahui pola interaksi sosial yang di
lakukan mahasiswa dengan masyarakat setempat.
Dalam penilitan ini peneliti menjelaskan masalah toleransi sosial
8
masyarakat sekitar menyangkut toleransi perbedaan agama yang di
anut oleh para mahasiswa patani.
Dan hasil dari penelitian tersebut di jelaskan bahwasanya
toleransi yang di miliki mahasiswa patani sangat tinggi walaupun
bercorak majemuk, ini menunjukan bahwa ada peluang terjadinya
pembauran sosial antara mahasiswa patani dengan masyarakat
setempat.
3. Roudlotul Jannah Sofiyana yang berjudul “pola interaksi
masyarakat dengan waria di pondok pesantren khusus Al-Fatah
Sleman Yogyakarta” dalam skripinya di Universitas Negeri
Semarang.
Dalam penelitian ini peneliti mendieskripsikan pola interaksi
sosial dengan masyarakat di pondok pesantren Al-Fatah.
Metode penelitan yang yang digunakan oleh peneliti adalah
deskripsi kualitatif. Metode deskripsi dapat di artikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang di selidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau sebagaimana
adanya (hadari nawawi, 2005: 63)
Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menjelaskan bahwa pola
interaksi sosial yang terjadi antara waria dengan masysrakat yaitu
melalui beberapa bentuk-bentuk yang di golongkan menjadi dua
9
tidak ada kerja sama, akomodasi, asimilasi. Sedangkan proses
disasosiatif ada persaingan, kontrafersi, dan pertentangan.Dalam
pelaksanaanya di lapangan pola interaksi sosial yang terjadi antara
masyarakat dengan waria sangat baik dan masyarakat sekitar
ponpes sangat mendukung di dirikannya ponpen waria di desanya.
Dari ketiga hasil penelitian yang di kutip dapat di bedakan dengan
penelitian yang saat ini akan di laksanakan, penelitian yang saat ini di
angkat yaitu ingin mengetahui faktor penyebab terjadinya interaksi
mahasiswa antara dua etnis yang berbeda yaitu etnis Madura dan Jawa.
Serta bagaimana bentuk interaksi yang di bangun dari kedua etnis yang akan
di teliti.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, jenis penelitian yang
di gunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, yaitu
suatu jenis penelitian yang bersifat melukiskan realitas sosial yang
kompleks yang ada di masyarakat5.Metode penelitian kualitatif
sebagaimana yang diungkapkan Bogdan dan Taylor6 sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
5
Bagoesida, Filsafat Penelitiandan MetodePenelitian Sosial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 38.
6
10
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini di kampus Universitas Negeri Sunan
Ampel Surabaya. karena di tempat tersebut banyak mahasiswa yang
berasal dari etnis Madura dan juga dari Jawa itu sendiri yang
bertempat tinggal di sekitar kampus UIN Sunan Ampel surabaya atau
di daerah Jemur wonosari surabaya.
3. Pemilihan subyek penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi,
tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi social
yang terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat (palace), pelaku (actor), dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi social
tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ibgin
dipahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya7
.
Menurut Nasution dalam penelitian kualitatif yang dijadikan
sampel hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi. Sampel
dapat berupa hal peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi. Sering
sampel dipilih secara “purposive” bertalian dengan purpose atau tujuan
tertentu. Sering pula responden diminta untuk menunjuk orang lain
yang dapat memberikan informasi kemudian responden ini diminta
pula menunjuk orang lain dan seterusnya. Cara ini lazim disebut
“snowball sampling” yang dilakukan secara serial atau berurutan.
7
11
Berdasarkan paparan di atas, subjek penelitian ini adalah sumber
yang dapat memberikan informasi dipilih secara purposivebertalian
dengan purpuse atau tujuan tertentu. Subjek yang diteliti akan
ditentukan langsung oleh peneliti berkaitan dengan masalah dan tujuan
peneliti.
4. Tahap-tahap penelitian
Tiga tahap utama penelitian yaitu: tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, dan tahap penulisan laporan.
a. Tahap perencanaan:
1. Pemilihan masalah
2. Latar belakang masalah
3. Perumusan masalah
4. Tujuan dan mamfaat penelitian
5. Telaah pustaka
6. Kerangka teoritis atau konseptual
b. Tahap pelaksanaan:
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan data: menyunting, dan mentabulasi data
3. Analisis data
12
5. Kesimpulan
c. Tahap penulisan laporan:
1. Kalangan pembaca
2. Kerangka isi laporan
3. Format dan tata cara penulisan ilmiah
5. Teknik pengumpulan data
Dalam hal ini data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data
adalah sebagai berikut:
a. Pengamatan (observasi)
Pengamatan adalah alat pengumpul data yang di lakukan
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik
gejala-gejala yang di selidiki.8 Pengamatan atau observasi merupakan
suatu unsur penting dalam penelitian kualitatif, observasi dalam
konsep yang sederhana adalah sebuah proses atau kegiatan awal
yang dilakukan oleh peneliti untuk bisa mengetahui kondisi realitas
lapangan penelitian. Menurut Black dan Champion9 observasi
adalah mengamati dan mendengar perilaku seseorang selama
beberapa waktu, tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian
8
Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Bumi Aksara. 1997), 70.
9
13
serta mencatat penemuan yang memungkinkan atau memenuhi
syarat untuk digunakan ke dalam tindakan analisis.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan pengamatan
kepada beberapa mahasiswa yang berasal dari etnis Madura dan
Jawa yang ada di kelurahan jemur wonosari sebagai obyek
penelitian yang akan menyumbangkan data dalam penelitian saat
ini.
b. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan bagian penting dalam penelitian
kualitatif sehingga peneliti dapat memperoleh data dari berbagai
informan secara langsung. Penelitian kualitatif sangat
memungkinkan untuk penyatuan teknik observasi dengan
wawancara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nasution10
bahwa dalam sebuah penelitian kualitatif observasi saja, belum
memadai itu sebabnya observasi harus dilengkapi dengan
wawancara.
Dalam penelitian ini peneliti tidak hanya melakukan
pengamatan akan tetapi juga melakukan wawancara kepada setiap
informan yang terpilih. karena wawancara bisa membantu
memperoleh data secara langsung dari informan secara jelas.
Peneliti akan mewawancarai mahasiswa etnis Madura dan Jawa
yang bermukim di kelurahan Jemursari.
10
14
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, nuku-buku, surat kabar, majalah,
prasasti, agenda, dan sebagainya.11 Dokumentasi dalam penelitian
ini, merupakan hal yang sangat penting sebagai pelengkap metode
observasi dan wawancara catatan lapangan. Selain untuk
mendapatkan data tentang pola interksi antar etnis.
6. Teknik analisis data
Definisi analisis data, dikemukakan oleh para ahli metodologi
penelitian. Berikut ini adalah definisi analisis data yang dikemukakan
oleh para ahli metodologi penelitian tersebut, yang terdiri dari :
Menurut Lexy J. Moleong (2002), analisis data adalah proses
mengorganisasikan dari mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan
satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, analisis data
adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi,
penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai
sosial, akademik dan ilmiah.
11
15
Teknik analisis data dalam penelitian ini, dilakukan setelah
data-data diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi.
Kemudian data-data tersebut, di analisis secara saling berhubungan
untuk mendapatkan dugaan sementara, yang dipakai dasar untuk
mengumpulkan data berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan
secara terus menerus secara triangulasi.
7. Teknik pemeriksaan keabsahan data
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, seperti
yang dirumuskan ada tiga macam yaitu, antara lain :
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu
singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti
pada latar penelitian. Dalam konteks ini, dalam upaya menggali
data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian,
peneliti selalu ikut serta dengan informan utama dalam upaya
menggali informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian.
Misalnya peneliti selalu bersama informan utama dalam melihat
lokasi penelitian.
16
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud menemukan
ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan atau isu yang
sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci.
Dalam konteks ini, sebelum mengambil pembahasan penelitian,
peneliti telah melakukan pengamatan terlebih dahulu secara tekun
dalam upaya menggali data atau informasi untuk di jadikan obyek
penelitian yang pada akhirnya peneliti menemukan permasalahan
yang menarik untuk dibedah, yaitu masalah interaksi mahasiswa
etnis Madura khususnya yang tinggal di sekitar kampus UIN sunan
ampel surabaya.
c. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin
(1978), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,
penyedik dan teori.
Validitas dan objektivitas merupakan persoalan fundamental
dalam kegiatan ilmiah. Agar data yang diperoleh peneliti memiliki
validitas dan objektivitas yang tinggi, diperlukan beberapa
persyaratan yang diperlukan. Berikut ini akan peneliti kemukakan
17
objektivitas suatu penelitian, terutama dalam penelitian kualitatif.
Robert K. Yin (1996), mensyaratkan adanya validitas design
penelitian. Untuk itu, Paton (1984), menyarankan diterapkan teknik
triangulasi sebagai validitas design penelitian. Adapun teknik
triangulasi yang peneliti pakai dalam penelitian ini adalah
triangulasi data atau triangulasi sumber. Sebagaimana
dikemukakan Yin, triangulasi data dimaksudkan agar dalam
pengumpulan data, peneliti menggunakan multi sumber data.
Dalam konteks ini, upaya yang dilakukan oleh peneliti dalam
pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam
pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam
penggaliannya, baik itu sumber data primer yang berupa hasil
wawancara maupun sumber data sekunder yang berupa buku,
majalah dan dokumen lainnya. Sedangkan metode atau cara yang
digunakan dalam analisis data adalah metode analisis kualitatif.
Artinya analisis kualitatif dilakukan dengan memanfaatkan data
(kualitatif) dari hasil observasi dan wawancara mendalam, dengan
tujuan memberikan eksplanasi dan pemahaman yang lebih luas atas
hasil data yang dikumpulkan. Dan kemudian peneliti melakukan
langkah membandingkan atau mengkorelasikan hasil penelitian
dengan teori yang telah ada. Hal itu dilakukan untuk mencari
perbandingan atau hubungan antara hasil penelitian dengan teori
18
H. Sistematika Pembahasan
Dalam membahasa suatu penelitian diperlukan sistematika
pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah
-langkah pembahasan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, pada bab ini terdiri atas tujuh sub bab antar
lain latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud
dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Kajian teori, pada bab ini terdiri dari tiga sub bab, sub bab
pertama yaitu kajian pustaka dan sub bab kedua yakni
kerangka teoritik serta yang ketiga sub bab hasil penelitian
yang relevan.
BAB III : Penyajian dan analisis data pada bab ini terdiri dari tiga sub
bab yaitu pertama deskripsi umum obyek penelitian dan
sub bab kedua deskripsi hasil penelitian, yang ketiga
analisis data.
.
BAB IV : Penutup, yang terdiri dari dua sub bab yakni yang pertama
kesimpulan dan yang kedua saran. .
19
Penelitian ini di perkirakan berjalan selama lima bulan di mulai dari
bulan Maret s/d Agustus 2014. Pengajuan proposal penelitian merupakan
tahapan kedua setelah sebelumnya ada tahapan pengajuan judul terlebih
dahulu. Seminar proposal merupakan tahapan ketiga sebelum peneliti
turun lapangan untuk proses pengumpulan data, dan tahapan terakhir ujian
pertanggungjawaban hasil penelitian. Untuk lebih jelasnya berikut adalah
tabel jadwal rencana penelitian ini.
Tabel. 1
Jadwal Penelitian
No Uraian Kegiatan
Maret April Mei Agustus Februari
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1 PengajuanJudul .
2 Penyusunan Proposal .
3 Seminar Proposal .
4 TurunLapangan . . . . . . . . .
5 Pengumpulan Data . . . . . . . . . .
6 Analisis Data . . . . . . . . .
20
24
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Kajian Pustaka A.Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, dituntut untuk melakukan
hubungan sosial antara sesamanya dalam hidupnya, disamping tuntutan
untuk berhubungan antara inidvidu dengan individu, serta hidup
berkelompok .
Hubungan antar manusia atau relasi sosial sangat menetukan struktur
masyarakat. Hubungan ini didasarkan dalam praktik komunikasi, sehingga
komunikasi merupakan dasar eksistensi masyarakat. Hubungan antar
manusia, hubungan satu dengan yang lainnya, baik dalam bentuk
perorangan maupun dengan bentuk kelompok atau anta kelompok manusia
itu sendiri menjadi sumber dinamika perubahan dan perkembangan
masyarakat.
Hubungan sosial merupakan salah satu hubungan yang harus di
laksanakan, dan mengandung pengertian bahwa dalam hubungan itu setiap
individu menyadari tentang kehadirannya disamping kehadiran individu
25
Hal ini di sebabkan bahwa dengan kata sosial berarti hubungan yang
berdasarkan adanya kesadaran yang satu dengan yang lain, ketika mereka
saling berbuat, saling mengakui dan saling mengenal.
Dari pengertian di atas, maka interaksi sosial ialah pengaruh
hubungan timbal balik antara individu satu dangan individu lainnya di
berbagai bidang kehidupan bersama, misalnya segi kehidupan ekonomi ,
politik, dan hukum.
Sementara itu, H. Bonner memberi rumusan yakni:
Interaksi sosial ialah suatu hubungan antara dua atau lebih individu
manusia ketika kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.1
Dengan demkian, dari beberapa definisi diatas peneliti
menyimpulkan bahwa interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu
dengan individu ynag lain, yang mana individu satu dapat memengaruhi
individu yang lain atau sebaliknya, yang mana terjadi adanya hubungan
yang saling timbal balik, dan hubungan tersebut dapat berlangsung antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok
dengan kelompok.
26
2. Ciri-Ciri dan Syarat Terjadinya Interraksi Sosial
1. Ciri Interaksi Sosial
Dengan di ketahui pengertian dari interaksi sosial diatas, kita bisa
mengetahui ciri ciri penting yang bisa menimbulkan terjadinya proses
interaksi sosial, yang mana proses interaksi sosial tersebut harus
mempunyai hubungan antara individu dengan individu, maupun antara
individu dengan kelompok.
Pelaku dalam interaksi juga harus lebih dari dua, dan memiliki
tujuan tertentu, seperti memengaruhi individu lain, dan interaksi ini juga
ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok, karena individu
dalam hidupnya tidak bisa terpisah dari kelompok. Disamping itu, tiap-tiap
individu memiliki fungsi di dalam kelompoknya.
Charles P. Lommis mengungkapkan ciri dari interaksi sosial, yakni:
a. Jumlah pelaku lebih dari seorang, bisa dua atau lebih
b. Adanya komunikasi antara para pelaku dengan menggunakan
simbol-simbol
c. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau,
kini dan akan datang, yang menentukan sifat dari aksi yang
27
d. Adanya tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidak
sama dengan yang diperkirakan oleh para pengamat.2
2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Hubungan interaksi sosisal merupakan hubungan interaksi sosial
yang dinamis, menyangkut antara individu, antara kelompok maupun ant
komunikasi tersebut, sikapn adanyara individu dangan kelomok.
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak
memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Adanya kontak sosial (Sosial Contact)
Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (artinya
bersama-sama) dan tango (artinya menyentuh).
Dengan demikian, kontak sosial merupakan tahap pertama
terjadinya interaksi sosial. Dapat di katakan bahwa untuk
terjadinya suatu kontak sosial, tidak perlu harus secara badaniyah
seperti arti harfiah kata kontak yang berarti “”bersama-sama
menyentuh”. Manusia sebagai individu dapat mengadakan kontak
tanpa menyentuh tetapi sebagai makhluk, ia dapat melakukannya
dengan jalan berkkomunikasi yaitu: komunikasi sosial (face to face
communication) dan interpersonal communication melalui media.3
2
28
2. Adanya komunikasi.
Yaitu orang memberi arti pada prilaku orang lain
perasaan-perasaan apa yang ingin di sampaikan orang tersebut.
Adanya komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada
perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa yang inngin di
sampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian
memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin di sampaikan oleh
orang tersebut.
Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berbentuk
pembicaraan, gerak gerik badan atau sikap), perasaan apa yang
ingin di sampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan
kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin di
sampaikan oarang lain tersebut.
Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan
perasaaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat di
ketahui oleh kelompok lain. Hal itu kemudian merupakan bahan
29
3. Faktor Terjadinya Interaksi Sosial
Faktor-faktor yang menyebabkan berlangsungnya interaksi sosil
antara lain:
a. Faktor Imitasi
Imitasi adalah tindakan sosial meniru sikap, tindakan,
tingkah laku atau penampilan fisik seseorang yang
berlebihan. Salah satu positifnya adalah bahwa imitasi dapat
mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan
nilai yang berlaku.4
b. Faktor Sugesti
Sugesti adalah pengaruh psikis baik yang datang dari
dirinya sendiri maupun dari orang lain yang pada umumnya
diterima tanpa adanya daya kritik.5 Faktor sugesti
berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan
atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian
diterima oleh pihak lain.
c. Faktor Identifikasi
Identifikasi adalah kecenderungan dalam diri
seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi
sebenarnya merupakan kecenderunngan-kecenderungan atau
keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi
sama dengan pihak lain.
4
30
d. Faktor Simpati
Simpati adalah suatu proses dimana merasa tertarik
dengan orang lain.6
4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama
(cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk
pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan
mendapatkan sesuatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya
akan dapat di terima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi.
Keempat bentuk pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan
suatu komunitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan
kerjasama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi
pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Soerjono soekanto mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi,
menurut mereka, ada dua macam proses sosial atau bentuk-bentuk
interaksi sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial yakni
assosistif dan dissosiatif.7
Secara ringkas menjelaskan interaksi sosial yang merupakan
terjadinya tahapan-tahapan proses interaksi ini menjadi pokok bahasan di
antaranya:
6
Idianto M., Sosiologi , (Jakarta: Erlangga, 2004), 60-62.
31
a. Kerjasama (Cooperation)
Kerjasama disini dapat di definisikan sebagai bentuk
utama dari proses interaksi sosial, karena pada dasarnya
individu atau kelompok melaksanakan interaksi sosial untuk
memenuhi kebutuhan bersaman. Kerja sama akan
berkembang apabila menghadapi situasi tertentu, seperti
tantangan alam yang ganas, pekerjaan yang membutuhkan
tenaga massal, musuh dari luar, upacara keagamaan sakral.
Fungsi kerjasama di gambarkan oleh charles H. Cooley
yakni “kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa
mereka mempuyai kepentingan-kepentingan yang sama dan
pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan
dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama
yang berguna.”8
b. Akomodasi (Akomodation)
Menurut gillin dan gillin akomodasi adalah suatu
pengertian yang di gunakan oleh para sosiolog untuk
menggambarkan suatu proses dalam hubunngan-hubungan
sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi.9
8
32
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti. Yang
pertama untuk menunjuk pada suatu keadaan dan kedua
menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk
pada suatu keadaan berarti adanya suatu keseimbangan dala
interaksi antara individu dan kelompok sehubungan dengan
norma dan nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Sebagai suatau proses, akomodasi menunjuk pada
usaha-usaha untuk meredakan pertentangan agar mencapai
kesetabilan.
c. Asimilasi
Asimilasi merupakan proses sosial pada tahap lanjut,
artinya asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerjasama dan
akomodasi. Suatu asimilasi di tandai oleh usaha-usaha
mengurangi perbedaan-perbedaan anta individu atau
kelompok. Dan juga meliputi usaha-usaha mempertinggi
kesatuan, sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Asimilasi memiliki syarat sebagai berikut:
1. interaksi sosial tersebut bersifat satu pendekatan pihak
yang lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama.
2. Interaksi sosial tersebut tidak mengalami
halangan-halangan atau hambatan.
33
4. Interaksi sosial tinggi dan tetap serta ada keseimbangan
antara pola-pola asimilasi tersebut.10
B. Etnis Jawa
Suatu kelompok manusia yang mempunyai kebudayan, nilai, adat
istiadat, ataupun cara hidup tertentu. Adapun etnis jawa meliputi seluruh
bagian tengah dan timur pualau jawa.11 Dalam pergaulan dan sosialisasi
hidup sehari-hari, kelompok etnis ini menggunakan bahasa jawa. Bahasa
jawa sendiri pada perinsipnya di golongkan kedalam dua tingkatan yaitu
bahasa jawa ngoko dan bahasa jawa kromo. Bahasa jawa ngoko di
gunakan oleh mereka yang sudah mengenal secara akrab, orang yang lebih
tua lebih muda usianya, atau di tujuka kepada orangbyang lebih rendah
status sosialnya. Sedangkan bahasa jawa kromo di gunakan untuk orang
yang belum di kenal secara akrab, orang yang setingkat apapun yang lebih
tinggi dalam hal usia maupun status sosialnya.
Dalam hal sosialisasi, koentjaningrat menguraikan bahwa etnis
jawa memiliki sistem orientasi sebagai berikut:
1. Orang jawa pada dasarnya menganggap hidupnya sebagai
rangkaian peristiwa yang penuh dengan kesengsaraan, yang
harus di jalankan dangan tabah dan pasrah, sehingga harus
di terima sebagai nasib.
10
34
2. Rakyat kecil biasanya akan mengatakan bahwa mereka
bekerja hanya sekedar agar dapat makan (ngupaya upa),
sehingga muncul ungkapan ajangaya, ajangangsa dalam
menjalani hidupnya. Dalam kalangan pelajar dan priyai
memandang masalah tujuan akhir serta terpengaruhi daya
upaya manusia sehubungan dengan pahala, merupakan
sesuatu yang baru akan mereka peroleh di dunia akhirat
kelak.
3. Mereka berusaha untuk hidup selaras dengan alam beserta
kekuatan-kekuatannya.
4. Orang jawa pada umumnya masih memandang masa lalu,
terutama yang berkaitan dengan nostalgia akan benda-benda
pusaka dan silsilah keturunan.
5. Tingkah laku dan adat sopan santun orang jawa dengan
sesama sangat berorientasi kolateral. Mereka
mengembangkan sikap yang tenggang rasa dan
mengintensifkan solidaritas. Mereka juga bisa hidup rukun
dengan tujuan mempertahankan tujuan masyarakat yang
hamonis, sehingga sering kali berusaha menghilangkan
tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat. Konfil akan
dihindari dengan cara membiarkan permasalahan berlaku
35
mengungkapkan diri dan mengambil posisi tertentu dalam
masyarakat dianggap tidak etis.
6. Setiap orang dalam berbicara dan membawakan diri harus
menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai
dengan derajat dan kedudukannya dalam masyarakat.
Semua hubungan dalam masyarakat teratur secara herarkis,
sehingga setiap orang wajib mempertahankan dan
membawakan diri sesuai dengan susunan herarkisnya.
7. Orang hidup harus sesuai dengan peraturan moral,
meskipun tidak berarti harus melawan nafsu dan menunda
terpenuhinya suatu kebutuhan.
8. Orang jawa lebih suka mengambil jalan tengah, karena
memungkinkan untuk bisa merangkul banyak pihak.
9. Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang harus terjadi
pada kehidupan setiap orang, meskipun secara ekonomi
belum memadai.12
ElastisitasSebagaiCiridariBudayaMasyarakatJawa
Elastisitas mempunyai makna kefleksibelan dan kemampuan sesuatu
atas adanya gangguan atau input dari luar. Untuk lebih jelas kita bisa lihat
pada contoh orang jawa yang mengikuti program transmigrasi ke luar
jawa, dengan segala keterbatasan dan lingkungan yang masih asing,
36
mereka telah menunjukan suatu prestasi kemampuan yang luar biasa.
Mereka berhasil membaur dan beradaptasi dengan lingkungan serta
penduduk sekitar.Apa yang dapat kita tarik sebagai kesimpulan dari cerita
di atas adalah suatu fenomena yang realitasnya adalah bahwa orang Jawa
dengan kebudayaannya dapat terus hidup (survival) meskipun jauh di
perantauan dan dapat berdampingan serta melebur dengan masyarakat dan
kebudayaan lain yang sama sekali berlainan karakternya. Hal ini
membuktikan bahwa orang Jawa dan kebudayaan Jawa memiliki
kemampuan untuk terus menerus hidup menyesuaikan diri dengan
tantangan dan perubahan jaman.
Dengan kata lain mungkin sifat kebudayaan Jawa memang cukup
elastis, sehingga dapat selalu lentur dan cair dalam menghadapi situasi dan
tantangan apa pun. Bukankah hal seperti itu pun telah dibuktikan sejak
lama melalui kehidupan komunitas transmigran asal Jawa di seluruh
pelosok tanah air Indonesia bahkan Nusantara; yang selalu dapat bertahan
untuk hidup mulai dengan keterbatasan sarana dan fasilitas, akan tetapi
pada akhirnya dapat sukses dan kaya. Tapi yang selalu harus menjadi
catatan dan patut dibanggakan, bahwa mereka selalu dapat hidup
menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial-budaya
tempatan.
Dalam konteks pengembaraan budaya Jawa ke seluruh Indonesia
37
terjadi antara budaya tempatan dengan budaya Jawa sebagai pendatang.
Akan tetapi selalu saja dapat kita amati, bahwa nilai-nilai kejawaan
tampaknya masih cukup jelas terlihat bahkan mendominasi.
Dengan demikian sekali lagi dapat disimpulkan, fakta-fakta di atas
adalah sebuah fenomena yang membuktikan bahwa nilai-nilai kebudayaan
Jawa selalu saja dapat beradaptasi di mana pun, kapan pun dan dengan
siapa pun. Dan nilai-nilai itu adalah nilai-nilai yang mungkin saja seperti
yang disebut oleh Frans Magnis Suseno sebagai prinsip rukun dan hormat.
Mungkin karena sikap-sikap inilah orang jawa selalu dapat elastis, cair dan
melebur dengan budaya tempatan di mana pun. Jadi dengan kata lain
kebudayaan Jawa sudah cukup teruji menghadapi tantangan dan perubahan
jaman dalam skala nasional, regional maupun global.
C. Etnis Madura
Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah utara Jawa
Timur. Pulau Madura ini besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil
dari pulau Bali), dengan penduduk sebanyak 4 juta jiwa. Madura dibagi
menjadi 4 kabupaten, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Bangkalan berada di ujung paling barat pulau Madura dan saat ini telah
dibangun jembatan terpanjang di Indonesia, jembatan Suramadu
(Surabaya-Madura), merupakan salah satu kawasan perkembangan
Surabaya, serta tercakup dalam Gerbang kertosusila. Dan uniknya
38
dari wilayah daratan, terdiri pula dari kepulauan yang berjumlah 126
pulau.13
Masyarakat Madura dikenal juga memiliki budaya yang khas, unik,
stereotipikal, dan stigmatik. Istilah khas disini menunjukkan bahwa entitas
etnik Madura memiliki kekhususan-kultural yang tidak serupa dengan
etnografi komunitas etnik lain. Kekhususan- kultural ini antara lain tampak
pada ketaatan, ketundukan, dan kepasrahan mereka kepada empat figur
utama dalam kehidupan yaitu Buppa, Babu, Guruh, ban Ratoh (Bapak,
Ibu, Guru dan Pemimpin Pemerintahan). Persepsi prof. Dr. kuntowijoyo
memberikan beberapa penilaian tentang Madura dan masyarakatnya, yaitu:
1. rakyat Madura dinilai mempunyai watak keras, tidak mau
mengalah. Tidak diketahui secara pasti apa yang
mempengaruhi sampai mereka berstatement seperti itu, apa
mungkin ada pihak- pihak yang tidak senang terhadap rakyat
Madura sehingga ia membesar-besarkan berita yang
sebenarnya berita tersebut tidaklah seperti yang ia pahami, dan
ia sampaikan, atau berasal dari orang luar Madura yang
kebetulan pada saat berkunjung ke Madura menemukan
kejadian yang mereka anggap keras, seperti Clurit, dan Carok,
atau malah berasal dari rakyat Madura yang tidak paham akan
makna budaya Madura terutama Clurit sehingga ia
39
menceritakan, dan menjelaskannya dengan penjelasan yang
kurang tepat bahkan salah yang pada akhirnya Clurit identik
dengan Carok sehingga Carok secara tidak langsung dianggap
menjadi bagian dari budaya Madura. Pandangan ini – Clurit,
dan Carok adalah kultur Madura – merupakan pandangan yang
sudah tidak asing lagi didengar dari ungkapan-ungkapan
mereka ketika mendengar kata Madura, dan sudah tertanam
dengan kuat dalam memori mereka bahwasanya Madura adalah
wilayah berdarah yang penuh kekerasan, semua masalah hanya
diselesaikan dengan kekerasan, dan pertumpahan darah.
2. Sumber daya manusia (SDM) rendah, pandangan mereka
terhadap permasalahan ini tidak separah anggapan- anggapan
terhadap tindakan-tindakan kekerasan yang pernah dilakukan
rakyat Madura, ketika perspektif mereka terhadap clurit, dan
carok sangat mendominasi mereka – bahkan hampir semua –
memori mereka, namun dalam masalah ini masih bisa dibagi
menjadi dua bagian, pertama yang menganggap rakyat Madura
rendah, dan yang menganggap SDM Madura unggul. Yang
menganggap SDM rakyat Madura rendah biasanya dari
kalangan yang kurang memperhatikan secara langsung kualitas
rakyat Madura, hal ini biasanya banyak terjadi diluar dunia
lembaga pendidikan yang tidak berinteraksi langsung dengan
40
dikatakan orang-orang yang terpengaruhi oleh data-data jumlah
lembaga yang dianggap menjadi ukuran kualitas SDM suatu
wilayah tertentu, dalam hal ini biasa dilakukan oleh
pemerintah, dan instansi formal lainnya, dan orang yang
memandang Madura dari kejauhan, seperti masyarat biasa.
Sedikitnya lembaga pendidikan yang ada di Madura, dan
terbatasnya universitas berkualits menjadi alasan terkuat untuk
mengatakan rakyat Madura adalah rakyat yang awam, tidak
mengenal pendidikan, tidak berkompetensi dalam bidang
keilmuan, buta teknologi, dan tidak ada yang bisa dibanggakan
dari Madura, sehingga muncullah sifat meremehkan terhadap
rakyat Madura. Mereka beranggapan bahwa lembaga
pendidikan baik sekolah maupun kampus merupakan pusat
pembentukan SDM yang berkualitas, jadi bagaimana mungkin
SDM bisa berkualitas jika tempat pemproduksinya terbatas
(tidak memadai).
3. kemiskinan yang tidak tertangani. Berdasarkan hasil penelitian,
yang tertera dalam buku- buku dan dipeta dunia sekalipun,
bahkan realita yang ada, juga menyatakan bahwa pendapatan
Madura bisa dikatakan hanyalah pertanian, karena mayoritas
dan bahkan hampir keseluruhan rakyat Madura bercocok
tanam, diantara yang sangat dibanggakan adalah tembakau,
41
Nah dari kondisi ini bisa ditebak, dan bisa digambarkan
suasana perekonomian dimadura. Dan berdasar penelitian
pemerintah tentang kondisi perekonomian disana, mereka
menyebutkan bahwa pengangguran dimadura sedang
merajalela. Sedikitnya lapangan pekerjaan, minimnyanya
kreatifitas rakyat Madura menjadikan pengangguran berserakan
diberbagai tempat, yang berakibatkan angka kemiskinan yang
terus bertambah dari waktu kewaktu. Sempitnya pemikiran
rakyat Madura yang menganggap bahwa PNS merupakan
profesi yang sangat dan paling menjanjikan juga merupakan
faktor yang sangat berpengaruh/berperan dalam kemerosotan
perekonomian dimadura. Padahal jika dicermati masih banyak
pekerjaan yang jauh lebih menjanjikan terhadap makmurnya
perekonomian disana, misalkan kreativitas diri kerajinan khas
Madura, batik Madura, dan kerajinan lainnya, dan perdagangan
(bisnis) juga jauh lebih menguntungkan dari pada PNS. Dari
beberapa analisis tadi, hasil musyawarah pemerintah
menyebutkan bahwa permasalahan ini hanya bisa ditangani
dengan mengadakan perindustrialisasi dikawasan Madura.
Ketika perindustrian dibuka para investor akan
berbondong-bondong menanamkan modal dimadura, namun masih ada
beberapa kecemasan yang ada, dikuatirkan adalah adanya
42
demikian meskipun perindustrian di Madura berkembang
dengan pesat, tapi bisa saja rakyat Madura tidak mempunyai
peran sedikitpuan, dan bahkan bisa saja mereka dijadikan
budak para investor asing diwilayah sendiri, sehingga yang
terjadi bukan ada perbaikan perbaikan perekonomian disana,
malah yang ada hanyalah perbudakan, dan pemerasan terhadap
rakyat Madura.
4. Berwajah paspasan, berpenampilan kolot, dan jadul. Entah
darimana dan apa yang membuat beberapa orang di luar
madura beranggapan demikian, tapi bisa jadi akibat dari rakyat
Madura yang mereka kenal langsung mungkin rata-rata
bercirikan seperti itu, sehingga muncullah perspektif yang
sesuai dengan realita yang mereka dapatkan. Hal ini bisa
dikatakan subyektifitas yang popular di masyarakat di luar
Madura. Terlepas dari pandangan persepsi yang terkesan
subyektif di atas adalah wajar-wajar saja, karena memang,
kadang orang luar Madura kurang arif memberikan penilaian
obyektif tentang streotif orang Madura yang sesungguhnya.
Khasanah keunikan Madura juga merambah pada nilai – nilai
budaya, yang mana hal tersebut perlu untuk dilestarikan dan
dikembangkan. Diantaranya adalah ungkapan-ungkapan
seperti: “Manossa coma dharma”, ungkapan ini menunjukkan
43
ombha‟ asapo‟ angen, abhantal syahadad asapo‟ iman”,
menunjukkan akan berjalin kelindannya budaya Madura
dengan nilai-nilai Islam.” Bango‟ jhuba‟a e ada‟ etembang
jhuba‟ a e budi”, lebih baik jelek di depan daripada jelek di
belakang. “Asel ta‟ adhina asal”, mengingatkan kita untuk tidak
lupa diri ketika menjadi orang yang sukses dan selalu ingat
akan asal mula keberadaan diri. “Lakonna lakone,
kennengngana kennengnge” sama halnya dengan ungkapan
“The right man in the right place”. “Pae” jha‟ dhuli palowa,
manes jha‟ dhuli kalodu”, nasehat agar kita tidak terburu-buru
mengambil keputusan hanya berdasarkan fenomena. Kita harus
permasalahan, baru diadakan analisis untuk kemudian
menetapkan kebijakan. “Karkar colpe‟”, bisa dikembangkan
untuk menumbuhkan sikap bekerja keras dan cerdas, apabila
kita ingin menuai hasil yang ingin dinikmati.14
Keunikan yang lain dari budaya Madura adalah pada dasarnya
dibentukdan dipengaruhi oleh kondisi geografis dan topografis masyarakat
Madura yang kebanyakan hidup di daerah pesisir, sehingga mayoritas
penduduk Madura memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Bahasan
mengenai masyarakat Madura tidak akan lepas pada perkembangan
sejarah masa lalu Madura di saat mendalami akar jaman sebelum dan
sesudah masa kolonial Belanda.
14
44
2. kerangka Teoritik
Dalam menganalisis Interaksi Sosial mahasiswa etnis Madura dan
Jawa di kelurahan Jemur Wonosari, kecamatan Wonocolo, kota Surabaya
maka peneliti mengunakan teori interaksionisme simbolik. Istilah
interaksionisme simbolik menjadi sebuah metode untuk pendekatan yang
relatif khusus pada ilmu yang membahas tingkah laku manusia.
Teori interaksionisme simbolik dimunculkan oleh George Herbert
Mead, teori ini memiliki substansi yaitu kehidupan bermasyarakat
terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individu dan
antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami
maknanya melalui proses belajar dan memberikan tanggapan terhadap
stimulus yang datang dari lingkungannya dan dari luar dirinya.15
Masyarakat merupakan bentukan dari interaksi antar individu.
Interaksi sosial adalah sebuah interaksi antar pelaku, dan bukan antar
faktor-faktor yang menghubungkan mereka, atau yang membuat mereka
berinteraksi. Teori interaksionisme simbolik melihat pentingnya interaksi
sosial sebagai sebuah sarana ataupun sebagai sebuah penyebab ekspresi
tingkah laku manusia. Mead memandang interaksi sosial dalam
masyarakat terjadi dalam dua bentuk utama, yaitu “Percakapan Isyarat”
(Interaksi non simbolik) dan “Penggunaan Simbol-simbol penting”
(interaksi simbolik).
15
45
Istilah interaksi simbolik diciptakan oleh Herbert Meadpada tahun
1863-1931 dan dipopulerkan oleh Blumer pada tahun 1937, meskipun
sebenarnya Mead-lah yang paling popular sebagai peletak dasar teori
tersebut.
Esensi dari teori Interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang
merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol
yang diberi makna Meadmengkonseptualisasikan manusia sebagai
pencipta atau pembentuk kembali lingkungannya, sebagai perancang dunia
obyeknya dalam aliran tindakannya, alih–alih sekedar merespons
pengharapan kelompok.
Perspektif interaksionisme simbolik berusaha memahami perilaku
manusia dari sudut pandang subyek, perspektif ini menyarankan bahwa
perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan
manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mempertimbangkan keberadaan orang lain yang menjadi mitra interaksi
mereka.
Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, obyek dan
bahkan pada diri mereka sendiri yang menentukan perilaku mereka.
Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan
impuls, tuntutan budaya atau tuntutan peran, manusia bertindak hanya
berdasarkan pada definisi atau penafsiran mereka atas obyek-obyek di
46
Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan
Mead proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan
menegakkan kehidupan kelompok, dalam konteks ini, maka makna
dikontruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu
medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan
peranannya, melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari
organisasi sosial dan kekuatan sosial.
Bagi penganut interaksi simbolik memungkinkan mereka
menghindari problem-problem struktulisme dan idealisme dan
mengemudikan jalan tengah dari problem tersebut.
Menurut teori Interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya
adalah interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol, mereka
tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang
merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi
dengan sesamanya. Dan juga pengaruh yang ditimbulkan dari penafsiran
simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihak-pihak yang terlihat dalam
interaksi sosial.
Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilaku manusia pada
dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia dari sekeliling
mereka jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan
sebagaimana dianut teori Behavioristik atau teori struktural.
Secara ringkas Teori Interaksionisme simbolik didasarkan pada
47
pertamaindividu merespons suatu situasi simbolik, mereka
merespon lingkungan termasuk obyek fisik (benda) dan Obyek sosial
(perilakumanusia) berdasarkan media yang dikandung
komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.
Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna
tidak melihat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan
bahasa, negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai
segala sesuatu bukan hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan
tanpa kehadiran obyek fisik, tindakan atau peristiwa itu) namun juga
gagasan yang abstrak.
Ketiga, makna yang interpretasikan individu dapat berubah dari
waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam
interaksi sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu
dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya
sendiri.
Dalam penelitian ini peneliti ingin memahami obyek penelitian
menggunakan teori interaksionisme simbolik yang mana dari teori ini kita
bisa memahami masyarakat berdasarkan simbol dari kedua etnis yaitu
Madura dan Jawa, dari teori ini bisa kita fahami bahwasanya komunikasi
itu sangatlah penting sebagai awal dari memulainya aktifitas manusia
48
Dan simbol-simbol juga bisa mewakili cara kita berkomunikas,
karena terkadang lawan bicara kita sudah bisa memahami dari simbol yang
melekat pada diri kita.
Teori interaksionisme simbolik memandang manusia sebagai
makhluk sosial dalam suatu pengertian yang mendalam, yakni suatu
makhluk yang ikut serta dalam berinteraksi sosial dengan dirinya sendiri,
dengan membuat indikasinya sendiri, dan memberikan respon pada
sejumlah indikasi.
Asumsi-asumsi interaksionis simbolik berdasarkan karya Herbert
Blumer sebagai berikut :
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar asumsi internilai
simbolik yang dimiliki sesuatu itu (kata benda atau isyarat) dan
bermakna bagi mereka.
2. Makna-makna itu merupakan hasil interaksi sosial dalam
masyarakat manusia.
3. Makna-makna yang muncul dari simbol-simbol yang
dimodifikasi dan ditangani melalui proses penafsiran yang
digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan
benda-benda dan tanda-tanda yang dipergunakan.16
49
3. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini maka dicantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah
penulis baca diantaranya:
a. Fahroni dari Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga yang berjudul “Interaksi Sosial Mahasiswa Asing” di
yogyakarta pada tahun 2001.
Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan teori interaksionisme
simbolik dengan tujuan peneliti ingin mengetahui pola interaksi
sosial yang di lakukan mahasiswa dengan masyarakat setempat.
Dalam penilitan ini peneliti menjelaskan masalah toleransi
sosial yang kaitannya dengan interaksi sosial mahasiswa patani
dengan masyarakat sekitar menyangkut toleransi perbedaan
agama yang di anut oleh para mahasiswa patani.
Dan hasil dari penelitian tersebut di jelaskan bahwasanya
toleransi yang di miliki mahasiswa patani sangat tinggi
walaupun bercorak majemuk, ini menunjukan bahwa ada
peluang terjadinya pembauran sosial antara mahasiswa patani
dengan masyarakat setempat.
b. Lucia Rini Sugiarti yang berjudul “Interaksi Antar Etnis yang di
50
Fakultas Psikologi di Universitas Katolik Soegijapranata di
sumatra utara pada tahun 2005.
Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dimana peneliti membahas masalah cara menyikapi hubungan
antar kedua etnis tersebut, dan hasil temuan yang di hasilkan
oleh peneliti tersebut positif dalam artian dari kedua etnis
tersebut sama-sama bersikap baik tidak ada perbedaan di antara
kedua etnis.
c. Roudlotul Jannah Sofiyana yang berjudul “Pola Interaksi
Masyarakat dengan Waria di Pondok Pesantren Khusus al-Fatah
Sleman Yogyakarta” dalam skripinya di Universitas Negeri
Semarang pada tahun 2005.
Dalam penelitian ini peneliti mendieskripsikan pola
interaksi sosial dengan masyarakat di ponpes al-fatah.
Metode penelitan yang yang digunakan oleh peneliti
adalah deskripsi kualitatif. Metode deskripsi dapat di artikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang di selidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau
sebagaimana adanya (hadari nawawi, 2005: 63)
Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menjelaskan bahwa
pola interaksi sosial yang terjadi antara waria dengan
51
golongkan menjadi dua yaitu proses asosiatif dan proses
disaosiatif. Dalam proses asosiatif tidak ada kerja sama,
akomodasi, asimilasi. Sedangkan proses disasosiatif ada
persaingan, kontrafersi, dan pertentangan. Dalam pelaksanaanya
di lapangan pola interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat
dengan waria sangat baik dan masyarakat sekitar ponpes sangat
mendukung di dirikannya ponpen waria di desanya.
Dari ketiga hasil penelitian yang di kutip dapat di bedakan
dengan penelitian yang saat ini akan di laksanakan, penelitian
yang saat ini di angkat yaitu ingin mengetahui faktor penyebab
terjadinya interaksi mahasiswa antara dua etnis yang berbeda
yaitu etnis Madura dan Jawa. Serta bagaimana bentuk interaksi
49
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Deskripsi Umum Objek Penelitian
1. Deskrisi Umum UIN Sunan Ampel Surabaya
Menurut letak geografis Wilayah kampus UIN Sunan Ampel Surabaya
berdiri diatas tanah seluas 8 hektar, di Sisi barat kampus UIN Sunan
Ampel Surabaya berbatasan dengan Jl. A. Yani tepatnya di depan Polda
Jatim, Sisi utara berbatasan dengan Pabrik Kulit dan perumahan Penduduk
Jemur Wonosari, Sisi timur berbatasan dengan pemukiman penduduk
Jemur Wonosari dan di bagian Sisi selatan berbatasan dengan PT.
PERURI.
Kampus UIN Sunan Ampel Surabaya yang letaknya sangat strategis
karena merupakan pintu gerbang Kota Surabaya dari sisi Selatan.
2. Sejarah berdirinya Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Berdirinya IAIN sunan Ampel Surabaya Yang sekarang menjadi UIN
Sunan Ampel Surabaya dimulai tahun 1961 yang timbul atas gagasan para
tokoh masyarakat Jawa timur untuk memiliki perguruan tinggi agama
Islam Negeri yang bernaung dibawah lingkungan Departemen agama
Republik Indonesia.untuk mewujudkan cita cita tersebut maka para ulama„
dan tokoh masyarakat Jawa Timur pada tahun itu juga mengadakan
pertemuan pertama di Jombang, Jawa Timur, dalam pertemuan tersebut
50
Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan,
antara lain :
a. Membentuk panitia pendirian IAIN.
b. Mendirikan Fakultas Syari„ah di Surabaya
c. Mendirikan Fakultas Tarbiyah di malang
Selanjutnya pada 9 oktober 1961,dengan SK Menteri Agama Republik
Indonesia No 17 tahun 1961 dibentuklah sebuah yayasan yang diberi nama
Yayasan badan waqaf kesejahteraan fakultas Syari„ah dan Fakultas
Tarbiyah cabang surabaya yang bertugas antara lain :
a. Mengadakan persiapan pendirian IAIN Sunan Ampel dan
fakultas-fakultas, antara lain Fakultas Syari„ah di Surabaya dan Fakultas
Tarbiyah di Malang.
b. Menyediakan lokasi tanah untuk membangun kampus IAIN yang
terletak di Jl.Jend.A.Yani No 117 Surabaya.
c. Menyediakan perlengkapan perkuliahan, sarana dan prasarana
administrasi ,sarana transportasi khususnya kendaraan mobil untuk
dua orang pemimpin fakultas Syari„ah Surabaya dan Fakultas
Tarbiyah Malang. Pada periode tahun 1966-1970,Institut Agama
Islam Negeri Sunan Ampel tumbuh dengan pesatnya sehingga
berhasil membuka delapan belas fakultas yang tersebar ditiga
provinsi, yaitu: Jawa timur, Kalimantan timur, Nusa Tenggara