• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembentukan Identitas Kota Solo oleh Pemerintah Kota Solo T1 362008005 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembentukan Identitas Kota Solo oleh Pemerintah Kota Solo T1 362008005 BAB V"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V ANALISA 5.1. Solo Kota Budaya Jawa (Closing Identity)

Jika dilihat pada garis tertutup, kota Solo diidentikkan dengan Kota Budaya (Jawa), dalam arti masyarakat Solo yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal budaya Jawa mencoba menjaga serta membentengi diri dari pengaruh budaya luar. Hal ini tetap dilakukan untuk menjaga nilai-nilai budaya lokal tetap ada ditengah masyarakat Solo sekalipun kota Solo dimasuki oleh berbagai budaya yang tidak hanya dari Indonesia saja akan tetapi juga budaya internasional.

Kota Solo yang kini dikenal sebagai “Kota Budaya dikarenakan kota Solo sejak dulu sudah dikenal karenak budayanya. Berbagai situs peninggalan sejarah mulai dari Keraton Kasunanan Surakarta, Museum Radya Pustaka, Istana Mangkunegaran menjadi bukti hubungan yang begitu erat antara kota ini dengan kebudayaan.

Kota Solo merupakan sebuah kota yang multi citra. Jika kita mendengar kata “Solo” maka yang terlintas ada bermacam-macam hal di pikiran kita. Mulai dari batik, Sungai Bengawan Solo, keraton, festival, kuliner-kulinernya, bahkan budaya yang lekat dengan kehidupan masyarakat Solo itu sendiri dengan ditandainya adanya beberapa institusi pendidikan kesenian baik itu yang formal maupun yang non-formal seperti sanggar-sanggar

yang dapat kita jumpai di Solo. Penguatan nuansa etnik kebudayaan, baik itu budaya kontemporer maupun tradisi, dapat digunakan sebagai upaya untuk menjadikan masyarakat Solo yang sadar terhadap budaya, dengan keberadaan beragam karya seni budaya yang berinduk atau berbasiskan identitas kebudayaan lokal (budaya Jawa) sebagai ciri khas

identitas kota Solo.

(2)

Pemkot Solo sedang berusaha mengenalkan kembali kebudayaan jawa seperti wayang, gamelan kepada nasional bahkan internasional dan mengenalkan kembali kepada anak-anak tentang permainan daerah yang dulu dimainkan, yang sekarang mulai tidak dikenal oleh anak-anak karena pengaruh permainan elektronik yang sekarang mulai menjamur dikalangan masyarakat. Dalam segi kebudayaan, anak-anak sekolah mempunyai komunitas “kemah budaya” dalam komunitas ini terdiri sekitar 300 anak. Dalam hal ini dinas pariwisata kota Surakarta mengadakan kegiatan “Dolanan Bocah”. Hal tersebut diimplementasikan dengan wayang orang yang di selenggarakan di Sriwedari, acara ini digelar setiap sabtu siang dan diikuti oleh para siswa-siswi SMA dan SMP.

5.2. Solo Kota Festival Seni Budaya (Opening Identity)

Dalam perjalanan waktu, kota Solo mengalami perkembangan di berbagai bidang, termasuk kebudayan. Kebudayaan tumbuh sangat subur dan mengakar sangat kuat di Solo, di antaranya bahasa, religi, transportasi, seni, festival, dan perayaan. Hal ini sangat disadari oleh Pemkot Solo yang juga memiliki cita-cita untuk menjadikan kota Solo identik dengan festival-festival seni budaya. Orientasi Pemkot Solo untuk mengkukuhkan identitas Kota

Festival Seni Budaya bagi kotanya sangatlah rasional jika dilihat dari bagaimana Pemkot Solo mengadakan event-event kebudayaan dengan intensitas kegiatan yang cukup tinggi pada beberapa tahun belakangan ini. Hal ini sangat bisa dilakukan karena pada dasarnya Kota Solo merupakan salah satu pilar peradaban di Indonesia. Dengan upaya pencitraan yang dilakukan

Pemkot Solo dari sisi budaya tentu merupakan pilihan yang sangat tepat untuk dapat mengangkat citra kota. Karena ketika kompetisi antar kota terjadi, maka setiap kota berupaya mencari keunikan-keunikan identitas yang membuat berbeda dengan kota-kota yang lainnya yang hampir memiliki keunikan yang sama.

Pemkot Solo bersama-sama dengan masyarakat terutama generasi muda bangkit dari krisis identitas dengan berbagai upaya-upaya, dimulai dengan mengenalkan, mensosialisasikan membiasakan kemudian diharapkan mencintai kebudayaan. Melalui aneka kegiatan yang dapat meningkatkan minat masyarakat luas dan generasi muda untuk lebih

(3)

Jika harus bersaing dari segi ekononi menjadi kurang efisien, dikarenakan ekonomi dapat terpengaruh oleh beberapa faktor dengan sangat mudah. Akan tetapi bila sebuah kota bersaing dari segi keunikan budaya yang dimiliki oleh masing-masing kota itu akan menjadi sangat menarik. Di kota Solo, budaya merupakan sebuah hal yang sangat mendominasi dari keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh Kota Solo. Hal ini menjadi sebuah keunggulan untuk dapat bersaing dengan kota-kota lain yang telah terlebih dahulu menemukan identitas dari kotanya.

Kota Solo memiliki acara festival dan perayaan tradisional berbasis kerakyatan yang diadakan setiap setahun sekali. Oleh sebab itu, kota Solo memiliki banyak tempat wisata yang menampilkan kebudayaan lokal, seperti taman seni Balekambang, Taman Budaya Sriwedari, dan masih banyak lagi. Kesenian tradisional lokal yang sering ditampilkan adalah Tari Srimpi dan Tari Bedhaya yang diadakan setahun sekali di Keraton Kasunanan dan Kraton Mangkunegaran, wayang orang yang sering digelar di Taman Sriwedari, Alat musik tradisional yaitu gamelan yang masih sering kita dengar terutama ketika ada sebuah pertunjukan sendratari, tembang Jawa, pertunjukan wayang orang maupun wayang kulit, upacara adat malam satu suro, termasuk dalam pernikahan, batik Solo yang tak hanya menjadi produk budaya akan tetapi telah menjadi produk ekonomi yang bernilai sangat tinggi sehingga munculah kampung batik seperti di Kampung Batik Laweyan, dan Kampung Batik Kauman.

(4)

5.3. City Branding Solo sebagai Kota Budaya Jawa dan Kota Festival Seni Budaya

Branding adalah upaya untuk membangun merk. Merk atau brand bukan hanya sebuah rangkaian kata atau gambar yang ditempel pada produk ataupun jasa tanpa sebuah makna mengikutinya. Logo, tagline, simbol, apapun nama dan bentuknya merupakan bagian dari merk atau brand untuk membedakan satu produk atau jasa dengan yang lain. Brand atau merk secara tradisional dapat diartikan sebagai nama, terminologi, logo, simbol atau desain yang dibuat untuk menandai atau mengidentifikasi produk yang ditawarkan kepada konsumen Kartajaya, (2006:184). Sedangkan menurut Arnold, (2006:5) branding adalah proses mendesain, merencanakan dan mengkomunikasikan nama dan identitas dengan tujuan untuk membangun atau mengelola reputasi.

Tindakan-tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu tempat atau wilayah pada saat ini maupun nanti, termasuk cara promosinya, pariwisatanya, cara mereka bersikap dalam lingkup domestik maupun asing, cara mereka merepresentasikan budayanya, atau membangun lingkungan alamnya serta bagaimana mereka ditampilkan dalam media dunia memberikan perbedaan yang sangat besar pada kemampuan suatu wilayah dalam scope internal maupun eksternal. Mihalizt Kavaratzist, (2004:58)

Suatu tempat atau wilayah dapat memunculkan keunikannya dan dapat tampil berbeda

dengan para kompetitornya, tidak hanya dalam slogan atau taglinenya saja, yang kini terkesan me too product, namun dalam kemampuannya menawarkan sesuatu yang unik dan berbeda dan mengkristalisasi sebagai identitas yang kuat dalam persepsi customer. Merk merupakan value indicator yang mencerminkan seberapa kokoh dan solidnya sebuah value

yang ditawarkan.

(5)

Identitas bukanlah sesuatu yang tanpa adanya sebuah batasan. Dengan batasan ini, seseorang akan sadar akan identitasnya. Identitas sebuah kota memiliki batasan antara satu dengan yang lainnya. Ada keterikatan dan keterikatan sosial, sehingga muncul apa yang disebut sebagai home atau rumah.

Pengelolaan merk sebuah tempat tujuan merupakan rangkaian upaya-upaya pembentukan identitas merk (brand identity) yang kemudian dilanjutkan dengan upaya memposisikan merk (brand positioning) dalam benak pendatang / wisatawan (customer) sebelum akhirnya terbentuk menjadi citra merk (brand image) sebuah tempat/kota. Kaitannya dengan penggunaan merk dalam mempromosikan sebuah kota memiliki beberapa keuntungan. Yang pertama, kota dapat memiliki sebuah Hak Cipta yang dapat menjadikan hal tersebut menjadikan ciri khas yang dapat mengingatkan di benak para wisatawan (customer). Apabila Pemkot Solo menciptakan identitas “Solo Kota Festival Seni Budaya” dan “Solo Kota Budaya” maka hal ini dapat menjadi keuntungan besar. Seperti yang telah di tulis, keuntungan ini berupa masyarakat luas baik nasional maupun international mengenal kota Solo sebagai kota tempat tujuan wisata budaya. Budaya yang disuguhkan di sini bukan saja hanya dengan kebudayaan kearifan lokal yaitu budaya jawa, akan tetapi juga kebudayaan secara global. Hal ini ditujukan dengan cita cita “Solo Kota Festival Seni Budaya” dengan arti kota Solo dijadikan pusat Festival Seni dan kebudayaan dunia. Serta “Solo Kota Budaya” yang menjadi local identity bagi masyarakat Solo, untuk menjaga kebudayaan asli leluhur sehingga tidak terdesak oleh budaya-budaya luar yang masuk melalui festival-festival seni budaya yang ditampilkan dengan mengundang banyak budayawan dan seniman nasional bahkan internasional.

Tempat dimana kota Solo dapat menjadi tempat berkumpulnya kebudayaan kebudayaan yang dapat melebur secara harmonis dan dijaga bersama-sama demi lestarinya budaya-budaya di dunia. Hal ini tentunya harus tetap sesuai dengan nilai-nilai identitas kebudayaan lokal yaitu Budaya Jawa sebagai pusatnya. Yang kedua adalah, kota juga dapat menjadi sebuah simbol kualitas yang dapat menyakinkan pengunjung, kualitas yang dapat merepresentasikan kepribadian pengunjungnya yang ditunjukkan melalui tampilan-tampilan yang disampaikan oleh merk sebuah kota.

(6)

kota-kota lainnya dan dapat “dipasarkan” kepada investor maupun wisatawan. Hal ini tentunya dapat menjadi pemasukan yang sangat besar bagi kota Solo terutama bagi Dinas Pariwisata dan DEPKOINFO yang bertanggung jawab dengan proses city branding kota Solo ini.

Yang hendak dikomunikasikan oleh Pemkot Solo saat ini adalah bagaimana Pemkot Solo memiliki harapan untuk menjadikan kota Solo menjadi Kota Festival Seni Budaya sekaligus menajadi Kota Budaya Jawa. Kota pusat diadakannya festival-festival seni

budaya-budaya secara global. Tidak hanya festival kesenian nasional Indonesia tetapi juga kesenian dunia. Tetapi juga bagaimana Pemkot Solo tetap mempertahankan Budaya Jawa sebagai identitas utama (tertutup) bagi masyarakat Solo. Untuk mewujudkan harapan Pemkot Solo, pemerintah menggunakan strategi komunikasi yang disebut city branding.

Tujuan dari city branding ini sendiri adalah (1) memberikan kesadaran untuk masyarakat terhadap nilai-nilai identitas budaya (Jawa) yang dimiliki oleh masyarakat Solo itu sendiri. (2) menjadikan generasi muda kota Solo menjadi generasi muda yang kreatif dengan mengikutsertakan mereka dalam setiap event kebudayaan yang diselenggarakan. (3)

menjadikan Solo sebagai kota tujuan wisata budaya serta kota pusat kebudayaan dunia, melalui Festival-Festival Seni Budaya yang bertaraf internasional. (4) dengan menjadikan kota Solo sebagai kota tujuan wisata budaya, maka Pemkot terutama Dinas Pariwisata berharap akan banyaknya pendatang / wisatawan yang datang ke Solo yang tentunya akan

meningkatkan pendapatan masyarakat Solo dari berbagai sektor ekonomi. Sasaran dari city branding ini tentunya adalah masyarakat Solo terutama generasi mudanya dan wisatawan baik dari wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Para delegasi asing yang diundang dalam tiap event international tentunya memiliki pengaruh yang sangat tinggi dalam membantu Pemkot Solo dalam mengkomunikasikan tujuan serta gagasan untuk menjadikan kota Solo sebagai kota budaya dan menjadi pusat kebudayaan dunia. Para delegasi asing ini mampu menyampaikan pesan ini kepada paling tidak negaranya mengenai kota Solo yang menjadi salah satu kota tujuan wisata budaya.

(7)

Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan daerah terbesar dari sebuah kota / kabupaten. Sebuah kota dituntut untuk lebih mandiri terlebih dalam pengelolaan keuangan untuk operational pemerintahan dan teknis dengan cara mengolah berbagai potensi dari kota tersebut. Oleh karena itu, kepekaan pemerintahan kota dalam melihat serta menggali setiap kesempatan dan sumber pendapatan sangatlah penting. Kota Solo merupakan salah satu kota yang pemerintahan kotanya penulis nilai cukup jeli dan cermat dalam memanfaatkan potensi daerahnya yaitu dari segi nilai-nilai budaya yang dikandung di kota Solo. Nilai-nilai budaya yang cukup kuat ini diolah dan digali terus-menerus sehingga menghasilkan sebuah slogan atau tagline “Solo Kota Budaya”. Harapan Pemkot Solo sendiri yaitu dengan menjadikan Solo identik dengan unsur-unsur budaya yang kuat dan pada akhirnya dapat menjadikan kota Solo sebagai Kota Festival seni Budaya dan

menajdi salah satu kota tujuan wisata budaya.

Pemerintah kota Solo bukan saja melihat budaya sebagai suatu kebiasaan dalam sebuah masyarakat yang dilakukan terus-menerus dan konsisten. Lebih dari itu, budaya dilihat dapat menjadi sebuah kekuatan yang menghasilkan. Kota Solo merupakan salah satu dari banyak kota di Indonesia yang memiliki akar budaya yang kuat. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang sejarah kekuasaan kerajaan Mataram yang sangat kuat. Melalui kekuatan kantong-kantong budaya yang telah ada dan cukup kuat di masyarakat Solo sendiri, Solo bertransformasi menjadi sebuah kota dengan sektor pariwisata berbasis budaya yang cukup dikenal bahkan disegani.

City Branding yang dilakukan oleh Pemkot Solo juga tercantum dalam PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA

PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2005 –

2025 dengan beberapa poin yang menunjukkan bagaimana Pemkot Solo serius dalam

(8)

dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tradisi daerah. 4.3.2.7. Mewujudkan kualitas

dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan Butir ke (4) Peningkatan jumlah dan kualitas sarana prasarana komunikasi dan informatika dalam rangka meningkatkan kelancaran kegiatan sosial, seni budaya dan ekonomi masyarakat; (6) Peningkatan sarana prasarana penanggulangan

dan antisipasi terhadap bencana yang mengancam tata kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

5.4Faktor-faktor Pembentuk Identitas :

5.4.1 Faktor patronase yang kuat dari pusat

Melalui legitimasi secara formal untuk meyakinkan masyarakat mengenai identitasnya agar tidak terjadi kekeliruan. Akan tetapi sebelum mendapatkan sebuah pengakuan / legitimasi, sebuah kelompok msyarakat harus melihat atau menilik kembali latar belakang sejarah dari masyarakat Solo sendiri. Bagi warga pendatang yang datang dan tinggal di Solo mungkin hal ini menjadi tidak terlalu penting. Akan tetapi berbeda halnya dengan masyarakat asli Solo dan yang bermukim di Solo, masih sangat menghormati nilai2 budaya yang menjadi identitas dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka masih sangat ingin terlibat secara langsung terhadap proses budaya yang terjadi di Solo. Bahkan mereka sangat antusias ketika Pemkot akan memiliki progam untuk menjadikan kota Solo kota budaya, dengan diadakannya berbagai event-event budaya di Solo. Seperti yang telah diungkapkan oleh Retno (SIPA Community, 20th) dalam interview yang saya lakukan secara acak di dalam komunitas SIPA sebagai berikut,

“Saya ikut serta dalam komunitas SIPA ini dengan suka rela. Dengan rasa bangga saya terhadap kekayaan budaya yang dimiliki kota Solo. Saya bangga menjadi „Wong Solo‟. Saya senang ketika saya turut ambil bagian dalam program pemerintah untuk menjadikan kota Solo sebagai kota budaya.”

5.4.2 Faktor otoritas (kekuasaan)

Faktor otoritas (kekuasaan) sebagai salah satu faktor penting dalam proses pembentukan identitas mereka. Pemkot berupaya dalam proses pemenuhan harapan

(9)

Sistem Mata Pencaharian, (6) Sistem Peralatan Hidup, dan (7) Bahasa. Dalam hal ini Pemkot tidak hanya sebagai tim pelaksana tetapi juga pencetus ide dalam upaya city branding “Solo Kota Festival Seni Budaya”. Pihak yang memiliki otoritas ini dalam proses pembentukan identitas serta proses city branding “Solo Kota Festival Seni Budaya” adalah Dinas Pariwisata.

“Setiap kota harus memiliki identitas khusus yang membedakan kota satu dengan kota lainnya, oleh sebab itu Pemerintah Kota Surakarta perlu memiliki identitas khusus itu, yaitu sebagai Kota Budaya, yang diharapkan bisa menunjang kegiatan pariwisata.”

“Strategi yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam melakukan city branding, terutama branding sebagai Kota Budaya adalah dengan memberdayakan segenap potensi budaya Surakarta, untuk ditampilkan sebagai sebuah identitas kota.”

5.4.3 Faktor ekonomi

Faktor ekonomi terkait dengan pembentukan identitas adalah seberapa kuat ekonomi suatu masyarakat dapat melegitimasi identitas masyarakat Solo yang berbudaya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, patronase terhadap pusat dalam pembentukan identitas adalah harga mati, jika identitas mereka ingin tetap eksis dan diakui. Ada banyak kebutuhan yang wajib dipenuhi untuk melegitimasi identitas mereka. Salah satunya adalah kebutuhan ekonomi demi sejahteranya masyarakat. Faktor ekonomi ini terdiri atas beberapa sektor, antara lain sektor pariwisata, perhotelan, transportasi, bahkan kuliner. Konsekuensinya adalah mereka harus bekerja keras dan sedikit perhitungan untuk mengukuhkan kota Solo sebagai kota tujuan wisata budaya. Kemapanan atau keberhasilan dalam faktor ekonomi merupakan faktor utama dalam membentuk identitas mereka yang butuh dilegitimasi oleh pusat, lebih dari itu, perekonomian yang kuat dapat digunakan untuk mempertajam lagi eksistensi dan status sosial atas identitasnya. Seperti yang diungkapkan oleh Heru (SBC, 40 th)

“diharapkan dengan adanya SBC maka banyak tamu-tamu wisata datang ke Solo. Dengan begitu otomatis pariwisata dan perekonomian kota solo menjadi meningkat. Jadi semuanya berkaitan.”

5.5 Model Pembentukan Identitas

(10)
[image:10.595.73.523.145.438.2]

identitas sesuai dengan waktu dan tantangannya, serta keterkaitan dan penyesuaian dengan proses pembangunan di tingkat lokal.

Tabel 5.1 Model Pembentukan Identitas

Garis lingkaran tebal pada identitas warga merupakan bagaimana mereka membentengi identitas kejawaan mereka terhadap tantangan eksternal ; sedangkan garis lingkaran putus-putus pada identitas lokal adalah bagaimana mereka membuka diri dalam interaksi ekonominya dalam proses pembangunan di tingkat lokal maupun menjawab tantangan masyarakat di luar wilayah Solo, apakah kota Solo telah siap untuk menjadi kota tujuan wisata budaya.

5.5Langkah-langkah dalam city branding :

5.6.1 Mapping Survei: meliputi survey persepsi dan ekspektasi tentang suatu daerah baik dari masyarakat daerah itu sendiri maupun pihak-pihak luar yang mempunyai keterkaitan dengan daerah itu. Seperti yang diketahui bersama, Kota Solo merupakan kota yang sangat kental dengan nilai-nilai kebudayaan terutama budaya Jawa. Masyarakatnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan tersebut. Terbukti dengan banyaknya sanggar-sanggar tari tradisional dan komunitas-komunitas pecinta kesenian di Solo. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Heru

Kota Festival Budaya

Solo Kota Budaya (Jawa)

Kebutuhan: berpromosi / city branding

Perubahan: waktu dan tantangan

(11)

(SBC Community, 40th) dalam interview yang penulis laksanakan pada tanggal 7 Juni 2012 di Kantor Komunitas SBC,

“kalau kita melihat Solo secara keseluruhan ya ada kampung, ada pasar tradisional yang sangat dicintai oleh masyarakat Solo pada umumnya, ada sanggar tari, dll”

“saya pikir sebelum ada event pun, masyarakat Solo juga tetap kreatif, tetap tumbuh, tetap cinta cinta dengan kebudayaannya.”

Sedangkan pihak-pihak luar yang berkaitan dengan Kota Solo menilai bahwa Solo yang kental dengan nilai-nilai budaya tersebut diolah dan dikelola sedemikian rupa maka akan menjadi kota tujuan wisata yang menarik. Akan tetapi setelah melakukan proses penelitian, penulis menemukan bahwa Pemkot Solo tidak melakukan proses ini dalam melakukan City Branding. Hal ini dikarenakan ide kreatif awal dari pemikiran beberapa festival yang diadakan berasal dari beberapa komunitas seni (SIPA Community, SBC, dll).

“ide awalnya bisa saya katakan berasal dari Solo center point saat itu memang memiliki ide ini, kemudian mengajak Dina Faris dari Jember Fashion Carnival untuk mengagas konsepnya lalu saya masuk kesana untuk mengajak masyarakatnya. Jadi idenya sebetulnya dari masyarakat yang diwakili oleh Solo Center Point. Lalu mulai berbicara dengan pemerintah kota. Akan tetapi SBC tidak akan sampai sejauh ini tanpa dukungan dan peran dari pemerintah kota.”–SBC Community-

“SIPA pertama kali diselenggarakan pada tahun 2009. Saat itu saya sebagai penggagas pertama sebuah event tari besar di Solo. Gagasan ini berupa, di adakannya sebuah event tari bertaraf internasional di Solo, sekaligus untuk mengenalkan kepada masyarakat dunia bahwa Solo memiliki branding sebagai kota seni atau budaya.” –SIPA Community-

Ide-ide kreatif awal yang berasal dari masyarakat (komunitas) ini yang kemudian

dijadikan landasan atau pemikiran awal untuk melakukan city branding kota Solo

sebagai Kota Festival Seni Budaya. Ide ini kemudian ditindaklanjuti oleh Pemerintah

Kota dengan cara ikut mendukung, mendanai, bahkan terlibat secara langsung dalam

setiap festival.

5.6.2 Competitive Analysis: melakukan analisis daya saing baik di level makro maupun mikro daerah itu sendiri. Pemkot Solo melihat peluang yang mampu dikembangkan.

(12)

Sedangkan di level mikro, masyarakat Solo sendiri mampu lebih berdaya saing dalam mengembangkan dan meningkatkan ekonominya di segala aspek baik aspek pariwisata berupa hotel, kuliner, souvenir (batik), dll. Maka dapat dikatakan kota Solo merupakan salah satu kota paling produktif di Indonesia.

“Setiap kota harus memiliki identitas khusus yang membedakan kota satu dengan kota lainnya, oleh sebab itu Pemerintah Kota Surakarta perlu memiliki identitas khusus itu, yaitu sebagai Kota Budaya, yang diharapkan bisa menunjang kegiatan pariwisata.”

“Cita-citanya adalah Solo menjadi kota yang bertumpu pada seni budaya dan meningkatkan kegiatan kepariwisataan.”

Dalam penelitian, penulis menemukan bahwa Pemkot Solo pun tidak melakukan tahapan ini dalam proses city branding yang Pemerintah Kota Solo lakukan. Kedua tahapan awal dalam city branding ini tidak sampai dilakukan dikarenakan pada dasarnya Pemkot Solo sendiri kurang memahami akan tahapan-tahapan dalam proses city branding yang secara teoritis. Akan tetapi Pemkot hanya menyatakan pada interview yang penulis lakukan bahwa,

“Peluang yang kami (Pemkot) lihat ketika ada beberapa komunitas di msyarakat yang memiliki ide atau gagasan untuk mengadakan event Festival Seni Budaya maka kami pun menyadari bahwa hal ini dapat dijadikan peluang untuk kota Solo dapat bersaing dengan kota-kota yang lain.”

Maka daya saing yang mampu dikembangkan oleh kota Solo adalah kekuatan budaya terutama dibidang kesenian yang dikemas secara apik dan lebih terkonsep dalam setiap festival-festival seni budaya yang diadakan. Dengan tujuan untuk menjadikan kota Solo sebagai Kota Festival Seni Budaya yang besar. Seperti yang diungkapkan

oleh salah satu pencetus ide awal event Solo Batik Carnival (SBC) yaitu Heru (40) dalam interview yang penulis lakukan bahwa,

“Jadi program parieisata pemerintah dan karya kreatif masyarakt ini dapat berjalan beriringan tanpa mengintervensi satu sama lain. Jadi SBC jangan sampai hanya jadi produk pariwisata, tetapi juga harus menjadi produk kebudayaan masyarakat kota solo. Jadi ini harus di letakkan di ruang kebudayaan.”

(13)

ditulis mengenai tujuan, visi, serta misi Pemkot Solo untuk menjadikan kota Solo sebagai kota kebudayaan.

“Strategi yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam melakukan city branding, terutama branding sebagai Kota Budaya adalah dengan memberdayakan segenap potensi budaya Surakarta, untuk ditampilkan sebagai sebuah identitas kota.”

Kenapa Pemkot memilih slogan “Solo Kota Budaya”? kembali ke hasil mapping survey dan competitive analysis bahwa daya saing yang kuat di Solo adalah nilai-nilai budaya yang masih dipegang teguh serta memiliki perputaran ekonomi yang besar di sektor pariwisatanya. Maka nilai jual tadi lah yang „dipasarkan‟ oleh Pemkot Solo. Setelah ide-ide dikumpulkan dan ditampung maka Pemerintah Kota Solo beserta pihak pelaksana mulai merancang bagaimana setiap event festival tersebut dapat terlaksana dengan baik dan dapat menjadikan kota Solo semakin dikenal sebagai Kota Festival Budaya oleh masyarakat luas.

5.6.4 Implementation: pelaksanaan grand design dalam berbagai bentuk media, seperti pembuatan media center, pembuatan events, iklan, dan lain sebagainya. Dalam hampir setiap event setelah ide tadi dikemas dan disusun untuk menjadi sebuah acara yang besar. Contohnya dalam event SBC,

“Setelah tema besar selesai, lalu evaluasi tentang tema, kita sosialisasikan ke pak walikota, ke dinas-dinas terkait, setelah itu kita baru membuka pendaftaran peserta untuk mengikuti program ini ke sekolah-sekolah, ke masyarakat umum melalui publikasi itu, setelah seselai pendaftaran lalu kita mulai workshop yang dimulai dari merancang kostum, dll. Lalu masuk ke pra event dan baru masuk ke acara. Setelah acara baru ada evaluasi penyelenggaraan itu. Kebanyakan, evaluasinya itu malah pada pengaturan penonton.”

(14)

penyelenggara event untuk ikut mempromosikan event-event tersebut kepada khalayak luas.

5.7 Efektifitas dalam perspektif ilmu komunikasi

Jika dilihat dari strategi-strategi yang diterapkan oleh Pemkot Solo dalam upaya membranding Solo menjadi “Solo Kota Budaya” cukup efektif. Hal ini dapat diamati dari setiap event yang diadakan masyarakat Solo sendiri sangat antusias dalam mengikuti setiap event yang digelar oleh Pemkot Solo. Masyarakat bahkan tidak hanya pasif sebagai penikmat acara, tetapi juga turut serta dalam penyelenggara bahkan beberapa ide kreatif event besar di Solo datangnya berasal dari masyarakat (komunitas) sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Heru (SBC, 40th)

“Jadi idenya sebetulnya dari masyarakat yang diwakili oleh Solo Center Point. Lalu mulai berbicara dengan pemerintah kota. Akan tetapi SBC tidak akan sampai sejauh ini tanpa dukungan dan peran dari pemerintah kota.”

Masyarakat di luar Solo pun antusias dalam menyambut setiap event yang dilaksanakan oleh Pemkot Solo. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya paket-paket wisata yang dibuat oleh agen-agen wisata di Solo yang menawarkan diskon dan beberapa tawaran menarik lainnya untuk dapat berwisata di Solo dengan lebih nyaman. Serta peningkatan ekonomi yang terjadi ketika event berlangsung berkali-kali lipat. Hal ini tentunya dapat menjadi indikator efektivitas dari program pemerintah ini. Bapak Heru (SBC, 40th)

“lalu di harapkan dengan adanya SBC maka banyak tamu-tamu wisata datang ke solo. Dengan begitu otomatis pariwisata dan perekonomian kota solo menjadi meningkat.”

(15)

Solo sebagai Kota Festival Seni Budaya merupakan salah satu upaya Pemkot Solo untuk menjadikan kota Solo mampu bersaing dengan kota-kota besar yang lain di Indonesia. Dibuktikan dengan festival-festival seni yang diadakan tidak hanya bertaraf nasional, bahkan bertaraf internasional. Festival bertaraf internasional ini, dengan mengundang delegasi asing disetiap event internasional yang diadakan oleh Pemkot.

5.8 Kredibilitas Data

Peneliti menggunakan teknik triangulasi data untuk melakukan Uji Kredibilitas Data. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Pemkot Solo, komunitas kesenian di Solo selaku

Gambar

Tabel 5.1  Model Pembentukan Identitas

Referensi

Dokumen terkait

Pelimpahan sebagiankewenangan pusat kepada daerah dalam kewenangan di Bidang Perizinan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinann Terpadu Satu Pintu (PTSP)

[r]

[r]

Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Klas IB Metro, pada hari Senin tanggal 6 Oktober 2014, pada pukul 11.15. Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas II

• mengantisipasi volume lalu lintas yang relatif besar pada ruas jalan Kudus – Pati. • memperbaiki dan meningkatkan tingkat keselamatan pengguna jalan pada

Berdasarkan data tersebut, perbandingan massa Fe dengan S dalam besi sulfida hasil reaksi adalah ..... Batu kapur sebanyak 10 gram dicampur den- gan asam klorida dengan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Probolinggo Tahun 2006- 2010”. Skripsi ini disusun

Gunung Sahilan , Kami Pokja V Kantor Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Kampar Tahun Anggaran 2014 Bersama ini kami mengundang Saudara untuk dapat menghadiri Pembuktian