• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) berulangkali dalam Kasus La Nyalla Mattaliti dalam Prespektif Asas Kepastian Hukum Islam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) berulangkali dalam Kasus La Nyalla Mattaliti dalam Prespektif Asas Kepastian Hukum Islam."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PENERBITAN SURAT PERINTAH PENYIDIKAN (SPRINDIK) BERULANGKALI DALAM KASUS LA NYALLA MATTALITTI DALAM

PERSPEKTIF ASAS KEPASTIAN HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Oleh :

Moch. Supriadi Al-Furqani NIM. C03212016

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM

PRODDI HUKUM PIDANA ISLAM

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dalam Berulangkali dalam Kasus La Nyalla Mattaliti dalam Prespektif Asas Kepastian Hukum Islam ” Skripsi ini merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan, 1) Bagaimana Penerbitan Surat Perintah Penyidikan (SPRINDIK) dalam kasus La Nyalla Mattaliti? 2) Bagaimana penerbitan surat perintah penyidikan (Sprindik) berulangkali dalam kasus La Nyalla Mattaliti perspektif asas kepastian hukum islam?

Penelitian ini adalah penelitian empiris, Penelitian hukum empiris didasarkan pada kenyataan di lapangan atau melalui observasi (pengamatan) langsung. Berkenan dengan tipologi dan klasifikasi penelitian, hukum normatif desertakan dengan penelitian hukum doctrinal (doktrin), sedangkan penelitian hukum empiris disertakan dengan penelitian non doctrinal (tanpa doktrin). Penelitian hukum empiris yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Penelitian hukum empiris hendak mengadakan pengukuran terhadap peraturan perundang-undangan tertentu mengenai efektivitasnya, maka definisi-definisi operasional dapat diambil dari peraturan perundang-undangan.

Dari skripsi ini dapat disimpulkan 1) bahwa berawal dari penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi penyalahgunaan bantuan dana hibah yang diterima kamar dagang dan industri Jawa Timur (KADIN JATIM) dari pemprov Jawa Timur tersangka Diar Kusuma Putra dan tersangka Nelson Sembiring dengan dasar surat perintah penyidikan KEJATI No.Print -163/0.5/Fd.1/02/2015 tanggal 17 februari 2015 dan surat perintah penyidikan No.Print-164/0.5/Fd.1/02/2015 tanggal 17 februari 2015. 2) Bahwa dalam hukum islam tentang penerbitan surat perintah penyidik (SPRINDIK) dalam kasus La Nyalla Mattaliti perspektif asas kepastian hukum islam. Menurut peneliti, perbuatan yang dilakukan oleh tersangka termasuk dalam unsur jarimah ta’zir. Karena dengan alasan terdakwa mau mengembalikan seluruh kerugian Negara yang bernilai Rp. 5.359.479.150.- yang disebabkan olehnya.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, sebaiknya penegak hukum lebih detail untuk mengambil suatu keputusan agar tidak terjadi kesalahan fatal sehingga manfaat, keadilan, dan kepastian hukum dapat terealisasikan di masyarakat secara ril.

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 4

C. Batasan masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 6

G. Kajian pustaka ... 7

H. Definisi Operasional ... 10

I. Metode Penelitian ... 11

J. Sistematika Pembahasan ... 18

(10)

BAB II ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM HUKUM POSITIF DAN

ISLAM ... 20

A. Pengertian Asas Kepastian Hukum ... 20

B. Macam-macam Asas dalam Hukum Islam... 21

C. Penjelasan Asas Kepastian Hukum dalam Islam dan Dasar Hukumnya ... 26

D. Unsur-unsur hukuman dalam Islam ... 30

BAB III PROFIL KEJAKSAAN TINGGI JAWA TIMUR DAN HASIL WAWANCARA ... 32

A. Sejarah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ... 32

B. Visi dan Misi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ... 40

C. Tugas Pokok dan Fungsi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ... 43

D. Logo dan Arti Logo Kejaksaan ... 45

E. Doktrin Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ... 47

BAB IV PENERBITAN SURAT PERINTAH PENYIDIK (SPRINDIK) BERULANGKALI DALAM KASUS LA NYALLA MATTALITI DALAM PRESPEKTIF ASAS KEPASTIAN HUKUM ISLAM .... 67

A. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Berulangkali dalam Kasus La Nyalla Mattaliti ... 67

B. Analisis Prespektif Asas Kepastian Hukum Islam ... 81

BAB V PENUTUP ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Proses hukum acara pidana dan penegakannya memang tidak pernah

ada habisnya untuk dibahas, karena banyak lika-liku ketentuan hukum di

dalamnya yang berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) seseorang.

Menurut almarhum Yap Thiam Hien yang mengatakan bahwa Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah sebuah “miniature” dari

konsitusi sebuah Negara hukum.

Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidikan adalah serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

Penyidikan harus dibedakan dengan penyelidikan (upaya penyelidik

untuk mencari suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana)1.

Sedangkan fungsi dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), maka

sebelumnya perlu menjelaskan dasar hukum dikeluarkannya Sprindik

sebagaimana diatur Pasal 109 ayat (1) KUHAP yang menyatakan:

“Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.”.

1

Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 1

(12)

2

Selain Pasal 109 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

di atas, ada juga ketentuan administatif penyidikan internal yang mengatur

mengenai Sprindik, yang dapat temukan di Pasal 1 angka 17, Pasal 4 huruf d,

Pasal 10 ayat (1), Pasal 15 dan Pasal 25 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun

2012 tentang Manajemen Penyidikan (Perkap No. 14 Tahun 2012).

Kasus hukum yang menjerat Ketua Umum Kamar Dagang dan

Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mahmud Mattalitti dianggap sebagai

persoalan serius bangsa. Khususnya yang menyangkut sistem hukum dan

hubungan kelembagaan dalam tata negara Indonesia.

Seperti diketahui, KADIN Jatim pada tahun 2015 mengalami

permasalahan dalam pengelolaan Dana Hibah dari Pemerintah Provinsi

(Pemprov) Jatim. Hal itu bermuara pada perkara hukum di awal tahun 2015

lalu. Yang pada akhirnya, Kejati Jatim menjerat dua orang pengurus KADIN

Jatim ke ranah hukum. namun, perkara tersebut sudah dinyatakan Inkra

(berkekuatan hukum tetap) terhitung sejak Desember 2015 lalu. Bahkan,

kerugian Negara telah dihitung oleh BPKP dan telah dikembalikan oleh

pelaku.

Persis sama dengan yang dilakukan pada saat perkara KADIN pada

tahun 2015 lalu. Sehingga dalam dua tahun ini, berturut-turut pengurus dan

(13)

3

Ternyata, perkara yang sudah inkra tersebut dibuka lagi oleh Kejati

Jatim di awal tahun 2016 dengan sebutan KADIN jilid dua. Penyidik Kejati

Jatim kembali memanggil hampir semua pengurus dan staf KADIN Jatim.2

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan Ketua Kamar Dagang dan

Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka kasus

dugaan korupsi dana hibah tahun 2012 sebesar Rp 5 miliar. Menurut berita

yang penulis kutip, uang tersebut diduga digunakan untuk membeli saham

Bank Jatim.3

Pada bulan mei 2016, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menerbitkan

Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) jilid keempat untuk Ketua Umum

Persatuan Sepak Bola Selurih Indonesia itu. Penetapan tersangka sebelumnya,

oleh La Nyala yang kini kabur ke luar negeri selalu dibalas dengan

praperadilan. Hakim Pengadilan Negeri Surabaya selalu memenangkan

praperadilan La Nyalla.4

Dengan adanya surat perintah penyidikan (SPRINDIK) berulangkali,

maka belum adanya asas kepastian hukum, terlebih kepastian hukum dalam

Islam. Seperti dalam QS. Al-Isra’ ayat 15 yang berbunyi:

2

Upaya Kriminalisasi Terhadap La Nyalla dan Kronologis Lengkap Dana Hibah Kadin Jatim, http://www.liputan1.com/2016/02/05/upaya-kriminalisasi-terhadap-la-nyalla-dan-kronologis-lengkap-dana-hibah-kadin-jatim/. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2016

3

La Nyalla Mattalitti Jadi Tersangka Kasus Korupsi Dana Hibah. http://news.liputan6.com/read/2460401/la-nyalla-mattalitti-jadi-tersangka-kasus-korupsi-dana-hibah. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2016

4

Sprindik ke-4: La Nyalla Tersangka Lagi, Praperadilan Lagi.

(14)

4











“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul”.

Sedangkan dalam kaidah fiqh berbunyi:

دْوﺪﺣ

لﺎﻌﻓ

ء ﻌ ا

ْﺒ

دْورو

ﱢﺺﻨ ا

“Tidak ada hukum bagi tindakan-tindakan manusia sebelum ada aturan hukumnya”.

Bahasan terpenting dalam hal ini adalah daya berlaku surut (atsarun

raj’i). Pada prinsipnya aturan fiqh jinayah ini tidak berlaku surut. Meskipun

demikian, kalangan para ulama, ada yang berpendapat mengenai adanya

kekecualian dari hal tersebut.

Hal inilah yang menuntun peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik)

BerulangKali Dalam Kasus La Nyalla Mattalitti dalam Perspektif Asas

Kepastian Hukum Islam”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah

(15)

5

1. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan Ketua Kamar Dagang dan

Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka kasus

dugaan korupsi dana hibah tahun 2012 sebesar Rp 5 miliar.

2. Dalam perspektif hukum positif, penerbitan Surat Perintah Penyidikan

(Sprindik) berulang-ulang kali memang bukan menjadi suatu masalah.

3. Pada bulan mei 2016, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menerbitkan Sprindik

(Surat Perintah Penyidikan) jilid keempat untuk Ketua Umum Persatuan

Sepak Bola Selurih Indonesia itu. Penetapan tersangka sebelumnya, oleh La

Nyala yang kini kabur ke luar negeri selalu dibalas dengan praperadilan.

Hakim Pengadilan Negeri Surabaya selalu memenangkan praperadilan La

Nyalla.

4. Sedangkan dalam hukum Islam tentang asas kepastian hukum, maka hal

tersebut menimbulkan persoalan yang perlu diteliti kembali.

C.Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi yang telah dikemukakan di atas, agar

penelitian terarah dan tidak menyimpang dari topik yang dibahas, maka

penulis memberi batasan permasalahan pada : Asas kepastian hukum dalam

Islam pada kasus penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) berulang

(16)

6

D.Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerbitan surat perintah penyidikan (Sprindik) dalam kasus La

Nyalla Mattalitti ?

2. Bagaimana penerbitan surat perintah penyidikan (Sprindik) berulang kali

dalam kasus La Nyalla Mattalitti dalam perspektif Asas Kepastian Hukum

Islam ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana Penerbitan Surat Perintah Penyidikan

(Sprindik) dalam kasus La Nyalla Mattalitti.

2. Untuk mengetahui bagaimana Penerbitan Surat Perintah Penyidikan

(Sprindik) berulang kali dalam kasus La Nyalla Mattalitti dalam perspektif

Asas Kepastian Hukum Islam.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan hasil dari penelitian ini yaitu :

1. Manfaat praktis

Mengetahui bagaiamana asas kepastian hukum dalam Islam pada

Penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) berulang kali dalam kasus

La Nyalla Mattalitti.

(17)

7

a. Dapat dijadikan sebagai salah satu sarana penulis dalam

mempraktekkan ilmu-ilmu pengetahuan (teori) yang telah penulis

dapatkan selama di institusi tempat penulis belajar.

b. Bagi Pembaca dapat digunakan sebagai referensi serta informasi

mengenai asas kepastian hukum dalam Islam pada Penerbitan Surat

Perintah Penyidikan (Sprindik) berulang kali dalam kasus La Nyalla

Mattalitti.

G.Kajian Pustaka

Untuk menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap objek

yang sama serta menghindari anggapan plagiasi karya tertentu, maka perlu

pengkajian terhadap karya-karya yang telah ada. Diantara penelitian yang

sudah pernah dilakukan adalah sebagai berikut.

Skripsi Tria Rosita Oktarina dengan judul “Pelaksanaan Penyelidikan

dan Penyidikan Perkara Pidana Carok Massal di Wilayah Hukum Polwil

Madura”. Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan penyelidikan dan

penyidikan suatu perkara pidana carok massal yang dilakukan oleh Polres

Pamekasan yang notabennya berada diwilayah hukum Polwil Madura.

Penelitian ini termasuk penelitian empiris yang bersifat deskriptif yang

mengunakan data primer dan data sekunder, dimana penulis mengumpulkan

data-data dari narasumber yang terkait yakni aparat penyidik Polres

Pamekasan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi

dokumen. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, ternyata

(18)

8

sebagai berikut: 1) Petugas mengetahui telah terjadi suatu tindak pidana baik

melalui laporan, pengaduan, pengetahuan penyidik sendiri,atau melaui media.

2) Setelah dinyatakan memang merupakan tidak pidana maka dilakukan

tindakan penyidikan.5

Skripsi Indarwati Darmastuti dengan judul “Proses Penyidikan dalam

Upaya Penyelesaian Berita Acara Pemeriksaan Di Polresta Surakarta (Studi

Kasus Pembunuhan Berencana No. Pol. BP/113/IV/2005/Reskrim). Skripsi ini

membahas mengenai proses penyidikan dalam upaya penyelesaian berita acara

pemeriksaan perkara pembunuhan berencana di Polresta Surakarta.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa

pelaksanaan penanganan perkara pembunuhan berencana yaitu penyidikan,

dimulai dari diketahui terjadinya tindak pidana pembunuhan berecana yaitu

dari laporan saksi pertama kemudian dibuatkan laporan polisi. Sedangkan

penyidikan, yaitu membuat surat perintah penyidikan, membuat surat perintah

tugas, melakukan pemanggilan terhadap saksi, melakukan pemeriksaan saksi

dan tersangka, melakukan upaya paksa, menyusun sampul berkas perkara,

serta menyerahkan berkas perkara kepada kejaksaan.6

Jurnal Gebrandy Alfrendo Lalolarang yang berjudul “Kajian Yurudis

Penetapan Sprindik Berulangkali oleh Kejaksaan Setelah Gugatan

Praperadilan Diterima (Studi Kasus La Nyalla Mattalitti). Penelitian ini

5

Tria Rosita Oktarina, Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan Perkara Pidana Carok Massal di Wilayah Hukum Polwil Madura”. (Skripsi—Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008).

6

Indarwati Darmastuti, Proses Penyidikan dalam Upaya Penyelesaian Berita Acara Pemeriksaan Di Polresta Surakarta (Studi Kasus Pembunuhan Berencana No. Pol. BP/113/IV/2005/Reskrim)”.

(19)

9

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Praperadilan menurut KUHAP dan bagaimana akibat hukum status tersangka

La Nyalla Mattalitti pasca dikabulkannya Putusan Praperadilan. Dengan

menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Lembaga

Praperadilan bertujuan melindungi hak-hak asasi tersangka dari tindakan

sewenang-wenang dan melanggar hukum oleh aparat penegak hukum. Sebagai

manusia biasa, para aparat penegak hukum itu dapat saja keliru atau khilaf

menetapkan status tersangka, bahkan pada putusan pengadilan dapat saja

terjadi “obscuur libel” atau “obscuur in persona” yang merupakan bentuk

penyalahgunaan wewenang atau penyalahgunaan kekuasaan yang tidak

dibenarkan menurut hukum. 2. Dikabulkannya Praperadilan La Nyalla

Mattalitti oleh Pengadilan Negeri Surabaya yang ditanggapi oleh Termohon,

Kajati Jawa Timur dengan menerbitkan Sprindik baru sebagai tersangka,

menyebabkan di antara aparat penegak hokum terjadi benturan pendapat dan

sikap yang mempertontonkan tidak solid dan tidak akrabnya hubungan secara

kelembagaan di antar aparat penegak hukum, oleh karena masing-masing

berpijak pada dasar hukum itu sendiri. Kejaksaan dapat menjadi penyelidik

sekaligus penuntut umum pada tindak pidana tertentu seperti tindak pidana

khusus misalnya tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang,

dengan substansi yang hendak dicapainya ialah mengembalikan kerugian

keuangan negara melalui mekanisme Jaksa sebagai Pengacara Negara atau

Pemerintah.7

7

Gebrandy Alfrendo Lalolarang, “Kajian Yurudis Penetapan Sprindik Berulangkali oleh

(20)

10

Dari beberapa skripsi maupun jurnal di atas, belum menjelaskan

secara jelas mengenai asas kepastian hukum dalam Islam pada penerbitan

Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) berulang kali dalam kasus La Nyalla

Mattalitti. Apalagi dalam masalah yang penulis teliti merupakan bentuk

penilitian yang baru, jadi masih belum banyak yang meneliti mengenai

masalah tersebut.

H.Definisi Operasional

Sebagai gambaran di dalam memahami suatu pembahasan maka perlu

sekali adanya pendefinisian terhadap judul yang bersifat operasional dalam

penulisan skripsi ini agar mudah dipahami secara jelas tentang arah dan

tujuannya.

Adapun judul skripsi ini “Penerbitan Surat Perintah Penyidikan

(Sprindik) BerulangKali Dalam Kasus La Nyalla Mattalitti dalam Perspektif

Asas Kepastian Hukum Islam”. Dan agar tidak terjadi kesalapahaman di

dalam memahami judul skripsi ini, maka perlu kiranya penulis uraiakan

tentang pengertian judul tersebut sebagai berikut :

Surat Perintah Penyidikan

(SPRINDIK)

: Surat Perintah yang dikeluarkan

oleh Atasan Penyidik kepada

Penyidik Pembantu yang namanya

tercantum dalam Surat Perintah

Penyidikan, setelah adanya

Kejaksaan Setelah Gugatan Praperadilan Diterima (Studi Kasus La Nyalla Mattalitti)”, (Jurnal— Lex Crimen Vol V/No. 6/Ags, 2016).

(21)

11

kesimpulan dari gelar/evaluasi

hasil penyelidikan bahwa telah

terjadi tindak pidana. Sehingga

dengan demikian sprindik ditanda

tangani oleh atasan penyidik. Dan

atasan penyidik adalah Pejabat

yang secara struktur berkedudukan

sebagai atasan Penyidik.8

Kasus La Nyalla Mattalitti : Tersangka kasus dugaan korupsi

dana hibah tahun 2012 sebesar Rp

5 miliar. Uang tersebut diduga

digunakan untuk membeli saham

Bank Jatim.

Asas Kepastian Hukum Islam : Asas yang menyatakan bahwa

tidak ada satu perbuatan yang

dapat dihukum kecuali atas

kekuatan ketentuan peraturan

yang ada dan berlaku pada

perbuatan itu.9

8

Pengertian Sprindik. http://infowuryantoro.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-sprindik.html. Diakses pada tanggal 04 Oktober 2016.

9

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), 129.

(22)

12

I. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang akan dipakai adalah penelitian hukum empiris.

Penelitian hukum empiris didasarkan pada kenyataan di lapangan atau

melalui observasi (pengamatan) langsung. Berkenaan dengan tipologi dan

klasifikasi penelitian, hukum normatif disetarakan dengan penelitian hukum

doctrinal, sedangkan penelitian hukum empiris disetarakan dengan penelitian

non doktrinal.10 Penelitian hukum empiris yang mencakup penelitian terhadap

identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum.

Penelitian hukum empiris hendak mengadakan pengukuran terhadap peraturan

perundang-undangan tertentu mengenai efektivitasnya, maka definisi-definisi

operasional dapat diambil dari peraturan perundang-undangan tersebut.11

1. Data yang dikumpulkan

Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan

menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan

data yang dipakai untuk suatu keperluan. Adapun data yang perlu

dikumpulkan sebagai berikut :

a. Hasil wawancara dari pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

2. Sumber Data

10

Syamsudin Pasamai, Metodologi Penelitian & Penulisan Karya Ilmiah Hukum, (Makassar: PT. Umitoha, 2010), 66.

11

Muktifajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 153.

(23)

13

Sebagaimana lazimnya penelitian hukum di masyarakat (sosio-legal

research), penelitian ini membutuhkan data baik data primer yang berasal

dari informan, maupun data sekunder yang berasal dari “bahan hukum”.

Data primer yang diperlukan berupa informasi yang terkait dengan

penerbitan Sprindik atas kasus Laa Nyalla Mattalitti jika dianalisis dengan

asas kepastian hukum Islam. Dalam hal ini yaitu Maruli Hutagalung selaku

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan beberapa staf Kejaksaan Tinggi

Jawa Timur yang menangani kasus tersebut.

Data sekunder adalah data yang bersumber dari Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), literatur, peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan proses penyidikan dan penyelidikan, serta

hasil-hasil penelitian sebelumnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak

akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.12

a. Observasi

Obeservasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang

menggunakan pertolongan indra mata. observasi juga merupakan salah

satu tehnik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode

12

(24)

14

penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan

menggunakan panca indera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran,

untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah

penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek,

kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi

dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau

kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Penulis melakukan observasi secara langsung di Kejaksaan Tinggi

Jawa Timur.

b. Studi Dokumenter

Penelitian untuk mengumpulkan data sekunder dilakukan dengan

studi dokumentasi, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), peraturan perundang-undangan, dan peraturan lain

yang membahas mengenai penyidikan dan penyelidikan.

c. Wawancara

Dalam hal ini dilakukan survai dan wawancara dengan metode

depth interview atau wawancara mendalam untuk mengumpulkan

data yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.13

Wawancara juga dilakukan dengan menggunakan petunjuk wawancara

(guided interview) sebagai petunjuk atau pedoman dalam melakukan

wawancara. Wawancara dilakukan terhadap pejabat daerah terutama

13

(25)

15

dari Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan beberapa staf-staf yang

menangani kasus tersebut.

4. Teknik Pengolahan Data

Pada Jenis penelitian kualitatif ini, pengolahan data tidak harus

dilakukan setelah data terkumpul atau pengolahan data selesai. Dalam hal

ini, data sementara yang terkumpulkan, data yang sudah ada dapat diolah

dan dilakukan analisis data secara bersamaan. Pada saat analisis data, dapat

kembali lagi ke lapangan untuk mencari tambahan data yang dianggap

perlu dan mengolahnya kembali. Pengolahan data dalam penelitian

kualitatif dilakukan dengan cara mengklasifikasikan atau mengkategorikan

data berdasarkan beberapa tema sesuai fokus penelitannya.14

Pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari :

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan lapangan. Langkah-langkah yang

dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau

pengkategorisasian ke dalam tiap permasalahan melalui uraian singkat,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data

sehingga dapat ditarik dan diverifikasi. Data yang direduksi antara lain

14

Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif. Pendekatan. (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), 173

(26)

16

seluruh data mengenai permasalahan penerbitan Sprindik berulangkali

pada kasus Laa Nyalla Mattalitti jika dianalisis dengan asas kepastian

hukum Islam.

b. Penyajian Data

Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah

penyajian data. Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan

informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Dalam penelitian ini, data yang disajikan yaitu mengenai tentang

hasil wawancara dari pihak terkait yang ada di Kejaksaan Tinggi Jawa

Timur.

c. Verifikasi

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data

yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan

atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti,

keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.

Sebelum melakukan penarikan kesimpulan terlebih dahulu dilakukan

reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan atau verifikasi

dari kegiatan-kegiatan sebelumnya.

Dalam penelitian ini, penulis memberikan verifikasi yang

(27)

17

kepastian hukum Islam perlu dikaji kembali keabsahan kepastin hukum

nya. Namun hal tersebut perlu pembuktian mendalam agar

mengetahuinya.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah sebagai bagian dari proses pengujian data yang

hasilnya digunakan sebagai bukti yang memadai untuk menarik kesimpulan

penelitian.15 Analisis data adalah proses mencari dan menyusun sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara.

Analisa data dapat dilakukan setelah memperoleh data-data, baik

dengan observasi, wawancara, serta dokumentasi. Kemudian data-data

tersebut diolah dan dianalisis untuk mencapai tujuan akhir penelitian.

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif kualitatif yaitu cara analisis yang cendrung menggunakan kata-

kata untuk menjelaskan fenomena atau data yang diperoleh.16

Data kualitatif digunakan untuk menganalisa data yang tidak

berbentuk angka dan digunakan untuk analisa data deskriptif kualitatif

dengan menggunakan metode induktif. Metode induktif adalah bermula

dari fakta-fakta khusus, peristiwa konkrit yang kemudian ditarik

generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.17

15

Indriantoro, Metodelogi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 2002), 11.

16

Drajat Suharjo, Metode Penelitian dan Penulisan Laporan Ilmiah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), 178.

17

(28)

18

Pada saat wawancara penulis sudah melakukan analisis terhadap

jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah

dianalisa terasa belum memuasakan, maka penulis akan melanjutkan

pertanyaan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang dianggap

kredibel yang disebut data collection. Aktivitas dalam analisis data yaitu

data reduction, data display, dan conclusion drawing or verification.18

Data-data yang sudah dikumpulkan yakni data collection akan

direduksi yaitu dilakukan dengan cara mengurangi data yang tidak sesuai

dengan fokus penelitian. Setelah data direduksi, data didisplay yaitu

dibedakan berdasarkan jenis klasifikasi yang telah ditentukan. Data yang

direduksi dan didisplay, maka tahap selanjutnya adalah verification data

yang ada dengan kebenarannya setelah itu penarikan kesimpulan.

J. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan suatu penjabaran secara

deskriptif tentang hal-hal yang peneliti tulis dalam skripsi ini yang secara

garis besar terdiri dari lima bab.

Bab satu diuraikan tentang permasalahan secara umum yang meliputi

latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

18

Sugiono, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cetakan ke 11, (Bandung: Alfa Beta, 2012), 246.

(29)

19

Bab dua membahas kajian pustaka tentang tentang teori-teori yang

mendukung dalam penelitian diantaranya meliputi Asas kepastian hukum

dalam Islam.

Bab tiga membahas tentang data yang akan memaparkan tentang

hasil wawancara dengan Kepala dan beberapa pihak Kejaksaan Tinggi Jawa

Timur yang terkait kasus Laa Nyaalla Mattalitti.

Bab empat membahas tentang hasil dan pembahasan yang akan

mengemukakan tentang bagaimana penerbitan Surat Perintah Penyidikan

(Sprindik) berulang kali dalam kasus La Nyalla Mattalitti dan bagaimana

dalam perspektif Asas Kepastian Hukum Islam

Bab lima berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan selanjutnya

memberikan saran yang ditujukan untuk perbaikan perbaikan kondisi

(30)

BAB II

ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM HUKUM POSITIF DAN ISLAM

A. Pengertian Asas Kepastian Hukum

Kepastian adalah kata berasal dari pasti, yang artinya tentu; sudah

tetap; tidak boleh tidak; suatu hal yang sudah tentu. Seorang filsuf hukum

Jerman yang bernama Gustav Radbruch mengajarkan adanya tiga ide dasar

hukum, yang oleh sebagian besar pakar teori hukum dan filsafat hukum, juga

diidentikan sebagai tiga tujuan hukum, diantaranya keadilan, kemanfaatan

dan kepastian hukum.1

Asas kepastian hukum adalah suatu jaminan bahwa suatu hukum

harus dijalankan dengan cara yang baik atau tepat. Kepastian pada intinya

merupakan tujuan utama dari hukum. Jika hukum tidak ada kepastian maka

hukum akan kehilanfan jati diri serta maknanya. Jika hukum tidak memiliki

jati diri maka hukum tidak lagi digunakan sebagai pedoman perilaku setiap

orang.

Munculnya hukum modern membuka pintu bagi masuknya

permasalahan yang tidak ada sebelumnya yang sekarang kita kenal dengan

nama kepastian hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan sesuatu

yang baru, tetapi nilai nilai keadilan dan kemanfaatan secara tradisional

sudah ada sebelum era hukum modern, bahkan dalam ajaran hukum Islam.

Dalam hal ini aturan yang dijadikan pedoman adalah Al-Qur’an dan hadist

1

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), 847

(31)

21

sebagai dasar utama, disisi lain masih ada ketentuan-ketentuan lainnya,

misalnya, ijma’, qiyas, dsb.

B. Macam-Macam Asas-Asas Dalam Hukum Islam

Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata Fikih Jinayah.

Fikih Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau

perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang

dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil

hukum yang terperinci dari al-Qur’an dan Hadist. Tindakan kriminal

dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu umum

serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari

al-Qur’an dan Hadist. Hukum Pidana Islam merupaka Syari’at Allah yang

mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun

akhirat. 2

Jika kita berbicara tentang hukum, secara sederhana segera terlintas

dalam pikiran kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang

mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau

norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan

ditegakkan olehpenguasa. Bentuknya mungkin berupa hukum yang tidak

tertulis seperti hukum adat, mungkin juga berupa hukum tertulis dalam

2

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 1.

(32)

22

peraturan perundang-undangan seperti hukum Barat. Hukum Barat melalui

asas konkordansi, sejak pertengahan abad ke-19 (1855) berlaku di Indonesia.

Hukum dalam konsepsi seperti hukum Barat adalah hukum yang sengaja

dibuat oleh manusia untuk mengatur kepentingan manusia itu sendiri dalam

masyarakat tertentu. Dalam konsepsi hukum perundang-undangan (Barat),

yang diatur oleh hukum hanyalah hubungan manusia dengan manusia dan

benda dalam masyarakat.

Di samping itu, ada konsepsi hukum lain, di antaranya adalah

konsepsi Hukum Islam. Dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh

Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan

benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya, karena

manusia yang hidup dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan.

Hubungan-hubungan itu adalah hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan

manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan

manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya.

Sedangkan untuk tujuan Hukum Islam sendiri secara umum sering

dirumuskan bahwa tujuan Hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia

di dunia ini dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang

bermanfaatmdan mencegah atau menolak yang mudarat, yaitu yang tidak

berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan Hukum Islam

adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual

(33)

23

yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta.3

Hukum Islam juga mengandung asas-asas, asas Hukum Islam berasal

dari sumber Hukum Islam terutama al-Qur’an dan Hadist yang

dikembangkan oleh akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk

berijtihad. Asas-asas Hukum Islam banyak, disamping asas-asas yang b`erlaku

umum, masing-masing bidang dan lapangan mempunyai asanya

sendiri-sendiri. Asas-asas umum Hukum Islam adalah asas-asas hukum yang

meliputi semua bidang dan lapangan Hukum Islam, yaitu sebagai berikut :

1. Asas Keadilan

Asas keadilan adalah asas yang penting dan mencakup semua asas

dalam bidang Hukum Islam. Akibat dari pentingnya asas dimaksud,

sehingga Allah Swt. mengungkapkan di dalam al-Qur’an lebih dari 1.000

kali, terbanyak disebut setelah kata Allah dan ilmu pengetahuan. Banyak

ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia berlaku adil dan

menegakkan keadilan di antaranya adalah Surat Shadd ayat 26 :





































































3

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 42.

(34)

24

“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”.

Allah memerintahkan agar manusia menegakkan keadian, menjadi

saksi yang adil walaupun terhadap diri sendiri, orang tua dan keluarga

dekat. Berdasarkan semua itu, dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah

asas yang mendasari proses dan sasaran Hukum Islam.

2. Asas Kemanfaatan

Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastian hukum,

seyogyanya dipertimbangkan kemanfaatannya, baik bagi yang

bersangkutan sendiri maupun bagi kepentingan masyarakat. Dalam

menerapkan ancaman hukum mati terhadap seseorang yang melakukan

pembunuhan, misalnya dapat dipertimbnagkan kemanfaatan penjatuhan

hukum itu bagi diri terdakwa sendiri dan bagi masyarakat. Kalau hukum

mati yang akan dijatuhkan itu lebih bermanfaat bagi kepentingan

masyarakat, hukuman itulah yang dijatuhkan. Kalau tidak menjatuhkan

hukum mati lebih bermafaat bagi terdakwa sendiri dan keluarga atau

saksi korban, ancaman hukuman mati dapat diganti dengan hukuman

danda yang dibayarkan kepada keluarga terbunuh. Asas ini ditarik dari

(35)

25







































































































“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih”.

Disamping asas-asas umum tersebut di atas, didalam hukum

pidana juga terdapat asas-asas hukum Islam. Di antaranya adalah :

a. Asas Legalitas

Asas legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada

pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada undang-undang

yang mengaturnya. Asas ini berdasarkan surat al-Qashsash ayat 59

ayat ini mengatakan bahwa Allah tidak akan mengadzab siapapun

juga kecuali jika ia telah mengutus Rosul-Nya. Asas ini melahirkan

kaidah yang berbunyi, “tidak ada hukum bagi tindakan-tindakan

manusia sebelum ada aturan hukumnya.4

b. Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain

4

Juhaya S. Praja,Filsafat Hukun Islam,(Bandung : LPPM- Universitas Islam), 115

(36)

26

Asas ini adalah asas yang menyatakan bahwa setiap perbuatan

manusia, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang jahat akan

mendapatkan imbalan yang setimpal. Asas ini terdapat di dalam

berbagai surat dan ayat di dalam al-Qur’an: surat al-An’aam ayat 165,

al-Faathir ayat 18, az-Zumar ayat 7, an-Najam ayat 38, al-Muddatsir

ayat 38. Sebagai contoh pada ayat 38 surat al-Muddatstir Allah

menyatakan bahwa setiap orang terikat kepada apa yang dia kerjakan,

dan setiap orang tidak akan memikul dosa atau kesalahan yang dibuat

oleh orang lain.

c. Asas praduga tak bersalah

Asas praduga tak bersalah adalah asas yang mendasari bahwa

seseorang yang dituduh melakukan sesuatu kejahatan harus dianggap

tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan

menyatakan dengan tegas kesalahannya itu. Asas ini diambil dari

ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi sumber asas legalitas dan asas

larangan memindahkan kesalahan pada orang lain yang telah

disebutkan diatas tadi

C. Penjelasan Asas Kepastian Hukum dalam Islam dan Dasar Hukumnya

Asas kepastian hukum adalah suatu jaminan bahwa suatu hukum

harus dijalankan dengan cara yang baik atau tepat. Kepastian pada intinya

.

(37)

27

merupakan tujuan utama dari hukum. Jika hukum tidak ada kepastian maka

hukum akan kehilangan jati diri serta maknanya. Jika hukum tidak memiliki

jati diri maka hukum tidak lagi digunakan sebagai pedoman perilaku setiap

orang. Dalam asas kepastian hukum, tidak boleh ada hukum yang saling

bertentangan, hukum harus dibuat dengan rumusan yang bisa dimengerti oleh

masyarakat umum. Pengertian asas kepastian hukum juga terkait dengan

adanya peraturan dan pelaksanaannya. Kepastian hukum akan mengarahkan

masyarakat untuk bersikap positif pada hukum negara yang telah ditentukan.

Dengan adanya asas kepastian hukum, maka masyarakat bisa lebih tenang

dan tidak akan mengalami kerugian akibat pelanggaran hukum dari orang

lain.5

Di samping itu kepastian hukum dapat diartikan jaminan bagi

anggota masyarakat, bahwa semuanya akan diperlakukan oleh negara atau

penguasa berdasarkan peraturan hukum, tidak dengan sewenang-wenang.

Kepastian hukum merupakan salah satu prinsip, asas utama dari penerapan

hukum disamping dan sering berhadapan dengan asas keadilan. Kepastian

hukum menuntut lebih banyak penafsiran secara harfiah dari ketentuan

undang-undang.6

Paham negara hukum berdasarkan keyakinan bahwa kekuasaan

negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Jadi ada dua

5

Asas Kepastian Hukum. http://pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-asas-kepastian-hukum. Diakses pada tanggal 02 Januari 2017.

(38)

28

unsur dalam paham negara hukum. Pertama, bahwa hubungan antara yang

memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan, melainkan

berdasarkan suatu norma objektif yang juga mengikat pihak yang

memerintah. Kedua, bahwa norma objektif itu, hukum memenuhi syarat

bukan hanya secara formal, melainkan dapat dipertahankan dengan idea

hukum. Hukum menjadi landasan segenap tindakan negara, dan hukum itu

sendiri harus baik dan adil. Baik karena sesuai dengan apa yang diharapkan

masyarakat dari hukum, dan adil karena maksud dasar segenap hukum adalah

keadilan.7 Demikian maka, pengertian negara berdasarkan hukum berarti

bahwa segala kehidupan berbangsa dan bernegara dan bermasyarakat harus

didasarkan atas hukum. Hal ini berarti hukum mempunyai kedudukan yang

tinggi dan setiap orang baik pemerintah ataupun warga negara harus tunduk

terhadap hukum.8 Kepastian hukum merupakan suatu kebutuhan langsung

masyarakat.

Selain dalam hukum positif, kepastian hukum juga diatur dalam

Islam, hal tersebut bertujuan agar segala hajat hidup manusia dapat berjalan

dengan semestinya, tentunya dengan berpedoman dengan Al-Qur’an dan

Hadist.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Israa’ ayat 15, Allah Swt berfirman:

6

H. Ridwan Syahrani, Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Alumni, 2009), 124.

7

Frans Magnis Suseno, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), 295.

8

Jum Anggraeni, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 37.

(39)

29















































“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul”.

Selanjutnya di surat Al-Maidah ayat 95 terdapat ketegasan Illahi

yang menyatakan Allah mengampuni kesalahan yang sudah berlalu, yang

berbunyi:























































































































“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi Makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya Dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. dan Barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa”.

(40)

30

ada satu perbuatan pun dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan itu.9

Asas kepastian hukum adalah yang menyatakan bahwa tidak ada satu

perbuatan yang dapat dihukum kecuali atas kekuatan perundang-undangan

yang ada sebelum perbuatan itu dilakukan, di samping menyuratkan asas

kepastian hukum juga asas hukum tidak boleh berlaku surut (nonretroaktif).

D. Unsur-Unsur Hukuman dalam Islam

Untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana

dalam Hukum Islam, diperlukan unsur formil, normatif dan moral sebagai

berikut:

1. Unsur Formil (adanya Undang-Undang atau Nash) yaitu, setiap

perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat

dipidana kecuali adanya Nash atau Undang-Undang yang mengaturnya.

Dimana suatu perbuatan tidak dapat dianggap melawan hukum dan

pelakunya tidak dikenai sanksi sebelum adanya peraturan. Sedangkan

unsur Formil dalam Syariat Islam lebih dikenal dengan istilah “Ar

Ruknasy-Syar’i”.10

2. Secara yuridis normatif di satu aspek harus didasari oleh suatu dalil yang

menentukan larangan terhadap perilaku tertentu dan diancam dengan

9

Anwar Harjono, Hukum Islam: Keluasan dan Keadilannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1968), 155.

10

Siti Nuraini, Unsur-unsur Hukum Pidana Islam. http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2171324-unsur-unsur-tindak-pidana. Diakses pada tanggal 02 Januari 2017.

(41)

31

hukuman. Aspek lainnya secara yuridis normatif mempunyai unsur

materiil yang dalam Hukum pidana Islam disebut dengan “Ar-Rukun

Almadi” yaitu sikap yang dapat dinilai sebagai suatu pelanggaran

terhadap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Swt.

3. Unsur Moral, dalam syariat islam disebut “Ar-Rukun Al-Adabi” yaitu

kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata

mempunyai nilai yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini

disebut mukallaf. Mukallaf adalah orang Islam yang sudah baligh dan

berakal sehat yang mana pelaku tindak pidana adalah orang yang dapat

dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap jarimah yang

dilakukannya. Bahwa orang yang melakukan tindak pidana dapat

dipersalahkan dan dapat disesalkan, artinya bukan orang gila, anak-anak

dan bukan karena dipaksa atau karena pembelaan diri.

Selain unsur-unsur hukum pidana yang telah disebutkan, perlu

diungkapkan bahwa hukum pidana Islam dapat dilihat dari beberapa segi,

yaitu sebagai berikut :

1. Dari segi berat atau ringannya hukuman, maka hukum pidana Islam

dapat dibedakan menjadi (a) jari<mah h}udu<d, (b) jari<mah qishas<h, dan (c)

jari<mah ta’zi<r.

2. Dari segi unsur niat, ada dua jari<mah, yaitu (a) yang sengaja, dan (b)

tidak sengaja.

(42)

32

(b) tidak sengaja.

4. Dari segi si korban, jari<mah itu ada dua, yaitu (a) yang bersifat biasa, dan

(b) kelompok.

5. Dari segi tabiat, jari<mah terbagi dua, yaitu (a) yang bersifat biasa, dan

(43)

32

BAB III

PROFIL KEJAKSAAN TINGGI JAWA TIMUR DAN HASIL WAWANCARA

A. Sejarah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam

pasal 1 ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945, ini mengandung pengertian

bahwa di dalam berbangsa dan bernegara paradigm yang digunakan untuk

menjalani kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan

lain-lain diselenggarakan atas hukum (Rechstaats) tidak berdasarkan kekuasaan

belaka (Machstaat).1

Hukum adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur pergaulan

manusia dalam masyarakat yang bertujuan untuk memelihara ketertiban dan

mencapai keadilan, juga meliputi lembaga serta proses yang mewujudkan

kaidah tersebut sebagai kenyataan di masyarakat. Menurut terminologi

bahasa, yang dimaksud dengan istilah asas ada dua pengertian. Arti asas yang

pertama adalah dasar, alas, fundamen. Sedangkan arti asas yang kedua adalah

suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir atau

berpendapat dan sebagainya.2

Kejaksaan adalah Lembaga Pemerintah yang melaksanakan

kekuasaan Negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan

Undang-Undang oleh karena itu dalam menyajikan data pada skripsi ini,

1Undang-undang 1945 yang sudah di amandemen serta penjelasannya,

(Surabaya, Serbajaya, 1998)

2

Powerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(2005), 60-61

(44)

33

penulis melakukan penelitian di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur agar penulis

mengetahui bagaimana melaksanakan tugas dan fungsi sebagai penegak

hukum di Indonesia.

Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada

Zaman kerajaan Hindu-Jawa yang terletak di Jawa Timur, yaitu pada masa

Kerajaan Majapahit, istilah Dhyaka, Adhyaksa, dan Dharmadhyaksa sudah

mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini

berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam

bahasa sansekerta.

Seorang peneliti dari Belanda, W.F. Shutterhein mengatakan bahwa

Dhyaksa adalah pejabat negara di zaman kerajaan Majapahit, tepatnya di

saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa pada tahun 1350-1389 M.

Dhyaksa adalah hakim yang di beri tugas untuk menangani masalah

peradilan dalam sidang pengadilan, para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang

adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi dhyaksa.3

Pernyataan diatas tersebut di dukung pula oleh pernyataan lainnya

yakni pernyataan dari H.H. Juynboll, yang mengatakan bahwa adhiyaksa

adalah pengawasan (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter). Krom

dan Van Vollenhoven bahkan menyebutkan bahwa patih terkenal dari

majapahit yakni Patih Gajah Mada, juga adalah seorang Adhyaksa.

Pada masa pendudukan Belanda, Badan yang memiliki relevansi

dengan jaksa dan kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie, lembaga

3

(45)

34

ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan

Officier van Justities di dalam sidang pengadilan negeri, Pengadilan yustisi

(Jurisdictie Geschillen), dan Mahkamah Agung (Hooggerechtshof) di bawah

perintah langsung dari Asisten Presiden ( Residen).

Hanya saja pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai

perpanjangan tangan Belanda belaka, dengan kata lain, jaksa dan kejaksaan

pada masa penjajahan Belanda mengemban misi terselubung yakni antara

lain :

a. Mempertahankan segala peraturan negara

b. Melakukan penuntutan

c. Melaksanakan Putusan Pengadilan pidana yang berwenang.

Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya

dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang

berkaitan dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).

Kejaksaan Tinggi adalah Kejaksaan di Ibu kota propinsi dengan

daerah hukum meliputi wilayah propinsi yang bersangkutan. Kepala

kejaksaan Tinggi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil

kepala kejaksaan tinggi dan dibantu oleh beberapa orang unsure pembantu

pimpinan dan unsur pelaksana.4

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dipimpin oleh E.S. Maruli

Hutagalung, SH. MH.Kejaksaan Tinggi Jawa Timur adalah Kejaksaan di

Ibukota Provinsi Jawa Timur dengan wilayah tugas meliputi 38 Kejaksaan

4

Ibid,

(46)

35

Negeri se Jawa Timur. Kantor Kejaksaan Tinggi ini berada di Jl. Jend. A.

Yani No. 54-56, Surabaya Telepon (031) 8291066.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur saat ini adalah E.S. Maruli

Hutagalung, SH. MH yang sebelumnya dijabat oleh ELVIS JOHNY,

SH.MH. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Kejaksaan Tinggi dibantu

oleh beberapa orang unsur pembantu pimpinan dan unsur pelaksana.

Berikut Struktur Organisasi Pejabat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur :

Kepala Kejaksaan Tinggi E.s Maruli Hutagalung, SH.MH.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Rudi Prabowo Aji, SH.MH.

Kepala Bagian Tata Usaha Romy Arizyanto, SH.MH

Asisten Pembinaan Masnunah, SH.,M.Hum.

Asisten Intelijen Edy Birton, SH. MH.

Asisten Tindak Pidana Umum Tjahjo Aditomo, SH

Asisten Tindak Pidana Khusus I Made Suarnawan, SH, MH.

Asisten Perdata dan Tata Usaha

Negara Sudiharto, SH.MH.

Asisten Pengawasan Nikolaus Kondomo, SH.MH.

Jumlah pegawai di wilayah Kejaksaan Jawa Timur sebanyak 1.692

orang terdiri dari 797 orang Jaksa dan 895 orang Tata Usaha.5

Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara

resmi di fungsikan pertama kali oleh undang-undang pemerintahan zaman

pendudukan tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu

Sirei No.3/1942, No. 2/1944 dan No.49/1944. Yaitu tentang Eksistensi

5

Ibid,

(47)

36

Kejaksaan yang berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo

Hooin (pengadilan agung), Koootoo Hooin (pengadilan tinggi) dan Tihoo

Hooin (pengadilan negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa

Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk :

a. Mencari (menyidik) kejahatan dan pelenggaran.

b. Menuntut perkara.

c. Menjalankan putusan peradilan dalam perkara criminal.

d. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.

Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan

dalam Negara Republik Indonesia, hal ini di jelaskan dalam Pasal 11 aturan

peralihan UU 1945 yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2

Tahun 1945. Yang berisi tentang mengamanatkan bahwa sebelum Negara

Republik Indonesia membentuk badan-badan dan peraturan negaranya

sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar.

Maka segala badan dan peraturan yang ada masih berlaku. Karena

itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan Republik Indonesia telah ada sejak

kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 agustus 1945.

Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 agustus 1945, dalam rapat Panitia

Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan kejaksaan

dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan

(48)

37

Kejaksaan Republik Indonesia terus mengalami berbagai

perkembangan dan dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun

waktu dan perubahan sistem pemerintah. Sejak awal eksistensinya, hingga

kini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengalami 25 periode

kepemimpinan Jaksa Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah

ketatanegaraan Indonesia, kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara

kerja Kejaksaan RI, juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan

dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem

pemerintahan.

Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan

mendasar pertama berawal tanggal 30 juni 1961, saat pemerintah

mengesahkan Undang- Undang No. 15 Tahun 1961 tentang

ketentuan-ketentuan pokok kejaksaan RI. Undang-undang ini menegaskan Kejaksaan

sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum

pasal 1, penyelenggaraan tugas departemen kejaksaan dilakukan menteri atau

jaksa agung pasal 5 dan susunan organisasi yang diatur oleh keputusan

presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang kejaksaan dalam rangka

sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam struktur organisasi

departemen disahkan undang-undang No. 16 tahun 1961 tentang

pembentukan Kejaksaan Tinggi.6

Dalam undang-undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI,

Pasal 2 ayat 1 ditegaskan bahwa Kejaksaan RI adalah lembaga pemerintah

6

Ibid

(49)

38

yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta

kewenangan lain berdasarkan undang-undang . Kejaksaan sebagai pengendali

proses perkara (Dominus Litis), mempunyai kedudukan sentral dalam

penegakan hukum, karena hanya institusi kejaksaan yang dapat menentukan

apakah suatu kasus dapat diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan alat

bukti yang sah menurut hukum acara pidana.

Disamping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga

merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive

ambtenaar). Karena itulah undang-undang kejaksaan yang baru ini dipandang

lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran kejaksaan RI sebagai

lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang

penuntutan.

Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekusaan negara yang

diemban oleh kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini

tertuang dalam pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa kejaksaan

adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang

penuntutan secara merdeka. Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi,

tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan

pengaruh kekuasaan lainnya. ketentuan ini bertujuan melindungi profesi

jaksa dalam melaksanakan tugas profesionalnya.7

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur

tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam pasal 30,

7

Djoko Prakoso, S.H.1987.Mengenal Lembaga Kejaksaan Di Indinesia.Bina Aksara:Jakarta.

(50)

39

yakni :

a. Di bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :

1) Melakukan penuntutan.

2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan

bersyarat.

4) Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu

berdasarkan undang-undang.

5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat

melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke

pengadilan yang dalam pelaksanaanya dikoordinasikan dengan

penyidik.

b. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa

khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk

dan atas nama negara atau pemerintah.

c. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaanturut

menyelenggarakan kegiatan :

1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

2) Pengamanan kebijakan penegak hukum.

3) Pengamanan pengedaraan barang cetakan

(51)

40

masyarakat dan negara.

5) Pencegahan dan penyalahgunaan dan penodaan agama.

6) Penelitian dan pengembangan hukum statistic criminal.

B. Visi dan Misi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur

1. Visi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur

Penetapan Visi sebagai bagian dari perencanaan strategik, yaitu

merupakan suatu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi atau

lembaga. Visi tidak hanya penting bagi suatu perusahaan atau instansi,

tetapi juga pada kehidupan organisasi atau lembaga itu selanjutnya.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebagai lembaga penegak hukum

dalam rangka penyelenggaraan fungsi serta pelaksana tugas dan

wewenang sesuai dengan ketentuan perundang-undanganyang berlaku

menetapkan visi s

Referensi

Dokumen terkait

Spherical agglomerates prepared by CCA have shown excellent flowability and strength, irrespective of the drug content of agglomerates. Despite the known poor co- hesivity of BXH,

Tabel 9 hasil pengujian dengan SPSS didapatkan angka F hitung antara ROA, ROE, NPM terhadap variabel terikat yaitu Corporate Governance sebesar 0.645 dan nilai

Proyeksi hingga tahun 2020 atas anggaran yang dibutuhkan untuk angkatan kerja guru dalam pendidikan dasar, disamping angkatan guru yang dipekerjakan di tahun 2011, tanpa

[r]

Dari Gambar 3 dapat dilihat, bahwa pemberian suplemen asam amino meningkatkan ketahanan otot mencit dalam berenang, yaitu 1.475,5 detik pada mencit kontrol,

Indikator yang paling menentukan kondisi layak huni di Kota Balikpapan adalah lima indikator dengan nilai tertinggi berdasarkan persepsi masyarakat, yaitu kebersihan

Tokoh Genduk merasa dilecehkan karena tubuhnya telah dipegang tanpa kerelaannya. Seperti kutipan di bawah ini.. Tiba-tiba kurasakan Kaduk menyergap tanganku. Dielusnya tanganku

Persentase reduksi yang didapat dalam mendekomposisi sampah organik pasar oleh larva BSF diperoleh kombinasi sampah sayur:buah memiliki tingkat reduksi paling