• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biografi K.H. Abdullah Wasi'an dan peranannya dalam meminimalisir usaha pemurtadan di Indonesia tahun 1917-2011 M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biografi K.H. Abdullah Wasi'an dan peranannya dalam meminimalisir usaha pemurtadan di Indonesia tahun 1917-2011 M."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

BIOGRAFI K.H. ABDULLAH WASI’AN DAN PERANANNYA DALAM MEMINIMALISIR USAHA PEMURTADAN DI INDONESIA

TAHUN 1917–2011 M SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)

Oleh:

Auliya Nur Astiyani NIM. A0.22.13.019

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

viii

mayoritas penduduknya beragama Islam, termasuk Indonesia. Skripsi dengan judul

Biografi K.H. Abdullah Wasi’an dan Peranannya dalam meminimalisir usaha pemurtadan di Indonesia Tahun 1917-2011 M, memiliki rumusan masalah (1) Bagaimana biografi K.H. Abdullah Wasi’an, (2)Apa hal-hal yang melatarbelakangi K.H. Abdullah Wasi’anmenjadi kristolog, dan (3) Apa saja usaha yang dilakukan oleh K.H. Abdullah Wasi’anuntuk meminimalisir usaha pemurtadan di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan diatas, penulis menggunakan metode sejarah dengan tahapan heuristik (pengumpulan sumber), kritik sumber, interpretasi (penafsiran), dan historiografi. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan historis-sosiologi. Selain itu, penelitian ini menggunakan teori peran dan teori kepemimpinan kharismatik Max Weber.

Berdasarkan informasi yang didapatkan, penelitian ini dapat disimpulkan bahwaK.H. Abdullah Wasi’an adalah seorang mubaligh yang lahir pada tanggal 9 Juni 1917 di Nyamplungan dan meninggal pada tanggal 16 Februari 2011 di Rewwin Waru Sidoarjo. Sedangkan hal yang melatarbelakangi K.H. Abdullah Wasi’an menjadi kristolog adalah adanya program kristenisasi di Indonesia dan juga banyaknya kasus pemurtadan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Adapun usaha yang dilakukan oleh K.H. Abdullah Wasi’an dalam meminimalisir gerakan pemurtadan di Indonesia adalah dengan membentengi aqidah umat Islam dan juga berdialog dengan pendeta atau tokoh Kristen.

(7)

ix

ABSTRACT

The second Vatican Council has made a decision to do christianization around the world. The main target of christianization is the country with the majority of its population is Muslim, including Indonesia. Thesis with title Biography of K.H. Abdullah Wasi’an and his role in minimazing business of apostasy in Indonesia 1917-2011 AD, has the problem formulation (1) how is K.H. Abdullah Wasi’an’s biography, (2) what is the background of K.H. Abdullah Wasi’an being a christologist, and (3) what are the efforts of K.H. Abdullah Wasi’an to minimize apostasy in Indonesia.

For answer these questions above, the author uses historical method to the stages are heuristic (gathering resources), source criticism, interpretation, and historiography. The approach that used in this research is historical-sociological approach. In addition, this research uses role theory and charismatic leadaership of Max Weber.

Based on the informations obtained, this research can be conclude that K.H. Abdullah Wasi’an is a preachers who was born on June 9, 1917 at Nyamplungan and died on February 16, 2011 at Rewwin Waru Sidoarjo. While the things that make K.H. Abdullah Wasi’an became a christologist is the existence of christianization program in Indonesia and also many cases of apostasy that occured at various regions in Indonesia. As for the efforts that made by K.H. Abdullah Wasi’an in minimazing apostasy in Indonesia are by confining the aqeedah of Muslims and also doing in dialogue with the pastors or Christian leaders.

(8)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ...viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI...xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metode Penelitian... 12

H. Sistematika Pembahasan ... 16

(9)

xiv

B. Riwayat Pendidikan K.H. Abdullah Wasi’an... 27

C. Karier dan Karya K.H. Abdullah Wasi’an... 31

BAB III: HAL-HAL YANG MELATARBELAKANGI K.H. ABDULLAH WASI’AN MENJADI KRISTOLOG A. Program Kristenisasi... 39

B. Kasus-kasus Pemurtadan ... 50

BAB IV: USAHAK.H. ABDULLAH WASI’AN DALAM MEMINIMALISIR PEMURTADAN DI INDONESIA A. Pembentengan Aqidah Umat Islam ... 59

1. Melalui Ceramah Agama... 59

2. Pengkaderan... 67

3. Menulis Buku ... 69

B. Dialog dengan Pendeta ... 74

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA

(10)

A. Latar Belakang

Pembahasan mengenai hubungan Islam dengan Kristen mengingatkan kita pada suatu peristiwa bersejarah di abad 11 hingga 13 Masehi. Peristiwa itu dikenal dengan nama perang salib yakni suatu gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina dengan tujuan merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja serta kerajaan Latin di Timur. Gerakan ini yang menjadi awal terbukanya persinggungan umat Islam dengan Kristen hingga saat ini. Di Indonesia, persinggungan antara Islam dan Kristen tidak sedahsyat perang salib namun tidak bisa dikatakan juga bahwa hubungan antara Islam dan Kristen berjalan dengan damai. Namun, perlu diketahui mengenai sedikit sejarah masuknya Islam dan Kristen di Indonesia sebelum melanjutkan pengulasan mengenai persinggungan Islam-Kristen di Indonesia.

(11)

2

Sumatera. Dari daerah pantai dan pusat dagang ini, Islam menyebar secara perlahan-lahan ke daerah pedalaman. Berbeda dengan proses islamisasi di negara Timur yang dalam penyebarannya berakhir dengan peperangan, proses islamisasi di Indonesia berjalan dengan damai dan tanpa ada gangguan yang berarti.

Sementara terkait Kristen, perkenalannya di Indonesia bermula saat bangsa Portugis berlabuh di Maluku dengan motif yang sering disebut dengan 3G (Gold, Glory, Gospel). Masuknya Kristen di Indonesia pada abad ke-16 dimulai dengan penyebaran agama Katolik oleh Portugis, kemudian diikuti Belanda yang membawa agama Protestan pada awal abad ke-17.1 Awal masuknya kekristenan di Indonesia sebenarnya dalam suasana yang kurang bersahabat, terutama berhubungan dengan kelompok masyarakat beragama, khususnya agama Islam.2 Sejak tahun 1965, pertumbuhan dan perkembangan kekristenan luar biasa besarnya khususnya dalam hal peningkatan jumlah. Selain peran dari Indonesian evangelists seperti Petrus Octavianus, Stephen Tong dan Christ Marantika, pada saat itu banyak agen misi dari luar negeri, khususnya dari kalangan Injil dan Pentakosta yang melakukan kegiatan misinya di Indonesia. Memang di jaman kolonial, peran kebijakan kolonial sangat penting dalam mendorong suksesnya misi penginjilan di berbagai

1Benyamin S. Intan, Misi Kristen di Indonesia: Kesaksian Kristen Protestan (Jakarta Utara:

Reformed Center for Religion and Society, 2015), 327-328.

2Joppy A. Saerang, “Konflik Antar Kelompok Agama di Indonesia: Perjumpaan Islam dan Kristen”,

(12)

negara. Jaringan para penginjil dengan penguasa sangat kental sebagaimana terlihat tercatat dalam berbagai buku sejarah.3

Sebenarnya, motivasi baru upaya mengkristenisasikan dunia kembali kepada konsili Vatikan Internasional II pada tahun 1965.4 Kristenisasi di Indonesia digambarkan sebagai sebuah mega proyek yang terencana secara matang dan sistematis. Proyek tersebut dijalankan dalam rangka mengubah peta populasi penganut agama penduduk Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Untuk kesuksesan proyek tersebut, para pelaku dan aktivisnya diyakini telah dilengkapi dengan berbagai sarana yang memadai. Kristenisasi juga digambarkan telah dijalankan dengan segala macam cara dan merambah berbagai sektor kehidupan: politik, ekonomi, pendidikan, aktivitas sosial-kemasyarakatan, kesehatan, hingga kebudayaan.5

Disebutkan juga bahwa pergumulan gereja-gereja Protestan di awal pemerintahan Orde Baru berorientasi pada konsekuensi berpindahnya abangan Muslim menjadi Kristen. Merespon akan perpindahan agama tersebut, Muslim mendesak pemerintah menyelenggarakanMusyawarah Antar Umat Beragama

antara pemimpin-pemimpin Muslim dan Kristen dengan Menteri Agama sebagai moderator. Konsultasi itu diadakan pada 30 November 1967 bertujuan untuk mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan bahwa: (1) setiap

3Wakhid Sugiyarto, Jaringan Kerja Penginjilan dan Dampak Pemahaman Misi Kekristenan

Terhadap Oikumenis dan Kemajemukan di Indonesia (Jakarta: Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2014), 7.

4Zainab Abdul Aziz, Kristenisasi Dunia: Tanggapan Terhadap Surat Apostolik Paus Yohanes

Paulus II(Jakarta: Pustaka Da’i, 2005), 165.

5Ahmad Muttaqin,Konstruk Media atas Wacana Kristenisasi di Indonesia(Yogyakarta: Jurusan

(13)

4

kelompok religius harus membatasi kegiatan-kegiatan religiusnya pada lingkungannya sendiri; dan (2) tidak boleh ada kelompok religius yang mencoba untuk mengubah seseorang yang sudah mempunyai agama untuk berpindah agama.6Namun pihak Kristen menolak menandatangani pernyataan bersama tersebut dan semakin banyak saja kaum abangan Islam masuk agama Kristen. Dari sini, terlihat jelas persinggungan antara Islam dengan Kristen di Indonesia.

Seiring dengan gencarnya wacana kristenisasi dan berbagai kasus-kasus yang mengindikasikan adanya usaha pemurtadan di Indonesia, muncul

seorang tokoh Muhammadiyah yang bernama K.H. Abdullah Wasi’an. Beliau

adalah seorang pengajar, penceramah, serta salah satu kristolog pertama di Indonesia asal Surabaya yang lahir pada tahun 1917. K.H. Abdullah Wasian mewakafkan dirinya pada dakwah kristologi. Dakwah ini memang sangat tidak popular pada saat itu, tetapi dakwah ini memiliki makna penting ketika agama dijadikan simbol statistik kependudukan, politik, ekonomi dan simbol-simbol sosial budaya. Kehadirannya merupakan sebuah jawaban atas keprihatinannya melihat banyaknya kasus indikasi pemurtadan yang ada di Indonesia. Sungguh miris melihat usaha-usaha pemurtadan yang dilakukan oleh para pendeta untuk memurtadkan orang-orang miskin di pedalaman dengan menggunakan alat ekonomi, alih-alih membantu perekonomian, memberikan sembako dan lain sebagainya.

(14)

K.H. Abdullah Wasi’an berjuang membentengi aqidah umat Islam

dengan berbagai usaha yang dilancarkannya. Beliau juga berusaha meminimalisir usaha pemurtadan yang dilakukan oleh pendeta pembawa misi dan mencoba menggagalkan program jangka panjang kristenisasi di Indonesia. Meskipun beliau berasal dari Surabaya, tetapi perannya dalam meminimalisir usaha pemurtadan tidak hanya di Surabaya. Beliau sering bertandang ke luar kota, ke luar pulau bahkan ke negeri tetangga untuk mengisi dakwah sebagai benteng iman umat Islam di Indonesia.

Dalam berdakwah, beliau sering menggunakan dakwah kristologi. dakwah kristologi yang digunakan oleh beliau tidak hanya mampu menambah wawasan Muslim terhadap agama Islam serta menambah kecintaan umat Islam kepada Allah swt. dan rasul-Nya tetapi juga mampu membentengi aqidah umat Islam Indonesia dan mewaspadai gerakan pemurtadan yang mungkin saja bisa terjadi kapanpun di kehidupan kita. K.H. Abdullah Wasi’an tidak pernah menyudutkan dan mendiskreditkan agama lain saat berdakwah. Beliau selalu berdakwah maupun berdialog dengan pendeta menggunakan pernyataan serta jawaban yang ilmiah. Ke-ilmiahan itu beliau dapatkan dari Alquran, As-sunah serta Al-Kitab yang beliau pelajari sejak masih remaja sampai akhir hayatnya.

Selain itu, K.H. Abdullah Wasi’an juga aktif menulis dan melahirkan

(15)

6

cermat, aqidah umat Islam bertambah mantap dan tidak tergoyahkan oleh propaganda picisan tokoh-tokoh Kristen.7

Setelah mengetahui uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan menganalisa tentang bagaimana kehidupan K.H. Abdullah

Wasi’an serta seperti apa peranannya dalam meminimalisir usaha pemurtadan

yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, selanjutnya penulis akan membahasnya secara lebih jelas dan terperinci dalam sebuah penelitian skripsi dengan judul

“Biografi K.H. Abdullah Wasi’an dan Peranannya dalam Meminimalisir Usaha

Pemurtadan di Indonesia Tahun 1917-2011 M”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah pada tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi K.H. Abdullah Wasi’an?

2. Apa hal-hal yang melatarbelakangi K.H. Abdullah Wasi’an menjadi kristolog?

3. Apa saja usaha yang dilakukan oleh K.H. Abdullah Wasi’an dalam

meminimalisir usaha pemurtadan di Indonesia?

7Abdullah Wasi’an,Pendeta Menghujat Kiai Menjawab(Surabaya: Pustaka Al-Falah dan Yayasan

(16)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini yang sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana biografi K.H. Abdullah Wasi’an.

2. Untuk mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi K.H. Abdullah Wasi’an

menjadi kristolog.

3. Untuk mengetahui apa saja usaha yang dilakukan oleh K.H. Abdullah

Wasi’an dalam meminimalisir usahapemurtadan di Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

Karya ini diharapkan dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca. Dalam hal ini, penulis akan memaparkan manfaat karya ini pada sisi teoritis dan sisi praktis. Berikut manfaat yang didapatkan dari karya ini: 1. Sisi teoritis

a. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan pengetahuan serta lebih mengerti dan memahami teori-teori yang didapatkan di bangku perkuliahan.

b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan kontribusi pengetahuan dan untuk memperkaya khasanah penelitian-penelitian sejarah Islam terutama yang berkaitan dengan ketokohan.

(17)

8

2. Sisi praktis

a. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat dalam rangka memenuhi tugas akhir jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya.

b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangan untuk memperkaya khazanah literatur bagi kepustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya. c. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi yang tepat untuk

pemahaman mengenai adanya usaha pemurtadan yang terjadi di Indonesia dan peran K.H. Abdullah Wasi’an dalam meminimalisir

usaha pemurtadan tersebut.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif. Bukan penelitian kuantitatif yang mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka.8 Artinya, penelitian ini tidak dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks, tabel-tabel yang kesemuanya itu sedikit banyaknya menggunakan ilmu pasti.

Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan historis-sosiologis. Penelitian sejarah tidak hanya mengungkapkan kronologis kisah semata, tetapi juga menggambarkan bagaimana peristiwa masa lampau terjadi.9 Dengan pendekatan historis, penulis dapat mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada

8Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar(Jakarta: Rajawali, 1987), 37.

9Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia

(18)

masa lampau dan berusaha memaparkan latar belakang kehidupan, pendidikan, dan karier K.H. Abdullah Wasi’an serta peranannya dalam meminimalisir

usaha pemurtadan yang ada di Indonesia. Untuk melengkapi analisis, penulis juga menggunakan pendekatan sosiologis sebagai alat bantu untuk meneropong segi-segi kehidupan serta peristiwa yang dikaji seperti golongan sosial mana yang berperan serta nilai-nilainya, hubungan golongan politik berdasarkan kepentigan ideologi dan lain sebagainya.

Berbicara mengenai pendekatan yang sudah dipaparkan diatas, maka perlu juga untuk dipikirkan mengenai teori yang akan digunakan pada suatu penelitian. Teori itu sendiri, dipandang sebagai bagian pokok ilmu sejarah apabila penulisan atas suatu peristiwa itu sampai kepada upaya melakukan analisa atas faktor-faktor kasual, kondisional, kontekstual, serta unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang dikaji.10

Mengingat judul penelitian ini adalah tentang peranan seorang tokoh yakni K.H. Abdullah Wasi’an, maka dalam hal ini penulis menggunakan teori

peranan. Dalam bukunya, Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa peranan (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.11 Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun non-formal. Peran didasarkan

10Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Penerbit Ombak,

2011), 29.

(19)

10

pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.12 Teori ini cocok untuk digunakan karena penelitian ini juga membahas tentang peranan seorang tokoh.

Selain menggunakan teori peranan, penulis juga menggunakan teori kepemimpinan yang diperkenalkan oleh seorang ahli sosiolog kenamaan asal Jerman, Max Weber. Ia membagi kepemimpinan berdasarkan wewenangnya, yaitu:

1. Wewenang kharismatis, 2. Wewenang tradisional, dan 3. Wewenang rasional (legal)

Dalam hal ini, jenis kepemimpinan yang penulis gunakan sebagai teori dalam penulisan ini adalah kepemimpinan kharismatik. Wewenang kharismatik merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang. Kemampuan khusus tadi melekat pada orang tersebut karena anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan, oleh karena mereka menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada diatas kekuasaan dan kemampuan manusia umumnya. Sumber dari kepercayaan tersebut adalah

12Rahman Nasrur,Peran Nahdhatul Ulama Dalam Politik Islam: Studi Tokoh dan Pemikiran KH.

(20)

karena kemampuan khusus tadi pernah terbukti manfaat serta kegunaannya bagi masyarakat.13

Hal ini relevan dengan penelitian ini karena K.H. Abdullah Wasi’an merupakan seorang pemuka agama yang memiliki kemampuan dalam memahami kitab suci umat Kristen dan kemudian menggunakan dalil-dalil kitab suci Umat Kristen untuk bahan ceramahnya guna membentengi aqidah umat Islam itu sendiri. Diketahui pula bahwa K.H. Abdullah Wasian merupakan salah satu kristolog pertama di Indonesia dengan kemampuan otodidaknya dalam mempelajari ilmu kristologi yang pada zamannya ilmu ini sangat asing di Indonesia.

F. Penelitian Terdahulu

Penelusuran penelitan terdahulu diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas serta sebagai bahan perbandingan antara topik yang sedang diteliti dengan penelitian serupa yang sudah ada agar tidak ada pengulangan pembahasan. Merujuk pada judul penelitian yang dikemukakan di atas, peneliti menemukan beberapa judul penelitian terdahulu yang serupa dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian tersebut antara lain: 1. Jamilah, Pandangan Abdullah Wasi’an terhadap Ketuhanan dalam

Agama Kristen, Surabaya: Skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2002. Skripsi ini membahas tentang pendapat serta faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pendapat K.H. Abdullah

(21)

12

Wasi’an tentang konsep ketuhanan yang diyakini atau dipercaya oleh

orang-orang Kristen. Pada skripsi ini, dijelaskan mengenai pemikiran K.H.

Abdullah Wasi’an terhadap konsep ketuhanan umat Kristen.

2. Eliza Fitriana, Dakwah K.H. Abdullah Wasi’an: Kajian tentang kiprah dan metode dakwah di kalangan umat Kristiani Surabaya, Surabaya: Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2003. Skripsi ini membahas tentang kiprah dan metode dakwah yang digunakan oleh K.H.

Abdullah Wasi’an. Dijelaskan pada skripsi ini bahwa kiprah K.H.

Abdullah Wasi’an meliputi bidang sosial kemasyarakatan. Sedangkan

metode yang digunakan K.H. Abdullah Wasi’an dalam berdakwah adalah

metode dakwah bil-lisan dan metode dakwah bil-qalam.

Penelitian Biografi K.H. Abdullah Wasi’an dan Peranannya dalam Meminimalisir Usaha Pemurtadan di Indonesia Tahun 1917-2011 M ini, memiliki target pembahasan pada tokoh yang sama yakni K.H. Abdullah

Wasi’an namun memiliki fokus pembahasan yang berbeda dengan penelitian

sebelumnya. Penelitian sebelumnya terfokus pada pemikiran K.H. Abdullah

Wasi’an dan juga pada metode dakwah K.H. Abdullah Wasi’an, sedangkan

penelitian ini terfokus pada peranan K.H. Abdullah Wasi’an dalam

meminimalisir usaha pemurtadan di Indonesia.

G. Metode Penelitian

(22)

fakta masa lampau.14Selain itu, metode sejarah juga digunakan dengan maksud untuk memudahkan penulisan sejarah (historiografi) sebagai hasil atau bentuk nyata dari sebuah penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode penelitian sejarah terdapat empat langkah, yaitu metode heuristik (pengumpulan sumber), metode verifikasi (kritik sumber), metode interpretasi (analisis fakta sejarah), dan metode historiografi (penulisan sejarah).15 Keempat tahapan metode penelitian sejarah akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik yakni tahapan atau kegiatan menemukan dan menghimpun sumber, informasi, jejak masa lampau atau bisa juga didefinisikan sebagai kegiatan mengumpulkan sumber-sumber sejarah.16Sumber menjadi sangat penting bagi sebuah penelitian karena sumber adalah segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan tentang suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lampau sehingga tanpa sumber, peneliti akan sulit merekonstruksi peristiwa masa lalu. Dalam hal ini penulis menggunakan sumber sejarah, yaitu:

a. Sumber primer

Adalah data yang paling pokok atau utama sebagai sumber penguat sejarah. Maka perlu dipertanyakan lagi keautentikan sejarah

14P. K. Poerwantana dan Hugiono,Pengantar Ilmu Sejarah(Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 25. 15Abdurrahman,Metode Penelitian Sejarah Islam, 104.

(23)

14

jika tidak ada sumber primernya. Sumber primer yang digunakan penulis antara lain:

1) Arsip mengenai surat dari K.H. Abdullah Wasi’an kepada Ketua

Umum MUI Pusat di Jakarta tanggal 26 Januari 1987 tentang perlunya pertimbangan terhadap orang kristen yang ikrar masuk Islam.

2) Arsip tentang berkas sekitar upaya kristenisasi jangka panjang di Indonesia tahun 1988.

3) Arsip mengenai laporan K.H. Abdullah Wasi’an tentang serba-serbi dialog Islam–Kristen di jakarta tanggal 4 April 1989.

4) Buku-buku karangan beliau seperti:

a) Pendeta Menghujat, Kiai Menjawab

b) Islam Menjawab

c) 100 Jawaban untuk Missionaris: Islam ataukah Kristen, dan lain sebagainya.

b. Sumber sekunder

(24)

mengungkapkan buah pikiran secara sistematis dan kritis. Disamping itu, data juga diperoleh dari intenet yang memuat informasi terkait judul penelitian. Dibawah ini beberapa sumber sekunder yang penulis gunakan pada penulisan ini:

1) Buku karangan Bahrul Ulum berjudul “Benteng Islam Indonesia: Pemikiran & Perjuangan KH. Abdullah Wasi’an”.

2) Wawancara dengan putra K.H. Abdullah Wasian yakni Drs. Ec.

Ezif Mohammad Fahmi Wasi’an, MM, Ak, CA.

2. Kritik sumber

Tahapan yang kedua adalah kritik sumber. Sumber-sumber yang telah didapatkan melalui tahapan heuristik selanjutnya harus melalui tahapan verifikasi. Ada dua macam kritik sumber. Pertama, kritik ekstern untuk meneliti otentisitas atau keaslian sumber. Kedua, kritik intern untuk meneliti kredibilitas sumber atau kebisaan dipercayai.17

3. Interpretasi atau penafsiran

Interpretasi atau penafsiran adalah sebuah tahapan peneliti menafsirkan data-data yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah ditemukan. Langkah yang perlu ditempuh adalah dengan mendaftar semua sumber yang didapatkan kemudian membandingkan antara sumber satu

(25)

16

dengan sumber lainnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapat kesimpulan yang bisa menjawab persoalan-persoalan yang sedang diteliti.

4. Historiografi

Historiografi atau penulisan sejarah adalah cara untuk merekonstruksi (menggambarkan kembali) suatu peristiwa masa lampau berdasarkan data yang diperoleh.18 Pada tahapan historiografi inilah, peneliti akan menuliskan hasil penafsiran dari data-data yang sudah diperoleh menjadi sebuah kisah sejarah yang kronologis dengan susunan bahasa dan format penulisan yang baik dan benar.

H. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan penelitian yang berjudul “Biografi K.H. Abdullah

Wasi’an dan Peranannya dalam Meminimalisir Usaha Pemurtadan di Indonesia

Tahun 1917-2011 M” ini disusun dalam lima bab yang masing-masingnya terdiri dari beberapa sub-bab. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan lebih bisa dipahami secara jelas dan terperinci. Lebih lanjut untuk memudahkan penulisan guna memberikan gambaran alur pemikiran yang terkandung dalam penelitian ini, maka perlu adanya sistematika pembahasan. Diantaranya sebagai berikut.

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang didalamnya mencakup beberapa hal yakni mengenai latar belakang masalah serta diuraikan rumusan

(26)

masalah sebagai point-point yang akan dibahas pada penelitian. Tujuan penelitian. Kegunaan penelitian. Pendekatan dan kerangka teoritik. Penelitian terdahulu sebagai acuan penulis agar tidak mengulang pembahasan yang telah dipaparkan pada penelitian sebelumnya. Metode penelitian yang menjelaskan beberapa tahap yang digunakan dalam penelitian guna mencapai tingkat validitas, serta sistematika pembahasan yang diperlukan untuk mengungkapkan alur pembahasan.

Bab Kedua, pada bab ini akan dibahas mengenai biografi K.H. Abdullah Wasi’an. Bab ini terdiri dari tiga sub-bab yang meliputi latar belakang keluarga, riwayat pendidikan yang ditempuh oleh K.H. Abdullah

Wasi’an, dan karier serta karya yang dilahirkan K.H. Abdullah Wasi’an.

Bab Ketiga, pada bab ini penulis memaparkan tentang hal-hal yang

melatarbelakangi atau memotivasi K.H. Abdullah Wasi’an sehingga

mempunyai pemikiran untuk menjadi kristolog yang notabene pada waktu itu kristologi merupakan hal yang asing dan sama sekali tidak popular dan kemudian bertekad untuk membendung usaha pemurtadan di Indonesia.

Bab Keempat, pada bab ini dijelaskan mengenai apa saja usaha-usaha yang dilakukan oleh K.H. Abdullah Wasi’an untuk meminimalisir usaha pemurtadan yang ada di Indonesia.

(27)

BAB II

BIOGRAFI K.H. ABDULLAH WASI’AN A. Latar Belakang Keluarga K.H. Abdullah Wasi’an

Nyamplungan, sebuah kampung di sebelah timur Ampel adalah tempat yang menjadi catatan penting perjalanan hidup bagi pasangan Hayat dan

Fath’ah. Di kampung inilah pasangan Hayat dan Fath’ahmemulai kehidupan rumah tangganya. Pasalnya setelah menikah dengan Fath’ah, Hayat memboyong keluarganya ke rumah kontrakan di Nyamplungan XI/24.1Rezeki memang tidak terduga datangnya dari mana, tak berselang begitu lama Hayat bisa membeli rumah yang letaknya tidak jauh dari rumah kontrakan untuk dihuni bersama keluarga kecilnya. Dari pasangan Hayat dan Fath’ah inilah, lahir seorang bayi yang diberi nama Abdullah Wasi’an. Bayi ini lahir di Nyamplungan pada tanggal 9 Juni 1917. Abdullah Wasi’an merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara.

Mengenai Hayat, ayah dari Abdullah Wasi’an ini adalah seorang pemuda perantauan dari Jawa Tengah, tepatnya dari Dusun Gathak Karetan, Krecek, Delanggu, Kabupaten Klaten. Hayat adalah seorang pengembara yang senang menuntut ilmu agama. Pengembaraan itu dilakukan karena kecintaannya terhadap Islam. Hal ini terbukti dari beberapa pesantren di Jawa Tengah dan Jawa timur yang pernah ia singgahi. Menurut riwayat, Hayat terakhir nyantri di daerah Maospati Surabaya.Sedang ibundanya yakni Fath’ah adalah seorang

1Mudjaeri,Tauhid pada Ruas Salib dan Bulan Sabit: Dialog Antar Iman Islam-Kristen(Surabaya:

(28)

muslimah asal Nyamplungan. Ia merupakan santriwati Nyai Hj. Shalekha, mubaligh terkenal Surabaya kala itu.2

Dibesarkan di lingkungan keluarga yang mengenal Islam dengan baik,

Abdullah Wasi’an tumbuh dengan pendampingan pengetahuan agama yang diajarkan oleh kedua orang tuanya. Sejak usia dini, ayahnya mengenalkan Islam pada semua anak-anaknya termasuk Abdullah Wasi’an. Selain pendidikan agama, Abdullah Wasi’an sering mendapatkan pelajaran mengenai akhlak dan budi pekerti melalui cerita-cerita pewayangan dan seni ketoprak yang diceritakan oleh ayahnya. Sebagai orang asal Jawa Tengah, ayahnya memang sangat mahir bercerita mengenai tokoh-tokoh pewayangan. Dalam pandangan Abdullah Wasi’an, ayahnya adalah sosok ayah yang telaten dan sabar dalam mendidik putra-putrinya.3 Sepulang kerja, sang ayah kerap bercerita di tengah-tengah keluarga tentang berbagai lakon dalam pewayangan dan ketoprak. Ketika sedang bercerita, sang ayah menyelipkan nasehat dan pesan moral untuk anak-anaknya. Misalnya ketika bercerita tentang tokoh yang baik, sang ayah menasehati putra-putrinya untuk meniru sifat-sifat baik dari tokoh tersebut. Sang ayah menunjukkan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang baik dan mana yang tidak baik, serta memberitahukan mana yang harus ditiru dan mana yang tidak boleh ditiru. Banyak cerita-cerita yang

2Bahrul Ulum, Benteng Islam Indonesia: Pemikiran dan Perjuangan KH. Abdullah Wasi’an

(Jakarta: Pustaka Da’i, 2003), 4.

3Tim Penulis, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press,

(29)

20

membekas dalam diri Abdullah Wasian dan bahkan cerita-cerita itu sering dipakai untuk bahan ceramah.4

Saat remaja, Abdullah Wasi’an sering diajak ayahnya untuk menonton wayang. Bukan hanya di Jawa Tengah, kesenian wayang juga berkembang di Jawa Timur, baik itu wayang kulit, ludruk, wayang orang, dan tandhak.5 Wawancara dengan Abdullah Wasi’an yang kemudian dituangkan dalam buku

Benteng Islam Indonesia, diceritakan bahwa kadang-kadang tengah malam Abdullah Wasi’an dibangunkan ayahya untuk menonton wayang dan ia pun sangat menikmati pertunjukan wayang tersebut.6 Memang pertunjukan kesenian wayang merupakan tontonan yang digemari masyarakat kala itu. Dari mulut ke mulut, berita tentang adanya pagelaran wayang dengan mudahnya menyebar bukan dalam lingkup desa saja namun tetangga-tetangga desa pun dengan segera akan mengetahuinya sehingga pemandangan masyarakat berduyun-duyun mendatangi dan menonton pagelaran wayang bukan merupakan suatu pemandangan yang aneh.

Hal yang sama dilakukan oleh ibunya, pembelajaran tentang Islam juga banyak didapatkan dari sang ibu. Apalagi keluarga dari pihak ibu dikenal sebagai keluarga santri. Abdullah Wasi’an menggambarkan ibunya sebagai seorang ibu yang sangat baik karena di sela-sela kesibukannya, ibunya menyempatkan diri menjadi guru ngaji untuk anak-anak Kampung

4Ulum,Benteng Islam Indonesia,5.

5Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004

(Surabaya: Hikmah Press, 2005), 36.

(30)

Nyamplungan di sore hari.7 Suatu ketika, Abdullah Wasi’an menanyakan tentang hakekat sholat kepada ibunya dan sang ibu menjelaskan bahwa Islam yang diletakkan pada diri Abdullah Wasi’an hingga usia remaja bukan sekadar ritme sosial. Sholat lima waktu misalnya, bukan hanya pada tataran pelaksanaannya pada waktu-waktu yang telah ditentukan, di samping gerakan-gerakan yang sudah disyar’ikan oleh Nabi Muhammad saw, justru yang penting adalah bagaimana wudhu dan sholat itu menghiasi perilaku sehari-hari.8

Bukan hanya dari ayah dan ibunya, Abdullah Wasi’an juga mendapatkan pembelajaran agama dari bibinya. Menurunya, selain kedua orang tua, yang paling berjasa mengenalkan ajaran Islam adalah bibinya, adik dari ibunda tercinta. Jika ibunya mengajar ngaji anak-anak Kampung Nyamplungan di sore hari, maka pada malam hari nya ia mendapatkan pengajaran agama dari bibinya. Bibinya bernama Aslamiyah, seorang muslimah yang aktif mengikuti kajian keislaman. Adik dari ibunya ini sering membawa Abdullah Wasi’an mengikuti acara-acara keagamaan. Sang bibi sangat tekun membimbing dan mengajarinya mengaji. Sebagai anak-anak, terkadang Abdullah Wasi’an merasa enggan belajar mengaji namun sang bibi dengan sabar membujuknya agar mau mengaji.9 Hal ini lah yang membuat Abdullah Wasi’an tidak bisa melupakan jasa bibinya dalam membimbing dan mengajari agama. Rupanya,

7Mudjaeri,Tauhid pada Ruas Salib dan Bulan Sabit, 8. 8Ibid., 8.

(31)

22

bibinya menginginkan kelak Abdullah Wasi’an bisa menjadi seorang mubaligh, yang kehadirannya bermanfaat terutama untuk kepentingan umat.

Abdullah Wasi’an mengisi masa remajanya dengan menjadi aktivis, utamanya adalah aktivis Muhammadiyah. Ia menganggap Muhammadiyah adalah rumah keduanya. Ia aktif di Pemuda Muhammadiyah Surabaya sejak tahun 1936. Waktu itu, ia ditunjuk sebagai ketua bagian pendidikan yang tugasnya adalah mengurusi Taman Pustaka Pemuda Muhammadiyah. Keaktifannya di persyarikatan Muhammadiyah inilah yang menjadi titik awal yang mengantarkannya menjadi seorang mubaligh dan bergelut di dunia dakwah karena di organisasi ini selain dilatih bagaimana berorganisasi yang baik juga mendapatkan pelajaran ceramah dan debat. Suatu ketika, ada kesempatan untuk berceramah danAbdullah Wasi’anternyata memiliki bakat dan kemampuan yang menonjol di bidang tersebut, ia pun memiliki retorika yang bagus sehingga sejak saat itu Abdullah Wasi’an dinobatkan sebagai mubaligh Pemuda Muhammadiyah yang memiliki tugas berceramah di sekolah-sekolah milik Muhammadiyah dan beberapa sekolah negeri.10 Kegiatan ceramahnya tersebut terus menjadi kegiatan yang mengisi waktu-waktunya semasa hidup.

Tumbuh dewasa dan menikah. Tepatnya pada tanggal 5 Mei 1945, Abdullah Wasi’an melangsungkan pernikahan ditengah kondisi ekonomi yang sedang terpuruk. Ya, masa penjajahan Jepang merupakan masa sulit yang dialami oleh rakyat Indonesia. Setelah terbebas dari penjajahan Belanda

(32)

kemudian terbelenggu dengan penjajahan Jepang, seperti terbebas dari mulut harimau masuk ke dalam mulut buaya. Kondisi rakyat Indonesia terpuruk, terutama dalam hal ekonomi karena pemerintahan Jepang memegang kendali seluruhaktivitas perekonomian Indonesia. Abdullah Wasi’an melangsungkan pernikahan dengan gadis pilihannya. Gadis ini bernama Zulifah, dikenal sebagai seorang gadis terpelajar di kelurahan Ampel dan ia adalah lulusan Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta.11 Tidak ada perhelatan pernikahan yang megah dan meriah. Prosesi pernikahan Abdullah Wasi’an dan Zulifah berlangsung dengan sederhana namun khidmat. Kenangan yang tak terlupakan bagi Abdullah Wasi’an, ia bersyukur bisa menikah di tengah-tengah ancaman Jepang dan tentara sekutu.12

Pasangan ini dikarunia sembilan anak yang kesemuanya diberi nama dengan awalan “E”. Kesembilan anaknya yaitu Effi Yulistuti, Edib Wahyudi, Emil Fuhairi, Erif Hilmi, Eni Widyastuti, Ezif Muhammad Fahmi, Erwin Muhammad Fauzi, Ellin Pangastuti, dan Eddin Fithri.13 Abdullah Wasi’an mengungkakpan rasa syukurnya kepada Allah karena telah dikirimkan seorang perempuan bernama Zulifah yang menjadi istrinya kini. Menurutnya, Zulifah bukan hanya seorang istri yang mengerti dan memahami profesi suaminya

11Madrasah Mu‘allimaat Muhammadiyah Yogyakarta merupakan Sekolah Kader Persyarikatan

Tingkat Menengah yang diadakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sekolah ini khusus untuk siswa perempuan sedangkan siswa laki laki bernama Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, “Sejarah Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta”, dalam http://www.muallimaat.sch.id/profil-9#sthash.FuQs2 WPu.dpbs(15 Juni 2017)

(33)

24

yang merupakan seorang mubaligh. Lebih dari itu, Zulifah merupakan sosok perempuan yang baik bagi kesembilan anaknya.

Sebagai seorang mubaligh, Abdullah Wasi’an kerap keluar kota, keluar pulau bahkan keluar negeri dan meninggalkan istri serta anak-anaknya untuk kepentingan dakwahnya. Bukan hanya sekali dua kali, namun hal ini sering terjadi. Kondisi inilah yang menuntut sang istri menempatkan diri sebagai ibu sekaligus ayah selama Abdullah Wasi’an sedang menjalankan tugas mulia sebagai seorang mubaligh. Abdullah Wasi’an memiliki waktu yang sempit untuk bercengkrama serta mendidik anak-anaknya dan istrinya lah yang menggantikan Abdullah Wasi’an. Istrinya memilihkan pendidikan yang terbaik untuk putra-putrinya, demikian juga untuk sekolah mereka.14 Abdullah Wasi’an sangat bersyukur dan bangga dengan perjuangan istrinya dalam mendidik dan membesarkan putra-putrinya.15

Cerita senada dituturkan oleh putraAbdullah Wasi’an bernama Ezif M. Fahmi. Semua tugas rumah dan pendidikan anak-anaknya secara otomatis dilimpahkan kepada sang ibu. Mungkin karena doa Abdullah Wasi’an juga, sembilan anak-anaknya tidak ada yang protes dengan aktivitas dan kesibukan Abdullah Wasi’an. Kesembilan anaknya ditambah dengansang ibu sepertinya sudah merelakan Abdullah Wasi’an menjadi milik umat. Hal ini terbukti dari urusan sekolah dan pendidikan, Abdullah Wasi’an tidak tau-menau.

14Mudjaeri,Tauhid pada Ruas Salib dan Bulan Sabit, 18.

(34)

Misalnya seperti cerita Ezif ketika lulus SD. Nilai Ezif mutlak sempurna

dengan nilai “30” untuk tiga mata pelajaran sehingga dengan nilai sempurna seperti itu Ezif bebas menentukan ingin bersekolah dimana. Waktu itu, sekolah terbaik adalah SMP 6 Surabaya di Jl. Jawa Gubeng, sedangkan saingan SMP 6 adalah SMP 12 Surabaya di Jl. Ngagel Kebonsari. Tetapi Ezif tidak bersekolah di dua sekolahan terbaik itu dengan alasan uang pangkal yang cukup mahal yakni Rp. 7500,-. Kemudian ibunya mencarikan sekolah di SMP 4 Surabaya yang bertempat di Tanjung Anom dengan uang pangkal hanya Rp. 2000,- dan itupun masih ditawar oleh sang ibu hingga akhirnya mendapat kesepakatan membayar Rp. 1000,-. Kepala sekolah pun sempat mengutarakan kepada sang ibu bahwa kalau memang ingin menyekolahkan yang baik untuk anak seharusnya dicarikan yang mahal. Ibunya menjawab “justru itu pak, saya cari sekolah yang baik tapi murah untuk anak saya.”16Akhirnya, Ezif bersekolah di Tanjung Anom yang notabene sekolah tersebut jauh dari rumahnya.

Hal seperti ini sudah biasa ditangani sendiri oleh istrinya, Abdullah Wasi’an tidak mengertikarena kesibukannya yang cukup padat. Meski begitu, Abdullah Wasi’an tetap menaruh perhatian terhadap anak-anaknya. Misalnya ketika harus keluar kota untuk ceramah, salah satu anaknya pasti ada yang dibawa. Sedang yang lainnya tinggal dirumah bersama istrinya. Sejak duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), sebagian anaknya sudah sering diajak berdakwah dan ini juga sebagai bentuk pendidikan bagi mereka agar

(35)

26

mengetahui aktivitas ayahnya. Secara tidak langsung, mereka juga mendapatkanilmu dari Abdullah Wasi’an.17

Abdullah Wasi’an dinilai sebagai seorang yangpaling demokratis dalam membangun keluarga. Meski bisa dibilang beliau merupakan seorang “tokoh mubaligh” tetapi tidak ada paksaan dari beliau untuk anak-anaknya mengikuti jejak beliau sebagai seorang pendakwah. Hal ini tercermin dari kesembilan anaknya yang memiliki disiplin berbeda-beda. “kakak saya yang pertama kuliahnya di sastra Indonesia IKIP; kakak kedua kuliah di ekonomi; kakak ketiga sempat kuliah di ITS lalu masuk ke ekonomi; yang ke empat sarjana hukum; yang ke lima bahasa Indonesia; yang ke enam, saya di akuntan; yang ketujuh peternakan; anak kedelapan kuliah statistik; anak kesembilan di FISIP. Justru diantara kami tidak ada yang mengambil jurusan keagamaan. Saya bahkan sejak TK sampai perguruan tinggi tidak pernah bersekolah di basis agama, namun memang saya lahir di keluarga aktivis Muhammadiyah sehingga secara otomatis kegiatan keagamaan saya di Muhammadiyah dan semua kakak saya hampir semuanya begitu.” Tutur Ezif, putra keenam Abdullah Wasi’an.

Abdullah Wasi’an bersama sang istri menjalani rumah tangga selama 66 tahun. Dalam perjalanan rumah tangganya, ia bersama keluarga kecilnya sempat berpindah-pindah rumah. Di awal pernikahan, Abdullah Wasi’an dan keluarga kecilnya tinggal di daerah Ampel Surabaya. Saat itu kondisi Surabaya setelah kemerdekaan sangat menegangkan. Tersiar kabar bahwa Belanda

(36)

dengan membonceng sekutu akan masuk Surabaya untuk melucuti senjata tentara Jepang.18Untuk menghindari jatuhnya korban di kalangan sipil, daerah yang berdekatan dengan pelabuhan harus dikosongkan karena daerah tersebut pasti akan menjadi sasaran pertempuran. Salah satu daerah yang harus dikosongkan adalah daerah Ampel dan sekitarnya. Oleh sebab itu, dengan

terpaksa Abdullah Wasi’an memboyong keluarganya untuk mengungsi ke rumah saudaranya yang ada di Malang.19 Ia dan keluarga tinggal di Malang selama dua tahun dan kemudian pindah ke Kediri. Setelah dari Kediri, mereka kembali lagi ke Surabaya tahun 1959 dan tinggal di Kalibokor gang 1 No. 32B. Di Kalibokor inilah,Abdullah Wasi’an memulai langkahnya untuk berdakwah. Pada masa tuanya, Abdullah Wasi’an masih berdakwahmelalui ceramah agama namun dikarenakan kondisi fisiknya yang sudah tidak setangguh waktu muda untuk berkeliling keluar kota, keluar pulau bahkan keluar negeri, Abdullah Wasi’an lebih banyak menghabiskan masa tuanya untuk menulis buku. Beberapa buku sukses dirilis oleh Abdullah Wasi’an. Kegiatan menulis ini terus dilakukan hingga akhir hayatnya. Abdullah Wasi’an wafatdi umur 94 tahun tepatnya pada tanggal 16 Februari 2011 di rumah salah satu anaknya di perumahan Rewwin Waru, Sidoarjo.

(37)

28

B. Riwayat Pendidikan K.H. Abdullah Wasi’an

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam perjalanan kehidupan seseorang karena selain mendapatkan pengetahuan, pendidikan juga membentuk karakter dan kepribadian seseorang. Mengingat begitu pentingnya pendidikan, tidak bisa dipungkiri pula bahwa setiap orang tua menginginkan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Begitupundengan Hayat dan Fath’ah, ayah dan ibunda Abdullah Wasi’an pun menginginkan anaknya pintar dan mendapatkan pendidikan layak. Pada usia 6 tahun, Hayat menyekolahkan Abdullah Wasi’an ke HIS (Hollandsech Inlandsche School).20

Kondisi pendidikan di Indonesia kala itu sangat jelas terjadi diskriminasi karena tidak semua anak pribumi bisa merasakan pendidikan di sekolah milik Belanda tersebut. Hanya anak-anak orang kaya dan pegawai Belanda yang bisa bersekolah di HIS. Pernyataan ini diperkuat dengan adanya salah satu syarat masuk di HIS adalah gaji orang tua murid minimal harus Rp. 60,-. Abdullah Wasi’an bisa bersekolah di HIS bukan karena ia adalah anak orang kaya namun karena keberanian ayahnya menuliskan syarat administrasi dengan berpenghasilan Rp. 60,- per bulan. Padahal kenyataannya penghasilan ayahnya kurang dari angka itu. Hal ini yang membuatnya bisa bersekolah di sekolah “nomor satu” dan berhasil menamatkan sekolahnya dengan baik.

Abdullah Wasi’an lulus dari HIS tahun 1931.21Setelah dari HIS, jenjang pendidikan yang seharusnya ditempuh adalah MULO (Meer Uitgebreid Lager

20HIS merupakan sekolah rendah yang dimasuki oleh bumiputera dan anak Belanda, yang berdiri

pada 1914. Menjelang kedatangan Jepang Indonesia, tiap kabupaten di Jawa Timur sudah memiliki HIS. Tim Penulis,Menembus Benteng Tradisi, 34.

(38)

Onderwijs). Namun sayang, keterbatasan biaya membuatnya tidak bisa melanjutkan pendidikannya di MULO.22 Meski sedih, Abdullah Wasi’an menyadari bahwa adik-adiknya punya hak yang sama untuk sekolah di HIS. Apalagi saat ia lulus dari HIS, adiknya yang bernama Zaid mulai memasuki HIS. Jika kala itu ia bersikeras ingin melanjutkan pendidikan ke MULO, maka adiknya tidak bisa bersekolah di HIS karena biaya yang dimiliki orang tua tidak mencukupi untuk membayar pendidikan mereka.

Setiap permasalahan tentu ada hikmah indah didalamnya. Benar saja, setelah kegagalannya melanjutkan pendidikan ke MULO, Abdullah Wasi’an akhirnya dimasukkan ke pesantren di kawasan Ampel. Pesantren ini diasuh oleh K.H. Mas Mansur, seorang tokoh reformis Islam yang menjadi tokoh puncak Muhammadiyah. Abdullah Wasi’an nyantri pada K.H. Mas Mansur selama lima tahun yakni tahun 1932 hingga 1937.

Di pesantren ini Abdullah Wasi’an memperdalam ilmu agamanya. Banyak sekali ilmu yang diajarkan, diantaranya meliputi tafsir Alquran, Hadis Bukhori, Riyadhus Shilihin dan Rohmatul Ummah.23 Kesempatannya untuk nyantri dan dibimbing langsung oleh K.H. Mas Mansur merupakan suatu hal yang benar-benardisyukuri oleh Abdullah Wasi’an.24Ia memandang gurunya itu sebagai seorang tokoh yang cerdas, bijaksana, sabar, tenang dan tegas. Hal yang diingat dan membuatnya kagum terhadap K.H. Mas Mansur adalah

22MULO adalah sekolah menengah yang didirikan pada 1914 dengan masa belajar tiga tahun, untuk

menampung mereka yang telah tamat sekolah rendah (HIS). Di Jawa Timur, MULO hanya ada di Malang, Surabaya, Madiun, dan Kediri pada 1917. Tim Penulis,Menembus Benteng Tradisi, 34.

23Ulum,Benteng Islam Indonesia,11.

(39)

30

sikapnya. Meski tokoh Muhammadiyah, K.H. Mas Mansur bisa bergaul dengan tokoh-tokoh Islam lainnya, seperti Nahdhatul Ulama, PERSIS, dan lain sebagainya. Sikap K.H. Mas Mansur ini menjadi panutan bagi Abdullah

Wasi’an.

Selain berguru kepada K.H. Mas Mansur, Abdullah Wasi’an juga mengaji ke K.H. Ghufron Fakih (salah satu tokoh NU Surabaya). Kepada kiai satu ini, Abdullah Wasi’an belajar kitab Riyadhus Sholihin. Pembelajaran tersebut dilakukan di Musholla yang letaknya tidak jauh dari Masjid At-Taqwa daerah Sawahan. Bukan hanya kepada K.H. Mas Mansur dan K.H. Ghufron Fakih, ia pun belajar kitab Fathul Muin kepada K.H. Umar. Selain itu, ia menimba ilmu bahasa Arabnya kepada Ustadz Abdul Kadir Bahalwan, seorang tokoh Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) keturunan Arab yang memiliki kemampuan berbahasa Arab dengan fasih dan juga metode pengajaran bahasa Arab yang baik. Sedang tentang sastra, Abdullah Wasi’an belajar kepada Wondo Amiseno, seorang guru bahasa di Sekolah Rakyat.25 Banyak sekali guru-guru Abdullah Wasi’an dan ilmu dari para kiai inilah yang membentuk karakter dan kepribadian Abdullah Wasi’an dalam berdakwah.

Pada tahun 1964 memasuki usia 47 tahun, Abdullah Wasi’an mempelajari bahasa Jerman di Goethe Institut Zweigstelle Surabaya. Langkah ini dianggap perlu mengingat dakwah yang dipilihnya adalah dakwah kristologi. Perlu banyak bahasa yang harus dikuasai untuk memperdalam ilmu kristologi karena bibel hadir bukan hanya dalam satu bahasa. Abdullah

(40)

Wasi’an kursus bahasa Jerman di Goethe Institut selama 4 tahun. Memilih bahasa Jerman untuk dipelajari sebab bahasa Jerman lebih mudah baginya yang sudah memiliki bekal bahasa Belanda dengan baik. Memang, bahasa Jerman dan bahasa Belanda memiliki sedikit banyak kesamaan.

Selain bahasa Jerman, Abdullah Wasi’an juga mempelajari bahasa Perancis. Kepiawaiannya dalam menguasai beberapa bahasa asing merupakan proses belajar dari beberapa guru. Salah satu orang yang dianggap berjasa juga bagi perkembangan penguasaan bahasa Abdullah Wasi’an adalah Ustad Yazid. Ustad Yazid adalah sahabat karib Abdullah Wasi’an. Ustad Yazid merupakan seorang kiai asal Sunda yang menguasai banyak bahasa. Menurut cerita, Ustad Yazid bisa menguasai banyak bahasa hanya dengan meminta tamu asing yang bertandang ke rumahnya untuk menerjemahkan surat Al-Fatihah. Hanya dengan itu, kemudian Ustad Yazid bisa mengolah dan mengembangkan kosakata nya sendiri.26

C. Karier dan Karya K.H. Abdullah Wasi’an

Pada tahun 1936, usia Abdullah Wasi’an yang saat itu memasuki 19 tahun mengawali kariernya di Pemuda Muhammadiyah Surabaya. Di organisasi ini Abdullah Wasi’an diserahi amanah untuk memimpin Bagian Pendidikan Pemuda Muhammadiyah Surabaya yang tugasnya yaitu mengurus perpustakaan. Termasuk perpustakaan yang memiliki koleksi buku yang banyak, Abdullah Wasi’an sangat bersyukur mendapat kesempatan membaca

(41)

32

buku setiap haridan Abdullah Wasi’an hampir membaca semua buku, terumata koleksi buku-buku terbaru.

Kepiawaiannya menjadi pendakwah juga diawali dari Pemuda Muhammadiyah Surabaya. Pasalnya, bukan hanya mendapat ilmu tentang keterampilan dalam berorganisasi,Abdullah Wasi’an pun mendapat ilmu debat dan ceramah. Sangat semangat mengikuti latihan debat dan ceramah, sewaktu ada kesempatan untuk berceramah, kemampuannya sangat menonjol. Terlihat sekali bakat berdakwah yang dimiliki oleh Abdullah Wasi’an. Saat itulah, ia mulai ditunjuk sebagai mubaligh Pemuda Surabaya yang tugasnya adalah berceramah di sekolah-sekolah milik Muhammadiyah dan beberapa sekolah negeri.27Tidak hanya berkutat untuk berceramah di sekolah-sekolah, ia kerap mendapatkan undangan dari warga Muhammadiyah untuk mengisi acara-acara keluarga lantaran dakwahnya yang menarik. Semakin padatlah jadwal dakwah Abdullah Wasi’an kala ia muda dan karena ini pula, organisasi Pemuda Muhammadiyah Surabaya menetapkan Abdullah Wasi’an sebagai ‘dai mutlak’.

Aktivitas sebagai seorang dai, mengharuskan Abdullah Wasi’an menjalin pergaulan seluas-luasnya untuk menyebarkan dan mengembangkan dakwahnya. Dalam hal ini, ia pun aktif di Pemuda Muslim Indonesia (PMI) yang merupakan bagian kepemudaan Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Disini juga ia bertemu dengan Ustadz Abdul Kadir Bahalwan yang menjadi guru nya dalam belajar bahasa Arab. Selain aktif di PMI, ia pun tergabung

(42)

dalam kelompok Seni Jamaah Marhabanan yang diberi nama Dakwatus Syubban. Anggota kelompok seni ini berasal dari pemuda-pemuda NU, Muhammadiyah, PSII, dan lain-lain.

Pada tahun 1950-an, Abdullah Wasi’an direkrut menjadi pengurus Majelis Tabligh Muhammadiyah Surabaya yang tugas utamanya adalah menyelaraskan kegiatan-kegiatan yang menunjang pengembangan Muhammadiyah sebagai organisasi maupun lembaga pendalaman agama Islam. Melalui jaringan ini pula Abdullah Wasi’an terus memperdalam kristologi dan memberikan ceramah di seluruh Jawa Timur dan luar Jawa dengan ciri khasnya ketika berceramah, yakni mengungkap kebohongan Bibel.28

Aktivitasnya di persyarikatan Muhammadiyah tidak pernah lesu bahkan kian kental dari waktu ke waktu. Abdullah Wasi’an diserahi amanat untuk mengembangkan dan menghidupkan kembali Majelis Tarjih Muhammadiyah Daerah Surabaya. Amanah ini diemban beliau selama lima tahun mulai 1980-1985. Beragam tugas berhasil beliau selesaikan. Selain simposium tata cara sholat, Majelis Tarjih juga menghasilkan keputusan tentang takbir zawaid pada sholat ‘ied tanpa angkat tangan, larangan sholat sunnah sesudah sholat subuh dan ashar, shalat iftitah sebelum sholat tarawih dan beberapa persoalan hukum lainnya. Kemudian tugas selanjutnya yang diemban oleh beliau adalah menjadi wakil ketua Majelis Tarjih Wilayah Jawa Timur. Disini beliau juga diberi mandat menjadi anggota tanwir hingga tahun 1990. Pada sidang tanwir,

(43)

34

Abdullah Wasi’an yang memang lekat dengan kristologi mengusulkan agar kristologi dimasukkan menjadi program persyarikatan.29

Terlibat banyak kegiatan dan tergabung dengan banyak organisasi-organisasi Islam, mungkin itulah jargon yang tepat untuk mengisi kesan pada aktivitas Abdullah Wasi’an masa muda. Pada tahun 1943 ketika Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dibentuk, ia pun sudah turut terlibat sebagai anggota. Partai Masyumi merupakan partai bentukan Jepang. Bukan tanpa maksud Jepang mendirikan partai ini. Tidak lain, tujuan yang ingin diperoleh adalah agar Pemerintah Jepang dapat mempersatukan semua perserikatan dan ulama dibawah kekuasaannya dan ikut melestarikan jajahannya di Indonesia.30

Peristiwa di bomnya Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 membuat Jepang harus mengangkat kaki dan mencabut cengkraman jajahannya dari tanah Indonesia. Hengkangnya Jepang dari Indonesia mempengaruhi kelangsungan hidup Partai Masyumi. Pada November 1945, dibentuklah Masyumi baru. Masyumi yang baru ini merupakan hasil mufakat umat Islam tanpa campur tangan pihak manapun termasuk Jepang. Di kepengurusan Masyumi yang baru, Abdullah Wasi’an aktif sebagai Sekretaris Cabang Surabaya mendampingi Soeprapto yang terpilih menjadi ketua.31 Disamping menjabat sebagai Sekretaris Cabang Surabaya, ia yang memang piawai dalam berdakwah ditunjuk sebagai Juru Kampanye (Jurkam) Jawa Timur di pemilu

29Mudjaeri,Tauhid pada Ruas Salib dan Bulan Sabit, 31. 30Ulum,Benteng Islam Indonesia,23.

(44)

pertama pada tahun 1955. Tugas sebagai Juru Kampanye cukup berat karena harus bersinggungan dengan jurkam-jurkam dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Maklum, pemilu pertama pada 1955 ini dikenal sebagai ajang pertarungan ideologi yang sangat keras antara Masyumi yang berbasis Islam, PKI yang berideologi komunis, dan PNI yang mengusung ideologi nasionalis. Terlebih dari kubu PKI, mereka selalu melancarkan kebohongan dan fitnah terhadap masyarakat bawah.32 Demikian pula dengan pidato-pidato nya yang sangat provokatif. Selain melakukan kampanye, Abdullah Wasi’an juga mendapatkan tugas untuk memberikan pelatihan kepada kader-kader muda Masyumi di daerah-daerah.

Selama menjadi pengurus Masyumi, Abdullah Wasi’an banyak berinteraksi dengan para pengurus wilayah maupun pengurus pusat. Abdullah Wasi’an juga dekat dengan ketua umum Masyumi periode kedua yakni Mohammad Natsier dan bahkan hubungan mereka semakin dekat di masa selanjutnya. Hal ini terbukti dengan seringnya Abdullah Wasi’an dipanggil oleh Mohammad Natsier ke Jakarta.

Kegiatan Abdullah Wasi’an menjadi pelatihuntuk kader-kader Masyumi di daerah-daerah terpaksa harus berhenti sementara. Hal ini dikarenakan bubarnya Masyumi pada tahun 1960 akibat adanya desakan dari Ir. Soekarno. Tujuh tahun setelah pembubaran Masyumi, dibentuklah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di Jakarta pada 26 Februari 1967 oleh para alim ulama yang saat periode pertamanya diketuai oleh Mohammad Natsier.

(45)

36

Abdullah Wasi’an pun turut bergabung dengan DDII. Pada tahun yang sama dengan tahun pembentukan DDII, langsung diadakan pembentukan perwakilan-perwakilan di seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Timur. Perwakilan DDII Jatim diketuai oleh K.H. Misbach dan salah satu wakilnya adalah K.H. Abdullah Wasi’an.

DDII dibentuk sebagai upaya penyelamatan nasib umat Islam yang tidak kunjung membaik dari setiap sektor kehidupan.33 Banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh DDII untuk melakukan penyelamatan umat Islam. DDII Jawa Timur pun melakukan usaha-usaha yang sama, diantaranya adalah dengan mendirikan musholla dan masjid di berbagai daerah di Jawa Timur. DDII Jatim juga mengirimkan dai ke daerah-daerah yang dimaksudkan untuk membentengi aqidah umat dari berbagai pengaruh terhadap pendangkalan aqidah, pemurtadan, dan lain sebagainya. Melalui program ini, diketahui suatu kenyataan bahwa ternyata di daerah-daerah tertentu di Jawa Timur sudah terjadi kristenisasi, terutama di daerah pedesaan yang penduduknya miskin.34 Melihat kenyataan ini, DDII Jawa Timur memutuskan untuk menjadikan masalah kristenisasi sebagai program utama. Dalam hal ini, Abdullah Wasian lah yang diminta untuk menangani masalah kristenisasi.

Ternyata bukan hanya di DDII perwakilan Jawa Timur saja, namun masalah kristenisasi merupakan permasalahan yang dialami DDII seluruh Indonesia. Kondisi belum adanya kristolog di daerah-daerah, membuat

33Ibid., 20.

(46)

Abdullah Wasi’an ditunjuk oleh Mohammad Natsier untuk mengkader para da’i. Abdullah Wasi’an juga sering dimintadatang ke Jakarta untuk membina kader disana.35Keaktivannya di DDII ini semakin membuat aktivitas dakwah nya terus berkembang dan tersebar luas.

Karier Abdullah Wasi’an selain tergabung dengan banyak organisasi Islam di Indonesia adalah sebagai pegawai kantor Penerangan Agama (PA) di Jawa Timur pada tahun 1951. Tugasnya adalah memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada umat Islam di Jawa Timur. Ia bekerja sebagai pegawai kantor Penerangan Agama sampai 11 Mei 1974. Ketika pensiun dari pekerjaan sebagai pegawai kantor Penerangan Agama, ia diajak oleh K.H. Misbach (Ketua MUI jatim) dan H. Syamsuri Mertoyoso (Ketua Yayasan Al-falah) untuk ikut membantu dalam memberikan pengajian di masjid Al-Falah dengan spesialisasi perbandingan agama.36 Semenjak Abdullah Wasi’anpensiun, hal yang terus dilakukan adalah berdakwah.

Sebagai pendakwah kristologi, Abdullah Wasi’an dengan kemampuan berdakwah yang menarik membuat jadwal dakwahnya begitu padat. Namun pada usia 60-an, Abdullah Wasi’an dengan kondisi tubuh yang mulai melemah, mengurangi aktivitas dakwahnya di luar. Mengurangi aktivitas dakwah diluar bukan berarti Abdullah Wasi’an berhenti berdakwah, ia tetap berdakwah dengan jalan lain. Ia menulis buku dan sudah beberapa buku terbit serta beredar di masyarakat. Umumnya, buku yang ia garap adalah buku tentang pengalaman

35Ibid.,31.

(47)

38

nya berdialog dengan pendeta atau pastur dengan menuliskan apa saja yang diperdebatkan saat berdialog.

Banyak karya yang dihasilkan oleh pendakwah kristologi ini. Dari tangannya, telah lahir artikel yang tersebar di berbagai media dan terbit pula sejumlah buku. Buku-buku tersebut antara lain Pendeta Menghujat, Kiai Menjawab; Jawaban untuk Pendeta; 100 Jawaban untuk Missionaris; Islam

Menjawab. Ketika merampungkan tulisan-tulisannya ini, Abdullah Wasi’an memang sudah berusia lanjut namun beliau masih produktif dalam hal menulis. Dengan semangatnya, Abdullah Wasi’an menulis ditemani mesin ketik kuno dan kaca pembesar untuk mengkoreksi tulisannya karena memang usia senja membuat penglihatannya berkurang.37

(48)

MENJADI KRISTOLOG A. Program Kristenisasi

Kristenisasi merupakan kegiatan mengkristenkan orang atau membuat orang memeluk agama Kristen yang dilakukan dengan segala cara dan upaya agar adat dan pergaulan masyarakat mencerminkan ajaran Kristen.1 Gerakan kristenisasi sudah sejak lama ada karena memang kegiatan misi menyebarkan ajaran Kristen tertuang dalam kitab suci mereka, Injil. Bagi umat Kristen, kristenisasi merupakan sebuah tugas dan tantangan suci yang harus dijalankan. Namun sebaliknya, kristenisasi merupakan persoalan yang terpendam bagi umat Islam dan pemeluk agama-agama lain bukan hanya di wilayah-wilayah atau negara-negara tertentu namun seluruh belahan dunia karena misi kristenisasi tidak hanya ditujukan untuk orang yang tidak beragama saja tetapi pemeluk agama lain terutama umat Islam menjadi target utamanya.

Dalam melancarkan misi kristenisasi tersebut, tentu ada program yang telah tersusun rapih untuk siap dijalankan. Pada sub-bab ini, akan disebutkan beberapa program yang menjadi strategi misi kristenisasi, khususnya di Indonesia. Meskipun demikian, sebelum dipaparkan mengenai apa saja program kristenisasi yang akan dijalankan, ada baiknya digambarkan terlebih dahulu bagaimana perkembangan kekristenan dan perjalanan kristenisasi dari

1Jumal Ahmad bin Hanbal As-Suyuthi, “Kristenisasi: Definisi, Tujuan, Wasilan dan Cara

(49)

40

mulai masuk di Indonesia hingga mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Dirasa perlu untuk menjelaskan tentang sejarah perjalanan kristenisasi di Indonesia karena banyak faktor pendukung berkembangnya kekristenan di Indonesia yang terselip diantara sejarah yang ada.

Proyek besar kristenisasi di Nusantara dimulai sejak abad ke-15 di bawah komando langsung Paus Urbanus II, bersamaan dengan program kristenisasi di Afrika, Amerika Latin dan kawasan Asia pada umumnya.2 Mula-mula yang datang ke Indonesia adalah Portugis. Seperti apa yang kita pahami bersama, bangsa Eropa termasuk Portugis datang ke Indonesia dengan tujuannya yang dikenal dengan misi “3G” yakni Gold, Glory, dan Gospel. Gold

bertujuan untuk mencari kekayaan, Glory bertujuan untuk memperluas wilayah, dan Gospel bertujuan untuk menyebarkan agama yang dianutnya yakni Kristen. Meskipun awal mula kristenisasi di Indonesia adalah pada zaman Portugis, namun wacana kristenisasi mulai mencuat di berbagai daerah di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Memang, di jaman kolonial, peran kebijakan kolonial sangat penting dalam mendorong suksesnya misi penginjilan di berbagai negara karena jaringan para penginjil dengan penguasa sangat kental adanya.

Pernyataan tentang adanya peran kebijakan kolonial dalam membantu kelancaran kristenisasi ditentang oleh tokoh-tokoh Kristen di Indonesia seperti Dr. W. B. Sidjabat dan TB Simatupang. Menurut mereka, kaum misionaris sama sekali tidak ada kaitannya dengan ambisi duniawi kaum kolonialis dan

(50)

penyebaran agama Kristen lebih disebabkan oleh kuasa Al-Kitab. Tetapi, bukti-bukti sejarah sangat sulit menerima argumentasi tokoh-tokoh Kristen seperti mereka.3

Perihal sikap Belanda dalam agama seperti apa yang tertuang dalam undang-undang tahun 1855 pasal 119, menyatakan bahwa pemerintahan Belanda mengakui kemerdekaan bergama dan menyatakan netral dalam agama, kecuali bila aktivitas keagamaan tersebut dinilai mengganggu ketertiban keamanan ternyata hanyalah sebuah kamuflase belaka.4 Menurut Aqib Suminto, apa yang sudah dituangkan dalam Undang-undang Dasar Belanda pasal 119 tahun 1855, berbeda antara teori dan praktek. Bahkan sampai akhir tahun-tahun berkuasanya, kebijaksanaan pemerintah Hindia-Belanda terhadap agama lebih tepat dikatakan campur tangan ketimbang netral, dan campur tangan itu lebih banyak menguntungkan pihak Kristen dan merugikan pihak Islam.5Sikap yang diambil oleh pemerintah Hindia-Belanda ini bukan bermaksud untuk membangun kehidupan spiritual pribumi, melainkan dalam rangka menancapkan kekuasaan Belanda di Indonesia karena

Islam dipandang bukan saja sebagai ancaman terhadap “Kebijakan Keamanan

dan Ketertiban”, melainkan juga terhadap masa depan keberlanjutan pendudukan dan penjajahan Belanda di kepulauan Nusantara.6

3Adian Husaini, “Kristenisasi di Indonesia: Tinjauan Historis dan Teologis”, Media Dakwah (Edisi

Muharram 1428/ Februari 2007), 8.

4Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004

(Surabaya: Hikmah Press, 2005), 24.

5Aqib Suminto,Politik Islam Hindia Belanda(Jakarta: LP3ES, 1985), 27.

6Alwi Shihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammasiyah Terhadap Penetrasi Misi

(51)

42

Kolonial Belanda secara eksplisit menunjukkan dukungannya terhadap gerakan kristenisasi. Bisa ditinjau dari segi pendidikan, Belanda memperluas program pendidikan bagi rakyat dengan tujuan mengimbangi pendidikan yang berorientasi Islam (seperti pesantren). Di bawah dalih mengembangkan program pendidikan pemerintah inilah, sekolah-sekolah misi Kristen yang disubsidi pemerintah menampakkan kehadirannya yang sangat kentara di seluruh negeri. Kenyataan seperti ini memperkuat pernyataan bahwa bantuan dan campur tangan kaum kolonialis dalam kristenisasi sulit dipungkiri.

Setelah Indonesia merdeka, pola dan strategi Kritenisasi di Indonesia mulai diubah. Jika pada masa penjajahan Belanda dilakukan dengan jalur kekuasaan berupa pemaksaan dan peraturan pemerintah, maka sejak Indonesia merdeka diubah melalui pengiriman missionaris ke kawasan-kawasan terpencil, mengobral segala bentuk bantuan yang dibutuhkan rakyat, memperbanyak lembaga pendidikan, memperbanyak balai pengobatan (rumah sakit), memperbanyak donasi sosial, mendatangi secara door to door dari rumah ke rumah, menemui orang per-orang, melepas gadis-gadis Kristen menikah dengan Pria Muslim, memperbanyak penerbitan, serta merekrut anggota masyarakat terpelajar dengan imbalan materi (uang) dalam jumlah yang besar.7

Perkembangan kristenisasi semakin menjadi pada tahun 1965, tepatnya pasca kegagalan revolusi PKI (Partai Komunis Indonesia) 1966. Negara mewajibkan kepada warganya untuk memilih agama resmi (Islam, Protestan,

(52)

Katolik, Hindu, dan Budha).8 Perkembangan kristenisasi bisa dilihat dari pertumbuhan kekristenan yang luar biasa besarnya khususnya dalam hal peningkatan jumlah. Orang-orang Indonesia dalam jumlah besar berbondong-bondong memeluk agama Kristen karena Gereja menawarkan perlindungan bagi mereka yang dicurigai terlibat dalam kegiatan komunisme di Indonesia. Peristiwa ini menimbulkan dugaan bahwa secara tidak langsung, pemerintah Orde Baru memerankan peran penting dalam berbondong-bondongnya orang masuk Kristen. Asumsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa agar pengaruh komunisme berhasil dipangkas habis, pemerintah mendorong para bekas anggota komunis untuk memeluk satu di antara agama yang diakui resmi oleh negara. Terlebih, dengan memberikan kesempatan kalangan misionaris Kristen itu mengkonversi mereka yang dituduh kalangan komunis dan keluarga mereka, pemerintah mendapat dua keuntungan sekaligus. Pertama, pemerintah berhasil memangkas habis pengaruh kalangan komunis. Kedua, pemerintah dapat meminimalkan berpengaruhnya gagasan-gagasan Islam dalam pentas politik nasional.9

Seburuk-buruknya rezim Orde Baru sebagaimana dituduhkan oleh opini diatas, namun salah satu sistemnya justru melindungi umat Islam Indonesia dari gempuran pemurtadan secara sistematis oleh umat Kristen. Melalui Keputusan No. 70 Tahun 1978 tentang kode etik penyebaran agama dan Keputusan Bersama Dua Menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri)

(53)

44

No. 1 Tahun 1979, bahwa pemerintah pada waktu itu melarang upaya Kristenisasi di kalangan umat Islam dengan menggunakan bujukan pemberian uang, barang, makanan, minuman dan lain sebagainya. Juga dilarang program penginjilan berupa kunjungan dari rumah ke rumah oleh para misionaris kepada keluarga Muslim, serta dilarang penyebaran pamflet maupun yang berisi bujukan kepada umat Islam.10

Hal lain yang menjadi faktor pendukung berkembang pesatnya kekristenan pada masa Orde baru adalah peran dari Indonesian evangelists seperti Petrus Octavianus, Stephen Tong dan Christ Marantika. Pada saat itu, banyak agen misi dari luar negeri yang juga berperan penting.11 Banyaknya agen misi dari luar negeri memiliki keterkaitan dengan keputusan Konsili Internasional Vatikan II tahun 1965. Ketika itu, keputusan yang diumumkan yakni melakukan upaya pengkristenisasian dunia. Pembaharuan strategi kristenisasi dengan mengintegrasikan kebudayaan Islam pun telah menjadi Keputusan Dewan Gereja Dunia sebagaimana tertuang dalam dokumen

“Konsili Vatikan II, Pembaharuan Sikap Gereja terhadap Islam” yang antara

lain dikatakan:

Pada dasarnya gereja menghormati umat Islam karena melihat ‘ada kebenaran’ dalam ajaran Islam, namun karena gereja mendapat mandat

dari Kristus untuk menjadikan terang dan garam dunia, maka berita gembira untuk meng-Kristen-kan umat Islam haruslah disebarluaskan. Gereja memang tidak serta merta atau “terang-terangan” menjadikan

kaum Muslim sasaran penginjilan secara doktriner, melainkan harus melalui cara-cara yang persuasif melalui pelayanan kemanusiaan, melalui berbagai pendekatan bidang pendidikan dan kesehatan, sosial

10Jan S. Aritonang,Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia(Jakarta: Gunung Mulia,

2010), 431.

11Benyamin S. Intan, Misi Kristen di Indonesia: Kesaksian Kristen Protestan (Jakarta Utara:

(54)

ekonomi dan kebudayaan... mengikuti jejak kebudayaan umat Muslimin merupakan langkah yang paling baik untuk mempengaruhi umat Islam.

Jadi, strategi menggunakan berbagai produk budaya Islam dipandang sebagai strategi yang baik untuk memurtadkan umat Islam seluruh dunia, termasuk umat Islam Indonesia.12

Konsili ini juga menetapkan keputusan untuk meminta bantuan kepada seluruh pemeluk agama Kristen di samping para pelayan gereja guna melaksanakan rencana ini dan meminta bantuan gereja-gereja lokal, serta berupaya membangun gereja di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.13 Maklum, bagi missionaris usaha kristenisasi untuk kaum muslim adalah suatu tantangan suci karena kaum muslim adalah kelompok masyarakat non-kristen terbesar di dunia yang belum menerima akidah Kristen, yakni Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat sehingga negara-negara muslim atau daerah-daerah yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam dianggap sebagai lahan garapan terakhir yang sangat penting dan dunia akan damai hanya setelah seluruh dunia berhasil dikristenkan. Diakui sendiri oleh Pendeta Dr. Larry Keefauver dalam buku “Meraih Kemenangan di Daerah Musuh”,

bahwa negara-negara Timur Tengah, Afrika Muslim, negara bekas Komunis dan negara-negara Asia Tenggara merupakan bagian terpenting dan menjadi sasaran rencana besar kristenisasi. Negara-negara yang dijadikan target p

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk merancang aplikasi media pembelajaran dengan mempertimbangkan aspek usabilitas aplikasi sehingga dapat dirancang aplikasi

bakteri dari cincaluk pada media agar MRS setelah dilakukan pemurnian sebanyak 4 kali ditemukan sebanyak 12 isolat kandidat bakteri asam laktat dengan ukuran,

Uji kelakuan fasa surfaktan dalam faktor suhu pemanasan dan konsentrasi asam yang dilakukan menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak mem- berikan hasil yang berbeda

Hukum Perdata Internasional (privat international law), keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang dilakukan oleh subjek hukum, yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pendapatan dan profitabilitas yang dicapai oleh peternakan sapi perah “Karunia” dan mengetahui pengaruh faktor –

Pada tahun 1930 diselenggarakan Konferensi Kodefikasi Hukum Internasional di Den Haag, Belanda, yang diprakarsai oleh Liga Bangsa-Bangsa (Sebelum berubah menjadi PBB).

Menurut Ismail (2006), Education games (permainan edukatif) adalah suatu kegiatan yang sangat menyenangkandan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat

Interaksi dengan orang tua pada materi dapat dilakukan sama halnya seperti materi pertama dan berpedoman pada petunjuk umum antara lain dengan: komunikasi tertulis,