BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
Salatiga adalah salah satu kota kecil yang berada di
Provinsi Jawa Tengah, Letak kota ini berada di 47 km dari
kota Semarang dan 53 km dari kota Surakarta. Kota ini
memiliki 4 kecamatan dan 22 kelurahan dengan luas
wilayah ±5678,11 Ha dengan jumlah penduduk ±167.090
jiwa. Kota Salatiga secara morfologis berada di kaki gunung
merbabu dan gunung-gunung kecil lainnya, seperti Gunung
Gajah Mungkur, Telomoyo dan Payung Rong. Salatiga
beriklim tropis berhawa sejuk dengan ketinggian antara 450
– 800 meter dari permukaan laut. Kota kecil ini memiliki
moto “ salatiga Hati Beriman”.
RSUD kota Salatiga adalah salah satu rumah sakit
iduk yang berada di kota salatiga, yang berada di jalan
osamaliki No. 19 kecamatan mangunsari kelurahan
sidomukti. RSUD Kota Salatiga mempunyai letak yang
sangat strategis, berada di tengah Kota yang mudah
dijangkau dengan transportasi dan berada di tepi jalur jalan
tanah milik Pemerintah Kota Salatiga seluas 33.600 m2
dengan fasilitas bangunan induk + 9.500 m2, 6.500 M2
diantaranya merupakan paket Inpres Tahun 1984. RSUD
Kota Salatiga merupakan rumah sakit milik pemerintah Kota
Salatiga kelas C dan sejak 1 Aprik 1995 ditetapkan sebagai
Rumah Sakit Unit Swadana Daerah. Kemudian pada Tahun
2008 RSUD KOta Salatiga meningkatkan kelas RS dari
Kelas C menjadi Kelas B Non Pendidikan sampai sekarang..
4.2. Analisis Univariat
4.2.1. Karakteristik Responden
Jumlah responden yang diteliti adalah 40 responden
yang terdiagnosa positive HIV/AIDS dan berobat di
RSUD Salatiga. Di dalam penelitian ini terdapat
parameter yang ditanyakan kepada responden
yaitu:pendidikan terakhir responden. Selain itu, tingkat
pengetahuan, terhadap penyakit HIV/AIDS, Pengawas
minum obat dan kepatuhan juga ditanyakan dalam
bentuk pertanyaan tertulis melalui kuesioner.
Pengambilan data dilakukan di RSUD Salatiga pada
saat diilakukanya pertemuan rutin di ruang pertemuan
4.2.2. Frekuensi responden menurut tingkat pendidikan Table 4.1. Distribusi frekuensi responden
berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan di RSUD Salatiga
No. Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
1 SD 2 5
2 SMP 14 35
3 SMA 16 40
4 Diploma/Sarjana 8 20
Total 40 100
Dari hasil output diatas dapat dilihat bahwa
untuk pendidikan nilai total adalah 40 orang. Dengan
frekuensi Pendidikan SD adalah 2 (5%), frekuensi
Pendidikan SMP adalah 14 orang (35 %), frekuensi
Pendidikan SMU adalah 16 orang (40 %) dan
frekuensi Pendidikan Diploma/sarjana adalah 8
orang (20 %)
4.2.3. Frekuensi responden berdasarkan tingkat Pengetahuan
Tabel 4.2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat di RSUD SAlatiga
No. Pengetahuan Frekuensi Presentase
(%)
2 Sedang 5 12,5
3 Rendah 1 2,5
Total 40 100,0
Dari hasil output diatas dapat dilihat bahwa
untuk Pengetahuan dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yaitu Pengetahuan Rendah dengan
frekuensi 1 orang (2,5%), Pengetahuan cukup
dengan frekuensi 5 orang (12,5%), Pengetahuan
tinggi dengan frekuensi 34 orang (85%)
4.2.4. Frekuensi responden berdasarkan Pengawas Minum Obat
Tabel 4.3. Distribusi Responden berdasarkan peran pemgawasan minum obat terhadap kebaputan minum obat di RSUD Salatiga
No .
Pengawas Minum
Obat
Frekuensi Presentase (%)
1 Baik 26 65
2 Cukup baik 10 25
3 Kurang
Baik 4 10
Total 40 100
Dari hasil output diatas dapat dilihat bahwa
Pengawas minum obat dapat digolongkan menjadi
tiga kategori, yaitu tidak pernah dengan frekuensi 4
orang (25%) dan sering dengan frekuensi 26 orang
(65%)
4.2.5. frekuensi responden berdasarkan Kepatuhan Minum Obat
Tabel 4.4. Distribusi respomdem berdasarkan tingkat kepatuhan minum obat di RSUD Salatiga.
No. Kepatuhan Frekuensi Presentase (%)
1 Tinggi 1 2,5
2 Sedang 11 27,5
3 Rendah 28 70,0
Total 40 100
Dari hasil output diatas dapat dilihat bahwa
kepatuhan minum obat dapat digolongkan menjadi
tiga kategori, yaitu tidak patuh dengan frekuensi 28
orang (70%), patuh dengan frekuensi 11 orang
(27,5 %), sangat patuh dengan frekuensi 1 orang
(2,5 %)
4.3 Analisa Bivariat
Tabel 4.5. analisis hubungan antara tingkat
pendidikan, tigkat pengetahuan dan
berhubungan dengan kepatuhan
minum obat pada odha di RSUD
Salatiga.
Analisis penelitian korelasi yang digunakan adalah dengan bantuan
software SPSS 16 for windows, untuk mengetahui korelasi tingkat
pendidikan, pengetahuan, peran pengawas minum obat dengan
tingkat kepatuhan minum obat pada penderita HIV/AIDS di RSUD
Salatiga dengan menggunakan korelasi kendall tau, dikarenakan
untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel. hasilnya
sebagai berikut :
Berdasarkan Hasil penelitian yang telah dilakukan uji kendall tau
menunjukan signifikansi tingkat pendidikan terhadap kepatuhan
adalah r (0,121) dengan tingkat korelasi p=0,325 ≥ α (0,05) yang
atinya tidak ada hubungan antara pendidikan dan kepatuhan minum
obat dengan korelasi lemah . Nilai kemaknaan untuk Pengetahuan
adalah r (0,290), p=0,17 ≤ α (0,05), yang artinya ada hubungan
Variabel Hasil analisis
Tingkat
kepatuhan
Pendidika
n
Pengeta
huan
Pengawas
Minum
Obat
r= 0,121 r=0,290 r=0,306
antara pengetahuan dan kepatuhan minum obat dengan korelasi
lemah. Nilai kemaknaan untuk Pengawas minum obat adalah r
(0,306), p=013 ≤ α (0,05) , yang artinya ada hubungan antara
Pengawas minum obat dan kepatuhan dengan korelasi lemah.
Ketententuan penguji yang diajukan untuk menetukan hipotesa
diterima atau ditolak adalah apabila nilai signifikansi lebih kecil dari
0,05 berarti hipotesa di tolak yang berarti tidak ada hubungan
antara X1, X2, X3 dengan Y sedangkan apabila nilai signifikansi lebih
besar dari 0,05 berarti hipotesa ditrima yang berarti ada hubungan
antara X1, X2, X3 dengan Y.
Untuk menguji hipotesa dilakukan dengan uji one sample
Kolmogorov-Smirnov-tes, uji ini digunakan untuk mengetahui
distribusi populaasi dan data yang menggunakan skala interval dan
rasio.
Dari hasil uji yang telah dilakukan dengan N = 40 rata-rata
19.575, standart defisiasi 3.62249 absolut 0,177; difference positive
0,177; negative -0,137; Kolmogorov-Smirnov Z 1.117 dan
signifikansi 0,165 .
4.4 Pembahasan.
Dari penelitian yang telah dilakukan dan di olah dengan
menggunakan spss 16 akan di bahas hasil penelitian sebagai
4.4.1. Distribusi Faktor Pendidikan responden
.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan responden tidak
membuat semakin baik kepatuhan minum obat. Hal ini
terbukti dari hasil uji menunjukan p = 0,121, yang berarti
tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan kepatuhan minum obat. Hasil uji
korelasi menunjukan r = 0,325 berarti bahwa korelai
diantara tingkat pendidikan dan kepatuhan minum obat
lemah.
Pada awalnya mungkin penderita patuh terhadap
instruksi yang diberikan oleh dokter yang menangani
penyakitnya, namun dengan seiring waktu berjalan
penderita merasakan kejenuhan dalam menjalani terapai,
dan mulai timbul rasa keputusasaan akibat harapan hidup
yang kecil. Hal ini kemudian akan menyebabkan sikap
apatis pada penderita sehingga mengakibatkan penderita
tidak patuh dalam menjalani terapi.
4.4.2. Distribusi Faktor pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
bermakna terhadapa kepatuhan minum obat hal
tersebut terlihat dari hasil analisis dengan
menggunakan kolerasi Kendall Tau didapatkan hasil uji
kolerasi yang lemah dengan r = 0,290 dan hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan
minum obat (p = 0,017). Hal ini berarti tingkat
pengetahuan berhubungan dengan secara bermakna
terhadap tingkat kepatuhan minum obat. Karena nilai
r=(+) positif berbanding searah. Dengan demikian dapat
diasumsikan bahwa semakin baik tingkat pengetahuan
semakin kecil untuk terjadi ketidakpatuhan. Selain itu
juga, pengetahuan penderita terutama tentang
pengobatan dan bahaya-bahanya akan menambahkan
kesadaran untuk mengantisipasi penderita berhenti
minum obat sebelum waktunya sesuai dengan
pendapat bekker (1997), Kemampuan memanfaatkan
pengetahuan akan berpengaruh akan langsung
terhadap keyakinan sehat, begitu menurut notohamdjojo
(2003). Bahwa pengetahuan merupakan dominan yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Mengingat besarnya pengaruh pengetahuan penderita
terhadap HIV/AIDS tentang keteraturan minum obat,
dalam menangani pasien Odha. Hasil penelitian ini di
dukung dari penelitian sebelumnya yang mengatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan kepatuhan terapi ARV (Anggipita
Budi Mahardining,2010). Hal ini dapat dimengerti bahwa
penderita yang mempunyai pengetahuan baik
cenderung akan patuh dalam minum obat, sesuai
dengan teori perilaku yang mengatakan bahwa perilaku
seseorang terhadap sesuatu akan sesuai dengan
tingkat pemahaman terhadap sesuatau tersebut.
4.4.3. Distribusi Faktor Pengawas Minum Obat
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa tingkat peran pengawas minum obat
berhubungan dengan secara bermakna terhadap
kepatuhan minum obat. Hal tersebut terlihatndari
hasil analisis dengan menggunakan kolerasi kendall
tau didapatkan ada hubungan bermakna atau
signifikan antara peran pengawas minum obat
dengan kepatuhan minum obat (p = 0,013) dan
korelasi yang lemah ( r = 0,306). Karena nilai r=(+)
positif maka Dengan demikian semakin baik peran
minum obat menurut notoamidjojo (2003). Dukungan
dari keluarga merupakan bagan paling terpenting
dan terdekat bagi penderita, penderita akan semakin
merasa senang dan tentram apabila mendapat
perhatian dan dukungan dari keluarga, dengan
dukungan tersebut akan dapat menimbulkan rasa
kepercayaan dirinya untuk menghadapi dan
mengelola penyakit yang dideritanya.Penelitian
mengenai Peran Layanan Pesan Singkat (SMS)
Dalam Meningkatkan Angka Kepatuhan Minum Obat
ARV Di Kenya (Achmad Fauji, 2010) mengatakan
salah satu penelitian di Kenya yang memanfaatkan
layanan SMS ini dalam hal menguji tingkat
kepatuhan klien HIV-AIDS dalam meminum
pengobatan ARV telah dilakukan, dan menunjukkan
hasil yang signifikan bermakna. Dari pernyataa
tersebur dapat terlihat bahwa pengawas minum obat
dpat melakukan tugasnya secara maksimal meskipu
tidak berada di sekitar penderita, jadi hal ini akan
menjadikan penderita tetap patuh dalam minum
obat.
Pada penelitian ini menggunakan
sampel yang sama pada uji validitas dan reabilitas
di akrena keterbatasan responden, hal ini tidak
dianjurkan pada penelitian selanjutnya, sebaiknya
uji harus dilakukan pada sampel atau populasi