• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hadis perintah perang dalam Sunan Ibn Majah nomor indeks 3927.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hadis perintah perang dalam Sunan Ibn Majah nomor indeks 3927."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

HADIS PERINTAH PERANG DALAM KITAB

SUNAN IBN

MAJAH

NOMOR INDEKS 3927

SKRIPSI

Oleh:

ROBIATUL ADAWIYAH

E03213076

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)

HADIS PERINTAH PERANG DALAM KITAB

SUNAN IBN

MAJAH

NOMOR INDEKS 3927

SKRIPSI

Diajukan Kepada:

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam

Menyelesaikan Program Strata Satu (S-1)

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

ROBIATUL ADAWIYAH

E03213076

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Robiatul Adawiyah, 2017. PERINTAH PERANG DALAM SUNAN IBN

MA<JAH NOMOR INDEKS 3927

Berbagai fenomena dalam masyarakat menuntut adanya penyelesaian. Salah satu fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini adalah maraknya teror dan bom bunuh diri di Indonesia. Hadis diatas menyatakan bahwa Rasu<lullah SAW memerangi orang-orang mushrikin yang mulai meninggalkan ajaran Islam. Hadis ini difahami secara mentah dan dijadikan rujukan oleh kelompok radikal untuk melakukan teror dan bom bunuh diri.

Fakta ini yang mendorong penulis melakukan penelitian untuk mengetahui maksud dari pemaknaan terhadap hadis tersebut lebih mendalam sekaligus menelusuri apakah sanad dan matan hadis tersebut telah memenuhi kriteria ke-s{ahi<h-an hadis.

Penelitian pada hadis Sunan Ibn Ma>jah tentang Perintah Perang No. Indeks 3927 diharapkan dapat memberikan satu pemahaman yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjawab fenomena ini. Penelitian ini mengarah pada kualitas, keh}ujjahan, pemaknaan, dan implikasi hadis. Dalam pengumpulan data digunakan metode takhrij, i’tibar, kritik sanad maupun matan dan teori pemaknaan.

Penelitian hadis tentang perintah perang ini menghasilkan bahwa hadis tersebut berkualitas S}ahi>h li Dha>tihi. Hal ini disebabkan karena sanadnya muttas{il, periwayat yang pertama sampai terakhir semuanya thiqah, dan tidak ditemukan adanya shudhudh dan ‘illat. Juga disamping itu matan hadis tidak bertentangan dengan tolak ukur yang dijadikan barometer penilaian ke-s{ahi>h-an matan, maka hadis tentang Perintah Perang ini termasuk kategori maqbu>l ma‘mu>lun bihi, sehingga hadis ini dapat dijadikan sebagaih}ujjah. Setelah metode Ma’a>ni al-H{adi>th diterapkan, menghasilkan makna bahwa tujuan Rasu>lulla>h SAW memerangi adalah untuk mengembalikan ajaran Islam yang mulai dikesampingkan oleh kaum kafir Makkah. kemudian makna tersebut dikontekstualkan kepada realitas kekinian, yaitu kelompok radikal yang menggunakan hadis ini secara tidak menyeluruh dan digunakan untuk mencekoki orang-orang Islam awam agar melakukan teror terhadap muslim lainnya yang tidak sefaham dengannya dan dianggap kafir. Upaya kontekstualisasi ini menunjukkan bahwa kekacauan yang terjadi di negara Islam termasuk Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam adalah sebagai bukti kurangnya kesadaran setiap individu atas sifat toleran terhadap sesama muslim, serta kurangnya pengetahuan tentang agama menjadi peluang besar bagi para kelompok radikal untuk melakukan aksinya. Maka jika seseorang ingin mengambil suatu dalil dari al-Qur’a>n maupun h}adi>th, perlu untuk memperhatikan rujukan dalil tersebut yang sudah diakui ke-s{ahi>han-nya.

(8)

x

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ...i

ABSTRAK ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN SKRIPSI ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN...v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ...vii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI...x

PEDOMAN TRANSLITERASI ...xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Kegunaan Penelitian ... 10

F. Telaah Pustaka ... 10

G. Penegasan Judul ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

(9)

BAB II : KAIDAH KES{AH{I<HAN H{ADI<TH, KEHUJJAHAN H}ADI<TH, SERTA TEORI PEMAKNAAN H}ADI<TH

A. Kaidah Kes}ah}i>h}an H}adi>th ... 18

1. Kritik Sanad... 19

2. Kritik Matan ... 22

B. Kaidah Keh}ujjahan H}adi>th ... 23

C. Teori Pemaknaan H}adi>th ... 26

1. Pendekatan dari Segi Bahasa... 27

2. Pendekatan dari Latar Belakang Turunnya H}adi>th ... 28

D. Teori Perdamaian ... 29

1. Pengertian Damai ... 29

2. perdamaian dalam Islam ... 31

BAB III : IMAM IBN MA<JAH DAN H}ADI>TH TENTANG PERINTAH PERANG A. Biografi Imam Ibn Ma>jah ... 36

1. Guru dan Murid Imam Ibn Ma>jah ... 36

2. Karya Imam Ibn Ma>jah ... 37

B. Kitab Sunan Ibn Ma>jah ... 37

1. Pendapat Ulama tentang Kitab Sunan Ibn Ma>jah ... 39

C. H}adi>th tentang Perintah Perang ... 40

(10)

xii

BAB IV : ANALISISH}ADI>THTENTANG PERINTAH PERANG

A. Kualitas dan Keh}ujjahan H}adi>th tentang Perintah Perang .... 64

1. Analisis sanad H}adi>th tentang Perintah Perang ...64

2. Analisis matan H}adi>th tentang Perintah Perang ... 69

3. Analisis Keh}ujjahan H}adi>th tentang Perintah Perang ... 75

B. Pemaknaan H}adi>th tentang Perintah Perang ... 76

C. Implikasi H}adi>th Tentang Perintah Perang dalam Kehidupan Manusia ... 86

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 91

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Islam disyari’atkan oleh Allah dengan tujuan utama merealisasikan

dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik kemaslahatan individu maupun

masyarakat. Kemaslahatan yang ingin diwujudkan dalam hukum islam itu

menyangkut seluruh aspek kepentingan manusia. Aspek-aspek kepentingan

manusia itu menurut para ulama, dapat diklasifikasikan menjadi tiga aspek, yaitu:

dharuriyyat(primer),hajjiyat(sekunder), dantahsiniyyat(stabilitas sosial).1 Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah etika

(akhlak-agama), kultural (ilmu-iptek), dan profesi (amal shaleh-keahlian). Petunjuk kitab

suci maupun sunnah Nabi dengan jelas menganjurkan kepada para pemeluk

agama (Islam) untuk meningkatkan kesadaran beretika, berkultur, dan berprofesi.

Ketiga kesadaran inilah yang amat dibutuhkan pada era global ini.2

Ada banyak penafsiran tentang al-Qur’a>n, yang menunjukkan betapa

pentingnya teks yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW. Al-Qur’a>n

telah memberikan inspirasi kepada berjuta-juta manusia di muka bumi ini, yang

akan terus berlangsung selama manusia masih hidup di dunia. Banyak musuh

Islam yang mencoba menyerang kitab suci ini dan mencoba untuk

membuktikannya dengan cara merek bahwa al-Qur’a>n menimbulkan rasa benci

1Said Agil Husin, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial (Jakarta: PT. Penamadani 2004),

19.

(12)

2

terhadap orang yang tidak percaya kepadanya, serta menunjukkan bahwa

al-Qur’a>n memerintahkan agar mereka dibunuh. Asumsi ini tentunya memberikan

kekakuan dan kefanatikan sistem keyakinan, seolah karena al-Qur’a>n-lah umat

Islam menjadi fanatik dan telah menumpahkan banyak darah di bumi ini.3

Ketika agama membentuk dasar hubungan masyarakat dengan menyediakan

penafsiran tentang hubungan sosial serta legitimasi, pada saat itulah agama

mempunyai fungsi ideologis: wajah agama yang hadir dalam tatanan sosial.

Yakni, tatanan sosial yang dikehendaki oleh tuhan. Oleh karena itu,

hubungan-hubungan antara berbagai kelompok yang membentuk masyarakat (mestinya)

merupakan produk dari kehendak tuhan yang harus didasarkan pada aturan

pencipta bumi. Hubungan-hubungan sosial adalah naturalisasi tatanan sosial.

Menurut pandangan Hourtart, setiap naturalisasi hubungan sosial yang tidak

seimbang merupakan sumber dari munculnya kekerasan, baik ketika

membentuknya, mereproduksinya, atau ketika adanya resistensi dalam

mentransformasinya.

Hal yang sama juga terjadi ketika agama dijadikan sebagai faktor

pembentukan identitas. Identitas bisa didefinisikan sebagai rasa memiliki pada

etnis, agama atau kelompok sosial tertentu yang pada gilirannya memberikan

status, stabilitas sosial, dan cara berpikir tertentu. Agama bisa menjadi pembentuk

identitas, sehingga orang yang berasal dari suku atau etnis yang sama bisa

menjadi berbeda karena agamanya berbeda. Inilah yang terjadi di Sri Langka,

dimana suku Sinhalese adalah penganut Budha sementara suku Tamil penganut

(13)

3

Hindu. Meskipun begitu, dalam kasus Sri Langka, agama hanya menimbulkan

pergolakan dalam satu kelompok, Sinhalese. Ini disebabkan suku Sinhalese

merasa identitasnya sebagai rakyat terancam, karena mereka dipaksa untuk

menganut agama Budha pada masa raja Azoka. Suku Tamil hindu secara bertahap

menduduki wilayah utara, sambil menghancurkan budaya dan agamanya.

Perlawanan dalam bentuk perang suci pun tidak bisa dielakkan, yang salah satu

daya pendorongnya karena adanya justifikasi dari ajaran agama. Kaum

Sinhalese-Budha melihantnya sebagai misi keagamaan. Inilah yang menyebabkan Budhisme

menjadi faktor munculnya kekerasan yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran

dasar Budhisme itu sendiri.

Semua agama-agama yang ada di dunia ini pernah dilibatkan oleh

penganutnya di dalam gerakan terorisme. Meskipun demikian, saat ini agama

yang menjadi sorotan dan sering dikaitkan dengan terorisme adalah Islam. Hal ini

tidak lepas dari fakta bahwa kasus-kasus yang menjadi sorotan tentang terorisme

belakangan memang bersinggungan dengan Islam, karena pelakunya adalah

kelompok Islam. Al-Qaedah misalnya, dianggap sebagai dalang dari terorisme

yang meluluhlantakkan gedung kembar di New York. Jama’ah Islamiyah

dianggap bertanggung jawab terhadap pengeboman di Bali, hotel Mariot dan

kasus-kasus terorisme di Asia Tenggara. Hammas dipandang sebagai biang kerok

dari terorisme yang ada di Timur Tengah, dan kelompo-kelompok yang lain.4 Jika disederhanakan, ada dua variabel penjelas utama untuk memahami

munculnya gerakan-geraan radikal di kalangan Islam, yaitu faktor dari dalam

4 Muhammad Asfar, Islam Lunak Islam Radikal (Surabaya:Pusdenham dan JP Press

(14)

4

Islam dan faktor dari luar Islam. Faktor dari dalam ini lebih banyak berkaitan

dengan penafsiran konsep jihad yang dipahami oleh sebagian penganut Islam.

Penganut gerakan-gerakan radikal Islam umumnya didorong oleh pemahaman

mereka tentang konsep jihad yang dimaknai sebagai perang terhadap non Muslim.

Mereka selalu melihat dunia ini dalam dua kaca mata: da>r al-harb (negeri non

Muslim atau perang) dan da>r al-Islam (negeri Islam). Daerah yang dianggap da>r

al-harb harus dipandang sebagai sasaran ekspansi dan penundukan. Ekspansi dan

penundukan itu menggunakan kata jihad sebagai slogan mobilisasi yang tak

jarang disertai senjata seperti pedang dan bom. Akibatnya, darah tercecer

dimana-mana. Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘a>lamin dihadirkan dengan wajah

yang menakutkan.5

Implementasi konsep jihad lebih banyak dipahami sebagai perang suci. Jihad

dipahami sebagai kewajiban setiap muslim untuk menegakkan kalimat Allah di

muka bumi ini melalui kekuatan perang. Akibatnya, banyak kaum Muslim yang

rela sebagai martir untuk melakukan perang atas nama agama. Kelompok ini

merujuk pada ayat-ayat al-Qur’a>n yang membenarkan tindakan jihad dalam

pengertian perang suci, melawan kezaliman, sebagaimana yang pernah disebut

oleh Imam Samudra, pelaku bom bali, bahwa ada 28 ayat al-Qur’a>n yang

memerintahkan umat Islam untuk berjihad, sebagai dasar untuk membunuh

musuh. Namun, disamping 28 ayat jihad dalam pengertian perjuangan ini, kata

jihad juga disebut oleh Allah sekitar 41 kali.6

5 Muhammad Said Al-Ashmawy, Jihad Melawan Islam Ekstrem (Jakarta: Desantara

2002), 62.

(15)

5

Jihad dalam pengertian perang suci ini bisa ditujukan kepada banyak

kalangan, kaum kafir yang melakukan penyerangan terhadap kaum Muslim atau

orang Muslim yang sudah keluar dari keimanannya (murtad). Hanya saja, menurut

banyak ahli, konsep jihad dalam Islam tidak hanya dalam pengertian perang.

Perjuangan tidak harus dimaknai dengan mengangkat senjata, pengeboman,

apalagi menjadikan diri sebagai martir dalam bentuk melakukan bom bunuh diri.

Jihad besar sebenarnya dalam bentuk melawan hawa nafsu. Yaitu jihad melawan

diri sendiri.7

Sementara itu, gerakan radikalisme di kalangan Islam juga dipicu oleh faktor

luar. Pada awalnya, dan sebagian juga berlaku sampai sekarang, faktor luar ini

bisa berbentuk reaksi terhadap modernitas yang dilakukan oleh barat terhadap

dunia Islam. Daniel Lerner, menjelaskan munculnya fundamentalis di Timur

Tengah sebagai reaksi atas medernisasi yang dikenalkan barat yang di anggap

telah mendistorsi otoritas tradisional mereka. Namun, perkembangan belakangan

ini menunjukkan bahwa radikalisme di kalangan sebagian penganut Islam

didorong oleh kondisi sosial ekonomi internasional yang dianggap tidak adil bagi

kaum muslimin. Radikalisme Islam dipahami sebagai reaksi atas perlakuan tidak

adil yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, seperti adanya 7F perangkap

yahudi yakni food, film, fashion, free thinkers, financial, faith, and friction;

adanya konspirasi internasional untuk menghambat perkembangan agama dan

gerakan-gerakan Islam, yang melibatkan kekuatan antar negara dengan disponsori

oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Pendek kata, radikalisme di kalangan

(16)

6

sebagian Islam ini sebagai reaksi atas ketidakadilan yang terjadi di dunia Islam,

seperti yang diungkapkan oleh seorang penulis: “ pada 200 tahun terakhir, umat

muslim tidak mendapatkan jalan untuk mengendalikan jalannya sejarah. Kita

tidak membuat sejarah, tetapi kita menjadi korban sejarah. Kita merupakan orang

yang mem\bawa manusia keluar dari kegelapan. Peradaban kita diambil oleh barat

yang asing, antagonistis, agresif, dan tidak beradab. Kita merupakan orang

pertama yang memperadabkan dunia...”.8

Dalam hadis perintah perang No. 3927 dalam kitab Sunan Ibn Ma>jah

terdapat pedoman yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama yang teliti baik

dari kalangan salaf maupun kalangan khalaf. Pedoman yang dimaksud bahwa

seseorang yang hanya bermodalkan yakin dan mantap memeluk agama Islam,

maka hal itu sudah cukup baginya. Hanya dengan modal itu dia sudah dijuluki

sebagai seorang mukmin yang bertauhid. Dia tidak wajib belajar dalil-dalil yang

digunakan oleh para ulama ahli kalam. Hal ini sama sekali berbeda dengan

sekelompok ulama yang mewajibkan seseorang untuk mengetahui dalil agama

sebagai syarat untuk menjadi seorang muslim. Sekelompok ulama ini

beranggapan bahwa seseorang baru bisa dikatakan muslim jika sudah menguasai

beberapa dalil agama seperti yang dikuasai oleh ulama ahli kalam. Pendapat inilah

yang dianut oleh kebanyakan orang Mu’tazilah dan sebagian ulama ahli kalam.

Tentu saja pendapat seperti ini jelas-jelas salah.9

8Siddiqui Kalim,Seruan-Seruan Islam(Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2002), 130-131.

(17)

7

Dalam hadis ini lafaz}

memiliki makna memerangi yang

ditujukan kepada orang-orang yang menolak tauhid (musyrikin) karena mereka

menolak melaksanakan shalat dan membayar zakat. Syaikh Muhyiddin

al-Nawa>wi> berkata, “hadis ini mengindikasikan bahwa orang-orang yang

meninggalkan shalat secara sengaja akan dibunuh atau di hukum mati.” Kemudian

beliau menyebutkan perbedaan pendapat ulama dalam hal ini.

Ketika al-Karmani ditanya tentang hukum orang yang meninggalkan zakat,

beliau menjawab bahwa hukum shalat dan zakat adalah sama karena tujuan kedua

hal tersebut tidaklah berbeda, yaitu “memerangi” bukan “menghukum mati”.

Adapun perbedaannya, orang yang tidak mau membayar zakat dapat diambil

secara paksa sedangkan dalam shalat tidak dapat diperlakukan seperti itu. oleh

karena itu, jika seseorang telah mencapai nisab dan tidak mau membayar zakat

maka ia harus diperangi. Dalam kerangka ini, Abu> Bakar al-S}iddiq memerangi

golongan yang tidak mau membayar zakat. Tidak ada satupun riwayat yang

menunjukkan bahwa beliau membunuh mereka.10

Ibn Daqi>q al-‘Id dalam kitabnya syarh al-‘Umdah telah menjelaskan secara

panjang lebar dalam menolak pendapat yang menggunakan hadis tersebut sebagai

dasar legalitas eksekusi bagi yang meninggalkan shalat. Beliau berkata,

diperbolehkannya memerangi (golongan tersebut), bukan berarti diperbolehkan

membunuh mereka. Karena bentuk “ muqatalah” berasal dari wazan “mufa’alah” yang mengharuskan adanya interaksi dari kedua belah pihak, sedangkan dalam

al-qatlu (membunuh) tidak seperti itu. al- Baihaqi>meriwayatkan dari al-Sha>fi’i yang

(18)

8

berkata, “perang tidaklah sama dengan membunuh, karena terkadang kita

diperbolehkan memerangi seseorang tetapi tidakboleh membunuhnya.”11

Minimnya sebuah pengetahuan atau kurangnya sebuah pengkajian terhadap

makna jihad, yang mana telah menyebabkan spekulasi negatif terhadap makna

jihad itu sendiri, maka penelitian tentang makna jihad dengan mengkaji kitab

Sunan Ibn Ma>jah sangatlah tepat.

Dalam hal ini kitab Sunan Ibn Ma>jah merupakan kitab kajian yang tepat

untuk mengupas tuntas tentang makna jihad, sebab kitab ini mudah untuk

dipahami bagi peneliti.

Adanya keistimewaan tersebut, kitab hadis ini mampu mencuri hati penulis

untuk melakukan kajian penelitian tentang makna jihad. Sehingga hasil penelitian

ini mampu mengungkap makna yang sesungguhnya yang layak untuk dikuak

dengan tuntas dan akurat, dan masyarakat tak hanya mampu memahami dari

makna jihad itu sendiri, Namun mampu menelaah hal-hal yang positif tentang

jihad, dengan bersandar pada kitab Sunan Ibn Ma>jah. Dengan alasan inilah,

kemudian penulis mengangkat topik dengan judul hadis perintah perang dalam

kitab Sunan Ibn Ma>jah.

B. Identifikasi Masalah

Topik mengenai jihad memang sangat menarik dan tidak pernah surut

menjadi pembahasan hangat di kalangan masyarakat. Sebab dengan kedahsyatan

dampaknya, maka makna jihad itu sendiri mampu menyita perhatian masyarakat

(19)

9

untuk selalu dapat memecahkan problematika dari jihad tersebut. Adapun

kerangka bahasan di dalamnya antara lain:

1. Pemaknaan perang

2. Pemaknaan hadis perintah perang

3. Kualitas hadis perintah perang

4. Kehujjahan hadis perintah perang

5. Implikasi hadis dalam kehidupan manusia

Mengingat banyaknya masalah yang teridentifikasi serta untuk efisiensi

waktu dan tenaga diperlukan pembatasan masalah. Pembatasan masalah dilakukan

agar kajian ini dapat fokus dengan hasil maksimal. Penelitian ini difokuskan pada

makna jihad yang ditawarkan oleh kitab Sunan Ibnu Majah dengan jihad zaman

sekarang.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kualitas dan keh}ujjahan hadis tentang Perintah Perang dalam

kitab Sunan Ibn Ma>jah No Indeks 3927?

2. Bagaimana pemaknaan hadis Perintah Perang dalam kitab Sunan Ibn

Ma>jah No Indeks 3927?

3. Bagaimana implikasi hadis dalam kehidupan manusia?

D. Tujuan dan Kegunaan

Setelah mengetahui persoalan yang telah dipaparkan diatas, berikut ini adalah

tujuan dan kegunaan penelitian yang akan dilakukan.

(20)

10

a. Untuk mengetahui kualitas dan keh}ujjahan hadis tentang Perintah

Perang dalam kitab Sunan Ibn Ma>jah No Indeks 3927.

b. Untuk mengetahui pemaknaan hadis tentang Perintah Perang dalam

kitab Sunan Ibn Ma>jah No Indeks 3927.

c. Untuk mengetahui implikasi hadis dalam kehidupan manusia.

2. Kegunaan

a. Secara akademik, turut memperkaya khazanah pemikiran keilmuan

terutama dalam bidang kajian al-Qur’a>n. Dalam hal ini pembahasan

mengenai makna perintah perang.

b. Dapat menjadi bahan dakwah untuk meningkatkan keimanan dan

ketakwaan umat Muhammad. Seperti kegiatan dakwah penyuluhan,

dakwah lapangan dan lain sebagainya.

E. Telaah Pustak

Kajian pustaka merupakan uraian singkat mengenai hasil-hasil penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya tentang tema yang sejenis, sehingga diketahui

secara jelas posisi dan kontribusi peneliti. Dalam menghasilkan penelitian yang

komprehensif dan untuk memastikan tidak adanya pengulangan dalam penelitian

maka sebelumnya harus dilakukan sebuah pra-penelitian terhadap objek

penelitiannya.

Setelah peneliti melakukan penelusuran dan pengkajian terhadap karya

(21)

11

Syari’at agama Islam itu mudah (kajian hadis dalm kitab Sunan al-Nasa>’i

No.5034) skripsi karya Bahrul, Takwallo jurusan Tafsir Hadis tahun 2016. Dalam

skripsi ini membahas tentang sifat Rasulullah SAW.

Radikalisme dalam Islam (tinjauan tentang asal-usul, doktrin, dan dampaknya

terhadap konflik sosial) skripsi karya Ramadhansyah jurusan perbandingan agama

tahun 2006. Skripsi ini membahas tentang latar belakang munculnya radikalisme

dalam Islam.

Jihad dalam al-Quran (telaah penafsiran terhadap surat al-Hujurat ayat 15) skripsi karya Nur Syamsuddin jurusan tafsir hadis tahun 2010. Skripsi ini membahas tentang makna jihad menurut mufassir berdasarkan surat al-Hujurat ayat 15.

F. Penegasan Judul

Agar penulisan penelitian ini jelas serta terhindar dari kesalahpahaman, maka

sekilas masing-masing kata dalam judul tersebut akan dijelaskan secara singkat

sebagai berikut:

Hadis : Sabda, perbuatan, takrir (ketetapan) Nabi Muhammad SAW.

Yang diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat untuk

menjelaskan dan menentukan hukum Islam.12

Perintah : Perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu.13

Perang : Permusuhan (pertempuran) bersenjata antara negara

dengan negara.14

12 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka 2005), 380. 13Ibid., 859.

(22)

12

Sunan Ibn Ma>jah : Imam Ibn Ma>jah, Vol.2, Beirut: Dar al-Fikr, 1995, No

3927.

Ma’aniHadis :Ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memaknai dan

memahami hadis Nabi Muhammad SAW.15

Dari penjelasan judul di atas bahwa yang dimaksud dalam judul adalah untuk

mencari makna hadis tentang perintah perang dalam Sunan Ibn Ma>jah No Indeks

3927.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk

melakukan penelitian sehingga mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan

penelitian.16Maka dalam hal ini penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Model Penelitian

Model dalam penelitian ini adalah library research (penelitian

kepustakaan) yaitu dengan cara mencari dan meneliti hadis dari kitab-kitab

induk kemudian mengolahnya dengan kaidah keilmuan hadis.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif untuk

mendapatkan data yang komprehensif tentang perintah perang dalam

pemaknaan hadis.

15 Abdul Mustaqim,Ilmu Maani al-Hadis Paradigma Interkonektif: Berbagai Teori dan

Metode Memahami Hadis Nabi(ttp: Erlangga, t.th), 23.

16Rosady Ruslan,Metode penelitian Public Relations dan Komunikasi(Jakarta: Rajawali

(23)

13

3. Sumber Penelitian

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terdapat dua data,

yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber data

utama yang digunakan dalam penelitian. Adapun data primer dalam

penelitian ini adalah kitab Sunan Ibn Ma>jah karya Abu> ‘Abdullah

Muhammad ibn Yazi>d Al-Qazwini.

Sedangakan sumber data sekunder adalah sumber data yang

melengkapi data primer. Sumber data sekunder dalam penelitian ini antara

lain:

a. Fath}u al Bari>Sharh S{ahi>h al Bukhari>karya Zain al-Di>n Abd al-Rah}ma>n

ibn Ahmad ibn Rajab ibn al-Hasan al-Salami> al Baghdadi>

b. Sharh} S{ah}i>h} Muslim karya al-Ima>m Abu> Zakariya Yahya> bin Sharf

al-Nawawi>

c. Ilmu Hadiskarya Utang Ranuwijaya

d. Metode Takhrij dan Penelitian sanad hadis karya Mahmud al-Tahhan

e. Ulumul Hadiskarya Abdul Majid khon

f. Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>dhi al-Hadis al-Nabawy karya A.J.

Wenscink

g. Tahdhi>b al-Kama>l fi A sma>’i al-Rija>l karya Jamaluddin al-Hajjaj Yusuf

al-Muzzi>

h. Kaidah Kesahihan Sanad Hadiskarya M. Syuhudi Ismail

(24)

14

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam metode pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode

dokumentasi. Yaitu dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel

berupa catatan, kitab, buku, jurnal, dan lain-lain. Melalui metode

dokumentasi ini, maka diperoleh data-data yang berkaitan dengan

penelitian berdasarkan konsep penelitian yang telah disiapkan sebelumnya.

Selanjutnya, dalam pencarian data akan digunakan metode takhri>j al hadi>th

dani’tiba>r al-hadi>th:

a. Takhri>j al-Hadi>th

Takhri>j yaitu menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada

sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya

dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanad-nya masing-masing,

kemudian untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas hadis yang

bersangkutan.17

Hal ini dilakukan bertujuan agar dapat diketahui banyak sedikitnya

jalur periwayatan suatu hadis yang sedang menjadi topik kajian, juga

untuk mengetahui kuat dan tidaknya periwayatan. Semakin banyak jalur

periwayatan, semakin bertambah kekuatan riwayat, sebaliknya tanpa

dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak bertambah.

Kemudian, kekaburan suatu periwayatan, dapat diperjelas dari

(25)

15

periwayatan jalur isna>d yang lain. Baik dari segi rawi, isna>d maupun

matan hadis.18

b. i’tiba>r al-hadi>th

Menurut istilah ilmu hadis, i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad

yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian

sanad-nya tampak hasanad-nya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan

menyertakan sanad-sanad yang lain tesebut akan dapat diketahui apakah

ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanaddari sanad

hadis yang dimaksud.

Dengan dilakukan i’tiba>r, maka akan terlihat dengan jelas seluruh

jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya,

dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat

yang bersangkutan. Jadi, kegunaan i’tiba>r adalah untuk mengetahui

keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya

pendukung berupa periwayat yang berstatusmutabi’atausha>hid.19

5. Teknik Pengolahan Data

Mengolah data berarti menimbang, menyaring, mengatur dan

mengklasifikasikan. Maka dalam konteksnya dengan judul skripsi diatas,

terhadap data-data yang bersifat dokumenter atau Library Research,

18Ahmad Husnan, Kajian Hadis metode Takhrij, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993),

107.

(26)

16

penulis menggunakan analisis data kualitatif yaitu data yang tidak bisa

diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.20

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat

ditafsirkan.21 Sebagai pendekatannya, penulis menggunakan metode deskriptif, juga metode analitis yang artinya menggambarkan dan

menguraikan penafsiran Imam Ibn Ma>jah tentang makna perintah perang

yang tertuang dalam kitab Sunan Ibn Ma>jah. Metode deskriptif dan analitis

dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin. Dengan

demikian penulis akan mengkritisi kitab Sunan Ibn Ma>jah.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing

menampakkan titik beat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan yang

berhubungan sehingga tak dapat dipisahkan.

Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi: Latar belakang Masalah,

Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Kegunaan penelitian, Telaah Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika

Pembahasan. Dalam bab pertama ini tampak penggambaran isi skripsi secara

keseluruhan namun dalam satu kesatuan yang ringkas dan padat guna menjadi

pedoman untuk bab kedua, ketiga, keempat dan kelima.

20Ibid., 76.

(27)

17

Bab kedua merupakan landasan teori, yang meliputi : Kaidah ke-S{ah}i>h}-an

hadis, kaidah ke-H}ujjah-an hadis, serta teori pemaknaan hadis. Bab ini merupakan

landasan yang menjadi tolok ukur dalam penelitian ini.

Bab ketiga merupakan data Kitab Sunan Ibn Ma>jah dan Hadis Tentang

Perintah Perang, merupakan penyajian data tentang ImamMukharijdan kitabnya

yang meliputi Biografi Imam Ibn Ma>jah, Kitab Sunan Ibn Ma>jah, Data Hadis

tentang Perintah Perang, serta ditampilkan skemaSanad danl’tiba>rdari

masing-masing hadis tersebut.

Bab keempat berisi tentang analisa penulis yang didalamnya akan

ditampilkan kualitas dan kehujjahan hadis tentang Perintah Perang. Kemudian

pemaknaan Hadis Perintah Perang dan implikasi hadis tentang Perintah Perang

dalam kehidupan Manusia.

Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran yang

(28)

18

BAB II

KAIDAH KES{AHI<HAN H}ADI<TH, KEHUJJAHAN H}ADI<TH, SERTA TEORI PEMAKNAAN H}ADI<TH

A.

KAIDAH KES{AHI<HAN H}ADI<TH

Untuk mengukur kes{ahi>han suatu hadis diperlukan acuan standar yang dapat

digunakan sebagai ukuran menilai suatu hadis. Acuan yang dipakai adalah kaidah

ke-s{ahi>h-an hadis, jika hadis yang diteliti ternyata bukan hadis mutawa>tir. Para

ulama hadis mendefinisikan hadis s{ahi>h yaitu hadis yang sambung sanad-nya,

diriwayatkan oleh orang-orang yang adil dan dha>bit, serta tidak terdapat

kejanggalan (shudhu>dh) dan cacat yang samar (‘illat). Maka suatu hadis dapat

dinyatakans{ahi>hapabila memenuhi persyaratan diatas.1

Ke-s{ahi>h-an suatu hadis tidak menjamin keakuratan dari teks hadis tersebut.

Artinya bisa jadi persyaratan otentisitas sebuah hadis sudah terpenuhi

keseluruhannya, namun dari sisi analisis matan-nya dinilai ada kejanggalan.

Kadang ditemukan sebuah hadis yang sanadnyad}a’i>f namun sisi maknanya tidak

bermasalah, atau sebaliknya. Adapun kreteria Ke-s}ah}i>h-an hadis Nabi terbagi

dalam dua pembahasan, yaitu kreteria Ke-s}ah}i>h-an sanad hadis dan Ke-s}ah}i>h-an

matanhadis. Jadi, sebuah hadis dikatakans}ah}i>hapabila kualitassanaddan

matan-nya sama-sama bernilais}ah}i>h.2

1Tim Penyusun MKD, Studi Hadis (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 156.

(29)

19

1. Kritik Sanad

Sanad merupakan faktor yang sangat menentukan dalam keabsahan sebuah

hadis. Sanaddalam pemahaman sederhana adalah mata rantai sejarah yang terdiri

dari rawi yang menghubungkan antara pencatat hadis dengan sumber riwayat,

yaitu Rasulullah SAW (pada hadismarfu<’) atau sahabat (pada hadismawqu<f) dan

tabi’in (pada hadis maqtu<’). Yang menjadi objek kajian pada sanad ini adalah

kualifikasi orang per-orang dalam jajaran rantai narasi tersebut, dan hubungan

antara masing-masing rawi yang di atas dengan di bawahnya secara berurutan.3 Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa hadis yang s{ahi>h adalah

hadis yang sudah memenuhi lima syarat, diantaranya:

a. Sanad-nya bersambung

Sanad-nya bersambung maksudnya adalah dari perawi pertama

sampai perawi terakhir tidak terjadi keterputusan sanad. Hadis yang

sanad-nya tidak bersambung masuk dalam kategori hadisd{a’i>f. Untuk

mengetahui apakah hadis tersebut bersambung atau tidak, dapat

dilakukan dengan beberapa cara:

- Mencatat semua nama perawi yang ada dalam sanad sehingga

dapat diketahui relasi guru ndan murid yang dipaparkan dalam

berbagai buku biografi perawi.4

- Mencari tahun wafat antara guru dan murid melalui referensirija>l

al-h}adi>th. Dan antara guru dan murid masa jeda tahun wafatnya adalah enam puluh tahun.

3Daniel Juned,Ilmu Hadis(Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama 2010), 28.

(30)

20

- Melihat sighat tahammul hadis semacam sami’tu, haddatsana,

akhbarana>, dan sebagainya.

b. Perawi yang‘A dil

Kata adil berasal dari bahasa Arab yang berarti pertengahan,

lurus, atau condong kepada kebenaran. Sedangkan secara istilah para

ulama berbeda pendapat.5 Dari berbagai pendapat para ulama, dapat

disimpulkan bahwa kriteria perawi yang adil yaitu:

- Beragama Islam

- Mukallaf

- Melaksanakan ketentuan agama

- Memelihara muru’ah

Untuk mengetahui keadilan para perawi hadis para ulama telah

menetapkan ketentuan sebagai berikut:

- Berdasarkan popularitas keutamaan perawi di kalangan para

ulama.

- Berdasarkan penilaian para kritikus hadis

- Berdasarkan penerapan kaidah al-jarhu wa al-ta’di>l.6

Cara ini ditempuh apabila para kritikus perawi tidak terbukti

menyepakati kualitas pribadi perawi tertentu. Jadi, penetapan

keadilan perawi diperlukan kesaksian para ulama kritikus hadis.

5Ibid.

6 M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan

(31)

21

c. Perawi yangD{{abit

Secara harfiyah makna d{abit berarti kuat, kokoh, dan hafal

dengan sempurna.7 Sedangkan secara istilah berhubungan dengan

kapasitas intelektual. Adapun kriteria perawi d{abit yaitu:

- perawi dapat memahami dengan baik riwayat yang

didengarnya.

- perawi hafal dengan baik riwayat yang didengarnya.

- perawi mampu menyampaikan kembali riwayat yang telah

didengat itu dengan baik.

Ketiga kriteria diatas menurut para ulama disebut dengan d{abit

S{adr. Yaitu sifat yang dimiliki perawi yang memahami dengan baik

tulisan hadis yang dimuat dalam kitab yang dimilikinya, dan

mengetahui dengan baik letak kesalahan yang ada dalam tulisan yang

ada padanya.8

d. Tidak mengandungShudhudh

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian shudhudh

pada hadis, dan yang paling populer adalah pendapat imam al-Syafi’i,

yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang thiqah,

tetapi riwayatnya bertentangan dengan banyak riwayat yang lebih

thiqah.9

7Luwis Ma’luf,A l-Munjid fi al Lughah(Beirut: Dar al-Mashri>q, 1873), 445.

8MKD, Studi Hadis, 160.

9Abu>‘Abdullah al-haki>m al-Naisaburi,Ma’rifatu ‘Ulum al-Hadis(Kairo: Maktabah

(32)

22

e. Tidak ada unsur ‘illat

Yang dimaksud ‘illat dalam pembahasan ini adalah, sebab-sebab

tersembunyi yang merusak kualitas hadis. Keberadaannya

menyebabkan hadis yang secara lahiriyah tampak berkualitas s{ahi>h

menjadi tidak s{ahi>h.10langkah yang perlu ditempuh adalah dengan

cara menghimpun seluruh sanad untuk matan yang satu tema,

kemudian diteliti dengan cara membandingkansanaddanmatanyang

satu dengan lainnya. Apabila bertentangan dengan matan hadis

lainnya yang setema, atau kandungannya bertentangan dengan

al-Qur’a>n, maka hadis tersebut mengandung‘illat.11

Menurut para ulama, ‘illat hadis biasa ditemukan pada: (1)sanad

yang tampak muttasil dan marfu’, tetapi ternyata mawqu>f walaupun

sanad-nya muttasil, (2) sanad yang tampak marfu’ dan muttasil,

tetapi ternyata mursal walaupun sanadnya muttasil, (3) di dalam

hadis tersebut terjadi kerancuan karena tercampur dengan hadis lain

dan dalam sanad hadis tersebut terjadi kekeliruan penyebutan nama

periwayat yang memiliki kemiripan nama dengan perawi lain yang

kualitasnya berbeda.12

2. Kritik Matan

Kata kritik merupakan alih bahasa dari kata naqd atau dari katatamyi<z yang

diartikan sebagai usaha membedakan dan menemukan kekeliruan dan kesalahan

10MKD, Studi Hadis, 164.

(33)

23

dalam rangka menemukan kebenaran. Jadi kritik matandisini maksudnya adalah

satu upaya mengkaji hadis Rasulullah SAW demi menentukan bahwa hadis

tersebut benar-benar datang dari Nabi Muhammad SAW.13

Dengan adanya kritik matan, akan dapat dibedakan antara hadis yang s{ahi>h

dengan yang lain termasuk hadis mawd{u<’ (palsu). Karena dengan mengadakan

penelitian terhadapmatansuatu hadis akan dapat dipastikan bahwamatantersebut

benar-benar berasal dari sumbernya.14

Dari berbagai tolok ukur yang ditawarkan oleh berbagai pakar hadis dapat

diambil kesimpulan pokok-pokok kritikmatanhadis mencakup:

1. Pengujian dengan ayat-ayat al-Qur’a>n.

2. Pengujian dengan hadis yang lebihs{ahi<h.

3. Pengujian dengan rasio dan logika yang sehat atau ilmu pengetahuan

atau penemuan ilmiah.

4. Pengujian dengan fakta historis yang diketahui oleh umum.15

B.

KEH}UJJAHAN H}ADI<TH

Yang dimaksud dengan keh}ujjahan hadis adalah keadaan hadis yang wajib

dijadikan h}ujjah atau dasar hukum, sama dengan al-Qur’an dikarenakan adanya

dalil-dalil syari’ah yang menunjukkannya.

Keh}ujjahan hadis sebagai dalil syara’ telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil

qat{‘i yang menuturkan tentang kenabian Muhammad SAW. Selain itu,

keabsahan hadis sebagai dalil juga ditunjukkan oleh nash-nash qat{‘i yang

13 Masturi Irham, “Kritik Matan (Sejarah dan Perkembangannya)”, Mutawa<tir Jurnal

Keilmuan Tafsir Hadis,vol. 3 No. 2 (Juli-Desember, 2013), 228. 14Ibid., 229.

(34)

24

menyatakan bahwa beliau tidak menyampaikan sesuatu kecuali berdasarkan

wahyu yang telah diwahyukan.16Para ulama mempunyai pendapat sendiri

mengenai teori keh}ujjahan hadiss}ah}i>h}, h}asandand}a‘i>f, yaitu:

1. Keh}ujjahan hadiss}ah}i>h}

Para ulama berpendapat bahwa hadiss{ahi>hdapat dijadikan hujjah, baik

rawinya seorang diri, atau ada rawi lain yang meriwayatkan bersamanya,

atau masyhur dengan diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih tetapi tidak

sampai mencapai derajat mutawa>tir.17

2. Keh}ujjahan hadish}asan

Meskipun derajat keabsahahan hadis h}asan dibawah hadis s{ahi>h, namun

para ulama hadis sepakat bahwa hadis h}asan dapat diterima dan dapat

digunakan sebagai dalil atau h}ujjah dalam menetapkan suatu hukum atau

sebagai pedoman dalam beramal.18

Hadis yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai h}ujjah,

disebut hadis maqbu>l, dan hadis yang tidak mempunyai sifat-sifat yang

dapat diterima, disebut hadismardu>d.

Hadis maqbu>l menurut sifatnya, dapat diterima menjadi h}ujjah dan

dapat diamalkan, yang disebut dengan hadis maqbu>l ma‘mu>lun bihi.

Sedangkan hadis maqbu>lyang tidak dapat diamalkan karena beberapa sebab

tertentu disebut hadismaqbu>l ghayru ma‘mu>lun bih.

16Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis(Jakarta: Ahzam, 2008), 48.

17Muhammad Nur Ichwan,Studi Ilmu Hadis(Semarang: Rasail, 2007), 51.

(35)

25

1. Hadismaqbu>l ma‘mu>lun bihialah:19

- Hadis tersebut muh}kam, yakni dapat digunakan untuk

memutuskan hukum, tanpasubhatsedikitpun.

- Hadis tersebut mukhtali>f (berlawanan) yang dapat

dikompromikan, sehingga dapat diamalkan kedua-duanya.

- Hadis tersebut rajih}yaitu hadis tersebut merupakan hadis

terkuat diantara dua buah hadis yang berlawanan maksudnya.

- Hadis tersebut nasikh, yakni datang lebih akhir sehingga

mengganti kedudukan hukum yang terkandung dalam hadis

sebelumnya.

2. Hadismaqbu>l ghayru ma‘mu>lun bih,ialah:20

- Mutashabbih(sukar dipahami).

- Mutawaqqaf fihi (saling berlawanan namun tidak dapat

dikompromikan).

- Marju>h}(kurang kuat dari pada hadismaqbu>llainnya).

- Mansu>kh (terhapus oleh hadis maqbu>l yang datang

berikutnya).

- Hadis maqbul yang maknanya berlawanan dengan Alquran,

hadis mutawattir,akal sehat dan ijma‘ para ulama.

19Fatchur Rohman,Ikhtisar Musthalahul Hadits(Bandung: Al-Ma’arif, 1974), 144.

(36)

26

3. Keh}ujjahan hadisd}a‘i>f

Hadis d{a’i>f dapat digunakan sebagai dalil hukum atau sumber dengan

syarat:

a. tingkat ke-d{a’i>fan-nya tidak parah

b. berada dibawah nash lain yangs{ahi>h

c. ketika mengamalkan tidak boleh meyakini ke-thabit-annya,

maksudnya ketika kita mengamalkan hadis d}a’i>f tersebut, kita

tidak boleh meyakini sepenuhnya bahwa ini merupakan sabda

Rasu>lulla>h SAW. Namun hanya menduga atas kepastian

datangnya informasi ini dari Rasu>lulla>h SAW.21

C. TEORI PEMAKNAAN H}ADI><TH

Teori pemaknaan yang timbul dalam sebuah hadis tidak hanya karena faktor

periwayatan dengan makna, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor keterkaitan

dengansanad.

Untuk dapat memahami hadis dengan sebaik-baiknya, maka penting sekali

untuk memastikan makna dan konotasi kata-kata yang digunakan dalam susunan

kalimat hadis. Sebab, konotasi kata-kata tertentu adakalanya berubah dari satu

masa ke masa lainnya, dan dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya. Inilah

yang menjadi alasan Yusuf al-Qard}awi untuk berhati-hati dalam memastikan

makna suatu kata tertentu dalam hadis.22

21Ibid.

(37)

27

1. Pendekatan dari segi bahasa

Dalam catatan sejarah, rintisan metode tematis dalam kajian hadis telah

dilakukan para ulama Mutaqaddimin. Imam al-Sha<fi’i (w.204 H/820 M)

Misalnya, mengemukakan mekanisme metode tematik dengan pertama-tama

mengumpulkan teks-teks hadis yang semakna maupun kontradiktif (berlawanan)

untuk kemudian dikompromikan maknanya.23

Adapun mekanisme yang kedua dengan ta’wi<l untuk mengungkap makna

yang dikehendaki teks. Para penyusun kutub al-sittah bagaimanapun dapat

dikatakan telah memperkenalkan tahapan-tahapan awal langkah metode tematik,

yakni dengan mengumpulkan hadis-hadis yang masuk dalam satu pembahasan.

Para ulama hadis yang secara spesifik menyusun kitabasbab wurud al-h}adi<th,

A l-nasikh wa al-mansu<kh, gha<rib al-hadi<th maupun mukhtalif al-h}adi>th

sebenarnya telah mengedepankan metode tematik dengan analisis komparasi

riwayah.

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendekatan bahasa,yakni:

1. Menghimpun hadis-hadis yang setema

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami kandungan hadis

yang sebenarnya, perlu menghadirkan hadis-hadis lain yang setema.

Adapun prosedurnya ialah menghimpun hadis-hadis yang setema,

kemudian mengembalikan kandungan hadis yangmutasha<>bihkepada yang

muhkam, mengaitkan yangmut{laq kepada yangmuqayyaddan yang ‘amm

ditafsirkan dengan yang kha<s{. Hal ini dikarenakan posisi hadis untuk

(38)

28

menafsirkan al-Quran dan menjelaskan makna-maknanya, maka sudah

pasti ketentuan-ketentuan tersebut harus berlaku bagi hadis secara

keseluruhan.24

2. Membedakan antara ungkapanHaqi<qahdenganMajaz

Teks-teks hadis banyak sekali yang menggunakan majaz (kiasan atau

metafora), sebab Rasulullah adalah orang arab yang menguasai balaghah.

Rasulullah menggunakan majaz untuk mengungkapkan maksud beliau

dengan cara yang sangat mengesankan. Adapun yang termasuk majaz

adalah majaz lughawi, ‘aqli, isti’arah, kinayah dan berbagai ungkapan lainnya yang tidak menunjukkan makna sebenarnya secara langsung, tetapi

hanya dapat dipahami dengan berbagai indikasi yang menyertainya, baik

yang bersifat tekstual ataupun kontekstual.

Menurut Yusuf al-Qard{awi, ada beberapa hadis yang harus diartikan

secara majaz, dengan alasan sesuai dengan nash-nash agama, adanya

alasan logis maupun empiris yang menghalangi pengertiannya secara

lahiriah. Sedangkan, jika hadis-hadis tersebut harus dipahami secara

lahiriah atau harfiah, juga karena adanya alasan yang logis dan empiris,

serta nash-nash agama yang memungkinkan hadis tersebut dipahami

secara lahiriah atau harfiah.25

2. Pendekatan dari latar belakang turunnyah}adi>th

Untuk memahami hadis nabi, dapat dengan memperhatikan sebab-sebab

khusus yang melatarbelakangi diucapkannya suatu hadis, atau terkait dengan

24Suryadi,Metode Kontemporer, 145.

(39)

29

suatu ‘illah tertentu yang dinyatakan dalam hadis tersebut, ataupun dapat dipahami dari kejadian yang menyertainya. Hal demikian mengingat hadis nabi

menyelesaikan berbagai problem yang bersifat lokal (maudhu<’i), partikular

(juz’i), dan temporal (ani). Dengan mengetahui hal tersebut, seseorang dapat melakukan pemilahan antara apa yang bersifat khusus dan yang umum, yang

sementara dan yang abadi, serta antara yang partikular dengan yang universal.

Semua itu mempunyai hukumnya masing-masing.26

Dengan demikian, apabila kondisi telah berubah dan tidak ada lagi ‘illah, maka hukum yang berkenaan dengan suatu nash akan gugur dengan sendirinya.

Hal itu sesuai dengan kaidah “ suatu hukum berjalan seiring dengan ‘illahnya, baik dalam hal ada maupun tidak adanya”. Begitu pula terhadap hadis yang

berlandaskan suatu kebiasaan temporer yang berlaku pada zaman Nabi dan

mengalami perubahan pada masa kini, maka yang dipegangi adalah maksud yang

dikandungnya dan bukan pengertian harfiahnya.27 D. TEORI PERDAMAIAN

1. Pengertian Damai

Kata damai adalah antonim dari kata konflik, permusuhan, perseteruan,

sengketa, pertengkaran, perselisihan, dan pertikaian. Kendati demikian, dalam

hukum logika biner, keberadaan atau ketiadaan salah satu merupakan keberadaan

dan sekaligus ketiadaan yang lain. Damai tidak akan ada jika tidak ada konflik.

Damai menjadi ada hanya karena konflik juga ada. Ketika damai dinegasikan,

hadirlah konflik. Jika konflik dinegasikan, hadirlah damai. Damai adalah cermin

(40)

30

dari terkelolanya konflik. Damai bukanlah semata-mata ketiadaan perang, karena

perdamaian yang sejati adalah damai yang dinamis, partisipatif, dan berjangka

waktu panjang. Damai sejati dapat terwujud manakala nilai-nilai kemanusiaan

universal telah mengakar di segala lini, mulai dari kehidupan keluarga, sekolah,

komunitas, masyarakat, hingga negara.28

Secara etimologis, istilah perdamaian diterjemahkan dan dilafalkan secara

berbeda sesuai konstruksi bahasa dan tradisi masyarakat masing-masing.

Masyarakat Jerman memiliki istilah friede, Bangladesh mengenal istilah shanti,

dan Jepang menyebutnya heiwa. Masyarakat Indonesia sendiri menggunakan

istilah damai yang sering diartikan sebagai kondisi harmoni, tenang, dan tenteram.

Perdamaian dimaknai sebagai segala prakarsa dan upaya kreatif manusia untuk

mengatasi dan menghilangkan segala bentuk kekerasan, baik langsung maupun

tidak langsung, struktural, kultural, maupun personal di masyarakat.

Dalam ajaran Islam, perdamaian merupakan kunci pokok menjalin hubungan

antar manusia. Sedangkan perang dan pertikaian adalah sumber malapetaka yang

berdampak pada kerusakan sosial. Agama mulia ini sangat memperhatikan

keselamatan dan perdamaian, juga menyeru kepada umat manusia agar selalu

hidup rukun dan damai dengan tidak mengikuti hawa nafsu.29

Dalam mendukung sifat damai Islam, para sarjana mengartikan kata Bahasa

Arab Islam sebagai “Perwujudan perdamaian”. Seorang Muslim menurut

al-Qur’a>n adalah ia yang damai dengan Tuhan dan manusia. Maksud damai dengan

28 Imam Taufiq, Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis

al-Qur’an(Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016), 31-32.

29 Perpustakaan Nasional, Ensiklopedia Pengetahuan al-Quran dan Hadis (Jakarta:

(41)

31

Tuhan adalah ketundukan sempurna pada kehendak-Nya yang jadi sumber segala

kemurnian dan kebaikan. Adapun maksud damai dengan manusia adalah

melakukan kebaikan kepada sesama manusia. “Tidak demikian, barang siapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT dan berbuat kebaikan

kepada yang lain, maka baginya pahala dari Tuhannya, dan tak ada

kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati”(2:12). Penjelasan terkenal tentang pentingnya perdamaian tercermin dalam sapaan

Muslim sehari-hari yaitu “As-Salamu‘alaikum” yang berarti “Kedamaian atas kamu” ucapan ini berasal dari al-Quran:

Do´a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam penghormatan mereka ialah: "Salam". Dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulilaahi Rabbil ´aalamin".30

2. Perdamaian dalam Islam

Kedamaian dalam Islam dipahami sebagai suatu keadaan harmonis secara

fisik, mental, spiritual, dan sosial. Berdamai dengan tuhan lewat ketaatan dan

berdamai dengan sesama manusia dengan menghindari pelanggaran. Islam

mewajibkan para pengikutnya untuk mencari kedamaian di segala bidang

kehidupan. Tujuan utama wahyu al-Quran bagi kaum Muslim adalah untuk

menciptakan tatanan sosial yang adil dan damai. Kedamaian dianggap sebagai

hasil yang dicapai hanya dengan ketaatan penuh pada kehendak Tuhan. Karena

(42)

32

itu, kedamaian mempunyai penerapan internal, personal, dan sosial, dan Tuhan

merupakan sumber penopang kedamaian tersebut.31

Menghindari kekerasan dan penyerangan dalam segala bentuknya menjadi

fokus utama dari nilai dan tradisi keislaman. Banyak ayat al-Quran yang

menekankan prinsip ini, di antaranya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.32

Pencarian perdamaian juga jelas dalam tradisi dan hidup Nabi Muhammad

SAW. Tradisi Nabi juga mendukung penghindaran kekerasan. Pengampunan atau

pemaafan dipandang sebagai reaksi terbaik terhadap kemarahan dan perselisihan.

Penggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan konflik dikesampingkan

dalam kehidupan Nabi dan al-Qur’a>n serta senantiasa dilihat sebagai usaha

terakhir. Semasa periode Makkah (610-622 M), Nabi Muhammad SAW tidak

menunjukkan kecenderungan pada pengerahan kekuatan dalam bentuk apapun,

bahkan untuk pertahanan diri. Bahkan ia melakukan kampanye perlawanan anti

31 Mohammed Abu Nimer, Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, terj: M. Irsyad

Rhafsadi dan Khairil Azhar (Jakarta: Democracy Project, 2010), 114-115.

(43)

33

kekerasan melalui ajarannya di masa itu, ketika kaum Muslim merupakan kaum

minoritas.33

Ajaran Nabi pada masa itu khususnya berpusat pada nilai-nilai kesabaran dan

keteguhan dalam menghadapi penindasan. Selama 13 tahun, Nabi secara penuh

memakai metode anti kekerasan, bersandar pada ajaran spiritualnya dalam

menghadapi serangan dan bentrokan. Pada masa itu, meski ia disiksa, difitnah,

dan dihinakan, serta keluarga dan para pengikutnya diasingkan, dia tidak

mengutuk musuh-musuhnya ataupun menganjurkan kekerasan. Sebaliknya,

ajarannya terpusat pada ibadah dan harapan akan pencerahan dan kedamaian.

Dalam Islam, pengupayaan perdamaian meluas menyangkut perselisihan dan

pertentangan antar-perorangan maupun masyarakat. Muslim dilarang

menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaaan mereka, melainkan

harus bersandar pada arbitrase atau bentuk intervensi lainnya. Berbagai ayat

al-Qur’a>n memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mengembalikan

perselisihan kepada Tuhan dan Nabi-Nya. Untuk menjaga perdamaian antar umat

manusia dan umat beragama, tugas pokok para pemimpin adalah berupaya

mencegah meletusnya konflik dengan melakukan hal-hal berikut.34

Pertama,untuk menghadapi konflik pada umumnya, lebih-lebih konflik antar

agama, para pemimpin hendaknya memahami secara lebih baik tentang peran

agama bagi kehidupan para pemeluknya di mana pun mereka berada. Dunia Barat

yang sekuler seringkali meremehkan peran agama dan simbol-simbol yang

33Nimer,Nirkekersan dan...,116.

34 Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Isu-isu Kontemporer I (Jakarta: Lajnah

(44)

34

melekat di dalamnya, sehingga tidak jarang menimbulkan tindakan pelecehan

terhadap kitab suci dan penghinaan para pemimpin atau Nabi yang sangat

dihormati, seperti yang terjadi di Denmark, maupun di Inggris dengan kasus

Salman Rushdi. Hal ini menunjukkan ketidakpekaan para pemimpin politik dan

agama terhadap keberagaman kelompok tertentu sehingga menimbulkan respon

keras di dalam negeri, hingga menyebar luas hampir ke seluruh dunia Muslim.

Kedua,para pemimpin harus mewaspadai benih-benih konflik yang mengarah

pada timbulnya kekerasan untuk mengubah keadaan atau untuk menghentikan

perubahan. Para pemimpin bertugas menyalurkan kekuatan para tokoh atau

pemimpin kelompok yang berselisih ke arah perubahan yang damai dan anti

kekerasan.

Ketiga, dalam kasus-kasus yang disebut konflik agama, sebenarnya agama

hanyalah salah satu dari banyak faktor yang terlibat. Adapun isu pokoknya boleh

jadi persoalan-persoalan yang terkait dengan keberlangsungan hidup, keamanan,

keadilan, atau kejujuran hingga permasalahan-permasalahan kompleks seperti

kebutuhan untuk diakui, dihormati, otonomi, dan penentuan nasib. Rasa takut tak

jarang berperan sebagai pembakar emosi dan tindakan kekerasan yang mudah

meledak.

Keempat, Para pemimpin mendorong para kelompok yang berselisih untuk

menemukan pemecahan persoalan atas inisiatif mereka sendiri. Hal itu membantu

mereka membangun dan menumbuhkan cara-cara pemecahan masalah secara

mandiri dan mebangun komunitas yang lebih kokoh dengan cara mereka sendiri.

(45)

35

kebaikan, seperti kasih sayang, taat hukum, keadilan, hormat kepada orang lain

atau kelompok lain dan rendah hati adalah sifat-sifat yang dapat mendukung

terwujudnya perdamaian.

Kelima, para pemimpin agama mengingatkan kelompok-kelompok yang

berkonflik, bahwa keimanan atau kepercayaan mereka selamanya tidak

membolehkan tindakan menyerang kelompok lain atau melakukan tindakan

kekerasan apapun. Di samping itu, mereka hendaknya dapat menuntun proses

pengungkapan rasa penyesalan, rasa iba, kesedihan, dan pemberian maaf sebelum

langkah mengurai konflik dan perdamaian yang diusahakan. Dalam proses

resolusi, para diharap menghimbau seluruh kelompok yang berselisih untuk

mendasarkan apa saja yang akan mereka lakukan di atas landasan kepercayaan

(46)

36

BAB III

IMAM IBN MA<<<<<<JAH DAN H}ADI<TH TENTANG PERINTAH PERANG

A. Biografi ImamIbn Ma>jah

Nama lengkap Ibn Ma>jah adalah Abu>‘Abdullah Muhammad ibn Yazi>d

Al-Qazwini, dilahirkan di Qazwin salah satu kota di Iran pada tahun 207 H/824 M,

dan wafat pada tahun 273 H. Beliau belajar hadis di berbagai kota di antaranya

Irak, Hijaz, Mesir, dan Syam. Beliau juga belajar kepada murid-muridMa>lik dan

Laith, rahimahullah, sehingga beliau menjadi salah seorang imam terkemuka pada

masanya dalam bidang ilmu nabawi.1 1. Guru dan murid ImamIbn Ma>jah

Di antara ulama yang menyampaikan hadis kepadaIbn Ma>jahantara lain:

Abu>Bakar ibn Abi>Shaibah, Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair, Hisha>m

ibn ‘Amma>r, Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Rumh, Ahmad ibn al-Azhar,

Bishr ibn Adan, dan lain-lain.2

Ulama yang menerima hadis dari ibn Ma>jah antara lain:Muhammad bin

‘Isa al-Abhan, Abu>al-Hasan al-Qat{t{a>n, Sulaiman ibn Yazi>d al-Qazwini, Ibn

Sibawaihi, Isha>q ibn Muhammad, Ahmad ibn Ibra>him, dan ulama-ulama

lainnya.3

1Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis(Surabaya: Alpha, 2005), 104.

2Ibid.

3 Muhtadi Ridwan, Studi Kitab-Kitab hadis Standar (Malang: UIN-Maliki Press, 2012),

(47)

37

2. Karya-karyanya:

Ibn Ma>jah banyak mengarang buku yang tercatat oleh sejarah, di

antaranya: Kitab al-Sunan, Kitab al-Qur’a>n al-kari>m, Kitab al-Tarikh, berisi

tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi sejak masa sahabat sampai masa Ibn

Ma>jah.

Di antara kitab-kitab tersebut yang paling populer dan masuk dalam

al-Kutub al-Sittahialah kitabal-Sunanyang terkenal dengan sebutan “Sunan

Ibn Ma>jah”.4

B. Kitab Sunan IbnMa>jah

Kitab ini disusun oleh Muhammad ibn Yazi>d al-Qazwini, atau lebih dikenal

dengan sebutan Ibn Ma>jah. kitab Sunan ini disusun seperti bab fiqh, jumlah

hadisnya sebanyak 4.341 buah hadis. 3002 hadis, di antaranya diriwayatkan oleh

A s{h}a>b A l-Khamsah dan 1.339 buah hadis merupakan hadis zawa>’id (tambahan)

atas hadis yang sudah tercantum dalam al-Kutub al-Khamsah sebelumnya.5Dari

keseluruhan hadis itu, dinilai ulama ada yangs{ahi>h, h}asan, dand{a’i>f.

Keberadaan hadis zawa>’id dalam sunan ibn Ma>jah memiliki mutu sanad

yang berbeda-beda, dalam pengertian tidak semua sebanding dengan tingkat

kemaqbulannya, diantaranya:6

1. 428 hadis yang didukung oleh perawi yang thiqahdan memilikisanad

s{ahi>h

2. 199 hadis memilikisanad h}asan

3. 613 hadis memilikisanad d{a’i>f

4Zainul, Studi Kitab, 105.

5 M. Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis (Bandung: PT. Remaja

(48)

38

4. 99 hadis yang memiliki sanad sangat lemah, munkar, atau diduga

palsu.

Dalam proses mengoleksi hadisnya Ibn Ma>jah mengonsultasikan kepada Ibn

al-Ra>zi (W. 277 H) seorang ulama yang dikenal masa itu dengan spesialisasi

fiqhul-h}adi>th. Dari pemeriksaan al-Ra>zi itu pula Imam Ibn Ma>jah mengetahui

keberadaan 30 satuan hadis yang ber-sanad d{a’i>f. Dalam hal ini Ibn Khillikan

berpendapat sama dengan ibn al-Ra>zi bahwa hanya 30 hadis saja yang

benar-benar pantas dikategorikan sebagai hadisd{a’i>f.7

Dalam menyusun kitabnya, Ibn Ma>jah sama dengan al-Nasa>’i yaitu menurut

tertib sistematika fiqh. Ia menyusun menjadi beberapa kitab dan bab sunan ini

terdiri dari 32 kitab dan 1.500 bab, jumlah hadisnya sebanyak 4.000 buah.8untuk

perinciannya sebagai berikut: A l-Muqaddimah (24). Bab, al-T{aha>rah (139),

al-S{ala>h (13), al-A dha>n (6), al-Masjid (19), al-Iqa>mah (205), al-Jana>iz (65), al-T{alaq

(36), al-Zakah (27), al-Nika>h (63), al-Kafa>rat (21), al-Tija>rah (69), al-A hka<m

(23), al-Hibah (7), al-S{adaqah (21), al-Ruhum (24), al-shufi’ah (4), al-Luqa>t{ah

(4), al-Iqh (10), al-Hudu>d (38), al-Diyah (36), al-W as{a>ya (9), al-Fara>’id{(18),

al-Jiha>d (46), al-Mana>sik (108), al-‘A dalah (17), al-Dhaba>ib (15), S{aid (20),

al-A t{’imah (52), al-T{i>bb (27), al-Lina>s (46), A dab (59), Du’a (22), Ta’bir

al-Ru’ya (10), al-Fita>n (36), al-Zuhd (39) buah bab.9

7Ibid., 106.

8Zainul, Studi Kitab, 105.

(49)

39

1. Pendapat Ulama Tentang Kitab sunan Ibn Ma>jah

Sunan Ibn Ma>jah berisi 4.341 hadis yang s{ahi>h, h}asan, dand{a’i>f, bahkan ada

hadis yang sangat lemah. Oleh karena itu, para ulama sebelum abad ke-6 belum

memasukkannya ke dalam Buku Induk hadis Enam ( Ummaha>t Kutub

al-Sittah) kemudian dimasukkannya setingkat al-Muwat{t{a’ karya Imam Ma>lik. Para

ulama mendahulukan Sunan Ibn Ma>jah daripada al-Muwat{t{a’ dalam gabungan

Buku Induk Hadis Enam tersebut, karena di dalamnya terdapat beberapa hadis

yang tidak didapati dalam Kutub al-Khamsah, dan didapatkan lebih banyak dari

al-Muwat{t{a’.10

Abu> Faraj ibn al-Jauzi berpendapat sebagaimana disitir Abu> Shuhbah bahwa

ada 30 hadis maud{u>’ terdapat di dalam Sunan Ibn Ma>jah. melihat pendapat

tersebut, maka inilah yang membuat turunnya derajat Ibn Ma>jah. Maka ulama

Mutaqaddiminkeberatan memasukkan Sunan Ibn Ma>jah dalam deretan Kutub

al-Sittah. Dan sebagai gantinya adalahMuwat{t{a’Imam Ma>lik.11

Sedangkan al-Maqdisi> dalam kitabnya A t{ra>f al-Kutub al-Sittah, dan dalam

risalahnya Shuru>f A ’immah al-Sittah, ia telah menjadikan Sunan Ibn Ma><jah

sebagai kitab keenam dari al-Kutub al-Sittah, padahal hadis-hadis yang ada pada

al-Muwat{t{a’ Imam Ma>lik kebanyakan hadis-hadis s{ahi>h, dan ia tidak

menceritakan kecuali dari orang-orang yang terpercaya.

10Ibid., 299.

(50)

40

Terlepas dari pendapat pro dan kontra, yang jelas Sunan Ibn Ma>jah lebih

rendah derajatnya dari al-Kutub al-Khamsah, dan merupakan kitab Sunan yang

paling banyak mengandung hadisd{a’i>f.12

C. Hadis tentang Perintah Perang

Untuk mendapatkan data hadis yang valid tentang perintah perang , maka

penulis menggunakan sebuah kitab standar takhrij yaitu Mu’jam al-Mufahras li

al-Fa>dhi al-H}adi>th al-Nabawy>dengan menggunakan kata kunci Adapun .13

dalam penelitian ini penulis hanya menemukan pada hadis-hadis Kutub al-Sittah,

adapun data hadisnya sebagi berikut:

1.

Hadis Riwayat Ibn Ma>jah

:

:

:

"

:

14

.

12Ibid., 107.

13 A.J. Wenscink,Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>dhi al-H}adi>th al-Nabawy>,juz 5 (Madinah

Leiden: Brill, 1969), 297.

(51)

41

2. Hadis Riwayat Bukha<ri

: (

)

:

:

:

15

.

3. Hadis Riwayat Muslim

:

,

:

,

:

:

, :

:

16

.

,

,

4. Hadis Riwayat Abu> Da>wud

:

:

:

17

.

5. Hadis Riwayat Tirmidhi>

:

:

:

18

.

15 Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif, Shahi>h al-Bukha>ri, vol.1 (Beirut: Dar

al-Fikr 1993), 32.

16 Muslim bin al Hajja>j Abu al Hasan al Qushairi al Naisaburi, S{ahi>h Muslim, Vol. 5,

cet. Ke-2 (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2008 ), 115.

17Abu Daud Sulaiman,Sunan A bu> Da>wud, vol. 2 (Beirut: Dar a-Kitab al-Ilmiyah 1996),

(52)

42

6.

Gambar

Tabel Periwayatan dan Sanad Hadis Riwayat Imam Ibn Ma><jah
Tabel Periwayatan dan Sanad Hadis Riwayat Imam Bukha>ri>
Tabel Periwayatan dan Sanad Hadis Riwayat Imam Muslim
Tabel periwayatan dan Sanad Hadis Imam Abu>Da>wud
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan faktor pengganggu diabetes melitus terhadap kejadian stroke iskemik memiliki nilai OR&lt;1 yaitu sebesar 0,29 yakni risiko stroke iskemik pada

Variabel pendidikan dan pelatihan naik maka prestasi kerja juga akan naik, dengan demikian hipotesis yang menyatakan pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhadap prestasi

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar PKn meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan,

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui keterampilan berkomunikasi materi elektrolit dan non elektrolit mana yang lebih tinggi antara pembelajaran SBEI

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur, dan perilaku pasar oleh lembaga-lembaga pemasaran pada komoditi garam rakyat

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol daun Afrika ( Vernonia amygdalina Del.) terhadap penurunan glukosa darah dan penurunan

ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode penemuan terbimbing dan kemampuan berpikir kritis terhadap kemampuan matematika. Pengumpulan

Hasil ini mendukung penelitian Choudhary et al ., (2013) yang didalam penelitiannya menemukan bahwa keadilan organisasi mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasinya. b)