• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLARISASI PENDUDUK LOKAL DALAM PEMBANGUNAN DI DESA PANGLUNGAN DUSUN MENDIRO KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN JOMBANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLARISASI PENDUDUK LOKAL DALAM PEMBANGUNAN DI DESA PANGLUNGAN DUSUN MENDIRO KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN JOMBANG."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

POLARISASI PENDUDUK LOKAL DALAM PEMBANGUNAN DI DESA PANGLUNGAN DUSUN MENDIRO KECAMATAN WONOSALAM

KABUPATEN JOMBANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

(S.Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

Siti Asmaul Kusnah NIM. B05212040

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Siti Asmaul Kusnah, NIM. B05212040, 2016. Polarisasi Penduduk Lokal dalam Pembangunan di Desa Pangungan Dusun

Mendiro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Skripsi

Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Kata kunci: Polarisasi, Penduduk Lokal, Pembangunan

Tepatnya di Desa Panglungan Dusun Mendiro desa yang berada di lereng gunung Anjasmoro yang kaya akan sumberdaya alam. Sumberdaya alam yang melimpah membuat nilai ekonomi, sosial maupun budaya masyarakat sekitar semakin meningkat. Sebagian masyarakat atau kelompok mempunyai suatu keinginan untuk melestarikan potensi alam yang ada dengan membangun sebuah wisata.

Penelitian ini menggunakan rumusan masalah sebagai berikut. 1) Apa faktor penyebabkan terjadinya polarisasi Penduduk lokal dalam pembangunan Desa Panglungan Dusun Mendiro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang ? 2)Apa saja dampak dari adanya polarisasi penduduk lokal tersebut bagi pembanguna Desa Panglungan Dusun Mendiro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang? Untuk mengidentifikasikan masalah tersebut secara mendalam dan menyeluruh, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data pada penilitian ini menggunakana teknik wawancara secara mendalam kepada informan dan juga dengan teknik observasi seta dokumentasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Konflik Ralf Dahrendraf, teori tersebut dirasa cukup relevan sebagai pisau analisis dalam pembahasan peneliti.

(6)

DAFTAR ISI

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian... 20

2. Lokasi Dan Waktu Penelitian... 21

3. Pemilihan Subjek Penelitian... 21

4. Sumber dan jenis data ... 22

5. Tahap-Tahap Penelitian... 23

6. Teknik Pengumpulan Data ... 24

7. Teknik Analisis Data ... 26

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 27

I. Sistematika Pembahasan ... 28

BAB II TEORI KONFLIK RALF DAHRENDORF... 36

(7)

BAB III POLARISASI PENDUDUK LOKAL DALAM PEMBANGUNAN DI DESA PANGLUNGAN DUSUN MENDIRO

KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN JOMBANG... 46

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 46

1. Letak Geografis Desa Panglungan... 49

B. Polarisasi Penduduk Lokal dalam Pembangunan... 54

1. Sejarah Terbentuknya Kelompok Kepuh... 54

2. Penyebab adanya Polarisasi ... 69

3. Dampak Polarisasi bagi Masyaraka ... 77

BAB IV PENUTUP ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Desa Panglungan Dusun Mendiro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang merupakan desa yang berada di lereng gunung Anjasmoro. Desa Panglungan ini kaya akan sumberdaya alam. Desa yang masih asri belum mengalami perubahan. Kekayaan sumberdaya alam yang melimpah membuat kesejahteraan masyarakat sekitar semakin meningkat. Masyarakat sekitar memanfaatkan sumberdaya alam yang ada sebagai sumber kehidupan. Untuk tempat tinggal masyarakat sekitar rumahnya masing terbuat dari kayu dan masih beralaskan tanah. Selain itu untuk kehidupan sehari-hari mereka menggunakan dari hasil sumberdaya alam. Dimana masyarakat sekitar menggunakan sumberdaya alam sebagai makanan sehari-hari seperti sayur-sayuran, cengkeh. Untuk mandi dan minum masyarakat juga memanfaatkan air dari pegunungan. Mereka menggunakan pipa paralon sebagai alat penyambung air kesetiap rumah-rumah masyarakat desa tersebut dan juga ke ladang tempat mereka berkebun.

(9)

ayam, sapi dan kambing sebagai sumber perekonomian masyarakat. Masyarakat desa Panglungan ini masyarakat yang paguyuban yang mempunyai solidaritas yang kuat. Masyarakat sekitar tidak hanya memanfaatkan sumberdaya alam sebagai sumber kehidupan sehari-hari melainkan juga dikembangkan dengan adanya pembangunan-pembangunan yang bisa menambah nilai kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan adalah upaya untuk meningkatkan kamampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya. Ada tiga implikasi utama definisi tersebut:

1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok.

2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai dan kesejahteraan.

3. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri.1

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk menaikkan taraf atau tingkat hidup, dan dapat pula dikatakan bahwa pembangunan bertujuan untuk menaikkan mutu kehidupan. Karena mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat dipenuhinya kebutuhan dasar, pembangunan dapat diartikan sebagai

1

(10)

usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik. Jadi di dalam konsep pembangunan termaktub usaha untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.2

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Selain itu pariwisata juga berdampak pada:

1. Dampak terhadap sosial–ekonomi. 2. Dampak terhadap sosial budaya. 3. Dampak terhadap lingkungan.

Pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu memberikan dampak-dampak yang dinilai positif, yaitu dampak yang diharapkan, bahwa peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha, dan peningkatan pendapatan pemerintah dari pajak dan keuntungan badan usaha milik pemerintah dan sebagainnya.3

Masyarakat sekitar memanfaatkan sumberdaya alam bukan hanya sebagai sumber kehidupan melainkan juga melestarikannya dengan membangun tempat-tempat pariwisata. Dengan adanya sumberdaya alam yang melimpah tersebut kini masyarakat sekitar sudah mulai melestarikan potensi sumber daya alam yang berada di Desa Panglungan tersebu dengan di

2

Otto Soemawoto,Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta, Jambatan,1983)hal 139

3

(11)

bangunnya tempat pariwisata seperti gua golo-golo, sungai boro yang bisa digunakan untuk arum jeram, Cuban selo, kendil wesi dan juga tempat education bagi anak-anak di hutan konservasi.

(12)

Dalam setiap kelompok sosial selalu ada benih-benih pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non fisik. Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan tidak berbentuk kekerasaan. Menurut Gigone dan Hestie , Larson, Foster-Fishman dan keys menemukan bahwa diskusi dalam kelompok semakin memunculkan ide-ide yang sama. Dalam diskusi itu terjadi saling memberikan informasi yang mendukung pandangan dominan sehingga menimbulkan polarisasi. Selanjutnya, argumentasi yang terjadi dalam diskusi itu menyebabkan dapat diketahuinya posisi setiap orang dalam isu tertentu. Posisi-posisi itu akan saling mendekati jika tidak ada prasangka antar anggota kelompok sehingga terjadilah polarisasi. Akan tetapi, jika tidak ada saling prasangka, norma kelompok akan terpecah belah sehingga memungkinkan bubarnya kelompok.

(13)

memperkuat pandangan rata-rata kelompok sehingga tidak memecah-mecah pandangan kelompok ( Moscovici & Zavalloni, 1969).4

Masyarakat desa Panglungan ini adalah masyarakat pegunungan dengan sumberdaya alam yang melimpah. Dari sumberdaya alam yang melimpah masyarakat mencoba untuk mengambil potensi dari sumberdaya alam tersebut. Masyarakat mulai mengembangkan potensi tersebut di bidang pariwisata dan di bidang ekowisata untuk pendidikan anak-anak sekolah di hutan konservasi yang kini semakin berkembang.

Dari berkembangnya ekowisata di bidang pendidikan inilah muncul polarisasi kelompok masyarakat yang mana dalam masyarakat ini muncul pihak-pihak lain yang dikarenakan mengalami kecemburuan sosial sehingga terbentuknya kubu-kubuan atau kelompok-kelompok.

Dengan adanya polarisasi tersebut telah membentuk kelompok-kelompok atau kubu- kubu. Dimana kelompok-kelompok yang satu adalah kelompok-kelompok perintis hutan ekowisata yaitu masyarakat asli desa Panglungan yang menginginkan suatu kemajuan bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan tidak merusak lingkungan. Dan kelompok perintis ini ingin melestarikan lingkungan supaya penanaman-penanaman pohon dan tanaman itu bisa menambah nilai ekonomi mereka pengembangan ke depannya juga

4

(14)

memikirkan bagaimana generasi kedepannya terutama di lingkungan mata air juga di tanami pohon-pohon yang menghasilkan buah dan masyarakat bisa mengambil buahnya dan tidak merusak lingkungannya sehingga menambah nilai perekonomian masyarakat. Sedangkan kelompok yang lain ini adalah masyarakat pendatang yang menikah dengan masyarakat desa Panglungan yang menetap di desa tersebut. Dimana kelompok ini membuat suatu kegiatan yang sama dengan kelompok perintis seperti edukasi bagi pendidikan anak yang mana dalam kegiatan tersebut kelompok tersebut tidak mementingkan akan pentingnya melestarikan alam mereka hanya menginginkan sepeser uang dan tidak mementingkan keadaan lingkungan kedepannya jika berdampak pada kerusakan lingkungannnya nanti yang akan berdampak pada perekonomian masyarakat.

(15)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang sebagaimana tersebut di atas, maka dapat diambil sebuah fokus masalah, yaitu:

1. Apa faktor penyebabkan terjadinya polarisasi Penduduk lokal dalam pembangunan Desa Panglungan Dusun Mendiro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang ?

2. Apa saja dampak dari adanya polarisasi penduduk lokal tersebut bagi pembanguna Desa Panglungan Dusun Mendiro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dengan melihat latar belakang penelitian serta rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui bagaimana awal mula proses terbentuknya polarisasi di bidang pembangunan dan juga bagaimana dampak yang di hasilkan dari adanya polarisasi di Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat memenuhi, antara lain:

(16)

a. Sebagai bentuk analisis fenomena sosial mengenai polarisasi penduduk lokal dengan adanya pembangunan di desa Panglungan.

b. Sebagai wadah aspirasi bagi penduduk lokal dalam pembangunan di desa Panglungan .

2. Manfaat teoritis yang diharapkan oleh peneliti adalah :

a. Menambah pengalaman, pengetahuan, dan wawasan akademik dalam peningkatan kadar intelektual, khususnya dalam bidang ilmu sosiologi. b. Untuk mengaplikasikan teori yang telah didapat dari bangku perkuliahan sehingga dapat dijadikan refrensi bagi semua pihak khususnya bagi mahasiswa program studi sosiologi fakultas ilmu sosial dan politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

E. Definisi Konsep

Penjelasan konsep yang mendasari pengambilan judul di atas sebagai bahan penguat sekaligus spesifikasi mengenai penelitian yang akan dilakukan. 1. Polarisasi

Polarisasi merupakan pembagian atas dua bagian (kelompok orang yang berkepentingan dan sebagainya) yang saling berlawanan5.

Polarisasi penduduk lokal yang terjadi di desa Panglungan ini berawal dari pembangunan pariwisata di bidang education bagi amak-anak di hutan konservai dimana dua kelompok yang berlawanan ini membuat suatu kegiatan yang sama. Dua kelompok ini yaitu kelompok Kepuh dan

5

(17)

kelompok Pemuda. Kelompok Kepuh ini termasuk kelompok Perintis dimana kelompok ini menginginkan hutan lindung tetap terjaga kelestariannya sedangkan kelompok pemuda ini tidak memperdulikan akan hal itu, bagi kelompok dua yang terpenting uang tidak mempertimbangkan kkerusakan hutan di masa yang akan datang.

2. Penduduk lokal

Penduduk adalah orang yang mendiami suatu tempat. Untuk lokal yaitu terjadi (berlaku, ada, di satu tempat,)6. Jadi penduduk lokal adalah sekelompok orang yang berada atau tinggal pada suatu wilayah tertentu dan terkait oleh aturan-aturan yang berlaku dalam wilayah tersebut.

Penduduk lokal di desa Panglungan ini adalah para pendatang dari daerah lain dimana para pendatang tersebut menikah dengan penduduk atau warga desa panglungan yang akhirnya menetap di desa tersebut.

3. Pembangunan

Hakikat pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Hal ini berarti menunjukkan bahwa pembangunan mencakup : pertama, kemajuan lahiriah seperti sandang, papan, pangan, dll. Kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat, dll. Ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh rakyat

6

Informasi di atas di akses melalui media onlinekamus besar bahasa Indonesiadengan kata

(18)

sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial7. Pembangunan merupakan segala upaya yang dilakukan dalam melakukan perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Desa Panglungan ini desa yang kaya akan sumberdaya alam. Karena letak greografisnya yang berada di lereng gunung sehingga sumberdaya alam yang ada dijadikan sebagai potensi yang bisa menambah nilai ekonomi bagi masyarakat desa tersebut. Seperti dalam pembangunan tempat pariwisata dan juga ekowisata dibidang pendidikan yang terletak di hutan konservasi menjadi daya tarik tersendiri ketika berkunjung ke desa tersebut.

F. Telaah Pustaka

1. Kajian Pustaka

Polarisasi merupakan pembagian atas dua bagian (kelompok orang yang berkepentingan dan sebagainya) yang saling berlawanan. Polarisasi Kelompok adalah gejala mengumpulnya pendapat kelompok pada satu pandangan tertentu. Manfaat dari polarisasi pendapat kelompok adalah memperkuat pandangan rata-rata kelompok sehingga tidak memecah-mecah pandangan kelompok ( Moscovici & Zavalloni, 1969).

Menurut Isenberg ada dua hal yang mempengaruhi polarisasi kelompok:

7

(19)

1. Pengaruh Informasional: menjelaskan bagaimana pemrosesan informasi dapat mempengaruhi polarisasi kelompok. Diskusi kelompok dapat mneyebabkan individu-individu dalam kelompok mengubah keputusannya ke arah yang sama dengan keputusan pradiskusi mereka karena diskusi tersebut menghadapkan mereka dengan argumen–argumen persuasif yang mendukung ke arah argumen individual. Burstein menyatakan bahwa kepersuasifan suatu argumen atau informasi ditentukan oleh faktor –faktor seperti kebaruan atau validasi argumen.

2. Perbandingan teori sosial, menyatakan bahwa individu secara kontiniu menekankan untuk lebih mempersiapkan dan mempresentasikan diri sendiri dalam suatu cara yang diinginkan secara sosial. Para anggota kelompok harus secara kontiniu memproses informasi tentang bagaimana orang lain mempresentasikan diri sendiri dan meyesuaikan presentasi diri mereka sendiri berdasarkan hal itu. Atau dengan kata lain menilai pendapat dan kemampuan seseorang dengan cara membandingkannya dengan pendapat dan kemampuan orang lain .

(20)

sebelum dan setelah diskusi kelompok. Anggota kelompok paling ekstrim, mungkin sekali , sudah menjadi lebih moderat setelah diskusi itu. Tetapi pada rata-rata pertimbangan atau pilihan sudah menjadi yang lebih ekstrim. Efek polarisasi juga terbatas pada isu secara relatif penting. Jika isu kelompok cukup tak penting depolarisasi dapat terjadi: setelah diskusi kelompok posisi rerata adalah lebih sedikit ekstrim dibanding sebelumnya.

Misal, Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, maka setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.8

Makna pembangunan adalah seperangkat usaha manusia untuk mengarahkan perubahan sosial dan kebudayaan sesuai dengan tujuan dari kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu mencapai pertumbuhan peradaban kehidupan sosial dan kebudayaan atas dasar target-target yang telah ditetapkan. Peter L Berger mengemukakan argumennya bahwa pada dasarnya pembangunan adalah persoalan yang dihadapi oleh umat manusia sekarang ini. Suatu realitas yang senyatanya ada, tidak ada kehidupan suatu bangsa yang sama sekali tidak menghadapi persoalan apa pun, misalnya, persoalan

8

(21)

yang dihadapi oleh Negara-negara yang berkembang seperti masalah: kelaparan, penyakit, tingginya angka kematian, kebodohan, keterbelakangan, kebutuhan tempat tinggal dan minimnya jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan. Dengan demikian pembangunan adalah persoalan pagi para pembuat kebijakan umum yang dalam kapasitas ini adalah pemerintah.9

Pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan dan lain-lain. Pariwisata pada awalnya lebih dipandang sebagai kegiatan ekonomi, dan tujuan utama pengembangan pariwisata adalah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, baik bagi masyarakat maupun daerah (negara). Pariwisata telah menjadi aktivitas sosial ekonomi, pariwisata bukanlah suatu kegiatan yang beroprasi dalam ruang hampa, pariwisata sangat terkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebudayaan, termasuk institusi sosial yang mengaturnya. Pariwisata selalu mempertemukan dua atau lebih kebudayaan yang berbeda, yang mempunyai perbedaan dalam norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan. Pertemuan manusia atau masyarakat dengan latar belakang sosial-budaya yang berbeda menghasilkan berbagai proses akulturasi, dominasi, asimilasi. Pariwisata berkembang karena adanya gerakan manusia didalam mencari sesuatu yang belum diketahuinya, menjelajahi

9

(22)

wilayah yang baru, mencari perubahan suasana, atau untuk mendapatkan perjalanan baru.

Pariwisata juga merupakan sebuah aktivitas bersantai atau aktivitas waktu luang, perjalanan wisata bukanlah suatu kewajiban dan umumya dilakukan pada saat seseorang bebas dari pekerjaan yang wajib dilakukan yaitu pada saat mereka cuti atau libur. Dalam perkembangan selanjutnya berwisata dapat diidentikkan dengan berlibur di daerah lain. Berlibur di daerah lain atau memanfaatkan waktu luang dengan melakukan perjalanan wisata , dewasa ini merupakan salah satu cirri dari masyarakat modern. Hubungan-hubungan pariwisata ini terjadi karena adanya pergerakan manusia. Pergerakan ini terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Gerakan dan kunjungan bersifat sementara berbeda dengan perpindahan penduduk yang secara permanen. Jika dilihat dari sisi wisatawan, pariwisata adalah aktivitas yang dilakukan pada tempat dan waktu yang tidak normal, tetapi ketidaknormalan ini hanya bersifat sementara, dan pelaku mempunyai keinginan yang pasti untuk kembali ke situasi normal atau kehabitat asalnya.

Secara evolutif bahwa hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya keramahtamahan masyarakat lokal. Pada awalnya para wisatawan dipandang sebagai “tamu” dalam pengertian

(23)

Dengan semakin dengan bertambahnya jumlah wisatawan maka hubungan berubah menjadi reprositas dalam artian “ekonomi” yaitu atas dasar

pembayaran yang tidak lain daripada proses komoditas atau komersialisasi.

Wisatawan mengunjungi suatu daerah wisata antara lain didorong oleh keinginan untuk mengenal, mengetahui, atau mempelajari daerah dan kebudayaan masyarakat lokal. Selama berada di daerah tujuan wisata, wisatawan pasti berinteraksi dengan masyarakat lokal, bukan saja dengan mereka yang secara langsung melayani kebutuhan wisatawan (karyawan hotel, pemandu wisata, dan lain sebagainya), melainkan juga dengan masyarakat secara luas.10

2. Penelitian Terdahulu

Pertama dalam tesis yang berjudul “Dampak Pengembangan Pariwisata dan Proses Marginalisasi masyarakat lokal” yang disusun oleh Lindawati, Noor Aneka. Penelitian ini menyatakan bahwa pembangunan pariwisata telah menyebabkan masyarakat lokal mengalami proses marginalisasi dari kehidupan sosial ekonominya. Pembebasan lahan di atas tanah perkebunan kelapa milik penduduk lokal merupakan awal mula terjadinya proses marginalisasi penduduk lokal. Akibatnya terjadi penyempitan lahan pertanian dan masyarakatpun menjadi kehilangan sumber pendapatan. Proses marginalisasi dapat dilihat dari fenomena hilangnya mata

10

(24)

pencaharian penduduk lokal. Disisi lain aktivitas pariwisata tidak memberikan akses yang adil bagi penduduk lokal untuk ikut melakukan aktivitas ekonomi demi peningkatan taraf hidup sekaligus juga tidak memberikan peluang kepada penduduk lokal untuk ikut serta merasakan hasil dari pembangunan pariwisata11.

Kedua, skripsi yang berjudul “POLARISASI KEBERAGAMAN

MASYARAKAT GINANDONG KARANGGAYAM KEBUMEN”

penelitinya Umirul aziz menunjukkan bahwa kejawen adalah kategori unik dalam masyarakat Jawa. Disebut unik karena kejawen ini memiliki tradisi tradisi mistik yang berbeda dengan wilayah lain. Segala perilaku orang Jawa, seringkali memang sulit lepas dari aspek kepercayaan pada hal-hal tertentu. Itulah sebabnya system berfikir mistik selalu mendominasi perilaku orang Jawa. Mereka lebih percaya pada dongeng sacral. Sistem berfikir semacam ini telah turun temurun sampai menjadi folklore Jawa. Salah satu daerah di Jawa Tengah yang masih kental dengan system keagamaan kejawen yaitu di DesaGinandong,Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen. Masyarakat Ginandong terbagi menjadi dua golongan yaitu abangan dan mutihan. System kepercayaan mereka terhadap adanya kekuatan alam semesta masih sangat kental, seperti percaya akan adanya kekuatan pada pohon dan sumber air. Setiap pohon yang besar dan sumber air pasti terdapat sesaji yang dipercaya

11

Lindawati, Noor Aneka,”Dampak Pengembangan Pariwisata dan Proses Marginalisasi

(25)

mempunyai kekuatan sakti. Salah satu keunikan dari sitem kepercayaan masyarakat Ginandong adalah, meskipun seluruh masyarakat setarus persen Islam, namun kurang lebih lima belas persennya masih ada yang sama sekali tidak menjalankan syari’at Islam. Sholat lima waktu dan menunaikan zakat

mal dianggap tidak wajib. Perbuatan ini menurut mereka tidak salah, akan tetapi cukup menjalankan sholat lima waktu di dalam hati.

Polarisasi keberagamaan pada masyarakat Desa Ginandong ini terjadi karena tiga factor. Pertama yaitu masyarakat pendatang, kedua generasi yang berpendidikan dan yang ketiga gerak keuar masyarakat Desa Ginandong. Dampak polarisasi keberagamaan masyarakat Desa Ginandong khususnya dalam bidang keagamaan tidak ada. Masyarakat hidup secara berdampingan secara damai dan tenang.12

Ketiga, jurnal yang berjudul “PASANG SURUT POLARISASI ELIT

DI DALAM ETNIS BUGIS DAN MAKASSAR” (Tidal Polarization in Elite Ethnic and Makassar Bugis). Penelitinya, Imam Mujahidin Fahmid. Pada fase tradisional, elit etnis Bugis dan Makassar sama-sama mengembangkan konsep politik simbol. Tradisi politik simbolik itu tertuang dalam naskah imajinatif; tomanurung dan kalompoang. Sebuah konsep untuk melegitimasi kekuasaan sang penguasa. Secara sosial, konsep tomanurung kemudian diterjemahkan oleh elit dan massa sebagai pola hubungan yang bersifat saling melindungi;

12

Umirul aziz, “POLARISASI KEBERAGAMAN MASYARAKAT GINANDONG

(26)

patron-client. Dalam perjalanan politik orang Bugis dan Makassar, konsep tomanurung kian melemah, diawali dengan kehadiran Islam di Istana Gowa, dan meningkatnya birahi politik para penguasa kerajaan. Perebutan wilayah kekuasaan dan polarisasi politik antara etnis Bugis dan Makassar terus mengalami eskalasi, puncaknya pada abad 17, ketika VOC dan Arung Palakka dari Bone berhasil menaklukan kesultanan Gowa. Sejak kemenangan VOC terhadap Kesultanan Gowa, etnis Bugis menjadi etnis yang dominan dalam struktur kekuasaan formal. Peranan etnis Bugis agak berkurang ketika VOC balik memusuhi kerajaan Bone pada 1905. Struktur kekuasaan kemudian dikuasai kembali oleh istana Gowa hingga fase awal kemerdekaan RI. Pertengahan Orde Lama hingga awal reformasi, etnis Bugis kembali memanggul kekuasaan. Kini melalui pemilihan langsung pemimpin (gubernur) secara langsung (pada era otonomi daerah), panggung kekuasaan di Sulsel direbut kembali oleh etnis Makassar Gowa.13

Keterkaitan dengan kedua judul penelitian terdahulu dengan polarisasi penduduk lokal dalam pembangunan di desa Panglungan adalah sama-sama terdapat polarisasi akan tetapi terdapat perbedaan dimana dari salah satu penelitian terdahulu bentuk polarisasinya lebih cenderung ke ranah politik antar etnis dan juga lebih ke keberagamaan sedangkan penelitian terdahulu yang satunya lagi lebih ke proses terbentuknya polarisasi dimana 13

Imam Mujahidin Fahmid,“PASANG SURUT POLARISASI ELITDI DALAM ETNIS

(27)

hak kepemilikan tanah yang dijadikan sebagai tempat pariwisata tetapi pemilik tanah ini tidak diberi peluang untuk ikut andil dalam pariwisata tersebut sedangkan polarisasi yang terjadi di desa Panglungan ini bermula dari suatu agenda atau kegiatan yang sama di daerah pariwisata desa Panglungan yang nantinya akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang bisa melemahkan nilai ekonomi masyarakat. Dari sinilah akhirnya timbul kelompok-kelompok atau polarisasi.

G. Metode Penelitian

Metodelogi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodelogi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topic penelitian.14. Penelitian adalah satu proses penyelidikan, sistematis dan metodis, penelitian sebagai solusi atas suatu masalah dan meningkatkan pengetahuan.15

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Pada umumnya sebuah penelitian menggunakan dua model metode penelitian, yaitu metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Sedangkan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Kualitatif (qualitative research). Peneliti disini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena dengan pendekatan itu peneliti bisa mengetahui pola interaksi sehari-14

Deddy Mulyana,Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradikma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Social Lainya. (Bandung: PT remaja rosdakarya, 2008), 145

15

(28)

hari objek yang dijadikan informan. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data berupa induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.16 Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Penelitian deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistemati dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi.17

2. Lokasi dan waktu penelitihan

Penelitihan ini berada di Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Dengan lokasi yang berada di daerah pedesaan, masyarakat sekitar dan lingkungannya masih dalam kategori sangat sederhana dan masih alami, yang menjadikan suasana menjadi akrab dengan ketenangan, kesejukan dan keindahan, disamping letaknya yang berdampingan dengan areal persawahan yang sangat mendukung untuk terciptanya suasana belajar yang kondusif, tenang dan nyaman tanpa adanya banyak gangguan selama proses pembelajaran.

16

Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung: Alfabeta, 2009), 15 17

(29)

Waktu penelitian di lakukan mulai bulan November 2015 sampai bulan Januari 2015. Adapun alasan penelitian yang menjadikan Desa Panglungan ini di jadikan objek penelitian ialah, karena dari hasil pengamatan yang di lakukan peneliti tentang polarisasi penduduk lokal dalam pembangunan di Desa Panglungan Dusun Mendiro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang.

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Jombang. Terutama penduduk lokal desa Panglungan dusun Mendiro kecamatan Wonosalam kabupaten Jombang., karena mereka sebagai penduduk lokal yang termarginalkan dengan adanya pembangunan sehingga terbentuknya sebuah kelompok-kelompok yang berlawanan, peneliti juga mengadakan wawancara dengan perintis Kelompok Kepuh, anggota dari kelompok Kepuh, Ketua Kelompok Eco Adventure, anggota Kelompok Eco Adventure dan beberapa masyarakat sehingga mereka dianggap oleh peniliti sebagai informan yang pokok. Peneliti di sini juga tidak membatasi jumlah informan. Oleh sebab itu peneliti akan terus mengalih data informasi yang lengkap sesuai dengan tema penelitian yang peneliti ambil.

Dengan demikian maka pemilihan subjek penelitian di sini penelitian berusaha mengambil informan dari penduduk lokal Desa

(30)

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.18 Adapun jenis dan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

a. Data primer (primary data)

Adalah segala informasi inti yang didapat dari informan sesuai dengan fokus penelitian atau data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi. Berikut ini adalah beberapa nama-nama informan :

Table 1.1 Nama-nama informan

No Nama Umur Jabatan

1 Bapak Wagisan 53 tahun Perintis kelompok Kepuh 2 Mbak Eni 28 tahun Anggota kelompok Kepuh 3 Mbak Romlah 29 tahun Anggota kelompok Kepuh

4 Mbak Ida 27 tahun M asyarakat

5 Ibu Muriah 40 tahun Masyarakat 6 Ibu Supiyah 49 tahun Ibu pencari kemiri 7 Bapak Ayub 46 tahun Anggota kelompok Eco 8 Mas Iril 29 tahun Ketua kelompok Eco 9 Ibu Fitriyah 38 tahun Masyarakat

10 Bapak Sigit 40 tahun Anggota kelompok Eco 11 Ibu Naimah 37 tahun Pedagang

12 Ibu Wiwin 35 tahun Pedagang 13 Bapak Suyono 40 tahun Masyarakat 14 Bapak Hari 37 tahun Anggota Eco 15 Ibu Anik 35 tahun Masyarakat b. Data Sekunder (secondary data)

18

(31)

Adalah data yang lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang dari luar penyelidik sendiri.19Yaitu data yang diperoleh dari pihak lain tidak berkaitan secara langsung dengan penelitian ini, seperti data yang diperoleh dari perpustakaan desa seperti: foto-foto, catatan lapangan dan sumber-sumber lain yang tentunya sangat membantu hingga terkumpulnya data yang berguna untuk penelitian ini.

5. Tahap-Tahap Penelitian a. Tahap pra lapangan

Pada tahap ra-lapangan peneliti sudah membaca fenomena sosial yang menarik untuk diteliti. Penenliti mulai memberikan pemahaman bahwasannya fenomena sosial yang ada di suatu masalah sosial layak untuk diteliti. Selain itu peneliti juga bisa memulai untuk melakukan prapengamatan terkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahap pekerjaan lapangan, merupakan proses berkelanjutan. Pada tahap ini, peneliti masuk pada proses penelitian penting untuk dilakukan sebelum penelitian berlangsung adalah proses perizinan. Karena prosedur seorang penelitian adalah dengan adanya izin dari obyek yang akan diteliti. Setelah peneliti mulai melakukan penggalian

19

(32)

data yang diinginkan dan sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Dan langkah selanjutnya adalah terjun ke lapangan.

c. Tahap Analisis Data

Pada tahap analisis data ini, peneliti telah memperoleh dan mengumpulkan data yang di peroleh di lapangan dan Selanjutnya dilakukan proses pemilihan data yang disesuaikan dengan rumusan penelitian. Karena dalam proses pencarian data tidak kesemuanya sesuai dengan kebutuhan penelitian.

d. Tahap Penulisan Laporan

Penulisan laporan adalah tahap akhir dari proses pelaksanaan penelitian. Setelah komponen-komponen yang terkait data dan hasil analisis mencapai kesimpulan, peneliti akan memulai penulisan laporan penelitian kualitatif. Penulisan laporan disesuaikan dengan metode dalam penelitian kualitatif dengan tidak mengabaikan kebutuhan penelitian terkait dengan kelengkapan data.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yakni membicarakan tentang cara peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini penelittian menggunakan metode dalam mengumpulkan data, sebagai berikut :

a. Observasi

(33)

kualitatif. Proses observasi di lakukan oleh peneliti di Desa Panglungan Kecamatan Wonosalam dengan pengumpulan data dan melakukan pengamatan tentang polarisasi penduduk lokal dalam pembangunan. b. Interview

Wawancara atau interview adalah salah satu cara untuk melakukan data dalam penelitian kualitatif. Wawancara dilakukan kepada penduduk lokal Desa Panglungan kecamatan Wonosalam Jombang dengan subjek penelitian. Bertujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka dengan si responden . Dengan menggunakan panduan wawancara. Dalam proses wawancara, diharapkan seubjek penelitian atau informan dapat dengan jelas memberikan infromasi. Adapun informan yang di wawancarai peneliti adalah Penduduk lokal beserta perangkat Desa Panglungan. c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara pencarian data dilapangan yang berbentuk gambar, arsip dan data-data tertulis lainnya.

d. Studi pustaka atau literatur,

Studi pustaka atau literatur menggunakan buku-buku atau artikel dalam kaitannya dengan kajian teoritik yang dapat menjelaskan tentang marginalisasi penduduk lokal dalam pembangunan Desa Panglungan.

(34)

Moleong mengatakan Analisis Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Di pihak lain, Analisis data Kualitatif (Seiddel) prosesnya berjalan sebagai berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan dengan diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

b. Mengumpulkan,memilah-milah mengklasifikasikan, mensistensikan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.

c. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum.20

d. Dalam menganalisis data yang peneliti peroleh dari observasi wawancara, dan dokumentasi, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif. Teknik analisis deskriptif penulis gunakan untuk menentukan, menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif.

20

(35)

Proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti ialah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pengumpulan data, tahap ini peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, baik melalui wawancara, observasi, angket dan dokumentasi.

b. Proses pemilihan transformasi data, atau data kasus yang muncul dari catatan lapangan.

c. Kesimpulan, ini merupakan proses yang mampu menggambarkan suatu pola tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.

f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan cara trianggulasi data. Trianggulasi data merupakan upaya yang dilakukan peneliti untuk melihat keabsahan data. Trianggulasi data dilakukan dengan cara membuktikan kembali keabsahan hasil data yang diperoleh dilapangan. Hal ini dilakukan dengan cara menanyakan kembali kepada responden yang berbeda tentang data yang sudah didapat, hingga mendapatkan data yang sama.

H. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan dilaporkan dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:

(36)

Bab ini merupakan deskripsi yang menjelaskan tentang objek yang diteliti, menjawab pertanyaan what, kegunaan penelitian serta alasan penelitian dilakukan. Oleh karena itu, maka bab ini terdiri dari Setting Penelitian, Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah, Penelitian Terdahulu, Telaah pustaka, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konseptual, Kerangka Teoretik, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan, serta Jadwal Penelitian

BAB II : TEORI KONFLIK RALF DAHRENDOF

Dalam bab kajian teori ini, peneliti memberikan gambaran tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penelitian, definisi konsep ini harus digambarkan dengan jelas. Disamping itu juga harus memperhatikan relevansi teori yang akan digunakan dalam menganalisis masalah yang akan di pergunakan guna adanya implementasi judul penelitian Polarisasi penduduk lokal dalam pemmbangunan.

(37)

Dalam menganalisis data, peneliti dapat mengemukakan kecenderungan-kecenderungan yang ada, pola-pola berdasarkan kategori-kategori atau tipologi yang disusun oleh subjek untuk menjelaskan dunianya. Dalam bab ini peneliti juga memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas dalam bentuk analisis deskripsi. Setelah itu akan dilakukan penganalisaan data dengan menggunakan teori yang relevan, yakni terkait Polarisasi Penduduk lokal dalam pembangunan di Desa panglungan dengan perspektif teori konflik Rafl Dahrendorf.

BAB IV : PENUTUP

(38)

BAB II

TEORI KONFLIK RALF DAHRENDORF

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung.

Konflik artinya percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Sedangkan konflik sosial yaitu pertentangan antar anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh dikehidupan.1 Konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.2 Dalam pengertian lain, konflik adalah merupakan suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan.3

Istilah konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu 1

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal.587.

2

Soerjono Soekanto,Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal.99.

3

(39)

pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara simultan4. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antaranggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Peneliti menggunakan teori–teori yang relevan untuk menentukan arah aktivitas penelitian. Teori yang akan digunakan peneliti adalah teori konflik. Teori konflik yang dikembangkan oleh Ralp Dahrendrof, Ralf Dahrendorf, seorang ahli sosiologi lahir pada tanggal 01 Mei 1929 di Hamburg, Jerman. Ayahnya Gustav Dahrendorf dan ibunya bernama Lina. Tahun 1947-1952, ia belajar filsafat, psikologi dan sosiologi di Universitas Hamburg, dan tahun 1952 meraih gelar doktor Filsafat. Tahun 1953-1954, Ralf melakukan penelitian di London School of Economic, lalu tahun 1956, ia memperoleh gelar Phd di Universitas London. Tahun 1957-1960 menjadi Professor ilmu sosiologi di Hamburg, tahun 1960-1964 menjadi Professor ilmu sosiologi di Tubingen, selanjutnya tahun 1966-1969 menjadi Professor ilmu sosiologi di Konstanz. Menjadi ketua Deutsche Gesellschaft fur Soziologie (1967-1970),

4

(40)

dan menjadi anggota Parlemen Jerman di Partai Demokrasi. Tahun 1970, ia menjadi anggota komisi di European Commission di Brussels, dan tahun 1974-1984, menjadi direktur London School of Economics di London.

Kemudian tahun 1984-1986, Ralf menjadi Professor ilmu-ilmu sosial di Universitas Konstanz. Dan tahun 1986-1997 menetap di Inggris dan menjadi warga negara Inggris (1988). Pada tahun 1993, Dahrendorf dianugerahi penghargaan gelar sebagai Baron Dahrendorf oleh Ratu Elizabeth II di Wesminister, London, dan di tahun 2007 ia menerima penghargaan dari Princes of Asturias Award untuk ilmu-ilmu sosial. Class and Class Conflict in Industrial Karya-karya Ralf Dahrendorf The Modern Social Conflict Society (Stanford University Press, 1959) University of California Press: Barkeley dan Los Angeles, 1988) Reflection on The Revolution in Europe (Random House, New York, 1990).

(41)

dalam menjaga stabilitas. Teoritisi konflik melihat berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan. Fungsionalis cenderung melihat masyarakat secara informal diikat oleh norma, nilai dan moral. Teoritisi konflik melihat apa pun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Fungsionalis memusatkan perhatian pada kohesi yang diciptakan oleh nilai bersama masyarakat. Teoritisi konflik menekankan pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.5

Masyarakat senantiasa dalam proses perubahan yang ditandai pertentangan yang terus menerus di antara unsur-unsur. Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai andil dalam terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial. Masyarakat selalu dalam keadaan konflik menuju proses perubahan. Masyarakat dalam berkelompok dan hubungan sosial didasarkan atas dasar dominasi yang menguasai orang atau kelompok yang tidak mendominasi.6 Teori konflik memandang masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Fakta kehidupan sosial ini mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya

5

George Ritzer dan Douglas J. Goodman,Teori Sosiologi Modern edisi keenam, Jakarta : Prenada Media,2004), 153

6

(42)

bahwa perbedaan distribusi otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis.7

Dahrendraf adalah pencetus pendapat yang mengatakan bahwa masyarakat memiliki dua wajah (konflik dan konsensus) dan karena itulah teori sosiologi harus dibagi ke dalam dua bagian, teori konflik dan teori consensus. Teoritisi consensus harus menelaah integrasi nilai di tengah-tengah masyarakat sementara teoritisi konflik harus menelaah konflik kepentingan dan koersi yang menyatukan masyarakat di bawah tekanan-tekanan tersebut. Dahrendraf mengakui bahwa masyarakat tidak mungkin ada tanpa konflik dan consensus, yang merupakan prasyarat bagi masing-masing. Jadi, kita tidak mungkin berkonflik kecuali terjadi consensus sebelumnya. Sebagai contoh ibu rumah tangga di Prancis cenderung tidak berkonflik dengan para pemain catur Chile karena tidak ada kontak antar mereka, tidak ada integrasi sebelumnyayang menjadi dasar bagi adanya konflik. Sebaliknya konflik dapat mengarah pada consensus dan integrasi . contohnya adalah aliansi antara Amerika Serikat dengan Jepang yang berkembang setelah Perang Dunia II.

Dahrendraf mengawali pembahasannya dengan, dan banyak dipengaruhi oleh fungsionalisme structural. Ia mencatat bahwa bagi para fungsionalis, sistem sosial disatukan oleh kerja sama, sukarela, consensus

7

(43)

umum atau keduanya. Namun bagi teoritisi konflik (atau koersi) masyarakat dipersatukan oleh “kekangan yang dilakukan dengan paksaan”, sehingga beberapa posisi di dalam masyarakat adalah kekuasaan yang didelegasikan dan otoritas atas pihak lain. Fakta kehidupan sosial ini membawa Dahrendraf pada tesis sentralnya bahwa perbedaab distribusi otoritas “ selalu menjadi factor penentu konflik sosial sistematis”.

Dahrendorf memusatkan perhatian pada struktur sosial yang lebih luas. Dia menyebut otoritas tidak terletak dalam individu tapi dalam posisi. Sumber struktur konflik harus dicari dalam tatanan peran sosial yang berpotensi untuk mendominasi atau ditundukkan. Menurut Dahrendorf, tugas pertama analisis konflik adalah mengidentifikasi berbagai peran otoritas di dalam masyarakat. Karena memusatkan perhatian kepada struktur berskala luas seperti peran otoritas itu, Dahrendorf ditentang para peneliti yang memusatkan perhatian pada tingkat individual.

(44)

Terakhir, karena otoritas adalah absah, sanksi dapat dijatuhkan pada pihak yang menentang. Saat kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan dalam hubungan kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimate dan oleh sebab itu dapat dilihat sebagai hubungan “authority”, dimana beberapa posisi mempunyai hak normatif

untuk menentukan atau memperlakukan yang lang lain.

Perbedaan antara otoritas dan kekuasaan, kekuasaan cenderung menaruh kepercayaan pada kekuatan, sedangkan otoritas adalah kekuasaan yang dilegitimasi kekuasaan yang telah mendapat pengakuan umum. Butiran yang penting sekali ialah bahwa suatu asosiasi yang harus dikoordinasi adalah setiap organisasi di mana otoritas itu ada (yang secara praktis harus melibatkan semua organisasi) dan keberadaan otoritas itu sendiri menciptakan kondisi-kondisi untuk konflik. Titik tolak untuk melihat kekuasaan dan otoritas tidaklah sangat berbeda dari persons, keduanya melihat hal itu sebagai suatu keharusan walaupun Dahrendraf kelihatannya kurang senang dengan istilah ”prasyarat fungsional” keduanya setuju bahwa suatu fungsi dari

kekuasaan adalah umtuk mengintegrasi sebuah unit, mendorong pemenuhan yang gagal dilakukan oleh norma-norma dan nilai-nilai. Sementara Persons menekankan aspek integratif yakni kekuasaan dan otoritas menemukan kebutuhan-kebutuhan dari keseluruhan sistem.

(45)

bertentangan dan peran yang diharapkan. Kekuasaan dan otoritas merupakan sumber-sumber yang menakutkan dan mereka yang memegangnya memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo. Dia mengatakan hal itu merupakan kepentingan objektif, yang terbentuk di dalam peran-peran itu sendiri, bersamaan dengan kepentingan atau fungsi dari semua peran dalam mempertahankan organisasi itu sebagai keseluruhan. Dunia sosial karenanya distruktur ke dalam kelompok-kelompok yang secara potensial mengandung konflik, apa yang Dahrendraf sebut sebagai quasi group.

Hal ini tentu saja sejauh teori berkembang sebagai suatu teori, langkah berikutnya terdari proposisi-proposisi empiris yang bersifat umum tentang kondisi-kondisi yang membuat kelompok quasi menjadi kelompok-kelompok konflik. Kondisi-kondisi yang berbeda yang berakibat dalam tipe konflik yang berbeda dan kondisi-kondisi yang menentukan hasil-hasil berikutnya. Karena itu dibandingkan dengan fungsionalisme struktural maka teori Dahrendraf adalah suatu yang dalam tingkat rendah terbagi dalam dua bagian:

(46)

2. Deskripsi-deskripsi umum tentang kondisi-kondisi yang mengakibatkan konflik-konflik.8

Konsep sentral dari teori ini adalah wewenang dan posisi. Keduanya merupakan fakta sosial. Dalam teori konflik wewenang dan juga kekuasaan merupakan faktor yang menentukan terjadinya konflik sosial. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Perbedaan posisi serta perbedaan wewenang di antara individu dalam masyarakat itulah yang harus menjadi perhatian utama para sosiolog. Struktur yang sebenarnya dari konflik-konflik harus diperhatikan di dalam susunan peranan sosial yang dibantu oleh harapan-harapan terhadap kemungkinan mendapatkan dominasi. Tugas utama menganalisa konflik adalah mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.

Kekuasaan dan wewenang seantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi. Dengan demikian masyarakat disebut oleh Dahrendorf sebagai : persekutuan yang terkoordinasi secara paksa. Oleh karena kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan

8

(47)

nyata yang bertentangan secara subtansial dan secara langsung di antara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi di mana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo sedangkan golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan.

Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap struktur. Karena itu kekuasaan yang sah selalu berada dalam keadaan terancam bahaya dari golongan yang anti status quo. Kepentingan yang terdapat dalam satu golongan yang tertentu selalu dinilai obyektif oleh golongan yang bersangkutan dan selalu berdempetan dengan posisi individu yang termasuk ke dalam golongan itu. Seorang individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan cara-cara yang berlaku dan yang diharapkan oleh golongannya. Dalam situasi konflik seorang individu akan menyesuaikan diri dengan peranan yang diharapkan oleh golongannya itu, yang oleh Dahrendraf disebut sebagai peranan laten.

Dahrendrof membedakan tiga tipe utama kelompok. Pertama adalah kelompok semu (quasi group) atau“ sejumlah pemegang posisi dengan

kepentingan yang sama”9. Kelompok semu ini adalah calon anggota tipe kedua yaitu kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok yang kedua yakni kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan

9

(48)

serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Dimana kedua kelompok ini telah dilukiskan oleh dahrendrof seperti berikut.

Mode perilaku yang sama adalah karakteristik dari kelompok kepentingan yang direkrut oleh kelompok semu yang lebih besar. Kelompok kepentingan adalah kelompok dalam pengertian sosiologi yang ketat dan kelompok ini adalah agen riil dari konflik kelompok. Kelompok ini mempunyai struktur, bentuk organisasi, tujuan dan program dan anggota perorangan. Dari berbagai kelompok itulah muncul kelompok konflik.

Dahrendraf berpendapat bahwa di dalam setiap asosiasi yang ditandai pleh pertentangan terdapat ketegangan di antara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan dan yang tunduk pada struktur itu. Sebagaimana dikatakan oleh Dahrendraf

“ secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah di

analisa bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan-hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai-nilai yang merupakan ideology keabsahan kekuasaannya, sementara kepentingan-kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideology ini serta hubungan-hubungan sosial yang terkandung di dalamnya”

(49)

tingkah laku potensial yang telah ditentukan bagi seseorang karena dia menduduki peranan tertentu, tetapi masih belum disadari. Ini adalah “perumusan psikologis” yang sama sekali bukan merupakan sasaran

(50)

yang mencoba untuk menekan atau menghapuskan pertentangan tersebut adalah sia-sia. Dalam masyarakat modern pertentangan itu harus diatur melalui institusionalisasi demikian kepentingan yang bertentangan itu disadari.10

Kekuasaan atau otoritas mengandung dua unsur yaitu penguasa (orang yang berkuasa) dan orang yang dikuasai atau dengan kata lain atasan dan bawahan. Kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain : 1. Kelompok Semu

(quasi group) 2. Kelompok Kepentingan (manifes) 3. Kelompok Konflik

Kelompok semu adalah sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawahi (bawahan). Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.

Mereka yang berada pada kelompok atas (penguasa) ingin tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah (yang dikuasai atau bawahan ingin supaya ada perubahan. Dahrendorf mengakui pentingnya konflik mengacu dari pemikiran Lewis Coser dimana hubungan

10

(51)

konflik dan perubahan ialah konflik berfungsi untuk menciptakan perubahan dan perkembangan. Jika konflik itu intensif, maka perubahan akan bersifat radikal, sebaliknya jika konflik berupa kekerasan, maka akan terjadi perubahan struktural secara tiba-tiba. Menurut Dahrendorf, Adanya status sosial didalam masyarakat (sumber konflik yaitu: Adanya benturan kaya-miskin, pejabat-pegawai rendah, majikan-buruh) kepentingan (buruh dan majikan, antar kelompok,antar partai dan antar Adanya dominasi Adanya ketidakadilan atau diskriminasi. agama). kekuasaan (penguasa dan dikuasai).

(52)

Dengan demikian beda dengan pandangan Marx, Dahrendraf tidak merasa bahwa lumpen ploretariat akan menjadi kelompok konflik kalau orang yang menjadi anggotanya terbentuk secara kebetulan. Malah sebaliknya kelompok semu yang pembentukannya ditentukan secara structural memungkinkan untuk terbentuk menjadi kelompok kepentingan yang merupakan sumber pertentangan itu.11

Aspek terakhir dari teori konflik Dahrendrof adalah hubungan konflik dengan perubahan. Dalam hal ini Dahrendrof menganggap konflik adalah satu bagian dari realitas sosial, yang mana konflik tersebut juga bisa menyebabkan perubahan dan juga perkembangan. Teori konflik dipahami melalui suatu pemahaman bahwa masyarakat memiliki dua wajah karena setiap masyarakat kapan saja tunduk pada perubahan, sehingga asumsinya bahwa perubahan sosial ada dimana-mana, selanjutnya masyarakat juga bisa memperlihatkan perpecahan dan konflik pada saat tertentu dan juga memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan, karena masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.

Dahrendrof juga mengatakan bahwa setelah kelompok konflik muncul dan kelompok itu melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah radikal.

11

(53)

Bila konflik disertai tindakan kekerasan akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba12.

Peneliti menggunakan teori konflik untuk menganalisis tentang polarisasi penduduk lokal dalam pembangunan di desa Pangklungan dusun Mendiro kecamatan Wonosalam kabupaten Jombang. Karena teori ini di anggap relevan dengan judul tersebut dimana dalam suatu masyarakat itu selalu berada dalam proses perubahan yang ditandai dengan adanya pertentangan-pertentangan yang terjadi secara terus menerus. kekuasaan dan juga wewenang dapat merubahan posisi atau struktur yang telah ada. Dari wewenang dan kekuasaan tersebut yang tidak berjalan dengan seimbang yang senantiasa membawa individu pada posisi atas dan posisi bawah yang akan menimbulkan dua golongan yang saling bertentangan yang mana golongan yang berkuasa ingin mempertahankan status quo sedangkan yang dikuasai ingin selalu mengalami perubahan. Dahrendraf membedakan golongan tersebut menjadi dua golongan yaitu kelompok semu dan kelompok kepentingan.

Polarisasi yang terjadi di desa Panglungan ini dimana kekuasaan dan wewenang tidak berjalan dengan seimbang yang akhirnya menimbulkan dua golongan atau kelompok pertama yaitu kelompok Kepuh dan kelompok

12

(54)

(55)

BAB III

PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Objek Penelitian

1. Desa Panglungan

Desa Panglungan adalah nama Desa yang masih ada di dalam wilayah Jawa Timur. Tepatnya di daerah Jombang. Panglungan yang memiliki 15 RT dan 06 RW ini memiliki 3187 penduduk. Desa Panglungan sendiri berkecamatan di Wonosalam dengan kabupatennya yaitu Jombang. Desa Panglungan Dusun Mendiro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang merupakan desa yang berada di lereng gunung Anjasmoro. Desa Pangkungan ini kaya akan sumberdaya alam. Desa ini juga masih asri belum mengalami perubahan.

(56)

Panglungan ini terkenal dengan desa yang sebagian besar penghasilannya sangat bergantung dengan alam. Karena kebanyakan dari mereka, bahkan hampir keseluruhan petani yang ada adalah petani cengkeh, bukan petani sawah. Namun, tidak sedikit juga dari masyarakat desa Panglungan yang bekerja sebagai pedagang, peternak, pegawai swasta, bahkan dukun bayi.

(57)

Gambar 3.1 Peta Dusun Mendiro

2. Pemerintahan Desa Panglungan

Sejarah pemerintahan desa Panglungan dipimpin oleh beberapa kepala desa yang dipilih langsung oleh masyarakat. Kepala Desa dari desa Panglungan bernama Bpk. Suwarji, dan Sekretarisnya bernama Bpk. Doni Miswanto. Didesa ini setiap dusun memiliki Kepala dusun, sebagai berikut:

Tabel 3.1

(58)

No Nama Dusun Nama Kepala Dusun

1 Panglungan Bpk. Warsito

2 Sranten Bpk. Sugeng

3 Mendiro Bpk. Purwandi

4 Dampak Bpk. Sukanto

5 Arjosari Bpk. Bonawi

Sejak terbentuknya desa, desa Panglungan mampu mengumpulkan data masyarakat beserta perangkat dusunnya sebagai arsip di kelurahan. Data yang ada pun juga terus diperbaharui baik oleh petugas kelurahan maupun masyarakat sendiri yang melapor ke kantor kelurahan. Sebagai contoh adalah, jika ada salah seorang warga yang melahirkan, maka penduduk tersebut segera melaporkannya ke kantor kelurahan untuk penambahan jiwa baik di kartu keluarga maupun data kelurahan. Dengan demikian, jika ada keperluan yang berhubungan dengan status seseorang di desa tersebut, maka kita dapat mencarinya melalui kantor kelurahan.

3. Letak Geografis Desa Panglungan

a. Kondisi Geografis di Desa Panglungan ini adalah sebagai berikut :

(59)

dan dari sebelah selatan juga hutan begitu juga dari sebelah barat adalah hutan. Desa panglungan ini berada di ketinggian dari permukaan laut : 500 M dpl dengan suhu rata-rata : 20 Derajat celcius. Untuk menuju ke Ibu kota Kecamatan Wonosalam memerlukan jarak tempuh sekitar : 11.35 km sedangkan untuk menuju ke Ibukota Kabupaten memerlukan jarak tempuh : 23,5 km.

4. Kondisi Fisik Dasar Desa

Table 3.2

Kondisi dasar fisik Desa

i. DemoDemografi atau topografi desa panglungan secara kasar d

ihat dari table bibawah ini yang saya dapatkan dari monografi desa Panglungan dijelaskan seperti :

No Uraian Penggunaan Luas (Ha) Keterangan

(60)

Pengguna Tanah

Dari penggunaan tanah menurut table di atas bisa di simpulkan, bahwa sebagian besar pengguna tanah digunakan untuk lahan, yaitu sebagai sumber mata pencaharian penduduk desa panglungan

5. Iklim desa Panglungan

Iklim yang memiliki pengaruh terhadap terbentuknya keadaan lingkungan alam sekitar merupakan factor besar yang mempengaruhi pola manusia untuk bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi supaya bisa bertahan hidup. Kondisi alam juga memiliki pengaruh besar terhadap mata pencaharian penduduk desa Panglungan.

Table 3.3 Iklim desa Panglungan

No Uraian Satuan Keterangan

1 Curah Hujan Mm/ tahun

2 Jumlah Bulan Hujan Bulan/tahun

3 Suhu Rata-Rata 200 Derajat C

4 Tinggi Tempat 500 M dpl

5 Bentang Wilayah

(61)

Suatu desa bisa ada dan terbentuk karena adanya masyarakat dan adanya manusia yang saling berinteraksi dalam waktu yang lama. Manusia adalah makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Itu semua bisa menimbulkan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam suatu masyarakat itu. Salah satunya adalah komposisi dalam jumlah kependudukan, misalnya kelahiran, kematian, perpindahan baik datang maupun pergi. Berikut ini adalah jumlah penduduk yang ada di desa Panglungan yang saya peroleh dari kantor desa yang tertulis dalam monografi desa seperti table dibawah ini dalam jumlah penduduk menurut golongan usianya.

Table 3.4

Jumlah penduduk menurut golongan usia

No Golongan umur Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0-12 Bulan 27 25 52

2 13 bulan-4 tahun 103 115 218

3 5-6 tahun 38 40 78

4 7-12 tahun 120 117 237

5 13-15 tahun 96 74 170

6 16-18 tahun 105 120 225

7 19-25 tahun 198 191 389

8 26-35 tahun 204 206 410

9 36-45 tahun 240 240 480

10 46-50 tahun 157 161 318

11 51-60 tahun 171 120 291

(62)

Jumlah 1631 1556 3187

 Jumlah penduduk seluruhnya : 3187 jiwa

 Jumlah Kepal Keluarga (KK) : 990 KK

Komposisi menurut umur pada waktu saya memperoleh data yang diberikan oleh sekretaris desa yang bertanggung jawab secara administrasi kelancaran dan pengaturan pencatatn sipil yang terjadi di desa yang berkaitan dengan pemerintahan seperti yang tertera pada table di atas menunjukkan bahwa masyarakat desa Panglungan pada usia dewasa yaitu sekitar usia 36-45 tahun sebesar 291 jiwa, dari table tersebut diketahui bahwa sebagian besar warga desa panglungan berusia produktif.

7. Fasilitas Sosial

Terselenggaranya sebuah pemerintahan desa bertujuan untuk memenuhi kebaikan dan kepentingan warga desa, yang menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan fasilitas sosial dan ekonomi yang terbaik untuk warganya sehingga keberadaan aparatur dan kelengkapan desa sangat berpengaruh untuk jalanya roda kebijaksanaaan yang dijalankan oleh pemerintahan. Fasilitas yang di berikan pemerintah juga akan memberikan kenyamanan terhadap warganya dan memberikan kemudahan dalam berbagai hal. Berikut ini adalah data fasilitas yang ada di desa Panglungan.

(63)

Table 3.5

Fasilitas Pendidikan

No Uraian Gedung (Unit)

1 TK 1

2 SD 2

3 MI 1

4 MTS 1

5 ALIYAH 1

Jumlah 6

Tabel 3.6 Fasilitas Umum

No Uraian Jumlah (Buah )

1 Masjid 5

2 Langgar 11

3 Puskesmas 1

4 Posyandu 1

Jumlah 18

(64)

cukup lengkap. Fasilitas-fasilitas yang cukup memadahi di desa Panglungan bisa memberikan kenyamanan dan kemudahan warganya. Fasilitas yang diberikan pemerintah sangat mempermudah warga dalam pengurusan surat menyurat yang berkaitan dengan pemerintahan seperti kantor desa dan balai dusun.

Desa panglungan ini juga sangat memperhatikan pendidikan warganya. Bukan hanya itu pemerintah juga sangat peduli dengan penddikan yang ada di desa ini. Adanya gedung sekolah seperti TK, SD, MI, MTsN, dan SLTA. Adanya fasilitas pendidikan yang lengkap mencerminkan bagaimana semangat warga dan pemerintah untuk memajukan warga masyarakatnya.

Selain itu, masyarakat desa panglungan ini juga berusaha semaksimal mungkin menjamin keamanan dan kenyamanan penduduk, seperti contohnya siskamling atau ronda secara bergantian, sarana kesehatan umum seperti posyandu atau puskesmas dan lain sebagainya.

B. Polarisasi Penduduk Lokal Dalam Pembangunan 1. Sejarah terbentuknya kelompok KEPUH

(65)

Berawal dari tahun 1998 hutan itu lebat disekitar masih banyak pohon yang bisa menambah nilai ekonomi masyarakat. Menurut cerita Pak Wagisan.

1

Pada waktu kecil kita sekitar di bawah tahun 1990 itu hutannya masih lebat ada pohon durian , nangka bahkan pohon jengkol pun ada, selain itu ada juga pohon aren dan lain sebagainya yang mana tanaman tersebut banyak menambah nilai ekonomi masyarakat. Seiring berjalannya waktu hutan itu di tebang oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, Sering kali mantri-mantri (pihak perum perhutani) menebang kayu gelondongan membuat hutan jadi kering dimana dari tahun 1990 iku sampai tahun 2010 itu hutan sangat gundul. Tapi kita punya gagasan, pemikiran di hati nurani sendiri tumbuh dan berbicara bagaimana kalau hutan lindung ini rusak seperti ini otomatis yang rugi bukan hanya masyarakat, maupun para bejabat otomatis dampak yang mengalami kerugian ini adalah lingkungan kita sendiri yang tadinya bisa mengambil buah dari hutan dan tidak merusak hutan sekarang hutannya gundul di tebang oleh orang yang tidak bertanggung jawab . Dari sini lah kita timbul ide sehingga saya dan istri saya mulai menanam pohon kemiri dan berhasil tapi lama kelamaan hutan itu tetap gundul, dari pihak-pihak yang terkait pun jika di ajak menanam kembali hutan yang gundul tidak mau mulai dari pak mandor, pak mantri tidak ada yang mau bahkan masyarakat tidak ada yang mau padahal itu hutan statusnya gundul terus lama-lama masyarakat mengajak untuk menanam semua jenis pohon dengan hutan yang gundul tadi. Kami juga memberitahu kepada sinder yang ada di trowulan kami meminta izin kalau saya dan masyarakat sanggup menjadikan kembali hutan yang gundul akhirnya sinder2 tadi juga menerima atau mendukung akhirnya masyarakat pun guyup rukun menjaga hutan agar hutan tadi tidak di tebangi lagi.

Pada tahun 1999 itu kesadaran masyarakat mulai ada, ketika mereka tahu dari hasil panen yang ditanam. Hujatan itu berubah seketika masyarakat

1

Didapatkan dari wawancara dengan bapak Wagisan. Pada tanggal 28 November 2015 pukul 08.45 wib. Di tempat perkumpulan kelompok Kepuh

2

(66)

(67)

Gambar 3.2 Kegiatan Penanaman Hutan Bersama Masyarakat

(68)

dinikmati seluruh warga panennya. Harapannya adalah pemerintah bisa

berterima kasih kepada seluruh warga.3

Gambar 3.3 Daftar Tanaman yang telah di tanam

Sekarang sudah banyak pohon yang telah ditanam oleh kelompok Kepuh seperti yang gambar yang di atas. Hasil dari tanaman tersebut bisa di nikmati oleh semua makhluk hidup. Kelompok Kepuh merupakan sebuah kelompok yang mempunyai struktur dan juga mempunyai tujuan, program kerja seperti yang telah ada dibawah ini adalah profil dari kelompok Kepuh.

3

(69)

PROFIL KELOMPOK KEPUH

Gamabar 3.4 Logo Kelompok Kepuh

Gambar

Table 1.1 Nama-nama informan
  Gambar 3.1Peta Dusun Mendiro
Table 3.2 Kondisi dasar fisik Desa
 Table 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan jenis pala terlihat bahwa intensitas kerusakan tertinggi adalah 24,35% pada jenis pala Panjang, kemudian diikuti oleh pala Panjang (19,65 %), dan terendah

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mutasi gen rpoB Ser531Leu Mycobacterium tuberculosis pada sampel yang diambil dari penderita tuberkulosis paru di RSUP

Dengan demikian pelayanan bukan dimulai dari kegiatan dalam lingkungan gereja, Sekolah Tinggi Teologi, tidak dimulai dari kursus-kursus pelayanan, tetapi dari sikap hati dan

Sekolah Islamic Village sangat berharap jika mereka menggunakan teknologi informasi dalam Billing System mereka, dapat membantu memproses data menjadi informasi yang dibutuhkan

Ibu Dra Tri Yuniarti, M.M, selaku Ketua Program Studi Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya, sekaligus dosen wali yang telah banyak

cukup pada saat terjadi kekeringan. 9 Potensi arealnya sedikit, maka pengembangan air sumur dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan sumur dan intrusi air laut.. ‹

[r]

dengan alamat email sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.. Bank harus menyampaikan