• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Agresi Verbal Pada Pria Dewasa Awal Dengan Pendekatan Pola Asuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Agresi Verbal Pada Pria Dewasa Awal Dengan Pendekatan Pola Asuh"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Perilaku Agresi Verbal Pada Pria Dewasa Awal Dengan Pendekatan Pola Asuh

Endah Rahayuningsih

Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara mendalam dan runtut mengenai sebab, proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi verbal pada pria dewasa awal dengan pendekatan pola asuh. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan wawancara yang dilakukan kepada subjek dan significant others serta cross check terhadap akun jejaring sosial yang dimiliki oleh kedua subjek penelitian. Subjek penelitian yaitu dua orang pria dewasa awal yang berusia 20 tahun dan 25 tahun. Sesuai dengan teori Belajar Sosial dari Bandura, hasil penelitian ini menunjukan faktor-faktor yang melatarbelakangi terbentuknya perilaku agresi verbal yaitu, adanya proses modelling dari ibu kedua subjek yang menggunakan perkataan kasar untuk menghadapi dan menyelesaikan konflik. Secara kognitif kedua subjek memahami cara-cara yang dilakukan oleh ibunya yang dapat digunakan untuk menghadapi konflik dan mendapatkan apa yang di inginkan. Kedua subjek penelitian menggunakan perilaku yang serupa dengan model, yaitu menggunakan perkataan kasar untuk mendapatkan hal yang di inginkan, dan perilakunya tersebut dilakukannya kembali karena diperkuat oleh respon lingkungan yang cenderung mengalah meskipun sebetulnya merasa sakit hati.

Kata kunci : agresi verbal, modeling, kognitif, pola asuh

Abstract

(2)

and it strengthened by the environment that tends to defer even though they feel in dudgeon.

Keywords: verbal aggression, modeling, cognitive, parenting

PENDAHULUAN

Agresi merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji dan dipahami. Namun penelitian tentang agresi lebih banyak difokuskan pada pelaku tindak kekerasan secara fisik padahal sangatlah penting untuk memahami secara mendalam mengenai tindak kekerasan agresi non fisik dari sudut pandang sebagai pelaku (Hashima dan Finkelhor dalam Cristiansen & Evans, 2005). Penilaian ketika seseorang mengalami suatu tindakan yang sangat menyakitkan secara fisik dapat membantu memberikan gambaran lebih jelas mengenai bentuk kekerasan fisik yang lebih umum terjadi, sementara ketika yang dilihat adalah sudut pandang pelaku yang sering membuat tindakan yang sangat menyakitkan karena ucapannya terhadap orang lain, hal itu sering diabaikan sebagai perilaku agresi verbal (Cristiansen & Evans, 2005). Akibatnya, gambaran mengenai tindak kekerasan non fisik menjadi semu. Karena pada umumnya khalayak lebih familiar dengan kekerasan fisik. Disebabkan kekerasan fisik dapat langsung dapat dikenali dengan adanya tanda / bekas luka atau memar pada fisik, sedangkan kekerasan verbal tidak menimbulkan bekas luka yang nampak di fisik korban, tapi lebih tak dapat kasat mata, yakni mengalami penderitaan batin / sakit hati.

Fenomena agresi verbal tersebut menjadi fenomena yang memprihatinkan mengingat manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan dasar untuk berinteraksi dengan orang lain terutama untuk berteman (Richard & Schneider, 2005). Meskipun demikian perilaku agresi verbal sering di anggap sebagai suatu hal umum / lumrah yang terjadi didalam hubungan pertemanan. Umumnya perilaku kekerasan cenderung lekat dengan laki-laki di banding dengan perempuan. Hal ini dapat disebabkan oleh sosialisasi yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Dalam sosialisasi ditanamkan nilai-nilai dan norma-norma agar seseorang dapat berpartisipasi serta dapat diterima sebagai anggota kelompok masyarakatnya (Su’adah, 2003).

(3)

masa dewasa, yakni mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, hingga masa dewasa tidak akan terbentuk perilaku agresi fisik / verbal.

Huesman dkk. (Wanahari, 2000) berpendapat bahwa pola asuh yang diterima anak dari orang tuanya juga dipercaya memberikan kontribusi dalam bentuk dan berkembangnya perilaku agresi pada orang dewasa. Adanya orang tua sebagai model agresi memudahkan terciptanya perbendaharaan perilaku agresi pada orang dewasa, yang terbentuk mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, hingga berkembang ke masa dewasa. Agresi dan kebencian merupakan perilaku yang tidak dapat dihindari dari pengalaman masa anak-anak akibat pola asuh orang tuanya.

Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja, pada masa remaja memiliki emosi yang bergejolak dan sulit dikendalikan. Mereka menginginkan pendapatnya dan apa yang dilakukannya dihargai dan dihormati, jika tidak mereka tidak segan-segan untuk melakukan hal-hal yang sifatnya menentang, memberontak, bahkan melukai atau disebut juga dengan agresi. Hal-hal tersebut dilakukan karena remaja ingin dianggap dewasa, walaupun sebenarnya remaja masih dalam masa transisi menuju dewasa. Menurut Ronal (2006) bahwa, orang yang sudah dewasa akan matang dalam berpikir, mereka dapat mengemukakan pendapatnya dengan baik dan terkontrol, serta memiliki kemampuan untuk hidup mandiri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin mengetahui lebih jauh mengenai tindakan kekerasan non fisik (agresi verbal) yang dilakukan oleh pelaku, dalam kajian ini pria dewasa awal untuk memahami lebih jauh mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi pelaku melakukannya.

Perumusan Masalah

1. Mengapa pria dewasa awal dapat berperilaku agresi verbal ?

2. Bagaimana proses terbentuknya perilaku agresi verbal pada pria dewasa awal melalui pendekatan pola asuh ?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pria dewasa awal berperilaku agresi verbal dengan pendekatan pola asuh?

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai penyebab, proses dan faktor-faktor apa yang melatarbelakangi terbentuknya perilaku agresi verbal pada pria dewasa awal dengan pendekatan pola asuh.

Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Menghasilkan pemahaman mengenai penyebab, proses, serta faktor-faktor terbentuknya perilaku agresi verbal pada pria dewasa awal serta dapat memberikan sumbangan berupa beberapa pemikiran ilmiah dalam kajian psikologi klinis dan psikologi sosial.

2. Manfaat Praktis

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Perilaku Agresi Verbal

Menurut Buss (Elliot, 2002), perilaku agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang menjadi sasaran tersebut (baik secara fisik maupun secara verbal) dan langsung ataupun tidak langsung. Menurut Atkinson (2006) perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau harta benda. Menurut Pearce (Elliot, 2002).

Baron dan Bryne (2003) mendefinisikan perilaku agresi sebagai bentuk perilaku yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya perilaku tersebut.

Berkowitz (2003) mendefinisikan perilaku agresi verbal sebagai suatu bentuk perilaku atau aksi agresif yang diungkapkan untuk menyakiti orang lain, perilaku agresif verbal dapat berbentuk umpatan, celaan atau makian, ejekan, fitnahan, dan ancaman melalui kata-kata.

a. Teori-teori Perilaku Agresif a). Teori Psikoanalisa Freud

Bertindak agresif terhadap orang lain di anggap merupakan mekanisme untuk melepaskan energi destruktif sebagai cara melindungi stabilitas intrafisik pelakunya.

b). Teori Frustasi Agresi

Dalam hipotesis frustasi-agresi Dollard (Krahe,2005), agresi di jelaskan sebagai hasil suatu dorongan yang dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan deprivasi, sedangkan frustasi di definisikan sebagai interferensi eksternal terhadap perilaku yang di arahkan pada tujuan.

c). Neo-asosianisme kognitif

Berkowitz (Krahe, 2005) frustasi bukanlah merupakan satu-satunya penyebab terjadinya agresi. Tetapi adanya berbagai kejadian aversif yang dapat menimbulkan perilaku agresi, seperti ketakutan, kesakitan fisik, atau ketidaknyamanan secara psikologis dapat menjadi pemicu adanya perilaku agresif yang kuat, dalam model Neo-asosianisme kognitifnya. Berkowitz, menyajikan sebuah elaborasi mengenai jalur yang dilalui, mulai dari menemui sebuah kejadian aversif sampai mengalami kemarahan.

d). Teori Pengalihan Rangsangan

Teori ini khususnya berhubungan dengan kombinasi antara rangsangan fisiologis dan penilaian kognitif yang terlibat dalam pengalaman emosional mengenai kemarahan. Pendekatan juga mendukung pandangan agresi sebagai manifestasi perilaku manusiawi yang bersifat potensial, tetapi tidak mungkin di hindari (Krahe, 2005)

e). Pendekatan Sosial Kognitif

(5)

f). Model interaksi social

Tedeschi dan Felson (Krahe,2005), memperluas analisis perilaku agresif menjadi teori interaksi sosial mengenai tindakan koersif. Dalam teori ini tindakan koersif atau perilaku agresif adalah menyakiti orang lain atau membuat orang lain mematuhi tuntutan pelaku berdasarkan tiga tujuan utama, yaitu mengontrol perilaku orang lain, menegakkan keadilan, dan mempertahankan atau melindungi identitas positif.

g). Belajar Menjadi Agesif

Menurut tokoh teori ini yakni Albert Bandura, anak belajar tingkah laku baru dengan melihat orang lain (model) yang melakukannya dan mengamati konsekuensi dari sejumlah tingkah laku (Bandura dalam Hudaniah & Dayakinisi, T. 2006). Ketika menganalisa perilaku seseorang ada tiga hal penting yang harus di amati, yakni kognitif, perilaku dan setting lingkungan. Teori pembelajaran sosial menjelaskan tingkah laku manusia dalam hubungan titik balik interaksi berkelanjutan antara kognitif, tingkah laku dan faktor lingkungan (Bandura dalam Hergenhahn, B.R. & Olson, H. M. 2008).

a). Kognitif

Merupakan cara berasumsi dan penilaian individu yang dibentuk dari hasil pengamatannya terhadap seseorang / individu (model) dalam suatu peristiwa dan kejadian yang berlangsung. Hasil pengamatan dari peristiwa tersebut akan membentuk suatu pola pemikiran mengenai harapan, dan setelah itu membentuk perilaku individu selanjutnya.

b). Lingkungan

Berbagai macam peristiwa dan kejadian baik yang biasa berlangsung ataupun tidak dalam setting lingkungan ini akan berpengaruh terhadap daya pikir individu / pengamat.

c). Perilaku

Merupakan hasil aktualisasi diri dari hasil pengamatan terhadap model yang berada pada setting lingkungan yang telah terbentuk sebelumnya dari proses kognisi individu tersebut. Perilaku yang terbentuk dari individu tersebut mempunyai harapan dan tujuan.

Behavioral productions process (proses pembentukan perilaku) menentukan sejauh mana hal-hal yang telah di pelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan atau performa. Pertama, perilaku model diamati, kemudian pengamat meniru respon dari model, dan akhirnya respon yang sama diperkuat. Setelah belajar terjadi dengan cara ini, pengamat / individu akan mempertahankan perilakunya tesebut sebagai penguatan dalam setting natural (Bandura dalam Hergenhahn, B.R. & Olson, H. M. 2008)

a. Jenis-jenis Perilaku Agresi Verbal

(Buss dalam Dayakinisi dan Hudaniah, 2003) menyatakan bahwa ada beberapa jenis perilaku agresi verbal, yaitu :

(6)

2. Agresi Verbal Pasif Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang di lakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan dengan individu atau kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung seperti, menolak bicara, bungkam.

3. Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya , seperti menyebar fitnah, mengadu domba.

4. Agresi Verbal Pasif Tidak Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara.

Jenis-jenis agresif yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Agresi Verbal Aktif Langsung.

2. Pengertian Pria Dewasa Awal

Dewasa atau dalam bahasa inggris yakni adult, kata Adult sendiri berasal dari kata Latin bentuk past participle dari kata kerja Adultus yang berarti setelah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Makna dari istilah adult adalah individu telah menyelesaikan proses pertumbuhan fisiknya, dan siap menerima peran dan kedudukan di masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Sedangkan menurut Hurlock (2006) dewasa awal dikatakan bahwa merupakan suatu metode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa awal ini, dimulai pada usia 20 tahun dan berakhir sampai kira-kira umur 35 tahun (Schaie & Willis, 2002). 3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Tugas perkembangan dewasa awal adalah keakraban / keintiman (Ericson, 2008). Dewasa awal bergerak dari penekanan utama dalam perkembangan identitas pribadi seseorang, walaupun hal tersebut masih terjadi pada beberapa tingkatan untuk membuat ikatan dengan orang lain yang menghasilkan hubungan intim. Ada kekuatan etik untuk membuat komitmen dan dipatuhi oleh mereka. Selama waktu ini, orang dewasa mengembangkan pertemanan abadi dan mencari pasangan atau menikah dan terikat dalam tugas awal sebuah keluarga (Ericson dalam Stolte, 2001).

4. Perilaku Agresi Verbal Pada Pria Dewasa Awal

Agresi terjadi akibat faktor lingkungan, keluarga, sekolah, media, budaya dan peer group. Komplesitas masalah keluarga seperti ketidakhadiran ayah, ibu menderita depresi, kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, perceraian, ketidakharmonisan orang tua, dan ketidakmampuan sosial ekonomi, faktor lingkungan sekolah atau tempat tinggal yang kurang baik, seperti guru memberikan contoh kurang baik kepada siswa, serta faktor karakteristik individu yang merupakan faktor penyebab tindakan agresi yang signifikan, salah satunya agresi verbal (Wolf dalam Pearce, Elliot, ed., 2007).

5. Pengertian Pola Asuh

(7)

hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya (Donelson, E. 2000)

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2011), metode penelitian kualitatif dalam paradigma fenomenologi berusaha memahami arti (mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Strategi penyelidikan phenomenology, adalah penelitian untuk menggambarkan, menyelidiki, menemukan serta memahami struktur esensi fenomena (gejala) berdasarkan pengalaman yang di alami oleh individu (Himam, 2005).

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis), yaitu menemukan makna yang terkandung dari setiap uraian cerita informan. Dalam Content Analisys isi mengacu pada kata-kata, arti atau makna, gambar, simbol, ide-ide atau tema-tema yang dikomunikasikan pleh teks (Poerwandari, 2007).

Sampel yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang di anggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin sebagai penguasa sehingga akan memudahkan penulis menjelajahi obyek atau situasi sosial yang di teliti (Sugiyono, 2011). Pengambilan sampel ini dilakukan pada dua orang pria dewasa awal berusia 20-30tahun yang menggunakan perkataan kasar dan kotor saat menghadapi suatu konflik

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) metode wawancara semi terstruktur. Interviewer akan mengatur sendiri urutan pertanyaan, pelaksanaan wawancara ada guide, ada pedoman, tetapi pertanyaannya dinyatakan secara semu, disesuaikan dengan kondisi. Wawancara dilakukan kepada orang-orang terdekat subjek, diantaranya istri, sepupu, teman dekat. (2) Observasi non partisipan atau partisipasi pasif (passive participation), yaitu pengamat datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 2011). Observasi dilakukan di luar proses wawancara yaitu di rumah kedua subjek dan di asrama tempat berkumpul kedua subjek dengan bentuk pencatatan anecdotal record dan juga selama wawancara berlangsung yang memungkinkan untuk memperoleh data yang sifatnya non verbal, antara lain: gerakan tubuh, mimik muka atau eksperi wajah dan intonasi suara informan saat wawancara serta juga tentang bagaimana kondisi informan penelitian yang dalam hal ini adalah pelaku dari agresi verbal itu sendiri.

(8)

diungkap dalam penelitian ini. Selain itu dilakukan cross check terhadap masing-masing akun jejaring sosial kedua subjek.

Uji kredibilitas atau keterpercayaan terhadap penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan banyak metode, salah satunya triangulasi. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data dan metode. Sumber data dalam penelitian ini yaitu kedua subjek penelitian, saudara sepupu subjek pertama, istri subjek kedua dan teman dekat dari kedua subjek penelitian, sedangkan triangulasi metode yaitu dengan membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi.

HASIL PENELITIAN

Subjek pertama berasal dari keluarga yang mempunyai hubungan dekat antar anggota keluarga subjek dan kakek yang selalu memaksakan kehendak dengan menggunakan bahasa kasar. Sedangkan subjek kedua berasal dari keluarga yang memiliki hubungan tidak terlalu dekat dengan anggota keluarga lainnya. Subjek pertama dibesarkan dengan didikan ibu yang lebih dominan dibanding ayah, dan subjek pertama lebih dekat ke ibu, karena ayahnya sulit berbagi dalam hal keuangan. Subjek kedua dibesarkan dengan didikan ibu yang lebih dominan dan sikap ayah dari subjek kedua tidak terlalu mempedulikan anaknya. Kedua subjek memiliki masing-masing ayah yang tidak terlalu peduli terhadap subjek, dan ketika berbicara sering kasar kepada anaknya. Subjek penelitian pertama dan kedua sering melihat konflik dan respon yang terjadi antara kedua orangtua subjek masing-masing, yaitu beradu argumen dengan perkataan kasar. Kedua subjek penelitian mendapatkan teguran dengan perkataan kasar oleh ibunya masing-masing, ketika melakukan kesalahan. Subjek pertama merasa lebih takut kepada ibunya karena di anggap galak, dan sering melarang subjek dengan ucapan yang kasar. Subjek kedua memiliki ibu yang sering memarahi subjek dengan perkataan kasar dan subjek merasa takut. Kedua subjek menganggap wajar perkataan kasar yang sering dilontarkan anggota keluarganya dalam berkomunikasi sehari-hari, karena kedua subjek besar dan tumbuh dalam lingkup keluarga yang terbiasa melontarkan perkataan kasar, sehingga mau ataupun tidak subjek harus menerimanya. Subjek pertama tidak mempermasalahkan saat dimarahi dengan ucapan kasar oleh ibunya, dan subjekpun tidak berani melarangnya. Subjek kedua menganggap wajar ucapan dan teguran dengan perkataan kasar dari kedua orang tuanya yang sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua subjek berpendapat bahwa dengan memarahi menggunakan perkataan kasar kepada orang lain, maka orang tersebut akan menjadi patuh melihat dari konflik yang terjadi pada kedua orangtuanya

(9)

perkataan kasar dan kotor. Selain itu, masing-masing subjek juga mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapannya tersebut setelah mengupdate perkataan kasarnya saat mengalami konflik di akun jejaring sosialnya.

PEMBAHASAN

A. Penyebab Perilaku Agresi Verbal Pada Kedua Subjek Dengan Pendekatan Pola Asuh

Kedua subjek penelitian dibesarkan dalam lingkup keluarga yang masing-masing memiliki ibu sebagai sosok yang paling dominan dalam keluarga. Subjek pertama sering melihat ibunya memarahi ayahnya dengan perkataan kasar dan yang terjadi setelah itu adalah ayahnya menjadi patuh terhadap ibunya. Begitu juga terhadap subjek kedua yang mengamati ibunya sebagai sosok yang dominan dalam keluarga, yang sering memarahi ayahnya dan respon ayah setelah itu adalah menuruti kemauan ibu subjek. Selain mengamati langsung masing-masing dari ibu kedua subjek, subjek penelitian ini sama-sama mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari ibunya masing-masing yakni sering dibentak, dan dimarahi dengan perkataan kasar oleh ibunya.

Sesuai dengan penelitian Galambos dkk, 2003, bahwa pola pengasuhan orangtua dari segi perlakuan dan komunikasi baik, maka terbentuknya perilaku agresi fisik / verbal pada anak sangat rendah. Penelitian ini sesuai dengan pernyataan kedua subjek, bahwa kedua subjek sering dimarahi oleh ibunya masing-masing dengan perkataan kasar. Huesman dkk. ( Wanahari, 2000) berpendapat bahwa pola asuh yang diterima anak dari orang tuanya juga dipercaya memberikan kontribusi dalam bentuk dan berkembangnya perilaku agresi pada orang dewasa. Adanya orang tua sebagai model agresi memudahkan terciptanya perbendaharaan perilaku agresi pada orang dewasa, yang terbentuk mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, hingga berkembang ke masa dewasa. Agresi dan kebencian merupakan perilaku yang tidak dapat dihindari dari pengalaman masa anak-anak akibat pola asuh orang tuanya. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat kedua subjek penelitian, bahwa mereka sama-sama mengamati model dari masing-masing subjek yang berperilaku agresi verbal dalam lingkup keluarganya.

B. Proses Terbentuknya Perilaku Agresi Verbal Pada Kedua Subjek Dengan Pendekatan Pola Asuh

Kedua subjek mengamati ibunya masing-masing yang sering memarahi dengan perkataan kasar kepada anggota keluarga lainnya, dan respon anggota keluarga yang di marahinya menjadi patuh. Kedua subjekpun menyimpulkan dari hasil pengamatan terhadap sosok ibunya masing-masing, bahwa dengan memarahi menggunakan perkataan kasar maka akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang inginkan. Maka dari itu, kedua subjek berperilaku yang sama terhadap orang-orang terdekatnya bila menghadapi suatu konflik dan hasilnya orang-orang terdekat dari masing-masing kedua subjek tidak berani melawan saat kedua subjek meluapkan kemarahannya dengan perkataan kasar.

(10)

yakni mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, hingga masa dewasa tidak akan terbentuk perilaku agresi fisik / verbal. Sedangkan gaya pengasuhan orangtua yang kurang baik akan membentuk proses kognisi individu yang hidup dalam lingkungan keluarga tersebut, sehingga pembentukan kognisi individu tersebut akan merancang bagaimana perilaku yang akan dibentuk selanjutnya, dan bila hasilnya sebanding dengan yang diharapkan oleh individu tersebut, maka perilaku yang dilakukannya akan cenderung untuk dilakukan kembali.

Terbentuknya perilaku agresi pada kedua subjek tersebut sesuai dengan hasil penelitian Bandura, Ross, dan Ross (2003) terhadap siswa TK, yang dipertontonkan sebuah film kekerasan yang berjudul Rebel Without a Cause, film tersebut menunjukan agresivitas yang diperankan oleh model dewasa. Satu kelompok anak melihat model yang agresif itu diperkuat. Kelompok kedua melihat model yang agresif itu dihukum. Kemudian anak-anak dalam kelompok tersebut dipertemukan dengan sebuah boneka besar, dan tingkat agresivitas terhadap boneka itu lalu di ukur. Seperti yang diduga, anak yang melihat model diperkuat setelah melakukan tindak agresif, cenderung bertindak menjadi anak yang agresif dengan memukul-mukul boneka yang ada dihadapannya, sedangkan anak yang melihat model dihukum cenderung paling tidak agresif. Perilaku yang dimunculkan oleh kelompok pertama tersebut membuktikan mereka telah belajar agresif dengan pola perilaku melalui peniruan menjadi paling jelas ketika anak dihasut untuk agresi pada kesempatan berikutnya. Dengan kata lain, apa yang mereka lihat dilakukan atau dialami orang lain akan mempengaruhi perilaku mereka.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Agresi Verbal Pada Kedua Subjek

a) Faktor Keluarga

(11)

kurang tepat. Penelitian tentang interaksi antara sumber-sumber pengetahuan orang tua dan kontrol psikologis yang baik dalam menumbuh kembangkan anak secara relasional dari segi sikap pola asuh dan komunikasi ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa terbentuknya perilaku agresi, baik fisik / verbal akan sangat rendah karena salah satu dari faktor pola asuh orang tua yang baik. Artinya, bahwa pola asuh / cara orang tua menumbuh kembangkan anak dengan perilaku yang positif, maka perilaku agresi akan menunjukan tingkat yang rendah pada sikap anak.

Pengalaman pada waktu masih kecil memiliki kemungkinan untuk menjadikan anak sebagai pelaku tindakan agresi, sehingga sewaktu dewasa bisa menjadi agresif. Thompson dan Meyer (Gross, 2007) menyatakan bahwa perilaku agresi dipengaruhi oleh pengalaman individu saat kecil, mengenai bagaimana individu diperlakukan oleh orangtuanya. Sesuai dengan pernyataan subjek, pada subjek pertama menyatakan bahwa sejak kecil subjek sering dimarahi dengan perkataan kasar oleh ibunya. Sedangkan pada subjek kedua menyatakan bahwa subjek pernah dipukul dan sering dibentak dengan perkataan kasar oleh ibunya.

Kondisi tidak menyenangkan yang diciptakan oleh orangtua dapat berupa memberikan sikap dingin, acuh, tidak konsisten dari apa yang diinginkan si anak, serta memberikan hukuman yang brutal jika si anak tidak mematuhi perintah (Galambos dkk, 2003). Hal ini sesuai dengan pernyataan kedua subjek, pada subjek pertama menyatakan bahwa subjek sering dimarahi setelah berbuat kesalahan dan langsung didiamkan oleh ibunya. Sedangkan pada subjek kedua menyatakan bahwa ayahnya bersikap acuh saat dirinya dimaki oleh ibunya.

Hubungan keluarga yang menciptakan kenyamanan bagi setiap anggota keluarga akan berdampak positif dibanding dengan keluarga yang sering terjadi konflik satu sama lain, atau bahkan anak yang tumbuh dalam keluarga broken home, hal tersebut dikarenakan mereka tumbuh hanya dengan memiliki satu orangtua saja bukan dua sehingga mereka belajar untuk tidak menerima norma dan nilai-nilai tradisional masyarakat (Tremblay, 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan kedua subjek bahwa mereka sejak kecil sering melihat konflik yang terjadi terhadap orangtuanya masing-masing.

b). Faktor Personal

(12)

Sedangkan subjek kedua sering memention orang yang dimarahi dengan perkataan kasar di akun jejaring sosialnya, supaya orang tersebut takut dan banyak orang yang mendukung subjek dengan memarahi orang lain menggunakan perkataan kasar, hal itu merupakan kesenangan dan kepuasaan tersendiri bagi subjek kedua.

Pernyataan yang diungkap oleh kedua subjek bahwa mereka sering melihat konflik yang terjadi antara orang tuanya dengan menggunakan perkataan kasar, dan ibunya sering memarahi anggota keluarganya termasuk kedua subjek dengan perkataan kasar, dan yang terjadi anggota keluarga dan kedua subjek yang dimarahinya menjadi patuh. Maka, kedua subjek menyimpulkan dari hasil pengamatannya yakni dengan memarahi seseorang dengan perkataan kasar akan memperoleh apa yang diharapkannya, sesuai dengan pernyataan kedua subjek bahwa mereka memarahi dengan perkataan kasar supaya orang yang dimarahinya menjadi takut dan patuh. Sehingga kedua subjek ini sampai pada masa dewasa awal sering menyelesaikan konflik dengan cara memarahi menggunakan perkataan kasar karena kedua subjek dari masa kanak-kanak terbiasa dengan perlakuan dari keluarga khususnya ibunya sering memarahi kedua subjek dan anggota keluarga lainnya dengan perkataan kasar, serta, dari perilakunya tersebut mendapatkan hasil yang sesuai harapannya. Pernyataan kedua subjek tersebut sesuai dengan penelitian yang dipaparkan oleh Tremblay (2008), terhadap pria yang sudah memasuki masa dewasa awal, yang menemukan bahwa perilaku agresi yang muncul pada pria tersebut sebenarnya telah subjek pelajari berapa puluh tahun ke belakang. Artinya perilaku agresi yang ada pada pria dewasa awal tersebut, tidak langsung terjadi saat memasuki usia dewasa, tapi merupakan bentuk konkrit yang telah dipelajari dari masa kanak-kanak.

PENUTUP Kesimpulan

1. Penyebab Perilaku Agresi Verbal Pada Pria Dewasa Awal

Sejak kecil pengamat mengamati langsung model yang melakukan kekerasan verbal dalam keluarganya, adanya hubungan keluarga yang sering mengalami konflik, serta pengamat mengalami kekerasan verbal dari masing-masing model yang di amati, misalnya sering dimarahi oleh model tersebut dalam keluarganya dengan perkataan kasar.

(13)

di inginkannya, yaitu masing-masing orang terdekatnya menjadi patuh. Sehingga pengamat kembali melakukan hal yang sama dalam menyelesaikan konflik karena adanya penguat dari lingkungan berupa reward atas perlakuan agresi verbalnya tersebut.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pria Dewasa Awal Berperilaku Agresi Verbal

a. Faktor Keluarga

Berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam ruang lingkup kehidupan keluarga pengamat yang dapat memicu terjadinya perilaku agresi, misalnya; pengalaman pada waktu masih kecil orangtua dari masing-masing pengamat sering memarahi dengan perkataan kasar, keluarga masing-masing pengamat terbiasa menyelesaikan konflik dengan jalan mengumpat atau memaki, kondisi tidak menyenangkan yang diciptakan oleh orangtua dapat berupa memberikan sikap dingin dan acuh.

b. Faktor Personal

Pengamat memiliki sifat tidak ingin mengalah terhadap orang lain dan ingin menjadi sosok yang dominan dalam lingkup hubungan sosial mereka, yaitu dengan melontarkan perkataan kasar terhadap orang terdekatnya, supaya orang terdekatnya menjadi patuh dan pengamat merasa puas atas reward dari perlakuannya itu. Hal yang dilakukan pengamat tersebut merupakan hasil pengamatannya langsung terhadap model yang berperilaku agresi verbal, bahwa dengan berperilaku agresi verbal akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkannya.

B. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode fenomenologi serta metode penelitian yang lebih mendalam, sehingga penelitian ini memperlihatkan struktur gambaran perilaku agresi yang muncul pada kedua subjek secara lebih detail. Adapun kekurangan penelitian ini adalah sampling yang digunakan hanya dua orang subjek, dari latar belakang keluarga yang hampir sama, dan dari etnis yang sama juga.

C. Saran

1. Saran Teoritis

Untuk penelitian selanjutnya yang tertarik ingin mengkaji mengenai agresi verbal dalam bidang kajian yang sama, disarankan untuk menambah jumlah responden penelitian dari latar belakang keluarga yang berbeda, etnis dan budaya yang berbeda juga sehingga hasil yang diperoleh lebih beragam. 2. Saran Praktis

Upaya untuk mencegah perilaku agresi verbal sejak dini sebaiknya dilakukan melalui good parenting.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, Rita L (2006). Pengantar Psikologi (11th ed). Jakarta :Interaksara

(14)

Bandura, A. & Ross, S.A (2003). Imitation Of Film – Mediated Aggressive Models. Journal Of Abnormal And Social Psychology, Vol. 66 (1) : 3-11

Baron, R. A & Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial jilid 1 edisi kesepuluh. Alih Bahasa: Mari Jumiati. Jakarta: Erlangga.

Berkowitz, L. (2003). Agresi 1, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Dayakisni, T., dan Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial buku 1 : Edisi Revisi.Malang : UMM Press.

Davidoff, (2001). Psikologi Umum. Jakarta: Erlangga

Donelson, E. (2000). Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita. Yogyakarta : Kanisius

Ericson, D, Old, S, Feldman, R. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Evan, Christianse, J.S. (2005). Verbal Aggression Effect Adults After Growth. Horm. Ress. 44

Gaertner, A. E & Jamie L. Rathert, (2010). Sources Of Parental Knowledge as Moderators Of The Relation Between Parental Psychological Control and Relational and Physical / verbal Aggression, Journal of Verbal Aggression, Vol. 10 : 607-616.

Hongling. Xie & Dylan J. Swift, (2008). Aggressive Behaviours In Social Interaction And Developmental Adaptation : A Narrative Analiysis Of Interpersonal Conflicts During Early Adolescence, Journal Of Clinical Psychologi, Vol 8 (3) : 79-89

Havighurst. (2003). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Hergenhahn, B.R. & Olson, H. M. (2008). Theories Of Learning (Teori Belajar). Jakarta : Kencana Media Group

Himam, F. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Workshop. Yogyakarta. Lembaga Pendidikan Psikologi Industri Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

Hudaniah & Dayakinisi, T. (2006). Psikologi Sosial. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang

(15)

Jarvis, P & Holford, J. (2003) .The Theory and Practice Of Learning. United States : Great Britain

Koeswara, E, (1998). Agresi Manusia. Bandung: PT Erasco.

Krahe, B, (2005). Perilaku Agresif, Buku Panduan Psikologi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya

Moleong, L.J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya

Muhadjir, N. (2007). Metodologi Keilmuwan : Paradigma Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta : Rake Sarasin.

Pearce, Elliot,(2002). Verbal agression.

Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Edisi Ketiga. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sadorki dan Sadock, (2003). Dampak dan Harapan Korban Kekerasan : Kalam Hidup.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sarwono, S.W. Psikologi Remaja, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, (2004) Schaie & Willis. 2002. Health Psychology. Amerika Serikat : John Wiiley & Sons, Inc.

Schneider, Kerri M. 2002. Aggression and Cardivascular Response in Children. Journal Of Pediatric Psychology, Vol.27 (7) : 565-573

Schumacher, Julie A. & Kenneth, E.L. (2001). Husband’s and Wives Marital Adjusment, Verbal Aggression, and Physical Aggression as Longitudinal Predictors of Physical Aggression in Early Marriage, Journal of Clinical Psychology, Vol.73 (1): 28 -37

(16)

Simmons, S., & Simmons, J.C., Jr (2002). Measuring Emotional Intelligence : the ground Breaking Guide To Applying The Principles Of Emotional Intelligence. Arlington, Texas : The Summit Pub. Group

Strauss, A. & Corbin, J. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Stolte, Karen M. (2001). Diagnosa Keperawatan Sejahtera. Jakarta: EGC Sua’dah. (2003). Sosiologi Keluarga. Malang : UMM Press.

Sugiyono, J. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R dan D. Bandung: Alfabeta

Tremblay, E.R. (2008). Development Of Physical Aggression From Early Chilhood to Adulthood, Journal Of Clinical Psychology, Vol.9 (2) : 56-69

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian dan pengamaatan dapat dilihat bahwa karakteristik PO berupa jumlah pulsa, muatan rata-rata, muatan maksimum dan muatan total, sebagai

Simpulan dari penelitian ini adalah inovasi pengolahan limbah belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh responden sehingga penelitian ini sampai pada tahap persuasi untuk

[r]

Penelitian ini hanya mencari penyebab kesalahan mahasiswa semester VI Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang UPI dalam menggunakan ungkapan Hoshii, Hoshigatteiru dan

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang penyakit ISPA pada pengrajin batu bata di Desa Dawuhan, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga Tahun 2013 (

Dysfunctional audit behavior diukur dengan bagaimana seorang auditor menerima beragam bentuk perilaku disfungsional yang meliputi: penyelesaian tugas audit tanpa

Dapat menambah pengetahuan peneliti sebagai calon guru mengenai pentingnya kegiatan MGMP sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan kinerja guru dalam mengelola

Pancakarsa Bangun Reksa merupakan perusahaan produsen sterilizer yang mengalami berbagai risiko dalam kegiatan supply chain, seperti keterlambatan tibanya bahan baku, salah