• Tidak ada hasil yang ditemukan

Index of /ProdukHukum/kehutanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Index of /ProdukHukum/kehutanan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SECARA MASAL

Oleh :

Atok Subiakto2) ABSTRAK

Dewasa ini usaha sektor pembibitan terlihat mulai bergairah. Sebagai ilustrasi besarnya peluang usaha di sektor pembibitan adalah bila program Gerhan yang setiap tahunnya akan merehabilitasi 500.000 ha lahan kritis. Dengan kerapatan penanaman 625 pohon per ha, maka gerakan penanaman ini akan membutuhkan bibit setiap tahunnya 312 juta bibit. Pengadaan bibit dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Pengadaan bibit secara vegetatif memerlukan tambahan

input teknologi yang berpengaruh terhadap perhitungan harga bibit. Dari hasil

analisa harga teknis (belum memperhitungkan keuntungan) bibit asal biji (Lampiran 1, 2, dan 3), tampak adanya perbedaan harga bibit atas dasar lamanya bibit di persemaian. Harga bibit dengan periode perawatan 4 bulan adalah Rp 560,-, bibit dengan periode perawatan 6 bulan Rp 636,-, dan bibit dengan periode perawatan 12 bulan Rp 784,-. Harga teknis bibit stek yang diproduksi dengan teknik KOFFCO apabila menggunakan rumah kaca seluas 400 m2 dengan kapasitas 192.000 bibit/tahun dan tidak menggunakan polytube (Lampiran 4) adalah Rp 829,-. Sedangkan bila menggunakan polytube harga teknis bibit menjadi Rp 1.329,- (Lampiran 5). Tampak dengan adanya input teknologi KOFFCO, bibit stek dengan periode perawatan 12 bulan harganya lebih tinggi antara Rp 45,- s/d Rp 545,- dari harga bibit asal biji dengan periode perawatan yang sama namun tidak memerlukan teknologi khusus (Lampiran 3).

Kata kunci : Dipterokarpa, perbanyakan generatif, perbanyakan vegetatif dan KOFFCO system

I. PENDAHULUAN

Pembibitan merupakan awal dari upaya untuk meraih segala manfaat yang dapat diberikan oleh pohon. Salah satu tujuan penting dari pemanfaatan pohon dan bibit adalah mengusahakannya untuk mendapatkan keuntungan finansial. Manfaat ini telah dinikmati oleh pengusaha-pengusaha di sektor pembibitan, baik nasional maupun internasional. Dewasa ini usaha sektor pembibitan terlihat mulai bergairah. Sebagai ilustrasi besarnya peluang usaha di sektor pembibitan adalah dengan mengacu pada program Gerhan yang setiap tahunnya akan merehabilitasi 500.000 ha lahan kritis. Dengan kerapatan penanaman 625 pohon per ha, maka gerakan penanaman ini akan membutuhkan bibit setiap tahunnya 312 juta bibit. Bila rata-rata harga bibit adalah Rp 1.000,- maka setiap tahunnya ada transaksi jual beli bibit sebesar Rp 312 milyar. Jadi, peluang usaha pembibitan di Indonesia dinilai memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Sejak tahun 2003 kegairahan usaha pembibitan mulai tampak dengan bermunculannya perusahaan-perusahaan penangkar bibit di hampir seluruh provinsi Indonesia. Sudah barang tentu perusahaan penangkar bibit dituntut untuk dapat memproduksi bibit berkualitas

1Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan.

Padang, 20 September 2006. 2

(2)

dan layak diusahakan secara ekonomis, tentunya dengan harga yang bersaing. Untuk dapat menghasilkan bibit berkualitas membutuhkan sumber benih yang terseleksi dan teknologi yang tepat guna untuk memproduksi bibit berkualitas (Schmidt, 2000). Untuk dapat memproduksi bibit secara ekonomis dengan harga yang bersaing, diperlukan analisa harga bibit sesuai dengan target produksi serta investasi yang ditanam.

Makalah ini disiapkan untuk membantu para penangkar bibit dan pengelola persemaian dalam melakukan analisa untuk menentukan harga bibit, baik yang diproduksi secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek). Makalah ini juga menyajikan informasi berkaitan dengan mekanisme teknologi stek KOFFCO

system, analisa kebutuhan tenaga dalam pengelolaan persemaian serta perhitungan harga bibit. Informasi tersebut merupakan rangkuman dari hasil-hasil penelitian serta pengalaman yang diperoleh selama pelaksanaan proyek kerjasama antara Badan Litbang Kehutanan, JICA, dan Komatsu Ltd.

Analisa kebutuhan tenaga dan perhitungan harga bibit merupakan informasi yang diperlukan untuk :

a. Kajian kelayakan ekonomi pada investasi di sektor pembibitan

b. Penentuan harga bibit berkualitas

c. Pembuatan manual pembibitan skala operasional

Isi makalah ini lebih diarahkan sebagai rujukan untuk analisa kebutuhan

tenaga dan perhitungan harga untuk produksi stek dengan KOFFCO system.

Sedangkan manual teknis KOFFCO system ditulis dan akan diterbitkan oleh

proyek JICA. Diharapkan makalah ini dapat dimanfaatkan, baik institusi pemerintah yang terkait dengan masalah pembibitan maupun oleh pihak swasta yang akan dan telah berinvestasi di sektor pembibitan.

II. PERBANYAKAN VEGETATIF SECARA MASAL

Metode perbanyakan vegetatif yang digunakan untuk produksi bibit secara masal telah diaplikasikan pada beberapa jenis pohon hutan di Indonesia antara

lain Tectona grandis (jati), Eucalyptus pellita (ekaliptus), dan Acacia mangium

(akasia). Penerapan teknik propagasi vegetatif untuk produksi bibit secara masal harus mempertimbangkan nilai tambah dari bibit yang dihasilkan serta biaya produksinya. Alasan digunakannya propagasi vegetatif untuk perbanyakan secara masal antara lain adalah agar diperoleh keturunan dari pohon induk yang memiliki keunggulan genetik (Zobel & Talbert, 1984). Jadi, penerapan teknik propagasi vegetatif secara masal sangat berkaitan erat dengan program pemuliaan dari jenis target. Hal lain yang juga menjadi alasan digunakannya teknik propagasi vegetatif adalah sulitnya untuk mendapatkan pasokan benih dari jenis target untuk diperbanyak misalnya sungkai dan meranti. Atau perbanyakan vegetatif lebih efisien untuk diterapkan seperti pada jenis angsana dan gamal.

Beberapa teknik perbanyakan vegetatif yang sering dimanfaatkan untuk produksi bibit pohon hutan secara masal dijelaskan berikut ini.

A. Kultur Jaringan

Teknologi kultur jaringan merupakan terobosan iptek bioteknologi dalam budidaya tanaman. Keunggulan teknik ini seringkali diasosiasikan dengan lahirnya

revolusi hijau kedua (Hartman et al., 1990) karena memungkinkan untuk

perbanyakan secara masal dari pohon induk superior, sehingga dapat

(3)

meningkatkan efisiensi pengelolaan karena tingkat homogenitasnya yang tinggi. Namun demikian tingkat homogenitas bibit yang tinggi secara teoritis akan semakin rentan terhadap serangan hama dan penyakit.

Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan pada media steril dan dengan kondisi aseptik. Secara teoritis teknik ini memunginkan perbanyakan dari hanya sepotong kecil jaringan tanaman menjadi jutaan tanaman baru yang utuh. Namun demikian aplikasi teknik ini memerlukan fasilitas laboratorium khusus untuk dapat dilaksanakannya perbanyakan secara aseptik serta SDM yang berpendidikan khusus. Oleh sebab itu harga bibit yang dihasilkan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan teknik perbanyakan konvensional lainnya.

B. Stek Pucuk

Teknik yang tergolong sederhana namun dapat digunakan untuk produksi masal bibit secara vegetatif adalah teknik stek pucuk (Kantarli, 1993; Zabala, 1993). Pada dasarnya teknik stek pucuk merupakan perkembangan dari stek batang yang telah dimanfaatkan untuk perbanyakan masal beberapa jenis tanaman tertentu. Namun demikian aplikasi stek batang hanya dapat dilakukan pada jenis-jenis yang terbatas seperti murbei, sungkai, dan angsana. Stek pucuk memungkinkan dilakukan perbanyakan vegetatif dari jenis-jenis yang sulit diperbanyak dengan stek batang seperti meranti, tengkawang, dan eboni.

Teknik stek pucuk memanfaatkan potongan bagian pucuk juvenil dengan menyertakan bagian daunnya. Daun diperlukan untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesa yang menghasilkan karbohidrat yang diperlukan untuk

pembentukan akar (Leakey et al., 1982). Oleh sebab itu stek pucuk tidak dapat

dilakukan pada kondisi tertutup (gelap).

Untuk perbanyakan secara masal jenis-jenis pohon hutan, stek pucuk merupakan teknik penting karena sederhana dan telah diaplikasikan pada skala operasional pembangunan hutan tanaman. Metode yang telah dikembangkan

untuk aplikasi stek pucuk, adalah teknik KOFFCO system.

C. KOFFCO System

Teknik stek pucuk KOFFCO akronim dari Komatsu – FORDA Fog Cooling

system merupakan paket teknologi yang dikembangkan oleh Badan Litbang

Kehutanan berkerjasama dengan Research Center, Komatsu Ltd (Sakai et al.,

2002). Teknik KOFFCO dikembangkan untuk perbanyakan jenis-jenis meranti. Teknik KOFFCO sendiri adalah teknik pendinginan rumah kaca melalui pengkabutan (Gambar 1 dan 2) namun demikian teknologi stek yang dikembangkan mencakup proses pembuatan stek, pembentukan akar stek, dan perawatan bibit hasil stek. Secara ringkas proses pembuatan stek pucuk dimulai

dari pengadaan bahan stek. Selanjutnya potongan stek pucuk ditanam pada

pot-tray dengan media campuran serbuk kelapa dan sekam padi (perbandingan 2 : 1).

Selanjutnya pot-tray dengan stek ditempatkan dalam kotak propagasi yang terbuat

dari plastik PVC transparan dan ditempatkan dalam rumah kaca dengan pendingin KOFFCO. Pengamatan perakaran dilakukan 12 minggu setelah penanaman. Bahan stek pucuk meranti dapat diperoleh dari anakan alam, kebun pangkas atau

dari persemaian dengan teknik pemangkasan bergulir (Subiakto et al., 1999).

Mekanisme pendinginan dari sistem ini adalah sebagai berikut: apabila sensor yang ditempatkan dalam kotak propagasi mendeteksi temperatur telah melampaui

(4)

mengaktifkan pompa bertekanan tinggi. Air yang dialirkan melalui nozel akan menghasilkan kabut dengan partikel air yang sangat kecil. Kabut akan segera menguap dan dalam proses penguapan akan menyerap panas dari sekitarnya. Panas yang diserap pada proses penguapan akan menurunkan temperatur dalam rumah kaca. Tujuan dari upaya menjaga temperatur tidak terlalu tinggi adalah

untuk menjaga perbedaan tekanan uap daun atau vapour pressure deficit (VPD)

tidak terlalu lebar. Tingginya besaran VPD dapat mengakibatkan dehidrasi pada stek. Oleh sebab itu VPD harus ditekan serendah mungkin (Gambar 3, 4, 5, dan 6). Faktor kunci yang dioptimalkan dengan teknik KOFFCO adalah cahaya

(5.000-10.000 lux), kelembaban (RH > 95 %), dan temperatur (tidak melebihi 300C).

Gambar 1. Mekanisme KOFFCO dengan

pengkabut nozle

Gambar 2. Mekanisme KOFFCO dengan

pengkabut air cooler

0

6:00 7:00 8:00 9:00 10:0011:00 12:0013:00 14:0015:00 16:0017:00

Time of the Day

leaf temperature at fogging ambient air temperature at fogging leaf temperature at non fogging ambient air temperature at non fogging

Gambar 3. Radiasi matahari pada hari cerah di Bogor

Gambar 4. Perbedaan temperatur daun dan udara

dengan dan tanpa KOFFCO system

85 90 95 100

6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00

Time of the Day

R non fogging condition

-100

non fogging condition

Gambar 5. Perbedaan kelembaban dengan dan

tanpa KOFFCO system

Gambar 6. Perbedaan VPD dengan dan tanpa

(5)

Saat ini model teknik KOFFCO system telah dibangun di 4 lokasi yaitu kampus P3HKA, Bogor; kampus Balai Litbang Kehutanan Samarinda; kampus Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur, Banjarbaru; dan kampus Loka Litbang HHBK, Kuok, Riau. Keempat model unit produksi stek tersebut dapat memproduksi stek secara masal beragam jenis pohon hutan, oleh sebab itu

dijadikan acuan bila ingin menerapkan teknik KOFFCO system.

III. KEBUTUHAN TENAGA DALAM PEMBIBITAN MASAL STEK KOFFCO SYSTEM

Kebutuhan tenaga manusia yang diperlukan untuk pengadaan bibit stek

secara masal dengan KOFFCO system dapat dikelompokkan pada kegiatan

berikut ini :

o Pendangiran

Kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu komponen penting dalam suatu proses produksi, untuk itu diperlukan analisa prestasi kerja untuk mencari kebutuhan tenaga kerja yang efektif dalam pelaksanaan produksi stek. Analisa prestasi kerja dapat dicari dengan melihat target produksi stek dalam satu tahun dan kemampuan tiap tenaga kerja atau prestasi kerja per satuan waktu dalam satu hari. Analisa prestasi kerja dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisa prestasi kerja tenaga harian

No Kegiatan

Total kebutuhan tenaga (orang/tahun) 4

Keterangan : 1 HOK = 8 jam atau 240 jam per tahun

IV. ANALISA PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI BIBIT GENERATIF DAN VEGETATIF

Komponen biaya yang dimasukkan dalam perhitungan harga produksi bibit adalah:

o Biaya investasi seperti pembuatan shading house dan persemaian

o Biaya operasional tetap seperti gaji dan upah tenaga

o Biaya operasional tidak tetap seperti benih, pupuk, listrik, dan air

o Overhead cost seperti biaya pemasaran bibit.

(6)

di persemaian akan semakin menambah biaya perawatan dan menurunkan kapasitas produksi bibit per tahunnya.

Untuk memudahkan analisa harga bibit maka atas dasar waktu yang diperlukan untuk perawatan bibit di persemaian sampai bibit tersebut siap tanam, bibit dalam analisa ini dikelompokkan menjadi bibit yang siap diproduksi dalam 4 bulan (setahun 3 rotasi di persemaian), 6 bulan (setahun 2 rotasi di persemaian), dan 12 bulan (setahun 1 rotasi di persemaian).

Dari hasil analisa harga teknis (belum memperhitungkan keuntungan) bibit asal biji (Lampiran 1, 2, dan 3), tampak adanya perbedaan harga bibit atas dasar lamanya bibit di persemaian. Harga bibit dengan periode perawatan 4 bulan adalah Rp 560,-, bibit dengan periode perawatan 6 bulan Rp 636,-, dan bibit dengan periode perawatan 12 bulan Rp 784,-.

Harga teknis bibit stek yang diproduksi dengan teknik KOFFCO apabila

menggunakan rumah kaca seluas 400 m2 dengan kapasitas 192.000 bibit/tahun

dan tidak menggunakan polytube (Lampiran 4) adalah Rp 829,-. Sedangkan bila

menggunakan polytube harga teknis bibit menjadi Rp 1.329,- (Lampiran 5).

Tampak dengan adanya input teknologi KOFFCO, bibit stek dengan periode

perawatan 12 bulan harganya lebih tinggi antara Rp 45,- s/d 545,- dari harga bibit asal biji dengan periode perawatan yang sama namun tidak memerlukan teknologi khusus (Lampiran 3).

V. PENUTUP

Secara teknis perbanyakan stek secara masal untuk beberapa jenis

indigenous hutan tropis telah dimungkinkan namun untuk menjamin keberhasilan produksi stek memerlukan fasilitas serta SDM yang terlatih. Fasilitas unit produksi

stek KOFFCO system yang telah dibangun di Bogor, Jabar; Kuok, Riau;

Banjarbaru, Kalsel; dan Samarinda, Kaltim dapat dijadikan rujukan dan sarana pelatihan bagi pengelola dan operator persemaian yang ingin mengadopsi teknologi ini.

Dalam perdagangan bibit saat ini dapat dijumpai banyak pedagang bibit yang dapat menjual bibit dengan harga di bawah harga dalam perhitungan pada makalah ini. Hal ini disebabkan analisa harga bibit pada makalah ini memasukkan komponen-komponen biaya seperti pada kaidah-kaidah ekonomi misalnya biaya investasi (biaya pembuatan sarana persemaian dan sewa lahan), biaya operasional (upah tenaga yang memadai). Sedangkan bibit yang diproduksi oleh petani penangkar bibit umumnya meniadakan perhitungan komponen-komponen tersebut. Penjualan bibit dengan harga yang terlalu rendah akan sulit meningkatkan tingkat perekonomian petani penangkar bibit dan juga akan mengorbankan kualitas bibit yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hartman, H.T., D.E. Kester, and F.T. Davies, Jr. 1990. Plant Propagation, Principles and Practices. Fifth Edition. Prentice-Hall International. New Jersey.

(7)

Kantarli, M. 1993. Vegetatif Propagation of Dipterocarps by Cuttings in ASEAN Countries. Review Paper No. l. ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre Project. Muak-lek, Saraburi, Thailand.

Sakai, C., A. Subiakto, HS. Nuroniah, N. Kamata, K. and Nakamura. 2002. Mass Propagation Method from the Cutting of Three Dipterocarp Species. J. For. Res. 7: 73-80.

Schmidt, L. 2000. Guide to Handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Danida Forest Science. Humlebaek, Denmark.

Subiakto, A., C. Sakai, H. Nuroniah, and Sunaryo. 2001. Revolving Cutting Technique (RCT) for Producing Cutting Material of Meranti without

Establishing Hedge Orchard. In: In-situ and Ex-situ Conservation of

Commercial Tropical Trees (THielges, B.A., Sastrapradja, S.D., and Rimbawanto, A. eds). p 527-530.

Zabala, N.Q. 1993. Mass Vegetative Propagation of Dipterocarp Species. Field Manual No. 1. RAS/91/004. Los Banos, Philippines.

(8)

Lampiran 1. Analisa finansial harga teknis bibit asal biji

Kelompok bibit 3 rotasi produksi per tahun (mangium, karpa, ekaliptus, sengon, gmelina dan lain-lain)

No. Kelompok biaya Unit Jumlah Harga/unit Biaya(Rp) Umur (thn) Biaya/tahun

A. Biaya investasi

1. Shading house Unit 1 38.000.000 38.000.000 10 3.800.000

2. Bak perkecambahan Buah 500 12.000 6.000.000 2 3.000.000

3. Sewa tanah Ha 1 5.000.000 5.000.000 1 5.000.000

4. Konstruksi persemaian Ha 1 6.000.000 6.000.000 5 1.200.000

5. Bahan konstruksi persemaian

Unit/ha 1 150.000.000 150.000.000 6 25.000.000

9. Pacul, cetok, selang, dan lain-lain

Mcm2 3.000.000 1 3.000.000

Jumlah biaya investasi 246.000.000 48.600.000

B. Biaya operasional I. Biaya tetap

II. Biaya tidak tetap

1. Kompos (optional) Ton 600 400.000 240.000.000 240.000.000

2. Benih Paket 3 2.000.000 6.000.000 6.000.000

8. Administrasi 7.200.000

9. Topsoil m3 1.200 10.000 12.000.000 12.000.000

10. Transportasi 6.000.000

Jumlah biaya tidak tetap 492.180.000

C. Overhead cost (10 % dari total biaya) 61.098.000

Total biaya (A + B + C) 672.078.000

D. Produksi bibit

Produksi bibit per tahun Bibit 1.200.000

(9)

Lampiran 2. Analisa finansial harga teknis bibit asal biji

Kelompok bibit 2 rotasi produksi per tahun (kaya, mahoni, afrika, rasamala, suren, jati, pulai dan lain-lain)

No. Kelompok biaya

Unit Jumlah Harga/

unit A. Biaya investasi

1. Shading house Unit 1 38.000.000 38.000.000 10 3.800.000

2. Bak perkecambahan Buah 500 12.000 6.000.000 2 3.000.000

3. Sewa tanah Ha 1 5.000.000 5.000.000 1 5.000.000

4. Konstruksi persemaian Ha 1 6.000.000 6.000.000 5 1.200.000

5. Bahan konstruksi persemaian

mcm2 5.000.000 5 1.000.000

6. Batu split Truk 100 250.000 25.000.000 5 5.000.000

7. Paranet Meter 3.000 30.000 90.000.000 4 22.500.000

8. Pompa air + sumur Unit 1 8.000.000 8.000.000 5 1.600.000

9. Besi siku rangka persemaian

Unit/ha 1 150.000.000 150.000.000 6 25.000.000

10. Pacul, cetok, selang, dan lain-lain

mcm2 3.000.000 1 3.000.000

Jumlah biaya investasi 336.000.000 71.100.000

B. Biaya operasional I. Biaya tetap

1. Gaji

- Supervisor Oran g

1 1.000.000 1.000.000 12.000.000

- Staf administrasi Oran

1 1.000.000 1.000.000 1.000.000

- Staf administrasi Oran

II. Biaya tidak tetap

1. Kompos (optional) Ton 400 400.000 160.000.000 160.000.000

2. Benih Paket 2 2.000.000 4.000.000 4.000.000

10. Transportasi 4.000.000

Jumlah biaya tidak tetap 331.410.000

C. Overhead cost (10 % dari total biaya) 46.231.000

Total biaya (A + B + C) 508.541.000

D. Produksi bibit

Produksi bibit per tahun Bibit 800.00 0

(10)

Lampiran 3. Analisa finansial harga teknis bibit asal biji

Kelompok bibit 1 rotasi produksi per tahun (eboni, meranti, ulin, pinus, agathis, jelutung dan lain-lain)

No. Kelompok biaya

Unit Jumlah Harga/

unit A. Biaya investasi

1. Shading house Unit 1 38.000.000 38.000.000 10 3.800.000

5. Bahan konstruksi persemaian

mcm2 5.000.000 5 1.000.000

6. Batu split Truk 100 250.000 25.000.000 5 5.000.000

7. Paranet Meter 3.000 30.000 90.000.000 4 22.500.000

8. pompa air + sumur Unit 1 8.000.000 8.000.000 5 1.600.000

9. Besi siku rangka persemaian

Unit/ha 1 150.000.000 150.000.000 6 25.000.000

10. Pacul, cetok, selang, dan lain-lain

mcm2 3.000.000 1 3.000.000

Jumlah biaya investasi 336.000.000 71.100.000

B. Biaya operasional I. Biaya tetap

II. Biaya tidak tetap

1. Kompos (optional) Ton 200 400.000 80.000.000 80.000.000

C. Overhead cost (10 % dari total biaya) 28.625.000

Total biaya (A + B + C) 314.875.000

D. Produksi bibit

Produksi bibit per tahun Bibit 800.000

(11)

Lampiran 4. Analisa finansial harga bibit meanti asal stek (tanpa polytube) No Kelompok

biaya

Unit Jumlah Harga/ unit A. Biaya investasi

1. Rumah kaca (10 x 10 m) Unit 4 20.000.000 80.000.000 5 16.000.000

2. Fogging system Unit 4 2.600.000 10.400.000 5 2.080.000

3. Sungkup plastik transparan Buah 800 22.000 17.600.000 2 8.800.000

4. Zeolit Karung 100 25.000 2.500.000 5 500.000

B. Biaya operasional I. Biaya tetap

1. Gaji

- Supervisor Orang 1 1.000.000 1.000.000 12.000.000

- Teknisi Orang 4 700.000 2.800.000 33.600.000

Jumlah biaya tetap 45.600.000

II. Biaya tidak tetap

1. Media stek (sabut kelapa) Kg 6.000 1.000 6.000.000 6.000.000

2. Hormon tumbuh (Rootone F) Botol 48 15.000 720.000 720.000

3.Pupuk Kg 440 5.000 2.200.000 2.200.000

C. Overhead cost (10 % dari total biaya) 10.132.000

Total biaya (A + B + C) 111.452.000

D. Produksi bibit

Produksi bibit per tahun Bibit 800.000

(12)

Lampiran 5. Analisa finansial harga bibit meanti asal stek (dengan polytube)

No. Kelompok biaya Unit Jumlah Harga/unit Biaya (Rp) Umur (thn) Biaya/tahun

A. Biaya investasi

1. Rumah kaca (10 x 10 m) Unit 4 20.000.000 80.000.000 5 16.000.000

2. Fogging system Unit 4 2.600.000 10.400.000 5 2.080.000

3. Sungkup plastik transparan Buah 800 22.000 17.600.000 2 8.800.000

4. Zeolit Karung 100 25.000 2.500.000 5 500.000

5. Konstruksi persemaian m2 700 20.000 14.000.000 5 2.800.000

6. Meja sungkup Buah 80 250.000 20.000.000 5 4.000.000

7. Pot Buah 144.000 750 108.000.000 2 54.000.000

8. Tray Buah 800 17.500 14.000.000 2 7.000.000

9. Paranet Meter 400 7.200 2.880.000 2 1.440.000

10. Pompa air + sumur Unit 1 3.500.000 3.500.000 5 700.000

11. Peralatan persemaian mcm2 1000.000 1 1.000.000

12. Peralatan stek gunting 4 12.000 48.000 1 48.000

Jumlah biaya investasi 273.928.000 98.368.000

B. Biaya operasional I. Biaya tetap

1. Gaji

- Supervisor Orang 1 1.000.000 1.000.000 12.000.000

- Teknisi Orang 4 700.000 2.800.000 33.600.000

Jumlah biaya tetap 45.600.000

II. Biaya tidak tetap

1. Media stek (sabut kelapa) Kg 6.000 1.000 6.000.000 6.000.000

2. Hormon tumbuh (Rootone F) Botol 48 15.000 720.000 720.000

3. Pupuk Kg 440 5.000 2.200.000 2.200.000

4. Listrik Kwatt 3.000.000

5. Polybag Kg 240 15.000 3.600.000 3.600.000

6. Sekam padi Karung 2.000 1.200 2.400.000 2.400.000

7. Topsoil m3 12 36.000 432.000 432.000

Jumlah biaya tidak tetap 18.352.000

C. Overhead cost (10 % dari total biaya) 16.232.000

Total biaya (A + B + C) 178.552.000

D. Produksi bibit

Produksi bibit per tahun 70 % hidup (100 % hidup= 192.000 bibit)

Bibit 134.400

Gambar

Gambar 5. Perbedaan kelembaban dengan dan tanpa KOFFCO system Gambar 6. Perbedaan VPD dengan dan tanpa KOFFCO system
Tabel 1. Analisa prestasi kerja tenaga harian

Referensi

Dokumen terkait

Bahan stek dari anakan hasil persemaian (A2) menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik daripada bahan stek anakan alam dengan rata-rata persen hidup 92,50%, persen bertunas

rencana pembangunan KBR yang disusun oleh kelompok, antara lain memuat nama dan alamat kelompok, lokasi, jenis dan jumlah bibit, asal bibit, komponen kegiatan dan

Untuk mendukung upaya tersebut tersebut, ITTO PD 459/07 Rev.1 (F) bersama dengan Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi NTT telah melakukan study

c. bahwa berdasarkan perkembangan pada huruf a dan b maka dipandang perlu untuk menetapkan Tim Penilai Calon Lembaga Sertifikasi Mutu Benih dan/ atau Mutu Bibit Tanaman

Rencana dan Realisasi Pembuatan Kebun Bibit Desa (KBD) Setiap Tahun Di Wilayah kerja BP DAS Sampean Madura Selama Lima Tahun

LI MA TAHUN TERAKHI

Penyediaan bibit dalam rangka penyelenggaraan reboisasi hutan konservasi dilakukan oleh pihak ketiga yang diatur melalui petunjuk pelaksanaan tersendiri, dengan jenis

Bantuan Bibit Kepada Petani Untuk Penanaman Areal Dampak Setiap Tahun Di Wilayah kerja BP DAS Kapuas Selama Lima Tahun Terakhir. 2005 2006