PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 8 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DIKABUPATEN BARITO KUALA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BARITO KUALA,
Menimbang : a. bahwa guna menjamin terselenggaranya pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman yang berkelanjutan serta bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dengan tetap mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan rencana rincinya;
b. bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah / kawasan menyebabkan kebutuhan lahan semakin terbatas dan tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli akan perumahan sehingga diperlukan pedoman pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman;
c. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 15 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Dikabupaten Barito Kuala;
Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan UndangUndang Darurat Tahun 1953 Tentang Pembentukan Daerh Tingkat II di Kalimantan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953) sebagai Undang Undang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
2. UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3043);
3. UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
4. UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
8. UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
9. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74);
14. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah;
16. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi/Kabupaten;
17. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha Kegiatan;
Berimbang;
19. Keputusan Menteri PU No. 91/KPIS/1980 penjelasan Materi Pedoman Teknis Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bertingkat;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 10 Tahun 2010 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala Tahun 2010 Nomor 10);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barito Kuala 2012 2031(Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala Tahun 2012 Nomor 6);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kebersihan dan Keindahan (Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013 Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BARITO KUALA dan
BUPATI BARITO KUALA MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Barito Kuala.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Barito Kuala.
4. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
5. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik kabupaten maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. 6. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan kabupaten maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
8. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
9. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
10. Rumah Komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
11. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat.
12. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
13. Rumah Khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
14. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
15. Rumah Sederhana adalah rumah umum yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 150 m2 sampai
dengan 200 m2 dengan luas lantai bangunan paling sedikit 36
m2 dengan harga jual sesuai ketentuan pemerintah.
16. Rumah Menengah adalah rumah komersial dengan harga jual lebih besar dari 1 (satu) sampai dengan 6 (enam) kali harga jual rumah sederhana.
17. Rumah Mewah adalah rumah komersial dengan harga jual lebih besar dari 6 (enam) kali harga jual rumah sederhana. 18. Hunian Berimbang adalah perumahan dan kawasan
komposisi tertentu dalam bentuk rumah tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah atau dalam bentuk rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial.
19. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
20. Kawasan Siap Bangun yang selanjutnya disingkat Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang.
21. Lingkungan Siap Bangun yang selanjutnya disingkat Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan batasbatas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
22. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaaan, pemilikan tanah, rencana rinci tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan. 23. Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat.
sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
25. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau setiap pengeluaran yang akan diterima kembali untuk kepentingan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman baik yang berasal dari dana masyarakat, tabungan perumahan maupun sumber dana lainnya.
26. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi kebutuhan standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.
27. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. 28. Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian.
29. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
30. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum 31. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh
warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. 32. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
34. Kecamatan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kabupaten atau kabupaten yang terdiri atas desadesa atau kelurahankelurahan.
35. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah di bawah kecamatan.
36. Lingkungan adalah bagian dari wilayah kabupaten yang merupakan kesatuan ruang untuk suatu kehidupan dan penghidupan tertentu dalam suatu sistem pengembangan kabupaten secara keseluruhan.
37. Wilayah Perencanaan adalah bagian dari kabupaten dan/ atau kawasan strategis kabupaten yang akan/ perlu disusun rencana rincinya dalam hal ini RDTR kabupaten sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten yang bersangkutan.
38. Lingkungan Perumahan dan Permukiman adalah kawasan perumahan dan permukiman yang mempunyai batasbatas dan ukuran yang jelas dengan penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur.
39. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
40. Ruang Terbuka Hijau yang disingkat RTH adalah area memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagianbagian bersama, bendabersama dan tanah bersama.
42. Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.
43. Rumah Susun Umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
44. Peremajaan adalah upaya pembongkaran sebagian atau keseluruhan lingkungan perumahan dan permukiman dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan sarana lingkungan perumahan dan permukiman baru yang lebih layak dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. 45. Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi komponen
fisik lingkungan permukiman yang mengalami degradasi. 46. Renovasi adalah melakukan perubahan sebagian atau
beberapa bagian dari komponen pembentukan lingkungan permukiman.
47. Revitalisasi adalah upaya menghidupkan kembali suatu kawasan mati, yang pada masa silam pernah hidup, atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh sebuah kabupaten. 48. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
50. Model Konsolidasi Tanah adalah merupakan penataan ulang diatas tanah yang selama ini telah dihuni.
51. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang disingkat SKPD adalah Satuan Perangkat Kerja Daerah Kabupaten Barito Kuala yang terdiri dari Sekretariat, Badan, Dinas, Kecamatan dan Kantor.
BAB II
ASAS, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI Bagian Kesatu
Asas dan Tujuan Pasal 2
(1) Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan berasaskan :
a. Kesejahteraan;
b. Keadilan dan pemeratan; c. Kenasionalan;
d. Keefisienan dan kemamfaatan; e. Keterjangkauan dan kemudahan; f. Kemandirian dan kebersamaan; g. Kemitraan;
h. Keserasian dan keseimbangan; i. Keterpaduan;
j. Kesehatan;
k. Kelestarian dan keberlanjutan;dan
l. Keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
(2) Tujuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman meliputi :
a. Mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni;
b. Mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU);
Kabupaten Barito Kuala;
d. Mewujudkan penyediaan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Bagian Kedua Kebijakan dan Strategi
Pasal 3
Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ditetapkan kebijakan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang meliputi :
a.Pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni;
b.Pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU);
c.Peningkatan kualitas permukiman kumuh di Kabupaten Barito Kuala;
d.Penanganan rumah liar di Kabupaten Barito Kuala;
e.Penyediaan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Pasal 4
Strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman meliputi:
(1) Strategi untuk memenuhi perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni meliputi :
a. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan;
b. Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan dan sanitasi; dan
c. Memenuhi kecukupan luas minimum.
sarana dan utilitas umum (PSU) meliputi :
a. Mengembangkan jaringan jalan menuju perumahan dan kawasan permukiman;
b. Mengembangkan sanitasi di perumahan dan kawasan permukiman;
c. Mengembangkan jaringan drainase dan pengendalian banjir di perumahan dan kawasan permukiman;
d. Mengelola persampahan di perumahan dan kawasan permukiman;
e. Memenuhi kebutuhan air minum di perumahan dan kawasan permukiman; dan
f. Memenuhi kebutuhan listrik di perumahan dan kawasan permukiman.
(3) Strategi untuk meningkatkan kualitas permukiman kumuh di Kabupaten Barito Kuala meliputi :
a. Melakukan perbaikan atau pemugaran permukiman kumuh dan rumah liar meliputi rehabilitasi dan renovasi;
b. Melakukan peremajaan permukiman kumuh dan rumah liar dengan membangun prasarana dan sarana lingkungan perumahan dan kawasan permukiman baru yang lebih layak dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;
c. Mengembangkan lingkungan permukiman melalui pengelolaan dan pemeliharaan berkelanjutan untuk perumahan formal dan non formal; dan
d. Meningkatkan kualitas permukiman.
(4) Strategi untuk penanganan rumah liar di Kabupaten Barito Kuala meliputi :
a. Pembatasan aksesibilitas menuju kawasan rumah liar; b. Pemutusan jaringan utilitas listrik dan air minum di
rumah liar;
semula; dan
d. Pemulihan fungsi ruang sebagaimana diatur pada rencana tata ruang wilayah.
(5) Strategi untuk menyediakan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah meliputi :
a. Mendata masyarakat berpenghasilan rendah yang belum memiliki tempat tinggal dan penduduk yang tinggal di sekitar bantaran sungai;
b. Menyediakan lahan untuk pembangunan rumah susun;
c. Mengembangkan jaringan jalan menuju ke lokasi rumah susun dan jalan lingkungan;
d. Menyediakan kebutuhan air bersih dan listrik untuk masyarakat yang akan menghuni rumah susun; dan e. Merelokasi penduduk di sekitar bantaran sungai ke
rumah susun yang telah disediakan.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG Pasal 5
(1) Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman mempunyai tugas :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional;
c. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;
e. Melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;
f. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
g. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten; h. Melaksanakan peraturan perundangundangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
i. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman;
j. Melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional;
k. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;
l. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
m. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
n. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR;
o. Menetapkan lokasi kasiba dan lisiba; dan
(2) Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman mempunyai wewenang:
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten bersama DPRD;
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR;
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten;
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten;
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten.
(3) Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas yang telah diserahkan oleh pengembang kepada Pemerintah Daerah.
(4) Pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sesuai dengan rencana induk atau rencana tapak yang telah disahkan oleh Pemerintah Daerah.
(5) Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi:
b. Memelihara dan mengembangkan prasarana, sarana, dan utilitas; c. Menggunakan dan/atau memanfaatkan prasarana, sarana, dan
utilitas; dan
d. Mengawasi prasarana, sarana, dan utilitas.
(6) Kewenangan pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas dilaksanakan oleh Bupati.
(7) Bupati dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat melimpahkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN Bagian Kesatu
Umum Pasal 6
(1) Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilaksanakan melalui tahapan :
a. Perencanaan perumahan b. Pembangunan perumahan c. Pemanfaatan perumahan d. Pengendalian perumahan
(2) Perumahan mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(3) Kawasan permukiman mencakup :
a. Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba.
b. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut Lisiba.
c. Kaveling tanah matang.
(4) Rumah dibedakan menurut jenis dan bentuknya.
a. Rumah komersial b. Rumah umum c. Rumah swadaya d. Rumah khusus e. Rumah negara
(6) Bentuk rumah dibedakan berdasarkan hubungan atau keterkaitan antar bangunan.
(7) Bentuk rumah meliputi : a. Rumah tunggal
b. Rumah deret c. Rumah susun
(8) Setiap bangunan yang didirikan konstruksinya adalah bangunan panggung.
(9) Bentuk bangunan panggung dapat berupa konstruksi beton atau konstruksi kayu.
(10) Kewajiban membangun dengan konstruksi bangunan panggung dengan tidak menghilangkan fungsi resapan air dicantumkan dalam ketentuan IMB.
(11) Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
Bagian Kedua
Perencanaan Perumahan Pasal 7
(1) Perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah.
(2) Perencanaan perumahan terdiri atas : a. Perencanaan dan perancangan rumah
b. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
(3) Perencanaan perumahan mencakup rumah sederhana, rumah menengah, dan / atau rumah mewah.
b. Mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pemerintah
c. Meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.
(5) Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis.
(6) Persyaratan tersebut merupakan syarat bagi diterbitkan izin mendirikan bangunan.
(7) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan, meliputi :
a. Rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman.
b. Rencana kelengkapan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan.
(8) Rencana penyediaan kaveling tanah digunakan sebagai landasan perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum.
(9) Rencana penyediaan kaveling tanah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi kaveling siap bangun sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.
(10) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan ekologis. (11) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum yang
telah memenuhi persyaratan wajib mendapat pengesahan dari pemerintah daerah.
Pasal 8
(1) Perencanaan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilakukan oleh setiap orang.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
disusun dalam satu hamparan atau tidak dalam satu hamparan.
(4) Perencanaan tidak dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib diajukan oleh setiap orang yang sama.
(5) Perencanaan lokasi baru dan/ atau pada lokasi pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dalam bentuk dokumen perencanaan yang menjamin terlaksananya hunian berimbang.
(6) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurangkurangnya meliputi :
a. Rencana tapak; b. Desain rumah;
c. Spesifikasi teknis rumah;
d. Rencana kerja perwujudan hunian berimbang; dan e. Rencana kerjasama.
(7) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib mendapat pengesahan dari Instansi Teknis yang terkait.
Bagian Ketiga
Pembangunan Perumahan Pasal 9
Pembangunan perumahan meliputi :
a. Pembangunan rumah dan prasarana, sarana dan utilitas umum.
b. Peningkatan kualitas perumahan. Pasal 10
(1) Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang.
oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.
(3) Kewajiban dikecualikan untuk badan hukum yang membangun perumahan yang seluruhnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum.
(4) Dalam hal pembangunan perumahan, pemerintah dan atau pemerintah daerah dapat memberikan insentif kepada badan hukum untuk mendorong pembangunan perumahan dengan hunian berimbang.
(5) Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.
(6) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten barito kuala dan kawasan metropolitan Banjarbakula (Banjarmasin, Banjar, Banjarbaru, Barito Kuala dan Tanah Laut).
(7) Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja, kemudahan akses tersebut diatur dengan peraturan daerah.
(8) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang dilakukan oleh badan hukum yang sama.
(9) Rumah tunggal, rumah deret, dan/ atau rumah susun yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(10)Perjanjian pendahuluan jual beli dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas :
a. Status pemilikan tanah b.Hal yang diperjanjikan
c. Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk
e. Fisik bangunan rumah paling sedikit 30%. Pasal 11
(1) Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan permukiman wajib mewujudkan hunian berimbang sesuai dengan perencanaan.
(2) Pembangunan permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang hanya dilakukan oleh badan hukum bidang perumahan dan kawasan permukiman.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa badan hukum yang berdiri sendiri atau kumpulan badan hukum dalam bentuk kerjasama.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk :
a. Konsorsium;
b. Kerjasama operasional; dan
c. Bentuk kerjasama lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(5) Pembangunan rumah sederhana atau rumah susun umum dalam rangka perwujudan hunian berimbang dilaksanakan secara proporsional sesuai rencana dan jadwal penyelesaian pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang tertuang dalam rencana kerja perwujudan hunian berimbang.
(6) Untuk pembangunan perumahan dan/atau rumah yang berdekatan dengan sungai harus memperhatikan garis sempadan sungai.
Pemanfaatan dan Pengendalian Rumah Pasal 12
(1) Pemanfaatan rumah dapat digunakan kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.
(2) Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.
(3) Pengendalian perumahan dimulai dari tahap : a. Perencanaan
b. Pembangunan c. Pemanfaatan
(4) Pengendalian perumahan dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten pada bentuk :
a. Perizinan b. Penertiban c. Penataan
Pasal 13
(1) Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilakukan pada :
a. Tahap perencanaan;
b. Tahap pembangunan; dan c. Tahap pengembangan.
(2) Pengendalian pada tahap perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan dokumen perencanaan.
(3) Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Perizinan;
b. Penertiban; dan c. Penataan.
yang mengajukan izin pengembangan atau perlu asan perumahan dan kawasan permukiman.
Pasal 14
(1) Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah yang menangani urusan wajib bidang perumahan dan permukiman.
(2) Pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan permukiman meliputi:
a. Pengendalian pada tahap pembangunan; dan b. Pengendalian pada tahap pemanfaatan.
(3) Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan pada kawasan permukiman yang terdiri atas kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
(4) Pengendalian dilakukan untuk menjaga kualitas kawasan permukiman.
(5) Pengendalian pada tahap pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan :
a. Pemberian insentif;
b. Pengenaan disinsentif; dan c. Pengenaan sanksi.
(6) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a berupa :
a. Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan;
b. Pemberian kompensasi; c. Subsidi silang;
d. Pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana dan utilitas umum; dan
(7) Pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b berupa :
a. Pengenaan retribusi daerah;
b. Pembatasan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum;
c. Pengenaan kompensasi; dan
d. Pengenaan sanksi berdasarkan undangundang ini.
BAB V
PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN Bagian Kesatu
Umum Pasal 15
(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan melalui : a. Pengembangan yang telah ada
b. Pembangunan baru c. Pembangunan kembali
(2) Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan dan perdesaan mencakup :
a. Penyediaan lokasi permukiman
b. Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman
c. Penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi
(3) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan melalui tahapan :
a. Perencanaan b. Pembangunan c. Pemanfaatan d. Pengendalian
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.
(5) Penyelenggataan kawasan permukiman bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian hukum.
(6) Penyelenggaraan kawasan permukiman mencakup lingkungan hunian dan tepat kegiatan pendukung perikehidupan dan penghidupan di perkotaan dan di perdesaan.
(7) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan sesuai arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.
(8) Arahan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi :
a. Hubungan antar kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung.
b. Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan.
c. Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan pengembangan kawasan perkotaan.
d. Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan.
e. Keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup.
f. Keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang.
g. Lembaga yang mengkoordinasikan pengembangan kawasan permukiman.
Bagian Kedua
Pasal 16
(1) Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Perencanaan kawasan permukiman baru mencakup : a. Peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan. b. Mitigasi bencana.
c. Penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(3) Perencanaan kawasan permukiman baru perkotaan meliputi:
a. Perencanaan lingkungan hunian baru skala besar dengan Kasiba dan Lisiba.
b. Perencanaan lingkungan hunian baru skala besar dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
c. Lingkungan hunian baru; dan d. Kaveling tanah matang.
(4) Perencanaan kawasan permukiman baru perkotaan dan perdesaan didahului dengan penetapan lokasi pembangunan hunian baru yang dapat diusulkan oleh perorangan, badan hukum bidang perumahan dan permukiman atau pemerintah daerah.
(5) Lokasi pembangunan lingkungan hunian baru ditetapkan dengan keputusan Bupati .
(6) Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan :
a. Rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan. b. Rencana penyediaan tanah.
c. Analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan. (7) Persyaratan minimal dalam permohonan izin
pembangunan lingkungan hudian baru menyertakan rencana tapak (site plan).
Bagian Ketiga
(1) Pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan kegiatan pendukung.
(2) Pembangunan kawasan permukiman dapat dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah daerah, badan hukum, dan/atau perorangan.
(3) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru mencakup :
a. Pembangunan permukiman.
b. Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman.
c. Pembangunan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan pelayanan sosial.
BAB VI
PROGRAM PENANGANAN Bagian Kesatu
Umum Pasal 18
(1) Program penanganan pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman adalah indikasi program dari beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
(2) Indikasi program perumahan meliputi :
a. Koordinasi penyelenggaraan pengembangan perumahan. b. Penyediaan fasilitas umum sebagai pembuka eksklusivitas
perumahan.
c. Rehabilitasi atau pemeliharaan jalan.
d. Pengembangan manajemen pengolahan persampahan. e. Pembangunan saluran drainase.
f. Penyediaan ruang terbuka hijau.
h. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan RTH
(3) Indikasi program kawasan permukiman meliputi : a. Koordinasi pengembangan perumahan.
b. Pengembangan teknologi pengolahan persampahan melalui pengadaan komposter komunal.
c. Peningkatan pelayanan kebersihan dan pengembangan teknologi pengolahan persampahan.
d. Penyediaan pengelolaan sanitasi dasar melalui pengelolaan limbah cair.
e. Penyediaan sarana air bersih oleh PDAM.
f. Penyediaan sarana perdagangan berupa pertokoan. g. Pengelolaan RTH.
h. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan RTH.
i. Pembangunan sarana dan prasarana pemakaman. j. Rehabilitasi atau pemeliharaan jalan.
k. Pembangunan saluran drainase. l. Peningkatan pelayanan lampu PJ U.
(4) Indikasi program permukiman kumuh dengan tujuan perbaikan lingkungan meliputi :
a. Penataan penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.
b. Peningkatan pelayanan jaringan air bersih oleh PDAM c. Peningkatan pelayanan kebersihan
d. Pembangunan dan Peningkatan saluran drainase dan goronggorong
e. Pembangunan Rusunawa
f. Pengelolaan RTH meliputi penataan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian RTH
h. Jalan lingkungan dan jalan setapak i. Saluran air limbah
j. Fasilitas persampahan
k. Tempat pemberhentian kendaraan umum l. Dermaga
m. Jembatan sederhana
n. Penyediaan lapangan olah raga dan ruang terbuka hijau. (5) Penyiapan kapling siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap
bangun (Lisiba) dengan diikuti oleh program konsolidasi tanah perkotaan (KTP) sehingga pemerintah dapat menunjang pengembangan tersebut melalui penyediaan sarana dan prasarana khususnya jalan lingkungan, yang lahannya disediakan secara hibah oleh pemilik tanah sebagai kompensasi dari penataan dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang.
(6) Konsep penanganan kawasan permukiman kumuh di atas tanah legal (slums), meliputi :
a.Model Land Sharing, dengan syarat :
1) Tingkat pemilikan/penghuniaan secara sah cukup tinggi dengan luasan yang terbatas, yaitu mempunyai bukti pemilikan/penguasaan atas lahan yang ditempatinya.
2) Tingkat kekumuhannya tinggi, dengan ketersediaan lahan yang memadai untuk menempatkan prasarana dan sarana dasar.
3) Tata letak permukiman tidak/belum terpola.
b.Model Konsolidasi Tanah (Land Consolidation),dengan syarat:
2) Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan fungsional yang lebih strategis dari sekedar hunian. Melalui penataan ulang dimungkinkan adanya penggunaan campuran (mix used) hunian dengan penggunaan fungsional lain.
3) Tata letak permukiman tidak/kurang berpola dengan pemanfaatan yang beragam, tidak terbatas hanya pada hunian.
(7) Konsep penanganan kawasan permukiman kumuh diatas tanah Ilegal (squatter), merupakan kawasan permukiman kumuh yang berlokasi diatas lahan yang bukan peruntukkan perumahan sebagaimana arahan rencana tata ruang, baik tanah milik negara maupun milik perorangan atau badan hukum yang dihuni secara tidak sah, seperti permukiman yang tumbuh dilokasi TPA, bantaran sungai, dibelakang bangunan umum kawasan fungsional dan lainnya. Model penanganannya antara lain dengan pendekatan sebagai berikut :
a. Pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan (Resettlement). Model ini biasanya memakan waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan masyarakat. Pemindahan perlu dilakukan apabila permukiman kumuh tersebut berada pada kawasan fungsional yang akan/perlu direvitalisasikan sehingga memberikan nilai ekonomi.
konsep ini dapat diterapkan pembangunan rumah susun sewa.
(8) Rencana penataan permukiman kumuh di tepi sungai, dilakukan secara bertahap antara lain melalui kegiatan revitalisasi berupa :
a. Pembuatan titian disepanjang tepi sungai untuk merubah orientasi bangunan dari membelakangi sungai menjadi menghadap ke sungai, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pembuangan limbah rumah tangga kedalam sungai, karena umumnya masyarakat tidak mungkin mengotori pekarangan depan rumahnya. Jika hal ini bisa diterapkan akan memberikan kesan estetika yang baik dan menarik dari tengah sungai, serta memberikan konstribusi terhadap kelestarian sungai dalam jangka panjang.
b. Relokasi secara bertahap untuk kawasan permukiman yang sebagian besar aktifitas ekonomi penduduknya tidak berhubungan kembali dengan aliran sungai, hanya bergantung pada masalah mandi, cuci dan kakus. Untuk kondisi ini dilakukan penertiban dengan pembebasan bantaran sungai dengan tidak memperpanjang kembali hak guna bangunan atau hak pakai rumah yang ada pada saat berakhir ijinnya.
BAB VII
TUJUAN HUNIAN BERIMBANG Bagian Kesatu
Pasal 19
Penyelenggaraaan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang bertujuan untuk :
hamparan atau tidak dalam satu hamparan untuk rumah sederhana;
b. Mewujudkan kerukunan antar berbagai golongan masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial dalam perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman;
c. Mewujudkan subsidi silang untuk penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum serta pembiayaan pembangunan perumahan;
d. Menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara sosial dan ekonomi; dan
e. Mendayagunakan penggunaan lahan yang diperuntukan bagi perumahan dan kawasan permukiman.
Bagian Kedua Lokasi dan Komposisi
Paragraf 1 Umum Pasal 20
(1) Setiap orang yang membangun perumahan dan kawasan permukiman wajib dengan hunian berimbang, kecuali diperuntukkan bagi rumah sederhana dan/ atau rumah susun umum.
(2) Kebijakan kawasan pengembangan kegiatan perumahan diarahkan secara merata terutama untuk mengisi tanah tanah kosong sesuai daya dukung kawasan, meliputi :
a. Penyediaan lahan matang. b. Pembangunan rumah murah. c. Kredit kepemilikan rumah.
d. Program peremajaan lingkungan.
f. Pengembangan perumahan pada kawasan baru dilengkapi dengan fasilitas pelayanan lingkungan, sementara itu pada kawasan lama perlu diusahakan peremajaan.
Pasal 21
(1) Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang harus memenuhi persyaratan lokasi dan komposisi.
(2) Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilaksanakan di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. (3) Perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan skala sebagai berikut :
a. Perumahan dengan jumlah rumah sekurangkurangnya 50 (lima puluh) sampai dengan 1.000 (seribu) rumah;
b. Permukiman dengan jumlah rumah sekurangkurangnya 1.000 (seribu) sampai dengan 3.000 (tiga ribu) rumah; c. Lingkungan hunian dengan jumlah rumah sekurang
kurangnya 3.000 (tiga ribu) rumah sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) rumah; dan
d. Kawasan permukiman dengan jumlah rumah lebih dari 10.000 (sepuluh ribu) rumah.
Paragraf 2 Lokasi Pasal 22
(1) Persyaratan lokasi hunian berimbang sebagaimana dimaksud pada pasal 21 ayat (1) dilaksanakan dalam satu kabupaten dan/ atau dalam satu kawasan metropolitan Banjarbakula pada :
a. Satu hamparan; dan
(2) Lokasi hunian berimbang dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilaksanakan pada permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman.
(3) Lokasi hunian berimbang dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sekurang kurangnya menampung 1.000 (seribu) rumah.
(4) Lokasi hunian berimbang tidak dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan pada perumahan yang sekurangkurangnya menampung 50 (lima puluh) rumah.
(5) Dalam hal tidak dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, maka pembangunan rumah sederhana oleh setiap orang harus memenuhi persyaratan : a. Dibangun dalam satu wilayah kabupaten;
b. Dibangun dalam satu kawasan metropolitan Banjarbakula; dan
c. Penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja.
Paragraf 3 Komposisi Pasal 23 Komposisi berdasarkan :
a. Jumlah rumah; dan b. Luasan lahan.
Pasal 24
(1) Komposisi jumlah rumah sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf a merupakan perbandingan jumlah rumah sederhana, jumlah rumah menengah dan jumlah rumah mewah.
berbanding satu) yaitu 3 (tiga) atau lebih rumah sederhana berbanding 2 (dua) rumah menengah dan 1 (satu) rumah mewah.
(3) Dalam hal tidak dapat dibangun rumah sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret dapat dibangun dalam bentuk rumah susun umum.
Pasal 25
(1) Komposisi luasan lahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 huruf b merupakan perbandingan luas lahan untuk rumah sederhana terhadap luas lahan keseluruhan.
(2) Luasan lahan rumah sederhana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya 25% (dua puluh lima per seratus) dari luas lahan keseluruhan dengan jumlah rumah sederhana sekurangkurangnya sama dengan jumlah rumah mewah ditambah jumlah rumah menengah
Pasal 26
(1) Hunian berimbang rumah susun merupakan perumahan atau lingkungan hunian yang dibangun secara berimbang antara rumah susun komersial dan rumah susun umum. (2) Hunian berimbang untuk rumah susun umum sekurang
kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.
(3) Rumah susun umum dapat dibangun pada bangunan terpisah dari bangunan rumah susun komersial.
(4) Rumah susun umum dapat dibangun dalam satu hamparan dengan rumah susun komersial.
(5) Dalam hal tidak dalam satu hamparan, maka pembangunan rumah susun umum dilaksanakan oleh setiap orang harus memenuhi persyaratan :
a. Dibangun dalam satu wilayah kabupaten
dan
c. Penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja.
Bagian Ketiga
Pengembangan Prasarana Perumahan Pasal 27
(1) Penetapan batas lahan mengikuti pola peruntukan perumahan.
(2) Garis sempadan bangunan terluar pada blok peruntukan ditetapkan sejajar dengan as jalan didepannya yang ditentukan berdasarkan lebar jalan dan jenis peruntukannya.
(3) Jalan lingkungan, meliputi jalan lingkungan Skunder dan jalan lingkungan Tersier minimal lebar jalan 8 m, dan jalan poros/ jalan utama / jalan lingkungan Primer perumahan, baik berupa jalan lingkungan, jalan lokal sekunder dan atau jalan lokal primer minimal lebar jalan 10 m.
(4) Intensitas dan ketinggian bangunan di zona perumahan sesuai peraturan teknis pembangunan zona perumahan dan muatanmuatan dalam SNI, Rencana Tata Ruang dan Peraturan Zonasi sebagai dasar pertimbangan.
(5) Menyediakan fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi lingkungan perumahan di tempat yang dapat menjangkau seluruh lingkungan, disesuaikan dengan jumlah penduduk yang membutuhkan di lingkungan tersebut dan tingkat kebutuhannya.
(6) Jangkauan pelayanan mencakup seluruh lingkungan perumahan tersebut.
(8) Mempertimbangkan karakter sosial, budaya, dan ekonomi penduduk yang terlayani.
(9) Pemanfaatan ruang pada lahan berskala besar di kawasan perumahan dengan penggunaan campuran (bangunan, prasarana, dan ruang terbuka) harus mengikuti ketentuan ruang yang berlaku di kawasan perumahan. (10)Pengembangan kawasan permukiman dibatasi sesuai
dengan standard dan kebutuhan ruang perumahan.
(11)Komposisi kawasan permukiman dapat mengikuti peraturan lokal, dalam hal tertentu nilai lahan dapat mengecualikan pengelompokkan perumahan dalam kawasan.
(12)Luas kavling untuk pembangunan dan pengembangan perumahan, yaitu :
a. Perumahan tipe besar / mewah, luas kapling minimal 500 m2.
b. Perumahan tipe sedang / menengah, luas kapling minimal 300 m2.
c. Perumahan tipe kecil / sederhana, luas kapling minimal 150 m2.
(13)Komposisi pemanfaatan lahan perumahan, yaitu :
a. Perumahan tipe besar / mewah, dengan komposisi penggunaan lahan maksimal 65% untuk bangunan rumah dan prasarana sarana umum serta ruang terbuka hijau publik minimal 35%
b. Perumahan tipe sedang / menengah, dengan komposisi penggunaan lahan maksimal 65% untuk bangunan rumah dan prasarana sarana umum serta ruang terbuka hijau publik minimal 35%
c. Perumahan tipe kecil / sederhana, dengan komposisi penggunaan lahan maksimal 70% untuk bangunan rumah dan prasarana sarana umum serta ruang terbuka hijau publik minimal 30%
a. Ketersediaan dan pelayanan listrik b. Ketersediaan dan pelayanan air minum
c. Ketersediaan dan pelayanan sanitasi, meliputi persampahan dan air limbah.
d. Ketersediaan dan pelayanan fasilitas sosial, meliputi fasilitas peribadatan, fasilitas keamanan, dan fasilitas pertemuan.
e. Ketersediaan dan pelayanan fasilitas umum, meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan.
(15)Pengembangan dan pembangunan perumahan, minimal wajib menyediakan :
a. Ketersediaan dan pelayanan listrik dan penerangan jalan umum,
b. Ketersediaan dan pelayanan air minum
c. Ketersediaan dan pelayanan sanitasi, meliputi persampahan dan air limbah.
d. Ketersediaan lahan ruang terbuka hijau publik pada lahan yang dikembangkan atau dibangun.
e. Ketersediaan dan pelayanan fasilitas sosial dan fasilitas umum, minimal berupa penyediaan lahan sesuai ketentuan yang berlaku.
(16)Pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman baru, minimal wajib menyediakan :
a.Ketersediaan lahan ruang terbuka hijau publik pada lahan yang dikembangkan atau dibangun.
b.Ketersediaan dan pelayanan fasilitas sosial dan fasilitas umum, minimal berupa penyediaan lahan sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB VIII
Umum Pasal 28
(1) Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
(2) Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
(3) Utilitas umum adalah sarana penunjang pelayanan lingkungan.
(4) Lingkungan perumahan yang sehat dan aman adalah kumpulan rumah dalam berbagai bentuk dan ukuran yang dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas umum dengan penataan lingkungan yang menjamin kesehetan masyarakatnya.
(5) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.
(6) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan perizinan.
(7) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan :
a. Kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;
b. Keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian;
c. Ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian Kedua Jalan Pasal 29
(1) Jalan akses dan jalan poros kawasan perumahan dan kawasan permukiman, dengan ketentuan :
a. Kelas Jalan minimal Jalan Lingkungan Primer (Jalan Poros)
b. Dapat diakses mobil pemadam kebakaran
c. Konstruksi trotoar (jalur pejalan kaki) tidak berbahaya bagi pejalan kaki dan penyandang catat
d. Jembatan harus memiliki pagar pengaman
e. Lebar ruang milik jalan (rumija) minimal 10 (sepuluh) meter.
(2) Jalan lingkungan
a. Kelas Jalan minimal Jalan Lingkungan Sekunder (Jalan Lingkungan).
b. Dapat diakses mobil pemadam kebakaran.
c. Konstruksi trotoar (jalur pejalan kaki) tidak berbahaya bagi pejalan kaki dan penyandang catat
d. Jembatan harus memiliki pagar pengaman e. Akses ke semua lingkungan permukiman
f. Lebar ruang milik jalan (rumija) minimal 8 (delapan) meter.
Bagian Ketiga
Sanitasi, Drainase dan Persampahan Pasal 30
(1) Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
pembuangan sanitasi lingkungan (sistem IPAL Komunal). (3) Sistem IPAL, dapat disambungkan dengan sistem
pembanguan sanitasi kota atau dengan cara pengolahan lain (pengosongan dengan truk Tinja), untuk di bawa ke IPLT Kota.
(4) Setiap lingkungan perumahan baru harus dilengkapi dengan sistem drainase yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan air.
(5) Sistem drainase harus dihubungkan dengan badan penerima (saluran kota, sungai, danau, laut atau kolam yang mempunyai daya tampung cukup) yang dapat menyalurkan atau menampung air buangan sedemikian rupa sehingga maksud pengeringan daerah dapat terpenuhi. (6) Pengelolaan persampahan mandiri termasuk pembuatan
composer komunal untuk kebutuhan kawasan perumahan. (7) Sebagian dari fasilitas umum (Fasum) di peruntukkan TPST
dengan luas minimal 2 x 150 m2.
Bagian Keempat Penghijauan
Pasal 31
Melakukan penghijauan diperumahn dan kawasan permukiman (1) Jalan poros/jalan utama/jalan lingkungan Primer
Perumahan dan kawasan Permukiman wajib dilakukan penghijauan pada sisi kanan dan kiri jalan.
(2) Keseimbangan tata ruang dan wilayah bagi rumah tinggal di wujudkan dengan menanam pohon (minimal satu rumah satu pohon, dengan tinggi ± 1 m).
(3) Pengaturan tentang konservasi lahan setempat yang berkenaan dengan penghijauan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan bupati
Air Minum dan Tenaga Listrik Pasal 32
(1) Pelayanan air minum memenuhi standar air minum
(2) Setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan pelayanan air minum melalui jaringan perpipaan sambungan rumah dari PDAM Kabupaten Barito Kuala atau sumber lain.
(3) Setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya linstrik dari PLN atau dari sumber lain (dengan perhitungan setiap unit hunian/ rumah mendapatkan daya listrik minimum 900 VA)
(4) Pengaturan tiang listrik dan gardu listrik harus menjamin keamanan penghuni.
(5) Tersedia penerangan jalan umum. Bagian Keenam
Penyediaan dan Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Pasal 33
Penyediaan dan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas didasarkan kepada prinsip:
a. Keterbukaan yaitu masyarakat mengetahui prasarana, sarana, dan utilitas yang telah diserahkan dan/atau kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi terkait dengan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas;
b. Akuntabilitas yaitu proses penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
c. Kepastian hukum yaitu menjamin kepastian ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan standar, rencana tapak yang disetujui oleh pemerintah daerah, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat;
e. Keberlanjutan yaitu pemerintah daerah menjamin keberadaan prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
Pasal 34
(1) Prasarana, sarana, dan utilitas pada kawasan perumahan meliputi :
a. Prasarana, antara lain : 1. jaringan jalan;
2. jaringan saluran pembuangan air limbah;
3. jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase); dan 4. tempat pembuangan sampah.
b. Sarana, antara lain :
1. sarana perniagaan/perbelanjaan;
2. sarana pelayanan umum dan pemerintahan; 3. sarana pendidikan;
4. sarana kesehatan; 5. sarana peribadatan;
6. sarana rekreasi dan olahraga;
7. sarana pemakaman/tempat pemakaman;
8. sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan 9. sarana parkir.
c. Utilitas, antara lain : 1. jaringan air bersih; 2. jaringan listrik; 3. jaringan telepon;
4. sarana pemadam kebakaran;
5. sarana penerangan jalan umum dan
6. jaringan transportasi (termasuk halte, dan sub terminal );
2 sampai dengan angka 9 wajib diserahkan oleh pengembang kepada Pemerintah Daerah.
(4) Utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 4, angka 5 dan angka 6 wajib diserahkan oleh pengembang kepada Pemerintah Daerah.
(5) Penyerahan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a pada perumahan tidak bersusun berupa tanah dan bangunan.
(6) Penyerahan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pada perumahan tidak bersusun berupa tanah siap bangun atau tanah dan bangunan.
(7) Penyerahan utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pada perumahan tidak bersusun berupa tanah dan bangunan.
(8) Penyerahan prasarana, sarana dan utilitas pada rumah susun berupa tanah siap bangun.
(9) Khusus pada rumah susun, tanah siap bangun sebagaimana dimaksud pada ayat(8) harus berada di satu lokasi dan di luar hak milik atas satuan rumah susun.
Pasal 35
Pengembang wajib memelihara prasarana dan utilitas kawasan perumahan sebelum dilakukan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas tersebut kepada Pemerintah Daerah.
Pasal 36
(1) Pembangunan, pemeliharaan dan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas kawasan perumahan dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga sepanjang dapat memberikan manfaat langsung bagi penghuni kawasan perumahan tersebut.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan.
KRITERIA PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS YANG DISERAHKAN
Pasal 37
(1) Prasarana, sarana, dan utilitas yang akan diserahkan harus memenuhi kriteria :
a. Untuk prasarana, tanah dan bangunan telah selesai dibangun dan dipelihara;
b. Untuk sarana, tanah siap bangun atau tanah dan bangunan telah selesai dibangun dan dipelihara;
c. Untuk utilitas, tanah, dan bangunan telah selesai dibangun dan dipelihara;
(2) Prasarana, sarana, dan utilitas yang akan diserahkan:
a. Harus sesuai dengan standar, persyaratan teknis dan administrasi yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah; b. Harus sesuai dengan rencana tapak yang telah disahkan
oleh Pemerintah Daerah; dan
c. Telah mengalami pemeliharaan oleh pengembang paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak selesainya pembangunan.
Paragraf 2
TATA CARA PENYERAHAN Pasal 38
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pemeriksaan administrasi dan fisik terhadap prasarana, sarana, dan utilitas pada kawasan perumahan yang akan diserahkan melalui proses verifikasi.
(2) Pelaksanaan verifikasi terhadap prasarana, sarana, dan utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Verifikasi yang dibentuk oleh Bupati.
Keputusan Bupati.
Pasal 39
(1) Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas pada kawasan perumahan dilakukan dengan Berita Acara Serah Terima dari pengembang kepada Pemerintah Daerah.
(2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Berita Acara Serah Terima Administrasi;dan b. Berita Acara Serah Terima Fisik.
(3) Berita Acara Serah Terima Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)huruf a, sekurangkurangnya memuat :
a. Identitas para pihak yang melakukan serah terima;
b. Rincian jenis, jumlah, lokasi dan ukuran obyek yang akan diserahkan;
c. Jadwal/waktu penyelesaian pembangunan, masa pemeliharaan dan serah terima fisik prasarana, sarana, dan utilitas.
(4) Berita Acara Serah Terima Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)huruf a harus dilampirkan :
a. Perjanjian antara pengembang dengan Pemerintah Daerah tentang penyediaan dan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas;
b. Surat kuasa dari pengembang kepada Pemerintah Daerah tentang pemberian kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan prasarana, sarana, dan utilitas yang akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah;