• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERDA 8 Tahun 2013 ttg Peny Perumahan dan Permukiman 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERDA 8 Tahun 2013 ttg Peny Perumahan dan Permukiman 2013"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 8 TAHUN 2013 

TENTANG 

PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN  DIKABUPATEN BARITO KUALA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA  BUPATI BARITO KUALA, 

Menimbang : a. bahwa   guna   menjamin   terselenggaranya pembangunan   dan   pengembangan   perumahan dan   kawasan   permukiman   yang   berkelanjutan serta   bermanfaat   bagi   kesejahteraan   rakyat dengan tetap mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan rencana rincinya;

b.   bahwa   pertumbuhan  dan  perkembangan   suatu wilayah  /  kawasan   menyebabkan   kebutuhan lahan   semakin   terbatas   dan   tidak   diimbangi dengan kemampuan daya beli akan perumahan sehingga   diperlukan   pedoman   pembangunan dan   pengembangan   perumahan   dan   kawasan permukiman;

 c. bahwa  sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 15 Undang­Undang Nomor  1  Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; 

(2)

Penyelenggaraan   Perumahan   dan   Kawasan Permukiman Dikabupaten Barito Kuala;

Mengingat :  1.  Undang­Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan   Undang­Undang   Darurat   Tahun 1953 Tentang Pembentukan Daerh Tingkat II di Kalimantan  (   Lembaran   Negara   Republik Indonesia   Tahun   1953)    sebagai   Undang­ Undang  ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun   1959   Nomor   72,   Tambahan   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 

2.   Undang­Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan   Dasar   Pokok­Pokok   Agraria (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3043);

3. Undang­Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia   Tahun   2002   Nomor   134,   Tambahan Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Nomor 4247);

4. Undang­Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem   Perencanaan   Pembangunan   Nasional (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 

(3)

Pemerintahan   Daerah  (Lembaran   Negara Republik   Indonesia   Tahun   2008   Nomor   59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 

6. Undang­Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan   Ruang   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia   Tahun   2007   Nomor   68,   Tambahan Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Nomor 4725);

7. Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan   Lingkungan   Hidup   (Lembaran Negara  Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,   Tambahan   Lembaran   Negara   Republik Indonesia Nomor 5059);

8. Undang­Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan   dan   Kawasan   Permukiman (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun 2011   Nomor   7,   Tambahan   Lembaran   Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

9. Undang­Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah   Susun   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia   Tahun   2011   Nomor   108,   Tambahan Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Nomor 5252);

10. Peraturan   Pemerintah   Nomor   38   Tahun   2007 tentang   Pembagian   Urusan   Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan   Pemerintahan   Daerah   Kabupaten (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun 2007   Nomor   82,   Tambahan   Lembaran   Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

(4)

(Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun 2008   Nomor   48,   Tambahan   Lembaran   Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

12. Peraturan   Pemerintah   Nomor   15   Tahun   2010 tentang   Penyelenggaraan   Penataan   Ruang (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun 2010   Nomor   21,   Tambahan   Lembaran   Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

13. Peraturan   Pemerintah   Republik   Indonesia Nomor   38   Tahun   2011   tentang   Sungai (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun 2011 Nomor 74);

14. Peraturan   Menteri   Negara   Perumahan   Rakyat Nomor   22   Tahun   2008   tentang   Standar Pelayanan   Minimal   Bidang   Perumahan   Rakyat Daerah Provinsi dan  Daerah Kabupaten;

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009  tentang  Pedoman  Penyerahan Prasarana, Sarana,   dan   Utilitas   Perumahan   dan Permukiman di Daerah;

16.   Peraturan   Menteri   Negara   Perumahan   Rakyat Nomor 16 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan   Pembiayaan   Pencapaian   Standar Pelayanan   Minimal   Bidang   Perumahan   Rakyat Daerah   Provinsi   dan   Daerah Provinsi/Kabupaten;

17. Peraturan   Menteri   Negara   Lingkungan   Hidup Nomor   5   Tahun   2012   tentang   Jenis   Usaha Kegiatan;

(5)

Berimbang; 

19. Keputusan   Menteri   PU   No.   91/KPIS/1980 penjelasan   Materi   Pedoman   Teknis Pembangunan   Perumahan   Sederhana   Tidak Bertingkat;

20. Peraturan   Daerah   Kabupaten   Barito   Kuala Nomor   10   Tahun   2010   tentang   Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Daerah   Kabupaten   Barito   Kuala   Tahun   2010 Nomor 10);

21. Peraturan   Daerah  Kabupaten   Barito   Kuala Nomor   6   Tahun   2012   tentang   Rencana   Tata Ruang  Wilayah  Kabupaten  Barito  Kuala  2012­ 2031(Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala Tahun 2012 Nomor 6);

22. Peraturan   Daerah   Kabupaten   Barito   Kuala Nomor  6  Tahun  2013  tentang  Kebersihan   dan Keindahan (Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013 Nomor 6);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

 KABUPATEN BARITO KUALA  dan 

BUPATI BARITO KUALA   MEMUTUSKAN : 

(6)

BAB I 

KETENTUAN UMUM 

Pasal 1 

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:  1. Daerah adalah Kabupaten Barito Kuala. 

2. Pemerintah   Daerah   adalah  Bupati   dan   perangkat   daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Bupati adalah Bupati Barito Kuala.

4. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem   yang   terdiri   atas  pembinaan   penyelenggaraan perumahan,   penyelenggaraan   kawasan   permukiman, pemeliharaan   dan   perbaikan,   pencegahan   dan   peningkatan kualitas   terhadap   perumahan   kumuh   dan   permukiman kumuh,  penyediaan  tanah,  pendanaan  dan   sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. 

5. Perumahan   adalah   kumpulan   rumah   sebagai   bagian   dari permukiman,  baik   kabupaten   maupun   perdesaan,   yang dilengkapi   dengan   prasarana,   sarana,   dan   utilitas   umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.  6. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup

di   luar   kawasan   lindung,   baik   berupa   kawasan   kabupaten maupun   perdesaan,   yang  berfungsi   sebagai   lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 

(7)

8. Penyelenggaraan   perumahan   dan   kawasan   permukiman adalah   kegiatan   perencanaan,  pembangunan,  pemanfaatan dan   pengendalian   termasuk   di   dalamnya   pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. 

9. Rumah   adalah   bangunan  gedung   yang   berfungsi   sebagai tempat tinggal yang layak huni sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. 

10. Rumah  Komersial   adalah   rumah   yang   diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. 

11. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat. 

12. Rumah   umum   adalah   rumah   yang   diselenggarakan   untuk memenuhi   kebutuhan   rumah   bagi   masyarakat berpenghasilan rendah.

13. Rumah  Khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.

14. Rumah  Negara   adalah   rumah   yang   dimiliki   negara   dan berfungsi   sebagai   tempat   tinggal   atau   hunian   dan   sarana pembinaan   keluarga   serta   penunjang   pelaksanaan   tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.

15. Rumah  Sederhana  adalah   rumah  umum  yang  dibangun  di atas   tanah   dengan   luas   kaveling   antara  150  m2  sampai

dengan 200 m2 dengan luas lantai bangunan paling sedikit 36

m2 dengan harga jual sesuai ketentuan pemerintah.

16. Rumah  Menengah   adalah   rumah   komersial   dengan   harga jual lebih besar dari 1 (satu) sampai dengan 6 (enam) kali harga jual rumah sederhana.

17. Rumah  Mewah adalah rumah komersial dengan harga jual lebih besar dari 6 (enam) kali harga jual rumah sederhana. 18. Hunian  Berimbang   adalah   perumahan   dan   kawasan

(8)

komposisi tertentu dalam bentuk rumah tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah   atau   dalam   bentuk   rumah   susun   antara   rumah susun umum dan rumah susun komersial.

19. Permukiman  Kumuh   adalah   permukiman   yang   tidak   layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. 

20. Kawasan  Siap  Bangun   yang   selanjutnya   disingkat   Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana dan   utilitas   umumnya   telah   dipersiapkan   untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang. 

21. Lingkungan  Siap  Bangun yang selanjutnya disingkat Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana dan   utilitas   umumnya   telah   dipersiapkan   untuk pembangunan   perumahan   dan   batas­batas   kaveling   yang jelas   dan   merupakan   bagian   dari   kawasan   siap   bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang. 

22. Kaveling   tanah   matang   adalah   sebidang   tanah   yang   telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan,   penguasaaan,   pemilikan   tanah,   rencana   rinci tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.  23. Konsolidasi  Tanah   adalah   penataan   kembali   penguasaan,

pemilikan,   penggunaan   dan   pemanfaatan   tanah   sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah   untuk   kepentingan   pembangunan   perumahan   dan kawasan   permukiman   guna   meningkatkan   kualitas lingkungan   dan   pemeliharaan   sumber   daya   alam   dengan partisipasi aktif masyarakat. 

(9)

sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan perumahan   dan   kawasan   permukiman   sesuai   dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

25. Pembiayaan   adalah   setiap   penerimaan   yang   perlu   dibayar kembali   dan/atau   setiap   pengeluaran   yang   akan   diterima kembali untuk kepentingan penyelenggaraan perumahan dan kawasan   permukiman   baik   yang  berasal   dari   dana masyarakat,   tabungan   perumahan   maupun   sumber   dana lainnya. 

26. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang   memenuhi   kebutuhan   standar   tertentu   untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.

27. Sarana   adalah   fasilitas   dalam   lingkungan   hunian   yang berfungsi   untuk   mendukung   penyelenggaraan   dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. 28. Utilitas  Umum   adalah   kelengkapan   penunjang   untuk

pelayanan lingkungan hunian.

29. Masyarakat   Berpenghasilan   Rendah   yang   selanjutnya disingkat  MBR   adalah   masyarakat   yang   mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.

30. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum 31. Badan  Hukum   adalah   badan   hukum   yang   didirikan   oleh

warga   negara   Indonesia   yang   kegiatannya   di   bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.  32. Wilayah   adalah   ruang   yang   merupakan   kesatuan   geografis

beserta   segenap   unsur   terkait   yang   batas   dan   sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 

(10)

34. Kecamatan   adalah   pembagian   wilayah   administratif   di Indonesia di bawah kabupaten atau kabupaten yang terdiri atas desa­desa atau kelurahan­kelurahan. 

35. Kelurahan   adalah   wilayah   kerja   lurah   sebagai   perangkat daerah di bawah kecamatan. 

36. Lingkungan   adalah   bagian   dari   wilayah   kabupaten   yang merupakan   kesatuan   ruang   untuk   suatu   kehidupan   dan penghidupan   tertentu   dalam   suatu   sistem   pengembangan kabupaten secara keseluruhan. 

37. Wilayah  Perencanaan   adalah   bagian   dari   kabupaten   dan/ atau kawasan strategis kabupaten yang akan/ perlu disusun rencana   rincinya   dalam   hal   ini   RDTR   kabupaten   sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten yang bersangkutan. 

38. Lingkungan  Perumahan   dan  Permukiman   adalah   kawasan perumahan  dan  permukiman  yang  mempunyai  batas­batas dan ukuran yang jelas dengan penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur. 

39. Ruang   adalah   wadah   yang   meliputi   ruang   daratan,   ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu   kesatuan   wilayah,   tempat  manusia  dan  makhluk   lain hidup   melakukan   kegiatan   dan   memelihara   kelangsungan hidupnya.

40. Ruang   Terbuka   Hijau  yang   disingkat   RTH  adalah   area memanjang/   jalur   dan/   atau   mengelompok,   yang penggunaannya   lebih   bersifat   terbuka,   tempat   tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

(11)

terpisah,   terutama    untuk   tempat  hunian,   yang   dilengkapi dengan bagian­bagian  bersama, benda­bersama    dan    tanah bersama.

42. Rumah  Susun  Komersial   adalah   rumah   susun   yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.

43. Rumah  Susun  Umum   adalah   rumah   susun   yang diselenggarakan   untuk   memenuhi   kebutuhan   rumah   bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

44. Peremajaan   adalah   upaya   pembongkaran   sebagian   atau keseluruhan   lingkungan   perumahan   dan   permukiman   dan kemudian   di   tempat   yang   sama   dibangun   prasarana   dan sarana lingkungan perumahan dan permukiman baru yang lebih layak dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. 45. Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi komponen

fisik lingkungan permukiman yang mengalami degradasi. 46. Renovasi   adalah   melakukan   perubahan   sebagian   atau

beberapa   bagian   dari   komponen   pembentukan   lingkungan permukiman.

47. Revitalisasi   adalah   upaya   menghidupkan   kembali   suatu kawasan   mati,   yang   pada   masa   silam   pernah   hidup,   atau mengendalikan   dan   mengembangkan   kawasan   untuk menemukan   kembali   potensi   yang   dimiliki   atau   pernah dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh sebuah kabupaten. 48. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM

adalah  ketentuan tentang  jenis  dan  mutu pelayanan  dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

(12)

50. Model Konsolidasi Tanah adalah merupakan penataan ulang diatas tanah yang selama ini telah dihuni.

51. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang disingkat SKPD adalah Satuan Perangkat Kerja Daerah Kabupaten Barito Kuala yang terdiri   dari   Sekretariat,   Badan,   Dinas,   Kecamatan   dan Kantor.

BAB II

ASAS, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI  Bagian Kesatu

Asas dan Tujuan  Pasal 2

(1) Perumahan dan kawasan  permukiman diselenggarakan dengan berasaskan :

a. Kesejahteraan;

b. Keadilan dan pemeratan; c. Kenasionalan;

d. Keefisienan dan kemamfaatan; e. Keterjangkauan dan kemudahan; f. Kemandirian dan kebersamaan; g. Kemitraan;

h. Keserasian dan keseimbangan; i. Keterpaduan;

j. Kesehatan;

k. Kelestarian dan keberlanjutan;dan

l. Keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

(2) Tujuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman meliputi : 

a. Mewujudkan   perumahan   dan   kawasan   permukiman   yang layak huni; 

b. Mewujudkan   perumahan   dan   kawasan   permukiman   sehat dan   aman   yang   didukung   prasarana,   sarana   dan   utilitas umum (PSU); 

(13)

Kabupaten Barito Kuala;  

d. Mewujudkan   penyediaan   rumah   susun   bagi   masyarakat berpenghasilan rendah. 

Bagian Kedua  Kebijakan dan Strategi 

Pasal 3

Untuk   mewujudkan   tujuan   penyelenggaraan   perumahan   dan kawasan   permukiman   sebagaimana   dimaksud   pada   pasal   2 ditetapkan   kebijakan   penyelenggaraan     perumahan   dan kawasan permukiman yang meliputi : 

a.Pemenuhan   perumahan   dan   kawasan   permukiman   yang layak huni; 

b.Pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU); 

c.Peningkatan   kualitas   permukiman   kumuh   di   Kabupaten Barito Kuala;

d.Penanganan rumah liar di Kabupaten Barito Kuala; 

e.Penyediaan   rumah   susun   bagi   masyarakat   berpenghasilan rendah.

Pasal 4

Strategi  penyelenggaraan   perumahan   dan  kawasan permukiman meliputi:

(1)    Strategi  untuk   memenuhi   perumahan   dan   kawasan permukiman yang layak huni meliputi :

a. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan;

b. Menjamin   kesehatan   meliputi   pencahayaan, penghawaan dan sanitasi; dan 

c. Memenuhi kecukupan luas minimum. 

(14)

sarana dan utilitas umum (PSU) meliputi :

a. Mengembangkan  jaringan   jalan   menuju   perumahan dan kawasan permukiman; 

b. Mengembangkan sanitasi di perumahan dan kawasan permukiman; 

c. Mengembangkan   jaringan   drainase   dan   pengendalian banjir di perumahan dan kawasan permukiman; 

d. Mengelola   persampahan   di   perumahan   dan   kawasan permukiman; 

e. Memenuhi   kebutuhan   air   minum   di   perumahan   dan kawasan permukiman; dan 

f. Memenuhi   kebutuhan   listrik   di   perumahan   dan kawasan permukiman. 

(3) Strategi   untuk   meningkatkan   kualitas   permukiman kumuh di Kabupaten Barito Kuala meliputi :

a. Melakukan   perbaikan  atau   pemugaran   permukiman kumuh   dan     rumah   liar   meliputi   rehabilitasi   dan renovasi;

b. Melakukan   peremajaan   permukiman   kumuh   dan rumah liar dengan membangun prasarana dan  sarana lingkungan   perumahan   dan   kawasan   permukiman baru yang lebih layak dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;

c. Mengembangkan   lingkungan   permukiman   melalui pengelolaan   dan   pemeliharaan   berkelanjutan   untuk perumahan formal dan non formal; dan

d. Meningkatkan kualitas permukiman.

(4) Strategi   untuk   penanganan  rumah  liar   di  Kabupaten Barito Kuala meliputi :

a. Pembatasan aksesibilitas menuju kawasan rumah liar;  b. Pemutusan   jaringan   utilitas   listrik   dan   air   minum   di

rumah liar; 

(15)

semula; dan 

d. Pemulihan   fungsi   ruang   sebagaimana   diatur   pada rencana tata ruang wilayah. 

(5) Strategi  untuk   menyediakan   rumah   susun   bagi masyarakat berpenghasilan rendah meliputi :

a. Mendata   masyarakat   berpenghasilan   rendah   yang belum   memiliki   tempat   tinggal   dan   penduduk   yang tinggal di sekitar bantaran sungai; 

b. Menyediakan   lahan   untuk   pembangunan   rumah susun; 

c. Mengembangkan   jaringan   jalan   menuju   ke   lokasi rumah susun dan jalan lingkungan; 

d. Menyediakan   kebutuhan   air   bersih   dan   listrik   untuk masyarakat yang akan menghuni rumah susun; dan  e. Merelokasi   penduduk   di   sekitar   bantaran   sungai   ke

rumah susun yang telah disediakan. 

BAB III

TUGAS DAN WEWENANG Pasal 5

(1) Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan  perumahan dan  kawasan  permukiman mempunyai tugas :

a. Menyusun   dan   melaksanakan   kebijakan   dan   strategi   pada tingkat   kabupaten   di   bidang   perumahan   dan   kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional;

(16)

c. Menyusun   rencana   pembangunan   dan   pengembangan perumahan   dan   kawasan   permukiman   pada   tingkat kabupaten;

d. Menyelenggarakan   fungsi   operasionalisasi   dan   koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten dalam penyediaan rumah,   perumahan,   permukiman,   lingkungan   hunian,   dan kawasan permukiman;

e. Melaksanakan   pemanfaatan   teknologi   dan   rancang   bangun yang   ramah   lingkungan   serta   pemanfaatan   industri   bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;

f. Melaksanakan   pengawasan   dan   pengendalian   terhadap pelaksanaan   peraturan   perundang­undangan,   kebijakan, strategi,   serta   program   di   bidang   perumahan   dan   kawasan permukiman pada tingkat kabupaten; 

g. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten; h. Melaksanakan   peraturan   perundang­undangan   serta

kebijakan   dan   strategi   penyelenggaraan   perumahan   dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

i. Melaksanakan   peningkatan   kualitas   perumahan   dan permukiman;

j. Melaksanakan   kebijakan   dan  strategi  daerah  provinsi   dalam penyelenggaraan   perumahan   dan   kawasan   permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional;

k. Melaksanakan   pengelolaan   prasarana,   sarana,   dan   utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;

l. Mengawasi   pelaksanaan   kebijakan   dan   strategi   nasional     di bidang   perumahan   dan   kawasan   permukiman   pada   tingkat kabupaten;

m. Mengalokasikan   dana   dan/atau   biaya   pembangunan   untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR; 

n. Memfasilitasi   penyediaan   perumahan   dan   permukiman   bagi masyarakat, terutama bagi MBR;

o. Menetapkan lokasi kasiba dan lisiba; dan

(17)

(2) Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan  perumahan dan  kawasan  permukiman mempunyai wewenang:

a. Menyusun   dan   menyediakan   basis   data   perumahan   dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

b. Menyusun   dan   menyempurnakan   peraturan perundangundangan   bidang   perumahan   dan   kawasan permukiman pada tingkat kabupaten bersama DPRD;

c. Memberdayakan   pemangku   kepentingan   dalam   bidang perumahan   dan   kawasan   permukiman   pada   tingkat kabupaten;

d. Melaksanakan    sinkronisasi   dan   sosialisasi   peraturan perundang­undangan   serta   kebijakan   dan   strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR;

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten;

g. Memfasilitasi   kerja   sama   pada   tingkat   kabupaten   antara pemerintah   kabupaten/kota   dan   badan   hukum   dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

h. Menetapkan   lokasi   perumahan   dan   permukiman   sebagai perumahan   kumuh   dan   permukiman   kumuh   pada   tingkat kabupaten; 

i. Memfasilitasi   peningkatan   kualitas   terhadap   perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten.

(3) Pemerintah  Daerah  berwenang  untuk  melakukan  pengelolaan prasarana,  sarana,  dan   utilitas  yang   telah   diserahkan  oleh pengembang kepada Pemerintah Daerah.

(4) Pemerintah  daerah  dalam  melakukan  pengelolaan  sebagaimana dimaksud  pada ayat  (3)  harus  sesuai  dengan  rencana  induk  atau rencana  tapak  yang  telah disahkan oleh Pemerintah Daerah.

(5) Kewenangan  Pemerintah Daerah  sebagaimana dimaksud dalam  ayat (3) meliputi:

(18)

b. Memelihara dan mengembangkan prasarana, sarana, dan utilitas; c. Menggunakan   dan/atau   memanfaatkan   prasarana,   sarana,  dan

utilitas; dan 

d.  Mengawasi prasarana, sarana, dan utilitas.

(6) Kewenangan     pengelolaan  prasarana,   sarana  dan  utilitas dilaksanakan oleh  Bupati.

(7)   Bupati  dalam  melaksanakan  kewenangan  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (6)   dapat   melimpahkan  kepada   Satuan   Kerja   Perangkat Daerah terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya.

BAB IV 

PENYELENGGARAAN PERUMAHAN  Bagian Kesatu 

Umum Pasal 6 

(1) Penyelenggaraan   perumahan   dan   kawasan   permukiman dilaksanakan melalui tahapan : 

a. Perencanaan perumahan  b. Pembangunan perumahan c. Pemanfaatan perumahan d. Pengendalian perumahan

(2) Perumahan   mencakup   rumah   atau   perumahan   beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum.

(3) Kawasan permukiman mencakup :

a. Kawasan   siap   bangun   yang   selanjutnya   disebut Kasiba. 

b. Lingkungan   siap   bangun   yang   selanjutnya   disebut Lisiba. 

c. Kaveling tanah matang. 

(4) Rumah dibedakan menurut jenis dan bentuknya.

(19)

a. Rumah komersial b. Rumah umum c. Rumah swadaya d. Rumah khusus e. Rumah negara

(6) Bentuk   rumah   dibedakan   berdasarkan   hubungan   atau keterkaitan antar bangunan.

(7) Bentuk rumah meliputi : a. Rumah tunggal

b. Rumah deret c. Rumah susun

(8) Setiap   bangunan   yang   didirikan   konstruksinya   adalah bangunan panggung.

(9) Bentuk   bangunan   panggung   dapat   berupa   konstruksi beton atau konstruksi kayu. 

(10) Kewajiban   membangun   dengan   konstruksi   bangunan panggung dengan tidak menghilangkan fungsi resapan air dicantumkan dalam ketentuan IMB.

(11) Pembangunan   rumah   dan   perumahan   harus   dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

Bagian Kedua

Perencanaan Perumahan Pasal 7

(1) Perencanaan   perumahan   dilakukan   untuk   memenuhi kebutuhan rumah.

(2) Perencanaan perumahan terdiri atas : a. Perencanaan dan perancangan rumah

b. Perencanaan   prasarana,   sarana,   dan   utilitas   umum perumahan

(3) Perencanaan   perumahan   mencakup   rumah   sederhana, rumah menengah, dan / atau rumah mewah.

(20)

b. Mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pemerintah

c. Meningkatkan   tata   bangunan   dan   lingkungan   yang terstruktur.

(5) Hasil   perencanaan   dan   perancangan   rumah   harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis.

(6) Persyaratan tersebut merupakan syarat bagi diterbitkan izin mendirikan bangunan.

(7) Perencanaan   prasarana,   sarana   dan   utilitas   umum perumahan, meliputi :

a. Rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman.

b. Rencana   kelengkapan   prasarana,   sarana   dan   utilitas umum perumahan.

(8) Rencana   penyediaan   kaveling   tanah   digunakan   sebagai landasan   perencanaan   prasarana,   sarana   dan   utilitas umum.

(9) Rencana penyediaan kaveling tanah untuk meningkatkan daya   guna   dan   hasil   guna   tanah   bagi   kaveling   siap bangun   sesuai   dengan   rencana   tata   bangunan   dan lingkungan.

(10) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan ekologis. (11) Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum yang

telah memenuhi persyaratan wajib mendapat pengesahan dari pemerintah daerah.

Pasal 8

(1) Perencanaan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilakukan oleh setiap orang. 

(21)

(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat 

disusun   dalam   satu   hamparan   atau   tidak   dalam   satu hamparan.

(4) Perencanaan   tidak   dalam   satu   hamparan   sebagaimana dimaksud   dalam   ayat  (3)   wajib   diajukan   oleh   setiap   orang yang sama.

(5) Perencanaan   lokasi   baru   dan/   atau   pada   lokasi pengembangan   sebagaimana   dimaksud  dalam   ayat   (1) disusun   dalam   bentuk   dokumen   perencanaan   yang menjamin terlaksananya hunian berimbang. 

(6) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang­kurangnya meliputi : 

a. Rencana tapak;  b. Desain rumah; 

c. Spesifikasi teknis rumah; 

d. Rencana kerja perwujudan hunian berimbang; dan  e. Rencana kerjasama. 

(7) Dokumen  perencanaan  sebagaimana  dimaksud pada ayat  (5) wajib mendapat pengesahan dari Instansi Teknis yang terkait. 

Bagian Ketiga

Pembangunan Perumahan Pasal 9

Pembangunan perumahan meliputi :

a. Pembangunan rumah dan prasarana, sarana dan utilitas umum.

b.  Peningkatan kualitas perumahan. Pasal 10

(1) Badan   hukum   yang   melakukan   pembangunan perumahan   wajib   mewujudkan   perumahan   dengan hunian berimbang.

(22)

oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.

(3) Kewajiban   dikecualikan   untuk   badan   hukum   yang membangun   perumahan   yang   seluruhnya   ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum.

(4) Dalam   hal   pembangunan   perumahan,   pemerintah   dan atau   pemerintah   daerah   dapat   memberikan   insentif kepada   badan hukum untuk  mendorong  pembangunan perumahan dengan hunian berimbang.

(5) Pembangunan   perumahan   skala   besar   dengan   hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

(6) Dalam   hal   pembangunan   perumahan   dengan   hunian berimbang   tidak   dalam   satu   hamparan,   pembangunan rumah   umum   harus   dilaksanakan   dalam   satu   daerah kabupaten   barito   kuala   dan   kawasan   metropolitan Banjarbakula   (Banjarmasin,   Banjar,   Banjarbaru,   Barito Kuala dan Tanah Laut).

(7) Pembangunan   rumah   umum   harus   mempunyai   akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja, kemudahan akses tersebut diatur dengan peraturan daerah.

(8) Pembangunan   perumahan   dengan   hunian   berimbang dilakukan oleh badan hukum yang sama.

(9) Rumah tunggal, rumah deret,  dan/ atau rumah susun yang   masih   dalam   tahap   proses   pembangunan   dapat dipasarkan   melalui   sistem   perjanjian  pendahuluan  jual beli   sesuai   dengan   ketentuan   peraturan   perundang­ undangan.

(10)Perjanjian   pendahuluan   jual   beli   dilakukan   setelah memenuhi persyaratan kepastian atas :

a. Status pemilikan tanah b.Hal yang diperjanjikan

c. Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk

(23)

e. Fisik bangunan rumah paling sedikit 30%. Pasal 11

(1) Setiap   orang   yang   membangun   perumahan   dan   kawasan permukiman   wajib   mewujudkan   hunian   berimbang   sesuai dengan perencanaan. 

(2) Pembangunan   permukiman,   lingkungan   hunian   dan kawasan   permukiman   dengan   hunian   berimbang   hanya dilakukan   oleh   badan   hukum   bidang   perumahan   dan kawasan permukiman. 

(3) Badan hukum sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (2)  dapat berupa   badan   hukum   yang   berdiri   sendiri   atau   kumpulan badan hukum dalam bentuk kerjasama. 

(4) Kerjasama   sebagaimana   dimaksud  pada  ayat   (3)   dapat berbentuk : 

a. Konsorsium; 

b. Kerjasama operasional; dan 

c. Bentuk   kerjasama   lain   sesuai   dengan   peraturan perundang­undangan. 

(5) Pembangunan rumah sederhana atau rumah susun umum dalam rangka perwujudan hunian berimbang dilaksanakan secara proporsional sesuai rencana dan jadwal penyelesaian pembangunan   perumahan   dan   kawasan   permukiman   yang tertuang   dalam   rencana   kerja   perwujudan   hunian berimbang. 

(6) Untuk   pembangunan   perumahan   dan/atau   rumah   yang berdekatan   dengan   sungai   harus   memperhatikan   garis sempadan sungai.

(24)

Pemanfaatan dan Pengendalian Rumah Pasal 12

(1) Pemanfaatan   rumah   dapat   digunakan   kegiatan   usaha secara   terbatas   tanpa   membahayakan   dan   tidak mengganggu fungsi hunian.

(2) Pemanfaatan   rumah   selain   digunakan   untuk   fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.

(3) Pengendalian perumahan dimulai dari tahap : a. Perencanaan

b. Pembangunan c. Pemanfaatan

(4) Pengendalian  perumahan dilaksanakan  oleh  pemerintah kabupaten  pada bentuk :

a. Perizinan b. Penertiban c. Penataan

Pasal 13

(1) Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang dilakukan pada : 

a. Tahap perencanaan; 

b. Tahap pembangunan; dan  c. Tahap pengembangan. 

(2) Pengendalian   pada   tahap   perencanaan   sebagaimana dimaksud  pada  ayat   (1)   huruf   a   sesuai   dengan   dokumen perencanaan. 

(3) Pengendalian   pada   tahap   pembangunan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : 

a. Perizinan; 

b. Penertiban; dan  c. Penataan. 

(25)

yang   mengajukan   izin   pengembangan   atau   perlu   asan perumahan dan kawasan permukiman. 

Pasal 14

(1) Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian   berimbang   dilakukan   oleh   satuan   kerja   perangkat daerah yang menangani urusan wajib bidang perumahan  dan permukiman. 

(2) Pengendalian   pembangunan   perumahan   dan   kawasan permukiman meliputi: 

a. Pengendalian pada tahap pembangunan; dan  b. Pengendalian pada tahap pemanfaatan. 

(3) Pengendalian   pada   tahap   pembangunan   sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (2)   huruf   a   dilakukan   dengan mengawasi   pelaksanaan   pembangunan   pada   kawasan permukiman   yang   terdiri   atas   kegiatan    pemantauan, evaluasi dan pelaporan. 

(4) Pengendalian   dilakukan   untuk   menjaga   kualitas   kawasan permukiman. 

(5) Pengendalian   pada   tahap   pemanfaatan   sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan : 

a. Pemberian insentif; 

b. Pengenaan disinsentif; dan  c. Pengenaan sanksi. 

(6) Pemberian   insentif   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (5) huruf a berupa : 

a. Insentif   perpajakan   sesuai   dengan   ketentuan   peraturan perundang­undangan di bidang perpajakan; 

b. Pemberian kompensasi;  c. Subsidi silang; 

d. Pembangunan   serta   pengadaan   prasarana,   sarana   dan utilitas umum; dan 

(26)

(7) Pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b berupa : 

a. Pengenaan retribusi daerah; 

b. Pembatasan   penyediaan   prasarana,   sarana   dan   utilitas umum; 

c. Pengenaan kompensasi; dan 

d. Pengenaan sanksi berdasarkan undang­undang ini. 

BAB V

PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 15

(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan melalui : a. Pengembangan yang telah ada

b. Pembangunan baru c. Pembangunan kembali

(2) Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan dan perdesaan mencakup :

a. Penyediaan lokasi permukiman

b. Penyediaan   prasarana,   sarana,   dan   utilitas   umum permukiman

c. Penyediaan   lokasi   pelayanan   jasa   pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi

(3) Penyelenggaraan   kawasan   permukiman   dilaksanakan melalui tahapan :

a. Perencanaan b. Pembangunan c. Pemanfaatan d. Pengendalian

(27)

hunian   dan   tempat   kegiatan   yang   mendukung perikehidupan   dan   penghidupan   yang   terencana, menyeluruh,   terpadu,   dan   berkelanjutan   sesuai   dengan rencana tata ruang.

(5) Penyelenggataan  kawasan permukiman  bertujuan  untuk memenuhi   hak   warga   negara   atas   tempat   tinggal   yang layak   dalam   lingkungan   yang   sehat,   aman,   serasi,   dan teratur serta menjamin kepastian hukum.

(6) Penyelenggaraan   kawasan   permukiman   mencakup lingkungan   hunian   dan   tepat   kegiatan   pendukung perikehidupan   dan   penghidupan   di   perkotaan   dan   di perdesaan.

(7) Penyelenggaraan   kawasan   permukiman   dilaksanakan sesuai arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.

(8) Arahan   pengembangan   kawasan   permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi :

a. Hubungan   antar   kawasan   fungsional   sebagai   bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung.

b. Keterkaitan   lingkungan   hunian   perkotaan   dengan lingkungan hunian perdesaan.

c. Keterkaitan   antara   pengembangan   lingkungan   hunian perkotaan dan pengembangan kawasan perkotaan.

d. Keterkaitan   antara   pengembangan   lingkungan   hunian perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan.

e. Keserasian   tata  kehidupan   manusia  dengan   lingkungan hidup.

f. Keseimbangan   antara   kepentingan   publik   dan kepentingan setiap orang.

g. Lembaga   yang   mengkoordinasikan   pengembangan kawasan permukiman.

Bagian Kedua

(28)

Pasal 16

(1) Perencanaan   kawasan   permukiman   harus   dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

(2) Perencanaan kawasan permukiman baru mencakup : a. Peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan. b. Mitigasi bencana.

c. Penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

(3) Perencanaan  kawasan   permukiman  baru   perkotaan meliputi:

a. Perencanaan   lingkungan   hunian   baru   skala   besar dengan Kasiba dan Lisiba.

b. Perencanaan   lingkungan   hunian   baru   skala   besar dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

c. Lingkungan hunian baru; dan d. Kaveling tanah matang.

(4) Perencanaan  kawasan   permukiman  baru   perkotaan  dan perdesaan   didahului   dengan   penetapan   lokasi pembangunan   hunian   baru   yang   dapat   diusulkan   oleh perorangan,   badan   hukum   bidang   perumahan   dan permukiman atau pemerintah daerah.

(5) Lokasi pembangunan lingkungan hunian baru ditetapkan dengan keputusan Bupati .

(6) Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan :

a. Rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan. b. Rencana penyediaan tanah.

c. Analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan. (7) Persyaratan   minimal   dalam   permohonan   izin

pembangunan   lingkungan   hudian   baru  menyertakan rencana tapak (site plan).

Bagian Ketiga

(29)

(1) Pembangunan   kawasan   permukiman   harus   mematuhi rencana  dan  izin  pembangunan  lingkungan  hunian  dan kegiatan pendukung.

(2) Pembangunan   kawasan   permukiman   dapat   dilakukan oleh   pemerintah,   Pemerintah   daerah,   badan   hukum, dan/atau perorangan.

(3) Pelaksanaan   pembangunan   lingkungan   hunian   baru mencakup :

a. Pembangunan permukiman.

b. Pembangunan   prasarana,   sarana,   dan   utilitas   umum permukiman.

c. Pembangunan   lokasi   pelayanan   jasa   pemerintahan   dan pelayanan sosial.

BAB VI

PROGRAM PENANGANAN  Bagian Kesatu 

Umum Pasal  18

(1) Program   penanganan   pembangunan   dan   pengembangan perumahan   dan   kawasan   permukiman   adalah   indikasi program  dari   beberapa   SKPD   (Satuan   Kerja   Perangkat Daerah). 

(2) Indikasi program perumahan meliputi : 

a. Koordinasi penyelenggaraan pengembangan perumahan.  b. Penyediaan fasilitas umum sebagai pembuka eksklusivitas

perumahan. 

c. Rehabilitasi atau pemeliharaan jalan. 

d. Pengembangan manajemen pengolahan persampahan.  e. Pembangunan saluran drainase. 

f. Penyediaan ruang terbuka hijau. 

(30)

h. Peningkatan   peran   serta   masyarakat   dalam   pengelolaan RTH 

(3) Indikasi program kawasan permukiman meliputi :  a. Koordinasi pengembangan perumahan. 

b. Pengembangan   teknologi   pengolahan   persampahan melalui pengadaan komposter komunal. 

c. Peningkatan   pelayanan  kebersihan  dan   pengembangan teknologi pengolahan persampahan. 

d. Penyediaan   pengelolaan   sanitasi   dasar   melalui pengelolaan limbah cair. 

e. Penyediaan sarana air bersih oleh PDAM. 

f. Penyediaan sarana perdagangan berupa pertokoan.  g. Pengelolaan RTH. 

h. Peningkatan   peran   serta   masyarakat   dalam   pengelolaan RTH. 

i. Pembangunan sarana dan prasarana pemakaman.  j. Rehabilitasi atau pemeliharaan jalan. 

k. Pembangunan saluran drainase.  l. Peningkatan pelayanan lampu PJ U. 

(4) Indikasi   program   permukiman   kumuh  dengan   tujuan perbaikan lingkungan meliputi : 

a. Penataan   penguasaan,   kepemilikan,   penggunaan,   dan pemanfaatan tanah.

b. Peningkatan pelayanan jaringan air bersih oleh PDAM  c. Peningkatan pelayanan kebersihan 

d. Pembangunan   dan   Peningkatan  saluran   drainase  dan gorong­gorong 

e. Pembangunan Rusunawa 

f. Pengelolaan   RTH   meliputi   penataan,   pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian RTH 

(31)

h. Jalan lingkungan dan jalan setapak i. Saluran air limbah

j. Fasilitas persampahan

k. Tempat pemberhentian kendaraan umum l. Dermaga

m. Jembatan sederhana

n. Penyediaan lapangan olah raga dan ruang terbuka hijau. (5) Penyiapan kapling siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap

bangun   (Lisiba)   dengan   diikuti   oleh   program   konsolidasi tanah   perkotaan   (KTP)   sehingga   pemerintah   dapat menunjang   pengembangan   tersebut   melalui   penyediaan sarana   dan  prasarana   khususnya   jalan   lingkungan,   yang lahannya   disediakan   secara   hibah   oleh   pemilik   tanah sebagai   kompensasi   dari   penataan  dan   penyediaan   sarana dan prasarana penunjang.

(6) Konsep   penanganan   kawasan   permukiman   kumuh   di  atas tanah legal (slums), meliputi :

a.Model Land Sharing, dengan syarat : 

1)  Tingkat   pemilikan/penghuniaan   secara   sah   cukup tinggi dengan luasan yang terbatas, yaitu mempunyai bukti   pemilikan/penguasaan   atas   lahan   yang ditempatinya.

2)    Tingkat   kekumuhannya   tinggi,   dengan   ketersediaan lahan  yang  memadai  untuk  menempatkan  prasarana dan sarana dasar.

3)  Tata letak permukiman tidak/belum terpola.

b.Model   Konsolidasi   Tanah   (Land   Consolidation),dengan syarat:

(32)

2) Berpotensi   untuk   dikembangkan   menjadi   kawasan fungsional   yang   lebih   strategis   dari   sekedar   hunian. Melalui   penataan   ulang   dimungkinkan   adanya penggunaan   campuran   (mix   used)   hunian   dengan penggunaan fungsional lain.

3) Tata   letak   permukiman   tidak/kurang   berpola   dengan pemanfaatan   yang   beragam,   tidak   terbatas  hanya  pada hunian.

(7) Konsep   penanganan   kawasan   permukiman   kumuh   diatas tanah   Ilegal   (squatter),   merupakan   kawasan   permukiman kumuh yang berlokasi diatas lahan yang bukan peruntukkan perumahan   sebagaimana   arahan   rencana   tata   ruang,   baik tanah   milik   negara   maupun   milik   perorangan   atau   badan hukum  yang  dihuni   secara  tidak   sah,   seperti   permukiman yang   tumbuh   dilokasi   TPA,   bantaran   sungai,   dibelakang bangunan   umum   kawasan   fungsional   dan   lainnya.  Model penanganannya   antara   lain   dengan   pendekatan   sebagai berikut :

a. Pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan   (Resettlement).   Model   ini   biasanya   memakan waktu   dan   biaya   sosial   yang   cukup   besar,   termasuk kemungkinan   tumbuhnya   kerusuhan   atau   keresahan masyarakat.  Pemindahan   perlu   dilakukan   apabila permukiman   kumuh   tersebut   berada   pada   kawasan fungsional   yang   akan/perlu   direvitalisasikan   sehingga memberikan nilai ekonomi.

(33)

konsep ini dapat diterapkan pembangunan rumah susun sewa.

(8) Rencana   penataan   permukiman   kumuh   di   tepi   sungai, dilakukan   secara   bertahap   antara   lain   melalui   kegiatan revitalisasi berupa :

a. Pembuatan titian disepanjang tepi sungai untuk merubah orientasi   bangunan   dari   membelakangi   sungai   menjadi menghadap   ke   sungai,   sehingga   dapat   mengurangi kemungkinan   terjadinya   pembuangan   limbah   rumah tangga   kedalam   sungai,   karena   umumnya   masyarakat tidak   mungkin   mengotori   pekarangan   depan   rumahnya. Jika   hal   ini   bisa   diterapkan   akan   memberikan   kesan estetika yang baik dan menarik dari tengah sungai, serta memberikan   konstribusi   terhadap   kelestarian   sungai dalam jangka panjang.

b. Relokasi   secara   bertahap   untuk   kawasan   permukiman yang sebagian besar aktifitas ekonomi penduduknya tidak berhubungan   kembali   dengan   aliran   sungai,   hanya bergantung pada masalah mandi, cuci dan kakus. Untuk kondisi   ini   dilakukan   penertiban   dengan   pembebasan bantaran   sungai   dengan   tidak   memperpanjang   kembali hak guna bangunan atau hak pakai rumah yang ada pada saat berakhir ijinnya.

BAB VII

TUJUAN HUNIAN BERIMBANG Bagian Kesatu 

Pasal 19

Penyelenggaraaan   perumahan   dan   kawasan   permukiman dengan hunian berimbang bertujuan untuk : 

(34)

hamparan   atau   tidak   dalam   satu   hamparan   untuk   rumah sederhana; 

b. Mewujudkan kerukunan antar berbagai golongan masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial dalam perumahan,   permukiman,   lingkungan   hunian   dan   kawasan permukiman; 

c.   Mewujudkan   subsidi   silang   untuk   penyediaan   prasarana, sarana   dan   utilitas   umum   serta   pembiayaan   pembangunan perumahan; 

d. Menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara sosial dan ekonomi; dan 

e. Mendayagunakan penggunaan lahan yang diperuntukan bagi perumahan dan kawasan permukiman. 

Bagian Kedua  Lokasi dan Komposisi

Paragraf 1  Umum Pasal 20

(1) Setiap   orang   yang   membangun   perumahan   dan   kawasan permukiman   wajib   dengan   hunian   berimbang,   kecuali diperuntukkan   bagi   rumah   sederhana   dan/   atau   rumah susun umum.

(2) Kebijakan   kawasan   pengembangan   kegiatan   perumahan diarahkan   secara   merata   terutama   untuk   mengisi   tanah­ tanah kosong sesuai daya dukung kawasan, meliputi : 

a. Penyediaan lahan matang. b. Pembangunan rumah murah. c. Kredit kepemilikan rumah.

d. Program peremajaan lingkungan.

(35)

f. Pengembangan perumahan pada kawasan baru dilengkapi dengan   fasilitas   pelayanan   lingkungan,   sementara   itu pada kawasan lama perlu diusahakan peremajaan.

Pasal 21

(1) Penyelenggaraan   perumahan   dan   kawasan   permukiman dengan   hunian   berimbang   harus   memenuhi   persyaratan lokasi dan komposisi. 

(2) Penyelenggaraan   perumahan   dan   kawasan   permukiman dengan   hunian   berimbang   dilaksanakan   di   perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. (3) Perumahan,   permukiman,  dan  lingkungan   hunian

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan skala sebagai berikut : 

a. Perumahan dengan jumlah rumah sekurang­kurangnya 50 (lima puluh) sampai dengan 1.000 (seribu) rumah; 

b. Permukiman dengan jumlah rumah sekurang­kurangnya 1.000 (seribu) sampai dengan 3.000 (tiga ribu) rumah;  c. Lingkungan   hunian   dengan   jumlah   rumah   sekurang­

kurangnya 3.000 (tiga ribu) rumah sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) rumah; dan 

d. Kawasan   permukiman   dengan   jumlah   rumah   lebih   dari 10.000 (sepuluh ribu) rumah. 

Paragraf 2  Lokasi  Pasal 22

(1) Persyaratan    lokasi    hunian    berimbang    sebagaimana dimaksud    pada    pasal    21    ayat    (1)    dilaksanakan    dalam satu   kabupaten    dan/     atau     dalam     satu     kawasan metropolitan Banjarbakula pada : 

a. Satu hamparan; dan 

(36)

(2) Lokasi   hunian   berimbang   dalam   satu   hamparan sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   a   wajib dilaksanakan   pada   permukiman,   lingkungan   hunian   dan kawasan permukiman. 

(3) Lokasi   hunian   berimbang   dalam   satu   hamparan sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   a   sekurang­ kurangnya menampung 1.000 (seribu) rumah. 

(4) Lokasi   hunian   berimbang   tidak   dalam   satu   hamparan sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   b   dapat dilaksanakan   pada   perumahan   yang   sekurang­kurangnya menampung 50 (lima puluh) rumah. 

(5) Dalam   hal   tidak   dalam   satu   hamparan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, maka pembangunan rumah sederhana oleh setiap orang harus memenuhi persyaratan :  a.  Dibangun dalam satu wilayah kabupaten; 

b. Dibangun   dalam   satu   kawasan   metropolitan Banjarbakula; dan

c.  Penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja. 

Paragraf 3 Komposisi Pasal 23 Komposisi berdasarkan : 

a. Jumlah rumah; dan  b. Luasan lahan. 

Pasal 24

(1) Komposisi jumlah rumah sebagaimana dimaksud pada pasal 23   huruf   a   merupakan   perbandingan   jumlah   rumah sederhana,   jumlah   rumah   menengah   dan   jumlah   rumah mewah.

(37)

berbanding satu) yaitu 3 (tiga) atau lebih rumah sederhana berbanding   2   (dua)   rumah   menengah   dan   1   (satu)   rumah mewah. 

(3) Dalam   hal   tidak   dapat   dibangun   rumah   sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk rumah tunggal   atau   rumah   deret   dapat   dibangun   dalam   bentuk rumah susun umum. 

Pasal 25

(1) Komposisi luasan lahan sebagaimana dimaksud  pada Pasal 23   huruf   b   merupakan   perbandingan   luas   lahan   untuk rumah sederhana terhadap luas lahan keseluruhan. 

(2) Luasan   lahan   rumah   sederhana   sebagaimana   dimaksud dalam ayat (1) sekurang­kurangnya 25% (dua puluh lima per seratus) dari luas lahan keseluruhan dengan jumlah rumah sederhana sekurang­kurangnya sama dengan jumlah rumah mewah ditambah jumlah rumah menengah

Pasal 26

(1) Hunian   berimbang   rumah   susun   merupakan   perumahan atau   lingkungan   hunian   yang   dibangun   secara   berimbang antara rumah susun komersial dan rumah susun umum.  (2) Hunian   berimbang   untuk   rumah   susun   umum   sekurang­

kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun. 

(3) Rumah   susun   umum   dapat   dibangun   pada   bangunan terpisah dari bangunan rumah susun komersial. 

(4) Rumah susun umum dapat dibangun dalam satu hamparan dengan rumah susun komersial. 

(5) Dalam hal tidak dalam satu hamparan, maka pembangunan rumah susun umum dilaksanakan oleh setiap orang harus memenuhi persyaratan : 

a. Dibangun dalam satu wilayah kabupaten 

(38)

dan

c. Penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja.

Bagian Ketiga 

Pengembangan Prasarana Perumahan Pasal 27

(1) Penetapan   batas   lahan   mengikuti   pola   peruntukan perumahan.

(2) Garis   sempadan   bangunan   terluar   pada   blok   peruntukan ditetapkan   sejajar   dengan   as   jalan   didepannya   yang ditentukan   berdasarkan   lebar   jalan   dan   jenis peruntukannya.

(3)   Jalan lingkungan, meliputi jalan lingkungan  Skunder  dan jalan lingkungan Tersier minimal lebar jalan 8 m, dan jalan poros/ jalan utama  / jalan lingkungan Primer  perumahan, baik berupa jalan lingkungan, jalan lokal sekunder dan atau jalan lokal primer minimal lebar jalan 10 m.

(4)   Intensitas   dan   ketinggian   bangunan   di   zona   perumahan sesuai peraturan teknis pembangunan zona perumahan dan muatan­muatan   dalam   SNI,   Rencana   Tata   Ruang   dan Peraturan Zonasi sebagai dasar pertimbangan.

(5)   Menyediakan   fasilitas   umum   dan   fasilitas   sosial   bagi lingkungan perumahan di  tempat yang dapat menjangkau seluruh lingkungan, disesuaikan dengan jumlah penduduk yang   membutuhkan   di   lingkungan   tersebut   dan   tingkat kebutuhannya.

(6)   Jangkauan   pelayanan   mencakup   seluruh   lingkungan perumahan tersebut.

(39)

(8)   Mempertimbangkan karakter sosial, budaya, dan ekonomi penduduk yang terlayani.

(9)   Pemanfaatan   ruang   pada   lahan   berskala   besar   di kawasan   perumahan   dengan   penggunaan   campuran (bangunan, prasarana, dan ruang terbuka) harus mengikuti ketentuan ruang yang berlaku di kawasan perumahan. (10)Pengembangan   kawasan   permukiman   dibatasi   sesuai

dengan standard dan kebutuhan ruang perumahan.

(11)Komposisi kawasan permukiman dapat mengikuti peraturan lokal, dalam hal tertentu nilai lahan dapat mengecualikan pengelompokkan perumahan dalam kawasan.

(12)Luas   kavling   untuk   pembangunan   dan   pengembangan perumahan, yaitu :

a. Perumahan tipe besar / mewah, luas kapling minimal 500 m2

b. Perumahan tipe sedang / menengah, luas kapling minimal 300 m2

c. Perumahan tipe kecil / sederhana, luas kapling minimal 150 m2

(13)Komposisi pemanfaatan lahan perumahan, yaitu :

a. Perumahan   tipe   besar   /   mewah,   dengan   komposisi penggunaan   lahan  maksimal   65%  untuk  bangunan rumah  dan prasarana sarana umum serta ruang terbuka hijau publik minimal 35%

b. Perumahan   tipe   sedang   /   menengah,   dengan   komposisi penggunaan   lahan  maksimal   65%  untuk  bangunan rumah dan prasarana sarana umum serta ruang terbuka hijau publik minimal 35%

c. Perumahan   tipe   kecil   /   sederhana,   dengan   komposisi penggunaan   lahan  maksimal   70%  untuk  bangunan rumah dan prasarana sarana umum serta ruang terbuka hijau publik minimal 30%

(40)

a. Ketersediaan dan pelayanan listrik b. Ketersediaan dan pelayanan air minum

c. Ketersediaan   dan   pelayanan   sanitasi,   meliputi persampahan dan air limbah.

d. Ketersediaan   dan   pelayanan   fasilitas   sosial,   meliputi fasilitas   peribadatan,   fasilitas   keamanan,   dan   fasilitas pertemuan.

e. Ketersediaan   dan   pelayanan  fasilitas   umum,   meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan.

(15)Pengembangan   dan   pembangunan   perumahan,   minimal wajib menyediakan :

a. Ketersediaan dan pelayanan listrik dan penerangan jalan umum,

b. Ketersediaan dan pelayanan air minum

c. Ketersediaan   dan   pelayanan   sanitasi,   meliputi persampahan dan air limbah.

d. Ketersediaan   lahan   ruang   terbuka   hijau   publik  pada lahan yang dikembangkan atau dibangun.

e. Ketersediaan   dan   pelayanan   fasilitas   sosial   dan  fasilitas umum,   minimal   berupa   penyediaan   lahan   sesuai ketentuan yang berlaku.

(16)Pengembangan   dan   pembangunan   kawasan   permukiman baru, minimal wajib menyediakan :

a.Ketersediaan   lahan   ruang   terbuka   hijau   publik  pada lahan yang dikembangkan atau dibangun.

b.Ketersediaan   dan   pelayanan   fasilitas   sosial   dan  fasilitas umum,   minimal   berupa   penyediaan   lahan   sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB VIII

(41)

Umum  Pasal 28

(1) Prasarana   lingkungan   adalah   kelengkapan   dasar   fisik lingkungan   yang   memungkinkan   lingkungan   permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

(2) Sarana   lingkungan   adalah   fasilitas   penunjang,   yang berfungsi   untuk   penyelenggaraan   dan   pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

(3) Utilitas   umum   adalah   sarana   penunjang   pelayanan lingkungan.

(4) Lingkungan   perumahan   yang   sehat   dan   aman   adalah kumpulan rumah dalam berbagai bentuk dan ukuran yang dilengkapi   prasarana,   sarana   dan   utilitas   umum   dengan penataan   lingkungan   yang   menjamin   kesehetan masyarakatnya.

(5) Pembangunan   prasarana,   sarana,   dan   utilitas   umum perumahan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.

(6) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum wajib dilakukan   sesuai   dengan   rencana,   rancangan,   dan perizinan.

(7) Pembangunan   prasarana,   sarana,   dan   utilitas   umum perumahan harus memenuhi persyaratan :

a. Kesesuaian   antara   kapasitas   pelayanan   dan   jumlah rumah;

b. Keterpaduan   antara   prasarana,   sarana,   dan   utilitas umum dan lingkungan hunian;

c. Ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

(42)

ketentuan peraturan perundang­undangan. 

Bagian Kedua Jalan  Pasal  29

(1) Jalan   akses   dan   jalan   poros   kawasan   perumahan   dan kawasan permukiman, dengan ketentuan :

a. Kelas   Jalan   minimal  Jalan   Lingkungan   Primer   (Jalan Poros)

b. Dapat diakses mobil pemadam  kebakaran

c. Konstruksi   trotoar   (jalur   pejalan   kaki)   tidak   berbahaya bagi pejalan kaki dan penyandang catat

d. Jembatan harus memiliki pagar pengaman

e. Lebar   ruang   milik   jalan   (rumija)   minimal  10  (sepuluh) meter.

(2) Jalan lingkungan

a. Kelas Jalan minimal  Jalan Lingkungan Sekunder (Jalan Lingkungan).

b. Dapat diakses mobil pemadam  kebakaran.

c. Konstruksi   trotoar   (jalur   pejalan   kaki)   tidak   berbahaya bagi pejalan kaki dan penyandang catat

d. Jembatan harus memiliki pagar pengaman e. Akses ke semua lingkungan permukiman

f. Lebar   ruang   milik   jalan   (rumija)   minimal  8  (delapan) meter.

Bagian Ketiga

Sanitasi, Drainase dan Persampahan Pasal 30

(1) Limbah   cair   yang   berasal   dari   rumah   tangga   tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.

(43)

pembuangan sanitasi lingkungan (sistem IPAL Komunal). (3) Sistem   IPAL,   dapat   disambungkan   dengan   sistem

pembanguan   sanitasi   kota   atau   dengan   cara   pengolahan lain   (pengosongan   dengan   truk   Tinja),   untuk   di   bawa   ke IPLT Kota.

(4) Setiap   lingkungan   perumahan   baru   harus   dilengkapi dengan   sistem   drainase   yang   mempunyai   kapasitas tampung   yang   cukup   sehingga   lingkungan   perumahan bebas dari genangan air.

(5) Sistem   drainase   harus   dihubungkan   dengan   badan penerima   (saluran   kota,   sungai,   danau,   laut   atau   kolam yang   mempunyai   daya   tampung   cukup)   yang   dapat menyalurkan   atau   menampung   air   buangan   sedemikian rupa sehingga maksud pengeringan daerah dapat terpenuhi. (6) Pengelolaan   persampahan   mandiri   termasuk   pembuatan

composer komunal untuk kebutuhan kawasan perumahan. (7) Sebagian dari fasilitas umum (Fasum) di peruntukkan TPST

dengan luas minimal 2 x 150 m2. 

Bagian Keempat Penghijauan

Pasal 31

Melakukan penghijauan diperumahn dan kawasan permukiman (1) Jalan   poros/jalan   utama/jalan   lingkungan   Primer

Perumahan   dan   kawasan   Permukiman   wajib   dilakukan penghijauan pada sisi kanan dan kiri jalan.

(2) Keseimbangan tata ruang dan wilayah bagi rumah tinggal di wujudkan   dengan   menanam   pohon   (minimal   satu   rumah satu pohon, dengan tinggi ± 1 m).

(3) Pengaturan   tentang   konservasi   lahan   setempat   yang berkenaan   dengan   penghijauan   akan   diatur   lebih   lanjut dalam peraturan bupati

(44)

Air Minum dan Tenaga Listrik Pasal 32

(1) Pelayanan air minum memenuhi standar air minum

(2) Setiap   lingkungan   perumahan   harus   mendapatkan pelayanan   air   minum   melalui  jaringan   perpipaan sambungan rumah dari PDAM Kabupaten Barito Kuala atau sumber lain.

(3) Setiap   lingkungan   perumahan   harus   mendapatkan   daya linstrik dari PLN atau dari sumber lain (dengan perhitungan setiap   unit   hunian/   rumah   mendapatkan   daya   listrik minimum 900 VA)

(4) Pengaturan tiang listrik dan gardu listrik harus menjamin keamanan penghuni.

(5) Tersedia penerangan jalan umum. Bagian Keenam

Penyediaan dan Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Pasal 33

Penyediaan   dan   penyerahan   prasarana,   sarana,  dan   utilitas didasarkan kepada prinsip:

a. Keterbukaan yaitu masyarakat mengetahui prasarana, sarana, dan utilitas  yang  telah   diserahkan    dan/atau    kemudahan    bagi masyarakat    untuk    mengakses    informasi   terkait   dengan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas;

b. Akuntabilitas  yaitu  proses  penyerahan  prasarana,  sarana,  dan utilitas  yang  dapat   dipertanggungjawabkan  sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang­undangan;

c. Kepastian  hukum  yaitu  menjamin  kepastian  ketersediaan prasarana,  sarana,  dan utilitas  sesuai  dengan  standar,  rencana tapak  yang  disetujui  oleh  pemerintah daerah, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat;

(45)

e. Keberlanjutan  yaitu  pemerintah  daerah  menjamin  keberadaan prasarana,  sarana,  dan   utilitas  sesuai   dengan  fungsi  dan peruntukannya.

Pasal 34

(1) Prasarana,  sarana,  dan  utilitas  pada  kawasan  perumahan meliputi :

a. Prasarana, antara lain : 1. jaringan jalan;

2. jaringan saluran pembuangan air limbah;

3. jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase); dan 4. tempat pembuangan sampah.

b. Sarana, antara lain :

1. sarana perniagaan/perbelanjaan;

2. sarana pelayanan umum dan pemerintahan; 3. sarana pendidikan;

4. sarana kesehatan; 5. sarana peribadatan;

6. sarana rekreasi dan olahraga;

7. sarana pemakaman/tempat pemakaman;

8. sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan 9. sarana parkir.

c.  Utilitas, antara lain : 1. jaringan air bersih; 2. jaringan listrik; 3. jaringan telepon;

4. sarana pemadam kebakaran;

5. sarana penerangan jalan umum dan

6.  jaringan    transportasi    (termasuk    halte,    dan  sub terminal );

(46)

2  sampai  dengan angka 9 wajib diserahkan  oleh pengembang kepada Pemerintah Daerah.

(4) Utilitas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  c  angka  4, angka  5  dan  angka  6  wajib  diserahkan  oleh  pengembang kepada Pemerintah Daerah.

(5) Penyerahan    prasarana    sebagaimana    dimaksud    pada    ayat (1)    huruf    a    pada perumahan tidak bersusun berupa tanah dan bangunan.

(6) Penyerahan sarana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf b  pada perumahan tidak bersusun berupa tanah  siap  bangun atau tanah dan bangunan.

(7) Penyerahan  utilitas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)  pada perumahan  tidak bersusun berupa tanah dan bangunan.

(8) Penyerahan  prasarana,  sarana  dan  utilitas  pada  rumah  susun berupa  tanah  siap bangun.

(9) Khusus  pada  rumah  susun,  tanah  siap  bangun  sebagaimana dimaksud  pada  ayat(8) harus berada di satu lokasi dan di luar hak milik atas satuan rumah susun.

Pasal 35

Pengembang   wajib   memelihara   prasarana   dan   utilitas   kawasan perumahan sebelum dilakukan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas tersebut kepada Pemerintah Daerah.

Pasal 36

(1) Pembangunan,    pemeliharaan    dan    penyerahan    prasarana, sarana,    dan    utilitas   kawasan  perumahan  dapat dikerjasamakan  dengan  pihak  ketiga   sepanjang  dapat memberikan  manfaat   langsung   bagi   penghuni   kawasan perumahan tersebut.

(2) Kerja    sama    sebagaimana    dimaksud    dalam    ayat    (1) dilaksanakan  berdasarkan peraturan perundang­undangan.

(47)

KRITERIA PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS YANG DISERAHKAN

Pasal 37

(1) Prasarana,   sarana,  dan   utilitas   yang   akan   diserahkan   harus memenuhi kriteria :

a. Untuk   prasarana,   tanah   dan   bangunan   telah   selesai dibangun dan dipelihara;

b. Untuk    sarana,    tanah    siap    bangun    atau    tanah    dan bangunan  telah  selesai dibangun dan dipelihara;

c. Untuk utilitas, tanah, dan bangunan telah selesai dibangun dan dipelihara;

(2) Prasarana, sarana, dan utilitas yang akan diserahkan:

a. Harus   sesuai   dengan   standar,   persyaratan   teknis   dan administrasi   yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah; b. Harus sesuai  dengan  rencana tapak  yang  telah  disahkan

oleh  Pemerintah Daerah; dan

c. Telah  mengalami  pemeliharaan  oleh  pengembang  paling lama  6  (enam)  bulan   terhitung   sejak   selesainya pembangunan.

  Paragraf 2

TATA CARA PENYERAHAN Pasal 38

(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pemeriksaan administrasi dan  fisik  terhadap   prasarana,  sarana,  dan  utilitas  pada kawasan  perumahan   yang  akan   diserahkan  melalui   proses verifikasi.

(2) Pelaksanaan    verifikasi    terhadap    prasarana,    sarana,    dan utilitas    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Verifikasi yang dibentuk oleh Bupati.

(48)

Keputusan Bupati.

Pasal 39

(1) Penyerahan Prasarana, Sarana,  dan  Utilitas  pada kawasan  perumahan   dilakukan   dengan   Berita   Acara   Serah Terima dari pengembang kepada Pemerintah Daerah.

(2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Berita Acara Serah Terima Administrasi;dan  b. Berita Acara Serah Terima Fisik.

(3) Berita  Acara  Serah  Terima  Administrasi  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (2)huruf  a,  sekurang­kurangnya memuat :

a. Identitas para pihak yang melakukan serah terima;

b. Rincian jenis, jumlah,  lokasi dan ukuran  obyek  yang  akan diserahkan;

c. Jadwal/waktu    penyelesaian    pembangunan,    masa pemeliharaan    dan    serah terima fisik   prasarana,  sarana, dan utilitas.

(4) Berita  Acara  Serah  Terima  Administrasi  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (2)huruf a harus dilampirkan :

a. Perjanjian  antara  pengembang  dengan  Pemerintah  Daerah tentang penyediaan dan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas;

b. Surat  kuasa  dari  pengembang  kepada  Pemerintah  Daerah tentang  pemberian kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk   melakukan   pelepasan   hak  atas   tanah  dan/atau bangunan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  yang   akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah;

Referensi

Dokumen terkait

a. Ekpresi, adalah Kombinasi dari konstanta, variabel dan operator untuk menghitung suatu data dari data-data lain yang ada. Operator, adalah kata sirnpan atau simbol

Sensor berbasis koil datar, fluxgate dan GMR dapat diaplikasikan untuk mengukur jarak, getaran, medan lemah, arus, muai panjang, putaran dan juga biosensor. Teknologi mikro

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan produksi tertinggi dari salah satu konsentrasi campuran antara pupuk kimia NPK dan biokompos cair, sehingga dapat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi wilayah di Kabupaten Jember dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang ada dimana nantinya

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Pelelangan Nomor: }27ll}lPokja 5lPTOl20l2 Tanggal 19 April 2012, maka dengan ini diumumkan Pemenang Pelelangan untuk

[r]

Bagian awal akan menjelaskan tentang Taylor Rule , sebagai pendekatan yang dipakai dalam analisis, kemudian dilanjutkan dengan kebijakan moneter dalam kaitannya dengan PMA,

Dari Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa sistem ini akan bekerja apabila waktu telah menunjukkan pukul 07.00 atau 17.00 (sesuai dengan yang telah ditentukan pada timer ), dan