• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eka Puji Astutik Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Eka Puji Astutik Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA BERBASIS KEGIATAN LABORATORIUM UNTUK MENUNJANG PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA

SISWA SMA KELAS X POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR

Eka Puji Astutik

Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang email : eka_khod@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium sebagai penunjang pembelajaran kontekstualpada siswa SMA kelas X pokok bahsan suhu dan kalor dan mendeskripsikan kelayakan bahan ajar fisika berbasis

kegiatan laboratorium sebagai penunjang pembelajaran

kontekstualpada siswa SMA kelas X pokok bahasan suhu dan kalor. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Langkah penelitian pengembangan yang diterapkan pada penelitian ini adalah penelitian dan pengumpulan data, perencanaan,

pengembangan , uji coba terbatas, dan penyempurnaan produk akhir.Subjek penelitian ini adalah dua dosen fisika FMIPA UM, satu guru fisika SMA dan sepuluh siswa kelas X SMA. Instrumen yang digunakan berupa angket kelayakan. Jenis data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Hasil penilaian dari dosen fisika dan guru fisika SMA menunjukkan bahwa bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pad apokok bahsan suhu dan kalor memperoleh nilai rata-rata 3.30 yang berarti layak.. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor telah dinilai layak.

Kata Kunci: bahan ajar fisika, laboratorium, kontekstual, suhu dan kalor

Dalam bidang IPA, Indonesia masih menempati posisi yang rendah dalam bidang pendidikan, hal ini terbukti dari hasil studi PISA (the Program for

International Student Assesment) yang menunjukkan bahwa peringkat capaian sains untuk Indonesia berada pada peringkat 60 dari 65 negara yang mengikuti studi PISA 2009.

Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan tersebut adalah belum efektifnya proses pembelajaran yakni masih berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik terhambat (Depdiknas, 2003:50). Terbukti dengan hasil studi

(2)

TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007 menunjukkan bahwa 78 % dari peserta didik di Indonesia mampu mengerjakan soal hafalan berkategori rendah sedangkan hanya 5 % saja yang mampu

mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi (Mulyasa, 2013: 60),

Hal ini dikarenakan pembelajaran hanya berorientasi pada tersampaikan materi pembelajaran secara abstrak atau tanpa berkaitan dengan objek konkret. Hal ini sesuai pernyataan Koes (2003: 3) bahwa penelitian tentang pembelajaran fisika, menunjukkan bahwa banyak faktor terpenting dalam pembelajran fisika adalah keaktifan peserta didik dalam berkaitan dengan objek konkret. Kurangnya pembelajaran yang menggunakan keterampilan proses ilmiah juga menambah alasan belum efektifnya proses pembelajaran, keterampilan proses ilmiah ini merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran fisika. Sesuai dengan pernyataan Sund dan Trowbridge (1973:2) dalam Yuliati dkk (2010:1) bahwa sain merupakan produk dan proses.

Pernyataan Koes di atas tentang pentingnya faktor keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran fisika agar tercapai hasil yang maksimal juga

tercantum dalam penjabaran PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat 1. Landasan di atas menjadi dasar dikembangkannya model pembelajaran PAIKEM yang merupakan salah satu bagian dari pilar belajar pada kurikulum KTSP. Model pembelajaran ini menggambarkan proses belajar mengajar yang berlangsung menyenangkan dengan keterlibatan peserta didik untuk aktif selama proses pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran pada PAIKEM adalah dengan diterapkannya pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Di dalam pendekatan kontekstual ini siswa melakukan pembelajaran dengan mengkaitkan dengan dunia nyata.

Selain penggunaan sistem pembelajaran yang tepat, pemilihan bahan ajar juga harus diperhatikan. Pemilihan bahan ajar hendaknya juga berorientasi pada penyediaan peluang kepada siswa dalam pencapaian pemahaman dan

pengembangan keterampilan proses serta berkaitan langsung dengan pengalaman nyata dari peserta didik. Bahan ajar yang ada selama ini kebanyakan hanya menyajikan konsep dan prinsip, contoh-contoh soal dan penyelesaiannya, serta latihan soal. Karena materi Suhu dan Kalor yang merupakan salah satu materi

(3)

pelajaran fisika yang memiliki karakteristik materi yang konkret (tidak abstrak) sehingga dalam mempelajarinya perlu dikaitkan dengan lingkungan sehari-hari.

Hasil tanya jawab dengan guru pelajaran fisika tentang pembelajaran Fisika pada materi suhu dan kalor di SMA Ar-Rohmah putri menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini hanya sebatas penyampaian materi dan minimnya kegiatan laboratorium. Padahal pada SMA Ar-rohmah sudah tersedia laboratorium yang dapat digunakan untuk kegiatan laboratorium.

Melihat alasan-alasan di atas, maka perlu dikembangkan bahan ajar Fisika yang berorientasi pada kegiatan laboratorium dan mengkaitkan pada dunia nyata yang dihadapai siswa sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis Kegiatan Laboratorium untuk Menunjang Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa SMA kelas X Pokok Bahasan Suhu dan Kalor”

Pembelajaran Fisika

Pembelajaran Fisika melibatkan siswa dalam penyelidikan yang

berorientasi inkuiri, dengan interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya. Siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai sumber, siswa

menggunakan pengetahuannya dalam pemecahan masalah, perencanaan, membuat keputusan, diskusi kelompok, dan siswa memperoleh asesmen yang konsisten dengan pendekatan aktif untuk belajar. Pembelajaran fisika yang berpusat pada siswa dan menekankan pentingnya belajar aktif berarti mengubah persepsi tentang guru yang selalu memberikan informasi dan menjadi sumber pengetahuan siswa.

Proses pembelajaran ilmiah di sekolah menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Fisika diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu, pembelajaran Fisika di sekolah menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

(4)

Kajian Kurikulum SMA

Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Syah dan Kariadinata, 2009:3). Sesuai dengan landasan hukum di atas maka pada kurikulum sekolah tingkat menengah diterapkan model pembelajaran yang PAIKEM yang merupakan juga salah satu bagian dari pilar belajar pada kurikulum KTSP. Model pembelajaran ini yang banyak diterapkan dalam pembelajaran di kelas karena berorientasi pad apembelajaran yang menyenangkan dan menuntut keaktifan siswa.

Mulyatiningsih (2010:2) menyatakan bahwa model pembelajaran ini menggambarkan keseluruhan proses belajar mengajar yang berlangsung menyenangkan dengan melibatkan peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif selama pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif adalah strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik (student centered learning). Dalam penerapan strategi pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi peserta didik untuk belajar.

Karakteristik PAIKEM adalah sebagai berikut, pembelajaran berpusat pada siswa (student centered), belajar yang menyenangkan (joyfull learning), belajar yang berorientasi pada tercapainya kemampuan tertentu(competency-based learning), belajar secara tuntas (mastery learning), belajar secara berkesinambungan (continuous learning) dan belajar sesuai dengan kekinian dan kedisinian (contextual learning) (Syah dan Kariadinata, 2009:3).

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Rusman (2011:190) menyatakan bahwa sistem pembelajaran kontekstual adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya. Pembelajaran kontekstual sebagai suatu

(5)

model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengelola, dan menemukan pengalaman belajar yang bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.

Ciri dari pembelajaran kontekstual ini ditandai dengan adanya tujuh komponen utama yaitu: (1) konstruktivisme (constructivisme), (2) menemukan (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Salah satu contoh model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Menurut Nurhadi, dkk. (2004:56) dalam Alkas (2007) manyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pengajaran yang menggunakan permasalahan dunia nyata sebagai suatu konteks bagi pebelajar untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Sintaks model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut. (1) Mengorientasikan siswa pada masalah, (2) Mengorganisir siswa untuk belajar, (3) Membimbing penyelidikan/inkuiri individu maupun kelompok, (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Jumadi, 2003).

Modul Fisika

Yuliati dkk (2010:3) menyatakan bahwa dalam website Dikmenjur dikemukakan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok yang utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga dengan bahan ajar ini siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis. Lebih lanjut, Yuliati dkk (2010:2) menyatakan bahwa bahan ajar memiliki fungsi sebagai berikut. (1) Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada

(6)

siswa, (2) Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya, dan (3) alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran.

Yuliati dkk (2010:13) menyebutkan macam bahan ajar cetak(printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar, model atau maket Bahan ajar yang dibuat dalam penelitian ini adalah berbentuk modul. Modul adalah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang: (1) petunjuk belajar, (2) kompetensi yang akan dicapai, (3) content atau isi materi, (4) informasi pendukung, (5) latihan-latihan, (6) petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja, (7) evaluasi dan (8) balikan terhadap hasil evaluasi (Yuliati dkk, 2010:14). Bahan ajar fisika yang dimaksud adalah untuk SMA kelas X pokok bahasan Suhu dan Kalor. Dikembangkan dengan berbasis kegiatan laboratorium dan pendekatan kontekstual

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menghasilkan suatu produk yaitu bahan ajar Fisika berupa modul untuk SMA kelas X dengan pokok bahasan Suhu dan Kalor. Menurut Borg dan Gall(1989) dalam Syaodih (2009:169) penelitian pengembangan dilakukan melalui sepuluh langkah pokok pengembangan untuk menghasilkan produk pendidikan. Dari sepuluh langkah yang disarankan oleh Brog dan Gall, penelitian ini mengambil lima langkah yang telah dimodifikasi yaitu (1) penelitian dan pengumpulan data, (2) perencanaan, (3) pengembangan, (4) uji coba terbatas, dan (5) penyempurnaan produk akhir. Hal ini dilakukan karena disesuikan dengan keperluan penelitian.

Desain uji coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kelayakan terhadap produk. Subjek coba dilakukan kepada dua orang dosen fisika dan satu orang guru SMA dan diujikan kepada sepuluh siswa kelas X SMA Ar-Rohmah Putri “Boarding School” Malang yang berasal dari dua keas yang berbeda.

(7)

Jenis data yang didapatkan adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif didapatkan dari tanggapan dan saran dari dosen dan guru, sedangkan data kuantitatif didapatkan dari perolehan nilai pada angket. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah berupa angket. Aspek-aspek yang dinilai meliputi kelayakan materi dan kelayakan penyajian. Data kuantitatif berupa nilai rata-rata dari angket. Nilai rata-rata tersebut menggambarkan tingkat kelayakan bahan ajar yang dikembangkan.

Teknik analisis data yang digunakan dalam mengolah data kuantitatif adalah dengan analisis menggunakan teknik analisis rata-rata. Skala penilaian yang digunakan adalah 1, 2, 3 dan 4, nilai rentang dihitung dengan mengurangi skala tertinggi dengan skala terendah. Penentuan panjang kelas interval skala penilaian dihitung dengan menggunakan aturan sebagai berikut:

Dengan banyaknya kelas 4, maka didapatkan panjang kelas interval penilaian sebesar 0,75. Sehingga kriteria kelayakan analisis rata-rata yang digunakan seperti Tabel 3.1.

Tabel 1 Kriteria Kelayakan Analisis Rata-rata

Rata-rata Kriteria Kelayakan

3,26 – 4,00 2,51 - 3,25 1,76 – 2,50 1,00 – 1,75 Layak Cukup Layak Kurang Layak Tidak Layak (diadaptasi dari Sudjana, 2005: 47)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penyajian data pada hasil pengembangan bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium deskripsi bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor dan data hasil penilaian terhadap bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor. Deskripsi bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor terdiri dari beberapa bagian, yaitu: (1) bagian pendahuluan yang terdiri atas halaman muka (cover) , daftar isi, petunjuk penggunaan buku, peta konsep, tujuan pembelajaran, (2) bagian isi yang terdiri dari materi suhu dan kalor, kegiatan

(8)

siswa, informasi, dan gambar, dan (3) bagian akhir yang berisi rangkuman, soal-soal evaluasi dan daftar pustaka.

Data hasil validasi pengembangan bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor diperoleh dari tiga validator berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa angket penilaian dengan skala Linkert, sedangkan data kualitatif berupa tanggapan, saran dan kritik dari validator. Selain itu, juga diperoleh data sepuluh siswa kelas X SMA Ar-Rohmah Putri “Boarding School” Malang. Hasil penilaian yang dilakukan siswa adalah berupa hasil uji keterbacaan bahan ajar. Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis dengan teknik analisis rata-rata pada setiap aspek. Adapun data hasil analisis validasi dosen fisika dan guru fisika SMA pada setiap aspek dengan teknik analisis rata-rata disajikan pada Grafik 1.

Grafik 1. Data Hasil Uji Kelayakan Bahan Ajar Fisika oleh Dosen Fisika dan Guru Fisika SMA

Pembahasan

Analisis data pada hasil pengembangan bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor didasarkan pada hasil analisis nilai rata-rata skala Likert oleh dosen dan guru fisika SMA. Secara umum, berdasarkan data hasil penilaian secara keseluruhan diperoleh nilai rata-rata untuk bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium adalah sebesar 3,30 yang berarti layak.

Walaupun demikian pada bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium dilakukan perbaikan sesuai dengan tanggapan, kritik dan saran dari validator. Selain itu, perbaikan juga didasarkan pada hasil keterbacaan siswa terhadap bahan ajar fisika serta tanggapan, kritik dan saran dari siswa kelas X SMA Ar-Rohmah

Keterangan:

1. Kesesuaian Uraian Materi dengan SK dan KD

2. Keakuratan Materi

3. Materi Pendukung Pembelajaran 4. Teknik Penyajian

5. Penyajian Pembelajaran 6. Kelengkapan Penyajian

(9)

Putri “Boarding School” Malang. Bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor mengalami perbaikan pada aspek Kesesuaian Uraian Materi dengan SK dan KD, Keakuratan Materi, Materi Pendukung Pembelajaran, Teknik Penyajian, Penyajian Pembelajaran, Kelengkapan Pembelajaran sesuai dengan tanggapan, kritik dan saran dari validator. Serta perbaikan kesalahan penulisan kata dari tanggapan, kritik, dan saran dari siswa. Hasil dari revisi merupakan produk akhir dari pengembangan bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor yang layak digunakan bagi siswa SMA dan dapat dijadikan sebagai sumber belajar dan bahan rujukan bagi siswa.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium pada pokok bahasan suhu dan kalor telah dinilai layak secara teoritis.

Saran

Agar dapat digunakan sebagai panduan dan sumber belajar bagi siswa SMA Kelas X, disarankan agar dilakukan penelitian eksperimental terhadap bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium untuk mengetahui keefektifannya terhadap peningkatan kompetensi siswa SMA serta uji coba yang lebih luas. Dengan demikian, diperoleh bahan ajar fisika yang teruji secara empiris. Disarankan pula, pengembangan bahan ajar fisika berbasis kegiatan laboratorium dapat dilakukan pada pokok bahasan yang berbeda sehingga dapat memperkaya sumber belajar siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Alkas, T.R. 2007. Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Kimia Lingkungan Dalam Meningkatkan Hasil Belajar dan Kesadaran Lingkungan Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Sarjana UM

Depdiknas. 2003. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP). Jakarta: Depdiknas.

(10)

Jumadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Implementasinya. Jawa Tengah: Universitas Negeri Yogyakarta. (Online),

(http://stuff.uny.ac.id/system/file/pengabdian/jumadi_mpd_dr/Pembelajar an_Kontektual), diakses 7 Maret 2013.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. (Online), (http://kangmartho.com), diakses tanggal 19 Desember 2013.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyatiningsih, Endang. 2010. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Inovatif, efektif dan Menyenangkan(PAIKEM). Makalah disajikan dalam Diklat Peningkatan Kompetensi Pengawas dalam Rangka Penjaminan Mutu Pendidikan, Depok, 23-25 Agustus 2010, (Online), diakses 12 Februari 2013. OECD. 2010. PISA 2009 Result: What Student Know and Can Do- Student

Performance in Reading, Mathematics and Science (Volume I). Perancis: OECD. (Online), (http://www.pisa.com), diakses 6 februari 2013.

Rusman. 2010. Seri Menejemen Sekolah Model-model Pembelajaran

Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: PT TARSITO Bandung.

Syah, Muhibbin & Kariadinata, Rahayu. 2009. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Makalah disajikan sebagai Bahan Pelatihan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), Bandung, (Online), diakses 12 Februari 2013.

Syaodih M, Nana. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yuliati, L. 2008. Model-model Pembelajaran Fisika Teori dan Praktek. Malang: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang.

Yuliati, L.,Wartono, Muhardjito, Haryoto, D., Asim, Suyudi, A., Purwaningsih, E. & Sugiyanto. 2010. Panduan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Fisika. Malang: Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA UM.

Gambar

Tabel 1 Kriteria Kelayakan Analisis Rata-rata
Grafik 1. Data Hasil Uji Kelayakan Bahan Ajar Fisika oleh Dosen Fisika dan Guru Fisika  SMA

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap kinerja dosen menggunakan sistem pendukung keputusan dengan metode AHP dan SAW, dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian ini

Dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori klien dapat menggunakan semua panca inderanya untuk merespon stimulus yang diberikan, sehingga klien dapat memberi respon

( ةسمخلا تايرورضلا ) sangat populer di tengah masyarakat. Banyak orang mengira bahwa pencetusnya adalah Asy-Syathibi sebagai tokoh ulama yang membawa

seni itu kita bisa banyak bermacam macam cara menuangkannya dari sudut expresi dan sudut gambar bagian bagian yang sekiranya di anggap prnografi itu dihilangkan atau

Berbeda dengan tingkat produktivitas tenaga kerja dulang setengah jadi, pada dulang jadi, rata-rata jumlah produksi dengan jenis diameter 30 cm per hari adalah 1,60 buah dengan

• Untuk Instansi Pemerintah ( termasuk BUMN dan BUMD ) surat tugas/surat kuasa yang bermatrai cukup dari instansi yang bersangkutan. Pemberitahuan Impor

Universitas Pendidikan Indonesia: Dokumen Skripsi (Tidak diterbitkan).. Beyond STS: A Research-Based Framework for Socioscientific

Antara lain dengan membangun kebun bibit desa dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom) sehingga ketahanan pangan