• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

( PBB )

(2)

BAB

1

DASAR HUKUM & ISTILAH

A DASAR HUKUM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak.

Dalam rangka penyederhanaan beberapa jenis pungutan atas tanah dan bangunan, maka pungutan yang diatur dalam :

♦ Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908;

♦ Ordonansi Verponding Indonesia 1923;

♦ Ordonansi Verponding 1928;

♦ Ordonansi Pajak Kekayaan 1932;

♦ Ordonansi Pajak Jalanan 1942;

Pasal 14 huruf j, huru k, dan huruf l Undang Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah; Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomo 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi (IPEDA) dan lain-lain Peraturan perundang-undangan sepanjang mengenai tanah dan bangunan, "Dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)."

Dasar Hukum Pemungutan :

(3)

♦ Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1985 tentang Persentase Nilai Jual Kena Pajak Pada Pajak Bumi dan Bangunan.

♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/ 1985 tentang Tata Cara

pendaftaran objek pajak PBB.

♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1003/KMK.04/ 1985 tentang Penuntun

Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual objek Pajak sebagai dasar Pengenaan PBB.

♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/ 1985 tentang Tata Cara

penagihan PBB dan pe- nunjukkan pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa.

♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK.04/ 1985 tentang Pelimpahan

Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Bupai/Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II.

♦ Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 816 Ta-hun 1989 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemungut- an Pajak Bumi dan Bangunan di Wilayah DKI Jakarta. ♦ Peraturan Pelaksanaan Lainnya.

♦ Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.

Dengan demikian maka Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat didefinisikan adalah “Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994”.

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

B OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":

Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.

Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.

(4)

Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

C OBJEK PBB YANG DIKECUALIKAN

Pada dasarnya semua tanah dan bangunan yang berada di wilayah negara kita ini bisa dimasukkan sebagai “objek Pajak”. Namun terhadap tanah dan bangunan tertentu dapat dikecualikan atau tidak dikenakan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan.

Adapun objek pajak atau tanah dan bangunan yang dikecualikan/tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan itu adalah sebagai berikut :

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,

sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti pesantren atau sejenisnya, mesjid, gereja, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah, sekolah/madrasah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu

seperti musium.

3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani sesuatu hak dan lain-lain.

4. Tanah atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat

berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Artinya bila tanah/gedung perwakilan RI dinegara tertentu tidak dikenai PBB, hal yang sama kita perlakukanterhadap tanah/gedung negara tersebut yang ada disini.

5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan. D SUBYEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK

Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :

♦ mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau;

♦ memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau;

(5)

♦ memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib Pajak

Wajib Pajak adalah Subjek Pajak (orang pribadi/badan) yang dikenakan kewajiban

membayar pajak. Pada umumnya setiap orang/badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan yang bersangkutan bisa dikenakan pajak bumi dan bangunan . Apabila suatu bidang tanah dan bangunan tidak diketahui secara jelas siapa yang menanggung pajaknya, maka yang menetapkan adalah Direktorat Jendral Pajak. Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur, siapa yang menanggung kewajiban pajaknya dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut. Tetapi bila ternyata orang atau badan yang ditetapkan sebagai pihak yang harus membayar pajak itu menolak, maka yang bersangkutan dapat memberikan keterangan tertulis kepada Direktur Jendral Pajak. Dalam hal ini DirJen Pajak dapat menyetujui atau mungkin menolaknya dengan alasan-alasan tertentu. Jawaban dapat diperoleh dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya keterangan tersebut.

E CARA MENDAFTARKAN OBJEK PBB

Orang atau Badan yang menjadi Subyek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

F DASAR PENGENAAN PBB

Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :

(6)

2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan telah diketahui harga jualnya

3. nilai perolehan baru

4. penentuan nilai jual objek pengganti.

G NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP adalah Rp 8.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam

satu Tahun Pajak.

2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan

pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

H DASAR PENGHITUNGAN PBB

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :

1. 40% untuk objek pajak perumahan yang wajib pajaknya perseorangan dengan

NJOP sama atau lebih dari Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) 2. 20% untuk objek pajak lainnya.

Besarnya tarip PBB adalah 0,5%

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP) I TEMPAT PEMBAYARAN PBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB

(7)

atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

J SAAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG.

Saat yang menentukan pajak terutang atau belum dibayar adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996.

Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

(8)

BAB

2

SURAT PEMBERITAHUAN

OBJEK PAJAK (SPOP)

A DEFINISI SPOP

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah sarana bagi Wajib Pajak (WP) untuk mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang.

B HAK WAJIB PAJAK

1. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada setiap Kantor Pelayanan PBB,

Kantor Penyuluhan Pajak, atau tempat lain yang ditunjuk.

2. Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian maupun

penyampaian kembali SPOP pada Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.

3. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari Kantor Pelayanan PBB/Kantor

Penyuluhan Pajak.

4. Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam pengisian

dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan lain-lain).

5. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP.

6. Mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan penyampaian SPOP

sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah. C KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

1. Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP.

2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap:

♦ Jelas berarti dapat dibaca sehingga tidak salah tafsir

(9)

♦ Lengkap berarti terisi semua dan ditandatangani.

3. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke Kantor Pelayanan PBB atau

Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat-lambatnya 30 hari setelah formulir SPOP diterima.

4. Melaporkan perubahan data Objek Pajak/WP kepada Kantor Pelayanan PBB atau

Kantor Penyuluhan Pajak setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.

D SANKSI

a. Sanksi Administrasi

1. Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah

ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.

2. Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP degan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.

b. Sanksi Pidana

1. Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau

mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;

2. Barang siapa karena dengan sengaja :

♦ tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat

Jenderal Pajak

♦ menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau

melampirkan keterangan yang tidak benar

♦ memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau

(10)

♦ tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya

♦ tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang

diperlukan.

sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

(11)

BAB

3

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK

TERUTANG DAN TATA CARA

PEMBAYARAN PBB

A SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG. 1. Pengertian.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) mengenai pajak terutang.yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak.

2. Hak Wajib Pajak.

a. Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak, paling lambat bulan Juni atau satu

bulan setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).

b. Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan

PBB.

c. Mengajukan keberatan dan pengurangan.

d. Mendapatkan Surat tanda Terima Setoran (STTS) PBB dari

Bank/Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.

3. Kewajiban Wajib Pajak.

a. Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan mengirimkannya

kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/Kantor Penyuluhan Pajak untuk diteruskan ke atau Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT.

b. Melunasi PBB pada tempat yang telah ditentukan. 4. Cara Mendapatkan SPPT.

(12)

a. Mengambil sendiri di Kantor Kelurahan/Kepala Desa/di tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditunjuk.

b. Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui kantor Pos dan

Giro atau diantarkan oleh aparat Kelurahan/Desa. B TATA CARA PEMBAYARAN PBB.

1. Pembayaran dapat dilakukan melalui :

a. bank atau Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau b. Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi. 2. Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).

(13)

BAB

4

PENGURANGAN PAJAK BUMI

DAN BANGUNAN

A PENGERTIAN

Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak yang terutang atas Objek Pajak dalam hal :

1. Kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subyek Pajak

dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :

♦ lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat

terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi.

♦ Objek Pajak yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya

pembangunan atau perkembangan lingkungan yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah.

♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang

Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.

♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan

yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.

♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh masyarakat

berpenghasilan rendah lainnya sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi. 2. Terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor.

3. Terkena sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan

(puso).

B CARA PENGAJUAN PERMOHONAN

a. Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP).

(14)

b. Isi surat permohonan menyebutkan prosentase pengurangan yang diminta c. Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :

1. Untuk ketetapan PBB s/d Rp 25.000,- dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan) dengan formulir yang telah ditentukan.

2. Untuk ketetapan PBB di atas Rp 25.000,- harus diajukan oleh WP yang

bersangkutan dengan melampirkan fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan.

3. Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :

1. SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;

2. SPT PPh tahun terakhir beserta lampirannya.

4. Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman, dan sebab lain

yang luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah ditentukan.

d. Permohonan diajukan selambat-lambatnya 60 hari sejak SPPT/SKP diterima WP.

e. Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya

tidak diproses, dan Kepala Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.

3. BENTUK KEPUTUSAN

Keputusan atas permohonan pengurangan besarnya PBB yang diajukan WP dapat berupa:

♦ mengabulkan seluruh permohonan;

♦ mengabulkan sebagaian atau;

(15)

BAB

5

SURAT KETETAPAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A PENGERTIAN

Surat Ketatapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda administrasi, kepada Wajib Pajak (WP).

B DASAR PENERBITAN SKP SKP diterbitkan apabila :

a. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam

jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah

pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP.

C JUMLAH PAJAK TERUTANG DALAM SKP

a. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP

lewat 30 hari setelah diterima WP, adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.

b. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasil pemeriksaan

atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25% dari selisih pajak yang terutang.

D CARA PENYAMPAIAN SKP

SKP disampaikan kepada WP melalui :

a. Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak. b. Kantor Pos dan Giro.

c. Pemerintah Daerah.

(16)

SKP harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak SKP diterima oleh WP. F LAIN-LAIN

(17)

BAB

6

SURAT TAGIHAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A PENGERTIAN

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) untuk menagih pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar ditambah denda administrasi sebesar 2 (dua) persen per bulan.

B DASAR PENERBITAN STP

a. Wajib Pajak (WP) tidak melunasi pajak yang terutang sedangkan saat jatuh tempo pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP) telah lewat.

b. WP melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran

SPPT/SKP tetapi denda administrasi tidak dilunasi. C CARA PENYAMPAIAN STP

STP disampaikan kepada WP melalui:

♦ Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.

♦ Kantor Pos dan Giro.

♦ Pemerintah Daerah.

D BATAS WAKTU PELUNASAN STP

STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal STP diterima WP. E SANKSI ADMINISTRASI

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran.

F LAIN-LAIN

a. Atas STP tidak dapat diajukan keberatan.

b. WP dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali atas STP jika ternyata WP

(18)

c. Pajak yang terutang dalam STP apabila tidak dilunasi setelah jangka waktu yang telah ditentukan dapat ditagih dengan surat paksa.

(19)

BAB

7

KEBERATAN ATAS PENGENAAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A ALASAN PENGAJUAN KEBERATAN

a. Pajak yang terutang pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, karena kesalahan :

♦ luas Objek Pajak bumi dan/atau bangunan;

♦ klasifikasi Objek Pajak bumi dan/atau bangunan;

♦ penetapan/pengenaan.

b. Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan tentang PBB antara Wajib Pajak (WP) dan Fiskus.

c. Kesalahan Penetapan Subyek Pajak sebagai WP oleh Direktorat Jenderal

Pajak.

B TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN

a. Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala

Kantor Pelayanan PBB.

b. Disampaikan dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP. c. Memuat alasan yang jelas

d. Melampirkan foto kopi sebagai berikut :

♦ Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau

♦ Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau

♦ Akta Jual Beli; dan/atau

♦ SPPT/SKP; dan/atau

♦ Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau

♦ Bukti resmi lainnya. C BENTUK KEPUTUSAN.

(20)

Keputusan keberatan dapat berupa:

♦ diterima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan

keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan terbukti kebenarannya.

♦ diterima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan

keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan sebagian terbukti kebenarannya.

♦ ditolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan

dan/atau diperoleh dalam peninjauan tidak terbukti kebenarannya.

♦ ditambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam

pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan lapangan, menunjukkan adanya peningkatan jumlah luas dan/atau Nilai Jual Objek Pajak.

D LAIN-LAIN.

a. Keberatan terhadap SPPT/SKP harus diajukan per Objek Pajak dan per tahun

pajak.

b. Surat keberatan yang diajukan langsung oleh WP akan diberi Tanda Bukti

Penerimaan, dan surat keberatan yang dikirim malalui Pos Tercatat, Resi Tanda Pengiriman menjadi Tanda Bukti Penerimaan.

(21)

BAB

8

KELEBIHAN PEMBAYARAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A PENGERTIAN

Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah selisih antara pajak yang dibayar dengan pajak yang terutang. Kelebihan pembayaran PBB terjadi dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.

B PENYEBAB TERJADINYA KELEBIHAN PEMBAYARAN a. Perubahahan peraturan

b. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan

c. Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan d. Kekeliruan pembayaran.

C TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN

a. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang jelas kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP)/Surat Tagihan Pajak (STP).

b. Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat

c. Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek Pajak

yang dimohonkan berupa:

♦ Fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan tentang Keberatan/Banding

dan/atau Surat Keputusan tentang pemberian pengurangan;

♦ Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.

d. Meminta tanda bukti penerimaan surat permohonan (yang sudah lengkap) dari

pejabat Kantor Pelayanan PBB yang ditunjuk. D PELAKSANAAN PENGEMBALIAN

(22)

a. Dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari WP, Kantor Pelayanan PBB harus menerbitkan :

♦ Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) PBB, apabila jumlah

yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;

♦ Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah yang dibayar sama dengan jumlah

PBB yang seharusnya terutang;

♦ Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila jumlah yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.

b. Kepala Kantor Pelayanan PBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar

Kelebihan Pajak PBB (SPMKP.PBB) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya SKKPP.PBB.

c. Dalam hal WP mempunyai utang PBB atas objek lainnya dalam wilayah Dati II

yang sama, maka kelebihan pembayaran PBB yang tercantum dalam SKKPP.PBB langsung diperhitungkan terlebih dahulu.

d. WP dapat mengajukan permohonan agar kelebihan pembayaran PBB

diperhitungkan dengan penetapan PBB yang akan datang.

e. Atas sisa penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d, dapat

(23)

BAB

9

PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN

BANDING PBB

A PENGERTIAN

Wajib Pajak (WP) yang tidak/belum puas terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatannya, dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak (BPP). Sebelum BPP dibentuk permohonan banding diajukan kepada Majelis Pertimbangan Pajak (MPP).

B TATA CARA PENGAJUAN BANDING

a. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan

memuat alasan yang jelas;

b. Permohonan banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal

diterimanya Surat Keputusan atas Keberatan oleh WP;

c. Permohonan banding harus dilampiri foto kopi Surat Keputusan atas Keberatan. C BENTUK PUTUSAN BANDING

a. Putusan banding dapat berupa :

♦ Diterima seluruhnya

♦ Diterima sebagian

♦ Ditolak

♦ Menambah jumlah PBB yang terutang.

b. Putusan banding oleh BPP merupakan putusan akhir dan bersifat tetap serta bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

D IMBALAN BUNGA

Apabila pengajuan permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran (bila ada) dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan.

(24)

Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

(25)

BAB

10

KLASIFIKASI BUMI & BANGUNAN

SERTA PENERAPANNYA

DALAM MENGHITUNG PBB

Untuk memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan/atau bangunan perlu diketahui pengelompokan objek pajak menurut nilai jualnya, tarif, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

(NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

Pengelompokan Objek Pajak menurut nilai jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi tanah (bumi) dan bangunan.

A NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK

Sejak tahun 1995 NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,- untuk tiap Wajib Pajak (WP). Apabila WP mempunyai lebih dari satu Objek Pajak maka yang mendapatkan NJOPTKP hanya satu objek, yaitu yang nilainya paling tinggi.

B TARIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas Objek Pajak adalah tarif tunggal yaitu sebesar 0,5%.

C NILAI JUAL KENA PAJAK Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan :

1. Untuk Objek Pajak jenis penggunaan perumahan yang Wajib Pajaknya Orang

Pribadi dengan NJOP bernilai Rp 1 milyar atau lebih dan tidak dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI, dan para pensiunan

(26)

termasuk janda atau dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang pensiun ditetapkan sebesar 40 %.

2. Untuk Objek Pajak lainnya ditetapkan sebesar 20% .

D PENERAPAN KLASIFIKASI BUMI DAN/ATAU BANGUNAN

1. Objek perumahan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS,

ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan dudanya.

♦ Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2 Nilai jual tanah

tersebut termasuk kelas 17 dengan nilai jual Rp 802.000,- /m2

♦ Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual

bangunan tersebut termasuk kelas 2 dengan nilai jual Rp 968.000,- /m2 Penghitungan PBB-nya :

♦ Jumlah NJOP bumi :1.000 x Rp 802.000,- = Rp 802.000.000,-

♦ Jumlah NJOP Bangunan : 400 x Rp 968.000,- = Rp 387.200.000,-

♦ NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 1.189.200.000,-

♦ NJOPTKP = Rp 8.000.000,-

♦ NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.181.200.000,-

♦ NJKP : 40% x Rp 1.181.200.000,- = Rp 472.480.000,-

PBB yang terutang : 0,5% x Rp 472.480.000,- = Rp 2.362.400,- (Dua juta tiga ratus enam puluh dua ribu empat ratus rupiah)

2. Apabila Objek Pajak pada contoh A dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan oleh PNS,

ABRI, Pensiunan termasuk janda/dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang pensiun maka penghitungannya adalah:

- NJKP : 20% x Rp 1.181.200.000,- = Rp 236.240.000,-

PBB yang terutang : 0,5% x Rp 236.240.000,- = Rp 1.181.200,- (Satu juta seratus delapan puluh satu ribu dua ratus rupiah)

3. Objek perumahan lainnya dan non perumahan.

- Luas Bumi 300 m2 dengan nilai jual Rp 75.000,- /m2. Nilai jual bumi tersebut termasuk kelas 30 dengan nilai jual Rp 82.000,- /m2

(27)

- Luas Bangunan 150 m2 dengan nilai jual Rp 260.000,-/m2. Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 10 dengan nilai jual Rp 264.000,- /m2

Penghitungan PBB-nya :

- Jumlah NJOP bumi : 300 x Rp 82.000,- = Rp 24.600.000,- - Jumlah NJOP Bangunan : 150 x Rp 264.000,- = Rp 39.600.000,- - NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 64.200.000,-

- NJOPTKP = Rp 8.000.000,-

- NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 56.200.000,- - NJKP : 20% x Rp 56.200.000,- = Rp 11.240.000,-

PBB yang terutang 0,5% x Rp 11.240.000,- = Rp 56.200,-

(28)

BAB

11

PENDAFTARAN & PENDATAAN

OBJEK PBB

A PENDAFTARAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

Pendaftaran Objek PBB dilakukan oleh Subyek Pajak dengan cara mengambil dan mengisi formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) secara jelas, benar dan lengkap dengan disertai sket/denah Objek Pajak dan ditandatangani serta dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan atau tempat lain yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP. Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan PBB atau tempat lain yang ditunjuk.

B PENDATAAN OBJEK PAJAK

Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB dengan menggunakan SPOP dan dilaksanakan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan.

Pendataan dapat dilakukan dengan cara: a. Penyebaran SPOP:

Hanya dapat dilakukan pada daerah/wilayah yang tidak/belum mempunyai peta, terpencil dan mempunyai potensi PBB yang relatif kecil.

b. Identifikasi Objek Pajak

Dilakukan pada daerah/wilayah yang sudah memiliki peta garis/peta foto yang dapat menentukan posisi relatif Objek Pajak, namun tidak mempunyai data administrasi pembukuan PBB hasil pendataan 3 (tiga) tahun terakhir secara lengkap.

c. Verifikasi Objek Pajak

Dilakukan pada daerah/wilayah yang sudah memiliki peta garis/peta foto dan sudah mempunyai data administrasi pembukuan PBB hasil pendataan 3 (tiga) tahun terakhir secara lengkap.

(29)

d. Pengukuran Bidang Objek Pajak

Dilakukan pada daerah/wilayah yang hanya memiliki sket desa/kelurahan, sehingga belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif Objek Pajak, namun letaknya strategis dan mempunyai potensi PBB yang pesat.

(30)

BAB

12

PENAGIHAN PAJAK BUMI

DAN BANGUNAN

A DASAR PENAGIHAN

Dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah : a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) b. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

c. Surat Tagihan Pajak (STP) B PELAKSANAAN Penagihan

a. Pajak yang terutang dalam SPPT/SKP yang tidak/kurang dibayar setelah

lewat jatuh tempo pembayaran akan ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) termasuk denda administrasi-nya. Jumlah tagihan yang tercantum dalam STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak STP diterima oleh Wajib Pajak (WP).

b. Setelah tujuh hari sejak jatuh tempo yang tercantum dalam STP, utang pajak beserta denda belum dibayar, segera diterbitkan Surat Teguran .

c. Dalam hal WP tidak melunasi utang pajak beserta denda dalam waktu yang telah ditentukan dalam Surat Teguran, Surat Paksa harus segera diterbitkan setelah 21 hari sejak tanggal Surat Teguran dengan dibebani biaya pelaksanaan penagihan paksa sebesar Rp 25.000,-.

d. Apabila dalam waktu 1 x 24 jam sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa utang pajak beserta denda belum juga dilunasi, segera diterbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan dengan biaya pelaksanaaan sita sebesar Rp 75.000,- dibebankan kepada WP.

e. Dalam waktu sepuluh hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak beserta denda belum dilunasi, pelaksanaan penagihan akan dilanjutkan dengan tindakan

(31)

pelelangan melalui Kantor Lelang Negara, setelah terlebih dahulu diumumkan melalui surat kabar.

Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar, maka akan dibebankan kepada WP bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

Catatan:

♦ Apabila WP melunasi utang pajaknya beserta denda dan biaya-biaya lainnya

sebelum pelaksanaan penyitaan, maka Surat Perintah Melakukan Penyitaan dicabut.

♦ Apabila WP melunasi utang pajaknya beserta denda dan biaya-biaya lainnya

sebelum pelaksanaan lelang, maka Pengumuman Lelang dibatalkan C HAK-HAK WAJIB PAJAK

a. Meminta Juru Sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita Pajak Negara. b. Menerima salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan.

c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang

d. Sebelum pelaksanaan lelang mendapat kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak beserta denda termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang serta melaporkan pelunasan tersebut kepada Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan.

D KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

a. Membantu Juru Sita Pajak Negara dalam melaksanakan tugasnyda engan :

♦ memperbolehkan memasuki ruangan, tempat usaha, tempat tinggal;

♦ memberikan keterangan lisan atau pun tertulis yang diperlukan;

b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau disewakan. E LAIN-LAIN

Juru Sita Pajak Negara berhak meminta bantuan Kepolisian Negara atau aparat Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak negara.

Referensi

Dokumen terkait

Aktifasi zeolit menggunakan bahan asal yang diremuk, digiling, dan diayak berukuran -10 mesh+25 mesh, yang diaktifasi selama 1 jam, 40 % padatan, dengan penambahan

Studi ini berupaya untuk menggambarkan pola minat masyarakat dalam mengakses informasi iptek pada media kominfo, dan memetakan media kominfo yang paling sering dan paling

Kinerja pemasaran jeruk siam di Kabupaten Jember masih belum efisien karena berdasarkan struktur pasarnya belum mencapai pasar bersaing sempurna; berdasarkan perilaku

Keuangan Pemerintah Daerah yang dilaksanakan selama kurang lebih 20 hari kerja dan dituangkan dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) Tahun 2019. Secara

Sesampai di pangkalan siput-siput 'akan dipilih bagi merigasingkan siput-siput daripada yang mati sebelum dimasukkan ke dalam guni atau bakul untuk dipasarkan... Gambar 17:

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa siswa yang memiliki tingkat kecerdasan emosi tinggi pada langkah membaca masalah dengan menceritakan kembali permasalahan yang ada, dan

Evaluator menggunakan evaluasi model kesenjangan untuk menilai kesenjangan antara realita performansi program layanan bimbingan kelompok oleh konselor di SMA Negeri 6

PEMANFAATAN LAGU-LAGU POPULER DALAM PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. Orsmond,