• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI SUTIN F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI SUTIN F"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN ASAP CAIR

DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA

SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA

DENGAN EKSTRAKSI

SUTIN

F34103028

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PEMBUATAN ASAP CAIR

DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA

SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh SUTIN F34103028

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PEMBUATAN ASAP CAIR

DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA

SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh SUTIN F34103028

Dilahirkan di Rembang pada tanggal 05 April 1984 Tanggal Lulus : .... ...2008

Bogor, ...2008 Menyetujui,

Dr.Ir. Erliza Noor Dr. Gustan Pari, MSi, APU NIP : 131667793 NIP : 710.005.078 Pembimbing I Pembimbing II

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Januari 2008 Yang membuat pernyataan

Sutin . NRP : F34103028

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 05 April 1984 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Umbar dan Ibu Semiyati.

Penulis memulai jenjang pendidikannya di SDN Gunungsari II, lalu melanjutkan ke SLTPN I Rembang serta SMUN 2 Rembang. Penulis melanjutkan pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2003.

Selama pendidikannya di IPB, penulis aktif terlibat dalam beberapa organisasi diantaranya KOPMA (Koperasi Mahasiswa), HKRB (Himpunan Keluarga Rembang Bogor), staf Departemen Hubungan Luar DPM Fateta (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fateta), serta staf Departemen Kesekretariatan HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri). Selain itu juga penulis aktif mengikuti kepanitiaan ataupun peserta dalam kegiatan seminar dan pelatihan baik dilingkup IPB maupun di luar IPB.

Penulis juga melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di Pabrik Gula Rejo Agung (RNI II) Madiun selama dua bulan. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri pada semester 4 dan 6 dan asisten praktium mata kuliah Peralatan Industri pada semester 8.

(6)

Sutin (F34103028). Pembuatan Asap Cair dari Tempurung dan Sabut Kelapa secara Pirolisis serta Fraksinasinya dengan Ekstraksi. Dibawah bimbingan. Erliza Noor dan Gustan Pari.

RINGKASAN

Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) yang diperoleh dengan cara destilasi kering bahan baku pengasap seperti kayu, lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap cair dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena mengandung senyawa-senyawa antibakteri dan antioksidan. Asap cair banyak digunakan pada industri makanan sebagai preservatif, industri farmasi, bioinsektisida, pestisida, desinfektan, herbisida dan lain sebagainya.

Asap diperoleh melalui pembakaran bahan yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pembakaran hemiselulosa, selolusa, dan lignin dari kayu akan menghasilkan senyawa asam dan turunannya dan fenol. Selain kayu juga dapat digunakan tempurung dan sabut kelapa, sampah organik, bambu maupun merang padi sebagai penghasil asap.

Hasil pembakaran dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan kondisi proses yaitu tekanan, suhu, dan lamanya waktu pembakaran. Selanjutnya parameter tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas asap cair yang diperoleh.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga mengidentifikasi komponen kimia fraksi asap cair tempurung dan sabut kelapa yang dipisahkan dengan ekstraksi.

Pembuatan asap cair dilakukan melalui proses pirolisis dengan suhu pembakaran 300 °C selama 5 jam. Alat yang digunakan untuk pirolisis adalah reaktor pirolisis. Pada proses pirolisis ini, komponen kayu, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, mengalami dekomposisi menghasilkan senyawa asam dan turunannya, alkohol, fenol, aldehid, karbonil, keton piridin dan tar. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian untuk memisahkan senyawa tar dan memisahkan fraksi-fraksi yang diharapkan yaitu fenol dan asam. Proses pemurnian dilakukan secara ekstraksi 3 tahap menggunakan pelarut heksan, etil asetat dan metanol dengan perbandingan 1:1 untuk masing-masing pelarut. Dari ketiga pelarut tersebut dihasilkan tiga fraksi terlarut (terekstrak) dan dua rafinat (crude).

Hasil pembakaran pada suhu pembakaran 300 °C menghasilkan asap cair dengan rendemen sebesar 38,69 % untuk tempurung kelapa dan 49,10% untuk sabut kelapa. Pada pemurnian asap cair diperoleh asap cair dari bahan tempurung kelapa diperoleh volume terekstrak 3,22%, 3,25% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol. Sedangkan pada pemurnian asap cair dari bahan sabut kelapa diperoleh volume terekstrak 1,96%, 2,57% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol.

Analisa terhadap fraksi-fraksi asap cair dilakukan dengan analisa proksimat dan GC-MS. Komponen dominan pada setiap fraksi ekstraksi adalah fenol (19,28%), 2-metoksi fenol (18,29%) dan 4-ethil-2-metoksi fenol (10,79%) untuk tempurung kelapa-heksan; fenol (30,26%), 2,6-dimetoksi fenol (11,98%)

(7)

dan fenol (5,01%) untuk tempurung kelapa-etil asetat; serta 2-metilpropil ester asam butanoit (30,76%), 2-metil asam propanoit (8,13%) dan fenol (6,15%) untuk tempurung kelapa-metanol. Sedangkan pada sabut kelapa didapatkan 29,52% fenol, 14,88% 2-metoksi fenol dan 11,34% 2-metoksi fenol untuk fraksi sabut kelapa-heksan; 41,58% fenol, 7,83% 2-6-metoksi fenol dan 6,14% 3-metil fenol untuk fraksi sabut kelapa-etil asetat serta 32,43% 1-3-tiazol, 18,57% etil ester asam butanoit dan 9,23% tetrahidro-2-furanmethanol untuk fraksi sabut kelapa-metanol.

Uji coba fraksi metanol konsentrasi 25% dengan berbagai waktu perendaman (15, 30, 45 dan 60 menit) pada Ikan Selar diperoleh waktu simpan 3 hari. Sedangkan untuk fraksi etil asetat konsentrasi 25% dan 50% serta fraksi metanol konsentrasi 50% dengan waktu perendaman 60 menit diperoleh hasil yang lebih baik secara visual. Aplikasi pada buah pisang menggunakan asap cair yang dihasilkan pada konsentrasi 25% dan 100% dengan waktu perendaman 60 menit tidak didapatkan hasil yang berbeda secara visual dengan kontrol.

(8)

Sutin (F34103028). Liquid Smoke Processing from Coconut Coir and Shell by Pyrolisis and its Fractionation by Extraction. Revised by Dr. Ir. Erliza Noor and Dr. Gustan Pari, MSi.

SUMMARY

Liquid smoke is a vinegar resulted from organic material by pyrolisis process. Liquid smoke contains antibacterial and antioxydan compounds.It is used widely in food industries such as preservatives, health industries, bioinsecticides, pesticides, desinfectants, herbisides, etc.

Smoke is obtained from burning procces of organic material which contains cellulose, hemicellulose, and lignin. The product of burning are phenols and acids. Beside wood, coconut coir and shell, organic waste, bamboo, and rice straw can be used to produce liquid smoke.

The burning product are influenced by raw materials and process conditions, such as pressure, temperature, and burning time. These parameters will influence the quality and quantity of liquid smoke.

The aim of this research is to identify liquid smoke products from coconut coir and shell, also to identify the chemical components and composition of liquid smoke from coconut coir and shell.

The liquid smoke product was executed by pyrolisis process using burning temperature of 300° in 5 hours, in the pyrolisis reactor. During the process, the wood components, i.e. cellulose, hemicellulose and lignin, was decomposed resulting acid compounds, alcohols, phenols, aldehids, carbonics, ketones, pyridine and tar. The purification process was done to separate the product of phenol and acid fractions. The purification with extraction was done by using 3 solvents (hexane, etyl acetate and methanol) at the ratio of 1:1 for each solvent. The extraction by using 3 solvents were obtained three extracted fraction and two rafinat (crude).

The temperature of 300°C resulted liquid smoke of 38,69% for coconut coir and 49,10% for coconut shell. The purification process of coconut coir produced 3,22%, 3,25% and 50% (v/v) extracted volume by using hexane, etyl acetate and methanol solvent in a row. While the purification process of coconut shell resulted 1,96%, 2,57% and 50% (v/v) of liquid smoke for each solvents.

The compound largely phenol (19,28%), 2-methoxy phenol (18,29%) and phenol, 4-ethyl-2-methoxy (10,79%) in coconut coir-hexane; phenol (30,26%), phenol 2,6-dimetoxy (11,98%) and phenol (5,01%) in coconut coir-etyl acetate; also Butanoic acid, 2-methylpropyl ester (30,76%), Propanoic acid, 2-methyl (8,13%) and phenol (6,15%) in coconut coir-methanol. While the coconut shell was obtained 29,52% of phenol, 14,88% phenol methoxy and 11,34% phenol 2-methoxy in coconut shell-hexane; 41,58% phenol, 7,83% 2-6-methoksi phenol and 6,14% 3-metyl phenol in coconut shell-etyl acetate and also 32,43% 1-3-thiazole, 18,57% butanoic acid etyl ester and 9,23% 2-furanmethanol, tetrahydro in coconut shell-methanol fraction.

The trial of methanol fraction with concentration 25% and soaking time (15, 30, 45 and 60 minutes) in Selar fish resulted retention time until 3 days. While etyl acetat fraction with concentration 25% and 50% and methanol fraction with

(9)

concentration 50% and soaking time 60 minute obtained better visualisation. Aplication of liquid smoke with concentration 20% and 100% and soaking time 60 minute in banana resulted as same as the control.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat kuasa-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Skripsi ini dilakukan selama bulan April-November 2007 di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis selama menyelesaikan skripsi,

2. Dr. Gustan Pari, APU sebagai pembimbing II yang telah menyediakan sarana dan prasarana penelitian serta bimbingan,

3. Ayah dan Ibu, adikku Sutiyah serta keluarga tercinta atas kesabaran, doa, dorongan, dan saran-saran bijaknya,

4. Pak Mahpudin, Pak Dadang, serta seluruh staf dan karyawan Laboratorium Kimia Kayu, Pusat Pengembangan dan Penelitian Hasil Hutan Bogor yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian,

5. Staf Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Pemda DKI Jakarta yang telah membantu penulis dalam menganalisis dengan GCMS.

6. Arum, Umam, Lita, Iqro sebagai teman selaboratorium dan sebimbingan yang selalu memberi semangat kepada penulis.

7. Seluruh teman-teman seperjuangan TIN 40 atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini.

8. Seluruh anggota HKRB dan Alumni pengurus Himalogin 2006/2007 atas dukungan dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh penghuni Wisma Nurul Fitri atas semangat dan kebersamaannya, dan 10. Seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca.

Januari, 2008 Penulis

(11)

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... RIWAYAT HIDUP... RINGKASAN... SUMMARY... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Tujuan... C. Manfaat...

II. TINJAUAN PUSTAKA... A. Asap Cair... B. Bahan Pengasap... C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi... D. Aplikasi Asap Cair... E. Ikan dan Pisang Mas...

III. METODOLOGI PENELITIAN... A. Bahan dan Alat Penelitian... B. Metode Penelitian... C. Metode Uji Coba Asap Cair...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... A. Produksi Asap Cair Secara Pirolisis... B. Komponen-Komponen pada Asap Cair...

i ii iii iv vi viii ix xi xii xiii 1 1 3 3 4 4 8 8 11 13 16 16 16 18 20 20 22

(12)

C. Fraksinasi Asap Cair Dengan Ekstraksi ... D. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair ... E. Crude... F. Uji Coba Asap Cair... V. KESIMPULAN DAN SARAN...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 24 26 33 36 41 42 46

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair... 5

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g Bahan... 14 Tabel 3. Penggolongan Kelas Mutu Ikan... 15

Tabel 4. Karakteristik Bahan Baku dan Hasil Pirolisis pada Suhu 300°C... 21

Tabel 5. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Tempurung Kelapa Hasil Deteksi GC-MS... 23

Tabel 6. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS... 23

Tabel 7. Hasil Pemurnian dengan Ekstraksi... 25

Tabel 8. Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran... 27

Tabel 9. Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran... 30

Tabel 10. Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran... 32

Tabel 11. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair Hasil Pembakaran dan Crude... 34 Tabel 12. Senyawa Dominan dalam Crude Asap Cair Tempurung dan

Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS... 35

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Alat Pembuat Asap Cair... 16 Gambar 2. Tempurung dan Sabut Kelapa... 20 Gambar 3. Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa dengan Pirolisis

Suhu 300 °C... 21 Gambar 4. Hasil Ekstraksi Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa.... 25 Gambar 5. Grafik Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran dan

Ekstraksi... 27 Gambar 6. Kadar Fenol Hasil Pembakaran dan Ekstraksi... 29 Gambar 7. Grafik Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi 31 Gambar 8. Grafik Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran dan

Ekstraksi... 33 Gambar 9. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-1... 36 Gambar 10. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-3... 37 Gambar 11. Hasil Percobaan Asap Cair Hasil Pirolisis pada Pisang Mas. 39

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis... 46 Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair... 48 Lampiran 3. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Tempurung Kelapa- Heksan... 51 Lampiran 4. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Tempurung Kelapa- Etil asetat ... 52 Lampiran 5. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Tempurung Kelapa- Metanol .. ... 53 Lampiran 6. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Tempurung Kelapa-Heksan-Crude... 54 Lampiran 7. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude... 55 Lampiran 8. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa- Heksan.. 56 Lampiran 9. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Sabut Kelapa-Etil asetat... 57 Lampiran 10. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Sabut Kelapa-Metanol... 58 Lampiran 11. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Sabut Kelapa- Heksan-Crude... 59 Lampiran 12. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair

Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude... 60 Lampiran 13. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil

Deteksi GC-MS... 61 Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat

Hasil Deteksi GC-MS... 63 Lampiran 15. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol Hasil

Deteksi GC-MS... 66 Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude

Hasil Deteksi GC-MS... 67 Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil

asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS... 70 Lampiran 18. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan

Hasil Deteksi GC-MS... 72 Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil

Deteksi GC-MS... 73 Lampiran 20. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol Hasil

(16)

Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil

Deteksi GC-MS... 77

Lampiran 22. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS... 78 Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen... 79

Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam... 82

Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol... 83

Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis... 85

Lampiran 27. Diagram Alir Proses Pembuatan dan Analisa Asap Cair.. 87

Lampiran 28. Diagram Alir Proses Uji Coba Asap Cair... 88

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asap cair pada dasarnya merupakan asam cuka (vinegar) kayu yang diperoleh dari distilasi kering terhadap kayu (Wibowo, 2002). Kayu mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang pada saat dibakar akan menghasilkan asap cair dengan banyak senyawa di dalamnya. Selain kayu, asap cair juga dapat dihasilkan dari bahan lain seperti tempurung kelapa, sabut kelapa, merang padi, bambu dan sampah organik.

Indonesia termasuk negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Pada tahun 2000 produksi kelapa di Indonesia mencapai 5,6 juta ton per tahun. Komposisi tempurung kelapa adalah 12%, sehingga dalam satu tahun Indonesia memproduksi 672.000 ton tempurung kelapa (www.bi.go.id). Sedangkan 35% dari kelapa adalah sabut kelapa, sehingga dalam satu tahun Indonesia memproduksi 1,7 juta ton sabut kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa masih rendah, misalnya digunakan sebagai keset. Dengan produksi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa ini akan meningkatkan nilai tambahnya.

Produk asap cair telah lama dikenal dan digunakan untuk mengawetkan daging babi dan babi asin serta untuk memberi citarasa pada beberapa bahan makanan, karena memiliki kelebihan antara lain : 1) flavor yang khas; 2) kehilangan flavor lebih mudah dideteksi; 3) dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan; 4) dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial; dan 5) polusi lingkungan dapat diperkecil (Maga 1998 dalam Gani 2007).

Kualitas asap cair ditentukan oleh kondisi proses pembakaran, yaitu tekanan, suhu pembakaran dan lamanya waktu pembakaran. Kualitas asap cair juga ditentukan dari banyaknya kandungan asam, ter dan fenol didalamnya. Luditama (2006) mencoba membandingkan kondisi proses pembakaran untuk menghasilkan asap cair dari tempurung dan sabut kelapa yang terbaik dengan menggunakan suhu 300°C dan 500°C.

Berdasarkan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan suhu 300 °C untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas yang baik. Pada

(18)

suhu 300 °C komponen selulosa dan hemiselulosa terdekomposisi membentuk senyawa-senyawa asam dan turunannya yang diharapkan pada penelitian ini. Selain itu pada suhu 300°C dihasilkan senyawa ter yang lebih rendah daripada suhu yang lebih tinggi dimana senyawa ter merupakan senyawa yang harus dihilangkan untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas yang baik. Kualitas dari asap cair juga ditentukan oleh kemurnian dari senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya. Asap cair mengandung kelompok senyawa asam dan turunannya, alkohol, aldehid, hidrokarbon, keton, fenol dan piridin (Zaitsev, 1969). Senyawa-senyawa ini tidak sepenuhnya sesuai dengan penggunaan asap cair sebagai zat antimikroba, antioksidan, bioinsektisida dan penggunaan lainnya. Oleh karena itu, proses pemurnian perlu dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa tersebut sehingga didapatkan komponen asap cair yang diinginkan.

Pada umumnya proses pemurnian yang dilakukan pada asap cair hanya sebatas menghilangkan kandungan tar dengan cara mengendapkannya selama 24 jam. Luditama (2006) memisahkan komponen-komponen asap cair dengan metode distilasi berdasarkan perbedaan titik didih. Dari penelitian ini dihasilkan beberapa fraksi asam dan fenol sesuai rentang suhu yang digunakan yaitu T≤100, 100<T≤125, 125<T≤150 dan 150<T≤200. Namun senyawa lain yang terkandung dalam fraksi tersebut tidak diketahui, jadi masih perlu identifikasi lebih lanjut sebelum digunakan. Gani (2007) menganalisis komponen asap cair dari sampah organik menggunakan ekstraksi bertahap dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol yang dipilih berdasarkan perbedaan tingkat kepolarannya. Identifikasi pada pemisahan ini hanya dilakukan pada fraksi metanol yang menghasilkan 61 senyawa dengan golongan keton yang paling dominan. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, maka penelitian ini melakukan pemisahan komponen-komponen asap cair dengan cara ekstraksi bertahap dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol.

(19)

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga untuk mengidentifikasi kandungan dan komponen kimia fraksi asap cair tempurung dan sabut kelapa yang dipisahkan dengan ekstraksi.

C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai kualitas asap cair dari bahan pengasap tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga menambah informasi mengenai kandungan asap cair yang sudah difraksinasi sehingga dapat digunakan secara tepat.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Asap Cair

Asap cair adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan untuk menciptakan flavor asap pada produk (Whittle dan Howgate, 2002). Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-an, tetapi baru sepuluh sampai lima belas tahun belakangan digunakan secara komersial pada industri pengasapan ikan (Moody dan Flick, 1990). Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi kayu asap (Pszczola, 1995).

Pembakaran adalah hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Salah satu macam reaksi yang terjadi ialah pirolisis, yakni pemecahan termal molekul besar menjadi molekul kecil tanpa kehadiran oksigen. Pembakaran campuran organik, seperti kayu, tidak selalu berupa pengubahan sederhana menjadi CO2 dan H2O. Pirolisis molekul-molekul besar dalam kayu misalnya, menghasilkan molekul gas yang lebih kecil, yang kemudian bereaksi dengan oksigen di atas permukaan kayu itu (Fessenden, 1982).

Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (Paris et al., 2005 dalam Gani 2007). Menurut Demirbas (2005 dalam Gani 2007), umumnya proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas 300°C dalam waktu 4-7 jam.

Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisa kayu adalah penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 °C, pirolisa hemiselulosa pada suhu 200-250 °C, pirolisa selulosa pada suhu 280-320 °C dan pirolisa lignin pada suhu 400 °C. Pirolisa pada suhu 400 °C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992; Maga, 1988).

(21)

Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005)

Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet dan Lane tahun 1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam asap kayu jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah dideteksi antara lain : fenol 85 macam telah diidentifikasikan dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam. Alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap. Komposisi kimia asap cair dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair

Komposisi Kimia Kandungan (%)

Air 11 – 92 Fenol 0,2 – 2,9 Asam 2,8 – 4,5 Karbonil 2,6 – 4,6 Ter 1 - 17 Sumber : Maga (1988)

Hemiselulosa adalah komponen kayu yang mengalami pirolisa paling awal menghasilkan furfural, furan, asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa tersusun atas pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5) dan rata-rata proporsi ini tergantung pada spesies kayu. Pirolisis dari pentosan membentuk furfural, furan dan turunannya beserta suatu seri yang panjang dari asam karboksilat. Bersama-sama dengan selulosa, pirolisis heksosan membentuk

(22)

asam asetat dan homolognya. Dekomposisi hemiselulosa terjadi pada suhu 200-250 °C (Girrard, 1992). Lignin dalam pirolisis menghasilkan senyawa fenol dan eter fenolik seperti guaiakol (2-metoksifenol) dan homolognya serta turunannya yang berperan terhadap aroma asap dari produk-produk hasil pengasapan. Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin yang terjadi pada suhu 300 °C dan berakhir pada suhu 450 °C (Girrard, 1992). Proses selanjutnya yaitu pirolisa selulosa menghasilkan senyawa asam asetat, dan senyawa karbonil seperti asetaldehida, glikosal dan akreolin. Pirolisa lignin akan menghasilkan senyawa fenol, guaiakol, siringol bersama dengan homolog dan derivatnya (Maga, 1988).

Zaitsev et al. (1969) mengemukakan bahwa asap mengandung beberapa zat antimikroba, antara lain :

a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionat, metil ester. b. Alkohol : metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol.

c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural. d. Hidrokarbon : silene, kumene, dan simene.

e. Keton : aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton. f. Fenol

g. Piridin dan metil piridin.

Senyawa-senyawa seperti alkohol, aldehid, keton, asam organik termasuk furfural, formaldehid merupakan bahan pengawet yang sudah dikenal sedangkan fenol, quinol, quicol dan pirogalol merupakan bagian dari 20 jenis senyawa-senyawa antioksidan dan antiseptik (Moeljanto, 1982a)

Menurut Maga (1988), asap cair mempunyai kelebihan antara lain : a. Beberapa flavor dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan

konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan tradisional. b. Lebih intensif dalan pemberian flavor.

c. Kontrol hilangnya flavor lebih mudah

d. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan. e. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial. f. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap. g. Polusi lingkungan dapat diperkecil.

(23)

Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada bersama–sama (Darmadji, 1995). Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap, yaitu mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap dalam asam akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al.,1985). Menurut Haris dan Karmas (1989), kerja bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam perlindungan nilai gizi produk yang diasap terhadap perusakan biologis.

Fenol selain bersifat bakteriosidal juga sebagai antioksidan. Sifat ini terutama pada senyawa fenol dengan titik didih tinggi, seperti 2,6-dimethoksi fenol, 2,6-dimethoksi-4-metil fenol dan 2,6-dimethoksi-4-ethyl fenol (Pearson dan Tauber, 1973). Senyawa – senyawa fenolat lainnya yang terdapat dalam asap dan memperlihatkan aktivitas oksidatif adalah pirokathkol, hidrokuinon, guaiakol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisilaldehid, asam 2-hidroksibenzoat, dan senyawa-senyawa tersebut hampir semuanya bersifat larut dalam eter (Maga, 1988; Fiddler et al., 1970). Senyawa fenol dengan titik didih rendah memiliki sifat antioksidan yang agak rendah. Aktivitas antioksidan dari komponen asap adalah sifat yang penting dalam melindungi penyusutan nilai gizi produk yang diasap (Daun, 1979).

Asap dalam bentuk cair juga masih mempunyai berbagai sifat fungisidal. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa guaiakol, 4-metil-guaiakol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Girard (1992) mengatakan bahwa dari berbagai penelitian terdahulu, diketahui bahwa senyawa-senyawa fenolat tertentu seperti guaiakol, 4-metil guaiakol, 2,6-dimetoksi fenil dan seringol menentukan flavor dari bahan pangan yang diasap dimana guaiakol akan memberikan rasa asap dan seringol memberikan aroma asap. Rasa dan aroma yang khas pada makanan yang diasap disebabkan oleh senyawa fenol yang bereaksi dengan protein dan lemak yang terdapat pada makanan (Daun, 1979).

(24)

B. Bahan Pengasap

Dalam buah kelapa, sabut merupakan komponen utama yaitu sebesar 35% dan tempurung 12-19% dari berat total buah kelapa. Komposisi kimia tempurung kelapa adalah abu 0,23%, lignin 33,30%, selulosa 27,31%, pentosan 17,67% dan metoksil 5,39% (Djatmiko, 1985). Sedangkan komponen kimia sabut kelapa adalah air 26,0%, pektin 14,25%, hemiselulosa 8,50%, lignin 29,23% dan selulosa 21,07% (Joseph dan Kindagen, 1993).

Tempurung kelapa dikategorikan oleh Grimwood (1975) sebagai kayu keras, tetapi mempunyai kadar lignin lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah. Dalam penelitian yang dilakukan Tranggono, dkk. (1996) terbukti bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam komponen dominan yaitu fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-metoksifenol, 2-metoksi-4-metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dasn 2,5-dimetoksi benzil alkohol, yang semuanya larut dalam eter. Selanjutnya dari beberapa jenis kayu lain (jati, lamtoro gung, mahoni, kamper, bangkirai, keruing dan glugu) asap cair yang dihasilkan mengandung asam (sebagai asam asetat) antar 4,27-11,3%, senyawa fenolat (sebagai fenol) 2,10-5,13% dan senyawa karbonil (sebagai aseton) 8,56-15,23%. Yulistiani (1997) mendapatkan data kandungan fenol dalam asap cair tempurung kelapa sebesar 1,28%.

C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi

Menurut Harris dan Karmas (1989), komponen asap dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan pengaruhnya terhadap nilai gizi produk yang diasap, yaitu:

a. Zat yang melindungi penyusutan nilai gizi produk yang diasap dengan menghambat perubahan kimiawi dan biologis yang merugikan.

b. Komponen yang tidak menunjukkan aktivitas dari segi nilai gizi.

c. Senyawa yang berinteraksi dengan komponen bahan pangan dan menurunkan nilai gizi produk yang diasap.

d. Komponen beracun.

Eklund (1982) mengemukakan bahwa asap cair tidak menunjukkan karsinogenik atau sifat-sifat toksik lain dari hasil pengujian Hidrokarbon

(25)

Aromatik Polisiklik (HAP). Hal ini didukung oleh pernyataan Hollenbeck (1978), bahwa asap cair mempunyai sifat anti bakterial, mudah diaplikasikan dan lebih aman dari asam konvensional dan fraksi tar yang mengandung hidrokarbon aromatik dapat dipisahkan, sehingga produk asap cair bebas polutan dan karsinogenik.

Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan yang dilakukan untuk memindahkan dan menghilangkan komponen terlarut dalan suatu cairan ke cairan lainnya (Noor, 2002).

Pelarut merupakan cairan yang melarutkan zat padat, cairan, atau gas, menghasilkan larutan. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan komponen terlarut. Pelarut dapat juga digunakan untuk mengekstraksi komponen terlarut dari campuran. Pelarut selalu berupa cairan jernih dan bening serta mempunyai aroma yang khusus. Konsentrasi larutan mempengaruhi komponen yang terlarut dalam suatu volume pelarut.

Pelarut dapat diklasifikasikan menjadi polar (hidrofilik) dan non-polar (lipofilik). Polaritas pelarut berbanding lurus dengan tipe komponen yang dapat di larutkan. Hukumnya pelarut polar merupakan pelarut komponen polar terbaik dan pelarut non-polar merupakan pelarut komponen non-polar terbaik. Seperti air dengan minyak dan heksan dengan vinegar adalah tidak cocok maka dengan cepat akan terbentuk dua lapisan setelah melalui pengocokan yang baik.

Pada umumnya pelarut organik mempunyai densitas yang lebih rendah daripada air, sehingga akan membentuk lapisan terpisah yang berada di atas air. Pelarut akan membentuk beberapa ikatan kimia yang lemah dengan solut untuk melarutkannya. Sebagian besar ikatan yang terjadi adalah ikatan van der waals, ikatan dipol-dipol terkuat, dan ikatan rantai hidrogen (ikatan antara O-H atau N-O-H hidrogen dengan batas atom O atau N) (www.wikipedia.com).

Meskipun tetapan dielektrik dapat memberikan pedoman dalam memilih pelarut, tidak ada aturan yang tetap mengenai bagaimana meramalkan pelarut mana yang terbaik untuk suatu reaksi tertentu. (Kelarutan pereaksi harus pula diperhitungkan) (Fessenden, 1982).

(26)

~ Heksan

Heksan merupakan hidrokarbon alkana dengan rumus kimia CH3(CH2)4CH3 atau C6H14. Heksan mempunyai titik didih 69°C, densitas 0,655g/ml dan tetapan dielektrik 2,0. Nama lain dari heksan adalah n-heksan. Isomer dari heksan pada umumnya tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut lemah pada reaksi organik karena heksan sangat non-polar.

Heksan mempunyai lima isomer :

1. Heksan, CH3CH2CH2CH2CH2CH3, rantai lurus dari enam atom karbon. 2. 2-Metilpentan (Isoheksan), CH3CH(CH3)CH2CH2CH3, rantai lima atom

karbon dengan satu cabang metil pada karbon keduanya.

3. 3-Metilpentan, CH3CH2CH(CH3)CH2CH3, rantai lima atom karbon dengan satu cabang metil pada karbon ketiganya.

4. 2,3-Dimetilbutan, CH3CH(CH3)CH(CH3)CH3, rantai empat atom karbon dengan satu cabang metil pada rantai kedua dan ketiganya.

5. 2,2-Dimetilbutan, CH3C(CH3)2CH2CH3, rantai empat atom karbon dengan dua cabang metil pada rantai keduanya.

Sifat beracun dari heksan relatif rendah, walaupun heksan tergolong obat bius ringan. Pada 1994, n-heksan digolongkan pada daftar zat kimia pada Toxic Release Inventori (TRI).

~ Etil asetat

Etil asetat merupakan komponen organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3 atau C4H8O2. Etil asetat mempunyai nama lain diantaranya etil ester, acetic ester, dan ester etanol. Etil asetat berupa cairan bening yang mempunyai karakteristik bau tidak sedap, mempunyai densitas 0,894g/ml, titik didih 77°C dan tetapan dielektrik 6,0.

Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mempunyai sifat mudah menguap, relatif tidak beracun, tidak higroskopis dan merupakan aseptor hidrogen yang lemah. Etil asetat dapat melarutkan lebih dari 3% solut dan mempunyai solubilitas 8% dalam air pada temperatur ruang. Pada temperatur yang lebih tinggi solubilitasnya pada air meningkat.

(27)

~ Metanol

Metanol merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH dan alkohol yang paling sederhana, ringan, mudah menguap, bening, mudah terbakar, cairan beracun dengan bau khusus yang sedang dan lebih manis daripada etanol. Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, karbinol, alkohol kayu atau spiritus kayu. Metanol mempunyai titik didih 65°C, densitas 0.791g/ml dan tetapan dielektrik 33. Metanol digunakan sebagai antibeku, pelarut, bahan bakar, dan pemecah untuk etil alkohol.

Metanol sering disebut sebagai alkohol kayu karena dapat diproduksi dari produk samping pada destruksi kayu dengan distilasi. Jika diproduksi dari kayu atau bahan organik lain, akan menghasilkan methanol organik (bioalkohol) yang dapat digunakan sebagai bahan dasar hidrokarbon bahan bakar. Metanol akan beracun pada pemecahan dengan enzim alkohol dehidrogenase di dalam hati dengan terbentuknya asam formik dan formaldehid. Penggunaan terbesar metanol sejauh ini adalah untuk membuat zat kimia lain. Sekitar 40% metanol dikonversi menjadi formaldehid, dan dari sana menjadi produk turunan seperti plastik, kayu lapis, dan cat (www.wikipedia.com).

D. Aplikasi Asap Cair

Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan bahan makanan, namun dalam pengembangannya berubah, yaitu menghasilkan produk dengan aroma tertentu, meningkatkan cita rasa, memperbaiki penampilan dan meningkatkan daya simpan produk yang diasap (Girard, 1992).

Mekanisme senyawa fenol dalam membunuh mikroba adalah reaksi antara asam fenoleat dengan protein (dalam hal ini mikroba). Pada kondisi enzimatis dengan adanya enzim fenolase yang bekerja secara alami pada pH netral, asam fenoleat dioksidasi menjadi kuinon yang dapat bereaksi dengan lisin dari protein yang menyebabkan protein tersebut tidak dapat digunakan secara biologis (Hurrell, 1984).

(28)

Pengasapan dibagi menjadi dua yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin. Pengasapan panas adalah proses yang membutuhkan waktu agak lama yang dapat digunakan untuk memasak daging atau ikan, barbeque. Pada umumnya pengasapan panas meliputi memanggang makanan secara langsung di atas api, atau di atas lembaran yang dipanaskan oleh api. Suhu pemasakan panas berada pada kisaran 60-100°C (140–212°F). Suhu pada pengasapan panas dapat membunuh mikroba secara menyeluruh pada makanan. Pengasapan dingin dilakukan dengan meletakkan makanan pada suhu 15–30°C (60–86°F). Pengasapan dingin mempunyai tingkat sterelisasi yang masih rendah sehingga sering dilakukan proses penggaraman, pada bahan sebelum diasap (Cutting, 1965).

Pengasapan cair lebih mudah diaplikasikan karena konsentrasi asap cair dapat dikontrol agar memberi flavor dan warna yang sama dan seragam. Asap cair telah disetujui oleh banyak negara untuk digunakan pada bahan pangan dan sekarang ini banyak digunakan pada produk daging (Eklund, 1982). Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah dicairkan melalui proses pirolisis. Pengasapan dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan larutan asap, baik asap cair alami ataupun sintetik (Maga, 1988).

Penggunaan asap cair menurut Pearson dan Tauber (1973), pada pembuatan makanan yang diasap adalah dengan cara :

a. Mencampur secara langsung ke dalam emulsi daging. b. Pencelupan.

c. Pemercikan cairan (spraying).

d. Penyemprotan kabut asap cair ke dalam ruang pengasapan (atomizing). e. Asap cair diuapkan dengan cara meletakkan asap cair tersebut di atas

permukaan yang panas.

Saat ini, asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak kondensat hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO,

(29)

propana, metana, etilen, amonia, metanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut (Plaschke, 2002).

Di Jepang, asap cair dari bambu diaplikasikan sebagai anti alergi dan antioksidan. Asap cair ini dibuat dengan suhu pembakaran 350 °C sampai 450 °C dan didistilasi pada suhu rendah, yaitu 50 °C sampai 60 °C. Asap cair ini untuk konsumsi sehingga umumnya 1 liter asap cair dicampur dengan 100 liter air atau jus jeruk. Komponen utama dari asap cair ini adalah asam asetat dan tidak mengandung senyawa penyebab kanker seperti benzopyren, dibenzathracene, dan methylcholanthrene (Imamura dan Watanabe, 2004).

Asap mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat terjadi jika asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan pangan yang diasap (Winarno, 1980).

E. Ikan dan Pisang Mas

Pada pengawetan ikan semakin banyak asap yang menempel, makin banyak pula komponen asap yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal, terutama formaldehid, asam asetat dan fenol. Fenol bersifat bakteristatis sehingga bakteri tidak berkembang biak dan fungisidal sehingga jamur tidak tumbuh. Fenol adalah senyawa utama pembentuk aroma asap yang khas khususnya guaikol, 4,metil-guaikol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Senyawa asam organik dalam asap akan memberikan warna pada asap cair (Wibowo, 2002).

Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung pada spesies, tingkat umur, musim, habitat dan kebiasaan makan. Nilai gizi daging ikan terutama ditentukan oleh kandungan lemak dan proteinnya. Ikan selar termasuk kategori ikan berlemak rendah karena kurang dari 5 % dan memiliki protein yang tergolong tinggi yaitu antara 15-20% (Stansby 1963)

Ikan Selar (Caranx leptolepis) mempunyai panjang tubuh sampai 16 cm. Jenis ikan ini ditandai dengan garis lebar kuning dari mata sampai ekor. Sirip punggung ikan selar terpisah dengan jelas, bagian depan disokong oleh jari-jari keras dan banyak jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dua dengan lekukan yang dalam. Sirip perut terletak dibawah siirp dada. Duri punggung

(30)

berjumlah 9-9, duri punggung lunak berjumlah 24-26, duri anal 3, duri anal lunak berjumlah 21-23. Lingkungan hidupnya berasosiasi dengan karang, amphidromus, habitatnya di air payau, air laut dengan kisara kedalaman 1-25 m. Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. Daerah penyebaran ikan ini adalah semua laut di daerah tropis dan semua lautan indopasifik. Ikan ini banyak tertangkap di perairan pantai serta hidup berkelompok sampai kedalaman 80 m (Djuhanda 1981).

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g Bahan Jenis kandungan Jumlah

Kadar air 75.4 g

Kadar abu 1.36 g

Kadar protein 18.8 g

Kadar lemak 2.2 g

Sumber : direktorat gizi departemen kesehatan RI (1989)

Ikan segar memiliki ciri-ciri (Stansby, 1963) sebagai berikut : - Daging ikan padat elastik, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya. - Aroma atau baunya “seg lunak” yaitu seperti bau rumput laut.

- Mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan. - Insang berwarna merah cerah

- Kulit mengkilat dengan warna cerah.

Dengan pengasapan warna ikan berubah menjadi kuning emas sampai kecokelat-cokelatan. Warna ini dihasilkan oleh reaksi kimia fenol dengan O2 dari udara. Proses oksidasi akan berjalan lebih cepat bila lingkungan bersifat asam. Hal inipun sudah tersedia pada ikan asap (Moeljanto, 1982a).

Untuk mengenali kesegaran ikan dilakukan pengamatan secara visual terhadap penampilan ikan atau metode 4 M, yaitu melihat (mengamati penampilan ikan secara menyeluruh terutama penampilan fisik, mata, insang, adanya lendir dan sebagainya), meraba (mengamati kondisi ikan terutama adanya lendir, kelenturan ikan dan sebagainya), menekan (untuk melihat teksturnya) dan mencium (bau ikan) (wibowo dan yunizal, 1998).

(31)

Tabel 3. Penggolongan Kelas Mutu Ikan.

No. Golongan Deskripsi

1 Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima)

Ikan baru saja ditangkap dan baru saja mengalami kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun insang masih benar-benar dalam keadaan segar.

2 Ikan yang Kesegarannya masik baik (advanced)

Ikan masih dalam kondisi segar namun tidak sesegar kondisi pertama. Ciri-cirinya adalah bola mata yang agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang dan lunak bila ditekan.

3 Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang)

Organ tubuh ikan sudah banyak mengalami perubahan, bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai berubah menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging lembek. 4 Ikan yang

sudah tidak segar lagi (busuk)

Ikan sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Ciri-cirinya adalah daging sudah lunak, sayatan daging tidak cemerlang, bola mata cekung, insang berubah warna menjadi cokelat tua, sisik mudah lepas dan sudah menyebarkan bau busuk.

Sumber : Hadiwiyoto (1993)

Pisang mas bentuk buahnya kecil dengan panjang 8-12 cm dan diameter 3-4 cm. Berat pertandannya 8-12 kilogram dan terdiri dari 5-9 sisir. Setiap sisirnya mempunyai 14-18 buah. Saat masak kulitnya berwarna kuning cerah. Kulitnya tipis, rasanya sangat manis, dan aromanya kuat (Satuhu dan Suryadi, 2000).

Desinfektan yang umum digunakan sebagai desinfektan buah pisang untuk pengawetannya adalah Al2(SO4)3. Pisang mas yang disimpan dalam ruang pendingin dapat tetap segar dan hijau selama 6 minggu apabila diberi zat penyerap etilen. Bahan penyerapnya berupa campuran vermiculite dan semen dengan perbandingan 3:1 yang dicelupkan dalam larutan KMnO4 (Redaksi Trubus, 1998).

(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sabut kelapa dan tempurung kelapa yang diperoleh dari penjual kelapa di Pasar Gunung Batu, Bogor. Untuk bahan analisis digunakan etanol 95 %, akuades, reagen Folin-Ciocalteu, asam tanat 0,2 %, Na2S2O3 5 %, Na2CO3 5 %, indikator fenolphthalein, NaOH 0,1 N, asam oksalat, etil asetat (PA), n-heksan (teknis) dan metanol (PA).

Peralatan yang digunakan adalah pembuat arang, labu leher tiga, kondensor, golok, cawan porselen, oven, piknometer, termometer, pH meter, erlenmeyer, gelas piala, tabung reaksi, gelas ukur, buret, pipet tetes, labu pemisah, labu ukur, vortex shaker, sentrifuse, spektrofotometer, piknometer, dan GC-MS.

B. Metode Penelitian

Adapun metodologi pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Pembuatan Asap Cair

Gambar 1. Alat pembuat asap cair

Sebelum dibakar, bahan baku dibersihkan terlebih dahulu. Tempurung kelapa dibersihkan untuk menghilangkan sabut dari permukaannya. Setelah itu, tempurung kelapa dipotong-potong dengan golok sampai berukuran diameter kira-kira 6-8 cm, sedangkan sabut dilepaskan serat-seratnya agar

(33)

mudah dimasukkan ke dalam alat pembakar. Pengukuran kadar air dan kadar abu dilakukan pada setiap bahan baku sebelum dibakar. Pembuatan asap cair dilakukan dengan menggunakan kiln yang terbuat dari baja tahan karat yang dilengkapi dengan alat pemanas listrik, tiga kondensor dan dua buah labu penampung destilat. Setiap kali pembakaran, kiln dapat memuat 2000 – 3000 gram tempurung kelapa atau 400-600 gram sabut kelapa. Suhu pengolahan diukur dengan thermokopel. Suhu yang digunakan adalah 300 °C untuk masing-masing bahan dengan pemanasan selama 5 jam. Cairan yang terbentuk mengalir melalui bagian bawah kiln ke alat pendingin, kemudian destilat ditampung dalam labu dengan volume 2 liter. Destilat dikumpulkan dalam labu dibiarkan hingga dingin kemudian disaring. Bagian atas larutan destilat adalah pyroligneous liquor sedangkan bagian bawah adalah endapan ter (settled ter).

2. Pemurnian Asap Cair

Pemurnian asap cair dilakukan dengan cara ekstraksi. Asap cair dimasukkan sebanyak 200 ml untuk yang berbahan tempurung dan 50 ml untuk yang berbahan dari sabut dimasukkan ke dalam labu pemisah. Ekstraksi ini dilakukan untuk mengambil fraksi-fraksi asap cair yang dibutuhkan dengan menggunakan tiga tahap pelarutan dengan perbandingan 1 : 1. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan, etil asetat, metanol. Pelarutan dilakukan pada suhu ruang dengan pengocokan secara manual selama 10 menit yang dilakukan untuk mempercepat proses ekstraksi. Hasil ekstraksi adalah larutan pelarut yang mengandung fraksi-fraksi asap cair didalamnya dan rafinat (crude) yang akan dilarutkan kembali pada pelarut tahap selanjutnya.

3. Analisis

Analisis – analisis yang dilakukan antara lain : a. Rendemen (LTP, 1974)

b. pH (AOAC, 1995)

c. Total Asam Tertitrasi (SNI, 01-3207-1992) d. Kadar Fenol (Hammerschmidt,1978) e. Bobot Jenis (SNI 06-2388-1998)

(34)

4. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk menganalisis hasil penelitian yang diperoleh dan menarik kesimpulan dari apa yang diteliti. Studi pustaka ini dapat berasal dari buku, jurnal, laporan penelitian, majalah, atau melalui media elektronik seperti internet.

C. Metode Pengujian Asap Cair

Dalam penelitian ini asap cair digunakan dalam pengawetan Ikan Selar dan Pisang Mas. Ikan selar yang digunakan berasal dari Pasar Anyar Bogor. Ikan dibersihkan dan dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat. Ikan selar direndam dalam fraksi asap cair setelah ekstraksi kemudian diletakkan pada suhu ruang untuk diamati secara visual. Sedangkan Pisang Mas yang digunakan diperoleh dari toko buah di Darmaga. Percobaan ini menggunakan asap cair hasil pirolisis sebelum di ekstraksi. Sebelum perlakuan, pisang dilepaskan dari sisirnya dan dibersihkan. Setelah itu dilakukan perendaman dengan asap cair dan diletakkan pada suhu ruang untuk diamati secara visual. Perlakuan pada Ikan Selar dan Pisang Mas dapat dilihat pada Tabel 4.

(35)

Tabel 4. Perlakuan Pengujian pada Ikan Selar dan Pisang Mas Konsentrasi

No. Simbol Sampel Jenis Asap Cair Asap

Cair (%v/v) Fenol (%b/v) Asam (%b/v) Waktu Peren-daman (menit)

1 Kontrol Ikan Selar - - - - -

2 25 TM 15 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 15 3 25 TM 30 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 30 4 25 TM 45 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 45 5 25TM 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 60 6 25 SM 15 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 15 7 25 SM30 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 30 8 25 SM 45 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 45 9 25 SM 60 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 60 10 50 TM 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 50 0,179 3,110 60 11 50 SM 60 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 50 0,132 1,220 60 12 25 SE 60 Ikan Selar Fraksi sabut-etil asetat 25 0,219 0,702 60 13 25 TE 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-etil asetat 25 0,252 1,746 60 14 50 SE 60 Ikan Selar Fraksi sabut-etil asetat 50 0,437 1,400 60 15 50 TE 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-etil asetat 50 0,505 3,491 60

16 Kontrol Pisang Mas - - - - -

17 S 60 Pisang Mas Asap cair sabut kelapa 100 1,910 6,520 60 18 T 60 Pisang Mas Asap cair tempurung kelapa 100 2,245 15,590 60 19 S 60 25% Pisang Mas Asap cair sabut kelapa 25 0,477 1,630 60 20 T 60 25% Pisang Mas Asap cair tempurung kelapa 25 0,561 3,898 60

(36)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Produksi Asap Cair Secara Pirolisis

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan asap cair pada penelitian ini adalah tempurung dan sabut kelapa (Gambar 2) yang mengalami proses pirolisis pada suhu 300 °C. Suhu 300 °C dipilih sebagai suhu pembakaran, karena menurut Girard (1992) dan Maga (1988), pada suhu 300 °C komponen selulosa terdekomposisi menghasilkan asam-asam organik dan beberapa senyawa fenol. Dalam Luditama (2006) disebutkan suhu pembakaran 300 °C menghasilkan kualitas asap cair yang lebih baik daripada suhu 500°C karena lebih sedikit menghasilkan ter yang tidak dikehendaki pada penelitian ini. Diperoleh kadar asam pada suhu 300°C sebesar 8,390% untuk tempurung kelapa dan 7,918% untuk sabut kelapa, sedangkan pada suhu 500°C diperoleh 8,273% untuk tempurung kelapa dan 6,819% untuk sabut kelapa. Kadar fenol pada suhu 300°C sebesar 1,40% untuk tempurung kelapa dan 0,89% untuk sabut kelapa, sedangkan pada suhu 500°C diperoleh 1,44% untuk tempurung kelapa dan 1,40% untuk sabut kelapa.

Gambar 2. Tempurung dan Sabut kelapa

Hasil analisis tempurung dan sabut kelapa diperoleh masing-masing 11.59% dan 23.12% air (Tabel 4). Kadar air sabut kelapa lebih besar daripada tempurung kelapa yang menyebabkan persen kondensat yang didapatkan lebih besar. Hal ini disebabkan pada saat pembakaran berlangsung, kandungan air pada bahan akan ikut menguap pada suhu 100 °C dan mengalami kondensasi

(37)

ketika uap air melalui kondensor sehingga meningkatkan jumlah kondensat asap cair yang dihasilkan.

Tabel 4. Karakteristik Bahan Baku dan Hasil Pirolisis pada Suhu 300°C. No. Sampel Suhu (°C) Kadar Air

(%) Persen Kondensat (%b/b) Persen Arang (%b/b) Kadar Abu (%) 1 Tempurung 300 11.59 38.69 46.61 3.16 2 Sabut 300 23.12 49.10 59.52 8.28

Keterangan : Data dan perhitungan pada lampiran 1

Hasil kondensat yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Tranggono (1996) yaitu sebesar 52,85 %. Tranggono menggunakan bahan baku berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa serta dilakukan pada suhu pembakaran 350 - 400 °C. Hasil kondensat pada penelitian ini juga tidak jauh berbeda dari penelitian Luditama (2006) yaitu sebesar 40,29% pada sabut kelapa dan 40,08% pada tempurung kelapa pada suhu pembakaran 300°C.

Perbedaan jumlah rendemen distilat asap disebabkan oleh semakin tinggi kandungan air dalam bahan baku maka semakin tinggi pula jumlah rendemen distilat asap yang dihasilkan dan semakin panjang kondensor maka kemungkinan mengkondisikan asap hasil pembakaran yang tidak sempurna dalam proses ekstraksi distilat asap akan lebih optimal.

Gambar 3. Asap Cair Tempurung (A) dan Sabut (B) Kelapa dengan Pirolisis Suhu 300 °C.

(38)

Warna contoh asap cair yang diperoleh dari tempurung kelapa lebih gelap daripada yang dihasilkan dari sabut kelapa (Gambar 3). Warna asap cair dari tempurung kelapa berwarna merah bata kecoklatan, sedangkan asap cair dari sabut kelapa berwarna merah bata kekuningan. Pembakaran tempurung kelapa cenderung lebih banyak menghasilkan endapan ter yang dapat dilihat dari endapan ter pada dasar wadah kondensat sehingga warna asap cair yang dihasilkan lebih gelap.

Pada produksi asap cair secara pirolisis pada suhu 300°C dari sabut kelapa terdapat kehilangan (loss) bobot rata-rata sebesar 12,31% sedangkan pada tempurung kelapa rata-rata 23,56 %. Kehilangan bobot ini adalah banyaknya bahan baku yang tidak terkonversi menjadi produk (kondensat asap). Bobot yang hilang dapat berupa gas yang tidak terkondensasi dan langsung manguap setelah melewati kondesor dan gas CO yang diproduksi pada pembakaran tidak sempurna pada pirolisis. Selain itu, kehilangan bobot pada proses pirolisis ini juga dapat berupa kerak yang tertinggal pada alat pembakaran ataupun pada kondensor.

B. Komponen-Komponen pada Asap Cair

Pada penelitian ini fraksinasi komponen asap cair dilakukan dengan ekstraksi bertahap menggunakan tiga pelarut, yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol. Dari proses ekstraksi dihasilkan tiga fraksi utama dan dua fraksi rafinat (crude). Untuk mengidentifikasi fraksi-fraksi yang diperoleh dilakukan analisis proksimat dan uji GC-MS. Analisis GC-MS dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis senyawa yang terdapat pada asap cair. Campuran senyawa yang dilewatkan pada kromatografi gas akan terpisah menjadi komponen-komponen individual. Tiga senyawa dominan untuk masing-masing fraksi utama asap cair setelah proses ekstraksi dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6.

Luditama (2006) mengidentifikasi komponen asap cair dari tempurung dan sabut kelapa dengan pirolisis suhu 300 °C dengan GC-MS. Pada asap cair tempurung kelapa diperoleh 26 senyawa dengan senyawa dominan fenol (34,45%), 2,6-dimethoxy fenol (12,58%) dan 2-methoxy fenol (9,81%).

(39)

Sedangkan pada asap cair sabut kelapa didapatkan 31 senyawa dengan senyawa dominan fenol (44,10%), 2-methoxy fenol (14,84%) dan 1,2-benzenediol (7,22%).

Gani (2007) mengidentifikasi komponen asap cair dari sampah organik dengan ekstraksi bertahap pada fraksi metanolnya. Dari GC-MS diperoleh 61 senyawa dengan dua senyawa dominan yaitu 1,1-dimetil hidrazin (8,98%) dan 2,6-dimetoksi fenol (8,68%). Di antara ke-61 senyawa yang teridentifikasi terdapat 17 senyawa (27,9%) golongan keton, 14 senyawa (23%) golongan fenolik, 8 senyawa (13%) golongan asam karboksilat, 7 senyawa (11,5%) golongan alkohol, 4 senyawa (6,6%) golongan ester, 3 senyawa (4,9%) golongan aldehid dan lain-lain rata-rata 1 senyawa (1,6%).

Tabel 5. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Tempurung kelapa Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel Komponen % Relatif

Fenol 19,28 2-metoksi fenol 18,29 1 Tempurung-heksan 4-etil-2-metoksi fenol 10,79 Fenol 30,26 2,6-metoksi fenol 11,98 2 Tempurung-Etil asetat Fenol 5,01 2-metilpropil ester asam

butanoat 30,76

2-metil asam propanoat 8,13 3 Tempurung-Metanol

Fenol 6,15

Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 13-15.

Tabel 6. Senyawa Dominan di dalam Asap Cair Sabut kelapa Hasil Deteksi GC-MS

No Sampel Komponen % Relatif

Fenol 29,52 2-metoksi fenol 14,88 1 Sabut-Heksan 2-metoksi fenol 11,34 Fenol 41,58 2-6-metoksi fenol 7,83 2 Sabut-Etil asetat 3-metil fenol 6,14 1-3-thiazol 32,43

Asam butanoat etil ester 18,57 3 Sabut-Metanol

Tetrahidro 2-furanmetanol 9,23 Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 18-lampiran 20.

(40)

Dari hasil pengukuran menggunakan GC-MS diatas dapat diketahui bahwa senyawa utama asap cair sebelum dan sesudah ekstraksi adalah golongan fenolik dan asam. Pada fraksi tempurung-heksan diperoleh 56 senyawa dimana 27 senyawa diantaranya termasuk golongan fenolik dan senyawa lainnya merupakan golongan keton, aldehid dan piridin dengan persentase kurang dari 2%. Pada fraksi tempurung-etil asetat diperoleh 76 senyawa dimana 32 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi tempurung-metanol diperoleh 32 senyawa dimana 9 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-heksan diperoleh 26 senyawa dimana 15 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-etil asetat diperoleh 52 senyawa dimana 24 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-metanol diperoleh 13 senyawa dimana 5 diantaranya termasuk golongan fenolik.

Komponen fenol pada asap cair berasal dari dekomposisi lignin pada suhu pembakaran mulai suhu 300°C sampai suhu 450°C (Girrard, 1992) yang berarti pada suhu pembakaran 300 °C seharusnya tidak terdapat fenol. Namun, pada penelitian ini diketahui bahwa pada suhu pembakaran 300 °C terdapat fenol yang jumlahnya cukup besar. Dengan begitu dapat diketahui bahwa fenol ternyata tidak hanya dihasilkan dari dekomposisi lignin saja, namun juga dapat dihasilkan dari dekomposisi hemiselulosa atau selulosa pada suhu pembakaran 300 °C.

C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi

Fraksinasi bertujuan untuk mendapatkan fraksi-fraksi asap cair sehingga pemanfaatannya lebih tepat. Fraksinasi dilakukan dengan cara mengukur sampel hasil pirolisis sabut dan tempurung kelapa pada suhu 300°C. Selanjutnya contoh asap cair diekstraksi secara berturut-turut dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol menggunakan botol pisah. (Gani, 2007). Ketiga pelarut ini dipilih berdasarkan sifat kepolarannya sehingga diharapkan akan dapat memisahkan komponen-komponen asap cair yang diinginkan.

(41)

Ekstraksi dilakukan dengan cairan umpan yang dalam penelitian ini adalah sampel penelitian dengan pelarut yang dalam penelitian ini adalah n-heksan, etil asetat dan metanol. Pelarut yang sudah mengandung komponen asap cair disebut sebagai hasil ekstraksi atau fraksi utama dan sisa dari hasil pelarutan ini adalah rafinat yang dalam penelitian disebut dengan crude. Crude yang diperoleh pada ekstraksi akan dilarutkan dalam pelarut pada ekstraksi tahap selanjutnya. Sampel hasil ekstraksi dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Hasil Ekstraksi Asap Cair Tempurung (A) dan Sabut (B) Kelapa.

(A) (B)

Dalam ekstraksi tiga tahap dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya didapatkan fraksi-fraksi yang berbeda juga dari setiap ekstraksi. Karena asap cair cenderung bersifat polar, maka pada saat dilarutkan ke dalam heksan, fraksi yang terlarut sangat sedikit. Sedangkan komponen asap cair yang terlarut dalam etil asetat lebih besar daripada komponen asap cair yang terlarut dalam heksan tetapi lebih kecil jika dibandingkan komponen yang terlarut dalam metanol. Dalam metanol asap cair terlarut 100%, sehingga rendemen yang diperoleh adalah 50%.

Tabel 7. Hasil Pemurnian dengan Ekstraksi.

No. Sampel Volume terekstrak

(%v/v)

1 Tempurung Heksan 3,222

2 Tempurung Etil asetat 3,248

3 Tempurung Metanol 50,00

4 Sabut Heksan 1,961

5 Sabut Etil asetat 2,574

6 Sabut Metanol 50,00

(42)

Proses ekstraksi ini dilakukan dalam rentang waktu total 10 menit sampai 30 menit. Pada ekstraksi asap cair dengan pelarut dilakukan pengocokan yang berfungsi untuk mempercepat dan mempermudah proses ekstraksi. Proses pengocokan dilakukan selama 10 sampai 30 menit secara manual. Dari pengamatan visual dan analisa lamanya pengocokan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata, sehingga digunakan waktu minimal pengocokan yaitu 10 menit. Pada ekstraksi dengan metanol semua asap cair larut ke dalamnya, sehingga tidak di dapatkan crude dari tahap ini.

Untuk masing-masing sampel asap cair (tempurung dan sabut kelapa), dihasilkan jumlah rendemen asap cair yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari jumlah rendemen yang dihasilkan dari tahap satu (pelarut n-heksan) sampai tahap tiga (pelarut metanol) semakin besar.

Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga hasil rendemen fraksi asap cair yang terbesar adalah fraksi pada metanol yaitu sebesar 50%. Hal ini disebabkan setelah melalui ekstraksi dua tahap dengan heksan yang bersifat non polar dan etil asetat yang bersifat semipolar maka fraksi asap cair akan cenderung bersifat polar sehingga larut 100% ke dalam metanol. Sedangkan hasil yang terkecil adalah pada fraksi heksan. Hal ini dikarenakan asap cair yang dihasilkan adalah berbahan organik sehingga menghasilkan asap cair yang cenderung bersifat polar, sehingga hanya sedikit komponen yaitu 3,222% untuk tempurung dan 1,961% untuk sabut kelapa yang terlarut dalam heksan.

D. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair

Kualitas asap cair sangat bergantung pada komposisi senyawa-senyawa yang dikandungnya. Kriteria mutu asap cair baik cita rasa maupun aroma sebagai ciri khas yang dimiliki asap ditentukan oleh golongan senyawa asam dan fenol yang dikandungnya. Komponen kimia yang telah diidentikasi pada asap cair antara lain senyawa-senyawa golongan fenol, karbonil, asam-asam organik, furan, hidrokarbon, alkohol, dan lakton (Girard, 1992). Pengujian kualitas asap cair terdiri dari pengujian sifat asap cair secara fisik maupun kimia. Sifat fisik yang diamati adalah bobot jenis, sedangkan sifat kimia yang diamati meliputi pH, kadar asam, dan kadar fenol.

(43)

1. Kadar Asam

Kadar asam merupakan salah satu sifat kimia yang menentukan kualitas dari asap cair. Asam organik yang memiliki peranan tinggi dalam pemanfaatan asap cair adalah asam asetat. Asam asetat terbentuk sebagian dari lignin dan sebagian lagi dari komponen karbohidrat dari selulosa.

Senyawa-senyawa asam pada asap cair memiliki sifat antimikroba. Sifat antimikroba tersebut akan semakin meningkat apabila asam organik ada bersama-sama dengan senyawa fenol. Senyawa asam organik terbentuk dari pirolisis komponen-komponen kayu seperti hemiselulosa dan selulosa pada suhu tertentu. Penentuan kadar asam ini dengan menggunakan metode total asam tertitrasi yang dihitung sebagai jumlah asam asetat dalam asap cair.

Tabel 8. Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran

No. Sampel Suhu (°C) Kadar asam (%)

1 Tempurung-Awal 300 15,59

2 Sabut-Awal 300 6,518

Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 24

Hasil pengamatan (tabel 8) kadar asam asap cair sebelum ekstraksi menunjukkan bahwa asap cair memiliki kadar asam yang lebih kecil pada sampel berbahan sabut kelapa. Perbedaan jumlah kadar asam ini dikarenakan perbedaan kandungan hemiselulosa dan selulosa pada bahan pengasap yang mengalami dekomposisi pada proses pirolisis dengan suhu pembakaran 300 °C. Kadar asam asap cair pada berbagai variasi bahan pengasap dan ektraksi dengan pelarut dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 % K ad ar As am Tempurung Awal Tempurung-Heksan Tempurung-Etil Asetat Tempurung-Metanol Sabut-Awal Sabut-Heksan Sabut-Etil Asetat Sabut-Metanol Sampel

(44)

Kadar asam yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,11% sampai 15,59% yang jauh berbeda dengan hasil Luditama (2006) yang dihasilkan dengan distilasi yaitu berkisar antara 4,262 % sampai 59,934 % dengan metode distilasi dan suhu 500°C. Darmadji (2002) menghasilkan kadar asam berkisar antara 4,94 % sampai 29,10 % pada suhu 400 °C selama 1 jam. Pada penelitian ini menghasilkan fraksi-fraksi berdasarkan perbedaan kepolaran komponen dalam asap cair. Hal ini menyebabkan komponen yang bersifat polar akan terdistribusi dalam pelarut etil asetat dan metanol dan sangat kecil pada heksan yang merupakan pelarut non-polar. Keasaman dari asap cair ini juga dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair. Semakin tinggi kadar fenol, maka asap cair akan menjadi semakin asam. Fraksi hasil ekstraksi yang mengandung kadar asam paling besar adalah pada fraksi etil asetat yaitu 6,982% tempurung dan 2,806% sabut kelapa.

Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk dalam golongan asam organik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya adalah asam asetat (0,28) dan metil 3-asetilpropanoat (0,10%) pada fraksi tempurung-heksan; tetrahidrofurfuralasetat (0,45%) pada fraksi tempurung-etil asetat; dan 1,1-dimetilpropil-2-etilheksanoat (2,32%) pada fraksi tempurung-metanol. Sedangkan senyawa asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya adalah 4-hidroksi-3-metoksi asam benzoid (4,56%) pada fraksi sabut-heksan, 3-hidroksi metil asam benzoid (0,21%) pada fraksi sabut-etil asetat; dan etil ester asam butanoid (18,57%) pada fraksi sabut-metanol.

2. Kadar Fenol

Fenol merupakan salah satu komponen utama asap cair yang digunakan sebagai salah satu parameter mutu dalam menentukan kualitas asap cair. Identifikasi fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan diharapkan dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga sasaran penggunaannya lebih tepat. Fenol pada asap cair dapat memberikan efek antibakteri dan antimikroba pada bahan yang diasap. Selain itu, fenol juga dapat memberikan efek antioksidan pada bahan makanan yang akan diawetkan. Kadar fenol yang rendah pada asap cair memungkinkan asap cair

(45)

tersebut dapat dikonsumsi langsung oleh manusia. Kadar fenol pada pirolisis dengan suhu 300°C adalah 2,425% pada asap cair tempurung kelapa dan 1,907% pada asap cair sabut kelapa. Kadar fenol asap cair dari tempurung dan sabut kelapa dan hasil fraksinasi dengan esktraksi dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Kadar Fenol Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.

0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 % K ad ar Fe no l Tempurung Awal Tempurung-Heksan Tempurung-Etil Asetat Tempurung-Metanol Sabut-Awal Sabut-Heksan Sabut-Etil Asetat Sabut-Metanol Sampel

Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 25

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa perbedaan penggunaan bahan pengasap mempengaruhi kadar fenol pada asap cair yang dihasilkan. Perbedaan kadar fenol pada bahan pengasap ini disebabkan oleh perbedaan kandungan lignin pada bahan pengasap. Lignin merupakan komponen kayu yang apabila terdekomposisi akan menghasilkan senyawa fenol. Bahan pengasap berhubungan langsung dengan jenis bahan yang terdiri atas kayu keras ataupun bahan yang dapat dibakar yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, persenyawaan protein dan mineral yang mempengaruhi keberadaan senyawa-senyawa kimia asap (Djatmiko et al., 1985).

Kadar total fenol tertinggi pada penelitian ini, yaitu 2,425% untuk sabut kelapa dan 1,907%. Nilai ini tidak berbeda jauh dari yang dihasilkan Luditama 2006 yang berhasil memperoleh nilai fenol masing-masing 0.89% dan 1.40% untuk sabut kelapa dan tempurung kelapa pada suhu 300°C. Kadar senyawa fenolik yang diperoleh Yulistiani 1997 dalam asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa adalah 1.28%, sedangkan Nurhayati (2000) berhasil memperoleh kadar fenol 3.24% dalam asap cair hasil pirolisa kayu tusam. Dari hasil pengamatan nilai kadar fenol terbesar didapatkan pada sampel hasil

(46)

ekstraksi adalah pada fraksi etil asetat yaitu 1,009% pada tempurung dan 0,8747% pada sabut. Kadar fenol asap cair pada penelitian ini berkisar antara 0,2639 – 2,425% yang tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Luditama (2006) yang mendapatkan kadar fenol pada rentang 0,39 - 1,44% dan hasil penelitian Maga (1988) yaitu kadar fenol sebesar 0,2 % - 2,9 %.

Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk dalam golongan fenolik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa fenolik dari berbagai fraksi yang dihasilkan pada umumnya merupakan senyawa yang dominan seperti dapat dilihat pada tabel sebelumnya tentang komponen dominan asap cair pada tabel 7 dan 8. Selain senyawa dominan tersebut juga dihasilkan beberapa senyawa fenolik lain diantaranya 2,6-xylenol dan 2,6 metoksi fenol pada fraksi tempurung-heksan yang merupakan pemberi aroma saat digunakan. Selain itu juga terdapat cis-metil isoeugenol (0.06%) pada fraksi tempurung-etil asetat, maltol (1.09%) pada fraksi tempurung-metanol dan 1,2-benzenediol (total 9.28%) pada fraksi sabut-etil asetat.

3. Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas asap cair yang dihasilkan. Pengukuran nilai pH dalam asap cair yang dihasilkan bertujuan untuk mengetahui tingkat proses penguraian bahan baku untuk menghasilkan asam organik berupa asap secara pirolisis. Hasil pengukuran pH rata-rata dalam asap cair hasil pirolisis sabut dan tempurung kelapa dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran

No. Sampel Suhu (°C) pH

1 Tempurung-Awal 300 2,997

2 Sabut-Awal 300 3,563

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g Bahan
Tabel 3. Penggolongan Kelas Mutu Ikan.
Gambar 1. Alat pembuat asap cair
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu dan tinggi temperatur pirolisis cangkang sawit dan tempurung kelapa maka kandungan asam asetat pada asap

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis hanya membatasi penelitian ini tentang pemanfaatan limbah tempurung kelapa dengan metode pirolisis

Pendayagunaan asap cair dari limbah tempurung kelapa menjadi bio-disinfectant diambil dari Kecamatan Gandus dan tempat pengumpulan limbah tempurung kelapa. Bahan baku proses

Penelitian ini dilakukan dengan cara preparasi sampel cangkang sawit dan tempurung kelapa dalam kemudian diblending dengan variable rasio (gram) 0 :100; 25:75;

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa asap cair sabut kelapa 20% v/v baik untuk dijadikan sebagai bahan koagulasi lateks dan dosis asap cair sabut kelapa 20% v/v

Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi bioadsorben dari tempurung kelapa dan sabut kelapa dalam mengadsorpsi kandungan besi yang terkadung

Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui pengaruh penggunaan asap cair tempurung kelapa pada pembuatan ikan kering serta membandingkan kualitas ikan kering yang

Pembuatan Asap Cair Dari Tempurung Dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis Serta Fraksinasinya Dengan