• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGOLAHAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA DENGAN METODE PIROLISIS UNTUK MENGHASILKAN ASAP CAIR. Oleh: Faldi Lulrahman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PENGOLAHAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA DENGAN METODE PIROLISIS UNTUK MENGHASILKAN ASAP CAIR. Oleh: Faldi Lulrahman"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGOLAHAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA DENGAN METODE PIROLISIS UNTUK MENGHASILKAN

ASAP CAIR

Oleh:

Faldi Lulrahman

TEKNIK LINGKUNGAN YAYASAN MUHAMMAD YAMIN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG

2018

(2)

STUDI PENGOLAHAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA DENGAN METODE PIROLISIS UNTUK MENGHASILKAN

ASAP CAIR

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh gelar serjana teknik

Oleh:

Faldi Lulrahman 1610024428008

TEKNIK LINGKUNGAN YAYASAN MUHAMMAD YAMIN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG

2018

(3)

i

RINGKASAN

STUDI PENGOLAHAN LIMBAH TEMPURURNG KELAPA DENGAN METODE PIROLISIS UNTUK MENGHASILKAN ASAP CAIR

Oleh

FALDI LULRAHMAN

Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, salah satu daerah yang menghasilkan kelapa adalah Sumatera barat. Bertambahnya produksi kelapa, maka bertambahnya limbah tempurung kelapa. Metode yang diperkirakan sangat efektif dalam menangani limbah tempurung kelapa adalah metode pirolisis yang dapat mengasilkan asap cair. Proses pirolisis limbah tempurung kelapa adalah dengan cara memberikan panas ke limbah tempurung kelapa tanpa adanya udara.

Asap hasil pembakaran akan di kondensasi (perubahan fasa gas menjadi fasa cair) dengan menggunakan kondensor, kemudian hasil asap cair keluaran kondensor akan ditampung dengan menggunakan gelas ukur. Pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap temperatur proses pirolisis, waktu/lama proses pirolisis, ukuran limbah tempurung kelapa, dan kadar air limbah tempurung kelapa. Hasil Rendemen asap cair yang didapatkan pada variasi temperatur adalah 17,6466%, 19,3226%, 21,8426% dan 26,0420%. Rendemen asap cair pada variasi waktu pirolisis adalah 14,7735%, 15,4574, 17,7999 dan 20,1498%. Rendemen asap cair untuk variasi ukuran partikel adalah 11,8923%, 150928% dan 17,1074%.

Rendemen asap cair untuk variasi kadar air limbah tempurung kelapa adalah 17,2636%, 13,4098% dan 6,7132%. Hubungan temperatur pirolisis terhadap rendemen asap cair adalah berbanding lurus. Hubungan waktu pirolisis dengan rendemen asap cair adalah berbanding lurus. Hubungan ukuran limbah tempurung kelapa dengan rendemen asap cair adalah berbanding terbalik. Hubungan kadar air material dengan rendemen asap cair adalah berbanding terbalik. Sehingga didapatkan Kondisi operasi optimum terjadi pada temperatur pirolisis 3500C, waktu pirolisis 150 menit, ukuran partikel limbah tempurung kelapa 2-3 cm, dan kadar air limbah tempurung kelapa 4,8835%.

Kata kunci: Pirolisis, Pirolisator, asap cair, Tempurung Kelapa.

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Pengolahan Limbah Tempurung Kelapa dengan Metode Pirolisis untuk Menghasilkan Asap Cair” Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, dan para sahabatnya.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil baik langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini hingga selesai. Oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Yaumal Arbi, MT selaku pembimbing I dan Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang yang telah meluangkan banyak waktu dalam memberikan bantuan moral, spiritual dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(5)

iii

2. Ibu Eka Rahmatul Aidha, M.Pd selaku pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu dalam memberikan bantuan moral, spiritual dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Teman-teman mahasiswa Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Maka daripada itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, atas kritik dan saran terlebih dahulu penulis ucapkan terima kasih.

Padang, Oktober 2018

Penulis

(6)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 4

I.3 Batasan Masalah ... 4

I.4 Rumusan masalah ... 5

I.5 Tujuan Penelitian ... 5

I.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Landasan Teori ... 7

II.1.1 Pengertian dan Jenis Limbah ... 7

II.1.2 Limbah Tempurung Kelapa ... 11

II.1.3 Pemprosesan Limbah Padat dengan Teknologi Konversi Termal 16 II.1.4 Pirolisis ... 18

II.1.4.1 Pirolisis Non-Ishotermal dan Pirolisis Ishotermal ... 20

II.1.4.2 Mekanisme Proses Pirolisis dan Degradasi Termal ... 22

II.1.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pirolisis ... 23

(7)

v

II.1.4.4 Unjuk Kerja Pirolisis ... 26

II.1.5 Pirolisator... ... 26

II.1.6 Asap Cair ... 28

II.1.7 Pembahasan Tentang Sampah ... 36

II.2 Kerangka Konseptual ... 40

BAB III METODE PENELITIAN III.1. Jenis Penelitian ... 41

III.2. Lokasi dan Wakru Penelitian ... 41

III.2.1 Lokasi Penelitian ... 41

III.2.2 Waktu Penelitian ... 41

III.3. Populasi dan Sampel ... 42

III.3.1 Populasi ... 42

III.3.2 Sampel ... 42

III.4 Variabel Penelitian ... 43

III.5 Data dan Sumber Data ... 43

III.6 Teknik Pengumpulan Data ... 49

III.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 50

III.8 Alat dan Bahan yang digunakan ... 52

III.8. 1 Alat ... 52

III.8.2 Bahan ... 58

III.9 Prosedur Percobaan ... 58

III.9 Karangka Metodologi ... 61

(8)

vi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil ... 64 IV.2. Pembahasan ... 71 BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan ... 79 V.2 Saran ... 80 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LEMBAR KONSULTASI

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II.1 Limbah dalam Wujud Padat, Gas, dan Cair ... 10

Gambar II.2 Limbah Tempurung Kelapa ... 13

Gambar II.3 Struktur Selulosa ... 14

Gambar II.4 Diagram Pusat Limbah Tempurung Kelapa ... 15

Gambar II.5 Grafik Pirolisis Non-Isothermal ... 20

Gambar II.6 Grafik Pirolisis Isothermal ... 21

Gambar II.7. Pirolisator... 27

Gambar II.8 Asap Cair Grade 1, 2 dan 3 ... 34

Gambar II.9 Bagan Kerangka Konseptual ... 40

Gambar III.1 Rangkaian Alat Pirolisis ... 58

Gambar III.2 Skema Pirolisis ... 61

Gambar III.3 Kerangka Metodologi ... 63

Gambar IV.1 Grafik Hubungan Temperatur Pirolisis Terhadap Rendemen Asap Cair ... 72

Gambar IV.2 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Rendemen Asap Cair ... 74

Gambar IV.3 Diagram Hubungan Ukuran Partikel Terhadap Rendemen Asap Cair ... 75 Gambar IV.4 Grafik Hubungan Kadar Air Terhadap Rendemen Asap Cair 76

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II.1 Berat Tipikal dan Kadar Energi Berbagai Hasil Pohon Kelapa . 12

Tabel II.2 Komposisi Tempurung Kelapa ... 14

Tabel III.1 Jadwal Penelitian... 42

Tabel III.2 Data Variasi Temperatur Operasi ... 44

Tebel III.3 Data Variasi Waktu Operasi ... 45

Tabel III.4 Data Variasi Ukuran Partikel ... 46

Tabel III.5 Data Variasi Kadar Air ... 47

Tabel III.6 Data, Satuan dan Alat Ukur ... 49

Tabel III.7 Alat, Fungsi Alat dan Gambar Alat ... 52

Tabel IV.1 Karekteristik Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa ... 64

Tabel IV.2 Hasil Rendemen Asap Cair Variasi Temperatur Proses Pirolisis 66 Tabel IV.3 Hasil Rendemen Asap Cair Variasi Lama Proses Pirolisis ... 68

Tabel IV.4 Hasil Rendemen Asap Cair Variasi Ukuran Limbah Tempururng Kelapa ... 69

Tabel IV.5 Hasil Rendemen Asap Caor Variasi Kadar Air Limbah Tempurung Kelapa ... 70

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang.

Pohon kelapa merupakan salah satu pohon yang dapat tumbuh dengan baik hampir di semua tempat yang memiliki iklim tropis khususnya di Indonesia.

Menurut data Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2016 yang merupakan organisasi pangan dunia bahwa Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia, yang memproduksi kelapa 19 juta ton (31% dari total produksi kelapa dunia) dan memiliki luas area perkebunan kelapa 3,08 juta Ha. Sebagian besar (98%) dari total luas perkebunan Indonesia merupakan perkebunan rakyat, dan sisanya berupa perkebunan negara dan perkebunan swasta (Dekindo,2009).

Hampir semua daerah di Indonesia memiliki pohon kelapa, salah satunya adalah Provinsi Sumatera Barat. Menurut Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sumatera Barat produksi buah kelapa dari Sumatera Barat mencapai 78.902 ton per tahun dengan luas area tanaman seluas 87.298 hektare. Sehingga dengan banyaknya Produksi kelapa akan diikuti dengan meningkatnya jumlah limbah dari kelapa, salah satu limbah yang dihasilkan dalam jumlah besar adalah limbah padat tempurung kelapa.

Limbah padat tempurung kelapa mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis karena mengandung bahan organik dengan kadar yang cukup tinggi yaitu lignin 36,51%, sellulosa 33,61% dan hemisellulosa 19,27% (Supardal, 1993). Selama ini, penanganan limbah tempurng kelapa belum optimum, banyak limbah tempurung kelapa yang dibuang ke sungai atau ke drainase sehingga menyebabkan terjadinya banjir.

(12)

2 Kemudian limbah tempurung kelapa yang menumpuk akan mengakibatkan bau yang busuk, menganggu kenyamanan dan keindahan lingkungan sekitar tempat penumpukan limbah tempurung kelapa. Penumpukan limbah tempurung kelapa merupakan salah satu faktor pembawa binatang yang menyebabkan penyakit seperti kecoa, nyamuk dan lalat, penyakit yang dapat ditimbulkan adalah diare, disentri, dan demam berdarah (Qonita, 2015).

Metode yang diperkirakan sangat efektif dan efesien dalam menangani limbah padat tempurung kelapa adalah dengan menerapkan metode pirolisis (Haji, 2006), menurut Tranggono et al (1996) pada proses pirolisis diperlukan sistem peralatan yang terdiri dari pirolisator, pemanas, pipa penyalur asap, kondensor, dan penampung produk asap cair. Metode pirolisis merupakan proses dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa oksigen, dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi gas, pada umumnya proses pirolisis diawali pada suhu 200oC dan bertahan pada suhu sekitar 250-300oC (Hasnah, 2012). Metode pirolisis ini juga dikenal dengan istilah pengarangan (karbonisasi) dan telah dikembangkan di beberapa negara maju, terutama untuk menangani masalah sampah plastik (Noike 2005; Nomura dan Kato 2006; Qiao, 2005). Akan tetapi, penanganan limbah dengan metode tersebut di Indonesia masih sangat jarang dilakukan, padahal proses degradasi limbah dengan metode tersebut dapat berlangsung dengan dalam waktu relatif cepat.

Salah satu keuntungan metode pirolisis dalam pengolahan limbah padat tempurung kelapa adalah menghasilkan produk berupa asap cair, arang aktif dan gas metan.

(13)

3 Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya dari bagian tanaman (Mullen dan Boateng, 2008; Darmaji, 2009). Selama proses pirolisis senyawa selulosa yang terkandung di dalam tempurung kelapa akan terdekomposisi pada suhu 2800C dan berakhir pada suhu 300oC menghasilkan karbonil dan asam asetat serta homolognya, sedangkan dari senyawa lignin akan

terdekomposisi pada suhu 3000C – 3500C menghasil phenol dan tar, selanjutnya dari senyawa hemiselulosa akan terdekomposisi pada suhu 2000C- 2500C mengasikan furfural, furan, dan asam karboksilat. Asap cair biasa digunakan sebagai pengawet makanan, ikan dan kayu karena kandungan asam dan senyawa phenol yang terkandung pada asap cair akan membunuh bakteri penyebab pembusukan.

Untuk mengetahui kinerja alat pirolisator bekerja dengan baik atau tidak adalah dengan menghitung rendemen asap cair. Semakin tinggi rendemen asap cair yang dihasilkan, maka semakin bagus atau baik kinerja dari alat pirolisator.

Faktor yang mempengaruhi hasil rendemen asap cair adalah temperatur operasi, laju pemanasan, waktu proses pirolisis, kehadiran oksigen, kadar air dan ukuran partikel material dan tekanan (Tumuluru, 2011). Semakin tinggi temperatur operasi, maka semakin tinggi nilai rendemen asap cair. Semakin tinggi laju pemanasan, maka rendemen asap cair yang didapatkan semakin tinggi. Semakin lama waktu proses pirolisis, maka semakin tinggi nilai rendemen asap cair.

Semakin tinggi kadar air material, maka semakin rendah nilai rendemen asap cair.

(14)

4 Semakin kecil ukuran partikel material, maka semakin tinggi nilai rendemen asap cair yang didapatkan.

Sehingga berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian tugas akir ini “Studi Pengolahan Limbah Tempurung Kelapa dengan Metode Pirolisis untuk Menghasilkan Asap Cair.”

I.2. Identifiksi Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah diantaranya adalah:

1. Produksi kelapa yang banyak akan diikuti dengan peningkatan jumlah limbahnya, salah satu limbah produksi kelapa yang dihasilkan dalam jumlah besar adalah limbah padat tempurung kelapa.

2. Penanganan limbah tempurung kelapa selama ini belum optimum, sehingga banyak limbah tempurung kelapa yang dibuang ke sungai atau ke drainase sehingga menyebabkan terjadinya banjir. Kemudian penumpukan limbah tempurung kelapa juga menyebabkan penyakit diare, disentri dan demam berdarah.

I.3. Batasan Masalah.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis hanya membatasi penelitian ini tentang pemanfaatan limbah tempurung kelapa dengan metode pirolisis yang menghasilkan asap cair dan menguji hubungan hasil rendemen asap cair terhadap temperatur pirolisis, waktu proses pirolisis, kadar air material, dan ukuran material.

(15)

5 I.4. Rumusan Masalah.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Berapa hasil rendemen dari asap cair yang diperoleh dari hasil pirolisis limbah tempurung kelapa dari beberapa variabel temperatur pirolisis, waktu pirolisis, kadar air limbah tempurung kelapa dan ukuran limbah tempurung kelapa?

2. Bagaimana hubungan temperatur proses pirolisis, waktu proses pirolisis, kadar air material, dan ukuran material terhadap hasil rendemen asap cair?

3. Bagaimana kondisi operasi optimum untuk mendapatkan nilai rendemen asap cair yang tinggi?

I.5. Tujuan Penelitian.

Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan hasil rendeman asap cair yang diperoleh dari hasil pirolisis limbah tempurung kelapa dari beberapa variabel temperatur pirolisis, waktu pirolisis, kadar air limbah tempurung kelapa dan ukuran limbah tempurung kelapa.

2. Menguji hubungan temperatur proses pirolisis, waktu proses pirolisis, kadar air material, dan ukuran material terhadap hasil rendemen asap cair.

3. Menentukan kondisi operasi optimum untuk mendapatkan nilai rendemen asap cair yang tinggi.

(16)

6 I.6. Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan tentang pemanfaatan limbah tempurung kelapa dengan metode pirolisis yang menghasilkan asap cair yang berfungsi untuk mengurangi bau sampah.

b. Bagi Instrument Pendidikan.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk bahan pengajaran bagi mahasiswa terutama dalam pengolahan limbah padat, sehingga nantinya bisa dikembangkan inovasi terbaru untuk penelitian selanjutntya.

c. Bagi Masyarakat.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi tentang pemanfaatan limbah tempurung kelapa dengan metode pirolisis yang menghasilkan asap cair yang berfungsi untuk mengurangi bau sampah, yang selama ini masyarakat hanya membuang limbah tempurung kelapa ke sungai atau ke drainase dan menumpuknya.

d. Bagi Instansi Pemerintah.

Hasil penelitian ini bisa dikembangkan sehingga nantinya produk dari pirolisis limbah tempurung kelapa ini yaitu asap cair bisa bernilai ekonomis.

(17)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1. Landasan Teori.

Limbah tempurung kelapa dapat mencemari lingkungan jika dibuang dan ditumpuk, sehingga metode pirolisis merupakan salah satu metode yang tepat untuk menangani limbah tempurung kelapa tersebut, selain mengurangi pencemaran lingkungan metode pirolisis juga menghasilkan produk yang bernilai ekonomis yaitu asap cair, kegunaan asap cair selain untuk mengawetkan makanan juga digunakan untuk mengurangi bau sampah, sehingga pada landasan teori ini akan dibahas tentang limbah dan jenis limbah, limbah tempurung kelapa, pengolahan limbah padat secara termal, pirolisis, pirolisator, asap cair dan bau sampah.

II.1.1. Pengertian dan Jenis Limbah.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Menurut Philip Kristanto, menyatakan :“Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi”. Keseimbangan lingkungan menjadi terganggu jika jumlah hasil buangan tersebut melebihi ambang batas toleransi lingkungan. Apabila konsentrasi dan kuantitas melebihi ambang batas, keberadaan limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya

(18)

8 keracunan yang ditimbulkan oleh limbah bergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Adapun karakteristik limbah secara umum menurut Nusa Idaman Said, 2011 adalah sebagai berikut:

1. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel kecil yang dapat kita lihat.

2. Penyebarannya berdampak banyak, maksudnya bukan hanya berdampak pada lingkungan yang terkena limbah saja melainkan berdampak pada sektor-sektor kehidupan lainnya, seperti sektor ekonomi, sektor kesehatan dll.

3. Berdampak jangka panjang (antargenerasi), maksudnya masalah limbah tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga dampaknya akan ada pada generasi yang akan datang.

Kemudian jenis limbah dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu, berdasarkan polimer penyusun mudah dan tidak terdegradasinya, berdasarkan wujudnya, berdasarkan sumbernya, dan berdasarkan sifatnya, penjelasan tentang empat jenis limbah tersebut adalah sebagai berikut:

A. Berdasarkan polimer penyusun mudah dan tidak terdegradasinya menurut Nusa Idaman Said, 2011, limbah dibagi menjadi dua golongan besar yaitu;

1) Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste atau mudah terurai), yaitu limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh bakteri dan jamur, seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain.

(19)

9 2) Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami (nondegradable waste atau yang tidak mudah terurai), misanya plastik, kaca, kaleng, dan sampah sejenisnya.

B. Berdasarkan wujudnya menurut Iga Suharto, 2011, limbah dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1) Limbah padat, adalah limbah yang berwujud padat. Limbah padat bersifat kering, tidak dapat berpindah kecuali ada yang memindahkannya. Limbah padat ini misalnya, sisa makanan, sayuran, potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik, dan logam

2) Limbah cair, adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair adalah air bekas mencuci pakaian, air bekas pencelupan warna pakaian, dan sebagainya.

3) Limbah gas, adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas. Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu bergerak sehingga penyebarannya sangat luas. Contoh limbah gas adalah gas pembuangan kendaraan bermotor. Pembuatan bahan bakar minyak juga menghasilkan gas buangan yang berbahaya bagi lingkungan. Adapun jenis limbah padat, cair dan gas dapat dilihat pada Gambar II.1. di bawah ini.

(20)

10 Gambar II.1 Limbah dalam Wujud Padat, Gas, dan Cair.

C. Berdasarkan sumbernya menurut A. K. Haghi, 2011, jenis limbah dapat dibedakan menjadi:

1) Limbah rumah tangga, limbah rumah tangga disebut juga limbah domestik.

2) Limbah industri, limbah industri adalah limbah yang berasal dari industri pabrik.

3) Limbah pertanian, limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, dan kayu.

4) Limbah konstruksi. Adapun limbah konstruksi didefinisikan sebagai material yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan atau perubahan. Material limbah konstruksi dihasilkan dalam setiap proyek konstruksi, baik itu proyek pembangunan maupun proyek pembongkaran (contruction and domolition). Limbah yang berasal dari perobohan atau penghancuran bangunan digolongkan dalam domolition waste, sedangkan limbah yang berasal dari pembangunan perubahan bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu rumah atau bangunan komersial), digolongkan ke dalam construction waste.

(21)

11 5) Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk keperluan industri dan rumah sakit.

D. Berdasarkan sifatnya menurut A. K. Haghi, 2011, limbah terdiri atas enam jenis, yaitu:

1) Limbah mudah meledak, limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui proses kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu tekanan tinggi serta dapat merusak lingkungan.

2) Limbah mudah terbakar, bahan limbah yang mudah terbakar adalah limbah yang mengandung bahan yang menghasilkan gesekan atau percikan api jika berdekatan dengan api.

3) Limbah reaktif, limbah reaktif adalah limbah yang memiliki sifat mudah bereaksi dengan oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi dan dapat menyebabkan kebakaran.

4) Limbah beracun, limbah beracun atau limbah B3 adalah limbah yang mengandung racun berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah ini mengakibatkan kematian jika masuk ke dalam laut.

II.1.2. Limbah Tempurung Kelapa.

Kelapa (cocos nucifera) memiliki peran strategis bagi masyarakat Indonesia, bahkan termasuk komoditas sosial, mengingat produknya salah satu dari sembilan bahan pokok masyarakat. Peran strategis ini terlihat total luas areal perkebunan kelapa di Indonesia mencapai 3,712 juta hektar (31,4%) dan

(22)

12 merupakan luas areal perkebunan kelapa terbesar di dunia (97,97% perkebunan rakyat). Produksi kelapa Indonesia per tahun yakni sebesar 12,915 milyar butir atau 24,4% produksi dunia (Alamsyah, 2005).

Kehidupan masyarakat pesisir identik dengan kemiskinan meski sumber daya alam di kawasan itu begitu melimpah. Bisa dilihat dari beragamnya ikan yang memiliki nilai jual tinggi, tumbuhan laut yang berkasiat obat dan menjadi bahan makanan, serta pohon kelapa yang mempunyai 1001 kegunaan. Dari sumber daya hayati yang disebut terakhir itu, sebagai negara kepulauan yang panjang garis pantainya mencapai 81.000 kilometer, terbayang begitu melimpahkan potensi negeri ini dan manfaat yang bisa diraih. Hampir semua bagian kelapa bagian akar hingga daunnya telah dihasilkan beragam jenis produk, seperti bahan bangunan, furniture, perabot rumah tangga sampai arang aktif.

Menurut Banzon (1984), bagian dari kelapa yang memiliki sumber kekayaan energi adalah sabut, tempurung buah, minyak lemak dari daging buah dan nira seperti yang disajikan pada Tabel II.1 dibawah ini.

Tabel II.1 Berat Tipikal dan Kadar Energi Berbagai Hasil Pohon Kelapa.

Bagian Komponen Berat Tipikal Kadar Energi Buah Minyak 0,148 kg/buah kelapa 5,56 Mj/buah kelapa

Sabut 0,242 kg/buah kelapa 4,05 Mj/buah kelapa Tempurung 0,193 kg/buah kelapa 4.44 Mj/buah kelapa Daun Pelapah 2 kg/buah kelapa 33,50 Mj/pelepah Mayang Nira 1,38 liter/hari 364Mj/hari Sumber: Ohler (1999)

(23)

13 Gambar II.2 Limbah Tempurung Kelapa

Angka-angka diatas menunjukkan bahwa sebuah perkebunan kelapa dengan populasi antara 70-150 pohon per hektar merupakan perkebunan penghasil sumber utama energi terbarukan yang sangat potensial untuk menggantikan pasokan energi fosil yang semakin hari semakin mahal dan langka. Proses pencungkilan daging kelapa akan diperoleh limbah berupa tempurung kelapa (batok), bila diproses dengan teknik pembuatan arang, asapnya akan menjadi bahan baku pengawet makanan (cairan seperti tar) dan tempurungnya berubah menjadi arang aktif. Cairan seperti tar melalui destilasi tahap II, sehingga warna cairan tersebut menjadi bening dan disebut asap cair atau liquid smoke. Kedua hasil samping ini diperlukan industri lain yakni industri makanan dan farmasi.

Potensi bahan baku pengawet asap cair (liquit smoke) pada realitanya lebih tersedia, karena tempurung kelapa mudah diperoleh baik di pedesaan maupun di

(24)

14 perkotaan, limbah tempurung kelapa bisa dijadikan asap cair karena mengandung senyawa organik yang disajikan pada tabel II.2 dibawah ini

Tabel II.2. Komposisi Tempurung Kelapa.

No Komposisi Persentase (%)

1 Lignin 29,40

2 Hemiselulosa 27,70

3 Selulosa 26,60

4 Air 8,00

5 Abu 0,60

6 Nitrogen 0,10

Kandungan terbesar didalam biomassa yaitu ligno-cellulose yang terdiri dari hemiselulosa, selulosa dan lignin. Ketiga jenis kandungan tersebut dapat dilihat dibawah ini :

a. Selulosa

Selulosa (C6H12O6)n adalah sebuah polisakarida yang tersusun dari D- glukosa yang terhubung secara seragam oleh ikatan β-glukosida. Derajat polimerisasi selulosa ditunjukkan oleh n dengan nilai kisaran yang lebar mulai dari beberapa ribu hingga puluhan ribu. Selulosa memiliki struktur kristal dan memiliki resistansi yang tinggi terhadap asam dan basa (basu, 2010). Gambar struktur selulosa dapat dilhat pada Gambar II.3 dibawah ini

Gambar II.3 Struktur Selulosa b. Hemiselulosa

(25)

15 Hemiselulosa (C5H8O4)n adalah polisakarida dimana unit-unitnya terdiri atas monosakarida dengan 5 karbon seperti D-xilosa, D-arabinosa, dan monosakarida karbon-6 seperti D-manosa, D-galaktosa, dan D-glukosa.

Jumlah monosakarida karbon-5 lebih banyak dibandingkan monosakarida karbon-6. Hemiselulosa mudah terurai selulosa karena derajat polimerisasi hemiselulosa antara 50 dibandingkan sampai 200, yaitu lebih kecil dari selulosa. Kebanyakan hemiselulosa dapat larut dalam alkali (Basu, 2010).

c. Lignin

Lignin merupakan komponen makromelekul ketiga yang terdapat dalam

tempurung kelapa yang berfungsi sebagai pengikat serat. Struktur molekul lignin terikat secara tiga dimensi sehingga menyebabkan lignin sulit diuraikan oleh mikroorganisme dan bahan-bahan kimia lainnya (Basu, 2010).

Pusat-pusat limbah tempurung kelapa, antara lain terdapat pada gambar diagram berikut:

Gambar II.4 Diagram Pusat Limbah Tempurung Kelapa.

II.1.3. Pemprosesan Limbah Padat dengan Teknologi Konversi Termal.

(26)

16 Konversi termal limbah padat dapat didefinisikan sebagai konversi limnah padat menjadi gas, cairan dan produk dalam bentuk padatan, dengan secara bersamaan atau kemudian melepaskan energi panas. Ada 3 metode dalam mengolah limbah padat biomassa dengan teknologi konversi termal yaitu combustion, gasifikasi dan pirolisis. Metode tersebut memiliki prinsip yang sama

yaitu dengan memutus ikatan kimia yang ada pada limbah padat biomasa dengan memanfaatkan energi panas (degradation method) (Jahirul, 2012).

1. Combustion system

Combustion dapat didefinisikan sebagai pemprosesan buangan padat secara termal dengan oksidasi kimia yang stokiometri atau kelebihan jumlah udara.

Hasil akhir yaitu gas panas pembakaran, yang tersusun dari nitrogen, karbondioksida, uap air (gas buang); dan residu yang tak terbakar (abu).

Energi dapat dihasilkan dari perpindahan panas dari gas panas hasil pembakaran. Reaksi dasar dari stoichiometric combustion dari karbon, hidrogen dan sulfur adalah sebagai berikut:

Untuk karbon : C + O2 CO2

Untuk hidrogen : 2H2+ O2 2H2O Untuk sulfur : S + O2 SO2

2. Gasification system.

Gasifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan proses pembakaran sebagian dimana bahan bakar sengaja dibakar dengan kondisi udara yang kurang dari stoikiometri. Meskipun proses ini ditemukan pada abad ke-19, tetapi mulai baru-baru ini diterapkan pada pengolahan

(27)

17 limbah padat. Gasifikasi merupakan teknik yang efisien energi untuk mengurangi volume sampah padat dan menghasilkan energi. Pada dasarnya, proses ini melibatkan pembakaran parsial dari bahan bakar yang mengandung karbon untuk menghasilkan gas yang mudah terbakar yang kaya akan karbon monoksida, hidrogen, dan sejumlah hidrokarbon jenuh, umumnya berupa gas metan. Gas bahan bakar yang mudah terbakar tersebut dapat dibakar pada mesin pembakaran internal, turbin gas, atau ketel uap dalam kondisi kelebihan udara. Pada proses gasifikasi ada lima reaksi yang terjadi yaitu:

C+O2 CO2 Eksotermis

C+H2O CO+H2 Endotermis

C+CO2 2CO Endotermis

C+2H2 CH4 Eksotermis

CO+H2O CO2+ H2 Eksotermis

3. Pyrolysis system.

Pyrolysis adalah pemrosesan sampah secara termal tanpa adanya oksigen.

Keduanya yaitu pirolisis dan gasifikasi digunakan untuk mengubah sampah padat menjadi gas, cairan, dan bahan bakar padat. Perbedaan prinsip pada keduanya adalah pirolisis menggunakan sumber panas dari luar untuk mendorong reaksi pirolisis secara endotermik pada keadaan bebas oksigen.

Dimana gasifikasi merupakan sistem mandiri dan menggunakan udara atau oksigen untuk proses pembakaran parsial sampah padat. Karena sebagian besar substansi organik tidak stabil dalam kondisi panas, maka mereka bisa, pada saat pemanasan dalam suasana bebas oksigen, dipecah melalui

(28)

18 kombinasi thermal cracking dan kondensasi menjadi gas, cair, fraksi padat.

Perbedaan secara mendasar adalah proses combustion dan gasification sangat eksotermik, sedangkan proses pirolisis merupakan proses yang sangat endotermik, membutuhkan sumber panas dari luar. Untuk alasan ini, istilah destructive distillation sering digunakan sebagai istilah alternatif untuk

pirolisis.

Metode – metode tersebut yang membedakannya adalah kehadiran oksigen dalam prosesnya. Metode pembakaran (combustion) dominan produk yang dihasilkan adalah kalor dan gas karbondioksida (CO2), metode gasifikasi dominan produk yaitu Syngas (sintetik gas) dan karbondioksida (CO2) dan metode pirolisis

dominan produk yaitu bio-coal, bio-oil dan gas metan (CH4).

II.1.4. Pirolisis.

Metode pirolisis merupakan proses dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa oksigen, dimana material mentah (limbah padat biomassa) akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi gas, (Hasnah, 2012). Panas yang diberikan yaitu mulai dari temperatur 250oC sampai dengan temperatur 1000oC. Temperatur adalah faktor yang paling penting untuk produk hasil pirolisis. Biasanya temperatur yang sering digunakan yaitu berkisar 300oC - 600oC untuk produk dominan liquid.

Jika pirolisis ditujukan untuk mendapatkan hasil maksimal dalam bentuk produk liquid, temperatur operasi yang rendah (425-600oC) dengan laju pemanasan yang tinggi merupakan kondisi operasi pirolisis yang dibutuhkan (fast

(29)

19 pyrolysis). Jika tujuan pirolisis untuk mendapatkan hasil maksimal pada bahan

bakar gas, maka temperatur operasi yang tinggi (> 600oC) dan laju pemanasan yang tinggi, merupakan kondisi operasi yang sesuai (flash pyrolysis). Untuk produksi bio-arang (solid) maksimal, bio-gas dan bio-oil secara simultan, maka dapat digunakan teknik slow pyrolysis dimana temperatur operasi yang rendah (400oC) dan laju pemanasan yang rendah (5-10 oC/min). Hal ini merupakan kondisi operasi yang memenuhi dan untuk mendapatkan bahan bakar padat dengan densitas energi yang tinggi dapat lakukan dengan teknik pirolisis (mild pyrolysis) pada temperature 200-300 oC dengan laju pemanasan yang rendah (Demirbas, 2009).

Sebagai contoh, proses pirolisis cepat pada biomasa sekam padi dimana hasil liquid yang paling tinggi didapat pada temperatur 500oC dengan ukuran partikel 1.18-1.80 mm dan laju pemanasan 60°C/min (Natarajan, 2009) dan biomasa kayu yang dipirolisis lambat memberikan hasil bio-arang maksimal pada 275 oC dan terjadi penurunan hasil tar (Wannapeera, 2011). Adisak Pattiya, et al, 2012, melakukan uji pirolisis cepat pada 350oC - 450oC dengan bahan baku limbah singkong dan mendapatkan bio-oil sebesar 75% (Pattiya, 2012). Hasil bio- oil 49.5% dan 57% akan diperoleh jika menggunakan bahan baku limbah kelapa sawit dan sekam padi pada temperatur 400-600 oC (Ngo, 2012). Jika proses pirolisis menggunakan bahan baku sebagian besar mengandung sampah , kertas dan karet mayoritas hasil yang didapat dalam bentuk syngas dan bio-oil (Syamsiro, 2015). Ini mengindikasikan bahwa sampah, kertas dan karet mengandung fixed karbon yang rendah dan kaya dengan unsur volatile.

(30)

20 Untuk limbah tempurung kelapa proses pirolisis terjadi pada suhu 200 sampai 350, karena senyawa selulosa yang terkandung di dalam tempurung kelapa akan terdekomposisi pada suhu 2800C dan berakhir pada suhu 300oC menghasilkan karbonil dan asam asetat serta homolognya, sedangkan dari senyawa lignin akan terdekomposisi pada suhu 3000C – 3500C menghasil phenol dan tar, selanjutnya dari senyawa hemiselulosa akan terdekomposisi pada suhu 2000C- 2500C mengasikan furfural, furan, dan asam karboksilat. Hasil dari pirolisis dari tempurung kelapa adalah asap cair (fasa cair), arang (fasa padat) dan gas metan (fasa gas).

II.1.4.1 Pirolisis Non-Isothermal dan Pirolisis Isothermal.

A. Pirolisis non- isothermal.

Proses pirolisis non-isothermal yaitu proses pirolisis yang dilakukan dari temperatur awal atau suhu ruangan ke temperatur yang dituju. Bahan baku dalam proses pirolisis non-isothermal dimasukkan pada awal proses, Kemudian waktu reaksi pirolisis mulai dihitung.

Gambar II.5 Grafik Pirolisis Non-Isothermal

Dari gambar grafik II.5. dapat kita lihat proses pirolisis yang terjadi. Bahan baku dimasukkan pada temperatur 30oC, setelah itu proses pemanasan

(31)

21 dimulai menuju temperatur yang dituju. Pada proses ini laju pemanasan sangat berpengaruh terhadap jenis produk yang akan dihasilkan. Semakin cepat laju pemanasan maka produk yang dihasilkan dominan liquid dan gas (Luo, 2010), sedangkan semakin lambat laju pemanasan maka produk yang dihasilkan dominan padatan. Semakin lama waktu tahan yang diberikan maka akan semakin banyak produk yang dihasilkan. Setiap bahan baku memiliki waktu pemanasan optimum masing - masing (Basu, 2010).

B. Pirolisis isothermal.

Sedikit perbedaan pada proses pirolisis isothermal, perbedaannya terletak pada pengumpanan bahan baku yang akan di pirolisis. Pada proses ini bahan baku di masukkan ke dalam reaktor setelah reaktor mencapai temperatur yang dituju.

Gambar II.6. Grafik Pirolisis Isothermal

Dari Gambar II.6 bahan baku baru diumpankan setelah temperatur pirolisis tercapai. Pada saat bahan baku diumpankan, residence time proses pirolisis isothermal dimulai. Pada proses pengumpanan, tidak boleh adanya kehadiran oksigen didalam reaktor. Apabila oksigen hadir dalam reaktor maka bahan

(32)

22 baku dapat terbakar. Sehingga diperlukan suatu penghubung yang dapat mengumpankan bahan baku ke dalam reaktor tanpa terjadi pertukaran oksigen.

II.1.4.2 Mekanisme Proses Pirolisis dan Degradasi Termal.

Secara prinsip, proses pirolisis terhadap sampah kota dimaksudkan untuk mendagradasi rantai hidrokarbon besar yang ada dalam material sampah menjadi rantai yang lebih kecil dimana rantai polimer dihancurkan menjadi monomer-monomer. Sampah organik yang mengandung sebagian besar komponen lignoselulosa didegradasi menjadi bahan bakar padat, gas dan cair sedangkan sampah plastik/karet didegradasi menjadi bahan bakar gas dan cair seperti parafin, olefin dan fraksi lainnya yang mempunyai berat molekul rendah (Wampler, 2007).

Mekanisme pirolisis pada material lignoselulosa dapat dibagi ke dalam empat stage individual yaitu evolusi kadar air, dekomposisi hemicelluloses, dekomposisi cellulose dan dekomposisi lignin (Yang, 2007). Keempat terjadi pada kondisi proses endotermik dan menghasilkan 75-90% material yang mudah menguap dalam bentuk gas dan liquid hidrokarbon serta material yang tidak mudah menguap yang mengandung nilai karbon tinggi yang disebut dengan char. Formasi tar berasal dari hidrokarbon molekular tinggi (Rivas, 2008).

II.1.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pirolisis.

Material lignoselulosa yang mengalami proses pirolisis akan mengalami perubahan sifat fisik dan sifat kimianya selama proses pirolisis

(33)

23 berlangsung. Perubahan ini sangat ditentukan oleh berbagai parameter proses yang terlibat. Parameter tersebut meliputi temperatur operasi, laju pemanasan, waktu tinggal material, kehadiran oksigen, kadar air dan ukuran partikel material organik dan tekanan (Tumuluru, 2011).

1. Temperatur

Temperatur reaksi proses pirolisis berada pada kisaran 200-600 °C.

Temperatur ini akan menentukan tingkat dekomposisi material sampah, waktu tinggal dalam reaktor, dan produk pirolisis. Laju dekomposisi dan kerusakan struktur penyusun material meningkat dengan meningkatnya temperatur reaksi pirolisis (Brigeman, 2008). Akibanya, terjadi peningkatan kehilangan massa dan proses karbonisasi material. Tetapi, jika temperatur reaksi terlalu tinggi melebihi temperatur pirolisis, tingkat dekomposisi akan sangat reaktif yang mengakibatkan komponen penyusun material akan banyak dikonversikan ke dalam bentuk gas dan liquid.

2. Kadar air dalam material lignoselulosa.

Dalam proses pirolisis, kadar air memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap efisiensi proses pirolisis. Hal ini dikaitkan dengan kehilangan energi panas yang cukup besar untuk proses penguapan air sebelum proses pirolisis berlangsung dan akan membutuhkan waktu tinggal yang lama untuk mendapatkan proses pirolisis yang sempurna (Sadaka, 2009). Selain mengganggu kebutuhan termal untuk proses pirolisis, kadar air yang tinggi dalam material akan memerlukan beban pendinginan dan peralatan pimisah uap air yang terkondensasi serta kadar

(34)

24 air yang tinggi dalam material organik selama proses pirolisis dapat mengalami reaksi kedua dengan gas dan padatan yang akan mengekstrak fraksi yang dapat larut dalam air dan berakibat produk gas dan padatan jadi berkurang (Ciolkosz, 2011).

3. Waktu reaksi

Waktu reaksi berkaitan dengan lamanya waktu tahan material dalam reaktor. Variabel ini akan mempengaruhi proses depolimerisasi, dekomposisi, dan karbonisasi selama proses pirolisis berlangsung. Jika waktu tinggal cukup lama, proses pirolisis akan sempurna untuk mengkonversikan bahan baku menjadi gas dan liquid. Lamanya waktu tinggal proses pirolisis pada dasarnya disesuaikan dengan material bahan baku yang digunakan dan setiap bahan baku mempunyai waktu tinggal yang proporsional (Basu, 2010).

4. Ukuran partikel limbah padat.

Ukuran partikel memberikan pengaruh pada luas permukaan kontak perpindahan panas antara material dan sumber panas selama proses dekomposisi termal. Semakin kecil ukuran partikel, permukaan perpindahan panas semakin luas dan akan meningkatkan laju perpindahan panas ke permukaan material. Konsekuensinya akan meningkatkan laju dekomposisi pada material dan meningkatkan efisiensi pirolisis terutama pada kebutuhan waktu tinggal yang pendek (Ohliger, 2012). Namun begitu, pengaruh laju pemanasan terhadap ukuran partikel perlu diperhatikan

(35)

25 karena ukuran partikel yang kecil akan mengalami laju pemanasan yang cepat dan akan berpengaruh pada hasil padatan pirolisis.

5. Laju pemanasan

Laju pemanasan merupakan besarnya energi termal yang diberikan terhadap material persatuan waktu. Laju pemanasan ini akan menentukan komposisi produk yang dihasilkan. Jika laju pemanasan yang tinggi, kecendrungan produk dalam bentuk liquid dan gas (Luo, 2010).

6. Kehadiran oksigen

Kehadiran oksigen dalam proses pirolisis akan mempengaruhi proses dekomposisi termal pada material lignoselulosa. Kehadiran oksigen akan memicu terjadinya proses pembakaran akibat reaksi oksidasi antara material organik dan oksigen (Klarsson, 2013).

7. Tekanan

Pada pirolisis vakum, tekanan menunjukkan banyaknya material bahan baku yang terdegradasi menjadi gas oleh panas selama proses.

Dikarenakan volume reaktor tidak berubah dan dalam kondisi vakum, peningkatan jumlah gas akan meningkatkan tekanan reaktor. Tingginya tekanan juga dapat mempengaruhi dominan produk yang dihasilkan, tergantung temperatur dan waktu reaksi yang dioperasikan (Basu, 2010).

II.1.4.4 Unjuk Kerja Pirolisis.

(36)

26 Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendegradasi limbah tempurung kelapa untuk produksi asap cair. Oleh karena itu sangat diperlukan unjuk kerja pirolisis untuk menentukan proses pirolisis ini berjalan dengan baik atau buruk. Unjuk kerja pirolisis yang dihitung atau yang diamati adalah:

1. Rendemen (Mass Yield)

Hasil massa produk (mass yield) merupakan jumlah bio-oil, padatan dan gas yang dihasilkan untuk setiap satuan berat bahan baku. Jumlah massa ini dapat dihitung menggunakan persamaan (Bridgeman, 2008).

Ym = MBA/MBB x 100%

Keterangan:

Ym = Rendemen (%)

MBA = Massa asap cair (gram) MBB = Massa bahan baku 2. Pengujian produk pirolisis.

Pengujian dilakukan pada produk pirolisis (asap cair) yaitu komponen kimia penyusun dari asap cair tersebut terutama senyawa fenol dan senyawa asam.

II.1.4. Pirolisator.

Pirolisator merupakan suatu alat yang digunakan untuk melangsungkan proses pembakaran limbah padat dengan menggunakan metode pirolisis.

Pirolisator biasanya berbentuk silinder dan terbuat dari stainless steel, design pirolisator harus sedemikian rupa sehingga memilik efisiensi panas yang tinggi , dan bernilai ekonomis. Ada tiga design pirolisatior secara garis besar, yaitu

(37)

27 pirolisator pemanasan secara langsung, pemanasan secara tidak langsung dan kombinasi. Adapun bentuk dari pirolisator dapat dilihat pada Gambar dibawah ini

Gambar II.7 Pirolisator.

Pada proses dengan sistem pemanasan langsung, medium pemanas dialirkan langsung kedalam pirolisator sehingga terjadi kontak langsung antara medium pemanas dengan umpan. Proses pirolisis ini memiliki efisiensi panas yang tinggi karena perpindahan panas yang dilibatkan adalah konduksi dan konveksi. Berdasarkan jenis medium pemanasnya proses dengan pemanasan langsung ini dikelompokan menjadi:

1. Proses-proses yang menggunakan gas panas hasil pembakaran sebagai medium pemanasnya.

2. Proses-proses yang memanfaatkan panas hasil pembakaran parsial tempurung kelapa atau batubara umpan sebagai sumber panas.

(38)

28 Model pengoperasian sistem pemanasan langsung ini dibedakan menjasi sistem pengoperasian batch, model pengoperasian berkesinambungan (continue) dan model pengoperasian fluidisasi.

Dengan proses pemansan tak langsung, pemanasan pirolisator dilakukan dengan menggalirkan media pemanas dengan menggalirkan melalui dinding- dinding pemanas sehingga tidak terjadi kontak langsung antara medium pemanas dengan umpan. Perpindahan panas yang dilibatkan adalah konduksi dan radiasi, pada proses ini bahan bakar yang digunakan adalah konduksi dan radiasi. Pada proses ini sumber bahan bakarnya memanfaatkan listrik, LPG dan minyak tanah.

Pada proses dengan sistem pemanasan kombinasi, pemanasan pirolisator dilakukan dengan menggunakan dua cara sekaligus, yaitu pemanasan langsung dan pemanasan tidak langsung. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses perpindahan panas dari medium pemanas ke umpan.

II.1.5. Asap Cair.

Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya.

Pengertian umum liquid smoke (asap cair) merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan yang banyak mengandung karbon dan senyawa-senyawa lain.

Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasai dan kondensasi (Girard, 1992). Pada proses pirolisis juga dihasilkan asap cair, tar dan

(39)

29 gas-gas yang tak terembunkan. Asap cair yang merupakan hasil sampingan dari industri arang aktif tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi jika dibandingkan dengan dibuang ke atmosfir. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam kayu sewaktu proses pirolisis. Berbagai jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap cair, seperti yang telah dilakukan oleh Tranggono pada tahun 1996.

Dalam penelitiannya yang memanfaatkan berbagai jenis kayu di Indonesia sebagai bahan dasar pembuatan asap cair. Untuk mendapatkan asap yang baik sebaiknya menggunakan kayu kertas seperti kayu bakau, kayu rasa mala, serbuk gergaji kayu jati serta tempurung kelapa sehingga diperoleh produk asapan yang baik (Astuti, 2000). Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat-sifat fungsional asap cair, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur dan potensinya dalam pembentukan warna coklat pada produk. Asap cair dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Cara pengawetan tradisional biasanya dilakukan dengan pengasapan. Beberapa teknik pengasapan dapat dilakukan pada temperatur di atas 70 0C kemudian bahan diasap langsung diatas sumber asap.

Saat ini sedang dikembangkan metode pengawetan yang lain yaitu menggunakan metode pengasapan asap cair dengan mencelupkan bahan pada larutan asap atau menyemprotkan larutan asap pada bahan kemudian produk dikeringkan (Girard, 1992).

Sedangkan menurut (Darmadji, 2006) Asap cair (bahasa Inggris: wood vinegar,liquid smoke) merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari

(40)

30 uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap, kemudian asap tersebut dialirkan kerumah asap dalam sirkulasi udara dan temperatur terkontrol. Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi dan kondensasi (Pranata, 2007).

Pemanfaataan asap cair / cuka kayu umumnya pada sektor pertanian antara lain dapat membuat tanaman menjadi sehat, mereduksi jumlah insektisida dan parasit tanaman, sedangkan pencampurannya dengan nutrisi pupuk dapat membuat tanaman tumbuh lebih baik, sebagai growth promoter dan pupuk kandang serta menyempurnakan kualitasnya (Anonim, 2001). Hasil penelitian menunjukan bahwa cuka kayu pada konsentrasi rendah dapat dipakai pada budidaya tanaman antara lain ; jahe, kemangi, ketimun, buncis dan tanaman padi.

Perkembangan pemanfaataan dari cuka TKS atau asap cair TKS sampai saat ini diketahui untuk pengolahan karet remah, RSS (sit asap) dan karet skim serta produk-produk baru (Mohsolicin, 2010).

Peralatan asap cair yang sederhana dan tidak memiliki pengukur kalor biasanya hasilnya kurang baik ini dikarenakan saat proses pirolisis tidak dapat mengetahui berapa kalori yang dibutuhkan untuk pembuatan asap cair sehingga menghasilkan asap cair yang baik. Selain dari itu kondisi peralatan juga berpengaruh, sehingga saat dilakukan pembakaran atau proses karbonisasi akan

(41)

31 kurang sempurna apalagi kurang didukung dengan tidak sempurnanya proses pendinginan maka hasil asap cair juga berkurang. (Pari,2010).

Adapun penjelasan dan fungsi komponenen kimia asap cair adalah sebagai berikut:

1. Senyawa – senyawa fenol.

Senyawa fenol diduga beperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asapan sangat tergantung temperatur pirolisis kayu. Menurut (Girard, 1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10- 200 mg/kg beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. Senyawa fenol terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari pirokarbon benzoa dengan sejumlah gugus hidroksil yang terkait. Senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus ini seperti aldehid, kenon, asam dan ester (Maga, 1987).

2. Senyawa – senyawa karbonil.

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap cair memiliki peran pada pewarna dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma caramel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan siringaldehida. Senyawa karbonil (aldehid dan keton) mempunyai pengaruh utama pada warna (reaksi maillard) sedang pengaruhnya pada citarasa kurang menonjol.

(42)

32 Warna produk asapan disebabkan adanya interaksi antara karbonul dengan gugus animo (Girard, 1992).

3. Senyawa - senyawa asam.

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai anti bakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionate, butiran dan valerat. (Girard, 1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur porilisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan air dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya parikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzoapirena.

Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromantis.

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatic sepeti benzoapirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992).

5. Senyawa benzo(a)pirena

Senyawa benzo(a)pirena mempunyai titik didih 3100C dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit.

Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003).

(43)

33 Senyawa HPA yang terbentuk adalah benzopyrene. kandungan senyawa benzopyrene dalam asap cair tempurung kelapa pada pembakaran pada suhu

3500C mencapai lebih dari 19 ppb (Maga, 1987).Senyawa ini dap[at dihilangkan atau dikurangi dengan memberikan perlakuan khusus pada asap air sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang aman bagi kesehatan.

Perlakuan yang dapat digunakan adalah dengan cara pemurnian asap cair. Proses pemurnian akan menentukan jenis asap cair yang dihasilkan. Apapun jenis asap cair yang dihasilkan sebagai berikut:

1. Asap cair grade 3

Asap cair grade 3 merupakan asap cair yang dihasilkan dari pemurnian dengan metode destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan campuran dalam fase cair berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam proses ini, asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis yang diperkirakan masih mengandung tar dimasukan kedalam tungku destilasi.

Suhu pemanasan dijaga agar tetap konstan sehingga diperoleh destilat yang terbebas dari tar. Suhu proses destilasi ini adalah sekitar 1500C.

Asap cair yang dihasilkan dari proses ini memiliki ciri berwarna coklat pekat dan berbau tajam. Asap cair grade 3 digunakan untuk pengawetan karet.

2. Asap cair grade 2

Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang dihasilkan setelah melewati proses destilasi kemudian disaring dengan menggunakan zeloit. Proses penyaringan ini menyebabkan kandungan senyawa berbahaya seperti

(44)

34 benzopyrene serta tar yang masih terdapat dalam asap cair terserap oleh

zeolit. Asap cair ini memiliki warna kuning kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah seperti daging, termasuk daging unggas dan ikan.

3. Asap cair grade 1

Asap cair grade 1 memiliki warna kuning pucat. Asap cair ini merupakan hasil dari proses destilasi dan penyaringan dengan zeloit yang kemudian dilanjutkan dengan penyaringan dengan karbon aktif. Asap cair jenis ini dapat digunakan untuk pengawetan bahan makanan siap saji seperti mie basah, bakso, tahu dan sebagai penambah cita rasa pada makanan.

Gambar II.8 Asap Cair Grade 1, 2 dan 3

Adapun penjelasan tentang manfaat dari asap cair ini adalah sebagai berikut:

(45)

35 1. Industri pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik, juga sebagai pengawet karna sifat antimikrobia dan antioksidan. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat di kendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat di hindari. Asap cair mempunyai kemampuan untuk mengawetkaan makanan karena adanya senyawa asam, fenol dan karbonil. Pengasapan konvensional seperti mutu, citra rasa dan aroma yang konsisten sulit di capai, senyawa ter terdeposit dan apabila suhunya terlalu tinggi akan terbentuk senyawa korsinogrenik benzopiren.

Pada penggunaan asap cair fungsi yang di harapkan dari asap seperti citra rasa, warna, anti oksidan dan anti mikrobia dapat di pertahankan, sedangkan kelemahan pengasapan kovensional dapat di atasi

2. Industri Perkebunan Karet

Asap cair dapat di gunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional, asap cair seperti pengganti asam formiat yang anti jamur dan anti bakteri (Liquid Smoke Grade 3).

3. Industri Kayu

Asap cair dapat digunakan untuk pengawet kayu, yaitu sebagai lapisan luarnya kayu yang diolesi dengan menggunakan asap cair mempunyai

(46)

36 ketahanan terhadap serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair.

II.1.6. Pembahasan Tentang Sampah.

Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola dengan prosedur yang benar.(Panji Nugroho, 2013). Menurut hasil penelitian Haryoto, Prabang Setyono dan M Masykuri dari Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2014, bahwa gas amonia dan sulfida yang berbau busuk dari sampah bisa menyebabkan gangguan saluran pernafasan bagi manusia dan menganggu keindahan dan kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal dan berada disekitar tumpukan sampah. Gas ammonia dan sulfida yang menyebabkan bau busuk pada sampah berasal dari proses dekomposisi senyawa protein yang ada pada sampah oleh bakteri pembusuk.

Menurut Panji Nugroho dalam buku panduan membuat pupuk kompos cair (2013), jenis-jenis sampah dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain :

1. Berdasarkan sumbernya.

a. Sampah alam

Yaitu sampah yang ada oleh proses alam yang dapat di daur ulang alami, seperti halnya daun-daunan kering di hutan yang terurai menjadi tanah.

b. Sampah manusia

Sampah manusia (human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil -hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya yang serius bagi kesehatan karena dapat

(47)

37 digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan dalam mengurangi penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higenis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing).

c. Sampah konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh manusia (pengguna barang), dengan kata lain adalah sampah hasil konsumsi sehari -hari. Ini adalah sampah yang umum, namun meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah- sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.

d. Sampah Industri.

Sampah industri adalah bahan sisa yang dikeluarkan akibat proses proses industri. Sampah yang dikeluarkan dari sebuah industri dangan jumlah yang besar dapat dikatakan sebagai limbah.

2. Berdasarkan sifatnya a. Sampah organik

Sampah organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun -daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.

b. Sampah anorganik

Sampah anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat

(48)

38 dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas.

Adapun dampak sampah adalah sebagai berikut:

1. Dampak sampah bagi kesehatan.

Lokasi pengolahan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat, dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat di timbulkan sampah adalah sebagai berikut:

a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampa

d. Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi

(49)

39 oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

2. Dampak sampah terhadap lingkungan.

Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas -cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

3. Dampak Sampah terhadap keadaan sosial dan ekonomi

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

c. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

d. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

(50)

40 II.2. Kerangka Konseptual.

Dalam penelitian ini terdapat kerangka konseptual yang akan membantu penulis dalam menyelesaiakan penelitian yang terdiri atas bagan kerangka konseptual dapat dilihat pada Gambar II.9 sebagai berikut :

4.

5.

6.

7.

Gambar II.9. Bagan Kerangka Konseptual

Adapun input pada penelitian ini adalah limbah tempurung kelapa, limbah tempurung kelapa didapatkan dari rumah masyarakat yang berada di daerah Kampung Jua yang merupakan daerah yang banyak menghasilkan kelapa, kemudian kayu bakar sebagai bahan bakar pada proses pirolisi ini. Kemudian tempurung digeradasi dengan metode pirolisis dengan pembakaran tanpa udara dengan temperatur peoses pirolisis antara 2500C sampai 3500C. Waktu untuk proses pirolisis adalah 60 menit sampai 150 menit. Output dari proses ini adalah asap cair yang akan digunakan untuk mengurangi bau sampah masyarakat.

Input Limbah

Tempurung kelapa

Proses Degradasi limbah

tempurung kelapa dengan menggunakan metode pirolisis pada temperatur antara 2500C sampai 3500C, proses ini dilakukan

pembakaran tanpa udara dengan berat sampel sebanyak 10 Kg, dengan lama proses Pirolisis 60- 150 menit.

Output Asap cair.

(51)

41 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN III.1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menilai pengaruh atau suatu perlakuan/ tindakan/ treatment terhadap suatu objek atau menguji hipotesis tentang ada atau tidaknya pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan lain. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan umum penelitian eksperimen adalah untuk meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala suatu kelompok tertentu dibanding kelompok yang lainnya yang menggunakan perlakuan yang berbeda (Sumadi, 1998).

III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.

III.2.1 Lokasi Penelitian.

Penelitian ini akan dilakukan di Unit Teaching Factory Politeknik ATI Padang. Kampus Politeknik ATI ini terletak di kelurahan Bungo Pasang Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.

III.2.2. Waktu Penelitian.

Waktu penelitian ini direncanakan dari akhir Bulan Mei 2018 sampai akhir bulan Agustus 2018.

III.3. Populasi dan Sampel.

III.3.1. Populasi.

Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, ditetapkan oleh peneliti untuk

Referensi

Dokumen terkait

Surfaktan memiliki peranan penting dalam pemisahan bitumen menggunakan media air panas karena dapat menurunkan tegangan permukaan antara bitumen dengan mineral yang

1) Penelitian ini memberikan kontribusi pada pengembangan teori auditing dan aspek akuntansi keperilakuan serta tambahan bukti empiris pada literatur akuntansi

Pengembangan Produk Nanokurkuminoid Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Berbasis Temulawak dan Kunyit yang Terstandar: Uji Preklinis dan Klinis yang Berkhasiat sebagai

Pertanyaan siswa kepada guru dijawab dengan informasi yang memadai, pertanyaan kedua dan ketiga juga dijawab oleh guru dengan informasi yang diinginkan, dalam

Hasil analisis sidik ragam kecepatan pertumbuhan berat relatif ikan betok (Anabas testudineus Bloch) Fhitung = 1,08 ns lebih kecil dari Ftabel 5% = 4,07 dan Ftabel 1% =

Untuk mendapatkan prodak yang relatif murni dan untuk mendapatkan kembali bahan baku selama proses maka gas yang keluar dari reaktor yang terdiri aceton, amonia, air,

Dengan demikian, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan penerapan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) sebagai upaya meningkatkan motivasi dan

Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk mengetahui 1) Bagaimana kemampuan mahasiswa menulis bahasa Prancis dalam mata kuliah expression écrite sebelum dan