• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

SUNTINGAN TEKS SYAIR SIDI IBRAHIM SERTA ANALISIS

ASPEK ROMANTIS DALAM TEKS

Lucy Setia Rachmawati, 0906641485

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

lucysetiarachmawati@yahoo.com

ABSTRAK

Warisan budaya Indonesia tidak hanya terbatas pada bahasa atau pun tradisi lisan, tetapi juga terdapat tradisi menulis yang meninggalkan karya dalam bentuk fisik berupa naskah. Naskah-naskah tersebut perlu dilestarikan karena menyimpan berbagai informasi dan pengetahuan di dalamnya. Namun, dalam usaha pelestariannya ada hambatan yang cukup berarti, yaitu dalam hal penguasaan aksara dan bahasa. Salah satu upaya agar naskah tersebut dapat dimengerti masyarakat saat ini adalah dengan melakukan penggarapan dan pengalihaksaraan. Tulisan ini menyajikan transliterasi naskah Syair Sidi Ibrahim koleksi Von de Wall yang terdapat di Indonesia dengan kode naskah W 245. Transliterasi tersebut juga dilengkapi dengan daftar kata asing dan juga kekhasan teks. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa naskah ini tergolong jenis syair dan lebih khusus lagi digolongkan ke dalam jenis syair romantis.

Kata kunci:

Syair Sidi Ibrahim, Struktur, Romantisisme

ABSTRACT

Indonesian cultural heritage is not limited to language or oral tradition, but there is also a tradition of writing that left the paper in the phsycal form of the script. These scripts need to be preserved because the store a variety of information and knowledge in it. However, in an attempt to preserving there are considerable obstacles, namely in terms of mastery of the language and alphabet. One of the effort that the manuscript understandable today‘s society is to do work and transliteration. This thesis presents the script transliteration of Syair Sidi

Ibrahim collection Von de Wall in Indonesia with script code W 245. The transliteration is

also equipped with a list of foreign words and also the specificity of the text. The results of this research show that this type of manuscript poems and more specifically classified into romantic poetry. . It is supported with the use of diction, simile, and metaphor in the text. Key Words:

(2)

Pendahuluan

Warisan budaya Indonesia tidak hanya terbatas pada bahasa atau pun tradisi lisan, tetapi juga termasuk tradisi menulis yang meninggalkan karya dalam bentuk fisik, yaitu naskah. (Ikram, 1997: 38). Pengetahuan kita tentang kebudayaan bangsa pada masa yang lampau sebagian tergali dari peninggalan purbakala, termasuk prasasti dan naskah lama yang ditulis tangan (Sudjiman, 1995: 46). Hussein (1974) menyebutkan bahwa sebagian besar naskah itu sekarang tersimpan di berbagai pusat penyimpanan dokumentasi ilmiah di dalam dan luar negeri. Adapun sebagian lagi –tidak diketahui jumlahnya dengan pasti– masih ada di tangan perorangan, tersimpan sebagai warisan keluarga yang turun-temurun, dan tidak pernah terjamah (Sudjiman, 1995: 46).

Naskah-naskah tersebut perlu dilestarikan karena mengandung banyak informasi dan pengetahuan di dalamnya (Sudjiman, 1995: 11-14). Dalam perkembangannya, usaha pelestarian dan pembelajaran naskah klasik mengalami berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasa cukup penting adalah dalam hal penguasaan bahasa dan aksara naskah tersebut. Oleh sebab itu diperlukan proses pengalihaksaraan. Sebuah teks lama dibuat transliterasinya karena aksara yang digunakan di dalam teks tersebut sudah semakin asing bagi orang kebanyakan, sedangkan isi teks itu sendiri dianggap masih relevan dan penting untuk dilestarikan (1995: 99).

Menurut ragamnya, karya sastra dibedakan atas ragam prosa, puisi, dan drama (Sudjiman, 1995: 17). Puisi Melayu digolongkan menjadi lima, yaitu mantra, peribahasa, pantun, syair, dan gurindam (Djamaris, 2002: 34).

Dalam tulisan ini, saya mengambil salah satu naskah berupa syair Melayu yang berjudul Syair Sidi Ibrahim. Naskah Syair Sidi Ibrahim (dan selanjutnya akan disebut Naskah SSI) berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode ML 731 (berasal dari W 245). SSI diketahui dibuat sekitar tahun 1282 Hijriah. Keterangan mengenai tahun pembuatan naskah tersebut diketahui dari Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat

Dep. P&K karya Sutaarga tahun 1972 halaman 329.

Penulis tertarik meneliti Naskah SSI ini karena melalui penelusuran singkat, diketahui naskah ini merupakan salah satu dari puisi koleksi Von de Wall yang belum ditransliterasi. Dari kondisi fisiknya, SSI dinilai cukup baik dan cukup mudah untuk dibaca atau diteliti. Alasan yang paling mendasar adalah naskah tersebut belum pernah diterbitkan dalam bentuk transliterasi lengkap. Sebagai salah satu hasil sastra masa lampau yang terkenal pada

(3)

zamannya, naskah ini dirasa perlu diperkenalkan agar nilai-nilai yang terkandung dalam teks bisa sampai kepada masyarakat saat ini.

Dalam tulisan ini, saya juga akan menunjukkan nilai atau unsur romantisisme yang tercermin dalam naskah ini yang dapat menunjukkan bahwa naskah ini tergolong syair romantis.

Metodologi yang saya pakai dalam penelitian kali ini dimulai dengan inventarisasi, Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi pustaka. Sumber data penelitian ini adalah katalogus naskah yang terdapat di berbagai perpustakaan universitas dan museum (Djamaris, 2002: 10).

Naskah yang sudah dikumpulkan perlu segera diolah dan menghasilkan deskripsi naskah. Langkah terakhir adalah mentransliterasi naskah yang dilakukan dengan pendekatan filologi. Transliterasi dilakukan dari aksara Jawi menjadi aksara Latin sehingga pembaca dapat mengerti isi dari teks SSI. Metode yang digunakan untuk menyunting teks SSI adalah metode edisi kritis. Metode kritis adalah metode yang memperlihatkan hasil transliterasi naskah dengan ejaan yang disesuaikan saat ini agar pembaca dapat memahami hasil transliterasi naskah SSI (Robson, 1994: 17—25).

Inventarisasi Naskah

Kegiatan inventarisasi naskah merupakan kegiatan penelusuran naskah untuk mengetahui jumlah sebuah naskah. Dari inventarisasi tersebut dapat diketahui pula tempat penyimpanan naskah yang tersebar di seluruh dunia. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya pelestarian naskah-naskah nusantara yang sudah hampir punah. Penulis telah melakukan inventarisasi terhadap Syair Sidi Ibrahim dengan melakukan penelusuran di berbagai katalogus. Dari penelusuran tersebut, diketahui terdapat dua naskah Syair Sidi Ibrahim, yaitu di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

Naskah SSI terdapat di empat katalog. Katalog pertama yang memuat Syair Sidi Ibrahim adalah Catalogus Maleische Handschriften Museum van het Bataviaasch

Genootschap van Kuasten en Wetenschappen karya Dr. Ph. S. Van Ronkel yang diterbitkan

pada 1909. Selain itu, SII juga terdapat dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum

Pusat Dep. P&K. Selanjutnya, naskah SII terakhir tercatat dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 terbitan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tahun 1998.

(4)

Selain di Indonesia, ternyata naskah SSI juga ditemukan di Belanda, yaitu dalam

Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript in the Netherlands karya

Teuku Iskandar pada tahun 1999.

Deskripsi Naskah

Secara fisik, kondisi naskah Syair Sidi Ibrahim dengan kode W 245 cukup baik. Tulisan dalam naskah ini juga masih dapat terbaca jelas. Namun, ada beberapa halaman di awal naskah yang sobek dan sulit terbaca karena tembusan dari tinta halaman di baliknya. Naskah ini terdiri atas 118 halaman. Masing-masing halaman terdiri atas dua kolom yang masing-masing kolomnya berisi 20 baris.

Naskah ini hanya memiliki 1 lembar pelindung di bagian akhir dan 1 lembar pelindung di bagian awal. Sampul naskah terbuat dari karton keras berwarna cokelat kemerah-merahan dengan corak oranye. Kemungkinan sampul tersebut merupakan hasil penjilidan ulang karena bahan karton keras tersebut sama seperti sampul buku-buku zaman sekarang. Naskah ini kemudian dibungkus dengan kertas minyak lalu dimasukkan ke dalam boks putih berbahan plastik keras dan dikunci menggunakan tali kasur yang dililit. Pola penggarisan dan cara penggarisan tidak ditemukan pada naskah ini.

Kuras sudah tidak terlihat jelas. Naskah ini tidak memiliki iluminasi atau pun rubrikasi. Dalam naskah ini hanya ditemukan coretan, koreksi, watermarks, kata alihan, catatan tepi, dan pungtuasi.

Pertanggungjawaban Transliterasi

Dalam menyunting Syair Sidi Ibrahim, saya menggunakan metode edisi kritis. Transliterasi naskah SSI akan disesuaikan dengan pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Transliterasi Arab-Latin untuk kata-kata yang menggunakan bahasa Arab. Hal tersebut dimaksudkan agar pembaca dan masyarakat umum mudah memahami isi dan informasi yang terkandung dalam teks ini. Namun, ada beberapa hal yang penulis pertahankan sebagaimana adanya di dalam teks untuk menunjukkan kekhasan naskah

Syair Sidi Ibrahim.

Dalam hasil transliterasi naskah Syair Sidi Ibrahim, ditemukan beberapa kata yang dianggap sulit. Oleh karena itu, untuk memudahkan pembaca memahaminya, penulis mendaftarkan kata-kata sulit tersebut dan menjelaskannya berdasarkan sumber yang diambil

(5)

dari kamus A Malay-English Dictionary jilid I dan II (AMED, 1959) yang disusun oleh R. J. Wilkinson.

Kekhasan Teks Syair Sidi Ibrahim

Setiap naskah umumnya memiliki ciri khas atau perbedaan antara satu naskah dangan naskah yang lainnya. Dalam Syair Sidi Ibrahim ditemukan pula beberapa hal yang menarik yang dapat digolongkan sebagai ciri khas naskah tersebut. Kekhasan naskah SSI adalah sebagai berikut.

1 Semua kata-kata yang memiliki akhiran dengan konsonan ‗k‘ atau mengandung bunyi ‗k‘ yang mati menggunakan huruf qaf (ﻖ), sedangkan kata-kata yang dimulai dengan konsonan ‗k‘ atau mengandung bunyi ‗k‘ hidup (/ka/, /ki/, /ku/, /ke/, /ko/) menggunakan huruf kaf (ﻙ), kecuali kata-kata yang berasal dari bahasa Arab.

Contoh: tidak ﻕﺪﻴﺗ ﻮﻟﻜﻴﺠ jikalau duduk ﻕﺪﻮﺪ ﻲﻣﻚ kami

2 Tidak terdapat kata-kata yang dianggap kekurangan atau kelebihan huruf. Kata-kata tersebut dianggap sebagai ciri teks SSI yang kemungkinan sebagai akibat adanya pengaruh kelisanan dalam penulisan atau sebagai ciri khas penulisan pada zamannya. Contoh: khabar, baharu, sahaja, sahaya, bapa’, dan ta’

3 Ada juga kata-kata yang tidak konsisten. Hal tersebut kemungkinan karena penyalin teks terpengaruh unsur kelisanan.

Contoh: minta bait 158 --- minta[k] bait 162

4 Banyaknya kata yang berasal dari bahasa Arab dan juga kalimat-kalimat suci yang disalin lengkap dengan tanda baca.

Contoh: ﱠﮧَﻋﺎَﻄاوًﺎﻌْﻣَﺴ

5 Reduplikasi disalin dengan dua jenis penyalinan, yaitu dengan menulis ulang kata-kata dan menggunakan angka dua (۲). Hal tersebut disesuaikan dengan panjangnya larik atau banyaknya suku kata.

Contoh: masing-masing(bait ke-7) ۲عﱟﻴﺴﻣ bersama-sama (bait ke-22) ﻢﺴﻢﺴﺮﺒ

6 Larik yang suku katanya kurang dari sembilan (ciri struktur syair) ditambahkan dengan pungtuasi berupa titik-titik (...).

Contoh: ya ilahi ya rahmani (...)

7 Banyak kata-kata di akhir larik yang menggunakan konsonan serupa agar menyesuaikan dengan rima. Contoh: gelap-gelab (bait 421) ﺐﻟﻏ

(6)

Ringkasan Cerita Syair Sidi Ibrahim

Syair Sidi Ibrahim bercerita tentang Raja Khasib di Mesir yang memiliki putra

bernama Sidi Ibrahim. Suatu ketika, Sidi melihat gambar seorang wanita dan ia sangat tertawan hatinya. Sidi memutuskan untuk mencari wanita di dalam gambar itu. Atas petunjuk gurunya, ia pergi ke Baghdad menemui juru gambar bernama Abu Kasim. Dari Abu Kasim, diketahui bahwa wanita dalam gambar adalah putri Basrah. Di Basrah, Sidi menyamar dengan pakaian sang putri yang diperolehnya dari penjahit. Sidi menyelinap masuk ke istana. Karena ketahuan, akhirnya Sidi ditangkap dan dipenjarakan. Mula-mula Sidi akan dihukum mati, tetapi kemudian utusan dari Mesir menemukan Sidi dan mengungkap jati diri Sidi Ibrahim. Sidi Ibrahim yang akhirnya diketahui sebagai anak raja Mesir lalu dibebaskan. Setelah mendengar cerita Sidi, Ayah putri mengampuni Sidi, bahkan dinikahkan dengan putrinya. Setelah menikah, putri Basrah dibawa Sidi kembali ke Mesir.

Analisis Struktur Naskah Syair Sidi Ibrahim

Syair memiliki ciri struktur yang khas. Menurut Liaw Yock Fang (1993: 201), syair terdiri dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata. Syair juga tidak memiliki unsur sindiran di dalamnya.

Berdasarkan stuktur tersebut, Syair Sidi Ibrahim terbukti memiliki ciri struktur yang sama dengan ciri struktur yang disebutkan oleh beberapa ahli di atas. Secara keseluruhan, SSI terdiri atas bait yang memiliki empat baris. Setiap baris SSI juga mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata. Selain itu, seluruh baris SII juga memiliki kepentingan isi yang sama. Jadi, tidak ada yang disebut sampiran atau isi.

Syair memiliki irama. Aturan sajak akhir ialah a-a-a-a (Teeuw, 1966: 235). Dalam rima, terdapat pula apa yang disebut dengan rima rupa. Rima rupa adalah rima yang jika dilihat tulisannya seakan-akan kata-kata itu berima, tetapi jika diucapkan bunyinya tidak sama. Rima rupa hanya terdapat pada syair atau puisi yang menggunakan huruf Jawi (Sudjiman, Panuti. 1995: 28).

Dalam teks SSI banyak ditemukan rima yang memiliki kasus rima rupa. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa rima dengan akhiran vokal u dianggap bersajak o atau au

(7)

karena sama-sama menggunakan huruf waw (ﻮ). Begitu juga i diangggap bersajak e atau ai karena sama-sama menggunakan huruf ya (ﻱ).

Hal lain terlihat dalam penyajian rima. Pengarang mencoba menghadirkan keindahan antara lain dengan penggunaan gaya bahasa yang serasi, dengan irama bahasa yang kena, dan dengan kemerduan bunyi yang dihasilkan dengan rima (Sudjiman, 1995: 25). Keketatan aturan rima di dalam puisi dan syair tidak jarang menyebabkan pengarang harus memutar otak: ada kalanya ia terpaksa membalikkan urutan kata (1995: 27).

Penyimpangan Struktur Syair

Meskipun secara garis besar teks SSI sesuai dengan ciri-ciri struktur syair yang ada, ternyata ada beberapa penyimpangan yang penulis temukan dalam teks SII. Penyimpangan pertama adalah ada beberapa larik yang jumlahnya kurang dari sembilan atau lebih dari dua belas suku kata. Hal tersebut dapat dilihat dalam bait ke 48 dan bait ke 54.

48 ya ilahi ya tuhanku  8 suku kata

sangatlah benar asik hatiku rindu dan dendam sudah berlaku tidak tertahan rasa badanku 54 sampai kepada jumat yang kedua

kitab bergambar lalu dibawa singgah di rumah guru yang tua

barangkali dapat hakikat yang sabhawa  13 suku kata

Penyimpangan kedua adalah adanya rima yang bukan aaaa. Hal tersebut terdapat dalam bait ke-103. Kesalahan rima tersebut kemungkinan terjadi karena kelalaian pengarang karena kasus seperti ini hanya ditemukan satu dari 1189 bait yang ada dalam teks SSI.

103 rajalah menerima maksud bangsawan lalu ditariknya hadap perempuan

jawabnya labaik ayuhai tuanku

disuruhnya bawa bersama kawan

Penyimpangan ketiga adalah adanya rima yang dipaksakan. Keseragaman bunyi yang menjadi ciri syair membuat adanya kata-kata yang hendak disampaikan pengarang kadang-kadang tidak sesuai dengan rima yang ada. Oleh karena itu, pengarang kemungkinan menambahkan satu huruf di akhir kata dengan maksud untuk menyeragamkan bunyi. Hal tersebut dapat dilihat pada bait kelima.

(8)

5 karena bukannya aku nan baca[k] tambahan tiada kawan diajak a-b-d-t berdiri kaki ta‘ jajak dimainkan betul memutar sajak

Penyimpangan keempat adalah adanya pantun di dalam naskah SSI. Ada sembilan pantun yang ditemukan penulis dalam naskah SSI. Pantun tersebut terdapat dalam bait 207, 208, 618, 619, 645, 646, 647, 649, dan bait 815. Pantun tersebut ada yang berisi percakapan tokoh yang disertai sampiran, tetapi ada juga yang hanya sampiran dan tidak berhubungan dengan konteks cerita. Pantun tersebut dapat dilihat dalam contoh berikut.

207 bimbangku ini membatang-batang ditimpa rakit dua puluh

demdamku ini mendatang-datang bagai penyakit hendak membunuh

Penyimpangan atau perbedaan ciri struktur syair yang ditemukan penulis kemungkinan hanya kesalahan yang dilakukan pengarang tanpa tujuan apa pun. Hal tersebut tidak dapat dikatakan atau digolongkan menjadi kekhasan teks karena frekuensinya yang sangat jarang (tidak berulang) dan tidak berpola.

Aspek Romantis dalam Teks Syair Sidi Ibrahim

Syair sebagai suatu bentuk puisi lama berlainan dengan puisi modern. Perbedaannya akan terasa dalam pilihan kata yang dipergunakan, susunan kata atau kalimat, irama, serta pikiran dan perasaan yang terkandung di dalamnya. Dengan singkat dapatlah dikatakan puisi lama itu berbeda dengan puisi baru dalam hal bentuk dan isi (Munawar, 1978: 11). Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa isi sebuah syair merupakan hal yang sangat penting dalam membangun suatu kesatuan sebuah syair. Oleh sebab itu, Liaw Yock Fang (1993: 203) membagi syair berdasarkan isi ke dalam lima golongan, yaitu Syair Panji, Syair Kiasan, Syair Sejarah, Syair Agama, dan Syair Romantis.

Syair Romantis adalah jenis syair yang paling digemari (Liaw, Yock Fang, 1993:209). Harun Mat Piah pernah mengkaji 150 buah syair untuk disertasinya di Universitas Kebangsaan Malaysia (1989) dan mendapati bahwa 70 buah (47 persen) adalah syair romantis. Ini tidak mengherankan, karena sebagian besar syair romantis menguraikan tema yang biasa terdapat di dalam cerita rakyat, penglipur lara, dan hikayat.

(9)

Dalam syair romantis, biasanya cerita dimulai dari sebuah kerajaan telah dirusakkan garuda. Rajanya (kalau baginda tidak wafat) meninggalkan kerajaan bersama-sama dengan putra-putrinya. Mulailah babak percintaan. Sang putra atau putri disiksa karena ada raja atau putri yang cemburu, tetapi semuanya berakhir dengan baik. Hanya saja dalam syair romantis, yang menjadi wirawati itu adakalanya adalah wanita biasa, misalnya selir seorang Cina yang berperan dalam Syair Sinyor Kota. Adakalanya pula syair itu merupakan saduran dari bahasa asing, misalnya Syair Tajul Muluk yang disadur dari bahasa Parsi (Liaw, Yock Fang, 1993: 210)

Dalam kajian sastra, dikenal istilah romantisisme. Menurut Kamus Istilah Sastra, romantisisme adalah aliran sastra yang bercirikan minat pada alam dan cara hidup yang sederhana, minat pada pemandangan alam, perhatian pada kepercayaan asli, penekanan pada kespontanan dalam pikiran dan tindakan, serta pengungkapan pikiran (Sudjiman, 1990: 69). Sementara itu, Dick Hartoko (1986: 67) mendefinisikan istilah romantik sebagai suatu periode kebudayaan tertentu yang menonjolkan pemujaan terhadap alam murni, terhadap masa silam, terhadap suatu yang eksotis, misterius, emosi yang bebas, pemberontakkan terhadap gaya hidup teratur , memupuk yang orisinal, identitas nasional, dan alam gaib.

Ciri-ciri romantisme antara lain, kembali ke alam, melankolisme, primitivisme, sentimentalisme, individualisme, mengagungkan perasaan daripada akal, lebih mementingkan pada jiwa kreatif daripada bentuk formal, menggunakan bahasa yang bebas dan sederhana, keasyikan pada kecerdasan dan kepahlawanan yang luar biasa, menggunakan bahasa aku lirik, menekankan imajinasi sebagai pengalaman transendental, dan gemar pada hal-hal yang eksotik, misterius, gaib, atau dahsyat (Mahayana, 2007: 178).

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa suatu karya dapat mengandung romantisisme jika menekankan pada pengungkapan perasaan dan gambaran batin penyair ataupun tokoh utama. Biasanya karya sastra romantisisme didominasi oleh penggunaaan gaya bahasa metafora dan citraan penglihatan.

SSI dapat digolongkan ke dalam syair romantis. SSI dimasukkan ke dalam jenis romantis karena isi cerita yang bertema besar percintaan dan penuh dengan nilai-nilai romantisisme sehingga dapat dikatakan sebagai cerita penglipur lara. Berdasarkan isi cerita, SSI murni menggambarkan kisah cinta anak raja Mesir bernama Sidi Ibrahim yang jatuh cinta pada gambar Siti Jamilah, anak raja Basrah. Seperti syair romantis lainnya, tokoh utama biasanya mengalami kejatuhan atau kesedihan dalam kisah percintaannya. Dalam SSI, kisah cinta Sidi mengalami jatuh bangun. Sidi yang mula-mula menyamar sebagai perempuan agar

(10)

dapat bertemu Siti, ditangkap oleh raja dan hampir dijatuhi hukuman mati. Cara yang dilakukan Sidi dengan menyamar sebagai perempuan juga serupa dengan syair-syair romantis lain yang biasanya menggunakan cara-cara di luar kebiasaan (aneh) yang kadang tidak masuk akal.

Seperti syair romantis lain, akhir cerita tetap akan indah. Sidi Ibrahim diselamatkan oleh utusan raja Mesir yang datang ke Basrah mencari putra baginda yang hilang. Akhir cerita, Sidi Ibrahim akhirnya diketahui sebagai putra raja dan Siti Jamilah bersedia menikah dengan Sidi Ibrahim serta rela diboyong ikut ke negeri Mesir.

Selain dari isi cerita, nilai-nilai romantis juga terlihat dari penggunaan diksi, simile, dan metafora dalam teks. Diksi merupakan pilihan kata yang dipergunakan bukan hanya untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu idea tau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan (1981: 23).

Salah satu ciri dari romantisisme adalah sifat ―Kembali ke Alam‖ (Noyes, dalam Mahayana, 2007: 180). Hal tersebut tercermin dalam salah satu bait di antaranya bait ke-632. Dalam bait tersebut pengarang banyak menggunakan kata-kata yang berasa dari alam, seperti

bayu, permai,hijau, kayu, rangai, dan malam.

Ciri romantisisme yang lain adalah sifat ―Kemurungan Romantik‖. Sifat tersebut biasanya mencerminkan kemurungan akibat kebencian, cinta yang tidak bahagia, penderitaan hidup (Mahayana, 2007: 181-182). Hal tersebut terlihat di bait ke-37 dalam kalimat terang

juga dipandang silam. Penggunaan diksi terang dan silam menggambarkan perasaan yang

harusnya bahagia tetapi justru bersedih.

Selain itu, terdapat pula sifat ―Primitivisme‖. Primitivisme adalah kecenderungan akan hal-hal yang alamiah atau natural (Mahayana, 2007: 182). Primitivisme haampir serupa dengan sifat kembali ke alam. Bait yang mencerminkan primitivisme adalah bait ke-632 yang ditandai dengan kata-kata burung jantayu, embun, dahan, dan kayu.

Ciri romantisisme terakhir yang terdapat dalam teks SSI adalah ―Sentimentalisme‖. Istilah sentimentalisme mengacu kepada pengungkapan emosi yang dilakukan secara berlebihan atau tidak pada tempatnya (Shipley, dalam Mahayana, 2007: 184). Hal tersebut terlihat pada bait ke-207. Kalimat siang dan malam hati berdebar, seperti rasa hendak kusambar sangat menggambarkan bagaimana emosi yang diungkapkan secara

berlebihan. Diksi tersebut menyiratkan bagaimana rasa gugup yang sangat besar sehingga membuat tokoh utama merasa sangat menggebu-gebu seperti rasa hendak kusambar.

Selain diksi, aspek romantis juga tercermin dari banyaknya kata yang bersimile. Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Untuk itu, diperlukan

(11)

upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama,

sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya (Keraf, 1981: 138). Dalam teks SSI, saya

menemukan 130 bait yang mengandung simile.

Hampir serupa dengan simile, metafora juga merupakan analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Dalam metafora, proses penggunaan kata seperti, ibarat, laksana, bagaikan, dan sebagainya dihilangkan (Keraf, 1981: 139).

Metafora terlihat pada bait ke-1003 pada kata tua akal. Tua memiliki arti sudah lama hidup atau lanjut usia (KBBI edisi III: 1213), sedangkan akal berarti daya pikir, pikiran atau ingatan (KBBI edisi III: 19). Maksud dari frase tua akal adalah pikiran yang sudah tua atau sudah tidak dapat berpikir secara cepat.

Dari uraian-uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam naskah SSI, penyair banyak menggunakan diksi, simile, dan metafora yang sangat indah. Penyair juga seringkali menggunakan diksi yang diambil dari keindahan alam. Perasaan, kondisi fisik, dan keadaan seringkali disampaikan dengan metafora-metafora yang indah. Bukan hanya perasaan yang positif atau kesenangan saja yang digambarkan secara indah. Adanya metafora-metafora tersebut juga membuat perasaan duka tokoh utama menjadi tetap indah dalam hal penyampaiannya. Hal tersebut kemungkinan agar dalam penyampaian makna ke pembaca, keindahan tersebut memiliki nilai lebih dan cerita akan terasa lebih romantis.

Simpulan

Naskah SSI merupakan syair koleksi Von de Wall yang diperkirakan ditulis tahun 1282 Hijriah atau sekitar 1865 Masehi. Menurut penelusuran, naskah ini terakhir tercatat tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Secara fisik, kondisi naskah Syair Sidi Ibrahim dengan kode W 245 cukup baik. Tulisan dalam naskah ini juga masih dapat terbaca jelas. Naskah SSI tidak memiliki kolofon sehingga keterangan mengenai naskah hanya diperoleh dari katalog yang ada.

Secara struktur, Syair Sidi Ibrahim sesuai dengan ciri-ciri syair yang dikelompokkan oleh Liaw Yock Fang. Akan tetapi, masih terdapat beberapa penyimpangan yang ditemukan penulis dalam hal jumlah suku kata, rima, dan keberadaan pantun di dalam syair ini. Selain adanya penyimpangan, SSI juga memiliki banyak konvensi-konvensi unik yang menjadikan naskah ini memiliki kekhasan tersendiri.

Dilihat dari isi teksnya, naskah yang berbentuk syair ini tergolong syair romantis. Hal tersebut dibuktikan dengan pemilihan diksi serta penggunaan simile dan metafora. Diksi yang

(12)

digunakan mendekati keindahan alam atau hal-hal yang erat dengan kehidupan manusia. Hal tersebut menjadi aspek penting jika syair ini dilihat dari pendekatan romantisisme.

Daftar Acuan

Naskah

Syair Sidi Ibrahim. ML 731 (berasal dari W 245). Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia.

Katalogus

Iskandar, Teuku. 1999. Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript

in the Netherlands. Jakarta: Libra

Sutaarga, Amir et al. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu. Museum Pusat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Direktorat Jenderal Kebudayaan.

T. E. Behrend. 1998. Katalog Induk Naskah2 Nusantara Jilid 4. PNRI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Van Ronkel, PH. S. 1909. Catalogus der Maleische Handschriften in het Bataviaaasch

Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. TBG LVII.

Kamus

Tim Penyusun Kamus. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. ke-3. Jakarta: Balai Pustaka.

Wehr., Hans. Arabic-English Dictionary.

Wilkinson, R. J. 1932. A Malay English Dictionary. London: Salavopaulus and Kinderlis, Art Printers Mytilene, Greece.

Buku

Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama. Jakarta: Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Braginsky. 1998. Yang Indah, Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-19. Jakarta: INIS.

Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV MANASCO.

Damono, Sapardi Djoko, dkk. 2005. Membaca Romantisisme Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

(13)

Hartoko, Dick, Bernadus Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ikram, Acahadiati. 1997. Filologi Nusantara. Jakarta: Pustaka Jaya.

Jan Van der Putten & Al Azhar. 2006. Terjemahan: Aswandi Syahri. Di Dalam Berkekalan

Persahabatan Surat2 Raja Ali Haji. Jakarta: KPG.

Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Liaw Yock Fang. 1993. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Jilid II, Edisi Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Munawar, Tuti. 1978. Syair Bidasari. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. Nisa, Khairun. 2010. ―Suntingan Teks Syair Keagamaan‖. Skripsi Sarjana. Depok: Universitas Indonesia.

Oemarjati, Boen S. 2012. Melakoni Sastra. Depok: Penerbit Universitas Indonesia (UI PRESS).

Piah, Harun Mat. 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan

Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Pujiastuti, Titik, Tommy Christomy. 2011. Teks, Naskah, dan Kelisanan Nusantara. Depok: Yayasan Pernaskahan Nusantara.

Pedoman Transliterasi Arab Latin. 2003. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.

Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Proyek Pengkajian dan Pengembangan Lektur Pendidikan Agama.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Robson, S. O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Terj. Kentjanawati Gunawan Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Universitas Leiden.

Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Teeuw, A. 1966. Shair Ken Tambuhan. Kuala Lumpur.

Warastuti, Lisda. 2007. ―Unsur-unsur Romantisisme dalam Karya Yanusa Nugroho: Analisis atas Kumpulan Cerpen Bulan Bugil Bulat‖. Skripsi Sarjana. Depok: Universitas Indonesia. W. A. Churchill. 1935. Watermarks in Paper: in Holland, England, France, etc. in the XVII and

(14)

Sumber Internet

Yayasan Lembaga Sabda. ―Sejarah Alkitab Indonesia‖.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kalkulasi jarak, bahwa Wilayah Utara memiliki jarak rata- rata 1,41 km untuk Puskesmas yang termasuk dalam kriteria sangat dekat. Kemudian untuk jarak

Teknik ini dikembangkan berdasarkan peluang pembentukan varietas baru yang tahan, serta pengenalan pathway metabolisme patogen dan tanaman inang untuk melakukan teknik

Pada suatu saat Max Scheler menyatakan cinta sebagai suatu respor/ tanggapan terhadap nilai, namun lebih penting dari sifat tanggapan dari cinta tersebut adalah

Tom: Not right-down homely. Just medium homely, I'd say. Amanda: Character's what to look for in a man .. Tom: That's what I've always said, Mother. Amanda: You've never

Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan pada studi ini adalah Ho diterima yaitu tidak ditemukan hubungan yang signifikan atau hubungan yang dimiliki

Bukti rekaman suara dapat menunjukkan identitas dari orang yang suaranya terekam pada barang bukti tersebut dengan cara melakukan pemeriksaan forensika audio untuk

penggunaan kortikosteroid inhalasi pada pasien PPOK dengan prevalens DM. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara status DM pada pasien PPOK dengan kejadian

Pada penelitian ini dilakukan penelitian pada gigi sulung; sebagaimana diketahui pada gigi sulung tingkat diskolorisasi pada gigi sulung sudah dapat terjadi, hal ini