Widya
Dharma, Vol. 14,No.2, April2004
lssN
0853-
0920Majalah
Ilmiah
Kependidikan
WIDYA DHARMA adalah majalah ilmiah kependidikan yang terakreditasidan diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Sanata Dharma, dua kali setahun : Oktober dan April. Majalah ini memuat laporan penelitian, pemikiran, dan pertimbangan buku tentang pendidikan.
Redaksi menerima naskah, baik yang berbahasa lndonesia, maupun yang berbahasa lnggris. Naskah
harui
ditulis sesuai dengan format yang berlaku di WIDYA DHARMA, dan harus diterima oleh Redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit. lsi karangan yang dimuat tidak selalu mencerminkan pandangan Redaksi.DEWAN REDAKSI
Pemimpin Umuny'Penanggung JawaUPemimpin Redaksi Anggota Dewan Redaksi
Dr. A.M. Slamet Soewandi, M.Pd Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.f.
Dr. St. Suwarsono
Dr. J. Bismoko
Dr. A. Supratiknya Dr. B. Widharyanto, M.Pd. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. Drs. G. Moedjanto, M.A.
REDAKTUR
AHLI
Prof. Dr. Nyoman Sudana Degeng, M.Pd.
...
... Universitas Negeri Malang Prof. Dr. Herman J. Waluyo...
. Universitas Negeri SurakartaDr. F.X. Sudarsono,
M.A.
Universitas Negeri yogyakartaDr. J. Sudarminta, S.J.
...
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, JakarraDr. Marcelinus
Marcellino...
...-. Universitas Atma Jaya, Jakarta Prof. Dr. James J. Spillane, S.J. ... Universitas Sanata Dharma./Universitas Gregoriana, RomaREDAKTUR PELAKSANA
Dra. Juliana Setyaningsih, M.Pd Drs. Barli Bram, M.Ed. J.F. Setya Tri Nugroho, S.Pd.SEKRETARIS
ADMINISTRASI
M.B. RohaniwatiAgnes Lusia Budi Asri
ALAMAT
REDAKSI
FKIP, Universitas Sanata Dharma Tromol Pos 29, Yogyakarta 55002
Widya
Dharma, Vol. 14, No. 2,April2004
tssN
0853 - 0920w*:whw,lilA;mffih
Majalah
Ilmiah
Kependidikan
DAFTAR
ISI
Daftar
Isi
i
Editorial
iii-iv
Relevansi Pendekatan Sejarah Keselamatan bagi Pendidikan Iman
Kristiani 105-l 15
E.
Martasudjita,
Pr
Pendidikan Moral di
Perguruan"Tinggi
117-126Al.
Purwa Hadiwardoyo, MSFPendekatan
Klarifikasi Nilai
dalam Pembelajaran dan Pembimbingan...
127-l4OR.H.Dj.
SinuratPeranan
Nilai
bagiPembentukanKepribadian
..
141-15t Paulus WahanaPenggunaan Mathcad untuk Visualisasi Getaran dan Gerak Gelombang
dalamPembelajaranFisika...
153-l@Yosaplrut Suntardi
Implementasi Metode Problent Posittg untuk Meningkatkan Hasil Belajar
MatakuliahFisikaDasardiFMIPAUNY...
165-172Mundilarto
Tantangan-tantangan terhadap Profesi Keguruan dan Implikasinya bagi
Pendidikan Calon
Guru
173-182St. Suwarsono
Penerapan Prinsip Belajar sambil Bermain dalam Pembelajaran Matematika
Kelas
I
Sekolah Dasar...
183-193Hongky Julie
Enhancing Argumentative
Writing
Skills Using Genre Approach toEFL
College
Students...
195-204PERANAN
NILAI
BAGI PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
Paulus Wahana
ABSTRAK
Kita tidak nrctryangkal bahwa nilai ntemiliki pengaruh dan peranan yang tidak
kecil bagi keltidupan nmnusia. Namun pada s(mt kita ingin menyelidiki sejauh nmna
nilai nrcniliki pengaruh dan peranan bagi kehidupan nanusia, ternyata kita tidak sebegitu nu dah u nt uk me mahani ny a.
Utttuk dapat nwnyeli.diki pengaruh serta peranan nilai bagi kehidupan manusia,
pertailn kali kita perlu dapat nenemukan serta mengidentirtka;ikan apakah nilai itu.
Nilai nterupakan salah satu kualitas yang bersifat kontpleks, dan selaras dengan kecenderungan perkehbangan kodrat manusia.
Setelah memahami nilai sebagai kualitas kompleks, yang selaras dengan kecenderungan perkembangan kodrat manusia, barulah kita dapat memalnnni bahwa
nilai memang memiliki pengaruh dan berperanan bagi perkembangan hidup manusia,
yaitu dalam ntembentuk kepribadiannya.
Orang akan bertindak berdasar pada nilai yang telah dirasakan serta
ditemukannya. Nilai yang telah dirasakan serta ditemukarutya dapat rnenjadi daya tarik bagi nnnusia untuk bertindak. Dan dengan tindakan-tindakan yang pada umumnya nrcngarahpa.da tilai-nilai yang ditemukannya itulah manusia membentu dan mentbangun kepribadiannya.
Kata-katakunci:
nilai,
bernilai,
pembawanilai,
kualitas kompleks, hierarkhinilai, nilai
moral, kewajiban moral, cinta, benci, ordo amoris, kepribadian.1.
PENDAHULUAN
Kita
merasakan sudah sedemikianbiasa
dan akrab
bergauldengan
nilai.Nilai
terasamemiliki
pengaruhdan
peranan yangtidak kecil
dalam
kehidupan ini. Namun pada saatkita
mulai berusaha memahami untuk dapat lebih mendayagunakannilai
tersebut bagi perkembangankita,
nampaknya kita tidak sebegitumudah
untuk dapat menangkap serta memahaminya.Pada
tulisan ini
kita akan mencobamembahas
nilai,
yang rasanya memangmemiliki
pengaruhyang
tidak kecil
bagi
kehidupan
kita.
pembahasanini
akan menggunakan bantuan hasil pemikiranMax
Schelertentang nilai.
Pertamakali kita
perlu menemukan, mengidentifikasikan, serta kemudian memahami nilai. Setelah secara tegaskita
memperoleh pemahamannilai
yang sesungguhnya, berulahkita
mencobamenyelidiki hubungan nilai
dengan kehidupankita,
khususnya pengaruh nilai
terhadap tindakan kita, terhadap pembentukan kepribadian kita.2.
PENGERIANTENTANG
NILAI
2.1
Tempat TerdapatnyaNilai
Untuk dapat memahami nilai, kita perlu menemukan dan mengidentifikasikannya terlebih dahulu. Namun nampaknya kita tidak begitu saja dapat menemukan nilai. Untuk menemukan
nilai,
kita perlu mengetahui tempat terdapatnya nilai. Berhubung awalan"ber-"
dalam kata"bernilai"
mempunyaiarti
mengandung/memuat/memiliki, makaDrs. Paulus Walnna, M.Hum., Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universita"s Sanata
Widya Dharma, Vol.
ll,
No' 2' ApriL 2004jelaslah kiranya kita dapat menemukan nilai pada hal yang
bernilai'
Dalamperwujudannyadidalamduniainderawiininilaimemilikikemungkinan
tidak berada pada dirinyasendiri;
nilai
membutuhkan sesuatu untuk menjelmakannya atau sesuatusebagai
pembawa (carrier of
value)'
Dengandemikian nilai
nampak padakrta
hanya sekedar sebagai kualitas dari pembawanyaNilai
termastlk dalam go-longan obyek yang.,tidak
iridependen,';tidak
dapatterwujud
tanpa.didukung oleh obyek nyata (real).Nilai
menjadi nyata dalam realitas inderawi ketika diwujudkan dan melekatsebagaikualitasdalamobyeknyatayangdisebutobyetri!:t:t.?isepertimisal-nya patung, p-uisi, moUil, rumah,iun
luil'un
(Frondizi'
1971: 8-9)'Bila
dibandingkandengankualitas-kualitaslainnya,keberadaansertaperwujudannyadiduniainderawi
ini
nilai
mudah rusak. Semeniara kualitas utama (misal volume danbobot) tidak
da-patdihapuskandanselalumelekatpadaobyeknya'sedangkanpukulanpalusudah
cukup untuk mengakhirinilai
keindahan dari sebuah patung ataunilai
kegunaan dari suaru alat.Dan
sebelum terwujuddalam
obyekbernilai, nilai
hanya sekedar beradasebagaikemungkinandalamdunianilai,yangseringdapatmuncuUterwujudsebagai
eksistensi nyata dalam duniainderawi.
Nilai
merupakan suatu kualitas, namun bukan setiap kualiias adalahnilai.
Sehinggaperlu
ditanyakanlebih lanjut:
kualitas macam apakah nilai itu?2.2
Nilai
sebagaiKualitas
MenurutMaxSchelernilai(yangkeberadaannyadalamdunianilai)merupakan
sr.ratu kualitas yang keberadaannya tidak tergantung pada pembawanya (hal
bernilai)'
Nilai
merupakan kualitas apriori (yang telah udu dun dapat dirasakan manusia sebelum pengalaman inderawinya).rloot
tergantungnyakualitas
tersebuttidak
hanya pada obyek yang ada di dunia ini (misalnya lukisan, potung, tindakan manusia, dlsb), melain-kan jugatidak
tergantung pada ,"ukri/tunggupan serta penilaian kita terhadap kualitas tersebut. ..Meskipunpem'bunuhtidat<pe,nat,dinyatakan sebagai jahat,. namun tindak-an kejahatan tersebut akan tetap sebagaiiahat. Dan meskipun'yang
baik'
tidak
pernah dimengerti sebagai baik, namunnilai
kebaikan tetap merupakanyang
baik
(Frondizi'
1971:100).
Nilaimerupakankualitasyangtidaktergantung,dantidak-berubahseiring
denganperubahanbarang.Sebagaimanawarnabirutidakberubahmenjadimerah
ketika suatuobyek
berwarnabiru
dicat menjadi merah, demikian pulanilai
tetap ti-dak berubaholeh
perubahanyang terjadi
padaobyek yang
memuat/membawanilai
bersangkutan. Sebagaicont;h, lengkhianatan teman saya
tidak
mengubahnilai
pe.suhlbatan. Tidakiergantrngnyu
n1lui'"'gundung
arti
juga bahwanilai
tidak da-pat berubah.Nilai bersifat
aUsotut,tidak
dipersyaratkan oleh suatutindakan'
tidak memandang kebaradaan alamiahnya dalam dunia inderawiini,
baik
secarahistoris'
sosial,
biologls utuufun
individu.
Pengetahuankita tentang
nilai
memang bersifat relatif, namun nilai itu sendiri tidakrelatif
(Frondizi'
1971: 100)'Menurut
Max
Scheler, halyang
balk(Guter) pada
hakekatnya
adalah halbernilai
arau haldari
nilai (WertdiiSei. Hal
bernilai
harus dibedakandengan
nilai:bendabernilaiadalahpembawanilai(sepertijugabendamenjadipembawawarna),
sedangkan nilai merupakan kualitas yang termu;derkandung dalam benda, tetapi tidak identik dengan benda tersebut.
Pengalaman
akan
nilai
maupun kepastian
akan
nilai
--bagaimanapun Suga tidaktergantung pada pengalamankliaterhaiap
pembawa nllai(Werttrager)' DimensiPeranan Nilai ... (P. Wahana)
nilai
dari
suatu obyek merupakan pengetahuan pertama danasli
yangkita
miliki
dan bahwa pengetahuan berikutnya tentang obyek (pembawanilai)
teriebut
hadir padakita
melalui nilai
tersebutsebagai
perantaranya. pemahaman akannilai
ternyata mendahului pemahaman kita akan obyek pembawanilai
(Deeken,r974:
r5).Kualitas nilai tidak berubah ketika pembawanya berubah, dan
juga tidak
rusak ketika pembawanya dimatikan/dihancurkan. Ini menunjukkan lagi bahwa ada perbedaan jelas antaranilai
dengan pembawanya. warna biru tidak meniadl merah ketika obyek yang berwarna biru dicat menjadi merah. Demikian pula,suatu nilai tertentu tidak akan berubahketika
pembawanya berubah.Nilai
persahabatantidak
akan berubah danterhapus
keberadaannya
di
dunia
nilai,
ketika
seorang
teman
menunjukkan
ketidaksetiaannya; nilai persahabatan tetapnilai
persahabatan (Deeken, 1974: 15).Hanya dalam hal
bernilai, nilai
menjadi
nyata(real).
Nilai
belum
menjadi nyata, kecuali terwujud dalamhal
yang bernilai. Dalam suatu hal bemilai, nilai menjadiobyektif
dan sekaligus nyata. Meski terdapar perkembangan perwujudan nilai dalamdunia nyata
ini
dengan adanya kebaikan-kebaikanbaru yang terwujud,
namun kualitas nilai tetap merupakan obyek ideal (ideal objects.l, yung bersifat tetap, seperti kualitas warna dan suara (Scheler, 1973: 2L).2.3
Keaneka-ragaman
Nilai
danHierarkhi Nilai
Sebagaimana
kualitas yang
lain memiliki
tempatbagi
melekatnya kualitas tersebut (misalnya kualitas terang pada cahaya, kualitas kaluasan pada permukaan, kualitas panas pada suhu), demikian pula kualitasnilai
tentu saja jugamemiliki
tempat bagi melekatnyanilai
tersebut (locus ofvalue).
Kualitasnitaioatam
perwujudannya terkait dengan keterarahan kecenderungan kodrat manusia; nilai merujakankomplels
kualitas yangmemiliki.kesesuaian
atau menjadi arahtujuan
bagi
kecenderungan kodrat manusia. Sesuai dengan kodrat manusia yang multi dimensional (yangmemiliki
unsur serta aspek yang kompleks), manusia tentu sajajuga
memiliki
kecenderungan kodrat yang kompleksjuga, misalnya:
sebagai makhiut<biotis,
manusia tentu sajamemiliki
kecenderungankodrat
ke
arahnilai biotis (yaitu nilai
kehidupan,
nilii
pertumbuhan,nilai
kesehatan); sebagai makhluk psikis, manusia tentu sajamemiliki
kecenderungan kodrat ke arahnilai
psikis (yaitu
nilai
kedamaian,nilai
keamanan); sebagai makhluk berpikir, manusia tentu sajamemiliki
kecenderungan kodrat ke arah nilai pemikiran (yaitu nilai rasional, nilai intelektual, nilai kebenaran, ni-iai kebijaksanaan); sebagai makhluk sosial, manusia tentu sajamemiliki
kecenderungan kodrat ke arahnilai
sosial(yaitu
nilai
persahabatan,nilai
kerukunan,nilai
kerjasama); dan sebagai makhluk religius, manusia tentu saja memiliki kecenderungankodrit
ke arah nilai religius (yaitu nilai keimanan, nilai ketuhanan).Di
sampingnilai-nilai
yang sesuai dengan kecenderungan perkembangan unsur dan aspek kodrat manusia, terdapat juga macam-macam nilai yang berdasarkan keaneka-raqaman bidang kehidupan manusia, misalnya: nilai sosial ekonomi, nilai sosialpolitik,
Widya Dharma, VoL 14, No. 2, April 2004
tercapainya./terwujudnya
nilai-nilai
perantara maupunnilai-nilai
sejati tersebut, yang menimbulkan rasa kesenangan, kegembiraan, dan kepuasan. Dan terakhirkita
dapat membedakan antara nilai partikular dan nilai total; nilai partikular merupakan nilai yang hanya mencakup salah satu segi atau beberapa segi kehidupan manusia, sedangkan nilai total (yang juga merupakannilai
moral) merupakannilai
yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia secara utuh.Selain terdapat beraneka-ragam
nilai,
ternyata juga terdapat susunan tingkatannilai. Menurut
Max
Scheler, terdapatsuatu
hierarki nilai dari
tingkat lebihtinggi
menurun
ke tingkat lebih
rendah
yang
bersifat
apriori
(beradanya mendahului pengalamaninderawi).
Hierarki
ini
tidak
dapat dideduksikan
atau dijabarkan berdasarkan rumusan-rumusanumum
yang diperolehlewat
pengalaman empiris, tetapi terungkap melaluitindakanpreierensi(Ing.: theactofpreference;Jer.:Vorziehen),yaitu melalui
intuisi
preferensi-evidensi
(Ing.:
preference-evidence;
Jer.: Vorzugseviderrz), menangkap secarajelas
dengan intuisi mengenai adanya tingkatannilai-nilai.
Hierarki ini bersifat mutlak/absolut dan mengatasi segala perubahan historis, serta membangunsuatu sistem acuan yang
absolut dalametika,
sehingga dapat menjadi dasar untuk mengukur dan menilai berbagai macam etos dan segala perubahanmoral dalam
sejarah (Deeken, 1914:44).Dalam
keseluruhan
realitas nilai
hanya terdapat satu
susunanhierarkis
(bertingkat) yang menyusunseluruh nilai
pada tempatnya masing-masing. Dengan demikiansuatu
nilai
memiliki
kedudukan
lebih tinggi
atau lebih rendah daripadalainnya.
Susunan
ini
terdapat dalaminti
masing-masing
nilai,
sepertijuga
pada perbedaanantara
nilai
positif
dan nilai
negatif; danini tidak
hanya terdapat
dan terbataspada nilai
yangkita
ketahuisaja. Setiap nilai,
baik yang telahkita
ketahui maupun yang belumkita
ketahui memiliki
tempatnya'masing-masing dalam hierarki nilai (Scheler, 197 3 : 86-87 ).2.4
Nilai
Moral
danKewajiban
Moral
Keempat
tingkatan nilai di
atas ternyata tidak memasukkannilai
moral
baik atau jahat. AlasanMax
Scheler adalahbahwa nilai-nilai
moral
ini
berada pada segi yangberbeda.
Nilai
moral
bukan merupakan salah satudari
berbagai macamjenis
nilai-nilai partikular
lainnya.Nilai
moral tidakmemiliki
bidang khusus/tersendiridi
antara bidang-bidang lainnya, namunnilai
moral ditemukan dalamperwujudan
nilai-nilai non-moral. Nilai moral melekat pada tindakan yang mewujudkan nilai-nilai lainnya dalam tatatertib yang benar. Kebaikanmoral
adalah keinginanuntuk
mewujudkan nilai lebih tinggi atau nilai tertinggi, sedang kejahatan moral adalah memilihnilai
yang lebih rendahatau nilai
yang terendah. Tindakanbaik
secara'moral adalah tindakan mewujudkan nilai, dengan memperhatikanisi
nilai yang dimaksudkannya,yaitu nilai
lebih
tinggi yang dipilihnya,
serta menolak nilai
yang
lebih
rendah;
sedangkan tindakanjahat
adalah tindakan yangmenolak
nilai
yang lebih tinggi, dan mewujudkannilai
yang lebih rendah.Nilai moral baik
tidak pernah merupakan isi atau materi bagi tindakanuntuk
mewujudkan kehendak.
Nilai
baik
tidak pernah dimaksud sebagaitujuan
tindakanmoral
kita. Nilai
inihanyanampak di,atas
punggung(ontheback)
tindakan lain yang mewujudkan nilaipositif
lebih tinggi (Deeken, 1974:49-50).Menurut pengertian yang
absolut, nilai
kebaikanadalah
nilai
yang
nampak pada tindakanmewujudkan nilai
yang tertinggi,
sedangkan nilai
kejahatan adalah nilai yang nampak pada tindakan mewujudkan nilai yang terendah. Menurut pengertianPeranan Nilai... (P Wahana)
yang
relatif
kebaikan moral adalah tindakanmewujudkan
nilai,
yang sesuai denganisi
nilai
yang dimaksud, yaitu setujudengan
nilai
yang
ainilai leuhiinggi
dantidak
setuju
dengan
ilai
yang
beradadi
tingkatan
teLinienaah,
sedangkan kejahatanmoral
adalah tindakan yangtidak
sesuai denganisi
nilai
yangdimiksudkan,
yaitu tidak setuju dengan nilai yang lebih tinggi dansetuiu
dengan niruiyurg
lebih rendah (Scheler, 197 3: 25-26).Nilai
baik adalah nilai yang melekat padatindakan mewujudkan
nilai positif
(a positive value), sebagaiyang
berlawanan dengan nirai negatif,dan nilai
baikini
juga
melekat padatindakan
mewujudkan
nilai
dalam tingkatanyang lebih
tinggi
atau
tertinggi dalam susunannilai;
sedangkannilaijahat
adalahnitui'
yung melekat pada tindakan yang mewujudkan suatu nilai negatif ( a negative value)dan
nilai;ahat
ini juga melekat pada tindakan
mewujudkan
,ilui
dalam tingkaran yang lebih rendahatau
terendah dalam susunannilai.
Dengan demikian jelaslah ada hubungan antaranilai
baik dan jahat di satu pihakdengan nilai-nilai
(non-moral) lainnyadilain
pihak (Scheler, 1973:26).Berkenaan
dengan nilai
moral: hanyapribadi
dapat secaramoral
baik atau jahat; setiap barang lainnya dapat menjadibaik
atau jahat sejauh mengacu pada pribadi baik langsung maupun
tidak
langsung. seluruhmilik
pribadiyang sesiai dengan aturan serta dapat mempengaruhi kebaikan pribadi disebut keutamaan-( virtues),sedangkan yang dapat mempengaruhi kejahatan
pribadi
disebutsifat
jahat
(vices). Kehendakmalpun
perbuaran dapat menjadibaik
atau
jahat
hanyaiejauh
sebagai tindakan pribadi atau yangdipahami
sebagai berhubungan dengantiniakan pribadi
rersebut.Seorang pribadi tidak
pernah hanya dapatdinilai
dan diperrakukansebagai
yang menyenangkan (agreeable) atau berguna(usefut);nilai
kesenangan dan nilai kegunaanini
secara hakiki merupakan
nilai
yang terkandungpada burung
atau kejadian.sebaliknya,
tidakadabl1rgdankejadianyang dinilai
sebagai yan-gbaikataujahat secara moral (Scheler, 1973: 85).Hubungan antara kewajiban ideal (the ideal ought)
dan nilai
secara mendasar ditentukan oleh dua aksioma berikutini:
pertama, sesuatu yang bernilaipositif
harus ada, dan sesuatuyang bernilai
negatif harus tidak ada. Keteriailnan yang dirumuskandalam
aksioma tersebut tidaklah bersifat timbalbalik,
nurnu,
bersiiat
searah: setiap kewajibanmemiliki
landasannyadalam
nilai,
tetapi
nilai
tidak
berdasarkan padakewajiban ideal. Aksioma kedua
adalah sebagaiberikut:
keberadaannilai
positif
padadirinya
sendiri
adalahNilai
positif,
sebagai yang seharusnyaada;
sedangkankeberadaan nilai
negatifpada
dirinya sendiri
adalah
nilai
negatif, sebagai yang seharusnya tidak ada dalam rearitasinderawi (scheler,
1973:2061.Ada
keterjalinanhakiki antara nilai
dan kewajiban ideal.
Terdapat dalil
bahwa semuakewajiban harus
memiliki
dasarnyadalam
nilai,
yaitu bahwasuatu
nilai
harus adaatau
tidak
ada; nilai positif
harus ada, sedangkannilai
negatif harus tidak ada.Kitajuga
harus menunjuk hubungan yang merupakan kebenaran aprori dari hubungan antara ada dengan kewajibanideal, yang
mengatur hubungannya dengan hal benar dan salah. Jadisuatu ada
sebagai yang secarapositif harui
adaitu
benar, sedang suatu ada sebagai yang harustidak
adaitu
salah; iegala ketiadaan dari yangharus ada
adalah salah, sedang segala ketiadaandari yurg
iu.u,
tidak
ada
adalah benar. Juga masih ada keterjalinanbahwa
nilai
yang
samatidak
dapat sekaligus positif dan negatif; segalanilai
non-negatif adalahnilai positif,
dan segalanilai
non_widt a D h arma. vo
l!!!\!!ffi
3.
MANUSTA MENEMUKAN
NILAI
l^"til:,ll""Tl");i:T;ffi
':;'"',{9:H::*::Ii^#;*::ii:5T*:
puauaiffi
il::}.#t,xJ:"il:Tlii:::,*"*::l,X,T,XiXf#::I;
llxl
H:'"L",:t
ii;ili#
TJJ,"
-
"
;ili;i
;;
-
*y
.',"'5
:
l#
?il
x#I
*'*
I
nilai, atau obyek bernilai- Pembawa nrtar rrtr
"*';i;;;;;;;g
auput-k,tu t"tahui
melaluilrJt"*i,.[^lnya:
batu' kanvas' kertas'sikap'91-^^^,..,.u hernilai
tersebut
melaluii:i1T\H:iHl;;il:'
jffi
'-1i;i,Tlll,i,i#;**'::*I"*:X1.,::'-"lJl,,T:Ti:l
ililli,
ffil-J3:J
[
ff ,l'i
i#'x
ffi
';;
;;-
.i::l
" I
';i
"YHff
H;.,Hi
;;I;i
iltiih,l,ilfilTlfJ;:T
;:1- J
;:i:
#;il'
tJ;;i
ui
t' on v u deng an men g gun akan
[::
J]T[xl"l:'
1il #;'
ffi;;*
n"'
i11I
:ll":i.".::*:T
" per as aan a
sesuaru", secara hakiki
#*",j#;;
t:;;T1","9::::':?,'il::lr:-l*-:lI
sesuatu", secara naKtnrrrrsrrtorrr
al dengan nilai merupakan
int"nrionut.
Hubungan antara perasaan intensloniasali manusia anusia dalam KeDelau'rarrrrJq
aoru* t"ut'uao"o'n''va
Jt
ur
aunia ee"'--inl-!',^"-:o::,t"'11"31'."r,"
-
\-
tidak
hanya rasio saja, tetafrf"""rr,
Max
Scheler'yang
U:*I1l
,oYtlo:l^a
iusa
terdapat
"up'ioii*"io'i;'
r'a*i'll.?
f'i"^ll:f,*:
:Lff;|:
ternyata
juga
terdapal
aprrurrv,rurr
'
^'---
wi
terlebih
dahulu, melainkantil;;;;,anpa
melewati pengamatan indera atau perasaan b atin
ternv atu j.'f
i,':Tfl.
T:*:T.,.llL1;ffi
Jlltl'i::
atau perasaan DaLril LsrrrJoui,"?rn'0"*rr.
Dimensi emosi dari pikiran, yaltuperasaifj;:;;i::,ffi:;lffit';
il";;.*;j.cu
n'"*,itilJ;fu*v;
sendiri vangbersi
'"0"t.
$Xi.**iilrii',.,f"r*
duniakita
yangbersifat
atami
Qratural), obvek nvata tidak diberikan t"puaoliuil;; ;;;c
JiY
u"nou n1u'ni' melainkansebagai barang
yang telah
memiliki
'"ti
*toi'ii"n
upiio'i
t'"'*
ii"i
toa tanpa dibuktikan melalui
;;;;i;;""'"*::ll-S,*jl,Jf
;;*J;ffi'.11"l:1fi
,lJ"J.'":",i;l1li,'"llJ,
pada benda
murnl
lnl(terarah). Mendasarr
,'';;i;;;"'ionalitm ''''
nnt-
itittrt'
*tnunj't
nilai sebagair.enomena dasar
yang
;!iPo";;;
ajr"Jrrc,*""
aiau dikembalikan pada pemikiran
rasional,melainkana,r"n",'*aaluiintuisip",u,o"n.",hadapnilaitersebut.Dengan
demikian
nilai
telah#i;;;;;
s".aru kodroti)
dalam pefasaanintensional'
yangmerupakan hubungan intensional dari perasaan tersebut
(Emad' 1968: 5)'
MaxSchelerberpendapatbahwapit"*'u"butaterhadapnilailnilai
dinyatakan pada
kita
melatul
intuisi
emosional
lntuisi
memiliki
kemampuan yang tepatdalam*"nongko;-ni;
dan..tidak
t"'u"*t'["t
dasar pengalaman tellebih
dahulu terhadap
ouy"ttlt'at bernilai
y"'g ;;u;';'
odut
memahami
nilai'
kita mengetahui hal yangil;;';;;';""g
aiu"it""-fada
kita'secara
terang dan jelas' bahkan sekatipun*d;;;r"#uJ'*.rur"i'p".uo*u
nilai bersangkutan' Terdapat
suatu
jenis
pengalamanyang
obyeknli
,tf;
sekali
tidak
dapatditerima
olehil;,i;,;.-{:-:,;i*fuT.[,hfJ;,nf,*f,,:i",ru]!Hif
llliJfl
|ill;
jenis Pengalaman lnl n
diatur
dalam,uo,u
,uiu'n".i'vung
,",opr
voitir-f"niuru*-*
akan nilai-nilai
besertaketersusunannvo
vongLt"irut
nit"tutrtii
(Scheler'191 3: 255)'
Menur ut
Max
S cheler' kita
berhub"
;;;
;;"
;';
Y]:'"J:,f*i
if
hT'"tf"I
,",*"0,Yil[;'uilii,iilr??l;il,'l'
;#;[if *
nilai
Hubun
gan
emosionarkita
mendahutuikegrat#
t",.i.i,"ri-Ota.
Seluruh i,ubungan
utama.dengan dunia
tidak
hanya denganO"t"'i""t''i"tapl
;'gu
O"nguna"niu
batin' tidak hanya denganil;;;;;,ri:rHtrtt*i*1,1l:#1"::ffi
';'*::[lJ:i
j'"'"lxiTr
hubungan
PersePsl' nmewujudkann,uior'i",,i';il'd;il::::::l*::-,:T-il111ii,:il"T"ll';
Peratwn Nilai... (P Wahana)
unik, yang tidak berasal dari
pikiran. Etika
Max
Scheler harus diungkap sebagai yang tidak tergantung pada pikiran, melainkan pada perasaan (Deeken, 1974:
3l).
Dalam
proses dan tindakan cinta manusia menemukandan
memahami nilai. Manusia tidak pertamakali memiliki
suatu pengetahuanteoritis tentang
nilai, yang kemudian direalisasikan melalui tindakan cinta. Melainkan, pengalaman dan pelaksana-an cintaitu
menyingkapnilai-nilai
itu. Dalam pelaksanaan cinta kebaikan memancar dari pecinta dengan cara yang paling asli. Cintadisini
nampak sebagai gerakan dinamis terus menerus yang membimbing manusiake
nilailebihtinggidanmemungkinkannya mencapai kedudukannilai
ideal dalam kodratnya (Deeken, 197 4: 67 -6g).4.
SARANA
DAN
SIKAP
MAIVUSIA
MENEMUKAN
NILAI
sebelum manusia dapat menjadi manusia yang memikirkan dan menghendaki, manusia merupakan ada yang
mencinta.
Hati
manusia
bukanlah kekacauan dari keadaan perasaan yang buta,tetapi
merupakan pasangan yang teratur dari segala yangmungkin
berhubungan dengan tindakan mencinta.ordo
amoris (kecintaan hati yang teratur) manusia merupakan mikrokosmos dari dunianilai.
Ordo amoris adalah sama bagiseluruh
umat
manusia, sebab
dalamdiri
kita
masing-masingkita
menerima susunannilai
yang sama, meskipun kita masing-masing jugamemiliki
mikokosmos
nilai
khusus sesuai dengan perasaan masing-masing(Emad,
196g: g).susunan
nilai
yangobyektif
direfleksikan dalamsetiap
hati
manusia. Hati
manusia merupakan tempat ordoamoris dan
dengan demikian
merupakan mikro-kosmos seluruhdunia nilai yang
obyektif. Hati manusia tidaklah merupakan keadaan emosionalbuta yang
kacau,
melainkan
merupakan suatu pasanganteratur
daridunia
nilai. Max
scheler sangat tidak setuju dengan pendapat Kantbahwa
hati
dan perasaan manusia itu pada dasarnya kacau, sehingga membutuhkan pikiran praktis untuk membuatteratur.
Menurut
Max
Scheler,
hati orang yang secara moral baik pada dasarnya telah sesuai denganhierarki nilai obyektif. Dimensi
emosi manusia dibentuk oleh ordo amoris. Dan dapat dikatakan bahwa hati manusia merupakan tempat sehat secarasubyektifbagi
susunanobyektif
nilai-nilai
(Deeken, 1974: 179).Dalam
pengertiannormatif,
ordoamoris
menandakan susunancinta
yangbenar
secaraobyektif atau
pasanganteratur
dari hierarki
nilai
yang direfleksikan dalam hati manusia. Sedangkanbila
digunakan secaradeskriptil ordo
amoris berartisistem
penilaian aktual
sertapreferensi nilai
yangbekerja
di
dalam
kehidupanmanusia
individual. ordo
amoris
dengandemikian
merupa
kan
struktur
dasar penyusunan moralpribadi
danmerupakan dasar
bagi munculnya seluruh tindakan individual dari kebiasaan moraln ya.Boleh
dikatakan ordo amoris merupakan rumusanmoral
dasar
yang menjadi
acuan bagi kehidupan manusiadalam bidang
moral (Deeken, 1974:178).Melalui
cinta, manusiatidak
hanya memberi tanggapan terhadapnilai
yang telah diketahui, melainkania
menemukan
Nilai-nilai
baru. Dengan demikian cinta mendahului rasa akan nilai;ini
merupakan suatu kekuatan dinamis yang menggerakkanmanusia
untuk mencari
nilai
yang baru dan yang lebihtinggi.
cinta
memainkan peranan sebagai penemu dalampersepsi
nilai
kita. Cinta merupakan
suatu
gerak yang didalamnyanilai
barudan yang
lebih tinggi
memancar dan menampilkandiri,
'Widya
Dharma, Vol. 14, No.2, April 2004
Menurut Max Scheler, cinta adalah suatu "emosi", yang menurut arti katanya adalah suatu gerakan yang membimbing
kita
keluar dari keegoan kita, serta mengatasi keterbatasandiri
kita.
Cinta
bukanlah suatu
keadaan perasaan yangstatis,
tetapi merupakan gerakandinamis menuju nilai
yang lebihtinggi
serta
pribadi- pribadilainnya.
Pada suatu saatMax Scheler
menyatakan
cinta
sebagai suaturespor/
tanggapan terhadap nilai, namunlebih
penting dari sifat tanggapan dari cinta tersebut adalah aspekkreatif
dalam pengertian gerakan yang spontan serta dinamis dari tindakan manusiadalam
menemukanNilai
baru sertalebih
tinggi. Nilai
lebihtinggi
yang menjadi perhatian tindakan cinta tidaklahsudah
diberikan sebelumnya, tetapi hanya menampilkandiri
dalam proses dan gerakan cinta. Dalam pelaksanaan cinta kebaikan memancarkandiri
pada pencinta dalam cara yang paling asli. Dengandemikian
cinta memainkan perananyangkreatif
dalam menemukan
nilai
(Deeken,l9i4:L8l).
Ada pepatah umum mengatakan bahwa cinta itu buta, namun
bagi
Max Scheler justru yang sabaliknya itu benar. Cinta sejati membuka mata rohani kita terhadapNilai
yang lebih tinggidalam obyek yang
kita cintai.orang
menjadi buta, karenatergila-gila
atau digerakkanoleh doronganinderawi,bukan cinta
sejati.cinta
membangunvisi
serta pengetahuanlebih
mendalam.
cinta
merupakan
pembangkit untuk
mengetahui dan menghendaki; merupakaninduk
bagi
semangat danpemikiran itu
sendiri. Dalam tulisan-tulisannyaMax
Scheler berulangkali mengemukakan masalahbagaimana
cinta dan
pengetahuan berhubungan satu samalain, lebih
tepatnya bagaimana cinta berhubungan dengan pemahaman manusiaakan
nilai.
Kenyataan nilai tidak dapat diketahui secara tuntas, dan tak seorang priba<Ji pun dapat memahami dan merealisasikan secara tuntas segalanilai-nilai
yang mungkin. Setiap pribadi akan memilih dan memusatkan pada sektornilai
yang terbatas serta ia akan memotong dan mengambil dari kekayaan nilai yangtak
terbatas dari dunia nilai (Deeken, 1974: 185).Cinta
merupakan suatugerakan,yang berjalandari nilai
lebihrendahmenuju nilai yang lebih tinggi, yang di dalamcinra
rersebut nilai yang lebih tinggi dari obyek atau person segera bersinar pada kita; sedangkan benci bergerakdalam
arah yang berlawanan, yaitudari
nilai
lebihtinggi
menujuke
nilai yang
lebih rendah. Bencimelihat ke
kemungkinan
beradanya
nilai
lebih
rendah,
serta menghapuskankemungkinan
nilai
yanglebih tinggi.
Sedangkan
cinta
melihat
pada penetapankemungkinan
nilai
yang
lebih
tinggi, di
samping mengusahakan penghapusan kemungkinannilai
yang
lebihrendah.Cintamembawa
nilaiyang
sama sekali baru dan lebih tinggi ke dalam eksistensi, sedangkanbenci dalam
arti
yang tegas merusaknilai
yang lebih
tinggi, serta
memiliki
dampak
tambahan menumpulkan
serta mengaburkan perasaankita
terhadapNilai
serta kekuatan untuk membedakannya (Scheler, 1954: 152-154).5.
PERANAN
NTLAI
BAGI
PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
Nilai
merupakan obyek sejati bagitindakan
merasakanyang terarah
(inten-sional).Isi
nilai
perasaanintensional
tersebut telah tersedia terlebih dahulu sebelum adanya tindakan kesadaran lainnya. Dalam setiap pengalaman, termasuk memimpikan ataupun mengharapkan, selalu ada pengalamantentang
nilai.
Sehingga, meskipun sedikit, kita tentu tertarik ataupun menghindar darihal
yang
kita
alami, Dengan kata lain, kitatertarik
pada ataupun menghindar dari seluruh obyek setiap jenis pengalamankita.
Ini
menyangkutbaik
barang yang secara nyatakita terima
maupun berkenaan dengan obyek pemikiran, kehendak, maupun ingatankita. Dalam
seluruh pengalaman,Peratmn Nilai ... (P. Wahana)
baik pengalaman tentang
nilai
ataupun pengalaman tentang yang tidak bernilai sudahada sebelumnya secara alami (Frings, 1965: g7).
Max Scheler membandingkan antara cara bagaimana
nilai
diberikan dan tersedia secara kodratimelalui
perasaanintensional
sebagai hubunganintuitif
dengan cara bagaimana warna diberikan dan tersedia secara kodrati pada indera penglihatan, suara pada indera pendengaran, dan konsep pada tindakanberpikir.
suatu adayang
hanyamemiliki pikiran
dan kehendak, namun tidakmemiliki
perasaanintensional,
tentu saja tidak dapat memiliki pengalaman akan nilai sama sekali; halini
dapat dibandingkan dengan seorang buta sejak lahir,tidak
pernahmempunyai
warna daiam pengalaman inderanya. Tindakan merasakan secara intensional merupakan suatu intensionalitasasli yang
mengarah pada obyek yang sebenarnya,yaitu nilai,
Dalam hidup
praktis, pengalamannilai
semacamitu
sangatjelas
berlangsungdalam
tindakan mencinta, yang mendasarisegala
perasaan intensional.setiap
pertimbangan atau pemikiran tentangperson
berda sar pada pengalaman emosionalterhadap nilai
yang
telah berlangsung sebelum tindakanberpikir;
tindakancinta
sudah adadi
sana
terlebih dahulu sebelum memikirkannya. Demikian pula dalam suatu situasi yang sebaliknya,yaitu
dalam pengalaman pertentangan antarpribadi
(person), orang pertama-tamatidak
mengetahui pertimbangannya mengapa seorang person tidak senang pada kita.Ternyata rasa
tidak
senang
itu
sudah ada
terle.bih dahulu,
sebelum
orang
mempertimbangkan mencari alasannya.Dari
hal
ini kita
menemukan relevansi darifenomenologi,
yaitu
bahwa tindakan mencinta
dan
membenci
merupakan dasarbagi
segala tindakan menghendaki dan memikirkan (Frings, 1965: gg).Keharusan
secara essensial berdasarkan pada hubunganantara
nilai
danrealitas
yang
mewujudkannya.
Keharusanselalu memiliki
dasarnyadalam
nilai
yang
dipandangmemiliki
kemungkinanmenjadi
riil,
yaitu
dapatierwujud
dalam kenyataan. Hubungan antara keharusan idealdan
nilai
secara mendasar ditentukan dua aksioma berikut ini: suatu nilai positip harus ada (terwujud dalam realitas inderawi), sedangkan suatu nilai negatip harus tidak ada (tidak terwujud dalam realitas inderawi). Keterjalinan dari aksioma ini tidaklah timbal balik, melainkan searah: setiap keharusanmemiliki
landasandalam
nilai,
namun nilai
tidak
berdasarkan dalam keharusan. Sesuai denganaksioma
tadi,
hanya nilai
dapatmemiliki
keberadaannya (ketidak beradaannya);dengan
demikian jelaslahbahwa nilai
merupakan dasar bagi suatu keharusan. Keberadaannilai
positip dengan sendirinya adalahnilai yang harus
ada dalam kenyataaninderawi; sedangkan
keberadaannilai
negatip dengan sendirinya adalahnilaiyangseharusnyatidak
ada dalamkenyataanindirawi.Keberadaan nilai
pada dasarnya dinyatakan tanpa tergantung pada keberadaannya secara eksistensialterwujud
dalam
realitas.
Sedangkan
setiap
keharusan berhubungan
dengan keberadaannyanilai
secaraeksistensial
dalam realitas inderawi. Dengan demikian setiap keharusan merupakan keharusan bagi terwujudnya sesuatu secara eksistensialdalam
realitas. Dengan demikianjika
sesuatu tidak adadan
kita
mengatakan bahwa sesuatu harus ada, maka sesuatu tersebutdiketatahui
sebagai yang tidak eksis, namundituntut untuk
ada./eksisdalam realitas;
danjikakitamengatakan
bahwa
sesuatuharus
tidak ada, maka sesuatu sebagai yang eksis, namundituntut untuk
tidak ada/ eksis dalam realitas (Scheler, 1973 206-207).Widla Dharma, Vol. 11, No 2, April2004
akan adanya
nilai
negatif yang terwujud dalam realitas mengharuskan dan mendorongorang
bersangkutan
bertindak meniadakan
nilai
negatif
tersebutdari
realitas kehidupanini.
Tersedianya nilai positif (dalam dunia
nilai)
memungkinkan orang menangkapdan
merasakannilai
tersebut, dan orang bersangkutanterdorong bertindak
untuk mewujudkannya dalamrealitas,
sedangkanterwujudnya nilai
negatif dalam realitas inderawi mendorong orangyang
mel'asakannya untuk bertindak menghapuskannya darirealitas kehidupan.
Demikian pula adanya ketersusunannilar
secara hierarkis memungkinkan orang untuk melakukan preferensi, yaitu orang membandingkan nilai yangsatudengannilailainnyadan
selanjutnyalebih
nrendahulukannilailangsatu
iu.iloau
nilai
yang
lain;
nilai
yang satu dirasa lebih luhur daripadanilai
1'ang lain.Hal
ini
mendorong orang untuk bertindakmewujudkan
nilai }'ang lebih
tinggi/
diutamakan daripadanilai
lainnya yang lebih rendah.Dengan mewujudkan
nilai-nilai
dalam tindakan-tindakannl a. sebenarnya or-ang sekaligus membor-angun dan membentuk kepribadiannya. Kepribadian bukanlah suatu substansi tetap yang mendasari seluruh keberadaan dan perkemb'angrn manusia,melainkan
merupakan kompleks kualitasdiri
seseorang yang telah berh.rsrl dibangunmelalui
tindakan-tindakannya. Sehingga kepribadian seseorangdal;m
kehidupandi
dunia ini bukan merupakan sesuatu yang sekali terbentuk dan bersifetretlp.
melainkan terbentuk dan berkembang melalui tindakan-tindakannya. N{isalnlr
rrlrrle jahat tentu saja terbentuk oleh tindakan-tindakan yangjahat, dan orang yangbark
rerbentuk oleh tindakan-tindakanbaik; penipu
terbentukoleh
tindakan-tindakan)Jng
lrdakjujur,
sedangkan orangjujur
terbentuk oleh tindakan-tindakan yang didlsan ke-;u-1uran; pencuridtbentuk oleh tindakan-tindakan pengambilan barang-barang
miIk
oranglain
untukdirinya,
sedangkan penderma terbentukoleh
tindakan-tindakan memberikan hartamiliknya
untuk orang lain.6.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas dapatlah disimpulkan pandangan
\Iax
Scheler tentangNilai
sebagai berikut:I.
Niiai
merupakan kualitas yang perwujudannyadalam
realitas empirisini
selalu melekat pada barang/hal/pribadi bernilai.2.
Nilai
meskipun terwujudnya
dalam realitas empiris
selalumelekat
pada halbernilai,
namun keberadaannyatidak
tergantung pada halbernilai
bersangkutan dan secaraapriori memiliki
keberadaan dan ketersusunan hierarkis y'ang bersifatobyektifdan
absolut dalamdunia nilai.
3.
Manusia
dengan
sikap keterbukaan dan ketearahannyadimungkinkan
mampu merasakan nilai bersangkutan.4.
Manusia
dengan cintadan
ketersusunanhatinuraninya
mampu menangkap dan merasakandunia
nrlai serta ketersusunannya yang bersifat hierarkis.5.
Dengan merasakannilaiyangdihadapinya,
manusia terdorongsebagai kewajiban untuk mewujudkan nilai positip dan menghapuskannilai
negatip dalam realitaskehidupan
ini,
serta terdorong sebagai kewajiban untukmewujudkan nilai
yang lebihtinggi
tingkatannya daripadanilai
yang sudah ada dalam realitas kehidupan ini.6.
Tindakan-tindakanmewujudkan
nilai-nilai itulah
akan dapat membangun dan membentuk kepribadian orang terkait. Sehingga kemampuan orang untuk merasakanPeranan Nilqi ... (p. Wahana)
dan menangkap
nilai-nilai
serta mewuiudkannyamelalui
tindakan-tindakan akan menentukan kualitas kepribadian orang bersangkutan.DAFTAR KEPUSTAKAAN
Deeken,
A.
1974. process and permanence in Ethics.Max
scheler,sMoral
philoso-phy.
New York: paulist press.Emad, Parvis. 1968. ,.The Great Themes
of
Scheler,,, dalamXII
(Spring) t968,4-tZ.
Frings, Manfred S. 1965. .,Max Scheler. Non_formal Ethics
in
losophyToday,IX
(Summer) 1965, g5_93.Philosophy
Today,Yol.
OurTime"
dalamPhi-Frondizi,
R.
197r. what
is
varue?An
Introduction
to
Axiology.Iilinois/La
salre:Opencourt Publishing Co.
Hartmann,
wilfried.
1968."Max
Scheler's Theory ofperson"
dalam philosophy To_day,
XI
(Wi nter) t9 68, 246-26t,
Lauer, Quentin. 1961. "The phenomenological Ethics of
Max
Scheler',dalam: Inter_ national Philosophical
euarterly
I (May, 196l),273_3m.
Luther,
A'R.
1970. "scherer's Interpretation of Being asLoving",
dalam
phirosophy Today,XIV
(Fall)
1970,2t7-228.Magnis-Suseno,
Franz. zo0o.
r2
TokohEtika Abad
Ke-20,
yogyakarta:
penerbit Kanisius.Nota, John
H.
1983. Max scherer: The Manand
Hiswork. chicago,
Ilrinois: Franciscan Herald Press.owens, Thomas J.
i968.
"scherer's
'emotive'ethics"
daram philosophyTbday,xrr
(Spring) 1968,t3-20.
Scheler,
Max'
1954, The Nature of sympathy. Translatedby
peter
Heath,B.A.
Lon-don: Rutledge&
Kegan paulLtd.
1961. Man's prace
in
Nature.Translated
by
Hans
Meyerhoff.
New York: The Noonday press.1973.
Formalisnr
in
Ethics and Non-formar Ethicsof
varues. Trans-lated by Manfred s. Frings&
Rogerc.
Funk- Evanston: Northwestern Univer-sity Press..
1994. Ressentimenr.Translated
by Lewis
B.
coser
&
william
wHoldheim.
Milwaukee
wisconsin:
Marquette University press.spader,
Peter
H.
r9i4.
"TheNon-formal
Ethicsof
value
of
Max
scheler and the Shift in his Thought", daramphilosophv
Tbday,XVII
(Falr)
1g74,217-233.1985. "perso_n,Acts and
Meaning:
Mai
scheler;s
Insight",
daramThe
N ew S c I n las t ic is m,
Vol.LIX.
(Spring)
I 9 g5. Numbe r 2, 200_2i2. "1985. "The primacy of
rhe
Heart: Scheler'schallenge
to phenomeno_logy",dalam philosophy
Tbday,XXIX
(Fall) tgg5,2n-2;g.
wacek, Edward. 1979.
"Max
Scherer's Anthroporogy" dalam phirosoprty