• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2 Persentase responden berdasarkan jenis kelamin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2 Persentase responden berdasarkan jenis kelamin."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Jenis kelamin

Hasil wawancara terhadap 32 responden di Desa Jeruk Manis menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Jumlah responden laki-laki sebanyak 23 orang (72%) dan jumlah responden perempuan sebanyak 9 orang (28%) (Gambar 2). Jumlah responden laki-laki lebih dominan karena laki-laki di desa ini lebih banyak berperan dalam mencari, menyediakan serta meramu tumbuhan menjadi minyak oles yang dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit. Dua orang belian (dukun) sebagai responden kunci (key informan) yang mengetahui banyak informasi tentang pemanfaatan tumbuhan juga berjenis kelamin laki-laki.

Gambar 2 Persentase responden berdasarkan jenis kelamin.

Pembagian tugas dan kewajiban pada dasarnya tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin. Hanya saja konstruksi di dalam kehidupan masyarakat luas sejak dahulu menyatakan bahwa laki-laki identik dengan pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik sedangkan pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan ketekunan lebih banyak dikerjakan oleh perempuan.

Laki-laki dan perempuan sama-sama berperan dalam mengerjakan kegiatan masing-masing. Bahkan dari bukti empiris, perempuan di Desa Jeruk Manis pun turut membantu laki-laki dalam upaya pemenuhan kebutuhan atau meningkatkan pendapatan keluarganya. Perempuan turut serta membantu laki-laki dalam

Laki-laki 72% Perempuan

(2)

memanen padi (Gambar 3a), berladang, atau mencari pakis di hutan (Gambar 3b). Kegiatan ini dilakukan tanpa mengenyampingkan kewajiban perempuan sebagai ibu rumah tangga.

(a) (b)

Gambar 3 Perempuan turut membantu laki-laki dalam meningkatkan pendapatan keluarga: (a) membantu memanen padi; (b) mengambil pakis.

Kegiatan yang dilakukan untuk membantu perekonomian keluarga seperti ditunjukkan pada Gambar 3 menjadi rutinitas setiap hari perempuan di Desa Jeruk Manis, tanpa menganggapnya sebagai beban berat. Perempuan juga mencangkul, merumput, menanam, mencari kayu bakar, menjadi buruh tani dan kegiatan bertani lainnya sebagai rasa tanggung jawab pada keluarga. Hal tersebut dijelaskan oleh Sajogyo (1987) bahwa beban kerja bagi perempuan pedesaan seringkali tidak terlalu dipermasalahkan dan tidak dianggap beban melainkan sebagai hobi dan didorong rasa tanggung jawab pada keluarga.

Rasa tanggung jawab yang dimaksud adalah perempuan di Desa Jeruk Manis merasa terpanggil untuk membantu ekonomi keluarga. Keberadaan desa yang berada di pinggir hutan dangan penghasilan masyarakat yang masih marjinal, dari kegiatan bertani (mencangkul dan menanam), berladang, mencari kayu bakar, mengambil pakis di hutan untuk lauk atau dijual, serta kegiatan lainnya, perempuan dapat turut meningkatkan pendapatan keluarga mereka atau setidaknya mengurangi biaya ketika memperkerjakan orang lain.

Peran serta perempuan dalam berbagai hal juga menandakan bahwa tidak ada batasan bagi setiap masyarakat di Desa Jeruk Manis untuk beraktivitas atau mengerjakan hal-hal tertentu. Akses perempuan memasuki kawasan hutan yang dianggap keramat dan angker, menjadi pertanda bahwa pemanfaatan sumberdaya

(3)

hutan tidak hanya dapat dilakukan oleh laki-laki namun juga perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya saling bahu membahu bekerja pada taraf kemampuannya untuk menopang ekonomi keluarga.

5.1.2 Kelompok umur

Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan, terutama untuk kebutuhan pangan dan obat-obatan di Desa Jeruk Manis sudah diketahui sejak zaman dahulu yang diwarisi dari nenek moyang atau orang tua mereka. Hal ini terlihat dari hasil wawancara yang menunjukkan keberagaman umur responden, mulai dari umur 18 tahun hingga yang tertua umur 82 tahun (Gambar 4).

Gambar 4 Jumlah responden berdasarkan kelompok umur.

Responden dengan kelompok umur 40-49 tahun lebih banyak dari pada kelompok umur lainnya yakni sebanyak 10 responden. Data ini tidak jauh berbeda dengan kelompok umur 60 tahun ke atas yakni 9 responden (kelompok umur tua). Jumlah yang relatif sama ini menunjukkan bahwa ada transfer ilmu pengetahuan atau kearifan tradisional dari kelompok umur tua (orang tua) kepada anak atau kelompok umur di bawahnya. Beragamnya kelompok umur ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis memiliki regenerasi yang diharapkan pun dapat menurunkan kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat kepada generasi selanjutnya.

Bukti empiris menunjukkan bahwa mereka yang tergolong dalam kelompok umur lebih dari 60 tahun, masih aktif bekerja seperti bertani di sawah ataupun mengerjakan kegiatan lainnya sendiri, tanpa menyusahkan orang lain.

2 6 10 5 9 0 2 4 6 8 10 12 <30 thn 30-39 thn 40-49 thn 50-59 thn ≥ 60 thn Ju m lah (o r an g)

(4)

Produktivitas usia tua atau usia jompo, tidak dapat dilepaskan dari gaya hidup dan kebiasaan pola konsumsi mereka yang tidak mengandung bahan pengawet, lemak dan manis, kebiasaan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran serta rutinitas di pagi hari sebelum beraktivitas mengkonsumsi secangkir kopi bubuk.

Minuman kopi mengandung kafein. Menurut Hardinsyah (2008), kafein sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan meningkatkan produksi urin. Dalam dosis yang rendah, kafein dapat berfungsi sebagai bahan pembangkit stamina dan penghilang rasa sakit. Kandungan kopi inilah yang kemudian menjadi perangsang bagi masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis termasuk kelompok umur tua untuk tetap semangat bekerja sehari-hari.

Tidak ada batasan spesifik dalam kebudayaan atau kebiasaan masyarakat Desa Jeruk Manis mengenai usia produktif dan non produktif karena batasan-batasan ekonomis atas usia seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sebagai ilustrasi, seorang anak berumur 10 tahun di Desa Jeruk Manis ternyata telah bekerja dan secara ekonomis terlibat dalam sistem-sistem produksi seperti mengambil pakis di hutan yang kemudian mereka jual atau seorang nenek berumur lebih dari 70 tahun juga masih terlibat dalam kegiatan yang sama (Gambar 5). Dengan kata lain, nenek tersebut masih menjalankan perilaku ekonomis meski keadaan biologisnya dikatakan non produktif lagi.

Gambar 5 Seorang nenek menjual pakis yang diambilnya dari kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR.

5.1.3 Pendidikan

Tingkat pendidikan responden di Desa Jeruk Manis umumnya rendah. Sebagian besar responden tidak pernah mengenyam pendidikan formal atau hanya

(5)

sampai pada tingkat pendidikan sekolah dasar (SD), itu pun tidak sampai selesai. Teridentifikasi masing-masing 37% (12 orang) responden tidak pernah sekolah dan hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar SD, sedangkan sisanya sebanyak 4 orang (13%) lulus sekolah menengah atas (SMA) dan masing-masing sebanyak 2 orang (6%) yang pernah mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) dan mencapai jenjang perguruan tinggi (Sarjana).

Rendahnya tingkat pendidikan tersebut disebabkan oleh minimnya sarana pendidikan dan lokasi pemukiman di Desa Jeruk Manis yang berada jauh dari pusat kota. Jarak tempuh desa ini dengan pusat kecamatan mencapai 12 km dengan kondisi jalan yang sebagian rusak parah. Kondisi ini menyebabkan masyarakat khususnya anak-anak kesulitan untuk mengikuti proses pendidikan.

Pada saat responden mengenyam pendidikan dasar, sekolah dasar inpres hanya terdapat di Desa Kembang Kuning dan Desa Kota Raja dengan jarak tempuh mencapai ± 8 km, sehingga tidaklah mudah untuk dijangkau dengan hanya berjalan kaki. Sampai saat ini sarana pendidikan yang telah dibangun di Desa Jeruk Manis adalah dua bangunan SD dan satu bangunan SMP di Dusun Gawah Buak. Komposisi tingkat pendidikan responden berikut tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6 Komposisi tingkat pendidikan responden.

Keberadaan ekonomi keluarga juga menjadi faktor pembatas responden di Desa Jeruk Manis untuk dapat terus melanjutkan pendidikannya. Hanya mereka yang memiliki perekonomian mapan yang mampu menyekolahkan anaknya

2 12 4 2 12 0 2 4 6 8 10 12 14

Sarjana SD SMA SMP/MTS Tidak Sekolah Ju m lah r e sp o n d e n Tingkat pendidikan

(6)

sampai pada jenjang perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan juga disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Budaya berladang masyarakat yang lokasinya jauh dari pemukiman juga menyulitkan proses peningkatan pendidikan bagi anaknya karena anak-anak tersebut sejak kecil sudah dilibatkan dalam kegiatan berladang. Setidaknya inilah beberapa faktor yang memperkuat kondisi tingkat pendidikan di desa ini yang masih rendah.

Kondisi pendidikan responden di Desa Jeruk Manis, tidak berpengaruh besar terhadap pengetahuan dan penggunaan tumbuhan sebagai bahan pangan dan obat tradisional. Hal ini karena dasar utama dalam pemenuhan kebutuhan akan pangan dan obat-obatan tersebut didasarkan pada kebiasaan atau kearifan tradisional masyarakat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.

5.1.4 Pekerjaan

Mata pencaharian utama responden di Desa Jeruk Manis adalah bertani dan berternak. Kegiatan bertani merupakan kebutuhan hidup bagi masyarakat di Desa Jeruk Manis. Mereka memenuhi kebutuhan akan beras yang merupakan makanan pokok masyarakat, bukan dari hasil membeli melainkan mengusahakannya sendiri dengan cara bertani. Warisan nenek moyang berupa lahan dipergunakan secara turun temurun untuk bertani. Beberapa di antaranya juga dijadikan sebagai ladang atau kebun yang ditanami tumbuhan pangan seperti kopi, kelapa, mangga, manggis dan tumbuhan lainnya.

Adapun kebiasaan berternak juga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis. Masyarakat di desa ini biasa memelihara ternak seperti sapi, ayam dan bebek. Kegiatan berternak dianggap tidak menyusahkan dan dapat berjalan beriringan dengan kegiatan bertani. Ternak sapi yang dipelihara dipergunakan untuk membantu membajak sawah juga limbah (kotorannya) dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Setiap pagi hari umumnya responden berangkat menyabit rumput untuk pakan ternak. Rumput-rumput tersebut ada yang berasal dari dalam kawasan hutan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), ada juga yang berasal dari pinggiran hutan, pinggir kebun atau di sekitar sawah masyarakat. Sepulang menyabit

(7)

rumput, responden yang berprofesi sebagai petani pergi ke sawah atau berladang sampai dengan sore hari.

Alasan lainnya yang menyebabkan responden di Desa Jeruk Manis memelihara ternak khususnya sapi karena kesadaran mereka bahwa hasil panen tidak dapat selalu diandalkan dan tidak dapat dipanen setiap saat, sementara itu kebutuhan ekonomi terkadang tidak bisa diduga-duga. Terkadang mereka dihadapkan pada keadaan atau persoalan yang membuat mereka harus mengeluarkan uang tunai pada saat itu juga, seperti anak yang sakit atau hal tak terduga lainnya. Ternak yang dipelihara ini, menjadi aset yang dapat dijual kapan pun untuk memenuhi kebutuhan mendesak tersebut. Terhitung satu ekor sapi dewasa dapat laku terjual berkisar Rp. 3.000.000,- – Rp. 5.000.000,- tergantung pada kondisi sapi saat dijual.

Selain bertani dan berternak, mata pencaharian lain responden adalah sebagai PNS (pegawai kantor desa), wiraswasta (pedagang), penjaga rumah,

pekasih (petugas pengatur air sawah penduduk) dan menjadi belian (dukun).

Penghasilan yang diperoleh dari beberapa profesi ini juga beragam dan cenderung tidak tentu. Responden yang bekerja sebagai pekasih dan belian mengaku hanya diupah dengan barang, hasil kebun atau hasil panen berupa gabah dan itu tergantung pada keikhlasan pemberi. Gambar 7 berikut ini menunjukkan komposisi pekerjaan responden.

Gambar 7 Komposisi pekerjaan atau mata pencaharian responden.

3 8 2 16 1 1 3 2 0 5 10 15 20 Buru Tani Ibu Rumah Tangga Belian (Dukun) Tani dan Tenak Tani, Pekasih (Pengatur Air) Tani, Penjaga Rumah (Vila) Wiraswasta PNS Jumlah responden P e k e r jaan atau m ata p e n c ah ar ian

(8)

5.2 Tumbuhan Pangan

5.2.1 Keanekaragaman spesies

Keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis mencapai 215 spesies dari 72 famili. Spesies tumbuhan tersebut meliputi spesies liar, spesies semi budidaya (sebagian sudah mulai ada yang dibudidayakan, namun masih ada yang liar) dan tanaman budidaya.

Tumbuhan yang digunakan untuk bahan pangan teridentifikasi sebanyak 136 spesies dari 53 famili (Lampiran 1). Sebagian besar spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat untuk pangan dan obat masih berupa tumbuhan liar. Beberapa spesies yang biasa digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari juga telah dibudidayakan dengan ditanam di kebun dan di sekitar pemukiman atau pekarangan rumah. Tumbuhan semi budidaya merupakan tumbuhan yang oleh sebagian warga masyarakat dianggap penting untuk menunjang kesehatan atau sebagai sumber pangan tambahan sehingga ada yang dibudidayakan namun juga beberapa ditemukan tumbuh liar di berbagai tempat. Pengetahuan dan penggunaan tumbuhan berdasarkan status budidaya (liar, semi budidaya dan budidaya) tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8 Pengetahuan dan penggunaan tumbuhan berdasarkan status budidaya.

Selain berfungsi sebagai pangan, ternyata beberapa tumbuhan pangan yang yang digunakan masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, juga berkhasiat

42% 52% 6% Budidaya Liar Semi Budidaya

(9)

obat. Istilah ini lebih dikenal dengan sebutan pangan fungsional. Artinya bahan pangan yang dikonsumsi bukan saja mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampilan dan cita rasanya menarik, tetapi juga memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh seperti mengobati penyakit-penyakit tertentu.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menjelaskan, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK 00.05.52.0685 Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional, yang dimaksud dengan pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Terdapat sebanyak 77 spesies tumbuhan pangan fungsional yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% tumbuhan pangan yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di desa ini, selain untuk memenuhi kebutuhan pangan, juga berkhasiat obat yang dapat mengobati berbagai macam penyakit. Daftar rinci tumbuhan pangan fungsional tersaji pada Lampiran 2.

Gambar 9 Jumlah tumbuhan yang diketahui dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat tradisional.

Tumbuhan Obat Tumbuhan Pangan 59 spesies 77 spesies 79 spesies

(10)

5.2.2 Keanekaragaman famili

Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan familinya dikelompokkan ke dalam 53 famili. Gambar 10 menunjukkan bahwa urutan teratas jumlah spesies berdasarkan famili adalah famili Fabaceae dengan jumlah 11 spesies.

Gambar 10 Jumlah spesies tumbuhan pangan berdasarkan famili.

Beberapa spesies dari famili Fabaceae seperti antap (Vigna sinensis), bage (Tamarindus indica), botor (Psophocarpus tetragonolobus), buncis (Phaseolus

vulgaris), kacang tana` (Arachis hypogea), kedelai (Glycine max), ketujur

(Sesbania grandiflora) dan komak (Lablab purpureus) merupakan bahan pangan yang digunakan sebagai sayur dan ditemukan cukup melimpah. Spesies dari famili Fabaceae ini khususnya antap, botor, buncis dan komak merupakan spesies yang telah dibudidayakan oleh masyarakat.

Masyarakat di Desa Jeruk Manis membudidayakan sayur-sayuran untuk pemenuhan kebutuhan hidup atau kebutuhan rumah tangga sendiri. Warga masyarakat menanam sayur-sayuran tersebut di pekarangan rumah, kebun atau ladang. Bahkan sisa pematang sawah pun sering digunakan sebagai lahan menanam sayuran (Gambar 11).

0 2 4 6 8 10 12 Araceae Arecaceae Cucurbitaceae Euphorbiaceae Fabaceae Moraceae Myrtaceae Poaceae Rubiaceae Rutaceae Solanaceae Zingiberaceae 4 5 7 6 11 5 6 5 4 5 6 9 Jumlah spesies F am il i

(11)

(a) (b)

Gambar 11 Sayur yang ditanam di pematang sawah: (a) antap (Vigna sinensis); (b) botor (Psophocarpus tetragonolobus).

Dominasi spesies dari famili Fabaceae (polong-polongan) yang dikembangkan dan ditanam oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis karena kondisi lingkungan wilayah ini. Menurut Wisnu et al. (2004), wilayah Desa Jeruk Manis yang dulunya berada pada administrasi Desa Kembang Kuning masuk dalam kategori agroekosistem lahan kering, terletak di daerah pinggiran hutan dengan sistem pertanian berbasis perkebunan.

Soil Survey Staffs (1998), mendefinisikan lahan kering sebagai hamparan

lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Hal ini juga dipertegas oleh Suwardji dan Tejowulan (2002) yang mendefinisikan lahan kering sebagai hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Dengan kata lain struktur tanah, siklus air, karbon dan hara, kurang menunjang bagi kualitas tanah yang baik (tingkat kesuburan tanah rendah).

Penanaman spesies polong-polongan (famili Fabaceae) yang dapat bersimbiosis dengan bakteri nitrogen yakni Rhizobium leguminosarum, maka akan terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah. Bakteri ini hidup dalam akar membentuk nodul atau bintil-bintil akar. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman polong

(12)

hidup. Senyawa nitrogen inilah yang dapat menambah kesuburan tanah (Simanungkalit et al. 2006).

Kearifan tradisional masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis dalam hal pemilihan spesies polong-polongan, menunjukkan bahwa sekalipun hal yang mereka kerjakan tidaklah berlandas pada ilmu pengetahuan yang ilmiah, namun kearifan tradisional tersebut telah membuktikan bahwa apa yang dikerjakan dapat berhasil dan menjadi pekerjaan sampai dengan saat ini. Kebiasaan masyarakat di Desa Jeruk Manis dengan menanam spesies polong-polongan ternyata telah meningkatkan kesuburan tanah setempat.

Spesies lain yang banyak ditanam dan dipelihara oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis adalah spesies dari famili Zingiberaceae. Beberapa spesies dari famili ini adalah jahe (Zingiber officinale), kunci (Gastrochilus panduratum), kunyit (Curcuma domestica), kunyit asa (Curcuma xanthorrhiza), lengkuas/laos (Alpinia

galanga) dan sekur (Kaempferia galanga). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh

Rostiana et al. (1992) bahwa temulawak, jahe, lengkuas, kencur dan kunyit merupakan spesies yang telah memasyarakat pembudidayaannya dan banyak digunakan. Spesies dari famili ini oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis digunakan sebagai bahan penyedap, perasa atau bumbu masak juga obat tradisional.

Spesies-spesies dari famili Zingiberaceae ini sering menjadi campuran ramuan pada beberapa jenis penyakit. Salah satu spesies tersebut adalah sekur (Kaempferia galanga) (Gambar 12). Sekur atau kencur ini digunakan sebagai campuran (komplementer) untuk mengobati penyakit seperti sariawan, sakit perut, batuk, panas bahkan kanker.

(13)

Famili terbanyak ketiga yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis adalah famili Cucurbitaceae. Beberapa spesies dari famili yang dikenal sebagai suku labu-labuan ini di antaranya adalah bokar/sondak (Lagenaria leucantha), jebet/jepan (Sechium edule), pria (Momordica charantia) dan wolu (Cucurbita moschata). Spesies-spesies ini lebih banyak digunakan sebagai sayur mayur.

5.2.3 Keanekaragaman tipe habitat

Tumbuhan pangan yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis berasal dari berbagai tipe habitat, seperti hutan, kebun, kolam ikan, lapangan bola, pekarangan, pingir jalan dan pinggir kali hingga di sawah. Komposisi tumbuhan pangan berdasarkan tipe habitat tersaji dalam Gambar 13 berikut ini.

Gambar 13 Komposisi tumbuhan pangan berdasarkan tipe habitat.

Penemuan tipe habitat atau lokasi tempat tumbuh paling banyak terdapat di kebun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sebagian besar spesies yang diketahui dan digunakan tersebut adalah spesies yang sebenarnya telah dibudidayakan di kebun. Seperti data status budidaya spesies tumbuhan pangan yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis yang menunjukkan bahwa spesies budidaya lebih banyak dari pada spesies liar ataupun spesies semi

0 20 40 60 80 100 Hutan Kebun Kolam ikan Lapangan bola Pekarangan Pinggir jalan Pinggir kali Sawah 64 91 2 1 59 10 9 25 Jumlah spesies Ti p e h ab itat

(14)

budidaya (sebagian sudah mulai ada yang dibudidayakan, namun masih ada yang liar) (Gambar 14).

Gambar 14 Pengetahuan dan penggunaan tumbuhan pangan berdasarkan status budidaya.

Pada beberapa spesies tertentu, lokasi tempat tumbuh/tipe habitat yang ditemukan tidak hanya berada pada satu tipe, tetapi bisa jadi pada beberapa tipe. Salah satu spesies yang dapat ditemukan melimpah, bahkan tumbuh hampir di seluruh tipe habitat adalah bebele (Centella asiatica) (Gambar 15a). Kondisi ini seperti yang diungkapkan Dharmono (2007) bahwa Centella asiatica merupakan tumbuhan liar yang banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, maupun kebun. Oleh warga masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, spesies ini digunakan sebagai tumbuhan pangan dan juga obat tradisional.

Bebele (Centella asiatica) sebagai tumbuhan pangan lebih banyak digunakan sebagai sayuran. Penggunaan paling sederhana dari tumbuhan ini adalah menjadi lalapan atau diolah dengan cara direbus dan dijadikan urap. Biasanya bebele tumbuh dan berkembang dengan cara merayap di tanah dengan daerah sebaran dekat dengan sumber air.

Spesies yang ditemukan di kebun, selain merupakan hasil budidaya, ternyata terdapat spesies liar. Spesies tersebut adalah umbe atau omba (Piper umbellatum) (Gambar 15b). Umbe atau omba merupakan tumbuhan liar hutan yang kadang juga tumbuh di kebun. Warga masyarakat menjadikan spesies ini sebagai sayur. Biasanya umbe atau omba dapat tumbuh pada tempat-tempat yang lembab atau dekat dengan sumber air.

57% 35% 8% Budidaya Liar Semi Budidaya

(15)

(a) (b)

Gambar 15 Tumbuhan liar: (a) bebele (Centella asiatica); (b) umbe atau omba (Piper umbellatum).

5.2.4 Bagian yang digunakan

Bagian tumbuhan pangan yang digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis terbagi dalam 10 bagian. Bagian tumbuhan pangan yang paling banyak digunakan adalah buah (54%). Salah satu spesies liar hutan yang digunakan buahnya adalah terep (Artocarpus elasticus). Buah terep serupa dengan buah nangka kecil, dengan bau wangi yang kuat. Biasanya buah terep dimakan dalam keadaan segar atau diolah sebagai kue. Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) memasukkan terep sebagai spesies eksotik taman nasional (Gambar 16). Artinya bahwa spesies ini bukan merupakan spesies asli kawasan hutan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), melainkan hasil introduksi dari tempat lainnya.

(16)

Bagian lainnya dari tumbuhan pangan yang juga digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis adalah daun (17%), umbi (8%), rimpang/rhizoma (6%), seluruh bagian tumbuhan/herba (5%), batang (4%), umbut (3%) dan sisanya masing-masing 1% yakni bunga, kulit batang dan tunas. Selengkapnya jumlah spesies dan persentase tumbuhan pangan berdasarkan bagian yang digunakan ditunjukkan oleh Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah spesies dan persentase bagian tumbuhan pangan yang digunakan

No. Bagian Tumbuhan Pangan yang Digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)

1 Batang 6 4 2 Buah 80 54 3 Bunga 2 1 4 Daun 25 17 5 Kulit Batang 2 1 6 Rimpang/Rhizoma 8 6

7 Seluruh Bagian Tumbuhan (herba) 8 5

8 Tunas 1 1

9 Umbi 11 8

10 Umbut 4 3

Jumlah 147 100

Spesies lainnya yang juga berasal dari hutan dan digunakan buahnya adalah blincang (Begonia sp.) (Gambar 17). Karena rasanya yang asam, tumbuhan ini sering digunakan sebagai bumbu masak pengganti bage (asam). Tidak hanya buahnya, blincang ini juga digunakan bagian batangnya.

(a) (b)

(17)

Beberapa spesies tumbuhan pangan yang digunakan bagian daunnya oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis, umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sayur mayur. Dominasi terbanyak dari spesies yang digunakan daunnya ini merupakan spesies liar yang salah satunya tumbuh dan berasal dari kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR. Beberapa spesies tersebut di antaranya adalah jaong (Rorippa indica), jukut hutan (Syzygium sp.), kayu pelina (Ardisia lanceolata) (Gambar 18a), ketepu (Ophiorrhiza neglecta) (Gambar 18b) dan banyut (Tricalysia singularis).

(a) (b)

Gambar 18 Spesies tumbuhan pangan hutan yang digunakan bagian daunnya: (a) kayu pelina (Ardisia lanceolata); (b) ketepu (Ophiorrhiza neglecta).

5.2.5 Keanekaragaman habitus

Spesies tumbuhan pangan dibagi dalam 7 kelompok habitus yaitu epifit/benalu, herba, liana, pakis-pakisan, perdu, pohon dan semak. Jumlah spesies dan persentase tumbuhan pangan berdasarkan habitusnya terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah spesies dan persentase tumbuhan pangan berdasarkan habitusnya

No. Habitus Tumbuhan Pangan Jumlah (spesies) Persentase (%)

1 Efipit/benalu 2 2 2 Herba 40 29 3 Liana 20 15 4 Pakis-pakisan 1 1 5 Perdu 25 18 6 Pohon 40 29 7 Semak 8 6 Jumlah 136 100

(18)

Habitus dengan jumlah spesies terbanyak adalah pohon dan herba yakni sama-sama 40 spesies atau 29% dari total tumbuhan pangan yakni 136 spesies. Beberapa spesies tumbuhan pangan yang berhabitus pohon adalah gumitri (Elaeocarpus sp.), kayu manis (Cinnamomum burmannii), cengkeh (Syzygium

aromaticum), nangka (Artocarpus heterophyllus), pokat (Persea americana),

durian (Durio zibethinus), randu (Ceiba Pentandra) dan lekong (Aleurites

moluccana).

Spesies-spesies berhabitus pohon di atas merupakan spesies yang berada di hutan. Bahkan oleh Taman Nasional Gunung Rinjani memasukkan nangka (Artocarpus heterophyllus), pokat (Persea americana), durian (Durio zibethinus), randu (Ceiba Pentandra) dan lokong (Aleurites moluccana) sebagai spesies-spesies eksotik kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR.

Habitus yang memiliki jumlah spesies paling sedikit adalah pakis-pakisan (1 spesies). Spesies tersebut adalah pakis/paku bele atau paku manis (Diplazium

esculentum).

5.2.6 Sumber karbohidrat

Padi merupakan makanan pokok dan sumber karbohidrat utama masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis yang diperoleh dari mata pencaharian mereka yaitu bertani. Pemenuhan kebutuhan akan karbohidrat lainnya selain padi (Oryza

sativa) terdapat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Pemenuhan kebutuhan karbohidrat selain padi (Oryza sativa)

No. Spesies Tipe habitat

1. Ambon gula (Ipomoea batatas) hutan, Kebun, Pinggir jalan (semi budidaya) 2. Ambon jawa (Manihot utilisima) kebun, pekarangan (budidaya)

3. Biraq (Alocasia 'Portora') hutan, kebun, pekarangan (semi budidaya) 4. Gadung (Dioscorea hispida) hutan, kebun (semi budidaya)

5. Jagung (Zea mays) kebun (budidaya)

6. Loma` (Xanthosoma violaceum) kebun, pekarangan, pinggir kali (semi budidaya) 7. Marus (Maranta arundinacea) pinggir kali (liar)

(19)

Padi yang sering ditanam oleh masyarakat di desa ini terbagi dalam empat varietas. Keempat varietas tersebut biasa dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama padi bulu, padi gama, padi merah dan padi kombo. Hasil panen padi biasanya tidak dijual oleh masyarakat melainkan disimpan untuk memenuhi kebutuhan beras sampai dengan tiba masa panen selanjutnya. Hasil panen yang disimpan tersebut tidak dalam bentuk beras langsung melainkan gabah kering. Hal ini dilakukan agar beras yang dimakan tetap bagus dan tidak rusak.

Biasanya masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis menyimpan gabah di suatu tempat semacam lumbung padi yang diberi nama “pantek bale” (Gambar 19). Struktur bangunan yang menyerupai saung ini berbahan dasar kayu. Bagian yang digunakan sebagai tempat menyimpan gabah adalah bagian atas. Sementara bagian bawahnya menjadi tempat peristirahatan atau sekedar untuk duduk dan bercengkerama dengan keluarga.

Gambar 19 Pantek bale.

Proses pengolahan ambon gula, ambon jawa, biraq, gadung, jagung, loma`, marus dan tongei dilakukan dengan cara direbus, dikukus atau dibakar. Dalam pengolahan biraq ada sedikit perbedaan dengan sumber karbohidrat lainnya. Umbi dari tumbuhan ini tidak sembarangan dapat langsung diolah karena bila salah akan menimbulkan rasa gatal bagi orang yang memakannya. Kearifan tradisional atau kebiasaan orang tua terdahulu dalam mengolah tumbuhan ini, menjadi pengalaman berharga yang tidak ternilai harganya.

(20)

Biraq yang digunakan umbinya, saat akan diambil atau dipotong menggunakan parang harus mengikuti arah bawah ke atas. Artinya ayunan parang yang digunakan harus mengarah ke atas, bukan ke bawah. Kepercayaan ini ada kaitannya dengan mitos bahwa arahan parang dari bawah ke atas, dapat menghilangkan rasa gatal tumbuhan ini. Mereka mempercayai seiring dengan tebasan parang tersebut yang diarahkan ke atas, maka rasa gatal pada tumbuhan pun ikut pergi atau hilang.

Umbi biraq yang telah diambil juga dikupas lebih tebal dan direndam beberapa saat agar rasa gatal tersebut semakin hilang. Kebiasaan seperti ini sudah menjadi cerita dan sering dilakukan oleh beberapa masyarakat yang mempercayainya ketika akan mengambil atau mengkonsumsi biraq.

Selain biraq, gadung yang dikonsumsi oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis ini tidak serta merta langsung dapat direbus. Diperlukan perlakuan khusus terlebih dahulu karena bila salah pengolahannya dapat membuat orang yang memakannya menjadi pusing atau keracunan. Menurut Kardinan (2002), kandungan yang terdapat dalam umbi gadung adalah kandungan alkaloid yang dapat menimbulkan rasa pusing, mual, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis untuk menghilangkan efek tersebut dengan cara umbi gadung yang telah dikupas, diiris kecil-kecil kemudian direndam dalam air yang telah dibuburi garam. Dalam masa perendaman tersebut, gadung diinjak menggunakan lutut kaki. Hal ini berlangsung selama satu hari. Setelah melewati semua proses tersebut, keesokan harinya barulah gadung dicuci kembali (bilas) dengan air bersih dan direbus. Tujuan perendaman adalah untuk menghilangkan zat beracun dalam gadung.

5.2.7 Sumber protein

Sumber protein masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis umumnya berasal dari tumbuhan polong-polongan seperti antap (Vigna sinensis), bage (Tamarindus indica), botor (Psophocarpus tetragonolobus), buncis (Phaseolus

vulgaris), kacang tana` (Arachis hypogea), kedelai (Glycine max), ketujur

(Sesbania grandiflora) dan komak (Lablab purpureus). Sumber protein masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis tersaji pada Tabel 7 berikut ini.

(21)

Tabel 7 Sumber protein masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis

No. Spesies Tipe habitat

1. Antap (Vigna sinensis) kebun, pekarangan, sawah (budidaya) 2. Bage (Tamarindus indica) kebun (budidaya)

3. Botor (Psophocarpus tetragonolobus) kebun, pekarangan, sawah (budidaya) 4. Buncis (Phaseolus vulgaris) kebun, sawah (budidaya)

5. Kacang tana` (Arachis hypogea) kebun (budidaya) 6. Kedelai (Glycine max) kebun (budidaya)

7. Ketujur (Sesbania grandiflora) kebun, pekarangan, sawah (budidaya) 8. Komak (Lablab purpureus) kebun, pekarangan, sawah (budidaya)

Protein berfungsi sebagai zat gizi/nutrien yang mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan. Asupan protein baik hewani maupun nabati sehari-hari dapat digunakan untuk menyusun jaringan baru guna mengganti jaringan yang telah rusak dan mati serta untuk menyusun enzim dan hormon yang dibutuhkan. Hal ini seperti yang dikemukakan McGregor (2003), “When your body breaks down

damaged cells, the nutrients are reused within the body. This protein is available for cells being rebuilt. Only small amounts of protein are needed for formations of hormones, enzymes and antibodies”, bahwa ketika sel dalam tubuh dalam keadaan

rusak, protein memiliki kemampuan untuk membangun jaringan sel yang rusak tersebut juga untuk formasi hormon, enzim dan antibodi.

Menurut Koswara (2010) kacang-kacangan (polong-polongan) mempunyai keistimewaan yaitu berharga murah, berprotein tinggi, kandungan lemak pada umumnya baik untuk kesehatan dan mengandung berbagai mineral dalam jumlah yang cukup banyak. Menurutnya kacang-kacangan (polong-polongan) memberikan sekitar 135 kkal per 100 gram bagian yang dapat dimakan. Jika mengkonsumsi kacang-kacangan (polong-polongan) sebanyak 100 gram (1 ons), maka jumlah itu akan mencukupi sekitar 20% kebutuhan protein dan 20% kebutuhan serat per hari.

Tumbuhan pangan lainnya yang memiliki kandungan protein nabati di antaranya adalah jamur-jamuran, rotan dan beberapa varietas talas atau keladi. Spesies-spesies tersebut merupakan tumbuhan liar yang dominasinya ditemukan di hutan khususnya di kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR.

(22)

5.2.8 Sumber vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral adalah zat gizi yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kebutuhan akan vitamin dan mineral oleh warga masyarakat yang tinggal di Desa Jeruk Manis berasal buah-buahan dan sayur-sayuran. Melimpahnya buah dan sayur, baik liar maupun hasil budidaya membuat masyarakat di desa ini terbiasa mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran setiap harinya. Menurut Dalimartha dan Adrian (2011) asupan vitamin dan mineral dapat terpenuhi dari konsumsi buah dan sayur.

Vitamin dan mineral kadang-kadang disebut bahan gizi mikro. Vitamin dan mineral dibutuhkan untuk mendukung kinerja sistem metabolisme tubuh (Putri 2012). Tubuh manusia hanya membutuhkan bahan gizi mikro dalam jumlah sedikit, untuk mendukung reaksi kimia yang diperlukan oleh sel agar dapat hidup. Manusia memperoleh vitamin dan mineral ini dari makanan atau suplemen, karena tubuh manusia tidak mampu membuatnya. Berikut ini akan lebih dijelaskan tentang tumbuhan penghasil buah-buahan dan sayur-sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral warga masyarakat di Desa Jeruk Manis.

5.2.8.1 Penghasil buah-buahan

Tumbuhan di kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR banyak menyimpan hasil hutan non kayu berupa buah-buahan. Beberapa buah-buahan liar di kawasan hutan tersebut pun menjadi konsumsi masyarakat di Desa Jeruk Manis. Beberapa buah yang digunakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral tersaji pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8 Tumbuhan pangan buah yang digunakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis*

No. Spesies Tipe habitat

1. Durian (Durio zibethinus) hutan, kebun, pekarangan (budidaya) 2. Gumitri (Elaeocarpus sp.) hutan (liar)

3. Klekes udang (Syzygium sp.) hutan (liar)

4. Nangka (Artocarpus heterophyllus) hutan, kebun, pekarangan (budidaya) 5. Nyambu batu (Psidium guajava) hutan, kebun, pekarangan (budidaya) 6. Pokat (Persea americana) hutan, kebun, pekarangan, sawah (budidaya) *Catatan: Buah selengkapnya tersaji pada Lampiran 3

(23)

Buah durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus heterophyllus), nyambu batu (Psidium guajava) dan pokat (Persea americana) cukup dominan ditemukan. Dominannya buah-buahan ini tidak terlepas dari sejarah masa lalu yakni krisis multi dimensi yang terjadi pada tahun 1998.

Krisis ini dirasakan oleh masyarakat pinggiran hutan sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani. Salah satunya masyarakat di Desa Jeruk Manis. Berawal dari permasalahan inilah kemudian Departemen Kehutanan memberikan kebijaksanaan kepada masyarakat di sekitar kawasan TNGR dalam membantu menangani krisis ekonominya, masyarakat diperbolehkan mengelola jalur hijau selebar 20 m dari batas luar kawasan dengan menanam tanaman buah-buahan seperti mangga, durian, alpukat, nangka, jambu dan kepundung.

Buah-buahan yang disebut di atas selain berada di hutan juga di kebun. Pada saat musim panen tiba, beberapa warga memperoleh untung besar dari penjualan durian dan manggis yang mereka tanam. Sepanjang jalan menuju kantor Resort Kembang Kuning, TNGR durian dan manggis melimpah ditemukan.

Kebanyakan dari pemilik kebun menjual durian dan manggisnya pada saat masih di pohon. Sistem ini dikenal oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis dengan sebutan “lolo”. Artinya total buah yang ada dalam satu pohon tersebut dinilai satu lolo. Satu lolo pohon durian (Gambar 20) atau manggis dapat laku terjual jutaan rupiah, tergantung pada produktifitas buah dan hasil negosiasi dengan pembeli.

Gambar 20 Durian (Durio zibethinus): buah dari hutan yang dijual dengan sistem lolo.

(24)

Sebelum masa panen tiba, pohon durian dan manggis di Desa Jeruk Manis ini biasanya telah laku terjual, atau dengan kata lain dipesan lebih dulu oleh para tengkulak. Tengkulak ini berasal dari berbagai daerah. Tidak hanya dari sekitar Lombok Timur namun ada juga yang berasal dari Kota Mataram. Biasanya warga masyarakat di desa ini memiliki langganan setiap musim panennya, sehingga mereka tidak perlu khawatir hasil panennya tidak laku.

Buah lainnya yang banyak dibudidayakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis adalah pisang (Musa spp.). Masyarakat di Desa ini gemar mengkonsumsi buah pisang. Hal ini terlihat dari beragamnya varietas pisang yang ditanam oleh warga. Setidaknya ada 9 spesies pisang atau dalam bahasa lokalnya punti yang ditanam oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis. Mulai dari punti tembaga, punti ketip, punti kredi, punti lumut, punti gedang, punti mas, punti raja, punti birah dan punti susu. Serupa dengan buah durian dan manggis, selain untuk dikonsumsi sendiri, hasil dari panen pisang ini pun dijual ke tengkulak atau ke pasar.

Beberapa dari buah-buahan yang dikonsumsi warga masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis mempunyai fungsi sekunder sebagai sayur-sayuran, di antaranya adalah buah dan pucuk daun gedang (Carica papaya), jantung pisang “kosong” (Musa spp.) dan nangka muda (Artocarpus heterophyllus). Sayur-sayuran tersebut dapat diolah secara langsung menjadi masakan, terutama disantan (kla santan).

5.2.8.2 Penghasil sayur-sayuran

Sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis pada umumnya telah dibudidayakan dengan ditanam di kebun atau di pekarangan rumah. Selain itu, di antara sayur-sayuran tersebut terdapat juga yang masih tumbuh liar terutama di kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR. Beberapa spesies sayur-sayuran yang digunakan oleh warga masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral tersaji pada Tabel 9 berikut ini.

(25)

Tabel 9 Tumbuhan pangan sayur yang digunakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis*

No. Spesies Tipe habitat

1. Bilong (Solanum retroflexum) pekarangan, pinggir jalan, sawah (liar) 2. Emat (Daemonorops sp.) hutan (liar)

3. Jamur ekor (Pleurotus ostreatus) hutan (liar) 4. Jamur kuping (Auricularia auricula-judae) hutan, kebun (liar) 5. Pakis (Diplazium esculentum) hutan, pinggir kali (liar)

6. Pepao (Emilia sonchifolia) hutan, kebun, pinggir jalan, sawah (liar) *Catatan: Sayuran selengkapnya tersaji pada Lampiran 4

Pakis/paku bele (Diplazium esculentum) merupakan tumbuhan pangan potensial yang dapat dikembangkan. Spesies ini cukup melimpah dan setiap harinya diburu oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis. Mulai dari orang tua, dewasa, remaja, bahkan anak kecil, laki-laki ataupun perempuan sering terlihat hiruk pikuk memasuki kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR hanya untuk mencari pakis (Gambar 21).

Gambar 21 Warga masyarakat yang mengambil pakis.

Tingginya antusiasme masyarakat Desa Jeruk Manis, memasuki kawasan hutan untuk mencari pakis, bukan tanpa alasan. Pola konsumsi warga yang terbiasa mengkonsumsi pakis merupakan alasan utamanya. Mereka menganggap

(26)

bahwa pakis merupakan sayur yang manis. Hal ini pula kemudian yang menjadi penyebab pakis ini juga dinamai pakis manis oleh masyarakat setempat.

Menurut Cakradinata (2006), pakis merupakan salah satu potensi hasil hutan non kayu yang cukup besar dan sampai saat ini belum tersentuh oleh teknologi seperti dalam bentuk pengolahan atau pengemasannya karena tumbuhan ini tidak tahan disimpan lama, maksimal hanya 24 jam. Pakis merupakan salah satu bahan pokok makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat Pulau Lombok bahkan sampai ke Pulau Sumbawa.

Tingginya tingkat permintaan akan pakis juga membuat beberapa warga menjadikan komoditi ini sebagai sumber pendapatan finansial. Dari hasil

wawancara, beberapa warga masyarakat menjual pakis dengan harga Rp. 1.000/ikat. Harga ini dikenakan untuk jumlah sekitar 20-25 batang pakis

dalam satu ikatan. Masyarakat pun menuturukan bahwa dalam satu hari mereka dapat mendapatkan penghasilan sebesar rata-rata Rp. 20.000,- dari hasil mencari pakis. Dalam perhitungan kasar, bila pengambilan pakis tersebut rutin dilakukan setiap harinya selama satu bulan penuh maka terhitung setidaknya terdapat Rp. 600.000,- uang yang diperoleh dari hutan untuk satu komoditi yakni pakis.

Adapun sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, di antaranya juga terdapat sayuran yang jarang dikonsumsi yaitu jamur dan rotan atau emat (Gambar 22).

(a) (b)

Gambar 22 Spesies tumbuhan pangan yang jarang dikonsumsi: (a) jamur ekor (Pleurotus ostreatus); (b) rotan atau emat (Daemonorops sp.).

(27)

Penyebab jamur jarang dikonsumsi warga adalah keberadaan jamur yang tidak dapat diperoleh setiap saat. Pada musim-musim tertentu jamur tidak dapat tumbuh. Biasanya pada musim-musim kering atau kemarau produksi jamur relatif kecil dan bahkan tidak tumbuh. Hal ini seperti yang disampaikan Istuti dan Nurbana (2006) bahwa terdapat syarat-syarat tertentu yang menjadi faktor utama dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur ekor (jamur tiram). Salah satunya adalah suhu untuk pertumbuhan miselium berkisar antara 200C-300C dan kelembapan 80%-85% (tidak terkena pancaran sinar matahari langsung).

Faktor yang menyebabkan rotan atau emat jarang dikonsusmi karena ketersediaannya di alam. Keberadaan rotan di kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR banyak ditemukan pada tanah yang miring sehingga menyusahkan warga untuk mengambilnya. Menurut Kalima (2008), secara ekologis rotan tumbuh dengan subur di berbagai tempat, terutama di daerah yang lembab seperti pinggiran sungai. Selain itu penyebab rotan sehingga jarang dikonsumsi ialah cara pengolahannya yang sulit. Rotan yang oleh masyarakat digunakan bagian umbutnya (batang muda), tentu tidak mudah diambil karena batang rotan berduri.

5.2.9 Bahan minum

Beberapa spesies tumbuhan juga digunakan untuk bahan minuman. Adapun spesies tumbuhan yang digunakan untuk bahan minuman oleh warga masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, tersaji pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10 Spesies tumbuhan yang digunakan untuk bahan minuman oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis

No. Spesies Tipe habitat

1. Aren (Arenga pinnata) kebun, pekarangan (budidaya) 2. Kayu sepang (Caesalpinia sappan) hutan (liar)

3. Kedelai (Glycine max) kebun (budidaya)

4. Kopi (Coffea robusta) hutan, kebun, pekarangan (budidaya) 5. Tetandan ginantrum (Uncaria gambir) hutan (liar)

Tetandan ginantrum (Uncaria gambir) biasa digunakan sebagai pengganti sumber air saat berada di hutan. Dalam kawasan TNGR sumber mata air tidak dapat ditemukan di setiap tempat, ataupun ada kadang lokasinya sangat sulit

(28)

dijangkau. Cara penggunaan tetandan ginantrum adalah batang liana tumbuhan ini yang masih terlihat basah dipotong menyilang (diagonal) pada kedua sisi, setelah itu batang yang telah terpotong, diarahkan secara vertikal tepat berada di atas mulut (Gambar 23).

Gambar 23 Cara penggunaan tetandan ginantrum (Uncaria gambir).

Spesies lainnya yang digunakan sebagai bahan minum adalah kayu sepang (Gambar 24). Spesies ini biasa digunakan oleh masyarakat Desa Jeruk Manis, sebagai sirup karena kulit batangnya dapat memberikan warna merah pekat ketika direbus dengan air putih. Tingkat kepekatan warna tersebut tergantung pada jumlah kulit batang yang dimasukkan ke dalam rebusan air. Bila semakin pekat warna yang diinginkan, maka jumlah kulit batang kayu sepang yang dimasukkan juga harus semakin banyak.

(a) (b)

Gambar 24 Kayu sepang (Caesalpinia sappan): (a) kulit batang; (b) hasil olahan berupa sirup.

(29)

Bahan minuman lainnya adalah kopi dan kedelai. Kedua spesies ini telah dibudidayakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis. Biasanya kopi dan kedelai diolah terlebih dahulu dengan cara disangrai menggunakan wajan. Setelah itu ditumbuk sehingga menjadi serbuk halus. Keduanya diminum dengan cara diseduh dengan air panas.

Kopi merupakan minuman wajib bagi setiap keluarga di Desa Jeruk Manis. Hampir di setiap rumah menyiapkan minuman ini sebagai suguhan utama mereka kepada tamu yang datang. Kebiasaan mengkonsumsi kopi juga terbentuk dari sugesti mereka bahwa kopi sebagai penyemangat kerja. Sehari tidak mengkonsumsi kopi maka mulut terasa sepet dan kepala bisa pusing. Oleh karenanya sebelum beraktivitas seperti pergi ke sawah atau dalam keadaan santai, warga masyarakat di desa ini terbiasa mengkonsumsi kopi terlebih dahulu.

Bahan minuman lainnya adalah air enau atau air aren (Gambar 25). Air enau atau air aren ini diperoleh dari pelepah pohon enau. Biasanya masyarakat di Desa Jeruk Manis mengkonsumsi air enau atau air aren dengan membelinya dari Desa Tete Batu yang memproduksi air enau. Masyarakat percaya bahwa tidak semua enau atau aren dapat menghasilkan air yang baik. Setiap pohon enau atau aren yang ingin diambil airnya terlebih dahulu didoakan oleh belian (dukun) agar pohon enau atau aren tersebut dapat mengeluarkan air setiap saat.

(30)

Biasanya air enau diambil dua kali sehari yakni di pagi hari dan sore hari menjelang magrib. Selama rentang waktu tersebut, bambu yang telah disiapkan di pohon enau atau aren digunakan untuk menampung airnya. Air enau dalam satu bungkus plastik setengah kilogram, dihargai Rp. 2.500,-.

5.2.10 Bahan pelengkap/rempah/perasa

Tumbuhan pangan sebagai bahan pelengkap/rempah/perasa merupakan bahan pangan tambahan untuk melengkapi bahan pangan pokok pada saat akan diolah atau dimasak. Bahan pangan pelengkap ini dimaksudkan untuk memberikan cita rasa lain yang khas dari suatu menu masakan yang dibuat.

Terdapat sebanyak 29 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai bumbu masak (rempah) oleh warga masyarakat Desa Jeruk Manis. Beberapa spesies tersebut di antaranya terdapat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11 Bahan pelengkap/perasa yang dikonsumsi oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis*

No. Spesies Tipe habitat

1. Bawang mira (Allium cepa) kebun, pekarangan (budidaya) 2. Bawang putih (Allium sativum) kebun (budidaya)

3. Cengkeh (Syzygium aromaticum) hutan, kebun, pekarangan (budidaya) 4. Lekong (Aleurites moluccana) hutan, kebun (semi budidaya) 5. Sebek (Canna edulis) hutan, pinggir kali (liar)

6. Sebia (Capsicum frutescens) kebun, pekarangan, sawah (budidaya) *Catatan: Bahan pelengkap/perasa selengkapnya tersaji pada Lampiran 5

Bawang mira (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum) dan sebia (Capsicum frutescens) merupakan spesies yang hampir selalu ada dalam setiap menu masakan. Bisa dikatakan bahwa bumbu masak ini merupakan bumbu masak dasar (pokok) pada setiap masakannya. Selain dari bumbu masak tersebut, terdapat bumbu masak lain yang juga selalu ada dalam setiap menu masakan yakni terasi. Bumbu masak ini terbuat dari olahan udang dan ikan kecil yang ditumbuk dan diolah sehingga menjadi terasi. Terasi ini berbeda dengan yang digunakan oleh masyarakat Suku Dayak Kenyah yang terasinya berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti payang aka (Trichosanthes sp.), payang kure` (Aleuritas

(31)

moluccana), payang kayu (Pangium adule), payang lengu (Ricinus communis) dan

salap (Sumbaviopsis albicans) (Ayu 2012).

Bumbu masak yang digunakan oleh warga masyarakat di desa ini disimpan di dalam wadah yang diberi nama ceraken (Gambar 26). Ceraken terbuat dari anyaman lontar yang dibentuk dengan model persegi dengan banyak sekat-sekat persegi kecil di dalamnya. Penempatan bumbu masak di dalam ceraken ini dimaksudkan agar bumbu masak tersebut dapat lebih awet dan tidak diserang oleh serangga seperti kecoa.

Gambar 26 Ceraken: tempat menyimpan bumbu masak.

5.2.11 Cara pengolahan

Sebagian besar tumbuhan pangan diolah oleh Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis dilakukan dengan cara direbus. Masak atau dalam bahasa sasak “kla” menjadi kata kunci utama bagi setiap nama menu masakan di desa ini. Mulai dari nama kla bro (sayur bening), kla pedis, kla santan (sayur santan), kla siak dan kla siak sebia.

Pada dasarnya tidak ada perbedaan spesifik di antara setiap menu masakan tersebut. Semua menu masakan ini diolah dengan campuran utama bawang mira, bawang putih, sebia, terasi dan garam. Hanya bahan baku utama yag digunakan umumnya berbeda-beda, tergantung pada selera yang membuatnya. Berikut akan disajikan bahan yang digunakan pada setiap menu masakan masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, seperti tersaji pada Tabel 12 berikut ini.

(32)

Tabel 12 Bahan yang digunakan pada setiap menu masakan Suku Sasak di Desa Jeruk Manis

No. Menu Masakan Bahan yang digunakan

1. Kla bro kangkung, terong, lomaq (keladi), bawang merah, bawang putih, sebia (cabe), terasi, pitsin, sedikit minyak dan tomat

2. Kla pedis terasi, sebia (cabe), bawang merah, bawang putih, pitsin, bage (asam), kunyit, laos, minyak, pakis atau gedeng ambon (daun singkong) 3. Kla santan hampir sama dengan kla pedis, hanya saja tidak pakai asam

melainkan pakai santan. Utama biasa pakai kosong “jantung pisang” serta ditambahkan juga merica, sang dan ketumbar

4. Kla siak sebia (cabe), terasi, pitsin, garam dan sayur (Jebet “labu siam”, gegaok, pepaya, bayam, lembayin baqe “bayam hutan”, buncis “antap ijo”, botor “kecipir”, kelor, sagar, ketujur “turi”). Sayur tersebut hanya dipilih beberapa saja

5. Kla siak sebia Sebia (cabe), garam, bawang putih, bawang merah, sayur (biji antap “biji kacang panjang” dan pakis)

Tumbuhan pangan yang akan diolah menjadi menu masakan tertentu lebih banyak dimasak menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat (Gambar 27). Bukan berarti warga tidak memiliki kompor melainkan mereka lebih percaya bahwa hasil yang diperoleh dari memasak menggunakan tungku jauh lebih nikmat di lidah. Memasak menggunakan tungku tidak memerlukan waktu lama dan lebih ekonomis dari segi biaya karena keberadaan kayu bakar cukup melimpah.

Gambar 27 Tungku masak di Desa Jeruk Manis.

Menu masakan di desa ini selain direbus, juga ada yang diulak atau ditumbuk (semacam karedok di Sunda). Menu tersebut bernama lelasuk. Bahan dasar yang digunakan biasanya adalah antap (kacang panjang), bawang mira

(33)

(bawang merah), bawang putih, sebia (cabe) dan sedikit terasi. Mula-mula antap dipotong kecil-kecil, setelah itu semua bahan-bahan tersebut diulak setengah halus. Beberapa jenis olahan tumbuhan pangan tersaji pada Tabel 13.

Tabel 13 Beberapa jenis olahan tumbuhan pangan di Desa Jeruk Manis

No. Olahan Pangan Nama Makanan Olahan

Spesies Tumbuhan yang digunakan

Cara mengolah/membuat

1. Berkarbohidrat Nasi, bubur dan kolak

Pade (Oryza sativa), ambon jawa (Manihot utilisima)

Ditanak seperti layaknya memasak nasi biasa

2. Sayuran Kla bro (seperti sayur bening), kla pedis, kla santan (sayur santan), kla siak dan kla siak sebia Kangkung (Ipomoea aquatica ), terong (Solanum melongena), loma` (Xanthosoma violaceum), jebet/jepan (Sechium edule), pepao (Emilia sonchifolia) dan lain-lain

Umumnya seluruh bahan (bumbu) dihaluskan terlebih dahulu dengan diulak, lalu ditumis menggunakan minyak goreng. Setelah itu masukkan air dan sayur. Cara lain , sayur direbus lalu bahan (bumbu) yang telah dihaluskan

dimasukkan dalam rebusan sayur tersebut 3. pelengkap/ perasa Keripik, gorengan Punti (Musa spp.), sukun (Artocarpus altilis), kulur (Artocarpus camansi), ambon gula (Ipomoea batatas) dan lain-lain

Bahan dipotong sesuai selera lalu dengan tepung terigun digoreng

menggunakan minyak

4. Minuman Sirup dan kopi Tetandan ginantrum (Uncaria gambir), kopi (Coffea robusta), kedelai (Glycine max), aren (Arenga pinnata) dan kayu sepang (Caesalpinia sappan)

Kayu direbus terlebih dahulu sampai mendidih dan berubah warna, lalu tambahkan gula. Cara lain bila dalam bentuk serbuk maka tinggal diseduh dengan air panas

Berbeda dengan olahan pangan lainnya, minuman kopi dan kedelai diolah tidak dengan cara direbus melainkan disangrai. Hasil panen kopi dan kedelai terlebih dahulu dijemur lalu disangrai. Spesies lainnya yakni aren juga tidak mengalami pengolahan karena air enau atau aren ini dapat langsung dikonsumsi.

(34)

Gambar 28 Salah satu contoh olahan sayuran: kla pedis.

5.2.12 Pola konsumsi pangan masyarakat

Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, umumnya memiliki pola konsumsi yang teratur. Setiap harinya mereka memenuhi kebutahan pangan dengan makan tiga kali sehari yakni pagi, siang dan malam. Hampir tidak ada perbedaan menu yang dimakan oleh warga masyarakat di desa ini. Artinya baik pagi, siang, maupun malam mereka sama mengkonsumsi nasi. Menurut Hardinsyah (2008) makanan yang baik adalah menu lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, buah, sayur dan minuman.

Kebiasaan sarapan pagi warga masyarakat di desa ini karena pada umumnya mereka sebagai pekerja kasar seperti bertani dan berternak. Oleh karenanya asupan energi yang diperoleh dari sarapan tersebut diharapkan dapat menjadi cadangan tenaga untuk bekerja. Menurut Silalahi (2011) pada pagi hari, tubuh membutuhkan asupan energi yang banyak karena pada pagi hari seseorang melakukan banyak aktivitas. Oleh karena itu, setiap orang sangat disarankan untuk sarapan pagi agar dapat melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.

Menu sarapan pagi tidak tentu, namun biasanya adalah sisa dari menu makan malam sebelumnya. Biasanya juga sebelum berangkat bekerja (sekitar pukul 07.00 WITA), warga masyarakat di desa ini terlebih dahulu meminum secangkir kopi dan menghisap rokok. Mereka percaya bahwa rutinitas pola konsumsi ini menjadi tambahan energi mereka saat bekerja.

Pada waktu makan siang yakni sekitar jam 13.00-15.00 WITA, warga yang sibuk bekerja di sawah, kebun atau ladang sehingga tidak bisa pulang ke rumah, biasanya selalu membawa bekal makan siang dari rumahnya. Ataupun tidak,

(35)

biasanya istri atau sanak saudara lainnya yang menyempatkan diri mengantarkan menu makan siang tersebut. Sementara itu untuk makan malam biasa dilakukan sekitar pukul 19.00 WITA, di antara waktu sholat magrib dan isya.

Pola konsumsi yang teratur ini juga ditunjang dari menu masakan dan asupan nutrisi yang dikonsumsi setiap harinya oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis. Setiap menu masakan yang disajikan hampir memenuhi asupan gizi empat sehat dari komposisi gizi empat sehat lima sempurna yakni makanan pokok, lauk-pauk, sayur mayur, buah dan susu.

Pola konsumsi pangan masyarakat juga dapat diukur berdasarkan kebutuhan energi dan sumber perolehan energi pada tingkat mikro/rumah tangga dan individu, serta di tingkat makro/nasional. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih di bawah kecukupan energi minimal yaitu 2.000 kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gr/hari per kapita (Dephut 2009). Pola konsumsi pangan di Indonesia masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam PPH (pola pangan harapan). Konsumsi dari kelompok padi-padian (beras, jagung, terigu) masih dominan baik di kota maupun di desa. Pangsa konsumsi energi seharusnya dari kelompok pangan padi-padian hanya 50%, namun kenyataannya masih 60,7% di kota dan 63,9% di desa (Ariani 2005).

Menu masakan yang selalu ada ditemukan pada masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis adalah sayur. Hal ini menunjukkan bahwa selain karena keberadaan sayur yang melimpah di desa ini, masyarakatnya ternyata gemar mengkonsumsi sayur, apapun sayurnya.

Selain gemar mengkonsumsi sayur, warga masyarakat di Desa Jeruk Manis juga gemar mengkonsumsi buah-buahan, di antaranya adalah punti (Musa spp.), pao (Mangifera indica), buluan (Nephelium lappaceum), manggis (Garcinia

mangostana), durian (Durio zibethinus) serta buah-buahan lainnya. Buah-buahan

ini diperoleh bukan dari hasil membeli melainkan dari hasil budidaya warga di pekarangan rumah atau di kebun masing-masing.

Pola konsumsi seperti ini dilaksanakan tidak hanya oleh orang dewasa yang bekerja di sawah, kebun atau ladang, melainkan seluruh kalangan umur kecuali

(36)

bayi. Bahkan anak berumur dua tahun pun terkadang mengkonsumsi menu yang sama dengan menu orang tua mereka.

Menurut Hardinsyah (2008) setidaknya terdapat 10 syarat tentang pola makan yang sehat. Syarat tersebut di antaranya selalu diawali dengan sarapan, makan pada waktunya, memperhatikan ragam jenis dan jumlah pangan, cukup karbohidrat dan lauk pauk, batasi gula (manis), lemak (gorengan) dan garam (asin), banyak mengkonsumsi buah dan sayur, berhenti sebelum kenyang, sesuai dengan kemampuan, nikmati dan pilih yang aman.

Berdasarkan pada pemahaman syarat pola makan sehat di atas, untuk mencapai hidup sehat ternyata tidaklah sulit dilaksanakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis karena pada umumnya masyarakat telah melaksanakan pola konsumsi tersebut. Hanya saja tentu pola konsumsi yang dilaksanakan oleh masyarakat sampai dengan saat ini tidak didasarkan pada landasan saintifik gaya ilmu farmasi barat, melainkan sepenuhnya atas dasar empiris yang teruji melalui

trial and error secara turun temurun.

Melihat pola konsumsi yang ada, terbukti setiap bahan pangan yang dikonsumsi telah memberikan kesehatan bagi warga masyarakat tanpa tahu kandungan gizi dari setiap pangan yang dikonsumsinya. Hal ini diperkuat oleh Zuhud (2011) bahwa bukti empiris bukan suatu hal yang aib atau selalu keliru, seperti halnya metodologi ilmiah farmasi barat yang belum tentu selalu baik dan benar.

Berdasarkan pemenuhan kebutuhan pangan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis serta ketersediaan bahan pangan yang melimpah menunjukkan bahwa masyarakat di desa ini tidak perlu bergantung terhadap pangan luar. Tumbuhan pangan lokal yang ada sejak dahulu memainkan peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Cukup dengan ketersedian tumbuhan pangan lokal yang tumbuh melimpah di desa ini masyarakat dapat mencapai kesejahteraannya di bidang pangan seperti yang disampaikan Mulvany (2010) bahwa sesungguhnya masyarakat tradisional sudah sejak lama berdaulat di bidang pangan (pangan tidak hanya terpenuhi dari segi jumlah dan gizinya melainkan masyarakat setempat mampu memproduksi sendiri bahan pangan tanpa bergantung pada sumber luar).

(37)

5.3 Tumbuhan Obat

5.3.1 Keanekaragaman spesies

Keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis sebanyak 156 spesies dari 62 famili (Lampiran 6). Jumlah ini lebih banyak dari tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Montong Betok, Resort Joben TNGR yakni 77 spesies dari total potensi kawasan TNGR yakni 239 spesies (Pramesthi 2008). Jumlah spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis juga lebih banyak dari pada potensi tumbuhan obat di Resort Santong, TNGR karena hasil inventarisasi tumbuhan obat di resort ini hanya menemukan 62 spesies tumbuhan (BTNGR 2005).

Beberapa spesies tumbuhan obat di Desa Jeruk Manis tidak hanya digunakan untuk mengobati warga masyarakat yang sakit, namun juga hewan ternak yang mereka pelihara. Dominannya warga masyarakat di desa ini yang berprofesi sebagai peternak sejak dahulu hingga sekarang ternyata juga turut membangun kearifan tradisional masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat bagi ternak peliharaan. Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai obat ternak adalah jejengas (Lantana camara), ketujur (Sesbania grandiflora), klayu (Syzygium cumini), lekong (Aleurites moluccana) dan srikaya belanda (Annona muricata). Tumbuhan-tumbuhan ini digunakan untuk penambah tenaga sapi agar kuat membajak sawah, untuk menambah nafsu makan sapi agar cepat gemuk serta beberapa fungsi lainnya.

Daun jejengas sering digunakan sebagai pakan sapi yang mengalami berak darah, kemudian rebusan daun ketujur sering digunakan sebagai minuman sapi agar produksi susunya meningkat. Sementara itu, kulit batang klayu dan lekong sama-sama digunakan untuk meningkatkan nafsu makan sapi dan meningkatkan tenaga sapi agar kuat membajak sawah. Biasanya kulit batang yang telah ditumbuk halus direndam dengan air selama sehari, baru kemudian diberikan sebagai minuman sapi. Sementara itu srikaya belanda digunakan buahnya yang telah diparut dengan tambahan air dan garam sebagai pakan sapi agar cepat gemuk.

(38)

5.3.2 Keanekaragaman famili

Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan familinya dikelompokkan ke dalam 62 famili. Gambar 29 menunjukkan jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan familinya. Berdasarkan jumlah spesies, famil Asteraceae lebih dominan dibandingkan dengan famili lainnya dengan jumlah 12 spesies. Selanjutnya secara berturut terbanyak kedua dan ketiga adalah famili Euphorbiaceae dan Zingiberaceae dengan jumlah masing-masing 10 dan 8 spesies. Sementara itu, famili lainnya memiliki jumlah spesies antara 1 sampai 7 spesies tumbuhan dengan total jumlah yaitu 126 spesies dari 59 famili.

Gambar 29 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan famili.

Menurut Pujowati (2006) spesies dari famili Asteraceae adalah spesies yang tumbuh liar, tersebar di mana-mana. Kebanyakan tumbuh secara liar di halaman, ladang, kebun dan tepi-tepi jalan. Asteraceae merupakan famili tumbuhan dengan keanekaragaman spesies yang cukup tinggi. Menurut Cronquist (1980) tumbuhan famili Asteraceae merupakan kelompok tumbuhan yang terdiri dari 1.100 marga yang meliputi 20.000 spesies. Lawrence dan George (1951) menyebutkan bahwa famili ini merupakan famili yang memiliki anggota terbesar kedua dalam kingdom plantae. 0 2 4 6 8 10 12 Apiaceae Asteraceae Cucurbitaceae Euphorbiaceae Fabaceae Poaceae Rubiaceae Urticaceae Verbanaceae Zingiberaceae 6 12 5 10 7 6 7 5 5 8 Jumlah Spesies F am il i

(39)

Salah satu spesies tumbuhan obat penting dan strategis bagi pembangunan kesehatan masyarakat yang termasuk famili Asteraceae adalah kesembung (Elephantopus scaber) (Gambar 30). Kesembung dapat tumbuh liar di berbagai tempat, tidak hanya di hutan tetapi juga di perkampungan warga. Daun dan akar tumbuhan ini oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis digunakan untuk memelihara kesehatan pencernaan masyarakat dan berarti sekaligus dapat membantu mencegah agar masyarakat terhindar dari penyakit-penyakit lainnya, karena awal dari semua penyakit adalah bermula dari proses pencernaan yang terganggu. Pernyataan ini diperkuat oleh Zuhud (2009) bahwa semua penyakit bermula dari proses pencernaan yang terganggu.

Gambar 30 Kesembung (Elephantopus scaber).

Menurut Balai IPTEKnet (2005) kesembung atau lebih dikenal tapak liman (Elephantopus scaber) memiliki kandungan kimia epifriedelinol, lupeol, stiqmasterol, triacontan-1-ol, dotria-contan-1-ol, lupeol acetate, deoxyelephantopin, isodeoxyelephantopin pada daun, kemudian luteolin-7-glucoside pada bunga. Spesies ini dapat mengobati berbagai macam penyakit di antaranya adalah influenza, demam, amandel, radang tenggorokan, radang mata, disentri, diare, gigitan ular, batuk, sakit kuning, busung air, radang ginjal, bisul, kurang darah, radang rahim dan keputihan. Masyarakat di Desa Jeruk Manis menggunakan tumbuhan ini dengan cara dikunyah lalu ditelan daunnya. Cara lainnya, akar tumbuhan ini ditumbuk bersama sekur (Kaempferia galanga) sampai halus lalu dicampur dengan air matang. Setelah itu disaring sampai setengah gelas dan diminum

(40)

Spesies lainnya yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis adalah spesies dari famili Euphorbiaceae. Tidak kurang dari 151 spesies dari famili Euphorbiaceae yang tercakup dalam 44 marga berpotensi sebagai obat tradisional (Djarwaningsih 2007). Bahkan menurut Zuhud (2009) famili Euphorbiaceae merupakan suku terbanyak kedua spesies tumbuhan obat di hutan tropika Indonesia dengan jumlah mencapai 94 spesies.

Spesies yang ditemukan di hutan dari famili Euphorbiaceae adalah ketumbi (Phylanthus urinaria) (Gambar 31a) dan lekong (Aleurites moluccana) (Gambar 31b). Kedua spesies ini digunakan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit malaria, luka dan luka bakar, gatal-gatal serta menghaluskan kulit. Menurut Djarwaningsih (2007), spesies Phylanthus urinaria dan Aleurites moluccana telah dilakukan penelitian secara farmakologi dan hasilnya cukup signifikan dengan pemanfaatannya secara empirik yakni sebagai penyubur rambut, diuretik dan peluruh batu kandung kemih.

(a) (b)

Gambar 31 Spesies tumbuhan obat di hutan dari famili Euphorbiaceae: (a) ketumbi (Phylanthus urinaria); (b) lekong (Aleurites moluccana).

5.3.3 Keanekaragaman tipe habitat

Tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis untuk mengobati berbagai macam penyakit berasal dari berbagai tipe habitat. Ada yang tumbuh di hutan, kebun, kolam ikan, lapangan bola, pekarangan, pingir jalan dan pinggir kali hingga di sawah, seperti tersaji dalam Gambar 32.

(41)

Gambar 32 Persentase tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat.

Tipe habitat paling banyak adalah di kebun. Jumlah spesiesnya mencapai 30%. Tipe habitat terbanyak kedua adalah di hutan mencapai 27%. Ada juga yang tumbuh dan berkembang di pekarangan warga sebanyak 19%, sawah 10% dan pinggir jalan 9%.

Spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat di desa ini, baik itu di kebun, pekarangan atau lokasi lainnya yang diindikasikan sebagai hasil budidaya masyarakat, sebagian besar merupakan spesies liar yang tumbuh dan berkembang di lokasi-lokasi tersebut. Artinya sekalipun berada di kebun atau di pekarangan, spesies tumbuhan obat yang tumbuh tidak semua merupakan hasil budidaya melainkan ada beberapa spesies liar yang tumbuh di tempat itu.

Adapun spesies tumbuhan obat yang berada di kebun dan dibudidayakan oleh masyarakat adalah tumbuhan obat yang juga berfungsi sebagai pangan seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan rempah-rempah atau juga tumbuhan obat yang kayunya bernilai komersil. Beberapa spesies tersebut di antaranya bengkoang (Pachyrhizus erosus) yang digunakan untuk mencerahkan muka, bokar/sondak (Lagenaria leucantha) yang digunakan untuk panas dalam dan tipus, kunyit (Curcuma domestica) untuk mengobati berbagai jenis penyakit termasuk pengobatan ibu pasca melahirkan serta mahoni (Swietenia macrophylla) yang bijinya digunakan sebagai anti nyamuk dan malaria.

Hutan 27% Kebun 30% Lapangan bola 1% Pinggir jalan 9% Pinggir kali 3% Sawah 10% Pekarangan 19% Kolam ikan 1%

Gambar

Gambar 3   Perempuan turut membantu laki-laki dalam meningkatkan pendapatan  keluarga: (a) membantu memanen padi; (b) mengambil pakis
Gambar 9    Jumlah  tumbuhan  yang  diketahui  dan  dimanfaatkan  sebagai  bahan  pangan dan obat tradisional
Gambar 10  Jumlah spesies tumbuhan pangan berdasarkan famili.
Gambar 11   Sayur  yang ditanam di pematang sawah:  (a) antap (Vigna sinensis);
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data, mengenai hubungan kekuatan otot lengan dan kekuatan otot punggung terhadap kemampuan bantingan bahu pada Atlet gulat putra

PARADIGMA MERUPAKAN PANDANGAN MENDASAR PARA ILMUAWAN TENTANG APA YANG MENJADI POKOK PERSOALAN YANG SEHARUSNYA DIPELAJARI OLEH SUATU CABANG ILMU PENGETAHUAN.. PARADIGMA

Dalam paparannya, Wamendag menaruh harapan penuh dan sedianya pelaku pasar binaan Bappebti di bidang perdagangan berjangka komoditi, sistem resi gudang dan pasar lelang

de Casparis menyebutkan bahwa di Nusantara, tulisan telah digunakan selama hampir enam belas abad, yang apabila tulisan itu dapat terdokumentasi dan direkonstruksi

Sebagai sarana atau alat pendidikan, pendidikan seni sebagai sarana pendidikan estetik (apresiasi) berfungsi sebagai media pelestarian dan pewarisan nilai-nilai

Hal ini berarti faktor brand image yang diukur melalui UMKM sektor makanan di Kabupaten Jember mampu melakukan inovasi produk, UMKM sektor makanan di Kabupaten

Penyimpangan adalah kondisi akhir dari penutupan/penggunaan lahan yang tidak sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Peta penyimpangan diperoleh

Bonus: 10 Files, termasuk 3 Files Microsoft Office Excel 97-2003 Worksheet/Lotus 1-2-3 (Transition) PERUM DAMRI 2015 (sebagai MASTER UTAMA ) yang disusun sesederhana