• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. ANALISA DATA Jenis Kelamin. Data berikut ini adalah deskriptif profil responden berdasarkan jenis. kelamin:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. ANALISA DATA Jenis Kelamin. Data berikut ini adalah deskriptif profil responden berdasarkan jenis. kelamin:"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

4. ANALISA DATA

4.1. Deskriptif Profil Responden

Kuesioner penelitian diberikan kepada manajer pada perusahaan retail dan perdagangan di Jawa Timur yang memiliki kekayaan bersih diluar tanah dan bangunan sebesar Rp 500.000.000 – Rp 10.000.000.000 dan diatas Rp 10.000.000.000, dengan jumlah sampel sebanyak 90 orang. Di bawah ini akan dijelaskan deskriptif profil responden penelitian, meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan lama bekerja.

4.1.1. Jenis Kelamin

Data berikut ini adalah deskriptif profil responden berdasarkan jenis kelamin:

Tabel 4.1

Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 51 56,7%

Perempuan 39 43,3%

Total 90 100,0%

Sumber: Lampiran 4

Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa pada penelitian ini terdapat sebanyak 39 responden perempuan (43,3%) dan 51 responden laki-laki (56,7%). Dari hasil tersebut maka dapat dilihat bahwa manajer perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur didominasi oleh laki-laki. Hal tersebut menunjukan bahwa di Indonesia, khususnya Jawa Timur, laki-laki masih dianggap lebih mampu mengemban jabatan manajer dibandingkan perempuan.

(2)

4.1.2. Usia

Data berikut ini adalah deskriptif profil responden berdasarkan usia:

Tabel 4.2

Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase

22-26 tahun 12 13,3%

27-31 tahun 27 30,0%

32-36 tahun 48 53,3%

≥ 37 tahun 3 3,3%

Total 90 100%

Sumber: Lampiran 4

Dari Tabel 4.2 diketahui terdapat 12 responden berusia di atas 22-26 tahun (13,3%), responden berusia 27-31 tahun ada 27 orang (30%), responden berusia 32- 36 tahun ada 48 orang (53,3%), sedangkan responden berusia diatas 36 tahun hanya 3 orang (3,3%). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas manajer perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar di Jawa Timur yang menjadi responden pada penelitian ini berusia 32-36 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa usia produktif dan pengalaman yang mumpuni dibutuhkan pada posisi manajer. Karena posisi manajer memiliki pekerjaan yang dinamis, namun membutuhkan pengalaman yang mumpuni juga.

4.1.3. Pendidikan Terakhir

Data berikut ini adalah deskriptif profil responden berdasarkan pendidikan terakhir:

Tabel 4.3

Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase

D3 14 15,6%

S1 65 72,2%

S2 11 12,2%

Total 90 100,0%

Sumber: Lampiran 4

(3)

Dari Tabel 4.3 diketahui terdapat 65 responden berpendidikan terakhir S1 (72,2%), responden berpendidikan terakhir S2 ada 11 orang (12,2%), sedangkan responden berpendidikan terakhir D3 ada 14 orang (15,6%). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas manajer perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar di Jawa Timur yang menjadi responden pada penelitian ini berpendidikan terakhir S1. Hal tersebut menunjukan bahwa di Indonesia, khususnya Jawa Timur, pendidikan kriteria yang penting bagi posisi manajer.

4.1.4. Lama Bekerja

Data berikut ini adalah deskriptif profil responden berdasarkan lama bekerja:

Tabel 4.4

Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Frekuensi Persentase

1-5 tahun 32 35,6%

6-10 tahun 47 52,2%

> 10 tahun 11 12,2%

Total 60 100,0%

Sumber: Lampiran 4

Dari Tabel 4.4 diketahui terdapat 32 responden yang memiliki lama bekerja 1-5 tahun (35,6%), responden yang memiliki lama bekerja 6-10 tahun ada 47 orang (52,2%), sedangkan responden yang memiliki lama bekerja lebih dari 10 tahun ada 11 orang (12,2%). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas manajer perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar di Jawa Timur yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki masa kerja 6-10 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa untuk jabatan manajer di Indonesia, khususnya Jawa Timur, loyalitas merupakan salah satu hal yang penting.

(4)

4.2. Deskriptif Jawaban Responden

Berikut ini akan dijelaskan deskriptif jawaban responden pada masing- masing variabel penelitian. Untuk mengkategorikan mean jawaban responden digunakan interval kelas yang dicari dengan rumus sebagai berikut:

8 , 5 0

1 5 Kelas

Jumlah

Terendah Nilai

Tertinggi Nilai

Kelas

Interval − =

− =

=

Dengan interval kelas 0,8 diperoleh kategori mean jawaban responden sebagai berikut:

Tabel 4.5

Kategori Mean Jawaban Responden

Interval Kategori

4,20 – 5,00 Sangat Tinggi

3,41 – 4,20 Tinggi

2,61 – 3,40 Sedang

1,81 – 2,60 Rendah

1,00 – 1,80 Sangat Rendah

4.2.1. Deskripsi Variabel Intellectual Capital (IC)

Data berikut ini adalah deskriptif jawaban responden pada variabel Intellectual Capital:

Tabel 4.6

Deskriptif Jawaban Responden Pada Variabel Intellectual Capital Tiap Indikator dan Keseluruhan

Indikator Mean

IC1 Human Capital 3,64

IC2 Social Capital 3,56

IC3 Organizational Capital 3,59

Intellectual Capital (IC) 3,60

Dari Tabel 4.6 diketahui mean jawaban responden pada variabel intellectual capital adalah sebesar 3,60. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat intellectual capital pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berada

(5)

di Jawa Timur tergolong tinggi. Intellectual capital yang paling tinggi adalah pada indikator “human capital” dengan mean jawaban sebesar 3,64. Sedangkan intellectual capital yang paling rendah adalah pada indikator “social capital”

dengan mean jawaban sebesar 3,56. Human capital sendiri adalah orang-orang bertalenta yang merupakan unsur-unsur kritis bagi perusahaan untuk mengembangkan produk dan layanan yang superior sehingga dapat memuaskan pelanggan (Choudhury, 2010). Hal tersebut menunjukan bahwa mayoritas perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar di Jawa Timur cenderung lebih banyak mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dalam penerapan intellectual capital mereka.

Tabel 4.7

Deskriptif Jawaban Responden Pada Variabel Intellectual Capital Tiap Pertanyaan

Pertanyaan Mean

Human Capital (IC1)

IC1a Karyawan perusahaan kami sangat terampil dan berbakat. 3,62 IC1b Karyawan kami dikenal sebagai orang-orang terbaik

dalam industri kami. 3,66

IC1c Karyawan kami sangat kreatif dan inovatif. 3,53 IC1d Karyawan kami ahli dalam bidang pekerjaan dan

fungsinya masing-masing. 3,76

IC1e Karyawan kami mengembangkan ide-ide dan

pengetahuan baru. 3,63

Social Capital (IC2)

IC2a Karyawan kami mampu bekerjasama satu sama lain untuk

mendeteksi dan memecahkan masalah. 3,50

IC2b Karyawan kami saling berbagi informasi dan saling

belajar satu dengan lainnya. 3,43

IC2c Karyawan kami saling berinteraksi dan bertukar ide-ide

dengan karyawan dari divisi dan departemen lainnya. 3,60 IC2d Karyawan kami bekerjasama dengan pelanggan, pemasok,

dan mitra lainnya dalam mencari solusi-solusi. 3,61 IC2e

Karyawan kami menerapkan pengetahuan dari satu area untuk mengangani masalah dan peluang yang muncul pada area lain dalam perusahaan.

3,67 Organizational Capital (IC3)

IC3a

Organisasi kami mendokumentasikan pengetahuan yang dimiliki organisasi dalam bentuk laporan resmi, studi kasus, dan paten.

3,62

(6)

IC3b Banyak pengetahuan yang kami miliki dimasukan dalam

bentuk manual maupun data komputerisasi (database). 3,58 IC3c Budaya organisasi kami terbentuk dari gagasan-gagasan

yang bernilai. 3,57

IC3d

Perusahaan kami menanamkan banyak pengetahuan dan informasi yang dimiliki pada struktur, sistem, dan proses perusahaan.

3,57 Sumber: Lampiran 5

Dari Tabel 4.7 diketahui indikator human capital dinilai paling tinggi dalam hal “karyawan kami ahli dalam bidang pekerjaan dan fungsinya masing-masing,”

dengan mean jawaban sebesar 3,76, dan dinilai paling rendah dalam hal “karyawan perusahaan kami sangat terampil dan berbakat,” dengan mean jawaban sebesar 3,62.

Indikator social capital dinilai paling tinggi dalam hal “karyawan kami menerapkan pengetahuan dari satu area untuk mengangani masalah dan peluang yang muncul pada area lain dalam perusahaan,” dengan mean jawaban sebesar 3,67, dan dinilai paling rendah dalam hal “karyawan kami saling berbagi informasi dan saling belajar satu dengan lainnya,” dengan mean jawaban masing-masing sebesar 3,43.

Indikator organizational capital dinilai paling tinggi dalam hal “organisasi kami mendokumentasikan pengetahuan yang dimiliki organisasi dalam bentuk laporan resmi, studi kasus, dan paten,” dengan mean jawaban sebesar 3,62, dan dinilai paling rendah dalam hal “budaya organisasi kami terbentuk dari gagasan- gagasan yang bernilai,” serta “perusahaan kami menanamkan banyak pengetahuan dan informasi yang dimiliki pada struktur, sistem, dan proses perusahaan,” dengan mean jawaban sebesar 3,57.

(7)

4.2.2. Deskripsi Variabel Organizational Innovativeness (OI)

Data berikut ini adalah deskriptif jawaban responden pada variabel organizational innovativeness:

Tabel 4.8

Deskriptif Jawaban Responden Pada Variabel Organizational Innovativeness Tiap Indikator dan Keseluruhan

Indikator Mean

OI1 Product Innovativeness 3,39

OI2 Market Innovativeness 3,63

OI3 Behavioural Innovativeness 3,59

OI4 Process Innovativeness 3,56

OI5 Strategic Innovativeness 3,53

Organizational Innovativeness (OI) 3,54

Dari Tabel 4.8 diketahui mean jawaban responden pada variabel organizational innovativeness sebesar 3,54. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat organizational innovativeness pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur tergolong tinggi. Organizational innovativeness yang paling tinggi adalah pada indikator market innovativeness dengan mean jawaban sebesar 3,63. Sedangkan organizational innovativeness yang paling rendah adalah pada indikator product innovativeness dengan mean jawaban sebesar 3,39. Market innovativeness sendiri adalah keunikan pendekatan yang diadopsi perusahaan untuk masuk dan mengeksploitasi pasar yang ditargetkan (Wang dan Ahmed, 2004). Hal tersebut menunjukan bahwa mayoritas perusahaan- perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar di Jawa Timur cenderung berinovasi dengan mengembangkan pasar yang baru atau mengidentifikasi ceruk pasar baru, dalam penerapan organizational innovativeness mereka.

(8)

Tabel 4.9

Deskriptif Jawaban Responden Pada Variabel Organizational Innovativeness Tiap Pertanyaan

Pertanyaan Mean

Product Innovativeness (OI1)

OI1a Dalam hal pengenalan produk/layanan baru, perusahaan

kami menjadi yang pertama di pasar. 3,41

OI1b Produk/layanan baru dari perusahaan kami dianggap baru

dan inovatif oleh pelanggan. 3,30

OI1c

Dalam lima tahun terakhir, perusahaan kami memperkenalkan lebih banyak produk/layanan yang inovatif dibandingkan dengan para pesaing kami.

3,47 Market Innovativeness (OI2)

OI2a Produk dan layanan baru di perusahaan kami sering ditiru

oleh pesaing-pesaing baru. 3,56

OI2b

Perusahaan kami mengaplikasikan teknologi (internet, sosial media dll) dalam memperkenalkan dan memasarkan produk dan layanan baru.

3,72

OI2c

Program pemasaran untuk produk baru perusahaan kami sangat revolusioner jika dibandingkan dengan pesaing kami.

3,60 Behavioural Innovativeness (OI3)

OI3a

Di perusahaan kami, karyawan yang melakukan sesuatu dengan cara berbeda (cara baru), dapat diterima dan ditoleransi.

3,56

OI3b Di perusahaan kami, karyawan didorong untuk berpikir

dan berperilaku dengan cara yang orisinil dan baru. 3,63 OI3c

Di perusahaan kami, karyawan mau mencoba cara baru dalam melakukan sesuatu serta mencari solusi baru yang inovatif.

3,44

OI3d

Karyawan mendapat banyak dukungan dari pimpinan ketika mereka ingin mencoba cara baru dalam melakukan sesuatu.

3,74 Process Innovativeness (OI4)

OI4a

Bila masalah tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan metode konvensional, karyawan di perusahaan kami akan berusaha mencari metode baru.

3,57

OI4b Perusahaan kami memperbaiki proses bisnis kami terus-

menerus. 3,66

OI4c Dalam 5 tahun terakhir, perusahaan kami

mengembangkan banyak pendekatan manajemen baru. 3,58 OI4d Perusahaan kami mengubah metode-metode perdagangan

lebih cepat dari para pesaing kami. 3,44

Strategic Innovativeness (OI5)

(9)

OI5a

Para manajer di perusahaan kami berani mengambil resiko untuk menangkap dan mengeksplorasi peluang-peluang baru.

3,46

OI5b

Para manajer di organisasi kami terus menerus mencari solusi baru yang inovatif melalui karyawan yang punya ide-ide baru.

3,60 Sumber: Lampiran 5

Dari Tabel 4.9 diketahui indikator product innovativeness dinilai paling tinggi dalam hal “dalam lima tahun terakhir, perusahaan kami memperkenalkan lebih banyak produk/layanan yang inovatif dibandingkan dengan para pesaing kami,” dengan mean jawaban sebesar 3,47, dan dinilai paling rendah dalam hal

“Produk/layanan baru dari perusahaan kami dianggap baru dan inovatif oleh pelanggan,” dengan mean jawaban sebesar 3,30.

Indikator market innovativeness dinilai paling tinggi dalam hal “perusahaan kami mengaplikasikan teknologi (internet, sosial media dll) dalam memperkenalkan dan memasarkan produk dan layanan baru,” dengan mean jawaban sebesar 3,72, dan dinilai paling rendah dalam hal “produk dan layanan baru di perusahaan kami sering ditiru oleh pesaing-pesaing baru,” dengan mean jawaban masing-masing sebesar 3,56.

Indikator behavioural innovativeness dinilai paling tinggi dalam hal

“karyawan mendapat banyak dukungan dari pimpinan ketika mereka ingin mencoba cara baru dalam melakukan sesuatu,” dengan mean jawaban sebesar 3,74, dan dinilai paling rendah dalam hal “di perusahaan kami, karyawan mau mencoba cara baru dalam melakukan sesuatu serta mencari solusi baru yang inovatif,”

dengan mean jawaban sebesar 3,44.

Indikator process innovativeness dinilai paling tinggi dalam hal

“perusahaan kami memperbaiki proses bisnis kami terus-menerus,” dengan mean jawaban sebesar 3,66, dan dinilai paling rendah dalam hal “perusahaan kami mengubah metode-metode perdagangan lebih cepat dari para pesaing kami,”

dengan mean jawaban sebesar 3,44.

Indikator strategic innovativeness dinilai paling tinggi dalam hal “para manajer di organisasi kami terus menerus mencarisolusi baru yang inovatif melalui karyawan yang punya ide-ide baru,” dengan mean jawaban sebesar 3,60, dan dinilai

(10)

paling rendah dalam hal “para manajer di perusahaan kami berani mengambil resiko untuk menangkap dan mengeksplorasi peluang-peluang baru,” dengan mean jawaban sebesar 3,46.

4.2.3. Deskripsi Variabel Organizational Learning Capability (OLC)

Data berikut ini adalah deskriptif jawaban responden pada variabel organizational learning capability:

Tabel 4.10

Deskriptif Jawaban Responden Pada Variabel Organizational Learning Capability Tiap Indikator dan Keseluruhan

Indikator Mean

OLC1 Experimentation 3,66

OLC2 Risk Taking 3,69

OLC3 Interaction With the External Environment 3,49

OLC4 Dialogue 3,72

OLC5 Participative Decision Making 3,72

Organizational Learning Capability (OLC) 3,66

Dari Tabel 4.10 diketahui mean jawaban responden pada variabel organizational learning capability sebesar 3,66. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat organizational learning capability pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur tergolong tinggi. Organizational learning capability yang paling tinggi adalah pada indikator dialogue dan participative decision making dengan mean jawaban sebesar 3,72. Sedangkan organizational learning capability yang paling rendah adalah pada indikator interaction with the external environment dengan mean jawaban sebesar 3,49.

Dialogue sendiri mencakup komunikasi, keragaman, kerja tim dan kolaborasi (Escrig, Broch, Gómez, dan Alcamí, 2016). Sementara Participative decision making mengacu pada tingkat pengaruh yang dimiliki karyawan dalam proses pengambilan keputusan (Chiva, Alegre, dan Lapiedra, 2007). Hal tersebut menunjukan bahwa mayoritas perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur lebih fokus pada keterlibatan karyawan, baik

(11)

dalam kerjasama, kolaborasi, maupun pengambilan keputusan dalam penerapan organizational learning capability mereka.

Tabel 4.11

Deskriptif Jawaban Responden Pada Variabel Organizational Learning Capability Tiap Pertanyaan

Pertanyaan Mean

Experimentation (OLC1)

OLC1a Karyawan kami mendapat dukungan dan dorongan saat

menyampaikan ide-ide baru. 3,71

OLC1b

Inisiatif ditanggapi dengan baik di perusahaan kami sehingga karyawan kami merasa terdorong untuk menghasilkan ide-ide baru.

3,60 Risk Taking (OLC2)

OLC2a Karyawan kami didorong untuk berani mengambil

resiko. 3,66

OLC2b Karyawan kami didorong untuk berani menjelajahi

area-area baru. 3,72

Interaction With the External Environment (OLC3)

OLC3a

Mengumpulkan, membawa kembali, dan melaporkan informasi tentang apa yang terjadi di luar perusahaan merupakan bagian dari pekerjaan seluruh karyawan.

3,38

OLC3b

Ada sistem dan prosedur untuk menerima, mengumpulkan, dan berbagi informasi dari luar perusahaan.

3,69

OLC3c

Karyawan kami didorong untuk berinteraksi dengan lingkungan, seperti pesaing, pelanggan, lembaga teknologi, universitas, pemasok, dll.

3,41 Dialogue (OLC4)

OLC4a Karyawan kami didorong untuk berkomunikasi satu

sama lain. 3,87

OLC4b Komunikasi bebas dan terbuka dalam perusahaan kami. 3,70 OLC4c Manajer/pimpinan memfasilitasi komunikasi dalam

perusahaan. 3,70

OLC4d Kerjasama tim lintas divisi/departemen adalah praktik

umum di perusahaan kami. 3,60

Participative Decision Making (OLC5)

OLC5a Manajer dalam perusahaan kami sering melibatkan

karyawan dalam pengambilan keputusan yang penting. 3,78 OLC5b Kebijakan perusahaan kami dipengaruhi secara

signifikan oleh pandangan karyawan. 3,59 OLC5c Karyawan kami merasa dilibatkan dalam keputusan-

keputusan penting perusahaan. 3,79

Sumber: Lampiran 5

(12)

Dari Tabel 4.11 diketahui indikator experimentation dinilai paling tinggi dalam hal “karyawan kami mendapat dukungan dan dorongan saat menyampaikan ide-ide baru,” dengan mean jawaban sebesar 3,71, dan dinilai paling rendah dalam hal “inisiatif ditanggapi dengan baik di perusahaan kami sehingga karyawan kami merasa terdorong untuk menghasilkan ide-ide baru,” dengan mean jawaban sebesar 3,60.

Indikator risk taking dinilai paling tinggi dalam hal “karyawan kami didorong untuk berani menjelajahi area-area baru,” dengan mean jawaban sebesar 3,72, dan dinilai paling rendah dalam hal “karyawan kami didorong untuk berani mengambil resiko,” dengan mean jawaban masing-masing sebesar 3,66.

Indikator interaction with the external environment dinilai paling tinggi dalam hal “ada sistem dan prosedur untuk menerima, mengumpulkan, dan berbagi informasi dari luar perusahaan,” dengan mean jawaban sebesar 3,69, dan dinilai paling rendah dalam hal “mengumpulkan, membawa kembali, dan melaporkan informasi tentang apa yang terjadi di luar perusahaan merupakan bagian dari pekerjaan seluruh karyawan,” dengan mean jawaban sebesar 3,38.

Indikator dialogue dinilai paling tinggi dalam hal “Karyawan kami didorong untuk berkomunikasi satu sama lain,” dengan mean jawaban sebesar 3,87, dan dinilai paling rendah dalam hal “jerjasama tim lintas divisi/departemen adalah praktik umum di perusahaan kami,” dengan mean jawaban sebesar 3,60.

Indikator participative decision making dinilai paling tinggi dalam hal

“karyawan kami merasa dilibatkan dalam keputusan-keputusan penting perusahaan,” dengan mean jawaban sebesar 3,79, dan dinilai paling rendah dalam hal “kebijakan perusahaan kami dipengaruhi secara signifikan oleh pandangan karyawan,” dengan mean jawaban sebesar 3,59.

(13)

4.2.4. Deskripsi Variabel Competitive Advantage (CA)

Data berikut ini adalah deskriptif jawaban responden pada variabel competitive advantage:

Tabel 4.12

Deskriptif Jawaban Responden Pada Variabel Competitive Advantage Tiap Indikator dan Keseluruhan

Indikator Mean

CA1 Price 3,40

CA2 Quality 3,69

CA3 Delivery Dependability 3,64

CA4 Product Innovation 3,65

CA5 Time to Market 3,70

Competitive Advantage (CA) 3,62

Dari Tabel 4.12 diketahui mean jawaban responden pada variabel competitive advantage sebesar 3,62. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat competitive advantage pada perusahaan perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur sampel penelitian tergolong tinggi. Competitive advantage yang paling tinggi adalah indikator time to market dengan mean jawaban sebesar 3,70. Sedangkan competitive advantage yang paling rendah adalah indikator price dengan mean jawaban sebesar 3,40. Time to market sendiri adalah sejauh mana sebuah organisasi mampu untuk memperkenalkan produk baru dengan lebih cepat daripada para pesaing (Li, 2002). Hal ini menunjukan bahwa mayoritas perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur cenderung lebih fokus untuk melucurkan produk/layanan baru lebih cepat dari para pesaing dalam penerapan organizational innovativeness mereka.

(14)

Tabel 4.13

Deskriptif Jawaban Responden Pada Variabel Competitive Advantage Tiap Pertanyaan

Pertanyaan Mean

Price (CA1)

CA1a Perusahaan kami menawarkan harga yang kompetitif

dibandingkan dengan pesaing. 3,48

CA1b Perusahaaan kami mampu menawarkan harga yang

sama/lebih rendah dibandingkan dengan pesaing. 3,33 Quality (CA2)

CA2a Perusahaan kami mampu bersaing dari segi kualitas

produk/layanan. 3,64

CA2b Perusahaan kami menawarkan produk/layanan yang

sangat handal. 3,76

CA2c Perusahaan kami menawarkan produk/layanan yang

sangat awet. 3,69

CA2d Perusahaan kami menawarkan produk/layanan yang

berkualitas tinggi kepada para pelanggan kami. 3,68 Delivery Dependability (Z3)

CA3a Perusahaan kami mengirimkan produk/layanan sesuai

dengan yang dibutuhkan pelanggan. 3,68

CA3b Perusahaan kami mengirimkan pesanan pelanggan dengan

tepat waktu. 3,52

CA3c Perusahaan kami punya layanan pengiriman yang dapat

diandalkan. 3,72

Product Innovation (Z4)

CA4a Perusahaan kami menawarkan produk/layanan yang bisa

disesuaikan sesuai keinginan pelanggan. 3,54 CA4b Perusahaan kami menyesuaikan penawaran produk kami

demi memenuhi kebutuhan pelanggan. 3,83

CA4c Perusahaan kami menanggapi dengan baik permintaan

pelanggan akan fitur-fitur baru. 3,57

Time to Market (Z5)

CA5a Perusahaan kami meluncurkan produk/layanan baru ke

pasar dengan segera. 3,79

CA5b Perusahaan kami menjadi pelopor dalam meluncurkan

produk/layanan baru ke pasar. 3,69

CA5c Perusahaan kami memiliki time-to-market yang lebih

rendah dibanding rata-rata pesaing. 3,68

CA5d Perusahaann kami mengembangkan produk/layanan baru

dengan cepat. 3,62

Sumber: Lampiran 5

(15)

Dari Tabel 4.13 diketahui bahwa indikator price dinilai paling tinggi dalam hal “perusahaan kami menawarkan harga yang kompetitif dibandingkan dengan pesaing,” dengan mean jawaban sebesar 3,48, dan dinilai paling rendah dalam hal

“perusahaaan kami mampu menawarkan harga yang sama/lebih rendah dibandingkan dengan pesaing,” dengan mean jawaban sebesar 3,33.

Indikator quality dinilai paling tinggi dalam hal “perusahaan kami menawarkan produk/layanan yang sangat handal,” dengan mean jawaban sebesar 3,76, dan dinilai paling rendah dalam hal “perusahaan kami mampu bersaing dari segi kualitas produk/layanan,” dengan mean jawaban sebesar 3,64.

Indikator delivery dependability dinilai paling tinggi dalam hal “perusahaan kami punya layanan pengiriman yang dapat diandalkan” dengan mean jawaban sebesar 3,72, dan dinilai paling rendah dalam hal “perusahaan kami mengirimkan pesanan pelanggan dengan tepat waktu,” dengan mean jawaban sebesar 3,52.

Indikator product innovation dinilai paling tinggi dalam hal “perusahaan kami menyesuaikan penawaran produk kami demi memenuhi kebutuhan pelanggan” dengan mean jawaban sebesar 3,83, dan dinilai paling rendah dalam hal

“perusahaan kami menawarkan produk/layanan yang bisa disesuaikan sesuai keinginan pelanggan” dengan mean jawaban sebesar 3,54.

Indikator time to market dinilai paling tinggi dalam hal “perusahaan kami meluncurkan produk/layanan baru ke pasar dengan segera,” dengan mean jawaban sebesar 3,79, dan dinilai paling rendah dalam hal “perusahaann kami mengembangkan produk/layanan baru dengan cepat,” dengan mean jawaban sebesar 3,62.

(16)

4.3. Analisis Partial Least Square

Pada penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisis Partial Least Square (PLS) dengan program SmartPLS. Berikut adalah gambar model PLS yang diuji:

Gambar 4.1 Outer Model

Gambar 4.2 Inner Model

(17)

4.3.1. Evaluasi Outer Model

Pada evaluasi outer model dilakukan uji convergent validity, uji discriminat validity serta uji composite reliability.

4.3.1.1. Covergent Validity

Pengujian convergent validity dilakukan dengan melihat nilai loading factor. Suatu indikator dikatakan memenuhi convergent validity jika memiliki nilai loading factor > 0,5.

Berikut adalah nilai loading factor masing-masing indikator pada variabel penelitian:

Tabel 4.14 Nilai Loading Factor

Variabel Indikator Loading

Factor Intellectual

Capital (IC)

IC1 Human Capital 0,892

IC2 Social Capital 0,880

IC3 Organizational Capital 0,864

Organizational Innovativeness (OI)

OI1 Product Innovativeness 0,861

OI2 Market Innovativeness 0,855

OI3 Behavioural Innovativeness 0,862

OI4 Process Innovativeness 0,864

OI5 Strategic Innovativeness 0,897

Organizational Learning Capability (OLC)

OLC1 Experimentation 0,799

OLC2 Risk Taking 0,817

OLC3 Interaction With the External

Environment 0,801

OLC4 Dialogue 0,887

OLC5 Participative Decision Making 0,872 Competitive

Advantage (CA)

CA1 Price 0,706

CA2 Quality 0,836

CA3 Delivery Dependability 0,784

CA4 Product Innovation 0,815

CA5 Time to Market 0,845

Sumber: Lampiran 6

Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui nilai loading factor masing-masing indikator pada variabel intellectual capital, organizational innovativeness, organizational learning capability, dan competitive advantage semuanya > 0,5. Hal ini berarti indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi

(18)

convergent validity, sehingga semua indikator dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

4.3.1.2. Discriminant Validity

Pengujian discriminant validity dilakukan dengan menggunakan nilai AVE.

Jika nilai AVE > 0,5, maka variabel memiliki discriminant validity yang baik.

Berikut adalah nilai AVE masing-masing variabel penelitian:

Tabel 4.15 Nilai AVE

Variabel AVE

Intellectual Capital (IC) 0,772

Organizational Innovativeness (OI) 0,753 Organizational Learning Capability (OLC) 0,699

Competitive Advantage (CA) 0,638

Sumber: Lampiran 5

Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui nilai AVE variabel intellectual capital, organizational innovativeness, organizational learning capability, dan competitive advantage semuanya > 0,5. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap variabel di dalam penelitian ini telah memiliki discriminant validity yang baik.

Selain menggunakan nilai AVE, pengujian discriminant validity juga dilakukan dengan melihat nilai cross loading. Suatu indikator dikatakan memenuhi discriminant validity jika nilai cross loading indikator pada variabelnya adalah yang terbesar dibandingkan pada variabel lainnya. Berikut adalah nilai cross loading masing-masing indikator:

Tabel 4.16 Nilai Cross Loading

Indikator

Variabel Intellectual

Capital (IC)

Organizational Innovativeness

(OI)

Organizational Learning Capability

(OLC)

Competitive Advantage

(CA)

IC1 Human Capital 0,892 0,391 0,272 0,603

IC2 Social Capital 0,880 0,383 0,295 0,461

(19)

IC3 Organizational

Capital 0,864 0,360 0,351 0,497

OI1 Product

Innovativeness 0,307 0,861 0,396 0,454

OI2 Market

Innovativeness 0,329 0,855 0,432 0,422

OI3 Behavioural

Innovativeness 0,417 0,862 0,495 0,519

OI4 Process

Innovativeness 0,391 0,864 0,489 0,432

OI5 Strategic

Innovativeness 0,411 0,897 0,438 0,463

OLC1 Experimentation 0,356 0,362 0,799 0,423

OLC2 Risk Taking 0,252 0,353 0,817 0,440

OLC3

Interaction With the External Environment

0,185 0,406 0,801 0,434

OLC4 Dialogue 0,337 0,528 0,887 0,449

OLC5

Participative Decision Making

0,307 0,501 0,872 0,468

CA1 Price 0.447 0,364 0,383 0,706

CA2 Quality 0,520 0,425 0,460 0,836

CA3 Delivery

Dependability 0,487 0,399 0,460 0,784

CA4 Product

Innovation 0,414 0,464 0,410 0,815

CA5 Time to Market 0,502 0,463 0,397 0,845

Berdasarkan Tabel 4.16 diketahui masing-masing indikator pada variabel intellectual capital, organizational innovativeness, organizational learning capability, dan competitive advantage memiliki nilai cross loading terbesar pada variabel yang dibentuknya dibandingkan pada variabel lainnya. Dengan demikian bisa dikatakan indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini telah memiliki discriminat validity yang baik dalam menyusun variabelnya masing- masing.

(20)

4.3.1.3. Composite Realibility

Composite reliability digunakan untuk menguji reliabilitas konstruk dalam penelitian. Suatu konstruk atau variabel dikatakan memenuhi reliabilitas konstruk jika memiliki nilai composite reliability > 0,6. Berikut adalah nilai composite reliability masing-masing variabel:

Tabel 4.17

Nilai Composite Reliability

Variabel Composite Reliability

Intellectual Capital (IC) 0.911

Organizational Innovativeness (OI) 0.939 Organizational Learning Capability (OLC) 0.921

Competitive Advantage (CA) 0.898

Sumber: Lampiran 6

Tabel 4.17 menunjukkan bahwa nilai composite reliability variabel intellectual capital, organizational innovativeness, organizational learning capability, dan competitive advantage, semuanya > 0,6. Dengan demikian dalam model penelitian, masing-masing variabel telah memenuhi reliabilitas konstruk.

4.3.2. Evaluasi Inner Model

Pada evaluasi inner model akan dijelaskan hasil uji goodness-of-fit menggunakan nilai Q-Square dan uji hipotesis.

4.3.2.1. Uji Goodness-of-Fit

Berdasarkan pengolahan data dengan PLS, dihasilkan nilai R-Square sebagai berikut:

Tabel 4.18 Nilai R-Square

Variabel Endogen Nilai R-Square

Organizational Innovativeness (OI) 0,342 Organizational Learning Capability (OLC) 0,120

Competitive Advantage (CA) 0,502

Sumber: Lampiran 6

(21)

Berdasarkan Tabel 4.18 diketahui nilai R-Square untuk organizational learning capability sebesar 0,120 memiliki arti bahwa prosentase besarnya organizational learning capability yang dapat dijelaskan oleh intellectual capital adalah sebesar 12%. Nilai R-Square untuk organizational innovativeness sebesar 0,342 memiliki arti bahwa prosentase besarnya organizational innovativeness yang dapat dijelaskan oleh intellectual capital dan organizational learning capability adalah sebesar 34,2%. Nilai R-Square untuk competitive advantage sebesar 0,502 memiliki arti bahwa prosentase besarnya competitive advantage yang dapat dijelaskan oleh intellectual capital, organizational learning capability dan organizational innovativeness adalah sebesar 50,2%.

Penilaian goodness of fit diketahui dari nilai Q-Square. Nilai Q-Square memiliki arti yang sama dengan koefisien determinasi (R-Square) pada analisis regresi, semakin tinggi Q-Square, maka model dapat dikatakan semakin fit dengan data.

Hasil perhitungan nilai Q-Square adalah sebagai berikut:

Q-Square = 1 – [(1 – 0,120) x (1 – 0,342) x (1 – 0,502)]

= 0,712

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Q-Square sebesar 0,712, artinya besarnya keragaman dari data penelitian yang dapat dijelaskan oleh model penelitian adalah sebesar 71,2%, sedangkan 28,8% sisanya dijelaskan faktor lain di luar model. Berdasarkan hasil ini, model pada penelitian telah memiliki goodness of fit yang baik. Ada beberapa faktor lain yang dapat menjelelaskan, seperti strategic leadership. Mahdi dan Almsafir (2014) menyatakan bahwa competitive advantage dapat ditingkatkan ketika strategic leadership diterapkan. Ada pula faktor lain seperti customer value, yang menurut Huang, Zhou, dan Han (2013), merupakan salah satu sumber competitive advantage. Begitu juga dengan faktor- faktor lainnya.

(22)

4.3.2.2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan melihat t-statistic dan koefisien pengaruh (original sample estimate). Hipotesis penelitian dapat diterima jika t-statistic >

1,64 (one-tailed) dan koefisien pengaruh bernilai positif.

Berikut adalah koefisien pengaruh dan t-statistic yang dihasilkan inner model:

Tabel 4.19

Koefisien Pengaruh dan T-Statistic

Hipotesis Pengaruh Koefisien

Pengaruh t-statistic H1 Intellectual Capital (IC) → Competitive

Advantage (CA) 0,409 4,284

H2

Intellectual Capital (IC) → Organizational Learning Capability (OLC)

0,347 2,706

H3 Intellectual Capital (IC) →

Organizational Innovativeness (OI) 0,284 2,577 H4

Organizational Learning Capability (OLC) → Organizational Innovativeness (OI)

0,422 4,329

H5 Organizational Learning Capability

(OLC) → Competitive Advantage (CA) 0,279 3,281 H6 Organizational Innovativeness (OI) →

Competitive Advantage (CA) 0,209 2,286

Sumber: Lampiran 6

Berdasarkan Tabel 4.19 diketahui nilai koefisien pengaruh intellectual capital terhadap competitive advantage sebesar 0,409 dengan t-statistic sebesar 4,284 > 1,64. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara intellectual capital terhadap competitive advantage pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar sampel penelitian. Artinya intellectual capital yang semakin tinggi, akan meningkatkan competitive advantage secara signifikan.

Berdasarkan hasil ini H1 yang menduga terdapat pengaruh positif antara intellectual capital terhadap competitive advantage dapat diterima.

Nilai koefisien pengaruh intellectual capital terhadap organizational learning capability sebesar 0,347 dengan t-statistic sebesar 2,706 > 1,64. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara intellectual capital

(23)

terhadap organizational learning capability pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar sampel penelitian. Artinya intellectual capital yang semakin tinggi, akan meningkatkan organizational learning capability secara signifikan. Berdasarkan hasil ini H2 yang menduga terdapat pengaruh positif antara intellectual capital terhadap organizational learning capability dapat diterima.

Nilai koefisien pengaruh intellectual capital terhadap organizational innovativeness sebesar 0,284 dengan t-statistic sebesar 2,577 > 1,64. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara intellectual capital terhadap organizational innovativeness pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar sampel penelitian. Artinya intellectual capital yang semakin tinggi, akan meningkatkan organizational innovativeness secara signifikan.

Berdasarkan hasil ini H3 yang menduga terdapat pengaruh positif antara intellectual capital terhadap organizational innovativeness dapat diterima.

Nilai koefisien pengaruh organizational learning capability terhadap organizational innovativeness sebesar 0,422 dengan t-statistic sebesar 4,329 > 1,64.

Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara organizational learning capability terhadap organizational innovativeness pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar sampel penelitian. Artinya organizational learning capability yang semakin tinggi, akan meningkatkan organizational innovativeness secara signifikan. Berdasarkan hasil ini H4 yang menduga terdapat pengaruh positif antara organizational learning capability terhadap organizational innovativeness dapat diterima.

Nilai koefisien pengaruh organizational learning capability terhadap competitive advantage sebesar 0,279 dengan t-statistic sebesar 3,281 > 1,64. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara organizational learning capability terhadap competitive advantage pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar sampel penelitian. Artinya organizational learning capability yang semakin tinggi, akan meningkatkan competitive advantage secara signifikan. Berdasarkan hasil ini H5 yang menduga terdapat pengaruh positif antara organizational learning capability terhadap competitive advantage dapat diterima.

(24)

Nilai koefisien pengaruh organizational innovativeness terhadap competitive advantage sebesar 0,209 dengan t-statistic sebesar 2,286 > 1,64. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara organizational innovativeness terhadap competitive advantage pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar sampel penelitian. Artinya organizational innovativeness yang semakin tinggi, akan meningkatkan competitive advantage secara signifikan. Berdasarkan hasil ini H6 yang menduga terdapat pengaruh positif antara organizational innovativeness terhadap competitive advantage dapat diterima.

4.3.2.3. Pengujian Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect)

Besarnya pengaruh intellectual capital terhadap competitive advantage secara tidak langsung melalui mediasi organizational innovativeness dan organizational learning capability dapat dilakukan dengan mengalikan pengaruh langsungnya (direct effect). Sedangkan signifikansi dari pengaruh mediasi tersebut dapat diketahui melalui sobel test. Sobel test merupakan pengujian signifikansi indirect effect dengan nilai input dari hasil PLS, yaitu T-Statistic (original sample) yang dilambangkan dengan ta dan tb. Hasil sobel test disajikan pada Lampiran 8.

Tabel 4.20

Pengaruh Tidak Langsung

Pengaruh Koefisien Pengaruh Test Statistic p-value Intellectual Capital (IC) →

Organizational Learning Capability (OLC) → Competitive Advantage (CA)

0.347 x 0,279 = 0,104 1,690 0,091

Intellectual Capital (IC) → Organizational Innovativeness (OI) → Competitive Advantage (CA)

0,284 x 0,209 = 0,059 1,873 0,061

Sumber: Lampiran 7

Tabel 4.20 menunjukan besarnya pengaruh tidak langsung intellectual capital terhadap competitive advantage melalui organizational learning capability sebesar 0,104. Sementara itu, hasil sobel test menghasilkan nilai test statistic yang

(25)

lebih kecil dari 1,96, yaitu sebesar 1,690, dan p-value lebih besar dari 5%, yaitu sebesar 0,091. Hasil ini menunjukan bahwa organizational learning capability memiliki efek mediasi terhadap hubungan intellectual capital dan competitive advantage, namun, tidak signifikan. Hubungan intellectual capital dan competitive advantage lebih signifikan jika langsung/direct dan tanpa organizational learning capability sebagai mediasi.

Table 4.20 juga menunjukan besarnya pengaruh tidak langsung intellectual capital terhadap competitive advantage melalui besarnya organizational innovativeness sebesar 0,059. Sementara itu, hasil sobel test menghasilkan nilai test statistic yang lebih kecil dari 1,96, yaitu sebesar 1,873, dan p-value lebih besar dari 5%, yaitu sebesar 0,061. Hasil ini menunjukan bahwa organizational innovativeness memiliki efek mediasi terhadap hubungan intellectual capital dan competitive advantage, namun, tidak signifikan. Hubungan intellectual capital dan competitive advantage lebih signifikan jika langsung/direct dan tanpa organizational innovativeness sebagai mediasi.

4.4. Pembahasan

4.4.1. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Competitive Advantage

Berdasarkan tabel 4.19, dapat dilihat bahwa koefisien pengaruhnya bernilai positif, yaitu sebesar 0,409. Hal ini berarti intellectual capital mempunyai pengaruh yang positif terhadap competitive advantage. Selanjutnya, jika dilihat dari nilai t- statistic nya lebih besar dari 1,64, yaitu sebesar 4,284, dapat diketahui bahwa intellectual capital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap competitive advantage.

Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Chen (2008), Kocoglu, Imamoglu, & Ince (2009), Kamukama, Ahiauzu, & Ntayi (2011), Kamukama (2013), dan Yaseen, Dajani, dan Hasan (2016), yang menemukan hubungan/pengaruh positif antara variabel intellectual capital dengan competitive advantage. Hasil ini juga mendukung pernyataan Nuryaman (2015), Chen, Cheng, dan Hwang, (2005) bahwa intellectual capital dikenal sebagai aset yang penting dalam menciptakan competitive advantage. Begitu pula dengan pernyataan Gogan,

(26)

Artene, Sarca, dan Draghici (2016), bahwa intellectual capital merupakan aktivitas yang penting bagi organisasi yang ingin memperoleh competitive advantage.

Berdasarkan tabel 4.16, indikator intellectual capital yang paling besar pengaruhnya terhadap competitive advantage adalah indikator human capital, dengan cross loading sebesar 0,603. Human capital sendiri adalah orang-orang bertalenta yang merupakan unsur-unsur kritis bagi perusahaan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang superior sehingga memuaskan pelanggan (Choudhury, 2010). Berdasarkan tabel 4.7, Human capital ditemukan paling tinggi dalam hal keahlian karyawan dalam bidang pekerjaan dan fungsinya, dengan mean sebesar 3,76.

Sementara indikator competitive advantage yang paling besar dipengaruhi adalah time to market, dengan cross loading sebesar 0,845. Time to market sendiri merupakan sejauh mana sebuah organisasi mampu untuk memperkenalkan produk baru dengan lebih cepat daripada para pesaing utama (Li, 2002). Berdasarkan tabel 4.13, Time to market ditemukan paling tinggi dalam hal kecepatan meluncurkan produk baru ke pasar dengan mean sebesar 3,76.

Hasil ini menunjukan bahwa human capital melalui keahlian karyawan dalam bidang pekerjaan dan fungsinya mampu mempersiapkan produk baru dengan cepat sehingga dapat diluncurkan ke pasar dengan segera, yang akan meningkatkan time to market, dan pada akhirnya menciptakan competitive advantage bagi perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kamukama (2013), bahwa staf yang kompeten dan punya kualitas unik mampu memberikan layanan yang lebih baik daripada para pesaing perusahaan di pasar, dimana hal tersebut akan menempatkan perusahaan dalam competitive advantage yang lebih baik.

Oleh karena itu, semakin tinggi intellectual capital maka semakin tinggi pula competitive advantage. Secara keseluruhan, hipotesis pertama yang menyatakan intellectual capital berpengaruh positif dan signifikan terhadap competitive advantage pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur dapat diterima.

(27)

4.4.2. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Organizational Learning Capability

Berdasarkan tabel 4.19, dapat dilihat bahwa koefisien pengaruhnya bernilai positif, yaitu sebesar 0,347. Hal ini berarti intellectual capital mempunyai pengaruh yang positif terhadap organizational learning capability. Selanjutnya, jika dilihat dari nilai t-statistic nya lebih besar dari 1,64, yaitu sebesar 2,706, dapat diketahui bahwa intellectual capital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap organizational learning capability. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh beberapa penelitian seperti Farsani, Bidmeshgipour, Habibi, dan Rashidi (2012), Hsu dan Fang (2009), Zarezadeh, Moeinaddin, dan Nayebzadeh (2014), serta Allameh, Abbasi, dan Shokrani (2010), bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel intellectual capital terhadap organizational learning capability.

Berdasarkan tabel 4.16, indikator intellectual capital yang paling besar pengaruhnya terhadap organizational learning capability adalah indikator organizational capital, dengan cross loading sebesar 0,351. Organizational capital sendiri terdiri dari pengetahuan dan pengalaman yang disimpan dalam database, rutinitas, paten, manual, struktur, dan sejenisnya (Youndt, Subramaniam, dan Snell, 2004). Organizational capital, berdasarkan tabel 4.7, paling tinggi dalam hal dokumentasi pengetahuan dalam bentuk laporan resmi, studi kasus, dan paten, dengan mean sebesar 3,62.

Sementara indikator organizational learning capability yang paling besar dipengaruhi adalah dialogue, dengan cross loading sebesar 0,887. Dialogue sendiri mencakup komunikasi, keragaman, kerja tim dan kolaborasi (Escrig, Broch, Gomez, & Lapiedra, 2016). Dialogue, berdasarkan tabel 4.11, paling tinggi dalam hal komunikasi karyawan satu dengan yang lain, dengan mean sebesar 3,87.

Hal ini menunjukan bahwa organizational capital melalui kelengkapan dokumentasi pengetahuan yang dimiliki, mampu mendorong komunikasi antar karyawan dalam perusahaan, yang akan meningkatkan dialogue, dan pada akhirnya meningkatkan organizational learning capability dalam perusahaan.

Oleh karena itu, semakin tinggi intellectual capital maka semakin tinggi pula organizational learning capability. Secara keseluruhan, hipotesis kedua yang

(28)

menyatakan intellectual capital berpengaruh positif signifikan terhadap organizational learning capability pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur dapat diterima.

4.4.3. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Organizational Innovativeness Berdasarkan tabel 4.19, dapat dilihat bahwa koefisien pengaruhnya bernilai positif, yaitu sebesar 0,284. Hal ini berarti intellectual capital mempunyai pengaruh yang positif terhadap organizational innovativeness. Selanjutnya, jika dilihat dari nilai t-statistic nya lebih besar dari 1,64, yaitu sebesar 2,577, dapat diketahui bahwa intellectual capital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap organizational innovativeness.

Berdasarkan tabel 4.16, indikator intellectual capital yang paling besar pengaruhnya terhadap organizational innovativeness adalah indikator human capital, dengan cross loading sebesar 0,391. Human capital sendiri merupakan merupakan orang-orang bertalenta yang merupakan unsur-unsur kritis bagi perusahaan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang superior sehingga memuaskan pelanggan (Choudhury, 2010). Berdasarkan tabel 4.7, Human capital ditemukan paling tinggi dalam hal keahlian karyawan dalam bidang pekerjaan dan fungsinya, dengan mean sebesar 3,76.

Sementara indikator organizational innovativeness yang paling besar dipengaruhi adalah strategic innovativeness, dengan cross loading sebesar 0,897.

Strategic innovativeness sendiri merupakan kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi peluang eksternal dengan tepat waktu dan mencocokkan peluang eksternal dengan kemampuan internal untuk menghasilkan produk inovatif serta menjelajahi pasar atau sektor pasar baru (Wang & Ahmed, 2004). Berdasarkan tabel 4.9, Strategic innovativeness ditemukan paling tinggi dalam hal pencarian solusi baru dan inovatif secara terus menerus melalui karyawan yang punya ide-ide baru, dengan mean sebesar 3,76. Hal ini menunjukan bahwa human capital melalui keahlian karyawan dalam bidang pekerjaan dan fungsinya, mampu mendukung pencarian solusi-solusi baru dan inovatif, yang akan meningkatkan strategic innovativeness, dan pada akhirnya meningkatkan organizational innovativeness dalam perusahaan.

(29)

Hasil tersebut mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Hsu (2007), menyebutkan bahwa organizational innovativeness pada dasarnya terkait dengan human capital. Selain itu, hasil ini juga mendukung hasil penelitian terdahulu yg dilakukan oleh Agostini, Nosella, dan Filippini (2017) dan Kalkana, Bozkurtb, dan Armanc (2014), bahwa terdapat hubungan positif antara intellectual capital dengan innovation. Oleh karena itu, semakin tinggi intellectual capital maka semakin tinggi pula organizational innovativeness. Secara keseluruhan, hipotesis ketiga yang menyatakan intellectual capital berpengaruh positif signifikan terhadap organizational innovativeness pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur dapat diterima.

4.4.4. Pengaruh Organizational Learning Capability Terhadap Organizational Innovativenes

Berdasarkan tabel 4.19, dapat dilihat bahwa koefisien pengaruhnya bernilai positif, yaitu sebesar 0,422. Hal ini berarti organizational learning capability mempunyai pengaruh yang positif terhadap organizational innovativeness.

Selanjutnya, jika dilihat dari nilai t-statistic nya lebih besar dari 1,64, yaitu sebesar 4,329, dapat diketahui bahwa organizational learning capability memiliki pengaruh yang signifikan terhadap competitive advantage.

Hasil tersebut mendukung penelitian Onag, Tepeci, dan Basalp (2014), yang menemukan hubungan positif dan signifikan antara organizational learning capability terhadap organizational innovativeness. Hasil ini juga mendukung pernyataan Gunsel, Siachou, dan Acar (2011), bahwa manajemen harus berinvestasi pada peningkatan learning capability untuk menyerap dan mengubah pengetahuan baru, serta menerapkannya ke dalam produk, proses, maupun layanan yang inovatif.

Berdasarkan tabel 4.16, indikator organizational learning capability yang paling besar pengaruhnya terhadap organizational innovativeness adalah indikator dialogue, dengan cross loading sebesar 0,528. Dialogue sendiri mencakup komunikasi, keragaman, kerja tim dan kolaborasi (Escrig, Broch, Gomez, &

Lapiedra, 2016). Dialogue, berdasarkan tabel 4.11, paling tinggi dalam hal komunikasi karyawan satu dengan yang lain, dengan mean sebesar 3,87.

(30)

Sementara indikator organizational innovativeness yang paling besar dipengaruhi adalah strategic innovativeness, dengan cross loading sebesar 0,897.

Strategic innovativeness sendiri merupakan kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi peluang eksternal dengan tepat waktu dan mencocokkan peluang eksternal dengan kemampuan internal untuk menghasilkan produk inovatif serta menjelajahi pasar atau sektor pasar baru (Wang & Ahmed, 2004). Berdasarkan tabel 4.9, Strategic innovativeness ditemukan paling tinggi dalam hal pencarian solusi baru dan inovatif secara terus menerus melalui karyawan yang punya ide-ide baru, dengan mean sebesar 3,76.

Hal ini menunjukan bahwa dialogue melalui komunikasi antar karyawan yang baik, mampu mendukung pencarian solusi-solusi baru dan inovatif, yang akan meningkatkan strategic innovativeness, dan pada akhirnya meningkatkan organizational innovativeness dalam perusahaan. Oleh karena itu, semakin tinggi organizational learning capability maka semakin tinggi pula organizational innovativeness. Secara keseluruhan, hipotesis keempat yang menyatakan organizational learning capability berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational innovativeness pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur dapat diterima.

4.4.5. Pengaruh Organizational Learning Capability Terhadap Competitive Advantage

Berdasarkan tabel 4.19, dapat dilihat bahwa koefisien pengaruhnya bernilai positif, yaitu sebesar 0,279. Hal ini berarti organizational learning capability mempunyai pengaruh yang positif terhadap competitive advantage. Selanjutnya, jika dilihat dari nilai t-statistic nya lebih besar dari 1,64, yaitu sebesar 3,281, dapat diketahui bahwa organizational learning capability memiliki pengaruh yang signifikan terhadap competitive advantage.

Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Akhtar, Khan, dan Mujtaba (2013), bahwa learning capability berhubungan positif dengan competitive advantage. Begitu pula dengan penelitian John (2011) yang menemukan bahwa learning capability secara signifikan mempengaruhi posisi persaingan perusahaan. Hasil ini juga mendukung pernyataan Bhatnagar (2006),

(31)

yang menyebutkan bahwa organisasi dapat memperoleh competitive advantage jika mereka terus meningkatkan learning capability lebih cepat dibanding pesaing mereka.

Selain itu, berdasarkan tabel 4.16, indikator organizational learning capability yang paling besar pengaruhnya terhadap competitive advantage adalah indikator participative decision making, dengan cross loading sebesar 0,468.

Participative decision making sendiri merupakan tingkat pengaruh yang dimiliki karyawan dalam proses pengambilan keputusan (Chiva, Alegre, & Lapiedra, 2007).

Berdasarkan tabel 4.9, participative decision making ditemukan paling tinggi dalam keterlibatan yang dirasakan karyawan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting, dengan mean sebesar 3,79.

Sementara indikator competitive advantage yang paling besar dipengaruhi adalah time to market, dengan cross loading sebesar 0,845. Time to market sendiri merupakan sejauh mana sebuah organisasi mampu untuk memperkenalkan produk baru dengan lebih cepat daripada para pesaing utama (Li, 2002). Berdasarkan tabel 4.13, Time to market ditemukan paling tinggi dalam hal kecepatan meluncurkan produk baru ke pasar dengan mean sebesar 3,76.

Hal ini menunjukan bahwa participative decision making, ketika karyawan merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting, maka persiapan produk baru akan berjalan dengan cepat, efektif, dan tanpa hambatan, sehingga produk baru dapat diluncurkan ke pasar dengan segera, yang akan meningkatkan time to market, dan pada akhirnya menciptakan competitive advantage bagi perusahaan. Oleh karena itu, semakin tinggi organizational learning capability maka semakin tinggi pula competitive advantage. Secara keseluruhan, hipotesis kelima yang menyatakan organizational learning capability berpengaruh positif dan signifikan terhadap competitive advantage pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur dapat diterima.

(32)

4.4.6. Pengaruh Organizational Innovativeness Terhadap Competitive Advantage

Berdasarkan tabel 4.19, dapat dilihat bahwa koefisien pengaruhnya bernilai positif, yaitu sebesar 0,209. Hal ini berarti organizational innovativeness mempunyai pengaruh yang positif terhadap competitive advantage. Selanjutnya, jika dilihat dari nilai t-statistic nya lebih besar dari 1,64, yaitu sebesar 2,286, dapat diketahui bahwa organizational innovativeness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap competitive advantage.

Selain itu, berdasarkan tabel 4.16, indikator organizational innovativeness yang paling besar pengaruhnya terhadap competitive advantage adalah indikator behavioural innovativeness, dengan cross loading sebesar 0,519. Behavioural Innovativeness sendiri merupakan faktor fundamental yang mendasari innovative outcome (Wang dan Ahmed, 2004). Berdasarkan tabel 4.9, Time to market ditemukan paling tinggi dalam hal banyaknya dukungan yang diperoleh karyawan ketika mereka ingin mencoba cara baru dalam melakukan sesuatu dengan mean sebesar 3,74.

Sementara indikator competitive advantage yang paling besar dipengaruhi adalah time to market, dengan cross loading sebesar 0,845. Time to market sendiri merupakan sejauh mana sebuah organisasi mampu untuk memperkenalkan produk baru dengan lebih cepat daripada para pesaing utama (Li, 2002). Berdasarkan tabel 4.13, Time to market ditemukan paling tinggi dalam hal kecepatan meluncurkan produk baru ke pasar dengan mean sebesar 3,76.

Hal ini menunjukan bahwa participative decision making, ketika karyawan merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting, maka persiapan produk baru akan berjalan dengan cepat, efektif, dan tanpa hambatan, sehingga produk baru dapat diluncurkan ke pasar dengan segera, yang akan meningkatkan time to market, dan pada akhirnya menciptakan competitive advantage bagi perusahaan. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Overstreet, Hanna, Byrd, Cegielski, dan Hazen (2013), bahwa Organizational Innovativeness dapat menyediakan sustained competitive advantage bagi perusahaan. Begitu pula dengan pernyataan Acar dan Acar (2012),

(33)

yang menyebutkan bahwa organizational innovativeness merupakan kemampuan kunci yang mendatangkan competitive advantage bagi perusahaan.

Hasil ini juga mendukung pernyataan Bidmeshgipour, Ismail, dan Omar (2012) juga menyebutkan bahwa organizational innovativeness merupakan salah satu pencapaian yang membawa competitive advantage dan kemakmuran dalam organisasi. Oleh karena itu, semakin tinggi organizational innovativeness maka semakin tinggi pula competitive advantage. Secara keseluruhan, hipotesis keenam yang menyatakan organizational innovativeness berpengaruh positif dan signifikan terhadap competitive advantage pada perusahaan retail dan perdagangan menengah dan besar yang berlokasi di Jawa Timur dapat diterima.

Referensi

Dokumen terkait

Pada era modern saat ini teknologi semakin berkembang dengan pesat. Proses pencarian data dan informasi pun menjadi semakin mudah dan cepat. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan

Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka..

Adapun urutan prosedur penelitian sebagai berikut : Membuat kuesioner sebanyak jumlah responden yang akan ditentukan, membagi kuesioner kepada responden, mengumpulkan

Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa ibunya ke puskesmas dengan keluhan sakit perut, rewel, nafsu makan menurun dan sering tidak bisa tidur ketika malam hari karena mengeluh

Dalam komunikasi organisasi, komunikasi antar karyawan (employee relations) sangat penting karena karyawan dalam suatu organisasi yang bisa dikatakan suatu kerangka

Lembaga*lembaga keuangan dapat mena(arkan berbagai jenis surat berharga menurut besar-ke!ilnya nilai atau jangka (aktunya +elain itu, resiko yang ditanggung

Agar semua kondisi yang tidak diinginkan tidak terjadi, seperti hilangnya dokumen kerja yang belum disimpan ketika menyalakan komputer, rusaknya komponen komputer yang digunakan

Kamioietatik atera aleman batzu saiatu ziren Mauleko postara joaitera laguntza eske, baina ordukotz kaleak sasi gudariz beteak ziren, FTP ek arrapatu zituzten: beren armak ez