• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Biaya

Dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan dan pengendalian manajemen membutuhkan pemahaman akan arti biaya dan terminologi yang berkaitan dengan biaya. Pembebanan biaya atas produk, jasa, pelanggan dan objek lain yang merupakan kepentingan manajemen, adalah salah satu tujuan dasar sistem informasi akuntasi manajemen. Peningkatan keakuratan pembebanan biaya menghasilkan informasi yang lebih bermutu tinggi yang kemudian dapat digunakan untuk membuat keputusan yang lebih baik. Memperbaiki penentuan biaya telah menjadi pengembangan utama dalam bidang manajemen biaya. Sebelum membicarakan proses penentuan biaya, baiknya menentukan mengenai definisi biaya (cost).

Biaya (cost) dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu aktiva atau aset dan beban atau expense. Biaya akan dicatat sebagai aktiva atau aset apabila memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Sedangkan biaya akan dikategorikan sebagai beban atau expense jika memberikan manfaat pada periode akuntansi berjalan.

Aktiva atau aset juga dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu : aktiva atau aset dan beban atau expense. Jika aktiva atau aset tersebut belum terpakai,

(2)

maka tetap dicatat sebagai aktiva atau aset. Sedangkan apabila aktiva atau aset tersebut telah digunakan, maka akan dicatat sebagai beban.

Sprouse dan Moonitz dalam Carter (2009) mendefinisikan biaya sebagai suatu nilai tukar, pengeluaran, atau pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat. Sedangkan Purwanti dan Prawironegoro (2013) mendefinisikan biaya sebagai kas atau setara kas yang dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh manfaat atas suatu barang dan jasa di masa yang akan datang. Jadi, biaya adalah suatu pengorbanan yang biasanya diukur dalam satuan mata uang yang digunakan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai pengeluar biaya.

Biaya merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan. Tanpa informasi biaya, maka perusahaan tidak dapat menentukan apakah kegiatan usaha yang dijalankannya menghasilkan laba atau hasil usaha yang perusahaan tersebut inginkan. Tanpa informasi biaya pula, perusahaan tidak memiliki dasar untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi yang akan digunakan untuk aktivitas bisnisnya pada periode selanjutnya.

Dalam operasi perusahaan pada umumnya biaya akan terjadi lebih dahulu sebelum pendapatan terjadi pada waktu kemudian. Oleh karena itu pengakuan dan pengukuran secara tepat pada biaya akan mempengaruhi ketepatan pengakuan dan pengukuran pendapatan. Pengertian biaya, Sri Dewi Anggadini, dkk (2012) mendefenisikan biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan, untuk memperoleh manfaat.

(3)

Hansen dan Mowen (2006) mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi. Sedangkan defenisi biaya menurut Mulyadi (2012), yaitu: “pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.” Sedangkan menurut PSAK 16 (2009) biaya adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang distribusikan pada aset ketika pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain, contohnya PSAK 53 Pembayaran Berbasis Saham” (PSAK 16.6; 2009)

Di samping itu biaya dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Sebagai contoh, menukar peralatan dengan bahan yang digunakan untuk produksi. Dalam usaha menghasilkan manfaat saat ini dan di masa depan, manajemen suatu organisasi harus melakukan berbagai usaha untuk meminimumkan biaya yang dibutuhkan dalam mencapai keuntungan tertentu. Mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai manfaat tertentu memiliki arti bahwa perusahaan menjadi lebih efisien. Biaya tidak harus ditekan, tetapi juga harus dikelola secara strategis.

(4)

Berdasarkan dari pengertian-pengertian biaya di atas dapat diambil empat kesimpulan sebagai berikut:

1. Biaya merupakan pengorbanan sumber uang 2. Diukur dalam satuan uang

3. Yang terjadi atau yang akan terjadi 4. Pengorbanan untuk memperoleh manfaat

2.1.2 Klasifikasi biaya

Akuntansi biaya dalam membantu manejemen untuk memperoleh informasi biaya selalu berkaitan dengan masalah klasifikasi biaya. Hal ini merupakan salah satu proses pengelompokan biaya ke dalam kelompok tertentu menurut persamaan yang ada, untuk memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan menejemen.

Adapun klasifikasi biaya menurut Sri Dewi Anggadi dkk (2012) sebagai berikut:

1. Biaya atas dasar elemen produk yaitu:

a. Biaya bahan baku, adalah biaya bahan baku yang dapat diidentifikasi ke produk jadi dan dapat dengan mudah ditelusur ke produk jadi serta membentuk sebagai produk jadi.

b. Biaya tenaga kerja langsung, adalah biaya tenaga kerja yang secara langsung ikut memperoduksi produk jadi dan dapat secara mudah ditelusur ke produk jadi.

(5)

bahan baku tak langsung, dan biaya produksi tak langsung yang lain. 2. Biaya atas dasar hubungan dengan aktifitas volume, yaitu:

a. Biaya tetap, adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam range volume tertentu tetapi per unitnya berubah-ubah, artinya biaya per satuannya berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan. Semakin banyak volume yang diproduksi akan rendah biaya per satuannya, sebaliknya semakin sedikit volume yang diproduksi akan semakin tinggi biaya per satuanya.

b. Biaya variabel, adalah biaya yang jumlah totalnya berubah secara proposional dengan perubahan volume produksi tetapi per unitnya selalu tetap.

c. Biaya semi variabel (semi variable cost), yaitu biaya yang mempunyai karakteristik tetap dan variabel yang secara total mengalami perubahan tetapi tidak proposional dengan volume produksinya. Semakin besar volume produksi semakin besar biaya Lolalnya. Sedangkan biaya per satuannya akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume produksi tetapi sifatnya tidak sebanding. Pengeluaran yang digolongkan sebagai biaya semi variabel adalah biaya listrik, biaya telepon, biaya air, biaya pemeliharaan mesin, biaya pemeliharaan kendaraan.

3. Biaya atas dasar dapat-tidaknya ditelusur, yaitu

a. Biaya langsung (direct cost), adalah biaya yang dapat langsung dibebankan pada produk/departemen tertentu, contohnya biaya bahan baku, baiya lenaga kerja langsung.

(6)

b. Biaya tidak langsung (indirect cost), adalah biaya yang tidak dapat secra langsung dibebankan pada produksi departeman tertentu, contohny biaya overhead

4. Biaya atas dasar hubungan dengan departemen terjadinya, yaitu:

a. Biaya departemen produksi, adalah biaya departemen yang mengolah bahan baku menjadi produk jadi.

b. Biaya departemen pembantu, adalah biaya departemen yang secard tidak langsung berhubungan dengan produksi sehingga akan memberikan jasa tertentu untuk dinikmati oleh departemen lain.

5. Biaya atas dasar fungsinya, yaitu

a. Biaya produksi, adalah biaya yang berhubungan dengan pengolahan suatu produk yang merupakan penjumlahan dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead.

c. Biaya pemasaran, adalah biaya yang dikeluarkan dari produk selesai sampai dengan pengumpulan piutang menjadi kas. Biaya ini berhubungan dengan pemasaran atau penjualan produk, contohnya komisi penjualan, biaya promosi.

d. Biaya administrasi dan umum, adalah biaya yang berhubungan dengan operasional perusahaan.

e. Biaya keuangan, yaitu biaya yang berhubungan dengan perolehan dana untuk operasi perusahaan, contohnya biaya bunga.

(7)

6. Biaya atas dasar periode pembebanan, yaitu

a. Biaya pengeluaran modal (capital expenditure cost), adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi pada saat terjadi dicatat sebagai aktiva dan dibebankan sebagai biaya jika sudah digunakan. b. Biaya pengeluaran penghasilan (revenue expenditure cost), adalah biaya

yang bermanfaat hanya pada saat periode akuntansi terjadinya biaya tersebut. Biaya ini langsung dibebankan sebagai biaya.

7. Biaya atas dasar hubungan dengan pengendalian biaya

a. Biaya terkendali (controllable cost), adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh manajer tertentu dalam jangka waktu terentu. b. Biaya tak terkendali (uncontrollable cost), adalah biaya yang secara tidak

langsung dapat dipengaruhi oleh manejer tertentu dalamjangka waktu tertentu.

8. Biaya atas dasar hubungan dengan pengambilan keputusan

a. Biaya relevan (relevant cost), adalah biaya masa datang yang berbeda atau terpengaruh dalam berbagai altematif suatu pengambilan keputusan.

b. Biaya tidak relevan (unrelevant cost), adalah biaya yang tidak terpangaruh dalam pengambilan keputusan yang sama jumlahnya tanpa adanya altematif yang dipilih.

(8)

2.1.3 Harga Pokok Produksi

2.1.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan hal yang penting untuk perusahaan dalam menilai kinerja produksi yang telah dilakukannya. Harga pokok produksi dapat digunakan oleh perusahaan untuk melihat apakah produksi memberikan laba yang optimal. Harga pokok produksi dibentuk dari biaya produksi, yang selanjutnya digunakan perusahaan untuk menentukan harga jual produknya. Menurut Mulyadi (2012), harga pokok produksi atau yang disebut dengan harga pokok adalah pengorbanan ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi untuk memperoleh penghasilan. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2012), harga pokok produksi adalah total harga pokok produk, yaitu bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead yang terkait produk, yang diselesaikan selama periode berjalan.

Sementara menurut Soemarso S.R (2004), biaya yang telah diselesaikan selama suatu periode disebut harga pokok produksi barang selesai (cost of good manufactured) atau disingkat dengan harga pokok produksi. Harga pokok ini terdiri dari biaya pabrik ditambah persediaan dalam proses awal periode dikurangi persediaan dalam proses akhir periode.

Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa harga pokok produksi merupakan semua biaya-biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang atau jasa yang dinyatakan dalam satuan uang. Jumlah seluruh biaya yang diperlukan untuk memperoleh dan mempersiapkan barang untuk dijual disebut dengan harga pokok penjualan (cost

(9)

of good sold).

2.1.3.2 Tujuan Penentuan Harga Pokok Produksi

Penentuan harga pokok produksi bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya biaya yang dikorbankan dalam hubungannya dengan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi yang siap untuk dipakai dan dijual. Penentuan harga pokok produksi sangat penting dalam suatu perusahaan, karena merupakan salah satu elemen yang dapat digunakan sebagai pedoman dan sumber informasi bagi pimpinan untuk mengambil keputusan.

Adapun tujuan penentuan harga pokok produksi yang lain, di antaranya adalah:

1. Sebagai dasar untuk menilai efisiensi perusahaan.

2. Sebagai dasar dalam penentuan kebijakan pimpinan perusahaan.

3. Sebagai dasar penilaian bagi penyusunan neraca menyangkut penilaian terhadap aktiva.

4. Sebagai dasar untuk menetapkan harga penawaran atau harga jual kepada konsumen.

5. Menentukan nilai persediaan dalam neraca, yaitu harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses pada akhir periode.

6. Untuk menghitung harga pokok produksi dalam laporan rugi-laba perusahaan. 7. Sebagai evaluasi hasil kerja.

8. Pengawasan terhadap efesiensi biaya, terutama biaya produksi. 9. Sebagai dasar pengambilan keputusan.

(10)

2.1.4 Akuntansi Biaya Konvensional

Sistem akuntansi biaya konvensional adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai kumpulan dan alokasi biaya dari objek biaya, dimana biaya ditelusuri ke setiap produk sebab setiap bagian produk mengkonsumsi sumber daya. Pada sistem ini, biasanya seluruh biaya tidak langsung akan dikumpulkan dalam satu pengelompokan biaya (cost pool), kemudian seluruh total biaya tersebut dialokasikan dengan satu dasar pengalokasian (cost allocation based) kepada suatu objek biaya. Pemilihan dasar pengalokasian biasanya berdasarkan hubungan sebab akibat yang paling mewakili sebagian besar biaya tidak langsung. Dalam sistem akuntansi biaya konvensional istilah pemicu biaya ini dikenal sebagai basis alokasi (allocation bases) seperti jumlah jam tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan langsung, jumlah jam mesin dan jumlah unit yang dihasilkan. Semua basis alokasi ini merupakan pemicu biaya yang hanya berhubungan dengan volume atau tingkat produksi (volume related bases or unit level cost drivers) yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik.

Sistem akuntansi biaya konvensional yang banyak dipakai perusahaan-perusahaan saat ini tidak dapat digunakan untuk menghadapi persaingan dalam dunia bisnis modern sekarang ini. Peningkatan penggunaan sistem manajemen biaya, terutama pada perusahaan-perusahaan yang menghadapi peningkatan keragaman produk, kompleksitas produk yang lebih tinggi, daur hidup yang lebih pendek, meningkatnya persyaratan mutu, dan tekanan persaingan yang hebat. Untuk perusahaan yang beroperasi pada lingkungan produksi yang maju, sistem

(11)

akuntansi biaya konvensional tidak dapat bekerja dengan baik.

Sistem biaya konvensional akan dapat mengukur harga pokok produk dengan tepat bila semua sumber daya yang dikonsumsi oleh produk memiliki proporsi yang sama dengan jumlah unit yang diproduksi, akan tetapi karena dalam sistem konvensional menggunakan dasar pembebanan ini, sedangkan produk mengkonsumsi sebagian besar sumber daya pendukung yang proporsinya tidak sama dengan jumlah unit yang dihasilkan, sehingga terjadi distorsi biaya.

Pengguna sistem akuntansi biaya konvensional menyadari kecenderungan distorsi pada data biaya yang dihasilkan dari sebuah sistem perhitungan biaya seringkali berusaha untuk membuat penyesuaian dengan menggunakan intuisi dan cenderung kurang tepat atas informasi biaya tanpa memahami dampak keseluruhannya, sehingga mendistorsi informasi biaya. Informasi biaya yang tidak akurat dapat mengarah pada hasil-hasil strategis yang tidak diinginkan, seperti keputusan lini produk yang salah, penetapan harga yang tidak realistis, dan alokasi sumber daya yang tidak efektif.

2.1.5 Activity Based Costing (ABC) 2.1.5.1 Pengertian Activity Based Costing

Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing – ABC) didefinisikan oleh Charter (2009) sebagai suatu sistem perhitungan biaya dimana untuk biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume yang dihasilkan. Sedangkan menurut Rudianto (2013) mendefinisikan biaya berdasarkan aktivitas sebagai pendekatan yang digunakan untuk menentukan

(12)

biaya produk dengan membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan atas konsumsi sumber daya oleh aktivitas tersebut.

Hansen dan Mowen (2012) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sistem ABC adalah sistem biaya yang pada awalnya menelusuri penggunaan biaya ke aktivitas yang menyerapnya, kemudian menelusuri biaya dari aktivitas tersebut ke produk yang menggunakannya. ABC lebih mencerminkan biaya yang diserap oleh produk secara menyeluruh. ABC mengakui besarnya biaya yang dibebankan ke produk berdasarkan aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi output tersebut.

Islahuzzaman (2011) menjelaskan bahwa sistem ABC memiliki manfaat utama, antara lain:

1. ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang menuju pada pengukuran kemampuan perolehan laba atas produk yang lebih akurat dan pengambilan keputusan strategis.

2. ABC memberikan pengukuran yang lebih akurat atas biaya yang memicu aktivitas, yang membantu manajer dalam memperbaiki produk dan proses menilai dengan membuat keputusan desain produk yang lebih baik, pengendalian biaya yang lebih baik dan membantu mempertinggi berbagai nilai projek.

3. ABC membantu manajer lebih mudah mengakses informasi tentang biayabiaya yang relevan dalam membuat keputusan bisnis.

(13)

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa sistem ABC merupakan salah satu upaya meningkatkan akurasi informasi biaya dari sistem akuntansi biaya konvensional. Untuk itu, Hongren (2008) mendefinisikan ABC sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan.

Sistem ini dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa penyebab timbulnya biaya adalah aktivitas yang dilakukan dalam suatu perusahaan, sehingga wajar bila pengalokasian biaya-biaya tidak langsung dilakukan berdasarkan aktivitas tersebut. Hansen dan Mowen (2000) mendefinisikan ABC sebagai sistem yang pertama kali menelusuri biaya pada kegiatan/aktivitas kemudian pada produk. Sedangkan Muh. Akbar dalam Garrison dan Brewer (2006) menjelaskan bahwa ABC adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.

Garrison menambahkan bahwa metode ABC biasanya digunakan sebagai pelengkap bukan sebagai pengganti sistem biaya yang biasa dipakai perusahaan. Kebanyakan perusahaan yang menggunakan ABC memiliki dua sistem biaya, sistem biaya resmi yang disiapkan untuk laporan keuangan eksternal dan ABC yang digunakan untuk pengambilan keputusan internal dan untuk menjalankan aktivitas.

(14)

Berdasarkan dari defenisi-defenisi di atas ditarik kesimpulan bahwa sistem ABC merupakan suatu metode mengenai sistem perencanaan biaya yang dikembangkan untuk mengantisipasi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam sistem akuntansi biaya konvensional. Yang menjadi pokok perhatian ABC adalah aktivitas-aktivitas perusahaan, dengan penelusuran biaya untuk menghitung harga pokok produk atau jasa, yaitu aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya dan produk atau jasa yang mengkonsumsi aktivitas. Dengan demikian sistem ABC memudahkan perhitungan harga pokok objek biaya yang akurat sehingga mengurangi distorsi pada sistem biaya konvensional dan meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan pihak manajemen.

Gambar 2.1. Konsep Dasar Activity Based Costing Sumber : Hansen/Mowen, 2006

2.1.5.2 Kriteria Penerapan Activity Based Costing System pada Perusahaan Dalam penerapannya, terdapat beberapa kriteria penerapan Activity Based Costing pada perusahaan, antara lain:

Resources Performance

Cost Object Activities Resources

(15)

1. Product diversity

Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman product families yang ditawarkan. Dalam hal ini semakin banyak produk yang dihasilkan, maka semakin cocok menggunakan analisis ABC. Hal ini dikarenakan jika semakin banyak beragam produk yang dihasilkan akan berakibat semakin beragam pula aktivitasnya sehingga semakin tinggi pula tingkat distorsi biaya.

2. Support diversity

Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman aktivitas yang mengakibatkan tingginya pengeluaran biaya overhead. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengalokasian biaya overhead. Jadi, semakin banyak jumlah dan keanekaragaman aktivitas maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.

3. Common processes

Menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kegiatan yang dilakukan secara bersama untuk menghasilkan produk-produk tertentu sehingga biaya periode masing-masing produk sulit dipisahkan. Kegiatan bersama tersebut misalnya :kegiatan manufacturing, engineering, marketing, distribution, accounting, material handling dan sebagainya. Banyaknya departemen yang diperlukan dalam menjalankan operasi perusahaan akan menyebabkan banyaknya common cost. Hal itu berdampak pada sulitnya alokasi biaya per produk. Jadi, semakin tinggi tingkat common processes maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.

(16)

4. Period cost allocation

Menunjukkan kemampuan sistem akuntansi biaya yang ada mengalokasikan biaya periode secara akurat. Biaya periode merupakan biaya uang diidentifikasi dengan interval waktu tertentu karena tidak diperlukan untuk memperoleh barang atau produk yang akan dijual. Untuk dapat memperkecil biaya produk maka lebih disarankan biaya agar biaya periode menjadi proporsi yang paling besar dalam produk. Perusahaan yang telah menerapkan hal tersebut maka cocok untuk menggunakan analisis ABC.

5. Rate of growth of period costs

Menunjukkan tingkat kecepatan pertumbuhan biaya periode sepanjang tahun. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya periode yang pesat akan akan sulit untuk mengalokasikan biaya, dan sehingga tingkat kemungkinan untuk terjadinya distorsi biaya menjadi tinggi. Maka perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya periode yang pesat, cocok dalam penggunaan analisis ABC.

6. Pricing freedom

Menunjukkan tingkat independensi perusahaan dalam menentukan harga sehingga menghasilkan product profitability. Perusahaan yang memiliki ketidakbebasan dalam menentukan harga biasanya disebabkan adanya persaingan dengan kompetitor dalam pasar. Persaingan tersebut berdampak pada penentuan biaya yang tepat bagi perusahaan. Maka perusahaan yang tidak memiliki tingkat independensi untuk menentukan harga maka perusahaan tersebut cocok dengan menggunakan analisis ABC.

(17)

7. Period expense ratio

Menunjukkan kemungkinan terjadinya distorsi biaya produk secara material. Ini berkaitan dengan seberapa tingkat pengaruh penurunan ataupun kenaikan biaya dengan proporsi laba. Jika laba perusahaan tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan maka perusahaan cocok menggunakan analisis ABC. 8. Strategic considerations

Menunjukkan seberapa penting informasi biaya dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan manajemen. Keputusan yang diambil oleh manajemen berkaitan dengan strategi yang diterapkan oleh perusahaan, tidak hanya terbatas pada strategi pemasaran. Sehingga semakin penting informasi biaya dalam pengambilan keputusan maka perusahaan cocok menggunakan analisis ABC.

9. Cost reduction effort

Menggambarkan seberapa penting akurasi pelaporan alokasi biaya periode untuk pengambilan keputusan internal manajemen. Adanya keakuratan pelaporan alokasi biaya periode juga berkaitan dengan evaluasi bagi internal manajemen. Pihak manajemen dapat menggunakan informasi yang disajikan dalam laporan tersebut untuk membuat kebijakan yang lebih tepat pada kemudian hari. Jadi, semakin tinggi tingkat kepentingan akurasi maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.

(18)

10. Analysis of frequency

Menunjukkan tinggi rendahnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis biaya pada produk. Banyak kegiatan berkaitan dengan frekuensi kebutuhan informasi biaya. Semakin tinggi tingkat frekuensinya maka tingkat keakuratan alokasi biaya pun juga semakin dibutuhkan. Maka semakin tinggi tingkat frekuensinya, perusahaan semakin cocok menggunakan analisis ABC.

Ada dua hal mendasar yang harus dipahami sebelum kemungkinan penerapan metode ABC, yaitu:

1. Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang signifikan dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overhead yang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari keseluruhan overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya tradisional pun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sistem ABC kehilangan relevansinya. Artinya, Activity Based Costing akan lebih baik diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi saja.

2. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan sistem ABC justru tidak tepat karena sistem ABC hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai banyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem akuntansi biaya tradisonal atau sistem ABC membebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama. Jadi,

(19)

perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi paling rendah) mungkin masih dapat menggunakan sistem tradisional tanpa ada masalah.

2.1.6 Klasifikasi Aktifitas

Sistem Activity Based Costing (ABC) pada dasarnya mencari suatu metode atau cara untuk menghasilkan informasi biaya yang lebih akurat dengan melakukan identifikasi atas berbagai aktivitas. Untuk mengidentifikasi biaya sumber daya pada berbagai aktivitas, perusahaan perlu mengelompokkan seluruh aktivitas menurut cara bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut mengkonsumsi sumber daya. Sistem ABC membagi aktivitas ke dalam 4 tingkatan, yaitu:

1. Aktivitas tingkat unit (Unit-Level Activities)

Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unit bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi.

2. Aktivitas tingkat kelompok unit (Batch-Level Activities)

Aktivitas dilakukan setiap kelompok unit diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada pada kelompok unit tersebut. Misalnya, pekerjaan seperti membuat order produksi dan pengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel kelompok unit.

3. Aktivitas pendukung produk/jasa (Product/Service-Sustaining Activities) Aktivitas ini mendukung produksi produk/jasa spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau unit yang diproduksi atau

(20)

dijual. Aktivitas ini dilakukan karena dibutuhkan untuk menopang produksi setiap jenis produk/jasa yang berlainan. Sebagai contoh merancang produk atau mengiklankan produk.

4. Aktivitas pendukung fasilitas (Facility-Sustaining Activities)

Aktivitas ini tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan produk/ jasa yang dihasilkan tetapi untuk mendukung organisasi secara keseluruhan. Pengelompokan untuk level ini sulit dicari hubungan sebab akibatnya dengan produk/jasa yang dihasilkan tetapi dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan proses produksi barang/ jasa. Contoh: biaya keamanan dan biaya kebersihan.

2.1.7 Cost Driver

Cost driver adalah setiap aktivitas yang menimbulkan biaya. Cost driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas-aktivitas selanjutnya. Landasan penting untuk menghitung biaya berdasarkan aktivitas adalah dengan mengidentifikasi pemicu biaya atau cost driver untuk setiap aktivitas. Pemahaman yang tidak tepat atas pemicu akan mengakibatkan ketidaktepatan pada pengklasifikasian biaya, sehingga menimbulkan dampak bagi manajemen dalam mengambil keputusan.

(21)

2.1.8 Mekanisme Pendesainan ABC system

Sementara dalam proses pembebanan biaya overhead dengan mekanisme pendesainan metode ABC, terdapat dua tahap yang harus disiapkan. Kedua tahap tersebut sangat penting dalam proses pengalokasian biaya overhead yang akurat. Rudianto (2013) menjelaskan dua tahap tersebut sebagai berikut:

2.1.8.1 Biaya overhead dibebankan pada aktivitas

Dalam tahap ini terdapat lima langkah yang harus dilakukan. Langkah-langkah tersebut mencakup:

1. Mengidentifikasi aktivitas. Tahap ini memiliki dua langkah penting, yaitu: 1) identifikasi terhadap sejumlah aktivitas yang dianggap menimbulkan biaya ketika proses pembuatan produk atau jasa dengan cara menetapkan secara rinci tahap proses aktivitas produksi sejak penerimaan bahan baku hingga barang atau jasa tersebut siap dikirim ke konsumen, dan 2) dipisahkan menjadi aktivitas yang menambah nilai dan aktivitas yang tidak menambah nilai dari produk.

2. Menentukan biaya yang terkait dengan masing-masing aktivitas. Menentukan pemicu biaya (cost driver), yaitu faktor-faktor yang menentukan seberapa besar atau seberapa banyak usaha dan beban tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah aktivitas.

3. Mengelompokkan aktivitas yang seragam menjadi satu. Memisahkan kelompok aktivitas diidentifikasi menjadi aktivitas berlevel unit, aktivitas berlevel batch, aktivitas berlevel produk, dan aktivitas berlevel fasilitas.

(22)

4. Menggabungkan biaya aktivitas yang dikelompokkan. Biaya untuk masing-masing kelompok (level unit, level batch, level produk, dan level fasilitas) dijumlahkan sehingga dihasilkan total biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing kelompok.

5. Menghitung tarif per kelompok aktivitas (homogen cost pool rate). Menghitung tarif per kelompok dengan cara membagi jumlah total biaya pada masing-masing kelompok dengan jumlah cost driver.

2.1.8.2 Membebankan biaya aktivitas pada produk

Setelah melakukan penelusuran dan pembebanan biaya aktivitas, selanjutnya yang harus dilakukan adalah membebankan biaya aktivitas tersebut ke masingmasing produk yang menggunakan cost driver. Setelah tarif per kelompok aktivitas diketahui, maka dapat dilakukan perhitungan biaya overhead yang dibebankan pada produk dengan rumus sebagai berikut:

Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x jumlah konsumsi tiap produk Konsep ABC System, bahwa biaya produk ditimbulkan oleh aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan volume produk maupun aktivitas yang tidak berkaitan dengan volume produk. BOP merupakan biaya yang akan diatribusikan kepada produk berdasarkan pemicu biaya (cost drivers), bukan berdasarkan volume produk.

Aktivitas merupakan tindakan yang berulang-ulang untuk memenuhi fungsi bisnis. Setiap aktivitas dapat ditentukan sebagai value added atau non value added. Carter (2007), menyatakan bahwa, sistem manajemen biaya mempunyai dua sisi pengukuran kinerja, yaitu finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja

(23)

yang bersifat finansial digunakan untuk pengukuran kinerja periodik dan untuk penentuan biaya produk yang akurat. Sedangkan pengukuran kinerja non finansial dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki secara terus menerus proses produksi dengan mengurangi non value added time. Continuous improvement ini mengacu pada falsafah pengolahan bernilai tambah (value added manufacturing), yang mengacu pada kegiatan manufaktur yang terbaik dan sederhana, sehingga sistem manufaktur menjadi lebih efisien.

2.1.9 Manfaat Activity Based Costing

Manfaat menggunakan sistem biaya ABC bagi pihak manajemen perusahaan adalah:

1. Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada pengurangan biaya yang memungkinan. Analisis biaya ini dapat menyoroti bagaimana mahalnya proses manufakturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu aktivitas untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi biaya.

2. Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar.

3. Sistem biaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan (management decision making) membuat-membeli yang manajemen harus lakukan, di samping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat maka keputusan yang akan diambil oleh pihak manajemen akan lebih baik dan tepat.

(24)

Hal ini didasarkan bahwa dengan akurasi perhitungan biaya produk yang menjadi sangat penting dalam iklim kompetisi dewasa ini.

4. Mendukung perbaikan yang berkesinambungan (continous improvement), melalui analisa aktivitas, sistem ABC memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas perusahaan.

5. Memudahkan Penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost reduction), pada sistem tradisional, banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan dieliminasi.

6. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, pihak manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk yang bervolume rendah.

2.1.10 Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Sistem Activity based Costing Keunggulan sistem Activity Based Costing membantu mengurangi distorsi yang disebabkan alokasi biaya tradisional. Sistem ini memberikan gambaran yang jernih tentang bagaimana bauran dari beraneka ragam produk, jasa, dan aktivitas memberikan kontribusi kepada laba usaha dalam jangka panjang. Manfaat utama dari sistem Activity Based Costing adalah:

1. Pengukuran profitabilitas yang lebih baik. Sistem ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, mengarahkan pada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan keputusan strategis yang diinformasikan dengan lebih baik tentang penetapan harga jual, lini produk,

(25)

dan segmen pasar.

2. Keputusan dan kendali yang lebih baik. Sistem ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas, membantu manajemen untuk meningkatkan nilai produk dan nilai proses dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik, dan membantu perkembangan proyek-proyek yang meningkatkan nilai.

3. Informasi yang lebih baik untuk mengendalikan biaya kapasitas. Sistem ABC membantu manajer mengidentifikasi dan mengendalikan biaya kapasitas yang tidak terpakai dalam pengambilan keputusan bisnis.

4. Kemampuan sistem ABC untuk mengungkapkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (non value added activities) bagi produk atau jasa yang dihasilkan.

Sistem Activity Based Costing bukanlah merupakan sistem yang sempurna. Menggunakan sistem Activity Based Costing dalam perhitungan harga pokok produk juga mempunyai kekurangan yang antara lain adalah:

1. Implementasi sistem Activity Based Costing ini belum dikenal dengan baik, sehingga prosentase penolakan terhadap sistem ini cukup besar.

2. Banyak dan sulitnya mendapat data yang dibutuhkan untuk menerapkan sistem Activity Based Costing.

3. Masalah joint cost yang dihadapi sistem konvensional juga tidak dapat teratasi dengan sistem ini.

(26)

4. Sistem Activity Based Costing melaporkan biaya dengan cara pembebanan untuk suatu periode penuh dan tidak mempertimbangkan untuk mengamortisasi long term payback expense. Contohnya dalam penelitian dan pengembangan, biaya pengembangan dan penelitian yang cukup besar untuk periode yang disingkatkan akan ditelusuri ke produk sehingga menyebabkan biaya produk yang terlalu besar.

2.1.11 Sistem Activity Based Costing Pada Perusahaan Jasa

Sistem Activity Based Costing pada awalnya diterapkan pada perusahaan manufaktur. Sistem ABC menjadikan aktivitas sebagai titik pusat kegiatannya. Informasi tentang aktivitas diukur, dicatat, dan disediakan dalam shared database melalui sistem ABC. Oleh karena aktivitas dapat dijumpai baik di perusahaan manufaktur, jasa, dan dagang, serta organisasi sektor publik dan organisasi nirlaba, maka sistem ABC dapat diterapkan sama baiknya di berbagai jenis organisasi tersebut. Dengan sistem ABC ini, untuk pertama kalinya perusahaan jasa dan perusahaan dagang serta organisasi sektor publik dan organisasi nirlaba dapat memanfaatkan sistem informasi biaya yang sangat bermanfaat untuk mengurangi biaya dan penentuan secara akurat harga pokok produk/jasa.

Sistem ABC tidak hanya berfokus ke perhitungan harga pokok produk/jasa, namun mencakup perspektif yang lebih luas, yaitu pengurangan biaya melalui pengelolaan aktivitas. Perusahaan manufaktur, jasa, dan dagang serta organisasi sektor publik dan organisasi nirlaba berkepentingan untuk mengurangi biaya dalam pengelolaan aktivitas, sehingga perusahaan dan organisasi tersebut membutuhkan sistem informasi biaya yang mampu

(27)

menyediakan informasi berlimpah tentang aktivitas.

Namun, ada beberapa perbedaan dasar antara perusahaan jasa dan manufaktur. Kegiatan dalam perusahaan manufaktur cenderung menjadi jenis yang sama dan dilaksanakan dengan cara yang serupa. Hal ini berbeda untuk perusahaan jasa. Perbedaan dasar lainnya antara perusahan jasa dan manufaktur adalah pendefinisian keluaran. Untuk perusahaan manufaktur, keluaran mudah ditentukan (produk-produk nyata yang di produksi), tetapi untuk perusahaan jasa, pendefinisian keluaran lebih sulit. Keluaran untuk perusahaan jasa kurang nyata. Keluaran harus didefinisikan sehingga keluaran dapat dihitung harganya.

Untuk menjawab permasalahan di atas, Activity Based Costing benar- benar dapat digunakan pada perusahaan jasa, setidak-tidaknya pada beberapa perusahaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Activity Based Costing pada perusahaan jasa adalah:

1. Identifying and Costing Activities

Mengidentifikasi dan menghargai aktivitas dapat membuka beberapa kesempatan untuk pengoperasian yang efisien.

2. Special Challenger

Perbedaan antara perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur akan memiliki permasalahan-permasalahan yang serupa. Permasalahan itu seperti sulitnya mengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu jasa tidak dapat menjadi suatu persediaan, karena kapasitas yang ada namun tidak dapat digunakan menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindari.

(28)

3. Output Diversity

Perusahaan jasa juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi output yang ada. Pada perusahaan jasa, diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pendukung pada hal-hal yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atau ditentukan.

2.2 Hotel

Sejarah perkembangan akomodasi telah dimulai sejak belasan ribu tahun yang lampau yaitu sejak zaman Yunani dan Romawi kuno. Pemondokan yang dianggap sebagai jenis akomodasi pertama kali adalah Inn, yang tidak lebih dari pondok, sama seperti sebagian rumah perorangan yang disewakan kepada pedagang atau pelancong selama dalam perjalanan yang kebetulan lewat. Setelah mengalami masa yang cukup panjang, pada tahun 1794 berdirilah hotel pertama yang menjadi cikal bakal dari hotel inn yang berkapasitas 75 kamar dengan nama City Hotel di kota New York.

Hotel-hotel jaman dahulu, pintu kamar-kamar tidur tanpa dilengkapi dengan kunci, tidak mempunyai ruang lobby (ruang khusus untuk menunggu dan bersantai), dan tidak mempunyai khusus pintu masuk ke ruang hotel. Kemudan pada tahun 1829 hotel Tremont House di Boston Amerika, untuk yang pertama kali melengkapi hotelnya dengan ruang lobby, menyediakan kamar privat dengan pintu kamar-kamarnya dipasang kunci pengaman, serta disetiap kamar dilengkapi dengan sistem drainase.

(29)

Ada dua definisi mengenai hotel, yang pertama definisi hotel secara internasional, sedangkan yang satu lagi dikeluarkan oleh Menparpostel dengan Surat Keterangannya (Bagyono, 2008) Definisi hotel menurut Charles E.Steadmon & Michal L.Kasanova (2010) dalam bukunya Managing Front Office Operation dari AHMA (American Hotel & Hotel Assosiation) disebutkan sebagai berikut: “Hotel dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan yang dikelola secara komersial dengan memberikan fasilitas untuk umum dengan fasiitas penginapannya sebagai berikut: pelayanan kamar, pelayanan barang bawaaan, pencucian pakaian dan dapat mengunakan fasilitas perabotan dan menikmati hiasan-hiasan yang ada didalamnya”.

Definisi hotel menurut SK Menparpostel Nomor:KM 34/HK103/MPPPT-87 adalah sebagai berikut: “Hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan makan dan minum serta jasa lainnya bagi tamu, yang dikelola secara komersial serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan pemerintah”.

Sementara perhotelan adalah bidang usaha yang berkembang seiring dengan kemajuan sektor pariwisata (Agus Sambodo & Bagyono, 2006). Sedangkan menurut Dennis L. Foster, dalam buku An introduction to Travel & Tourism mengungkapkan bahwa dalam arti luas, hotel mungkin merujuk pada segala jenis penginapan. Sedangkan dalam arti sempit, hotel adalah sebuah bangunan yang dibangun khusus untuk menyediakan penginapan bagi para pejalan, dengan pelayanan makanan dan minuman.

(30)

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan skripsi Analisis Penerapan Metode Activity Based Costing dalam Penentuan Harga Pokok Kamar Hotel pada Hotel Coklat Makassar yang ditulis oleh Akbar (2011), penulis mendapatkan kesimpulan bahwa penggunaan metode ABC dalam perhitungan harga pokok kamar akan menghasilkan harga pokok kamar yang akurat, karena biaya-biaya yang terjadi dibebankan pada produk atas dasar aktivitas dan sumber daya yang dikonsumsikan oleh produk dan juga menggunakan dasar lebih dari satu cost driver. Dalam perhitungan antara metode konvensional dengan metode ABC, maka diperoleh selisih yang lebih rendah jika menggunakan metode ABC sebesar Rp. 58.024,84 untuk kamar standard, Rp. 175.411,58 untuk kamar deluxe, Rp. 99.034,88 untuk kamar suite, Rp. 100.045,60 untuk kamar family. Sedangkan akan terjadi selisih yang lebih tinggi jika menggunakan metode ABC sebesar Rp. 368.096,17 untuk kamar jenis executive suite/pent house.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putikadea (2013) yang berjudul Penentuan Harga Pokok Penjualan Kamar “Deluxe” dengan Menggunakan Metode Activity Based Costing pada Resort G-Land Joyo’s Camp Tahun 2010, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil dari perhitungan harga pokok penjualan kamar G-Land Joyo’s Camp untuk jenis “Deluxe Room” dengan menggunakan metode Activity Based Costing sebesar Rp 303.284,26. Selisih antara harga pokok penjualan kamar G-Land Joyo’s Camp jenis “Deluxe Room” menggunakan metode Activity Based Costing dengan metode konvensional sebesar Rp 155.715,74. Hal ini membuktikan bahwa hasil perhitungan harga

(31)

pokok penjualan kamar G-Land Joyo’s Camp “Deluxe Room” dengan mengunakan metode Activity Based Costing lebih rendah daripada metode konvensional atau dengan kata lain harga pokok penjualan kamar dengan menggunakan metode yang diterapkan oleh manajemen G-Land Joyo’s Camp disebut over costing dikarenakan adanya pembebanan biaya yang menyeluruh per unit kamar bukan berdasarkan aktivitas yang terjadi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Erawati dan Syafitri (2013) tentang Analisis Harga Pokok Produksi sebagai Dasar Penentuan Harga Jual, menjelaskan bahwa selisih perhitungan harga pokok pesanan menurut perusahaan yang lebih tinggi dibanding hasil perhitungan analisis. Maka hasil perhitungan harga jual lemari hias medium menurut perusahaan juga akan tinggi yaitu sebesar Rp 7.513.029 per unitnya. Sedangkan dari hasil perhitungan analisis harga jual per unit adalah Rp 7.072.599. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketepatan perhitungan harga pokok produksi akan mempengaruhi secara signifikan pada harga yang dibebankan kepada konsumen. Akan mungkin untuk terjadi kekurangan atau kelebihan pembebanan harga atas produk.

Peneliti selanjutnya adalah Ratna Kusumastuti dengan judul “Penentuan Harga Pokok Kamar Hotel dengan Metode Activity Based Costing (Studi Kasus pada Hotel Rachmad Jati Caruban)”. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung dan menganalisis penentuan harga pokok kamar dengan metode Activity Based Costing (ABC) dan mengetahui selisih tarif (harga jual) baru dan lama atas setiap jenis kamar. Setelah dilakukan pengalokasian biaya berdasarkan cost driver masing-masing, terbentuk harga pokok kamar berdasarkan Activity

(32)

Based Costing (ABC) untuk masingmasing jenis kamar. Harga pokok kamar ini selanjutnya ditambahkan laba yang diinginkan sehingga membentuk harga jual kamar. Harga jual baru yang terbentuk lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual yang sebelumnya telah ditetapkan oleh pihak manajemen Hotel Rachmad Jati. Hal ini dikarenakan dalam pembentukan harga pokok kamar lama, pihak manajemen tidak memasukkan beberapa komponen biaya yang seharusnya diperhitungkan.

Octavian Surya Pratiwi (2012) dengan mengambil judul: “Analisis Penerapan Metode Activity Based Costing dalam Menentukan Harga Sewa Kamar Hotel (Studi Kasus Pada Hotel Pandanaran Semarang)” Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnisi Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis mengenai perhitungan harga sewa kamar tahun 2011 pada Hotel Pandanaran Semarang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perhitungan harga kamar hotel dengan menggunakan metode ABC, dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama biaya ditelusur ke aktivitas yang menimbulkan biaya dan tahap kedua membebankan biaya aktivitas ke produk. Sedangkan harga diperoleh dengan menambahkan cost sewa kamar dengan laba yang di harapkan.

2. Terdapat perbedaan yang terjadi antara harga sewa kamar dari pihak hotel dengan menggunakan metode ABC, disebabkan karena pembebanan biaya overhead. Pada metode ABC, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam metode ABC telah

(33)

mampu mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap kamar secara tepat.

3. Perhitungan harga sewa kamar hotel dapat diterapkan karena perhitungan menggunakan metode ABC ini sesuai dengan aktivitas yang dikonsumsi pada masing-masing tipe kamar

Gambar

Gambar 2.1. Konsep Dasar Activity Based Costing  Sumber : Hansen/Mowen, 2006

Referensi

Dokumen terkait

Serta untuk memperoleh informasi yang akurat dari proses pendekatan Activity Based Costing dalam menghasilkan perhitungan harga pokok kamar hotel pada Hotel

Full Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya

Full Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari

Ramedo Wisata Hotelindo Makassar menggunakan metode activity based costing(ABC) dalam penentuan tariff kamar hotel jauh lebih rendah dibandingkan dengan

Penelitian yang dilakukan oleh Asih (2012) yang berjudul Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Activity Based Costing (ABC) Pada Pabrik Roti “Sami

Full Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam pokok produksi, yang terdiri dari biaya

Metode full costing yaitu: Metode penentuan harga pokok produk dengan memasukan seluruh biaya produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku,

Analisis Penentuan Tarif Sewa Kamar Hotel Dengan Metode Cost Plus Pricing Pendekatan Full Costing Studi Kasus Pada Hotel Srimangati.. Penentuan harga jual produk dengan menggunakan