• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Data hasil penelitian akan dipaparkan dan dianalisis sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Agar sistematis, data hasil penelitian yang bersumber dari observasi, partisipasi pengamat, wawancara, dokumentasi dan FGD akan dikelompokkan sesuai dengan permasalahan serta tujuan penelitian.

4.1

Hasil Penelitian

4.1.1 Profil SMP Negeri 41 Semarang 1. Karakteristik Umum Daerah Penelitian

Penelitian Supervisi Akademik Melalui Dialogis Kolegial Pembelajaran IPA (Studi Kasus di SMP Negeri 41 Semarang) ini mengambil lokasi di SMP Negeri 41 Semarang dengan alamat Jl. Cepoko Utara, Kelurahan Cepoko, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Lokasi sekolah berada di belakang POLSEK Gunungpati, dengan tekstur tanah yang berbukit, sehingga memberikan kekhasan bagi sekolah.

Secara geografis, Gunungpati di bagian timur berbatasan dengan Kota Ungaran sebagai ibukota Kabupaten Semarang. Bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Boja dan Limbangan yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kendal. Bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Semarang Barat. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Gajahmungkur.Akses ke Kota Semarang berjarak kurang lebih 25 Km, demikian juga akses ke sarana-sarana vital seperti Bandara Ahmad Yani, Kantor Pemerintahan baik Kota dan Provinsi, Stasiun Kereta Api, dan lain-lain.

(2)

48

Menurut peneliti, SMP Negeri 41 Semarang merupakan sekolah yang unik dengan luas lahan seluas 12.600 m². Lokasi sekolah secara geografis sangat kondusif untuk kegiatan pembelajaran, karena terletak jauh dari keramaian dan kebisingan kota, ketinggian kurang lebih 600 m dpl (di atas permukaan laut) dengan kondisi udara yang sejuk dan tidak banyak polusi udara. Walaupun berada di kecamatan Gunungpati, ternyata berdasarkan data induk sekolah sebagian besar siswanya bukan berasal dari wilayah Gunungpati, tetapi dari Semarang bawah yaitu Sampangan, Kalipancur, Manyaran serta Kalibanteng dan sekitarnya. Sekolah ini berdekatan dengan sekolah negeri yaitu SMP Negeri 22 Semarang yang notabene lebih senior sehingga merupakan pesaing.

SMP Negeri 41 Semarang masih dianggap kelas kedua dalam arti pengambilan keputusan wali murid untuk menyekolahkan anaknya, karena jarang sekali pada waktu PPD (Penerimaan Peserta Didik) memilih SMP 41 Semarang menjadi pilihan pertama bagi siswa yang memiliki nilai bagus. Bahkan dari siswa yang diterima lebih dari 50% merupakan pelimpahan dari sekolah negeri yang lain yang tidak diterima karena faktor nilai. Jadi SMP Negeri 41 Semarang masih dipandang sebelah mata, sehingga siswa yang masuk memiliki kemampuan akademik rendah. Kondisi siswa yang berasal dari berbagai wilayah di kota Semarang menyebabkan berbagai budaya berbaur, baik budaya yang bagus maupun yang kurang bagus. Kondisi ini merupakan tantangan yang dihadapi oleh pihak SMP Negeri 41 Semarang. Berdasarkan hasil analisis SWOT, disimpulkan bahwa SMP Negeri 41 Semarang memiliki kecenderungan dengan kekuatan yang ada mencoba mengatasi ancaman menuju visi dan misi yang sudah dirumuskan.

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pihak sekolah, sehingga tahap demi tahap, lambat laun kondisi sekolah mulai terjadi perubahan ke dalam hal

(3)

49 yang positif. Berbagai sarana dan prasarana pendukung kegiatan pembelajaran dilakukan pembenahan serta dilengkapi kekurangannya, pendidik dan tenaga kependidikan memiliki loyalitas yang luar biasa berupaya meningkatkan kemampuan akademiknya melalui pendidikan berkelanjutan guna mendukung tugasnya masing-masing.

Sehingga tahun 2012 sekolah ini meraih predikat Sekolah Standar Nasional (SNN), tetapi masih ada catatan bahwa prestasi akademiknya masih rendah. Bentuk apresiasi yang lain dari pemerintah adalah bahwa hasil akreditasi terakhir (tahun 2014) mendapat niali 92 dengan kriteria A (Amat Baik).

Profil SMP Negeri 41 adalah sebagai berikut: No. Statistik Sekolah (NSS) : 20103632219/20331872 Alamat Sekolah : JL. Cepoko Utara Smg a. Data Siswa 4 (empat tahun terakhir)

Data tentang jumlah siswa SMP Negeri 41 Semarang untuk kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir yaitu tahun 2007-2013 disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.2

Data jumlah siswa 4 (empat) tahun terakhir

T h . P e laja ra n Jm l P e n d a ft a r (Cl n S isw a B a ru )

Kelas VII Kelas

VIII Kelas IX Jumlah

Jm l S isw a Ju m lah Rom b e l Jm l S isw a Ju m lah Rom b e l Jm l S isw a Ju m lah Rom b e l S isw a Rom b e l 2007/2008 255 213 5 183 5 110 3 506 13 2008/2009 272 183 5 197 5 172 5 552 15 2009/2010 315 199 5 181 5 189 4 569 15 2010/2011 513 176 5 193 5 176 5 545 15 2011/2012 528 252 7 174 5 191 5 617 17 2012/2013 843 224 7 242 7 167 5 633 19 2013/2014 909 222 7 219 6 225 7 666 20

(4)

50

Berdasrkan data jumlah siswa diatas, dari tahun ke tahun jumlah siswa selalu mengalami peningkatan yang diikuti dengan penambahan jumlah rombongan belajar (rombel). Tahun 2007 jumlah siswa 506 orang dengan 13 rombel, tahun ini memiliki 20 rombel dengan jumlah siswa 666 orang. Sedangkan berdasarkan jumlah pendaftar pada penerimaan peserta didik, peminatnya dari tahun ke tahun juga selalu mengalami peningkatan. Tahun 2007 jumlah peminat 255 orang sedangkan tahun 2013 jumlah peminat 909 orang.

b.Pendidik

1) Kondisi guru berdasarkan kualifikasi, status, jenis kelamin dan jumlah

Kondisi guru berdasarkan kualifikasi, status, jenis kelamin dan jumlah dapat dipaparkan dalam data sebagai berikut:

Tabel 4.3

Data kualifikasi guru berdasarkan kualifikasi, status, jenis kelamin dan jumlah

No. Tingkat

Pendidikan

Jumlah dan Status Guru

Jml GT/PNS GTT/Guru Bantu L P L P 1. S3/S2 5 1 - - 6 2. S1 11 14 1 3 29 3. D-4 - - - - - 4. D3/Sarmud - - - - - 5. D2 - - - - - 6. D1 - - - - - 7. SMA/sederajat - - - - - Jumlah 16 15 1 3 35

Sumber: Data Pimer yang sudah diolah, 2014

Berdasarkan data diatas, guru di SMP Negeri 41 Semarang dinominasi oleh guru perempuan. Semua guru berkualifikasi sarjana, bahkan

(5)

51 sudah memiliki 6 guru dengan kualifikasi pendidikan pasca sarjana.

c. Jumlah guru dengan tugas mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan (keahlian)

Tabel 4.4

Data guru dengan tugas mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan

No. Guru Ju m la h g u ru d e n g a n la ta r b e la ka n g p e n d id ik a n s e su a i d e n g a n tu g a s m e n g a ja r Ju m la h g u ru dg la ta r b e la k a n g pend ya n g T IDA K s e su a i d e n g a n tu g a s m e n g a ja r Ju m la h D1/ D2 D3 S1/ D4 S2/ S3 D1/ D2 D3 S1/ D4 S2/ S3 1. IPA - - 3 1 - - - - 4 2. Matematika - - 2 1 - - - 4 3. B. Indonesia - - 3 1 - - - - 4 4. B. Inggris - - 4 - - - 4 5. P. Agama - - 3 - - - 3 6. IPS - - 2 1 - - - - 3 7. Penjasorkes - - 1 1 - - - - 2 8. Seni Budaya - - 2 1 - - - - 3 9. PKn - - 2 - - - - 2 10. TIK - 0 - - - 1 - 1 11. BK - - 3 - - - 3 12. B. Jawa - - - 2 - 2 Jumlah - - 26 6 - - 3 - 35 Sumber: Data Primer yang diolah, 2014

Berdasarkan data guru dengan tugas mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan, hampir semua guru sudah mengajar sesuai dengan latar pendidikan. Data di atas menunjukkan ada 2 mata pelajaran yang diampu oleh guru yang tidak sesuai dengan latar pendidikannya, yaitu TIK dan bahasa jawa. TIK diampu oleh guru dengan latar belakang tata boga tetapi sudah kursus komputer dan mengikuti pelatihan komputer yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan. Sedangkan mata pelajaran Bahasa Jawa masih diampu oleh

(6)

52

guru dengan latar belakang yang tidak linier yaitu dilakukan oleh BK.

d.Data Ruang Belajar (Kelas) Tabel 4.5

Data Ruang Belajar (Kelas)

Kondis

i

Jumlah dan ukuran

J m l. ruang lainn y a y g digunak an unt u k r. Kelas (e) J um lah ruang y g digunak an u. R . Kela s (f )= (d+ e) U k uran 7x 9 m 2 (a) U k uran > 63m 2 (b) U k uran < 63 m 2 ( c ) J um lah (d) = (a+ b+ c ) Baik 14 - 1 - 21 - Rsk ringan 6 - - - Rsk sedang - - - - Rsk Berat - - - - Rsk Total - - - -

Sumber: Data Primer yang diolah, 2014 Keterangan kondisi:

< 15 % : baik

15 % - 30 % : rusak ringan 30 - 45 : rusak sedang >65 % : rusak berat

Ruang belajar yang dimiliki oleh SMP Negeri 41 Semarang dengan katagori baik berjumlah 15 ruang, sedangkan rusak ringan ada 6 ruang, sehingga ruang belajar memiliki kriteria layak untuk proses pembelajaran.

(7)

53 e. Data Ruang Belajar Lainnya

Tabel 4.6

Data ruang penunjang belajar

Jenis Ruangan Jumlah

(buah)

Ukuran

(pxl) Kondis*)

Perpustakaan 1 15 x 7 Rusak ringan

Lab. IPA 1 16 x 8 Rusak ringan

Lab. Komputer 1 9 x 7 Rusak ringan

Sumber: Data Primer yang diolah, 2014

Ruang pendukung pembelajara di SMP Negeri 41 Semarang terdiri dari perpustakaan, laboratorium IPA dan laboratorium komputer serta lapangan olah raga dalam katagori rusak ringan.

f. Prestasi Akademik UN 4 (empat) tahun terakhir Tabel 4.7

Data Prestasi Akademik UN

No T a h u n P e laja ra n Rata-rata NUN B h s In d o n e si a IP A M a te m a tika B a h a sa In g g ris Ju m lah Rat a -ra ta 4 m a p e l 1. 2009/2010 7,58 5,65 5,29 5,40 23,92 5,98 2. 2010/2011 6,81 5,15 4,29 5,21 21,46 5,36 3. 2011/2012 8,00 6,33 5,68 4,53 42,54 6,13 4. 2012/2013 6,50 5,45 4,30 4,40 20,65 5,15

Sumber: Data Primer yang diolah, 2014

Hasil UN dalam kurun waktu 4 tahun terakhir menunjukkan bahwa nilai UN termasuk katagori rendah. Rata-rata nilai UN mata pelajaran IPA juga masih rendah, tetapi rata-rata nilainya lebih baik dari Matematika dan Bahasa Inggris.

(8)

54

2. Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru IPA SMP Negeri 41 Semarang pada tahun pelajaran 2013/2014 sebagai berikut:

a. Kepala Sekolah, sebagai supervisor, dengan data pribadi sebagai berikut:

Nama : Dra. Nurwahidah Pramudiyati Tempat/tgl lahir : Salatiga, 5 Mei 1965

Pendidikan : S1 Bimbingan Konseling

IKIP Semarang

b. Guru IPA di SMP Negeri 41 Semarang sebagai guru yang akan disupervisi yang terdiri dari 2 orang guru perempuan dan seorang guru laki-laki. Data pribadi guru IPA sebagai berikut:

1)Nama : Dra. Angelin Kencono Wungu Tempat/tgl lahir : Semarang, 20 Mei 1969

Pendidikan : S1 Pendidikan Biologi

IKIP Semarang

2)Nama : Ilham Subur Jatmiko, M. Pd Tempat/tgl lahir : Semarang, 9 September 1971 Pendidikan : D3 Pendidikan Fisika UNNES

S1 Universitas Terbuka

Pasca Sarjana UMS Surakarta

3)Nama : Rio Ratna Puri, S. Pd

Tempat/tgl lahir : Semarang. 19 Agustus 1983 Pendidikan : S1 Pendidikan Fisika UNNES 4.1.2Perencanaan Supervisi Akademik melalui

Dialogis Kolegial Pembelajaran IPA

Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek penelitian yaitu kepala sekolah dengan guru IPA SMP Negeri 41 Semarang diperoleh data yang akan dipaparkan di bawah ini.

Pengertian supervisi menurut kepala SMP Negeri 41 Semarang adalah prosedur memberikan arahan serta mengadakan penilaian terhadap proses pengajaran. Sehingga supervisi akademik melalui

(9)

55 dialogis kolegial diartikan sebagai suatu prosedur yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai seorang supervisor untuk mengadakan penilaian dan pengarahan terhadap proses pengajaran yang dilanjutkan dengan diskusi tentang proses pembelajaran yang sudah dilakukan guna mengungkapkan kelemahan serta kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar selanjutnya.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh oleh Angelin kencono wungu yang menyatakan bahwa supervisi akademik melalui dialogis kolegial merupakan suatu bentuk supervisi yang dilakukan oleh kepala Sekolah sebgai supervisor untuk mengamati proses pembelajaran guru di kelas. Pada supervisi tersebut, setelah dilakukan observasi kelas pada waktu guru mengajar dilanjutkan dengan proses dialog antara kepala sekolah selaku supervisor dengan guru mengenai proses pembelajaran yang sudah berlangsung. Pernyataan ini selaras dengan pernyataan Ilham Subur Jatmiko yang menyatakan bahwa supervisi adalah usaha kepala sekolah untuk mengamati proses pembelajaran di sekolah. Supervisi akademik kunjungan kelas dilanjutkan dengan proses dialog antara supervisor (kepala sekolah) dengan guru yang disupervisi. Pada tahapan ini diharapkan kendala-kendala pembelajaran di kelas dapat teratasi.

Sementara itu Rio Ratna Puri berpendapat bahwa supervisi akademik melalui dialogis kolegial adalah usaha dari kepala sekolah sebagai supervisor untuk memberikan layanan kepada guru dalam rangka memperbaiki perencanaan dan proses pembelajaran. Setelah supervisi kunjungan kelas dilanjutkan dengan diskusi hasil dari proses supervisi tersebut mengenai keluhan ataupun masalah yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran.

(10)

56

Perencanaan supervisi menurut Nurwahidah Pramudiyati selaku kepala sekolah berpendapat bahwa perencanaan supervisi akademik diawali dengan penjadualan kesepakatan dengan guru yang disupervisi. Dalam pelaksanaannya, kepala sekolah dibantu oleh team guru senior yang dianggap orang yang dituakan. Bapak/ibu guru diminta untuk mempersiapkan perangkat pembelajaran. Secara sengaja dibagi menjadi beberapa metode pengajaran, yaitu ceramah bervariasi, diskusi, demonstrasi dan eksperimen. Pada tahap dialogis, kepala sekolah mengungkapkan data tentang pelaksanaan proses pembelajaran. Kepala sekolah memberikan masukan kepada guru tetapi tidak bersifat menggurui, shingga guru merasa tidak diadili tetapi secara bersama merumuskan kegiatan pembelajaran yang lebih baik.

Perangkat supervisi sudah tersedia dari dinas pendidikan, walaupun pada pelaksanaannya dilakukan modifikasi yang disesuaikan dengan kepentingan supervisi. Sementara itu selaku guru IPA Anggelin Kencono Wungu berpendapat bahwa untuk perencaan supervisi, guru mempersiapkan persiapan pembelajaran yang lebih baik, karena pelaksanaan supervisi sudah terjadual. Persiapan guru meliputi perangkat pembelajaran (silabus, RPP), media pembelajaran yang sesuai dengan RPP. Sebelum mensupervisi, kepala sekolah membuat kesepakatan tentang waktu pelaksanaan supervisi dengan guru yang akan disupervisi. Selama 1 semester dilakukan mimimal 2 kali supervisi. Hal senada dikemukakan oleh Ilham Subur Jatmiko yang berpendapat bahwa persiapan pembelajaran dilakukan lebih baik tetapi natural. Karena nanti diharapkan kendala-kendala di kelas dapat diselesaikan melalui dialogis dengan kepala sekolah. Perangkat mengajar yang pada awalnya hanya sebagai persyaratan akademis belaka, sebelum proses pembelajaran dilakukan pengeditan untuk disesuaikan dengan kenyataan yang ada. Media pembelajaran

(11)

57 dipersiapkan lebih baik, sesuai dengan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Rio Ratna Puri yang menyatakan bahwa persiapan sebelum supervisi adalah menyiapkan perangkat pembelajaran meliputi silabus dan RPP sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Menyiapkan media dan alat-alat yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Karena pelaksanaan supervisi sudah ditentukan waktunya maka persiapan pembelajaran akan lebih baik.

4.1.3Implementasi Supervisi Akademik melalui Dialogis Kolegial Pembelajaran IPA

Pelaksanaan supervisi akademik melalui dialogis kolegial mata pelajaran IPA di SMP Negeri 41 Semarang menurut kepala sekolah tidak memerlukan dana sama sekali, karena tidak ada pembayaran honorarium. Blangko supervisi didapatkan dari foto kopi yang menggunakan dana dari BOS.

Pelaksanaan supervisi diawali dengan menyiapkan blangko supervisi. Kepala sekolah mengingatkan guru yang akan disupervisi tentang waktu, metode pembelajaran dan alat-alat yang digunakan dalam pembelajaran.

Pada waktu pelaksanaan supervisi semua guru IPA mempersiapkan dengan baik tentang materi yang akan disampaikan dan metode yang cocok untuk materi tersebut. Guru benar-benar mempersiapkan diri secara optimal. Komponen yang diniali pada supervisi adalah persiapan pembelajaran dan proses pembelajaran.

Langkah-langkah pelaksanaan supervisi meliputi:

1. Tahap pertemuan awal yaitu meliputi pengecekan perencanaan guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Sehingga guru bebar-benar sudah siap untuk melaksanakan proses pembelajaran.

(12)

58

2. Pengamatan melalui kunjungan kelas, disini kepala sekolah mencatat data-data yang berkaitan dengan proses pembelajaran.

3. Dialogis kolegial yaitu diskusi terhadap proses pembelajaran yang sudah berlangsung, dicari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi pada proses pembelajaran guna peningkatan pembelajaran berikutnya.

Melalui supervisi akademik dialogis kolegial pembelajaran IPA, guru semakin termotivasi untuk memperbaiki proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran di kelas lebih menarik, bersemangat dan lebih hidup. Guru semakin tertantang untuk mencari informasi baru guna peningkatan penguasaan materi pembelajaran. Interaksi anatara guru-kepala sekolah dan guru-murid menjadi lebih akrab dengan suasana kekeluargaan. Sebagai imbasnya nilai akademik siswa mengalami peningkatan.

Sementara itu Angelin Kencono Wungu sebagai guru IPA berpendapat bahwa Secara umum komponen yang diniali oleh kepala sekolah meliputi administrasi guru (perangkat pembelajaran). Disamping itu juga dilihat proses pembelajaran di kelas dicocokkan dengan RPP yang sudah dibuat.

Melalui supervisi akademik dialogis kolegial pembelajaran IPA di SMP Negeri 41 Semarang sangat membatu dalam pengembangan kegiatan pembelajaran. Solusi dari kepala sekolah terhadap terhadap kendala-kendala yang dihadapai pada pembelajaran dapat teratasi melalui dialogis. Sehingga termotivasi untuk meningkatkan dan meperbaiki proses pembelajaran.

Melalui proses dialogis akan meningkatkan interaksi dengan kepala sekolah. Hubungannya dengan siswa, karena proses pembelajaran menjadi lebih menarik maka intreraksi guru dan siswa menjadi lebih baik. Siswa mulai reaktif dan antusias dalam kegiatan pembelajaran.

(13)

59 Supervisi Akademik melalui Dialogis Kolegial Pembelajaran IPA di SMP Negeri 41Semarang dalam pelaksanaannya memerlukan waktu relatif lama, tetapi memiliki kelebihan yaitu meningkatkan motivasi bagi guru dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran di kelas. Disamping itu juga meningkatkan interaksi yang lebih baik antar kepala sekolah-guru dan guru-siswa.

Pelaksanaan supervisi yang baik akan meningkatkan proses pembelajaran, sehingga akan meningkatkan kinerja guru dan prestasi akademik siswa.

Pendapat senada diungkapkan oleh Ilham Subur Jatmiko bahwa pelaksanaan supervisi akademik melalui dialogis kolegial pembelajaran IPA di SMP Negeri 41 Semarang dimulai dengan persiapan, yaitu kesepakatan waktu pelaksanaan. Walaupun jadual sudah tersusun tetapi karena kesibukan kepala sekolah, maka waktu pelaksanaan disesuaikan lagi waktunya. Komponen yang dinilai oleh supervisor adalah perangkat pembelajaran dan proses kegiatan pembelajaran yang mengacu pada RPP.

Supervisi yang pada awalnya hanya merupakan kegiatan secara administratif, tetapi setelah ada dialogis kolegial dengan kepala sekolah akan membuat peningkatan motivasi untuk memperbaiki dan mengembangkan pembelajaran. Hal ini karena kepala sekolah tidak hanya sekedar menilai saja, tetapi meberikan banyak masukan terhadap proses pembelajaran.

Proses pembelajaran yang semakin berkembang dan menarik membuat siswa lebih tertarik terhadap pelajaran IPA yang pada awalnya menurut siswa pelajaran IPA merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan.

Dengan adanya dialog pada waktu pelaksanaan supervisi akan meningkatkan interaksi antara kepala

(14)

60

sekolah dan guru. Dan dengan pembelajaran IPA yang semakin menarik maka interaksi antara guru dan siswa menjadi baik. Siswa tidak merasa takut lagi terhadap guru tetapi lebih tertarik untuk menanyakan beberapa hal yang belum dimengerti.

Keinginan guru IPA untuk memperbaiki proses pembelajaran akan berdampak pada kinerjanya, sehingga pembelajaran di sekolah lebih terkendali. Bedasarkan hasil ulangan, walaupun belum mendapat nilai yang bagus tetapi secara perlahan meningkatkan perolehan nilai.

Supervisi Akademik melalui Dialogis Kolegial Pembelajaran IPA memerlukan waktu yang panjang, sehingga memerlukan energi ekstra bagi supervisor dan guru yang disupervisi. Tetapi akan meningkatkan motivasi bagi guru untuk mengadakan perbaikan proses pembelajaran IPA menjadi lebih menarik. Sehingga supervisi akademik melalui dialogis olegial dapat diterapkan untuk semua pembelajaran.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Rio Ratna Puri bahwa supervisi akademik melalui dialogis kolegial pembelajaran IPA di SMP Negeri 41 Semarang yang dilakukan oleh kepala sekolah dan dibantu team, pada waktu pelaksanaan sudah dijadual dan merupakan hasil kesepakatan anta supervisor dengan guru. Komponen yang dinilai dalam pelaksanaan supervisi adalah perangkat pembelajaran dan pelaksanaan proses pembelajaran.

Pada waktu dialogis kolegial akan diungkapkan kendala guru dalam PBM. Kepala sekolah selaku supervisor secara terbuka menjlaskan berbagai hal tentang PBM, sehingga terjalin diskusi untuk peningkatan pembelajaran berikutnya. Guru akan termotivasi untuk meningkatkan PBM. Karena dalam dialogis kolegial terwujud suasana yang akrab dan kekeluargaan, sehingga semua kesulitan dan hambatan guru dalam PBM akan mudah diungkapkan. Hasilnya

(15)

61 motivasi guru meningkat dalam perbaikan PBM, suasana pembelajaran menjadi semakin bermutu. Hasilnya interaksi kepala sekolah dengan guru dan guru dengan siswa terjalin lebih baik. Sebagai efeknya terjadi peningkatan prestasi akademik.

Supervisi Akademik melalui dialogis kolegial pembelajaran IPA memiliki kelebihan yaitu terjalin komunikasi yang lebih hangat dan kekeluargaan. Imbasnya dapat meningkatkan semangat kerja yang bagi guru. Kelemahanya memerlukan waktu yang lama dan memerlukan penyatuan visi dan misi.

Agar tujuan supervisi tercapai maka pada waktu pelaksanaan supervisi dilakukan dengan sungguh-sunggu. Supervisi jangan hanya sebagai tindakan

administratif saja.

4.2

Pembahasan Penelitian

Pendidikan memiliki peranan yang sentral untuk meningkatkan mutu suatu bangsa. Berbagai pendapat yang mengemuka mengisaratkan bahwa agar sumber daya manusia Indonesia meningkat maka mutu pendidikan harus ditingkatkan. Pendidikan memiliki peran dan tugas yang strategis untuk mewujudkannya.

Mutu pendidikan yang baik tidak dapat dilepaskan dari peran guru. Hal ini karena guru yang langsung berinteraksi dengan siswa, sehingga memiliki peran yang sangat vital dan besar dalam meningkatkan kualitas peserta didiknya. Ungkapan ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kepala SMA Bina Nusantara Semarang dalam FGD di FE UNNES tanggal 3 Juni 2014. Ibu kepala sekolah tersebut mengemukakan bahwa guru yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan anak didiknya. Walaupun banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan peserta didik misalnya IQ, lingungan pertemanan, lingkungan keluarga, sarana dan prasaran pendukung tetapi seorang gurulah yang selalu dekat dengan peserta didiknya. Bentuk tanggung jawabnya adalah

(16)

62

tanggung jawab moral, berbeda dengan tanggung jawab seorang dokter dengan pasienya. Kalau dokter bisa dituntut mal praktek dan bisa dibawa ke ranah hukum, tetapi tidak ada ‘mal pembelajaran’ sehingga kalau ada siswa yang tidak berhasil dalam pembelajaran seorang guru tidak bisa dituntut di pengadilan. Sangsi moral inilah yang dirasa sangat berat oleh guru, karena apabila nilai ujian nasional (UN) rendah, maka guru yang mengajar pada mata pelajaran yang bersangkutan merasa terpojokkan dan merasa gagal dalam mendidik siswa, walaupun UN bukan satu-satunya tolok ukur keberhasilan pembelajaran. Akan tetapi paradigma yang sampai saat ini berkembang adalah jika sekolah memperoleh nila UN yang tinggi berarti sekolah tersebut merupakan sekolah yang berkualitas dan imbasnya guru pengampu mata pelajaran yang peserta didiknya memiliki niali UN bagus dipandang sebagi guru yang berhasil dalam pembelajaran.

Mengingat betapa strategis guru dalam pengembangan sumber daya manusia Indinesia, maka secara tidak langsung guru dituntut untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. Karena inti dari pekerjaan seorang guru adalah melakukan pembelajaran yang bermutu. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kemampuan guru baik melalui penataran, whorksop, diklat dan banyak istilah lain.

Program sertivikasi guru juga sudah dilaksanakan oleh pemerintah guna peningkatan kualitas guru yang diberikan gelar Guru Profesional. Guru Profesional menurut versi program setivikasi adalah lulus portofolio/PLPG dan mengajar minimal sebanyak 24 jam sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sedangkan professional menurut Muchtar Luthfi (1984: 44) dalam Muhson (2004: 91) adalah bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang professional, orang yang professional adalah

(17)

63 orang yang memiliki profesi. Kriteria orang yang memiliki profesi adalah:

a. Profesi harus mengandung keahlian, artinya suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu. Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajari secara khusus karena profesi bukan sebuah warisan.

b. Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi juga dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban sepenuh waktu, maksudnya bukan part time.

c. Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal, artinya profesi itudijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teori terbuka dan secara universal pegangannya itu diakui.

d. Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri.

e. Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu trhadap kliennya.

f. Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya. Otonomi ini hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekan seprofesi. g. Profesi mempunyai kode etik yang disebut dengan

kode etik profesi.

Berdasarkan kriteria tersebut, tentunya guru juga merupakan sebuah profesi. Tetapi pada kenyataannya guru masih dipandang sebelah mata oleh masyarkat, yang memiliki makna seorang guru sebagai sosok yang tidak keren dari penampilan dan kondisi tubuh mengisyaratkan kurang sejahtera. Di satu sisi diharuskan sebagai seorang yang profesional untuk mencerdasakan kehidupan bangsa, sisi lain penghargaan yang masih kurang karena profesi guru selalu dianggap sebagai sebuah pengabdian.

Terfokus pada tugas guru sebagi pengemban untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, tugas tersebut bukan merupakan tugas yang

(18)

64

ringan tetapi sangat berat. Pada kenyataannya menurut Sahertian dan Mataheru (1984) dalam Ruswenda, U. (2011: 6) menyatakan bahwa profesional guru di Indonesia masih relatif rendah. Hal ini terjadi karena sikap guru yang tidak menambah pengetahuan baru sehingga kualitas profesionalnya tidak pernah ditingkatkan.

Dalam menjalankan tugas sehari-hari yaitu melakukan pembelajaran dikelas harus dilakukan pengembangan pembelajaran, agar terjadi proses pembelajaran yang menarik dan bermutu. Pengawasan dan bantuan untuk guru dalam hal perbaikan kegiatan pembelajaran sangat diperlukan untuk mengendalikan dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran tersebut, yaitu melalui supervisi akademik. Disinilah letak peranan kepala sekolah sebagai seorang

supervisor, disamping peran-peran yang lainnya. Sagala (2010) berpendapat bahwa bantuan supervisi tidak memadai dan tidak membantu meningkatkan profesionalisme guru, serta tidak ada sejawat guru yang pantas menjadi teman untuk tukar pengalaman. Faktor-faktor tersebut menyebabkan guru tidak dapat mencari bantuan dari pihak lain yang lebih ahli untuk meningkatkan profesionalnya, sebagai alternatifnya guru dituntut untuk mengembangkan profesionalnya sendiri (Ruswenda, U., 2011: 6).

Kepala SMP Negeri 41 Semarang sebagai sebagai seorang pimpinan di sekolah yang berperan sebagai seorang supervisor, akan menjalankan fungsi tersebut guna memantau proses pembelajaran di sekolah agar pembelajaran dapat berlangsung secara menarik dan berkualitas sebagai wujud seorang guru profesional. Sejalan dengan pendapat di atas tentang peranan supervisi yang berkaitan dengan profesionalitas guru, berbagai pemahaman tentang supervisi mendapatkan tanggapan yang bervariasi dari guru. Hasil FGD mendapatkan gambaran bahwa sebagian besar guru masih menganggap bahwa supervisi merupakan ajang

(19)

65 penilaian. Karena merasa dinilai dan diawasi, maka supervisi dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Hal senada diungkapkan oleh pengawas TK/SD kabupaten Demak, dalam forum FGD tersebut diungkapkan bahwa guru merasa terbebani dengan adanya supervisi. Bapak/ibu guru menjadi lebih sibuk dalam mempersiapkan pembelajaran di kelas. Hal ini meninjukkan bahwa sebagian guru belum memahami hakekat supervisi. Tetapi semua guru memiliki persamaan persepsi bahwa supervisi akademik sangat diperlukan guna mengontrol proses pembelajaran di kelas, sehingga guru selalu mengadakan perbaikan dalam proses pembelajaran di kelas.

Hal yang berbeda dikemukakan oleh Ilham Subur Jatmiko selaku guru IPA SMP Negeri 41 Semarang, melalui forum FGD berpendapat bahwa seorang guru yang profesional seharunya dalam mengajar tidak dipengaruhi oleh keberadaan supervisor (kepala sekolah). Proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan program pembelajaran yang sudah dibuat dalam bentuk Prota, Promes dan RPP. Tetapi pada waktu dilakukan supervisi oleh kepala sekolah atau team, secara psikologis tetap grogi karena merasa diawasi dan dinilai.

Walaupun berbeda bahasa tentang konsep supervisi, tetapi pada kenyataannya guru yang disupervisi menyiapkan pembelajaran lebih baik. Hal ini senada dengan pendapat Sahertian (2008: 21) yang menyatakan bahwa fungsi supervisi pendidikan ditujukan pada perbaikan peningkatan kualitas pengajaran. Ini berarti apabila guru menyiapkan pembelajaran lebih baik maka mutu proses pembelajarannya juga akan menjadi baik.

Khusus untuk mata pelajaran IPA, menurut Kepala SMP Negeri 41 Semarang bahwa pembelajaran IPA merupakan salah satu pelajaran yang unik karena benar-benar melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya. IPA menekankan pada pada

(20)

66

pemberian pengalaman langsung untuk menjelajahi alam secara ilmiah. Guna pengembangan potensi siswa terhadap alam dalam pembelajarannya menerapkan metode ceramah, diskusi demonstrasi dan eksperimen. Dengan keunikan mata pelajaran IPA tersebut maka diharapkan proses pembelajaran IPA dapat berlangsung secara menarik dan tidak membosankan, sehingga mampu memcapai tujuan pembelajaran IPA. Guna mengawal pencapaian tujuan pembelajaran IPA tersebut sangat perlu dilakukan supervisi akademik untuk pembelajaran IPA.

Kepala sekolah selaku manajer di sekolahan dalam proses manajemen sekolah melakukan tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling). Hal ini dilakukan oleh kepala SMP Negeri 41 Semarang, guna membawa sekolah berjalan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan sebuah kegiatan yang kompleks, karena melibatkan berbagai elemen. Guna mencapai tujuan sekolah yang ditetapkan, masing-masing dari elemen yang terkait harus terjadi hubungan yang sinergis dan saling menunjang serta tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lainnya.

Salah satu kunci keberhasilan pendidikan di sekolah adalah peranan dari guru. Sehingga sebagai komponen sumber daya manusia, guru harus terus dibina dan dikembangkan kemampuannya baik kemampuan akademis maupun paedagogis untuk mendapat gelar guru profesional. Sebagai sebuah profesi, maka seorang guru harus selalu tumbuh dan berkembang sehingga sebagai imbasnya maka kualitas pembelajaran akan mengalami peningkatan.

Berdasarkan wawancara secara tertutup dengan guru IPA melalui kegiatan MGMP tingkat sekolah, dapat

(21)

67 ditarik benang merah bahwa guru IPA memerlukan bimbingan dan pengembangan proses pembelajaran. Bimbingan dari pimpinan langsung (kepala sekolah) sangat diharapkan, dengan adanya bimbingan dari kepala sekolah maka guru IPA termotivasi untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kegiatan supervisi akademik. Selama ini supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah dianggap sebagai ajang penialaian yang dilakukan oleh kepala sekolah bagi guru. Hal ini bertentangan dengan kaidah dari supervisi yang sebenarnya, yaitu sebagai bantuan dari kepala sekolah yang ditujukan bagi kepemimpinan guru dan personil sekolah lainnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Disamping itu supervisi selama ini dianggap sebagai kegiatan yang bersifat administratif belaka, sehingga esensi supervisi yang sebenarnya tidak tercapai.

Berdasarkan asumsi diatas, maka bersama-sama antara kepala sekolah dan guru IPA merumuskan sebuah bentuk supervisi akademik yang dirasa sesuai. Hasil diskusi dirumuskan jenis supervisi akademik yang diterapkan untuk mata pelajaran IPA di SMP Negeri 41 Semarang adalah supervisi akademik melalui dialogis kolegial.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah tentang supervisi akademik, Kepala SMP Negeri 41 Semarang menyatakan bahwa supervisi adalah prosedur memberikan arahan serta mengadakan penilaian terhadap proses pengajaran. Sehingga supervisi akademik melalui dialogis kolegial diartikan sebagai suatu prosedur yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai seorang supervisor untuk mengadakan penilaian dan pengarahan terhadap proses pengajaran yang dilanjutkan dengan diskusi tentang proses pembelajaran yang sudah dilakukan guna mengungkapkan kelemahan serta kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini

(22)

68

dimaksudkan untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar selanjutnya.

Lebih lanjut kepala sekolah menyatakan bahwa supervisi akademik melalui dialogis kolegial yang diterapkan pada mata pelajaran IPA karena mata pelajaran IPA adalah pelajaran yang unik. Artinya pelajaran IPA benar-benar melibatkan siswa secara aktif pada proses pembelajarannya dengan berbagai pendekatan pembelajaran, yaitu ceramah bervariasi, diskusi, demonstrasi dan eksperimen. Hal ini sangat menarik untuk diamati karena guru sangat terlibat pada proses pembelajaran. Sehingga kendala di lapangan perlu mendapatkan solusi guna peningkatan pembelajaran pada waktu berikutnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru IPA terdapat kesamaan persepsi tentang hakekat supervisi. Supervisi akademik melalui dialogis kolegial merupakan usaha dari kepala sekolah sebagai supervisor untuk memberikan layanan kepada guru dalam rangka memperbaiki perencanaan dan proses pembelajaran. Setelah supervisi kunjungan kelas dilanjutkan dengan diskusi hasil dari proses supervisi tersebut mengenai kendala-kendala ataupun masalah-masalah yang dihadapai guru dalam proses pembelajaran. Kolegial (collegial) dapat diartikan dengan kemitraan, jadi dalam pelaksanaan dialogis kolegial guru dianggap sebagai mitra, sehingga bersama-sam supervisor mencari solusi untuk perbaikan proses pembelajaran IPA. Hasil dari supervisi akademik melalui dialogis kolegial adalah bahwa nilai hasil ulangan mata pelajaran IPA mengalami peningkatan, walaupun belum sebagus seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh input siswa yang rendah.

Guru IPA di SMP Negeri 41 Semarang melalui hasil wawancara memiliki persamaan persepsi bahwa siswa mulai antusias dan mengambil peran yang aktif dalam kegiatan pembelajaran IPA di kelas. IPA yang

(23)

69 dianggap sebagai pelajaran yang membosankan dan sulit mulai menarik untuk dipelajari, karena guru IPA melakukan variasi metode pembelajaran disesuaikan dengan konsep yang diajarkan.

Bukti bahwa supervisi akademik melaui dialogis kolegial dapat juga dilihat dari nilai UN. Berdasarkan hasil UN menunjukkan bahwa rata-rata nilai UN untuk 4 (empat) tahun terakhir berada diatas mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.

Jadi supervisi akademik melalui dialogis kolegial sesuai untuk diterapkan pada mata pelajaran IPA di SMP Negeri 41 Semarang. Hal ini senada dengan pendapat siswa melalui wawancara secara tertutup, bahwa menurut beberapa siswa yang diwawancarai menyatakan mulai menyukai pelajaran IPA. Lebih lanjut menurut pendapat siswa pembelajaran IPA sangat menarik, apalagi guru memanfaatkan berbagai media. Media yang digunakan adalah LCD yang dihubungkan dengan computer maupun malalui kegiatan laboratorium. Pelajaran IPA bukan menjadi pelajaran yang menghafal saja, tetapi lebih menarik karena menjadi pelajaran yang realistis dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Menurut pengamatan kepala sekolah, bapak/ibu guru yang mengajar mata pelajaran IPA memiliki motivasi untuk memperbaiki proses pembelajaran IPA sesuai dengan hasil diskusi dengan supervisor pada waktu dialogis kolegial.

4.2.1Perencanaan Supervisi Akademik Pembelajaran IPA melalui Dialogis Kolegial

Sebuah kegiatan akan mendapatkan hasil yang optimal apabila diawali dengan persiapan yang baik pula. Demikian juga untuk supervisi akademik, agar mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan yaitu terjadinya peningkatan mutu pembelajaran, maka harus direncanakan secara matang. Sehartian (2008: 14) menyatakan bahwa supervisi akademik diarahkan

(24)

70

untuk meningkatkan potensi sumber daya guru, baik yang bersifat personal maupun yang bersifat profesional. Jadi tidak hanya sekedar pembinaan dan pengembangan kurikulum yang menjadi sumber materi sajian pelajaran. Perencanaan ini ditinjau dari kepala sekolah selaku supervisor dan guru selaku yang disupervisi.

Hali ini sejalan dengan pendapat kepala SMP Negeri 41 Semarang dalam FGD, ibu kepala sekolah berpendapat bahwa suatu kegiatan akan mendapatkan hasil yang bagus apabila disusun perencanaan yang bagus pula. Sehingga supervisi akan mendapatkan hasil yang bagus sesuai dengan tujuan yang diharapkan apabila dilakukan perencanaan yang bagus pula. Pendapat yang sama juga dilontarkan oleh Pengawas TK/SD kabupaten Demak, kepala SD Lamper Tengah 01, kepala SMP Negeri Bandungan 1 dan guru IPA SMP Negeri 41 Semarang dalam forum tersebut yang menyatakan bahwa supervisi akademik harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin agar kegiatan ini tidak hanya sekedar rutinitas tetapi benar-benar memiliki esensi untuk membantu guru dalam perbaikan kegiatan pembelajaran di kelas.

Peserta diskusi juga memiliki persepsi yang sama bahwa supervisi akademik sangat dibutuhkan oleh sekolah untuk peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Mengingat pentingnya supervisi akademik maka sangat penting untuk dilakukan perencanaan yang baik.

Berdasarkan hasil wawancara dalam bentuk tertulis dengan kepala SMP Negeri 41 Semarang tentang perencanaan supervisi, pelaksana supervisi dilakukan oleh kepala sekolah yang dibantu oleh team guru senior yang dianggap orang yang dituakan dalam arti memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan guru yang lain. Jadi langkah pertama yang dilakukan adalah membuat team supervisi yang dipimpin oleh kepala sekolah. Dituakan disini bukan berarti umurnya

(25)

71 paling tua, tetapi yang dianggap mampu membina, membimbing dan mengarahkan teman sejawat berdasarkan versi kepala sekolah dan memang benar-benar diterima di kalangan guru. Team guru yang dibentuk oleh kepala sekolah bukan berarti yang paling hebat, tetapi dengan adanya guru sebagai team supervisi diharapkan akan menjembatani keinginan guru dan tuntutan sekolah dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Team guru terpilih yang membantu supervisi akademik diharapkan mendapatkan pengalaman apabila dikemudian hari dipercaya sebagi kepala sekolah.

Kepala sekolah sebagai supervisor, menyusun jadual supervisi bersama dengan team. Menurut hasil wawancara dengan kepala SMP Negeri 41 Semarang, supervisi dilakukan 2 (dua) kali tiap semsester. Jadual pelaksanaan supervisi disesuaikan dengan jadwal mengajar dan metode pembelajaran IPA. Hal ini dilakukan agar keempat metode pembelajaran IPA yaitu ceramah, diskusi, demonstrasi dan ekperimen dapat terpantau. Masing-masing metode pembelajaran yang diterapkan, pada proses dialogis kolegial akan dibahas kelemahan dan tantangan yang dihadapai dalam proses pembelajaran. Sehingga harapannya akan dapat dicari solusinya. Jadual supervisi akademik akan di tempelkan di papan pengumuman ruang guru dan dibacakan pada waktu breefing (pengarahan). Jadual ini bukan harga mati, tetapi fleksibel disesuaikan lagi dengan agenda kepala sekolah. Hal ini dilakukan karena sebagai pemimpin di sekolah, seorang kepala sekolah memiliki tugas dan kewajiban lain disamping yang berkaitan dengan kepemimpinan di sekolahan misalnya rapat, pelatihan, workshop serta pertemuan yang dilakukan secara mendadak.

Hal senada juga didapatkan dari hasil wawancara yang hasilnya secara tertulis terhadap ketiga guru IPA di SMP Negeri 41 Semarang. Hasil wawancara terhadap ketiga guru IPA tersebut memiliki

(26)

72

kesamaan, bahwa supervisi dilakukan oleh kepala sekolah yang dibantu oleh team supervisi yang dibentuk oleh kepala sekolah. Menurut mereka team supervisi yang membantu kepala sekolah tersebut hal yang positif, karena dengan kesibukan kepala sekolah tugas kepala sekolah sebagi supervisor dapat terbantukan.

Kepala sekolah sebagai seorang supervisor pada waktu akan melaksanakan supervisi bagi guru IPA juga mempersiapkan perangkat supervisi. Perangkat supervisi ini merupakan lembar observasi yang digunakan untuk panduaan pelaksanaan supervisi. Berdasarkan lembaran supervisi akademik kunjungan kelas bagi guru IPA di SMP Negeri 41 Semarang meliputi:

a. Keterampilan merencanakan kegiatan pembelajaran 1)Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak

menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar)

2)Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik)

3)Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi dan kesesuaian dengan alokasi waktu)

4)Pemilihan sumber/ materi pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi dan karakteristik peserta didik)

5)Kejelasan scenario pembelajaran (langkah-langkah kegiatan pembelajaran: awal, inti dan penutup)

6)Kerincian scenario pembelajaran (setiap langkah tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap)

7)Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran 8)Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman

(27)

73 b. Keterampilan melaksanakan kegiatan pembelajaran

1)Pra pembelajaran

a) Memeriksa kesiapan siswa b) Melakukan kegiatan apersepsi 2)Kegiatan inti pembelajaran

a)Penguasaan materi pembelajaran

(1) Menunjukkan materi dengan jelas dan sesuai dengan hierarkhi belajar

(2) Mengkaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan

(3) Menyampaikan materi dengan jelas dan sesuai dengan hierarkhi belajar

(4) Mengkaitkan materi dengan realitas kehidupan

b)Pendekatan/strategi pembelajaran

(1) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi (tujuan) yang dicapai

(2) Melaksanakan pembelajaran secara runtut (3) Menguasai kelas

(4) Melaksanakan pembelajaran yang bersifat konstekstual

(5) Melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan (6) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan

alokasi waktu

c) Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran

(1) Menggunakan media secara efektif dan efisien

(2) Menghasilkan pesan yang menarik

(3) Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media

d)Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa

(1) Menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran

(2) Menunjukkan sikap terbuka terhadap respon siswa

(28)

74

(3) Menumbuhkan keceriaan dan antusiasisme dalam belajar

e) Penilaian proses belajar dan hasil belajar

(1) Memantau kemajuan belajar selama proses (2) Melakukan penilaian aktif sesuai dengan

kompetensi (tujuan) f) Penguasaan bahasa

(1) Menggunakan bahasa lisan dan tulis secara jelas, baik dan benar

(2) Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai

3)Penutup

a)Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa

b)Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan atau kegiatan

c. Komponen penilaian hasil belajar

1) Menyusunperencanaan ulangan per semester 2) Menyusun penetapan KKM dan ulangan per

semester (UH, UTS,UAS)

3) Melaksanakan penilaian hasil belajar (kognitif) 4) Melaksanakan penilaian hasil belajar

(psikomotorik)

5) Melaksanakan penilaian hasil belajar (afektif) 6) Memiliki daftar nilai kognitif

7) Memiliki dokumentasi soal ulangan harian (UH) 8) Memiliki dokumentasi soal ulangan tengah

semester (UTS)

9) Memiliki dokumentasi soal ulangan akhir semester (UAS)/ulangan kenaikan kelas (UKK)

Guru yang akan disupervisi mempersiapkan perangkat pembelajaran yang tediri dari prota, promes, silabus dan RPP. Pada waktu kegiatan awal sebelum pelaksanaan supervisi, supervisor dan guru yang akan disupervisi setelah kesepakatan waktu juga dialog tentang skenario pembelajaran yang akan disampaiakan. Sehingga guru juga menyiapkan media pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran.

(29)

75 Proses dialogis sebelum pelaksanaan supervisi akademik ini diharapkan mengurangi ketegangan/grogi bagi guru. Selama proses pembelajaran diharapkan berlangsung secara alami seperti pada waktu pembelajaran setiap hari. Bagaimanapun juga, yang namanya di pantau tentu membuat guru menjadi tegang/grogi. Evaluasi pembelajaran juga dipersiapkan seperti yang sudah terintegrasi di RPP.

4.2.2 Impementasi Supervisi Akademik Pembelajaran IPA melalui Dialogis Kolegial Pelaksanaan supervisi akademik ditujukan pada aspek pelaksanaan proses pembelajaran yaitu kegiatan pembinaan dengan cara memberikan bantuan teknis kepada guru dalam proses pembelajaran di kelas. Supervisi akademik diharapkan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru yang dapat terlihat dalam kualitas pembelajaran.

Seperti yang sudah dikemukakan di awal, bahwa menurut Nurtain (1999: 258) terdapat tiga tahapan dalam melaksanakan supervisi pengajaran yaitu: (1) tahapan pertemuan awal yang meliputi kegiatan pembahasan guna memantapkan hubungan supervisor dengan guru serta merencanakan kegiatan bersama; (2) tahapan observasi yaitu mengamati langsung perilaku dan gejala munculnya masalah selama di kelas; dan (3) tahap pertemuan akhir yang merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dengan guru kelas yang disebut dengan tindak lanjut dialogis kolegial.

Supervisi akademik yang dilaksanakan di SMP negeri 41 Semarang pada tahap pertemuan awal (pra-observasi) terjadi dialogis antara supervisor dengan guru yang akan disupervisi membahas persiapan yang dibuat guru. Proses ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana akrab antara supervisor dengan guru yang akan disupervisi, sehingga perasaan grogi, canggung, deg-degan menjadi berkurang. Persiapan

(30)

76

pembelajaran yang dilakukan oleh guru IPA SMP negeri 41 Semarang sudah dipersiapkan selama 1 tahun melalui IHT (in house training) pada awal tahun pelajaran. Menurut pengawas TK/SD kabupaten demak dan kepala SD Lamper tengah 01 melalui kegiatan FGD, idealnya perangkat pembelajaran (RPP) dibuat sebelum proses pembelajaran. Kepala SMP negeri 41 Semarang memiliki persepsi yang berbeda, karena melalui IHT pada awal tahun pelajaran penyusunan perangkat pembelajaran akan menhasilkan produk yang nlebih baik karena dalam penyususnan perangkat pembelajaran dilakukan tiap MGMP sekolah. Sehingga perangkat pembelajaran yang disusun sudah melalui diskusi di MGMP. Alasan yang kedua, tuntutan administrasi KTSP yang dikirim ke dinas harus dilengkapi perangkat pembelajaran selama 1 tahun pelajaran.

Tahap observasi kelas, selama proses pembelajaran supervisor mengamati kegiatan pembelajaran dari mulai dibuka sampai ditutup. Menurut guru IPA SMP negeri 41 Semarang, walaupun sudah dilakukan pra-observasi tetapi perasaan deg-degan dan grogi masih bergelayut di perasaan guru yang disupervisi. Untuk supervisi pembelajaran IPA, kepala sekolah sengaja meminta guru IPA untuk melakukan 4 macam metode pembelajaran IPA sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yang dibagi pada 4 orang guru IPA. Hal ini dilakukan agar permasalah yang ditemukan pada masing-masing metode pembelajran dapat terungkap, dan pada dialogis kolegial dapat dicari solusi secara bersama-sama.

Tahap pertemuan akhir yang merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dengan guru mata pelajaran IPA yang disebut dengan tindak lanjut dialogis kolegial. Pada tahap dialogis kolegial ini hasil temuan dari supervisor dan hambatan selama proses pembelajaran yang dilakukan guru diungkapkan.

(31)

77 Suasana dibuat dengan konsep kekeluargaan, sehingga keakraban antara supervisor dan guru yang disupervisi akan terwujud. Hubungan antara atasan dan bawahan diminimalisir, yang dimunculkan adalah kemitraan untuk menuju tujuan yang lebih tinggi yaitu peningkatan kualitas proses pembelajaran IPA.

Teknik supervisi ini ternyata membawa dampak yang lebih baik. Guru menjadi lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Untuk meningkatkan proses pembelajaran tersebut, guru IPA menjadi lebih senang melakukan browsing internet untuk mencari inovasi baru dalam pembelajaran dan bahan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat pada waktu istirahan dan jam tidak mengajar, kebanyakan guru lebih senang menghadapi laptop dari pada ngrumpi. Walupun tidak selalu mencari sumber pembelajaran, tetapi merupakan hal yang positif karena guru selalu

up date berita terbaru. SMP Negeri 41 Semarang didukung fasilitas wifi yang memadahi walaupun tidak selalu lancar karena banyaknya pengguna wifi tersebut. Dampak lain dari supervisi yang lain adalah, guru IPA selalu memanfaatkan media pembelajaran yang tersedia di sekolah. Dari 24 kelas terdapat 19 kelas yang dilengkapi dengan LCD. Guru IPA senantiasa memanfaatkan media tersebut untuk mengatasi peralatan laboratorium. Menurut Ilham Subur Jatmiko peralatan laboratorium banyak yang hilang pada waktu pemindahan dari sekolah lama (gedung SMP 35 yang sudah dibongkar) ke gedung baru yaitu SMP Negeri 41 semarang yang sekarang ditempati. Pemanfaatan LCD tersebut sangat membantu dalam pembelajara, sehingga proses pembelajaran di kelas menjadi menarik dan tidak membosankan. Pelajaran IPA yang dianggap abstrak dapat disajikan lebih variatif, sehingga mudah untuk dipahami siswa.

Pendapat dari siswa menunjukkan hal yang positif. Berdasarkan wawancara terhadap siswa

(32)

78

didapatkan kesimpulan bahwa pelajaran IPA semakin menarik. Karena selain diajak ke laboratorium, disajikan gambar-gambar yang menarik melalui LCD pada waktu pelajaran IPA berlangsung. Sehingga bapak/ibu guru tidak hanya bercerita saja, tetapi digambungkan dengan contoh riil melaui media tersebut. Dengan proses pembelajaran yang lebih menarik bagi siswa membawa dampak hasil belajar siswa beranjak naik, walupun belum mendapatkan hasil yang sesuai pengharapan. Hal ini terjadi memang karena input siswa yang rendah, serta budaya belajar dari keluarga yang sangat rendah.

Berdasarkan pendapat guru IPA SMP Negeri 41 Semarang bahwa pelaksanaan supervisi akademik melalui dialogis kolegial berlangsung relatif lama, sehingga memerlukan energy ekstra. Akan tetapi supervisi ini memiliki kelebihan yaitu meningkatkan motivasi bagi guru untuk meningkatkan proses pembelajaran. Disamping itu juga meningkatkan interaksi antara kepala sekolah dengan guru dan guru dengan siswa.

Referensi

Dokumen terkait

menentukan menyunting informasi iklan, slogan, dan poster sesuai bahasa yang baik dan benar.. Pertemuan Kedua

Berdasarkan hasil validasi dari dosen Tata Boga Unesa dan guru Tata Boga SMK dapat dilihat pada gambar grafik diperoleh data bahwa hand out yang dikembangkan telah

Pada SMKN 1 Mesjid Raya persentase akhir yang didapat sebanyak 48,89% untuk tingkat pemahaman penggunaan teknologi informasi ditinjau dari, penggunaan sosial media,

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian tindakan (Action Research). Partisipan dalam action research kualitatif dipilih

Seorang penulis harus sabar, dia tidak dapat langsung menyampaikan inti karya ilmiah yang ditulisnya (misalnya hasil penelitian yang dianggapnya sangat menarik

Bahan uji terdiri dari sekam padi dengan kadar air rata-rata 12% w.b dan unit konfigurasi mesin yang telah direkayasa untuk produksi Bio- pellet dengan rancangan

“Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPU Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang

Jika tanda lampu indikator pada alarm berkedip, tekan tombol Stop/Reset, Color dan alarm berkedip, tekan tombol Stop/Reset, Color dan Black Black secara bersamaan sampai proses