KEBIJAKAN PUBLIK
CIANJUR U N IVE RS ITAS SURYAKA N C A N A F A K UL TA SK EGURUANDANILM
U PE N D ID IK A N
BAHAN AJAR
Ikhtisar/Butir-butir Bahan Diskusi untuk Mahasiswa Strata Satu Pada Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Suryakancana Cianjur
Dihimpun Oleh :
Drs. DJUNAEDI SAJIDIMAN, MM, M.Pd.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan tugas sebagai Asisten Dosen untuk memfasilitasi/mengampu mata kuliah baru “Kebijakan Publik” yang diberlakukan pada program studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Suryakancana Cianjur mulai tahun ajaran 2015-2016, atas petunjuk dan izin Bapak Prof. Dr. H. Endang Danial Ar., M.Pd., M.Si. selaku Ketua Prodi sekaligus Guru Besar mata kuliah bersangkutan, penulis mencoba menyusun diktat berupa ikhtisar atau butir-butir bahan diskusi untuk memudahkan para mahasiswa strata satu dalam proses pembelajaran.
Bahan diktat diambil dari berbagai buku teks/sumber dan bahan pendukung lainnya termasuk pengalaman penulis sebelumnya selaku Widyaiswara dan Birokrat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur. Namun harus diakui bahwa diktat ini belum sempurna, di dalamnya masih banyak terdapat kekurangan/kelemahan, yang Insya Alloh secara bertahap sesuai dengan berjalannya proses pembelajaran, akan diperbaiki/direvisi, sambil menimba saran masukan dari rekan-rekan sejawat.
Guna pengayaan dan pendalaman materi, para mahasiswa dianjurkan untuk mempelajari mata kuliah dimaksud lebih lanjut dari buku-buku yang penulis pergunakan yang dicantumkan juga dalam daftar kepustakaan, selain tentu saja dari berbagai media (cetak/elektronik) termasuk internet berkenaan dengan materi yang relevan.
Semoga kiranya bermanfaat.
Cianjur, Medio Oktober 2015. Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……….. i
DAFTAR ISI ……… ii
BAB I. PENDAHULUAN ………. 1
BAB II. PENGERTIAN, PRINSIP, DAN FUNGSI ADMINISTRASI PUBLIK ……… 1
A. PENGERTIAN-PENGERTIAN ………..……… 1
B. PRINSIP-PRINSIP ADMINISTRASI PUBLIK ………. 9
C. FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PUBLIK ………. 10
BAB III. KONSEP ADMINISTRASI PUBLIK ………. 13
A. PERUBAHAN PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA KE ADMINISTRASI PUBLIK ………. 13
B. ADMINISTRASI PEMBANGUNAN ………. 18
C. BIROKRASI PUBLIK ……….. 22
D. KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 25
E. PELAYANAN PUBLIK ……… 27
F. MANAJEMEN KEBIJAKAN PUBLIK ………. 28
G. RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PUBLIK ……… 32
BAB IV. KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 36
A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK ……… 36
B. TUJUAN KEBIJAKAN PUBLIK ……… 40
C. JENIS-JENIS KEBIJAKAN PUBLIK ……… 41
D. TINGKAT-TINGKAT KEBIJAKAN PUBLIK ……… 43
E. BENTUK-BENTUK KEBIJAKAN PUBLIK ……… 45
F. CIRI-CIRI KEBIJAKAN PUBLIK ……… 49
BAB V. SISTEM, PROSES, DAN SIKLUS KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 51
A. SISTEM KEBIJAKAN PUBLIK ………. 51
B. PROSES KEBIJAKAN PUBLIK ………. 53
C. SIKLUS KEBIJAKAN PUBLIK ……… 54 ii
BAB VI. KONTEKS MAKRO DAN ARTI PENTING KEBIJAKAN PUBLIK ………….. 56
A. NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 56
B. AKTOR KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 59
C. LINGKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 62
BAB VII. PERAN INFORMASI DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK ……… 73
A. PENGERTIAN INFORMASI ………. 73
B. PENTINGNYA INFORMASI DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN ………. 74
BAB VIII. AGENDA SETTING ……… 77
A. ISU-ISU KONSEPTUAL ……….. 77
B. PROSES AGENDA SETTING ……….. 77
BAB IX. PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK ……… 83
A. HAKIKAT KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 83
B. ISU-ISU KONSEPTUAL ……….. 85
C. PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK ………. 87
D. TAHAP-TAHAP PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK ………. 93
BAB X. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK ……… 96
A. KONSEP IMPLEMENTASI ………. 96
B. MODEL PROSES IMPLEMENTASI ……….. 101
C. TEKNIK/METODE IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK ………. 110
D. PELAKSANA (IMPLEMENTOR) KEBIJAKAN ………. 119
E. HAMBATAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK DAN UPAYA PENANG- GULANGANNYA ……… 123
BAB XI. MONITORING DAN EVALUASI ……… 126
A. MONITORING KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 126
B. EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK ……… 127
C. METODE DAN PENDEKATAN EVALUASI KINERJA ……… 133
D. TEKNIK-TEKNIK PENGUKURAN DALAM EVALUASI KINERJA ……… 135
BAB XII. ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ………. 144
A. DIMENSI-DIMENSI KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 144
B. PENGERTIAN DAN TUJUAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ……… 144
C. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS YANG BERPENGARUH DALAM PERUMUS-
AN KEBIJAKAN PUBLIK ……… 146
D. ASPEK-ASPEK DALAM ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ………. 147
E. VARIASI KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ……….. 148
F. MODEL DAN PENDEKATAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ……… 150
BAB XIII. KEBIJAKAN PUBLIK DI BIDANG PENDIDIKAN ……….. 165
A. MAKNA KEBIJAKAN PUBLIK DI BIDANG PENDIDIKAN ………. 165
B. PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH .. 168
C. POLITIK DEMOKRATIK DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN ……….. 173
D. KEBIJAKAN PENDIDIKAN ……… 176
DAFTAR KEPUSTAKAAN ……… 198
iv
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Perkembangan terakhir mengenai administrasi negara seperti terlihat dalam paradigma-paradigma administrasi negara, menurut Mustopadijaya AR (1992:3), adalah berakhirnya dikotomi (pemisahan) antara politik (perumusan dan pem-buatan kebijakan) dengan administrasi negara (pelaksanaan/implementasi kebijak-an). Fungsi administrasi negara pada saat ini tidak terbatas secara tradisional dalam pelaksanaan atau implementasi kebijakan, tetapi juga dalam perumusan dan pembuatan kebijakan. Lebih dari itu, sistem administrasi negara juga mempunyai peranan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan/implementasi dan hasil-hasilnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam membicarakan kebijakan, tidak ada pemisahan secara tegas dengan administrasi, yang di dalamnya tercakup organisasi dan manajemen. Begitu pula halnya dengan organisasi yang bernama negara, dengan administrasi dan manajemennya, yang istilah populer sekarang dikenal dengan administrasi dan manajemen publik. Demikianlah, maka dalam mempelajari kebijakan publik perlu juga diketahui terlebih dulu administrasi publik.
B. Deskripsi Singkat.
Mata kuliah ini membahas pengertian administrasi dan manajemen publik, serta konsep pokok kebijakan publik yang mencakup tujuan, jenis-jenis, tingkat-tingkat, proses, aktor, sistem, siklus, bentuk, ciri-ciri, dan agenda setting, perumusan, imple-mentasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan publik, serta analisis kebijakan publik,
dan peranan informasi dalam membuat kebijakan publik, ditambah kebijakan publik
di bidang pendidikan.
C. Standar Kompetensi.
2
men publik, konsep pokok kebijakan publik yang meliputi pengertian, tujuan, jenis, tingkat-tingkat, proses, sistem, siklus, bentuk, ciri-ciri, dan agenda setting, perumus-an, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan publik, serta analisis kebijak-an kebijakkebijak-an publik, serta perkebijak-an informasi dalam pembuatkebijak-an kebijakkebijak-an publik.
D. Kompetensi Dasar.
Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan :
1. Pengertian Administrasi dan Manajemen Publik, serta Kebijakan Publik.
2. Pengertian, Jenis dan Tingkat-tingkat Kebijakan Publik.
3. Tujuan, Bentuk, dan Ciri-ciri Kebijakan Publik.
4. Sistem, Proses, dan Siklus Kebijakan Publik.
5. Peran Infornasi dalam Pembuatan Kebijakan Publik.
6. Agenda Setting dalam Kebijakan Publik.
7. Perumusan, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
8. Analisis Kebijakan Publik.
3
BAB II
PENGERTIAN, PRINSIP, DAN FUNGSI ADMINISTRASI PUBLIK
A. PENGERTIAN
1. Administrasi.
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa di antaranya :
a. The Liang Gie (1978:9) :
Administrasi adalah “segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha
kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu”.
b. S. Prajudi Atmosudirdjo (1979:21) :
“Ilmu administrasi adalah cabang atau kesatuan atau disiplin ilmu sosial yang secara khas mempelajari ‘administrasi’ sebagai salah satu fenomenon ma-syarakat modern. Administrasi adalah sesuatu yang terdapat di dalam se-suatu organisasi modern dan yang memberi hayat kepada organisasi tersebut, sehingga organisasi itu dapat berkembang, tumbuh dan bergerak”.
c. Sondang P. Siagian (1996:3) :
Administrasi adalah “proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih
berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan sebelumnya”.
d. Luther Gullick (1937):
“Administration has to do with getting things done with the accomplishment of defined objectives”. (Administrasi berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan).
e. John M. Pfiffner :
“Administration may be defined as the organization and direction of human and material resourches to achieve desired ends”. (Administrasi dapat didefinisikan sebagai pengorganisasian dan pengarahan sumber-sumber yang berupa manusia/tenaga kerja dan material untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan).
4
f. William H. Newman :
“Administration is guidance, leadership and control of the effort of a group of individuals toward some common goals”. (Administrasi adalah pemberian pedoman, kepemimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama).
Dari definisi para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya administrasi mempunyai pengertian yang sama, yaitu adanya :
a. Kegiatan;
b. Proses kerjasama;
c. Sekelompok manusia (lebih dari dua orang);
d. Pembagian tugas;
e. Tujuan yang ingin dicapai.
2. Unsur-unsur Administrasi.
Unsur-unsur administrasi meliputi :
a. Organisasi, yang merupakan rangka, struktur atau wadah di mana usaha kerjasama dilakukan;
b. Manajemen, sebagai suatu proses yang menggerakkan kegiatan dalam
administrasi sehingga tujuan yang telah ditentukan benar-benar tercapai; c. Kepegawaian, merupakan segi yang berkaitan dengan sumber tenaga kerja
yang harus ada pada setiap usaha kerjasama. Dari sini kemudian muncul administrasi kepegawaian;
d. Keuangan atau modal,yang merupakan segi pembiayaan dalam setiap usaha
kerjasama. Dari sini kemudian muncul administrasi keuangan;
e. Perlengkapan, yang berkaitan denganm kebutuhan material/kebendaan dan kerumahtanggaan yang harus ada dalam setiap usaha kerjasama. Dari sini
kemudian muncul administrasi perlengkapan (supply administration) yang
mencakup pembelian, klasifikasi, dan standarisasi alat-alat, dll.
f. Pekerjaan Kantor atau Tata Usaha, yaitu rangkaian kegiatan mengumpulkan, mencatat, menggandakan, mengirim, dan menyimpan data/informasi. Ada
yang sifatnya office work, ada yang paper work atau clerical work. Dari sini
5
g. Tata Hubungan/Komunikasi, yang merupakan urat nadi sehingga memung-kinkan orang-orang dalam usaha kerjasama itu mengetahui apa yang terjadi atau diinginkan oleh masing-masing. Tanpa hubungan atau komunikasi yang baik, tak mungkin proses kerjasama dapat terlaksana dengan baik. Penge-tahuan tentang tata hubungan ini misalnya teknik pelaporan, metode rapat, koordinasi, dll.
h. Hubungan Masyarakat (Public Relations), yang mengkaji hal-hal yang ber-kaitan dengan hubungan antara organisasi dengan pihak luar (individu, lembaga, dll.).
3. Publik.
Istilah publik berasal dari bahasa Inggris “public” yang berarti umum,
masya-rakat, atau negara. Tentang pengertian publik, Inu Kencana Syafiie, dkk. (1999)
memberikan pengertian, “sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan
berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasar-kan nilai-nilai norma yang mereka miliki”. Karena itu publik tidak langsung diartikan sebagai penduduk, masyarakat, warga negara, atau pun rakyat. Untuk jelasnya berikut dikemukakan :
a. Penduduk : Orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara. Di Indonesia terdiri dari WNI (Warga Negara Indonesia), dan WNA (Warga Negara Asing), serta terdapat juga yang nonpenduduk, yatu orang-orang yang tinggal di Indonesia untuk sementara, misalnya turis asing;
b. Masyarakat : Kelompok individu atau komunitas, disebut juga masyarakat umum;
c. Warga Negara : Penduduk yang secara resmi menjadi anggota/warga suatu
negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu;
d. Rakyat : Merupakan konsep politis, menunjuk pada orang-orang yang berada di bawah satu pemerintahan, dan tunduk pada pemerintahah itu. Istilah
rakyat ini umumnya dilawankan (vis-a-vis) dengan istilah penguasa/
pemerintah.
6
masyarakat, dan negara yang berganti-ganti, dapat disimak contoh berikut ini :
a. Public offering (penawaran umum); b. Public ownership (milik umum);
c. Public service corporation (perseroan jasa umum); d. Public switched network (jaringan telepon umum); e. Public utility (perusahaan umum), dll.
f. Public relations (hubungan masyarakat); g. Public service (palayanan masyarakat); h. Public opinion (pendapat masyarakat); i. Public interest (kepentingan masyarakat); j. Public authority (otoritas negara);
k. Public building (gedung negara); l. Public finance (keuangan negara); m. Public revenue (penerimaan negara); n. Public sector (sektor negara), dll.
Jadi, publik dalam kaitan dengan administrasi publik, dari istilah bahasa
Inggris “Public Administration”, kecenderungannya diterjemahkan sebagai
admi-nistrasi negara. Maka penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pemba-ngunan, dan pembinaan kemasyarakatan akan bersifat serba negara. Jika permasalahan sudah mengatasnamakan negara, maka sulit dibantah, dan satu-satunya yang dilegitimasi untuk “memaksa” hanyalah negara.
4. Negara.
Pengertian umum negara adalah :
a. Organisasi kekuasaan suatu bangsa;
b. Suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi
yang sah dan ditaati oleh rakyatnya;
c. Suatu organisasi kekuasaan dari manusia (masyarakat) dan merupakan alat
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan bersama;
7
tuk mewujudkan kepentingan bersama.
Adapun pengertian negara yang diberikan oleh para ahli, di antaranya :
a. J.H.A. Logemann :
“Keberadaan negara bertujuan untuk mengatur dan menyelenggarakan
masyarakat yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi”.
b. George Jellinek :
“Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu”.
c. G.W.F. Hegel :
“Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan universal”.
d. Krannenburg :
“Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu
golongan atau bangsanya sendiri”.
e. Roger F. Soltau :
“Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur
atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat”.
f. R. Djokosoetono :
“Negara ialah suatu organisasi atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama”.
g. R. Soenarko :
“Negaraialah suatu organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, di mana kekuasaan negara berlaku ‘souvereign’ (kedaulatan)”.
h. A.G. Pringgodigdo :
“Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyarakat tertentu, yaitu harus ada pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang hidup dengan teratur sehingga merupakan suatu bangsa”.
5. Administrasi Publik.
8
berikut :
a. Suatu kerjasama kelompok dalam lingkungan negara;
b. Meliputi tiga cabang kekuasaan : Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif, serta
hubungan di antara mereka;
c. Mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijakan publik, dan
karenanya merupakan sebagian dari proses politik;
d. Sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok swasta dan
perorangan, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
e. Dalam beberapa hal berbeda dengan administrasi privat.
Menurut John M. Pfiffner dan Robert V. Presthus dalam Inu Kencana Syafiie (1999) :
a. Administrasi publik meliputi implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah
yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik;
b. Administrasi publik dapat didefinisikan sebagai koordinasi usaha-usaha
perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah, terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah;
c. Secara menyeluruh, administrasi publik adalah suatu proses yang berkaitan
dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah, penggunaan keteram-pilan dan teknik-teknik yang tak terhingga jumlahnya yang memberikan arah terhadap usaha-usaha sejumlah besar orang.
Sementara menurut Dwight Waldo dalam Soetopo, dkk. (2001:10) :
a. Administrasi publik adalah organisasi dan manajemen dari manusia dan benda
guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah;
b. Administrasi publik adalah suatu seni dan ilmu tentang manajemen yang
dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan negara.
Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulan bahwa administrasi publik adalah suatu proses yang melibatkan banyak orang dengan berbagai keahlian dan keterampilan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pemerintah.
9
B. PRINSIP-PRINSIP ADMINISTRASI PUBLIK
Menurut Nigro & Nigro (1992) berdasarkan tulisan Henri Fayol, Luther Gullick, dan Lyndall Urwick, prinsip-prinsip administrasi publik itu adalah :
1. Struktur organisasional yang dikoordinasikan oleh manajemen merupakan
kunci adanya administrasi yang efektif dan efisien. Keberadaan orang-orang anggota organisasi harus sesuai dengan struktur organisasi, dan bagan struktur organisasi merupakan alat untuk memonitor dan mengendalikan seluruh proses administrasi.
2. Organisasi harus disusun atau distrukturkan berdasarkan empat kriteria, yaitu :
a. Tujuan dari pelayanan yang akan diberikan;
b. Proses-proses yang akan dipakai;
c. Pembiayaan dari seluruh kegiatan;
d. Orang-orang yang akan bekerja dan peralatan yang akan dipergunakan.
3. Kesatuan perintah atau komando. Secara esensial, hanya seorang atasan yang
dapat memerintah bawahannya. Jika bawahan diperintah oleh banyak atasan akan menimbulkan konflik dan kebingungan.
4. Adanya delegasi wewenang dan tanggung jawab bagi orang-orang yang
melaksanakan tugas organisasi. Delegasi dimaksud ke bawah secara hierarkis,
dan manajer puncak (top manager) perlu mengkonsentrasikan diri dalam
penentuan tujuan dan kebijakan umum yang harus dilaksanakan oleh manajer
tengah (middle manager), manajer bawah (lower manager) dan seluruh karya-
wan.
5. Perlunya rentang kendali (span of control) yang sempit, karena keterbatasan
seseorang untuk mengawasi sejumlah bawahan.
6. Perencanaan yang sistematik merupakan fungsi administratif yang perlu
mendapat perhatian. Melalui perencanaan, manajemen dapat menciptakan pandangan organisasi ke masa depan.
7. Variabel-variabel psikologis manusia harus mendapat pertimbangan. Menurut
Henri Fayol, manajemen perlu menciptakan kondisi-kondisi di mana para karyawan merasa diperlakukan secara manusiawi dan adil.
10
C. FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PUBLIK
Fungsi-fungsi administrasi publik pada prinsipnya sama dengan fungsi-fungsi administrasi dan manajemen. Fungsi-fungsi dimaksud misalnya dari :
1. George R. Terry : POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
2. Henri Fayol : POCCC (Planning, Organizing, Commanding, Coordinating,
Con-trolling).
3. John F. Mee : POMC (Planning, Organizing, Motivating, Controlling).
4. Louis A. Allen : LPOC (Leading, Planning, Organizing, Controlling).
5. Harold Koontz & Cyril O’Donnel : POSDC (Planning, Organizing, Staffing,
Direc-ting, Controlling).
6. Lyndall F. Urwick : FPOCCC (Forcasting, Planning, Organizing, Commanding,
Coordinating, Controlling).
7. Luther F. Gullick : POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Coordi-nating, Reporting, Budgetting).
Nigro & Nigro (1992) mengemukakan fungsi-fungsi administrasi publik dari fungsi-fungsi administrasi dan manajemen L. F. Gullick, yaitu :
1. Planning (Perencanaan), yaitu mengembangkan adanya garis-garis besar kegiatan yang dilakukan dan mengembangkan metode-metode pelaksa-naannya untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Organizing (Pengorganisasian), yaitu mengembangkan struktur formal dari wewenang berdasarkan pengelompokan-pengelompokan kerja, misalnya departemen/kementerian, biro, bagian, dinas, dll. yang perlu dikoordinasikan. 3. Staffing (Penstafan), yang meliputi keseluruhan fungsi kepegawaian, yaitu
merekrut dan melatih staf serta memelihara kondisi kerja yang menyenangkan. 4. Directing (Pengarahan), yang meliputi tugas memimpin organisasi dengan
membuat keputusan-keputusan dan mengimplementasikannya melalui kebijakan-kebijakan prosedur.
5. Coordinating (Pengkoordinasian), yang meliputi tugas-tugas mengintegrasikan dan menyelaraskan berbagai macam unit (bagian) yang saling berkaitan.
6. Reporting (Pelaporan), yang merupakan proses dan teknik untuk memberikan informasi tentang pekerjaan yang telah dan sedang dilaksanakan (misalnya ko-
11
leksi data dan manajemen informasi).
7. Budgeting (Penganggaran), yang meliputi tugas-tugas perencanaan fiskal,
akuntansi (accounting), dan pengendalian.
Demikianlah, maka terkait dengan administrasi publik, terdapat juga manajemen publik, juga manajemen dalam kebijakan publik. Dalam kepustakaan bisnis, manajemen senantiasa dipahami sebagai sektor dan proses. Sebagai sektor, dikenal manajemen keuangan, produksi, pemasaran, dan sumber daya manusia, dll. Sebagai proses, manajemen dipahami sebagai perencanaan, peng-organisasian, kepemimpinan, motivasi, pengawasan/pengendalian, dll.
Riant Nogroho (2012:525) menyarankan manajemen kebijakan publik untuk dipahami sebagai proses karena sektor dalam kebijakan publik teramat luas untuk dibuatkan diferensiasi ataupun pemilahan. Contohnya, pada pemilahan paling
awam dapat digunakan pemilahan politik ala Montesquieu tentang Trias Politica,
yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada tingkat eksekutif dapat dikelompok-kan menjadi birokrasi di tingkat pusat, daerah, dan lokal. Pada tingkat jenis
organisasi dapat dikelompokkan menjadi organisasi perencana seperti Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Beppenas) dan Badan Perencanaan Pem-bangunan Daerah (Bappeda); organisasi pelaksana seperti departeman (sekarang kementerian) dan dinas teknis; dan organisasi pengendali/pengawasan seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Daerah (Irda dh. Bawasda), dan yang melekat pada presiden UP3KR (sekarang Staf Kepresidenan, dan pada zaman Orba, Sekretariat Pengendali Operasi Pembangunan (Sesdalopbang).
Manajemen kebijakan publik sebagai proses terdiri dari tiga dimensi pokok,
yaitu perumusan, implemantasi, dan pengendalian. Adapun pengendalian,
ber-sifat khusus dan sedikit berbeda karena lazimnya pada proses kebijakan yang ada hanyalah monitoring dan evaluasi kebijakan. Capaian kebijakan akan paripurna jika dikendalikan, termasuk bagaimana kebijakan dimonitor, dievaluasi, diberikan
ganjaran dan hukuman (reward and funishment), dan jika diperlukan dilakukan
12
hanya berkenaan dengan implementasi dan kinerja kebijakan, tetapi juga dengan perumusan kebijakan dan lingkungan tempat kebijakan itu dilaksanakan.
13
BAB III
KONSEP ADMINISTRASI PUBLIK
A. PERUBAHAN PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA KE ADMINISTRASI PUBLIK
Dalam perkembangan konsep ilmu administrasi negara, dewasa ini telah terjadi
pergeseran titik tekan dari administration of public di mana negara sebagai agen
tunggal implementasi fungsi negara/pemerintah; administration for public yang
menekankan fungsi negara/pemerintah yang bertugas public service, ke arah
administration by public yang berorientasi bahwa public demand are differentiated, dalam arti, fungsi negara/pemerintah tidak lagi merupakan faktor utama atau
sebagai driving forces. (Warsito Utomo, 2007:7).
Dalam kaitan ini sesungguhnya telah terjadi perubahan makna dari publik sebagai negara menjadi publik sebagai masyarakat. Jadi, aktivitasnya pun bukan lagi berorientasi pada aktivitas negara, tetapi menjadi dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Pendekatannya (approach) tidak lagi kepada negara, tetapi lebih
kepada masyarakat (customer’s oriented atau customer’s approach). Hal ini sesuai
dengah tuntutan perubahan dari government yang lebih menitikberatkan pada
“otoritas” menjadi governance yang menitikberatkan pada “komptabilitas”, yang di
antara para aktor atau domainnya adalah : State (pemerintah/negara), privat
(sektor swasta), dan civil society (masyarakat madani).
Dengan menyebut administrasi negara, kesannya memang menjadi serba negara, dan jika segala sesuatu diatasnamakan negara, maka hal tersebut sudah harus tuntas, selesai, dan direlakan. Semua orang harus berkorban demi negara-nya. Dengan demikian, pelayanan yang semula dikonsep untuk masyarakat umum, terbalik menjadi pelayanan terhadap negara. Padahal negara itu sendiri sebenarnya untuk kepentingan rakyat. (Inu Kencana Syafiie, dkk., 1999:v).
Proses, sistem, prosedur, hierarki atau lawfull state tidak lagi merupakan
acuan yang utama kendati tetap perlu diketahui dan merupakan skill. Akan tetapi
result, teamwork, dan fleksibilitas harus lebih dikedepankan, disebabkan oleh
tekanan, pengaruh, dan adanya differentiated public demand. Itulah sebabnya,
14
aparatur negara, dituntut memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan profesionalisme, serta kapabilitas untuk mengembangkan konsep organisasi dan
manajemen. Juga dapat mengorganisasi dan memenej aktivitas dan infrastruktur
dalam mamahami tuntutan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Itulah
pula sebabnya mengapa mereka dituntut tidak saja memiliki responsibility dan
accountability, tetapi juga responsiveness, transparent, integrity, dan impartiality. Yang perlu dicatat adalah, meskipun telah terjadi pergeseran makna, tidak berarti bahwa administrasi publik melepaskan diri atau terlepas sama sekali dari kehidupan atau permasalahan negara. Kesemuanya itu tetap akan bersumber pada politik negara. Negara, politik, pemerintah, pemerintahan, hukum, kebijakan, sosiologi, masih tetap merupakan unsur penting sebagai dasar untuk mendalami konsep-konsep administrasi publik.
Berkaitan dengan determinasi negara/pemerintah tidak lagi merupakan
faktor utama atau driving force, maka David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku
mereka “Mewirausahakan Birokrasi” (Reinventing Government) memberikan
sepu-luh prinsip sebagai berikut.
1. Pemerintahan Katalis : Pemerintahan yang mengarahkan tinimbang mengayuh
/melaksanakan (Catalistyc government, steering rather than rowing). Intinya :
a. Dominasi pemerintah dalam pelayanan publik harus diakhiri atau dikurangi;
b. Apa yang biasa dilakukan masyarakat jangan dilakukan pemerintah;
c. Penyerahan sebagian wewenang pemerintah kepada masyarakat atau sektor
swasta.
2. Pemerintahan Milik Masyarakat : Memberi wewenang tinimbang melayani
(Community owned government : Empowering rather than serving). Intinya :
a. Berikan sepenuhnya kepada masyarakat otoritas serta kepercayaan agar
mau melayani dan menolong dirinya sendiri (to help self help);
b. Birokrasi harus menempatkan masyarakat di tengah-tengah (bersama-sama) bukan diisolasikan dari dunia birokrasi;
c. Birokrasi harus memposisikan masyarakat bukan sebagai obyek, tetapi
sebagai subyek, di antaranya sebagai sumber informasi tempat gagasan-gagasan pembangunan lahir.
15
3. Membangun Pemerintahan yang Kompetitif : Menyuntikkan persaingan ke
dalam pemberian pelayanan (Competitif government : Injecting competition in
to service delivery). Intinya :
a. Praktek monopoli harus dibersihkan dari birokrasi, kecuali untuk
kepenting-an rakyat bkepenting-anyak;
b. Birokrasi harus bebas kepentingan (pribadi, kelompok, politik), kecuali ke- pentingan publik.
4. Pemerintahan yang Digerakkan oleh Misi : Mengubah organisasi yang
digerak-kan oleh peraturan. (Mission driven government : Transforming role driven
government). Intinya :
a. Misi atau tujuan harus dijadikan penggerak organisasi, bukan digerakkan
oleh aturan;
b. Aturan atau prosedur lahir dalam rangka pencapaian misi bukan memper-sulit.
5. Pemerintahan yang Berorientasi Hasil : Membiayai hasil bukan masukan
(Result oriented government : Funding outcomes not input). Intinya :
a. Jadikan kinerja sebagai tolok ukur keberhasilan (bukan input atau semata
proses);
b. Membangun akuntabilitas pemerintahan;
c. Pemerintah yang menekankan arti pentingnya efisiensi dan efektivitas.
6. Pemerintahan yang Berorientasi Pelanggan : Memenuhi kebutuhan pelanggan,
bukan birokrasi (Customer driven government : Meeting the needs of
custo-mer, not the beureaucracy). Intinya :
a. Selalu mendengar suara/aspirasi masyarakat;
b. Misi pemerintah harus menyuarakan kepentingan masyarakat;
c. Ke mana rakyat menunjuk, ke sanalah arah pemerintah harus ditujukan.
7. Pemerintahan Wirausaha : Menghasilkan tinimbang membelanjakan. (
Enterpri-sing government : Earning rather than spanding). Intinya :
a. Pemerintahan yang sadar pendapatan/investasi;
b. Birokrasi harus dijalankan dalam perspektif investasi, yang bukan semata-mata investasi uang, tetapi juga investasi jangka panjang, yaitu pembangun-
16
an sumber daya manusia.
8. Pemerintahan Antisipatif : Mencegah daripada mengobati (Anticipatory
go-vernment : Prevention rather than cure). Intinya :
a. Pemerintahan harus menghindari pemborosan;
b. Lebih baik mendanai ratusan juta rupiah untuk program keluarga berencana, tinimbang milyaran rupiah untuk program mengatasi pengangguran atau kemiskinan;
c. Lebih baik mendanai jutaan rupiah untuk penghijauan, tinimbang ratusan
juta rupiah untuk penanggulangan bencana alam;
d. Pemerintahan yang pandai menghindari masalah, bukan semata-mata me-mecahkan masalah.
9. Pemerintahan Desentralistik : Pemerintahan yang dibangun berdasarkan
prinsip partisipasi dan tim kerja, bukan hierarki. (Decentralized government :
From hierarchy to participation team work). Intinya :
a. Delegasikan wewenang pada tingkat terdepan (pemberi pelayanan) bukan
menumpuk/terkonsentrasi pada pucuk pimpinan;
b. Jauhkan budaya “Bapak tahu yang paling baik”;
c. Jauhkan budaya minta petunjuk.
10. Pemerintahan Berorientasi Pasar : Mendongkrak perubahan melalui pasar (Market oriented government : Leveraging change through the market). Inti-nya : Perubahan cara kerja birokrasi dari pendekatan program menuju pende-katan pasar, dari pendepende-katan instruktif menuju pendepende-katan insentif;
a. Program cenderung berjalan kaku, karena sifatnya hanya menjalankan
sesuatu yang telah ditetapkan dan karena monopolistik.
b. Mekanisme pasar menciptakan insentif yang menggerakkan orang
membuat keputusan sendiri secara cepat dan kompetitif cenderung responsif terhadap perubahan.
Jawaban terhadap 10 prinsip Rego (Reinventing Government) tersebut di
atas, lebih lanjut David Osborne bersama Peter Plastrik menyusun buku
“Memang-kas Birokrasi” (Banishing Beureaucracy), yaitu lima strategi menuju pemerintahan
17
1. Strategi Inti : Merumuskan kembali kejelasan tujuan sebuah organisasi
biro-krasi. Intinya :
a. Singkirkan fungsi-fungsi birokrasi dari fungsi yang tidak relevan dengan
tujuan pokok pemerintah;
b. Fungsi pokok pemerintah adalah menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk mendorong masyarakat menjalankan sendiri urusannya (steering
ra-ther than rowing, empowering rara-ther than than serving);
c. Lakukan pemilihan untuk memisahkan fungsi yang secara fundamental
memiliki tujuan ke dalam organisasi yang berbeda :
1) Pisahkan organisasi yang memiliki fungsi membuat kebijakan atau aturan
dengan organisasi yang memiliki fungsi melayani;
2) Bedakan organisasi perencana dengan pelaksana.
2. Strategi Konsekuensi : Memberlakukan konsekuensi atau kinerja sebagai
ukuran keberhasilan. Intinya :
a. Ciptakan suasana kondusif yang memungkinkan munculnya perilaku
kompe-titif (bersaing dalam mencapai tujuan organisasi);
b. Kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi akan mendatangkan
konse-kuensi (akibat) hilangnya pendapatan organisasi;
c. Strategi untuk membangun pemerintahan yang kompetitif;
d. Penghematan adalah inti strategi ini.
3. Strategi Pelanggan : Menempatkan pelanggan (masyarakat) sebagai pengarah,
mendefinisikan keberhasilan sebuah organisasi sebagai kemampuan memuas-kan pelanggan atau masyarakat. Intinya :
a. Berikan masyarakat banyak pilihan pelayanan;
b. Tentukan standar pelayanan yang dikehendaki masyarakat;
c. Berikan sanksi/konsekuensi bagi yang tidak memenuhi standar;
d. Sediakan kompensasi bagi masyarakat yang merasa dirugikan;
e. Birokrasi harus terbuka menerima kritik untuk perbaikan/kepuasan
pelang-gan.
4. Strategi Pengendalian : Menempatkan misi/tujuan organisasi sebagai alat
18
a. Memberikan kepercayaan yang penuh kepada pegawai;
b. Hindari terlalu banyak intervensi teknis dari atasan;
c. Hindari terlalu banyak petunjuk teknis;
d. Libatkan masyarakat mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi;
e. Berikan kesempatan staf/masyarakat agar mau mengendalikan dirinya
sendiri, bukan melulu dikendalikan.
5. Strategi Budaya : Melepas kebiasaan lama yang birokratis/kaku dan
mengganti-kannya dengan budaya baru dengan katrakteristik wirausaha. Intinya : Merubah paradigma lama dengan paradigma baru birokrasi melalui berbagai cara :
a. Merubah simbol-simbol baru dengan merangsang/mendorong perubahan
sikap;
b. Membangun visi baru atau governing idea organisasi, dsb.
B. ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
1. Pengertian Administrasi Pembangunan.
Administrasi Pembangunan = Administrasi + Pembangunan. Administrasi adalah proses kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Menurut Waldo dalam Ginanjar Kartasasmita (1997), bahwa
admi-nistrasi publik adalah species dari genus administrasi, dan administrasi itu sendiri
berada dalam keluarga kegiatan kerjasama antar manusia. Yang membedakan administrasi dengan kegiatan kerjasama antar manusia lainnya adalah derajat rasionalitasnya yang tinggi. Derajat rasionalitas yang tinggi ini ditunjukkan oleh tujuan yang ingin dicapai serta cara untuk mencapainya.
Pengertian administrasi sebagaimana telah dikemukakan terdahulu (dalam bab sebelumnya), pada pokoknya adalah proses kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan istilah pembangunan pada awalnya diperkenalkan kepada publik dunia oleh Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman tahun 1949 pada pelantikannya sebagai
Presiden, dengan pengertian “kawasan terbelakang” (underdeveloped areas)
19
Amerika bagian selatan. Namun kemudian istilah kawasan terbelakang ini berlaku juga untuk kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang menjadi politik AS tahun 1950-an sebagai kelanjutan dari program “Marshall Plan” yang berhasil memulihkan Eropa dari kehancuran akibat Perang Dunia Kedua. Persaingan antara AS dengan Uni Soviet menjadikan AS membawa bendera “pembangunan” sebagai ideologi global bagi negara-negara pengikut maupun simpatisannya sebagai lawan dari “revolusi” yang ditawarkan Blok Timur pimpinan US. Pema-haman pembangunan ini kemudian dikembangkan oleh Sudjatmoko, Rektor Universitas PBB, bahwa pembangunan merupakan sebuah proses alami, otonom, dan kontekstual. Kekuatannya pada proses belajar yang bertahap, sehingga selalu ada proses kapitalisasi kemajuan pada setiap tahapnya. Pembangunan dipahami sebagai sebuah proses perubahan yang positif dari tahap ke tahap. Adapun pengertian pembangunan, terdapat beberapa pendapat sebagai berikut :
a. Ginanjar Kartasasmita (1997:9) :
“Pembangunan adalah perubahan ke arah kondisi yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
b. Ucky Padmadiredja (1983) :
“Pembangunan adalah usaha dan upaya yang dilakukan secara sadar,
rasional, dan sistematik, serta terencana yang dilakukan oleh suatu bangsa, daerah, menuju ke arah tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang lebih baik”.
c. Sondang P. Siagian (2005:4) :
“Pembangunan adalah rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan per-
ubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Lebih lanjur Siagian mengemukakan tujuh ide pokok pembangunan yang
meliputi :
1) Pembangunan merupakan suatu proses. Berarti, merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang di satu pihak bersifat independen, namun di pihak lain merupa-
20
kan bagian dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir (never ending);
2) Pembangunan adalah upaya sadar yang ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan;
3) Pembangunan dilakukan secara terencana, ada jangka pendek, jangka sedang, dan jangka panjang. Merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan;
4) Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan. Pertumbuhan dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara bangsa untuk berkembang, tidak sekedar mampu mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya. Sedangkan perubahan me-ngandung makna bahwa negara bangsa harus bersikap antisipatif dan proaktif dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda dari satu jangka waktu ke jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi itu dapat diprediksi sebelumnya atau tidak. Artinya, tidak sekedar mempertahankan
status quo.
5) Pembangunan mengarah kepada modernitas. Modernitas diartikan sebagai cara hidup baru dan lebih baik dari sebelumnya, cara berpikir yang rasional, dan sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel. Modernitas dalam hal ini jangan diartikan sama dengan cara hidup gaya Barat;
6) Modernitas pembangunan meliputi berbagai kegiatan yang multidimen-sional, yang mencakup seluruh segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dapat mengejawantah dalam bidang ideologi politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan, baik yang bersifat fisik-material maupun mental-spiritual.
7) Semuanya ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa, agar negara bangsa semakin kukuh fondasinya dan semakin mantap keberadaannya, sehingga menjadi negara bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia yang sudah maju dan sejahtera.
Dalam kata pembangunan, hal yang sangat pokok adanya hakikat memba-
21
an yang lebih baik seperti yang dikehendaki dan upaya terencana, harus dilakukan melalui jalan yang tidak merusak, tetapi mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
Berdasarkan definisi administrasi dan pembangunan tersebut di atas,
maka administrasi pembangunan dapat disimpulkan sebagai “seluruh usaha yang
dilakukan oleh negara bangsa untuk bertumbuh, berkembang, dan berubah secara sadar dan terencana dalam semua segi kehidupan dan penghidupan negara bangsa yang bersangkutan dalam rangka tujuan akhir negara”. (S.P. Siagian, ibid:5).
Dewasa ini pembangunan menjadi bahan kajian atau studi berbagai disiplin ilmu, misalnya ilmu ekonomi, politik, sosial, ekologi, hukum, administrasi, dll. Atau berkembang sebagai suatu studi multidisiplin degan pendekatan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.
2. Konsep Administrasi Pembangunan.
Administrasi pembangunan berkembang karena adanya kebutuhan terutama di negara-negara yang sedang membangun untuk mengembangkan lembaga-lembaga sosial, politik, dan ekonomi agar pembangunan berhasil. Dari aspek praktis, administrasi pembangunan merangkum dua kegiatan besar dalam satu kesatuan pengertian, yaitu administrasi dan pembangunan. Perkembangan administrasi pembangunan baik teori maupun praktek mengikuti perkembangan pemikiran studi administrasi, khususnya administrasi publik dan studi pembangunan.
Sebagai bidang studi, administrasi pembangunan berkembang dari studi
administrasi perbandingan (comparative administration) yang merupakan upaya
menyegarkan kembali ilmu administrasi, dan menyempurnakan sistem
adminis-trasi di negara-negara berkembang (developed countries) agar dapat mendukung
pembangunan nasionalnya masing-masing. Hal ini didorong pula oleh lembaga- lembaga internasional yang berupaya membantu mereka.
Administrasi pembangunan bersumber dari administrasi publik, karena itu kaidah-kaidah umum administrasi publik berlaku pula pada administrasi pem-
22
bangunan. Akan tetapi administrasi pembangunan lebih dinamis dan inovatif karena menyangkut upaya mengadakan perubahan-perubahan sosial. Upaya ini sangat berkepentingan dan terlibat dalam pengerahan berbagai sumber daya dan pengalokasiannya untuk kegiatan pembangunan.
Administrasi pembangunan umumnya diterapkan di negara-negara ber-kembang dan tidak di negara-negara maju, meskipun administrasi publik di negara-negara maju juga secara aktif terlibat dalam upaya memperbaiki kehidup-an masyakaratnya. Menurut Ginkehidup-anjar Kartasasmita (1997), latar belakkehidup-ang perbe-daan keduanya terletak pada aspek :
a. Tingkat perkembangan sosial ekonomi dan sosial politik sebagai ukuran
kemajuan;
b. Lingkungan budaya yang mempengaruhi perkembangan sistem nilai serta
penetapan sasaran-sasaran pembangunannya.
Di negara-negara maju, peranan pemerintah relatif kecil, karena lembaga-lembaga masyarakatnya telah berkembang maju. Sebaliknya di negara-negara berkembang, justru peranan pemerintah sangat besar, bahkan menjadi penang-gung jawab karena institusi lain seperti swasta (dunia usaha) belum berkembang, bahkan masih memerlukan bantuan modal pemerintah. Tugas administrasi publik di negara-negara yang sedang membangun mencakup tugas umum administrasi publik dan tugas pembangunan. Dan tak kurang pentingnya adalah perhatian dan komitmen terhadap kepentingan publik yang dapat menjadi ukuran bagi kredibilitas dan akuntabilitasnya.
C. BIROKRASI PUBLIK
Secara etimologis istilah birokrasi berasal dari bahasa Yunani “bureau” yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasikan secara sistematis pekerjaan dari orang banyak (Wahyudi Kumo-rotomo, 1992:74). Kata birokrasi juga bermakna suatu metode organisasi yang ra- sional dan efisien (David Osborne dan Ted Gaebler, 1999:14).
23
Birokrasi menurut Peter M. Blau dan Marshal W. Meyer dalam Riant Nugroho (2012:161), adalah lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk mening-katkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik ataupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen administrassi rasional yang netral pada skala besar. Dalam masyarakat modern, di mana terdapat begitu banyak urusan yang terus-menerus dan rutin, hanya organisasi birokrasi yang mampu menjawab-nya. Birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sekarang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut S. Prajudi Atmosudirdjo (1996), birokrasi itu mempunyai tiga arti, yaitu :
1. Birokrasi sebagai suatu tipe organisasi. Dalam hal ini birokrasi sangat cocok untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan yang terikat pada peraturan-peraturan rutin, artinya, volume pekerjaan besar, tetapi sejenis dan bersifat berulang-ulang, serta pekerjaan yang memerlukan keadilan merasa dan stabil;
2. Birokrasi sebagai sistem. Dalam hal ini birokrasi dipandang sebagai suatu sistem
kerja yang berdasar atas tata hubungan kerjasama antara jabatan-jabatan (pejabat-pejabat) secara formal dan berjiwa tanpa pilih kasih atau tanpa pandang bulu;
3. Birokrasi sebagai jiwa kerja. Dalam hal ini birokrasi merupakan jiwa kerja yang
kaku, sebab cara bekerjanya seolah-olah seperti mesin, ditambah lagi dengan disiplin kerja yang ketat/keras, dan sedikit pun tidak boleh menyimpang dari apa yang diperintahkan atasan atau yang telah ditetapkan oleh peraturan.
Jika memperhatikan butir a dan butir b, maka birokrasi kelihatannya sangat baik untuk pengembangan pekerjaan atau untuk memperlancar kegiatan operasi-onal. Akan tetapi butir c tampaknya sudah tidak sesuai lagi, karena di samping akan menutup kreativitas para pekerja/karyawan, juga kemungkinan peraturan-peraturan yang dijadikan pegangan telah usang atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman atau era pembangunan sekarang ini. Di Indonesia misalnya masih banyak peraturan-peraturan yang berasal dari zaman kolonial Belanda.
Max Weber dalam bukunya “The Theory of Social and Economic Organization”
24
bersifat teknis dan mengidentifikasikan sifat-sifat dasar khusus bentuk yang formal, antara lain :
1. Kegiatan reguler yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi dengan
dukungan distribusi tugas-tugas resmi yang dipertanggungjawabkan secara kokoh kepada officialnya;
2. Organisasinya mengikuti prinsip-prinsip hierarki;
3. Operasionalnya terencana dengan baik, dilakukan secara teratur oleh sistem
yang konsisten dari peraturan-peraturan abstrak untuk ditetapkan pada kasus individual;
4. Para petugas yang ideal akibatnya melakukan kerja secara formalitas,
seakan-akan tidak mempunyai kepribadian tanpa emosi;
5. Pengangkatan pegawai dalam organisasi didasarkan atas kualifikasi teknis dan
tidak mudah terkena pemutusan hubungan kerja yang sewenang-wenang;
6. Ditinjau dari sudut pandang teknis yang murni, birokrasi pada umumnya memiliki
tingkat daya hasil yang tinggi.
Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, birokrasi memang sangat diper- lukan bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemerintah. Namun karena adanya perlakuan dalam pelayanan terhadap masyarakat, yang menjadikan segala urusan penting dan segera dirasakan oleh yang berkepentingan sangat menghambat waktu, atau “birokratis”, akhirnya timbul anggapan bahwa birokrasi itu harus disingkirkan. Tentu saja pendapat ini keliru karena jika birokrasi dihilangkan pemerintah tidak dapat menjalankan kegiatan operasionalnya. Dalam hal ini birokrasi perlu mendapat perbaikan, disesuaikan dengan situasi kondisi yang sedang berlangsung, misalnya dalam menyukseskan gerakan pembangunan. Segala perilaku yang menghambat pelayanan kepada masyarakat perlu diubah atau mungkin dihilangkan (debirokratisasi).
Adapun ciri-ciri birokrasi menurut The Liang Gie dalam “Kamus Administrasi”
adalah :
1. Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip organisasi dengan sepenuhnya;
2. Adanya peraturan-peraturan yang benar-benar ditaati;
25
4. Para pejabat terikat oleh disiplin;
5. Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis yang dinyatakan melalui
ujian atau ijazah;
6. Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dengan urusan pribadi.
Dalam birokrasi publik, kegiatan-kegiatan pemerintah selalu terikat pada ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan, kendati jiwa yang terkandung di dalamnya sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi sekarang yang sudah berubah. Birokrasi ternyata lebih mengutamakan formalitas daripada kreativitas. Akibatnya birokrasi mematikan kreativitas sehingga banyak menimbulkan
inefisiensi. Karena itu upaya yang dilakukan adalah debirokratisasi, yang
mengan-dung pengertian “mengubah” atau “menyesuaikan”. Yang diubah atau disesuaikan adalah :
1. Prosedur yang panjang yang harus ditempuh secara berbelit-belit, dan
menyulitkan, diubah menjadi prosedur yang lebih pendek, tidak berbelit-belit, dan tidak menyulitkan.
2. Prosedur birokrasi yang panjang pada umumnya memerlukan biaya tinggi (high
cost). Oleh karenanya prosedur dimaksud perlu diubah atau disesuaikan,
sehingga menjadi prosedur yang singkat dan mudah dilaksanakan dengan biaya relatif murah.
3. Prosedur birokrasi yang panjang dan cenderung berbelit-belit sering
menim-bulkan stagnasi dalam arus barang, pelayanan, dan arus dokumen. Dengan debirokratisasi segala permasalahan akan segera dapat diatasi.
Pengertian debirokratisasi tidak dapat dipisahkan dengan regulasinya, yaitu peraturan yang mengatur birokrasi tersebut. Peraturan-peraturan yang sudah usang, ketinggalan zaman, atau tidak sesuai lagi dengan situasi kondisi saat ini seyogianya diubah/direvisi, diganti atau dicabut, dan dibuatkan aturan baru yang sesuai dengan kehendak masyarakat dan zaman.
D. KEBIJAKAN PUBLIK
26
tasi atau pelaksanaan kebijakan, tetapi juga dalam perumusan dan pembuatan kebijakan. Lebih dari itu, sistem administrasi publik mempunyai peranan dalam monitoring dan evaluasi implementasi kebijakan dan hasil-hasilnya.
Kebijakan publik (public policy) dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu proses
kebijakan (policy process) dan analisis kebijakan (policy analysis). Dimensi pertama,
proses kebijakan, mengkaji proses penyusunan kebijakan yang dimulai dari identifikasi dan perumusan masalah/kebijakan, implementasi kebijakan, monitoring
kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Sedangkan dimensi kedua, analisis kebijakan,
meliputi penerapan metode dan teknik analisis yang bersifat multidisiplin dalam proses kebijakan, yaitu untuk menyusun strategi kebijakan.
Suatu kebijakan publik tidak hanya berkaitan dengan satu disiplin ilmu saja, tetapi meliputi berbagai disiplin ilmu. Oleh karenanya pendekatannya adalah multidisipliner. Di samping itu kebijakan publik melibatkan berbagai pihak dalam
masyarakat (policy stakeholders), yang masing-masing mempunyai kepentingan
yang berbeda-beda, dan kekuasaan yang berbeda-beda pula, baik untuk mendu- kung maupun menentang suatu kebijakan publik.
Menurut Ginanjar Kartasasmita (1997), kebijakan publik dapat dilihat dari dua hal, yaitu :
1. Mengapa dan bagaimana (why and how), yang mencoba memahami proses
kebijakan publik tanpa terkait dengan isinya.
2. Apa (what), yang memberi perhatian pada substansi kebijakan publik dan
mencari pemecahan masalah atas permasalahan yang dihadapi.
Pengetahuan tentang dua hal tersebut di atas sangat diperlukan. Para pembuat kebijakan yang tidak memahami metodologi perumusan kebijakan publik dapat menyebabkan hasil atau dampak kebijakan publik tidak sesuai dengan yang diinginkan. Sebaliknya, para praktisi yang ingin mendalami pengetahuan tentang berbagai aspek kebijakan publik, tidak mungkin hanya membatasi diri pada teknik analisis, tanpa mengetahui isue-isue yang dihadapi dalam masyarakat, yang harus diatasi dengan berbagai kebijakan publik.
Pemerintah di semua negara, setiap hari membuat kebijakan berdasarkan kewenangannya mengatur alokasi sumber daya publik, mengarahkan kegiatan
27
masyarakat, memberikan pelayanan publik, menjamin keamanan, dsb. Perbedaan di negara maju dan negara berkembang terletak pada kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang berbeda. Demikianlah, maka adanya administrasi publik yang mampu menghasilkan kebijakan yang “baik” yang dapat menghindari kebijakan-kebijakan yang “buruk” dan kebijakan-kebijakan publik yang memperhatikan “kepentingan umum” menjadi tantangan bagi semua negara. Itulah sebabnya pengetahuan mengenai kebijakan publik dan berbagai aspeknya perlu dimiliki oleh segenap aparatur negara/pemerintah, terutama yang terlibat dalam proses kebijakan, baik dalam perumusan, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan.
E. PELAYANAN PUBLIK
David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku mereka “Reinventing Government”
mengemukakan tentang perlunya upaya peningkatan pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah, yaitu dengan lebih banyak memberi wewenang kepada pihak swasta untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Yang terjadi di Amerika Serikat (AS), memang sudah menjadi tradisi, hampir semua kebutuhan masyarakat
dilayani oleh swasta. Di dalam praktek, terutama di Indonesia, tidak semua
pela-yanan diserahkan kepada swasta. Pelapela-yanan terhadap produk yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan, tidak dapat diserahkan kepada swasta, misalnya pelayanan-pelayanan : Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Kelahiran, Surat Izin Mengemudi (SIM), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, dsb.
Dalam memberikan pelayanan, pemerintah harus memperhatikan kehendak
masyarakat sebagai pelanggan (customers). Harapan masyarakat itu hendaknya
dapat “dipuaskan” oleh pelayanan pemerintah dengan “pelayanan prima”.
Pelayanan prima adalah pelayanan terbaik yang diperoleh masyarakat yang sesuai dengan standar yang ditentukan dalam ketentuan, atau melebihi standar. Dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat mengidentifikasi melalui survei terhadap keinginan pelanggan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
Mana-28
gement (TQM). TQM yang berhasil diterapkan di sektor swasta diharapkan dapat dilaksanakan di sektor publik (pemerintah).
TQM merupakan pendekatan dalam manajemen yang berusaha memaksi-mumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas barang, jasa, manusia, dan lingkungan organisasi, dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1997), TQM hanya akan berhasil jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.
2. Obsesi terhadap kualitas. Penentu terakhir adalah pelanggan internal dan
eksternal. Dengan kualitas yang ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi yang ditentukan.
3. Pendekatan ilmiah. Terutama untuk merancang pekerjaan, proses pembuat-an
keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan rancangan pekerjaan tersebut.
4. Komitmen jangka panjang. Agar penerapan TQM berhasil dibutuhkan budaya
organisasi yang baru. Untuk itu perlu ada komitmen jangka panjang guna per- ubahan budaya.
5. Kerjasama Tim. Untuk menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan dan
hubung-an perlu terus dijalin dhubung-an dibina baik hubung-antar aparatur dalam orghubung-anisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan. Setiap barang dan jasa dihasilkan
melalui proses-proses di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkan meningkat.
7. Pendidikan dan pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, diklat
merupakan faktor fundamental. Di sini berlaku prinsip, bahwa belajar merupa-kan suatu proses yang tidak ada akhirnya, dan tidak mengenal batas usia.
F. MANAJEMEN KEBIJAKAN PUBLIK
29
administrasi dengan manajemen, dan ada pula yang membedakannya. Di antara yang menyamakan adalah :
1. William H. Newman :
Dia mengemukakan apa yang dimaksud dengan administrasi, termasuk juga arti
manajemen. Hal ini tercermin dalam bukunya yang berjudul “Administrative
Action” yang isinya “the techniques of organization and management”.
2. Dimock & Dimock and Koenig :
Definisinya : “Administration (or management) is a planned approach to the
solving of all kinds of problems in almost every individual or group activity both public or private”. (Administrasi atau manajemen adalah suatu pendekatan yang terencana terhadap pemecahan semua macam masalah yang kebanyakan terdapat pada setiap individu atau kelompok baik negara atau swasta).
Sementara itu pendapat yang membedakan pengertian administrasi dan manajemen, di antaranya :
1. Dalton E. McFarland :
Definisinya : “Administration refers to the determination of major aims and poli-
cies, whereas management refers to the carrying out of operations the signed to accomplish the aims and effectuate policies”. (Administrasi ditujukan terhadap penentuan tujuan pokok dan kebijakannya, sedangkan manajemen ditujukan terhadap pelaksanaan kegiatan dengan maksud menyelesaikan/mencapai tujuan dan pelaksanaan kebijakan).
2. Ordway Tead :
Definisinya : “Administration is the process and agency which is responsible for
the determination of the aims for which an organization and its management are to strive...etc”. (Administrasi adalah suatu proses dan badan yang bertanggung jawab terhadap penentuan tujuan, di mana organisasi dan manajemen digariskan...dsb.). Maksudnya, administrasi menentukan garis besar daripada
suatu kebijakan dan pemberian pengarahan (general policies), sedangkan
mana-jemen adalah prosesnya, yaitu bagaimana kegiatan-kegiatan diatur/dilakukan agar tujuan dapat dicapai dengan baik.
30
pulkan bahwa administrasi terdiri dari organisasi dan manajemen.
Organisasi dapat ditinjau secara statis, sebagai wadah atau tempat di mana
kegiatan-kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama dilakukan, yang tiada lain kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan yang
biasa disebut tata usaha. Sedangkan tinjauan organisasi secara dinamis, adalah
sebagai proses, yaitu interaksi antarorang-orang yang ada dalam organisasi. Dari
interaksi ini menimbulkan dua macam hubungan, yaitu hubungan formal (formal
organization) yang diatur dalam dasar hukum pendirian (Akte, Perda, Struktur
Organisasi dan Tatakerja, hierarki, dsb.), serta hubungan informal (informal
organization) yang didasarkan pada personal relations, kesamaan keahlian, kesamaan kepentingan, kesamaan interest, dll. dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.
Sementara itu manajemen adalah “ilmu dan seni mengatur proses
peman-faatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. (Malayu Hasibuan, 2004:2). Atau “ pengen-dalian dan pemanfaatan daripada semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu perencanaan (planning) diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang tertentu”. (Prajudi Atmosudirdjo, 1979:124).
Dalam pada itu menurut Andrew F. Sikula, “management in general refers to
planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decision making activities performed by any organization ini order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring and efficient creation of some product or service”. (manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien).
Demikianlah, maka manajemen dapat diterapkan dalam setiap organisasi dan segala bidang, termasuk organisasi negara/pemerintah dan kebijakan negara. Berkaitan dengan dengan kebijakan publik, maka diperlukan pula manajemen kebi-
31
jakan publik.
Menurut Diklat Spimnas LANRI (2009:15), manajemen kebijakan publik adalah proses pengelolaan kebijakan publik, yaitu suatu pengaturan yang diperlukan untuk merencanakan kegiatan formulasi, implementasi, dan evaluasi hasil kebijakan publik dengan memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien seta memperhatikan lingkungan internal dan eksternal dalam rangka mencapai sutu tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen kebijakan publik dibutuhkan karena yang ditangani sangat rumit dan kompleks sehingga membutuhkan sumber daya, waktu, dan keterlibatan banyak orang. Tanpa manajemen kebijakan publik, akan menimbulkan resiko, antara lain proses yang berlarut-larut dan tidak terselesaikan, pemborosan peng-gunaan dana dan waktu, serta kesimpangsiuran pemikiran yang dilandasi oleh
perbedaan kepenting-an antar pelaku yang terlibat (stakeholders).
Manajemen kebijakan publik itu meliputi :
1. Sistem Kebijakan Publik, yang mengikuti sistem politik, yang menurut David Easton seperti dikemukakan oleh Anderson (Diklat Spimnas LANRI, 2009:16), terdiri dari lembaga-lembaga yang berkaitan dalam aktivitas/kegiatan masya-rakat yang dapat membuat keputusan yang mengikat dan ditaati oleh masyarakat. William N. Dunn pun mengidentikkan sistem politik dengan sistem kebijakan yang sekaligus mencermintan elemen-elemen :
a. Stekholders Kebijakan (Policy/Political Actors);
b. Kebijakan Publik (Policy Content);
c. Lingkungan Kebijakan (Policy Environmen).
Mustopadidjaya A.R. (1992) menambahkan satu elemen lagi, yaitu
kelompok sasaran kebijakan (target group). Alasannya, khusus bagi Indonesia
yang secara obyektif sangat heterogen dan plural, karenanya tidak mungkin membuat kebijakan yang seragam.
2. Proses Pengelolaan Kebijakan Publik, yang terkait dengan konsep-konsep dasar pembuatan kebijakan publik serta adanya kebutuhan untuk melaksanakan analisis kebijakan publik yang prosesnya seperti seperti dikemukakan oleh William N. Dunn, yaitu :
32
b. Peramalan;
c. Rekomendasi;
d. Pemantauan;
e. Evaluasi.
Sementara itu langkah-langkah yang ditawarkan oleh Mustopadidjaya A.R. adalah : a. Pengkajian persoalan; b. Penentuan tujuan; c. Perumusan alternatif; d. Penyusunan model; e. Penentuan kriteria; f. Penilaian alternatif; g. Perumusan rekomendasi.
3. Stratifikasi Kebijakan Publik, yaitu mengikuti hierarki atau tata urut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut LAN, stratifikasi ini tidak lain adalah tingkat-tingkat kebijakan publik, yaitu tingkat nasional dan wilayah, yang di dalamnya ada kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan pelak-sanaan. Pengaturannya didasarkan pada :
a. UUD 1945; b. Tap MPR; c. UU/PERPPU; d. PP; e. Perpres; f. Perda Provinsi;
g. Perda Kabupaten/Kota. (UU No. 12 Tahun 2011).
Menurut Riant Nugroho, terdapat kebijakan yang bersifat makro, messo, dan mikro.
G. RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PUBLIK
33
utama yang memiliki obyek materi negara, antara lain ilmu pemerintahan, ilmu politik, ilmu negara dan hukum tata negara, serta filsafat yang menjadi sumber keilmuan. Demikianlah, maka ruang lingkup administrasi publik dapat diuraikan sebagai berikut. (Inu Kencana Syafiie, dkk., 1999:29-31).
1. Di bidang hubungan, peristiwa, dan gejala pemerintahan :
a. Administrasi Pemerintahan Pusat;
b. Administrasi Kementerian/Departemen;
c. Administrasi Lembaga Pemerintahan Non Kementerian;
d. Administrasi Pemerintahan Daerah;
e. Administrasi Pemerintahan Kecamatan;
f. Administrasi Pemerintahan Kelurahan/Desa;
g. Administrasi BUMN/BUMD.
2. Di bidang kekuasaan :
a. Administrasi Politik Dalam Negeri;
b. Administrasi Politik Luar Negeri;
c. Administrasi Partai Politik;
d. Administrasi Kebijakan Pemerintah.
3. Di bidang peraturan perundang-undangan :
a. Landasaan ideal;
b. Landasan Konstitusional;
c. Landasan Operasional.
4. Di bidang kenegaraan :
a. Tugas dan Kewenangan Negara;
b. Hak dan Kewajiban Negara;
c. Tipe dan Bentuk Negara;
d. Fungsi dan Prinsip Negara;
e. Unsur-unsur Negara;
f. Tujuan negara (tujuan nasional).
5. Di bidang pemikiran hakiki :
a. Etika Administrasi Publik;
34
c. Logika Administrasi Publik;
d. Hakekat Administrasi Publik.
6. Di bidang ketatalaksanaan : a. Administrasi Pembangunan; b. Administrasi Perkantoran; c. Administrasi Kepegawaian; d. Administrasi Kemiliteran; e. Administrasi Kepolisian; f. Administrasi Perpajakan; g. Administrasi Pengadilan; h. Administrasi Kepenjaraan;
i. Administrasi Perusahaan yang meliputi :
1) Administrasi Produksi; 2) Administrasi Penjualan; 3) Administrasi Periklanan; 4) Administrasi Pemasaran; 5) Administrasi Perbankan; 6) Administrasi Perhotelan; 7) Administrasi Pengangkutan.
Berkaitan dengan administrasi perusahaan ini, memang sulit dibedakan apakah milik pemerintah atau swasta. Hal ini karena ada perusahaan yang dibentuk dan disponsori oleh pemerintah, termasuk badan hukum, dan badan-badan kemanusiaan yang tidak mencari untung. Untuk itu perlu dilihat :
a) Apakah kepemilikan perusahaan itu pribadi/swasta atau milin negara
(BUMN/BUMD);
b) Apakah kadar kepemilikannya (saham) melebihi 50% pemerintah atau swasta;
c) Apakah merupakan subyek bagi ketetapan kontrol (pengawasan)
pemerintah atau swasta;