• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kapal.konflik yurisdiksi ini timbul berkaitan dengan adanya yurisdiksi ekstra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kapal.konflik yurisdiksi ini timbul berkaitan dengan adanya yurisdiksi ekstra"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Masalah

Laut pada umumnya merupakan wilayah yang berbatasan dengan suatu negara, sehingga seringkali kejahatan yang dilakukan di wilayah laut lepas dapat menimbulkan konflik yurisdiksi antara Negara pantai dengan Negara bendera kapal.Konflik yurisdiksi ini timbul berkaitan dengan adanya yurisdiksi ekstra territorial yang dimiliki oleh Negara bendera kapal yang dimiliki oleh Negara pantai.Oleh karena itu kewenangan Negara pantai untuk menerapkan yurisdiksi kriminal di wilayah perairan yang berada di bawah yurisdiksinya terhadap kejahatan-kejahatan, khususnya yang dilakukan oleh kapal asing, harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional.Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional, akan menimbulkan kemungkinan bahwa Negara pantai dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.

Pembajakan di laut lepas baik yang dilakukan oleh kapal-kapal asing, maupun oleh kapal-kapal domestik di wilayah perairan internasional akhir-akhir ini telah menimbulkan keresahan bagi pelayaran internasional.Penindakan kejahatan pembajakan laut lepas tersebut, didasarkan pada berlakunya hukum internasional yang berkaitan dengan pembajakan laut lepas.

“Hukum internasional yang harus dipatuhi oleh setiap negara, untuk pelayaran di laut lepas baik negara berpantai maupun negara tidak berpantai harus mengibarkan bendera satu saja, tidak diperkenankan untuk dilepas mengganti benderanya selama dalam perjalanan atau di pelabuhan yang singgahi, kecuali ada hal-hal lain. Dan ditegaskan bagi kapal yang berlayar memakai dua bendera dari dua negara atau lebih dengan sesuka hatinya atau dalam pelayaran berganti-ganti bendera, maka mereka tidak boleh menuntut suatu kebangsaan yang dimaksud

(2)

terhadap suatu negara dan kapal itu dapat disamakan dengan sebuah kapal tanpa kebangsaan.Kecuali pada keadaanyang luar biasa dan dicantumkan dalam perjanjian internasional.Bagi kapal-kapal di laut lepas mempunyai kekuasaan penuh terhadap kekuasaan hukum (jurisdiksi) suatu negara selain dari negara yang benderanya dipakai oleh kapal tersebut.”1

Usaha untuk merintis pembakuan norma tersebut secara sitematis dan teratur melalui usaha kodifikasi telah ditempuh yaitu dengan diadakannya Konperensi Kodifikasi Den Haag 1930 oleh Liga Bangsa-Bangsa. Pengaturan mengenai pembajakan di laut lepas dimasukkan dalam pengaturan tentang hak pengejaran (the right of hot pursuit).Usaha untuk mengkodifikasikan pengaturan tersebut gagal karena konperensi tidak menghasilkan suatu konvensi.Meskipun demikian usaha ini sudah dapat dikatakan merupakan langkah awal terhadap praktek pengaturan pembajakan di laut lepas.

Pembajakan di laut lepas mempunyai dimensi internasional karena biasanya digunakan untuk menyebutkan tindak kekerasan yang dilakukan di laut lepas.Pembajakan di laut lepas sejak dahulu telah diatur berdasarkan hukum kebiasaan internasional karena dianggap mengganggu kelancaran pelayaran dan perdagangan antar bangsa.Pengaturan oleh hukum kebiasaan internasional tersebut terbukti dari praktek yang terus menerus dilakukan oleh sebagian besar Negara-negara di dunia.

2

Dalam perkembangannya kemudian pembajakan di laut lepas telah dikategorikan sebagai “delict jure gentium” atau bertentangan dengan hukum

1

P.Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Edisi baru, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta 2002, hlm 23-24

2

Judarwanto. Perompak Somalia, Kriminal Internasional Masalah Dunia.

http://mediaanakindonesia.wordpress.com/2011/04/15/perompak-somalia-kriminal-internasional-menjadi-masalah-dunia/ diakses 30 Maret 2013

(3)

dunia. Hal itu didasarkan kembali dari kesimpulan Pasal 19 Konvensi Jenewa 1958, yang dirumuskan kembali dalam Pasal 105 Konvensi Hukum Laut PBB 1982, yang mengatakan bahwa setiap Negara dapat menahan, merampas, menyita serta mengadili terhadap pelaku pembajakan di laut lepas dimanapun pelaku berada.

Sebagai hukum positif internasional, pengaturan pembajakan dilaut lepas berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 telah memperlihatkan adanya perkembangan dalam dalam hal pembajakan, tindakan yang dikategorikan sebagai pembajakan, pelaku pembajakan dan sarana yang digunakan untuk melakukan pembajakan. Perkembangan tersebut memang mencerminkan kebutuhan masyarakat internasional yang sesuai dengan kondisi dan situasi saat ini.

Dengan demikian pembajakan di laut, khususnya di laut lepas merupakan kejahatan internasional berdasarkan kriterianya, diantaranya yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan atau kejahatan yang dilarang dalam:

1. Hukum kebiasaan Internasional

2. Perjanjian internasional yang mengatur secara khusus tentang kejahatan internasional

3. Konvensi lain yang tidak secara khusus mengatur tentang kejahatan internasional (Konvensi Hukum Laut 1982 yang mengatur pembajakan di laut lepas)

Bagi Negara kepulauan perairan seperti Somalia, tindak kekerasan di laut baik berupa pembajakan sudah merupakan bagian dari dinamika kehidupan dilaut

(4)

yang perlu untuk mendapatkan penanganan yang serius.Apabila terjadi suatu pembajakan laut lepas yang ditujukan kepada awak atau penumpang kapal maka tidak berarti telah terjadi sebuah tindakan pembajakan di laut lepas. Salah satu contoh adalah Pembajakan yang beroperasi di lepas pantai Somalia meningkatkan serangan pembajakan terhadap kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden meski angkatan laut asing digelar di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu sejak 2008.Kapal-kapal perang asing berhasil menggagalkan sejumlah pembajakan dan menangkap puluhan pembajakan, namun serangan masih terus berlangsung.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia.Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008.Angka tidak resmi menunjukkan 2009 sebagai tahun paling banyak pembajakan di Somalia, dengan lebih dari 200 serangan termasuk 68 pembajakan yang berhasil dan uang tebusan diyakini melampaui 50 juta dolar US. Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar US dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden tampaknya hanya membuat pembajakan memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.3

Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang

3http://lelemp07.blogspot.com/2012/11/perompak-somalia-sebuah-jurnal_26.html

(5)

berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak.Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi pembajakan yang membajak kapal-kapal seperti kasus kapal MV Jahan Moni dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak.

Pembajakan, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perangmenggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991.Selain pembajakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut.4

Seperti kasus sebuah kapal M.V. Jahan Moni berbendera Bangladesh di lepas pantai India di Laut Arab dibajak oleh orang Somalia. Para pembajakan Somalia mulai naik kapal setelah mengejar M.V. Jahan Moni di Laut Arab.Kapal dengan 16 awak milik sebuah perusahaan pelayaran Bangladesh itu sedang menuju ke arah Eropa dengan barang dagangan dari Singapura.Para pembajakan Somalia telah mengumpulkan puluhan juta US dolar uang tebusan dari membajak kapal M.V. Jahan Moni di Lautan India, meskipun pembajakan itu terjadi sekitar 3.000 kilometer di timur Somalia.5

Bangladesh meminta bantuan dari kelompok anti pembajakan di Dubai dan Singapura serta penjaga pantai India segera setelah peristiwa pembajakan. Bajak laut Somalia yang telah menghasilkan sepuluh juta dollar dari hasil pembajakan kapal M.V. Jahan Moni, termasuk tanker dan kapal pengangkut

4

http://www.antaranews.com/berita/360940/presiden-somalia-tawarkan-amnesti-untuk-akhiri-serangan-bajak-laut di akses 27 Maret 2013

5

(6)

barang, di Samudra India dan Teluk Aden serta menahan kapal M.V. Jahan Moni itu untuk uang tebusan, walaupun angkatan laut asing terus berupaya menangkal penyergapan semacam itu.6

B. Perumusan Masalah

Untuk itu dilakukan penelitian dengan mengangkat tema mengenai bagaimana solusi pembajakan kapal di laut lepas ditinjau dari hukum internasional.Oleh karena itu, judul yang diajukan adalah Pembajakan kapal di Laut Lepas ditinjau dari hukum internasional (studi kasus kapal MV Jahan Moni).

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan dalam penelitian. Dengan adanya perumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanapengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan hukum internasional?

2. Bagaimana pembajakan kapal MV Jahan Moni?

3. Bagaimanaupaya-upaya dalam menangani permasalahan pembajakan di laut lepas pada kasus kapal MV Jahan Moni?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

6

(7)

Tujuan utama dari penulisan skripsi ini secara umum adalah untuk menempatkan Studi Analisa Hubungan Internasional sebagai bidang yang menarik dalam ilmu Hubungan Internasional. Suatu penulisan biasanya dilakukan untuk memberikan gambaran obyektif terhadap fenomena tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

a. Untuk mengetahuipengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan hukum internasional.

b. Untuk mengetahui pembajakan kapal MV Jahan Moni.

c. Untuk mengetahuiupaya-upaya dalam menangani permasalahan pembajakan di laut lepas pada kasus kapal MV Jahan Moni.

2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Penelitian ini sangat penting untuk memperoleh data yang dapat di percaya

dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai bahan penyusunan skripsi dan bahan pembinaan serta memperkaya khasanah perbendaharaan ilmu hukum khususnya Hukum Internasional.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dipergunakan sebagaisumber kajian bagi yang berkepentingan.

D. Keaslian Penelitian

Adapun judul tulisan ini adalahpembajakan kapal di laut lepas ditinjau dari hukum internasional (studi kasus kapal MVJahan Moni). Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa fakultas hukum

(8)

USU. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E.Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan kedaulatan suatu negara dilaut dapat ditelusuri melalui sejarahhukum laut internasional itu sendiri, dimana terdapat pertarungan antara dua asashukum laut, yaitu Res Nullius dan Res Communis.Menurut penganut asas

ResNullius, laut itu tidak ada yang memilikinya, oleh karena itu dapat dimiliki

setiapnegara yang menginginkannya. Sedangkan penganut asas Res

Communisberpendapat bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia,

oleh karena itu

tidak dapat dimiliki oleh setiap negara. Dalam praktik negara-negara tepi laut tengah

sejak zaman kuno asas Res Communis inilah yang dijalankan oleh kerajaan-kerajaanRhodia, Persia, Yunani dan Romawi.7

Penguasaan negara terhadap laut berdasarkan kepada suatu konsepsi hukum,diawali dengan keluarnya peraturan-peraturan Hukum Laut Rodhia abad ke-2sebelum Masehi, yang diterima dengan baik oleh semua negara di tepi Laut Tengah.8

7Hasyim Djalal, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Penerbit BPHN

danBinacipta, Bandung, 1979, hlm. 11-19

8

Syamsumar Dam, Politik kelautan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 12

Kerajaan Romawi sebagai kerajaan yang menguasai seluruh wilayah Laut Tengah padaabad ke-7 masih merujuk pada aturan-aturan Rodhia itu, sehingga Laut Tengahmenjadi laut yang aman dan bebas dari gangguan para bajak laut serta semua orangdapat melintasiya dengan aman. Pemikiran hukum yang

(9)

melandasi sikap bangsaRomawi terhadap laut itu adalah diakuinya asas hak bersama seluruh umat manusia(Res Communis Omnium) dalam bentuk kebebasan berlayar dan menangkap ikan,dimana negara bertindak sebagai pelindung dari penggunaan asas tersebut.Selain itu,muncul pula pemikiran bahwa laut itu tidak ada yang memiliki, oleh karena itu lautdapat dimiliki dengan mendudukinya yang didasarkan atas konsepsi occupatio yangterdapat didalam hukum perdata Romawi.Walaupun asas ini dapat memberikepastian, tetapi pada akhirnya menjadi sumber persengketaan karena tidakmemberikan suatu penyelesaian yang baik.

Setelah runtuhnya kerajaan Romawi, pada abad pertengahan muncul negara-

negara tepi laut tengah yang baru yang masing-masing menuntut sebagian dari lautberbatasan dengan pantainya dengan alasan masing-masing. Hal ini telahmenimbulkan bahwa laut tidak lagi menjadi milik bersama (res communis). Para ahli

hukum Romawi pada abad pertengahan seperti Bartolus dan Baldus mengemukakan

teori yang membagi wilayah laut menjadi dua bagian yaitu laut yang berada dibawah

kekuasaan negara pantai, dan laut lepas yang bebas dari kekuasaan dan kedaulatansiapa pun.9

Mengenai laut lepas, Grotius seorang berkebangsaan Belanda dalam bukunyaMare Liberum atau Kebebasan di Laut berpendapat bahwa laut susah

9Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Penerbit Binacipta, Bandung,

(10)

diukur,sehingga laut tidak dapat digabungkan dengan milik suatu bangsa atau laut tidakboleh ada yang memilikinya karena akan mengganggu kebebasan bangsa lain untukmemanfaatkannya. Bahkan menurutnya laut merupakan sumber kekayaan yang tidakterhabiskan (inexhaustable), oleh karenanya semua bangsa bebas untukmemanfaatkannya.10

Dilaut lepas sesama negara mempunyai hak untuk melakukan kewajiban untuk menciptakan atau bekerjasama dengan negara berbatasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan menjaga keadaan Laut Lepas sebagai sumber ekonomi bagi negara-negara pada umumnya. Laut Lepas merupakan milik seluruh negara bangsa di dunia ini, maka semua negara ikut menjaga kelestarian akan sumber alam hayati maupun non hayatinya, sehingga dengan tetap mempertahankannya kondisi lingkungan laut dalam artian luas, akan dapat menjamin kelestarian fungsinya pula.11

“Pengaturan tentang kedaulatan dan yuridiksi negara di laut secara konperhensif mulai dilakukan oleh empat konvensi-konvensi Jenewa tahun 1958 yang mengatur tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan, perikanan dan konservasi sumber daya hayati di Laut Lepas. Sampai dengan sekitar tahun 1970-an keempatkonvensi tersebut masih dianggap cukup memadai untuk mengatur segala kegiatanmanusia di laut. Tuntuan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap konvensi-konvensi tersebut muncul seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi penambangan didasar laut serta menurunnya persediaan-persediaan sumber dayahayati laut.Disamping itu pesatnya teknologi perkapalan juga merupakan salah satufaktor penting yang menyebabkan konvensi-konvensi itu dianggap sudah tidakmemadai lagi. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah bertambahnya jumlahnegara yang baru merdeka, sehngga menimbulkan tuntutan-tuntutan baru terhadaplaut.”12

10

Ibid, hlm. 12 11

P. Joko Subagyo, Op.Cit, hlm 24

12Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoe, Pengantar HukumInternasional, Penerbit

(11)

Sejak pembagian laut atas LautLepas dan Laut Teritoral, maka rejimhukum yang berlaku atas kedua bagian itu berbeda.Pada Laut Lepas terbuka digunakanbagi semua negara, sedangkan pada Laut Teritorial berada di bawah kedaulatan suatuNegara pantai, meskipun harus memperhatikan kepentingan internasionaldalambentuk pelayaran. Agar kedua kepentingan itu dapat berlangsung selaras terciptalahapa yang dikenal dengan dalam Hukum Laut Internasional dengan “The Right ofInnocent Passage” atau Hak Lintas Damai.

Dalam kepustakaan HukumInternasional, Hak Lintas Damai telah melembagadalam Konvensi Hukum Internasional, yaitu Konvensi Den Haag 1930.Namunpengaturan lebih lengkap dirumuskan dalam Konvensi Hukum Laut 1958 dalamperkembangan selanjutnya dimuat dalam Konvensi Hukum Laut 1982 (KHL 1982)yang banyak mengalami perkembangan dalam pengaturan lintas damai ini.

Dalam tulisan ini membatasi pengaturan menangani lintas damai yangdiatur dalam Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982.Karena pada umumnya ketentuan-ketentuan menangani di Laut Teritorial dalam Konvensi Hukum Laut (KHL) 1958 banyak mengutip dari Konvensi terdahulu, yaituKonvensi HukumLaut (KHL 1958).Terdapat beberapa perkembangan dalampengaturan lintas damai di laut teritorial dan juga terdapat pengaturan baru menganilintas damai di Selat yang digunakan untuk pelayaran Internasional dan juga diperairan Kepulauan atau lintas alur Kepulauan.

Pembajakan adalah sebuah tindakan perang seperti yang dilakukan oleh pihak swasta (yang tidak berafiliasi dengan pemerintah mana pun) yang terlibat

(12)

dalam tindak perampokan dan / atau kekerasan kriminal di laut. Istilah ini telah digunakan untuk merujuk pada serangan lintas batas tanah oleh agen-agen non-negara.Istilah ini juga dapat mencakup tindakan yang dilakukan di air atau di pantai. Pembajakan, menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982, terdiri dari setiap tindak pidana kekerasan, penahanan, pemerkosaan, atau penyusutan berkomitmen untuk kepentingan pribadi oleh awak atau penumpang kapal pribadi atau pesawat yang diarahkan di laut tinggi terhadap lain kapal, pesawat, atau terhadap orang atau properti di papan sebuah kapal atau pesawat udara. Pembajakan juga dapat dilakukan terhadap kapal, pesawat, orang, atau properti di tempat di luar yurisdiksi negara mana pun.

Pembajakan merupakan salah satu bentuk kejahatan pelayaran yang telah lama ada.Pembajakan berkembang seiring dengan perkembangan perdagangan.Sejak abad ke-18 masyarakat bangsa-bangsa telah mengenal dan mengakui kejahatan pembajakan terhadap kapal-kapal dagang di laut sebagai kejahatan internasional (piracy de jure gentium).Pada masa itu hubungan perdagangan sangat penting sehingga tindakan pembajakan dipandang sebagai musuh bangsa-bangsa karena sangat merugikan kepentingan kesejahteraan bangsa-bangsa.13

Pembajakan di laut memiliki karakteristik sebagai berikut:14

13

http://www.solopos.com/2013/04/07/bajak-laut-negara-afrika-barat-bekerja-sama-atasi-pembajakan-kapal-394480 diakses 11 Juli 2013

14Victor Situmorang, Sketsa Azas Hukum LautInternasional, Penerbit PT. Bina Aksara,

(13)

1. Diakui oleh masyarakat internasional sebagai kejahatan jure gentium karena dianggap sebagai hostis humani generic (musuh bersama umat manusia); 2. Tindakan yang memiliki dampak atas lebih dari satu negara;

3. Melibatkan lebih dari satu kewarganegaraan;

4. Penggunaaan sarana dan prasarana yang cukup canggih;

5. Merupakan golongan tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan hukum internasional.

Dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) Pasal 123, "pembajakan maritim" terdiri dari:

1. Tindakan illegal kekerasan atau penahanan, atau setiap tindakan pembinasaan, berkomitmen untuk kepentingan pribadi oleh awak atau penumpang kapalpribadi atau pesawat pribadi, dan diarahkan:

a. Di Laut Lepas, terhadap kapal atau pesawat udara lain, atau terhadap orang atau properti di kapal seperti kapal atau pesawat udara;

b. terhadap sebuah kapal, pesawat, orang atau properti di suatu tempat di luar wilayah hukum dari setiap Negara;

2. Setiap tindakan partisipasi sukarela dalam pengoperasian kapal atau pesawat dengan pengetahuan tentang fakta-fakta membuat kapal bajak laut atau pesawat udara;

(14)

3. Setiap tindakan menghasut atau sengaja memfasilitasi tindakan yang diuraikan dalam sub ayat (a) atau (b).15

The International Maritime Bureau (IMB) mendefinisikan pembajakan

adalahtindakan naik kapal apapun dengan maksud untuk melakukan pencurian atau kejahatan lain, dan dengan maksud atau kemampuan untuk menggunakan kekuatan sebagai kelanjutan dari tindakan itu.16

15

Laut lepas adalah res nullius, dan kecuali apabila terdapat aturan-aturan pengecualian dan batasan-batasan yang diterapkan untuk kepentingan negara-negara, laut lepas tidak merupakan wilayah negara manapun.Dokrin laut bebas (freedom of the sea) berarti bahwa kegiatan-kegiatan di laut dapat dilakukan dengan bebas dengan mengindahkan penggunaan laut untuk keperluan lainya. Kemudian konsep laut bebas ini lebih jelas terlihat didalam Pasal 2 Konvensi Jenewa tentang Laut Lepas 1958, yang menyatakan bahwa Laut Lepas adalah terbuka untuk semua bangsa, tidak ada suatu negaramanapun secara sah dapat melakukan pemasukan bagian daripadanya kebawah kedaulatannya.

Didalam Konvensi Hukum laut 1982 terlihat beberapa perubahan atas konsep Laut Lepas seperti yang didefinisikan oleh konvensi tentang Laut Lepas tahun 1958. Keempat kebebasan yang disebutkan oleh Pasal 2 konvensi tentang Laut Lepas 1958, tetap terlihat dalam Pasal 87 dari konvensi baru dan tambahan dengan dua macam kebebasan laut lainnya yaitu :

http://www.shnews.co/kolom/periskop/detile-65-kerja-sama-keamanan-maritim-di-laut-china-selatan.html diakses 5 Juni 2013

16http://pajarr.blogspot.com/2011/09/hukum-pidana-internasional.htmldi akses 28 Maret

(15)

a) Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan nistalasi lainya yang di izinkan hukum internasional, sesuai dengan ketentuan Bab VI dan XII.

b) Kebebasan riset ilmiah, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bab VI dan XIII. Kebebasan di Laut Lepas harus memperhatikan kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan yang sama karena untuk tujuan-tujuan damai (peaceful purposes). Konvensi Hukum Laut 1982 Pasal 88-89 ditegaskan bahwa bajak laut sebagai sebuah tindakan menaiki atau berusaha menaiki kapal apapun dengan maksud melakukan pencurian atau bentuk kejahatan lain dan dengan usaha atau kemampuan menggunakan kekerasan dalam aksinya. Definisi tersebut tidak membedakan antara penyerangan di laut bebas dan di dalam perairan teritorial sehingga mencakup penyerangan terhadap kapal di wilayah perairan teritorial.Definisi tersebut termasuk tidak hanya serangan terhadap kapal-kapal yang sedang berlayar saja, namun juga serangan terhadap kapal-kapal yang sedang berlabuh di pelabuhan atau sedang menurunkan jangkar.Selain itu, keharusan pelibatan dua kapal juga tidak digunakan, yang berarti bahwa penyerangan dari sebuah rakit atau bahkan dari dermaga dapat dikategorikan sebagai aksi bajak laut.

Pembajakan Somaliaakhir-akhir ini telah menjadi sorotan di dunia Internasional karena yang terjadi adalah pembajaksomaliasering membajak kapal dan menyandera para awak maupun penumpang kapal di Samudra Hindia, kemudian membawa mereka ke pantai Somaliauntuk meminta uang tebusan.

Aktivitas pembajakan Somaliatelah menjadi ancaman serius bagi dunia pelayaran Internasional sejak abad 21. Kegiatan pembajakan yang telah

(16)

berlangsung selama ini telah menjadi suatu ancaman yang menakutkan bagi kapal-kapal dari berbagai negara di belahan dunia yang melintasi Somalia, sehingga melambungkan nama perompak Somalia di mata internasional. Pembajak Somalia atau bajak laut Somalia merupakan sebutan bagi para bajak laut yang beroperasi di wilayah perairan Somalia yang meliputi kawasan Samudera Hindia hingga lepas pantai timur Somalia, Laut Arab dan teluk Aden yang merupakan jalur utama pelayaran dunia.

Pembajakan yang terjadi diSomaliajelas merupakan persoalan internasional. Berdasarkan Piagam PBB Bab 1 Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa tugas pokok berdirinya PBB adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Perompakan tergolong sebagai tindakan ilegal berupa kekerasan dan penjarahan terhadap kapal komersial. Kapal perompak juga menghalangi bantuan kemanusiaan yang masuk untuk mengatasi krisis pangan di Somalia. Oleh sebab itu, tindakan tersebut merupakan tindakan yang mengancam keamanan internasional dan kepentingan kemanusiaan secara luas. Salah satu Hukum Internasional yang mengatur mengenai penanganan terhadap pembajakan Somalia adalah UNCLOS (United Nations Convention Law of the Sea) 1982. Hukum tersebut memuat pasal yang berisi pengertian pembajakan dan aturan penangkapan terhadappembajakan. Secara substansi, ketetapan dalam hukum tersebut seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan pembajakan. Tetapi tindakan pelanggaran hukum tersebut masih terus menerus terjadi hingga kini. Masalah tersebut menjadi menarik untuk diteliti karena seharusnya secara substansi, hukum dibuat untuk menindak tindakan pelanggaran hukum. Tetapi

(17)

justru lemah dalam menyelesaikan persoalan pembajakan. Masalah tersebut menjadi menarik untuk diteliti. Secara teoritis, masalah tersebut dapat dianalisis melalui ketetapan yuridiksi hukum yang dimuat di dalam aturan UNCLOS 1982 untuk mengetahui mekanisme hukum yang digunakan untuk mengatasi kasus tersebut.

Para pembajak laut di lepas pantai Somalia sangat brutal dan berani membajak kapal-kapal besar walaupun mereka menggunakan peralatan tradisional, yakni menggunakan kapal boat kecil.Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam dunia maritim Internasional.Beberapa negara-negara dunia saat ini ambil bagian dalam upaya menjaga keamanan laut dari para perompak.Banyak negara-negara dunia mengirimkan armada kapal perangnya untuk menjaga wilayah lepas pantai Somalia yang paling ditakuti tersebut.

Bajak laut menyita banyak kapal dagang besar dan menggunakannya sebagai kapal induk untuk menempatkan perahu-perahu kecil untuk tujuan mempermudah operasi di lepas pantai dan di luar jangkauan pasukan internasional. Pertama kalinya perompak menggunakan kapal jarahan yang tak di tebus untuk tujuan jahat.Pembajak Somalia mempunyai jaringan yang sangat terorganisir dan rapi untuk menghidari dari tangkapan pasukan internasional yang rutin berpatroli di wilayah tersebut.Pasukan internasional yang bekerja sama di wilayah tersebut meliputi pasukan Uni Eropa, aliansi militer NATO, dan gugus tugas militer gabungan yang menyatukan bangsa-bangsa dari seluruh dunia untuk menangani masalah-masalah keamanan, termasuk pembajakan.

(18)

Kerjasama antar Negara-negara menyelidiki dan menangkappembajakan di Laut Lepas tersebut sampai ke akar-akarnya dan meneliti sumber-sumber pendanaan, peralatan, relasi dan pihak di belakang para pembajak tersebut.17

a. Merupakan tindak kekerasan yangtidak sesuai hukum.

Menurut Pasal 101 UNCLOS III 1982,dijelaskan bahwa perompakan di laut dapat disebut piracy apabila memenuhi unsur-unsur:

b. Untuk tujuan pribadi.

c. Yang dilakukan kepada awak ataupenumpang dari private shipatau

privateaircraft.

d. Terjadi di laut bebas (high seas) atau ditempat lain di luar yurisdiksinasional suatu negara.

Layaknya fenomena sosial lainnya,pembajakan laut (sea piracy) memiliki definisi yang beragam.Keberagaman ini menunjukkan beragam kepentingan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mengingat sebuah definisi memiliki implikasi hukum, politik dan ekonomi yang mengikat, termasuk implikasi dalam interaksi antar negara.

Pembajakan di laut (“piracy”) merupakan kejahatan internasional

(“international crime”) yang memberikan yurisdiksi kepada Negara manapun

untuk mengambil langkah tegas terhadapnya. Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 (1982 UNCLOS) mendefinisikan “piracy” sebagai pembajakan laut yang dilakukan di luar yurisdiksi Negara pantai, sehingga kemudian praktek Negara membedakan antara pembajakan laut yang terjadi di luar yurisdiksi Negara yang

17http://securityexpose.com/pembajak-laut-somalia-tantangan-keamanan-laut-dunia/di

(19)

disebut sebagai pembajakan di laut (“piracy”) dimana yurisdiksinya bersifat universal (“universal jurisdiction”) dan pembajakan laut yang terjadi di dalam wilayah satu Negara yang lebih dikenal dengan istilah “perampokan di laut” (“sea

armed robbery”) dimana yurisdiksinya berada di bawah Negara pantai.18

sah yang dilakukan tidak saja terhadap kapal-kapal di laut tetapi juga terhadap kota-kota di sekitar pelabuhan.

Pembajakan sudah ada sejak3000 tahun yang lalu.Kapan persisnya kegiatan pembajakan ada atau dimulai sangat tergantung pada bagaimana kata “pembajakan”.Pada tahun 2000 SM, para saudagar bangsa Phoenesia, selain usaha berdagang mengarungi laut, tidak jarang menyerang kapal-kapal dagang lain, bahkan kadang kala juga menyerang kota-kota di sekitar pantai/pelabuhan.

Kata “pembajakan” pertamakali digunakan oleh sejarawan Roma, Polybius, pada sekitar tahun 140 SM. Sejarawan Yunani, Plutarch tercatat sebagai orang yang pertama yang memberikan definisi mengenai pembajakan, yaitu serangan yang tidak

19

Meskipun demikian, upaya itu tetap tidak memberikan kejelasan terhadap kata ”pembajakan”. Para pelaut yang dikenal dengan sebutan “Viking” tidak pernah dianggap sebagai pembajak, meski melakukan tindakan yang sulit dibedakan dengan pembajak lainnya.20

18

F. Metode Penelitian

http://lphifhui.org/index. diakses 6 Juni 2013

19http://www.piratesinfo.com/history/hist ory.phpdi akses 28 Maret 2013 20

(20)

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi :

1. Tipe Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.21

2. Data dan Sumber Data

Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hukum internasional. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif konflik hukum internasional.

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 22

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer : subjek hukum internasional dan kejahatan pelayaran laut yang terkait dengan pembahasan.

:

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar, majalah, dan artikel dari internet. 3. Teknik Pengumpulan Data

21

Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta, 1986, hlm 9-10.

22

(21)

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara23

4. Analisis Data

:Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian dikemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G.Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,

23

(22)

Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PENGATURAN PEMBAJAKAN DI LAUT LEPAS

BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL. Dalam bab ini berisi tentangSejarah Pembajakan di laut lepas, Pengaturan Hukum Internasional mengenai pembajakan di laut lepas dan Ketentuan Pembajakan Laut Lepas berdasarkan Konvensi Jenewa 1958 dan Konvensi Hukum Laut PBB 1982.

BAB III : PEMBAJAKAN KAPAL MV JAHAN MONI. Bab ini berisikan tentangPembajakan terhadap Kapal MV Jahan Moni, Penyebab terjadinya pembajakan kapal MV Jahan Moni dan Pembebasan sandera kapal MV Jahan Moni di Perairan Somalia.

BAB IV : UPAYA-UPAYA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN PEMBAJAKAN DI LAUT LEPAS PADA KASUS KAPAL MV JAHAN MONI. Bab ini berisi tentangPengamanan atau penangkapan terhadap pembajakan kapal di Laut Lepas, Kerjasama pesisir Indian Ocean Region (IOR) atau Wilayah Samudera India dalam penanganan Pembajakan kapal Laut Lepas dan Solusi Pembajakan Kapal MV Jahan Moni.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran

Referensi

Dokumen terkait

Padi Pandanwangi merupakan varietas unggulan di kabupaten Cianjur. Sebelum menanam petani harus bisa memilih benih padi yang unggul. Benih merupakan biji tumbuhan yang berasal dari

Bagi Armahedi, pendidikan Islam haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh atau integral. Baginya, manusia-manuisa saat ini merupakan produk dari pemikiran Barat Modern

Secara umum di kawasan hutan hujan tropik kekayaan jenis lumut hati meningkat pada elevasi yang lebih tinggi sedangkan kekayaan jenis lumut sejati justru semakin

Puji syukur Penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.,karena berkat rahmat dan hidayahnya yang telah menyertai Penulis, sehingga penulis dapat

Di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Asas-asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran belum diterapkan

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif yang penulis peroleh pada Ny “E” yaitu kehamilan normal dengan nyeri punggung, persalinan dengan persalinan fisiologis,

Diharapkan dari penelitian ini akan menghasilkan suatu masukan pemikiran dan input yang bermanfaat bagi Veni Bumbu Kota Pangkalpinang dalam meyusun strategi

SMK Telekomunikasi Tunas Harapan menyediakan bandwidth 20 Mbps digunakan untuk kegiatan belajar dan mengajar yang dikelola menggunakan Simple Queue. Saat kegiatan belajar