• Tidak ada hasil yang ditemukan

perancangan buku ilustrasi mengenai gangguan tidur sleep paralysis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "perancangan buku ilustrasi mengenai gangguan tidur sleep paralysis"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.. Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP.

(2) PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI MENGENAI GANGGUAN TIDUR SLEEP PARALYSIS Laporan Tugas Akhir Ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Desain (S.Ds.). Nama. : Sylvia Sulistio. NIM. : 14120210179. Program Studi. : Desain Komunikasi Visual. Fakultas. : Seni & Desain. UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA TANGERANG 2018. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(3) LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT. Saya yang bertanda tangan di bawah ini:. Nama. : Sylvia Sulistio. NIM. : 14120210179. Program Studi : Desain Komunikasi Visual Fakultas. : Seni & Desain Universitas Multimedia Nusantara. Judul Tugas Akhir: PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI MENGENAI GANGGUAN TIDUR SLEEP PARALYSIS. dengan ini menyatakan bahwa, laporan dan karya tugas akhir ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana, baik di Universitas Multimedia Nusantara maupun di perguruan tinggi lainnya. Karya tulis ini bukan saduran/terjemahan, murni gagasan, rumusan dan pelaksanan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan nara sumber. Demikian surat Pernyataan Originalitas ini saya buat dengan sebenarnya, apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan serta ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan. ii Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(4) Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(5) Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(6) KATA PENGANTAR Ketertarikan penulis terhadap topik tugas akhir yang dipilih ialah melihat adanya fenomena gangguan tidur sleep paralysis yang terjadi di Indonesia, khususnya di perkotaan dengan pola hidup yang lebih kompleks. Fenomena ini dianggap menakutkan. oleh. sebagian. besar. masyarakat. karena. ciri-cirinya. yang. menimbulkan kebingungan, kecemasan dan ketakutan. Melihat adanya kecemasan yang diakibatkan fenomena gangguan tidur sleep paralysis membuat penulis memilih untuk mengangkat topik tersebut sebagai topik tugas akhir. Tujuan yang ingin penulis capai ialah untuk menginformasikan kepada masyarakat Indonesia khususnya para remaja mengenai fenomena gangguan tidur sleep paralysis melalui penjelasan – penjelasan medis dan psikologis yang dikemas dalam media buku ilustrasi sehingga lebih mudah untuk dipahami. Selama proses perancangan tugas akhir ini, penulis banyak bertanya dan berdiskusi dengan para ahli serta penderita mengenai gangguan tidur sleep paralysis. Melalui proses tersebut, penulis menemukan fakta, alasan logis serta pencegah terjadinya gangguan tidur sleep paralysis sehingga diharapkan para pembaca khususnya remaja tidak bingung, cemas maupun takut ketika mengalaminya. Proses penulisan laporan dan perancangan tugas akhir ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan dukungan dari orang – orang sekitar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya kepada:. v Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(7) Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(8) ABSTRAKSI Setelah melakukan berbagai aktivitas yang melelahkan setiap harinya, manusia membutuhkan waktu istirahat salah satunya dengan tidur. Menjadi masalah ketika seseorang membutuhkan waktu istirahat namun tidak dapat tidur karena mengalami gangguan tidur seperti sleep paralysis atau lebih dikenal dengan sebutan “ketindihan” di Indonesia. Sleep paralysis timbul dengan ciri-ciri terbangun saat tidur tetapi tidak dapat bergerak ataupun mengeluarkan suara yang seringkali menimbulkan rasa cemas ketika mengalaminya. Rata – rata manusia mengalami sleep paralysis pertama kali pada usia 14 – 17 tahun yang merupakan masa remaja. Tujuan dari perancangan buku ilustrasi ini ialah untuk membantu remaja dalam memahami sleep paralysis melalui sudut pandang medis dan psikologis yang diperjelas dengan bentuk visual sehingga membantu remaja untuk lebih mudah memahami dan tidak merasa cemas ketika mengalaminya. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengetahuan, pengalaman serta pandangan para ahli serta remaja mengenai gangguan tidur sleep paralysis.. Kata kunci: buku, ilustrasi, gangguan tidur, sleep paralysis, remaja. vii Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(9) ABSTRACT After being busy and tired for the whole day, people need to give themselves break time, including sleep. It matters when people in such condition can’t sleep well due to sleep disorder, such as sleep paralysis. Sleep paralysis is more well known as “ketindihan” among Indonesians. The main feature of sleep paralysis is the sufferer can’t move their body nor speak when they are suddenly awaken in the middle of night. Thus, some sufferer might get thrilled by this experience. Sleep paralysis generally happens first time at the age of 14 – 17 years old. The purpose of creating illustrated book is to add visual explaination about sleep paralysis in medical and psychological perspective so that teenagers understand more and not get thrilled when it happens to them. Writer will use both qualitative and quantitative methods to gather some data from experts and teenagers about sleep paralysis. Keywords: book, illustration, sleep disorder, sleep paralysis, teenagers. viii Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(10) DAFTAR ISI PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI MENGENAI GANGGUAN TIDUR SLEEP PARALYSIS.................................................................................................. I LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT .......................... II HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR ................................................... IV KATA PENGANTAR ............................................................................................V ABSTRAKSI ....................................................................................................... VII ABSTRACT ..........................................................................................................VIII DAFTAR ISI ......................................................................................................... IX DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ XI DAFTAR TABEL .............................................................................................. XVI DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... XVII BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1.. Latar Belakang ........................................................................................ 1. 1.2.. Rumusan Masalah ................................................................................... 3. 1.3.. Batasan Masalah...................................................................................... 3. 1.4.. Tujuan Tugas Akhir ................................................................................ 4. 1.5.. Manfaat Tugas Akhir .............................................................................. 4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6 2.1.. Buku Ilustrasi .......................................................................................... 6. ix Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(11) 2.2.. 2.1.1.. Buku ............................................................................................ 6. 2.1.2.. Ilustrasi ...................................................................................... 11. 2.1.3.. Perancangan Buku Ilustrasi ....................................................... 14. Sleep Paralysis ...................................................................................... 27 2.2.1.. Proses Terjadinya Sleep Paralysis ............................................ 29. 2.2.2.. Ciri-ciri Terjadinya Sleep Paralysis .......................................... 29. 2.2.3.. Pemicu Terjadinya Sleep Paralysis........................................... 30. BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 31 3.1.. 3.2.. Metodologi Pengumpulan Data ............................................................ 31 3.1.1.. Wawancara ................................................................................ 31. 3.1.2.. Observasi ................................................................................... 52. 3.1.3.. Kuesioner .................................................................................. 59. Metodologi Perancangan ....................................................................... 62 3.2.1.. Perancangan Buku ..................................................................... 64. 3.2.2.. Perancangan Ilustrasi ................................................................ 65. BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISIS ..................................................... 67 4.1.. Perancangan .......................................................................................... 67 4.1.1.. Perancangan Gaya Visual ......................................................... 69. 4.1.2.. Perancangan Palet Warna .......................................................... 76. 4.1.3.. Perancangan Tipografi .............................................................. 77. 4.1.4.. Perancangan Format Buku ........................................................ 77. 4.1.5.. Perancangan Alur ...................................................................... 78. x Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(12) 4.2.. 4.1.6.. Perancangan Layout .................................................................. 82. 4.1.7.. Perancangan Digital .................................................................. 86. Analisis................................................................................................ 100 4.2.1.. Cover ....................................................................................... 100. 4.2.2.. Bagian Depan .......................................................................... 102. 4.2.3.. Bagian Isi ................................................................................ 104. 4.2.4.. Bagian Belakang ..................................................................... 111. 4.3.. Perancangan Media Promosi ............................................................... 112. 4.4.. Budgeting ............................................................................................ 117. BAB V PENUTUP .............................................................................................. 123 5.1.. Kesimpulan ......................................................................................... 123. 5.2.. Saran .................................................................................................... 124. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... XVIII. xi Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(13) DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Wawancara dengan Brama Andika, S.Psi., C.Ht. ............................. 32 Gambar 3.2 Wawancara dengan dr. Jerry Sp. S .................................................... 35 Gambar 3.3 Wawancara dengan dr. Indrajati Gani ............................................... 37 Gambar 3.4 Wawancara dengan Hadyan Dhiozandi M.Psi., Psikolog dan Leonarda Anggia, M.Psi., Psikolog .............................................................. 40 Gambar 3.5 Wawancara dengan Ibu Retno Kristy................................................ 45 Gambar 3.6 Tampilan buku ‘The ABCs of Journaling’ ........................................ 54 Gambar 3.7 Tampilan buku ‘Anti Panik Mempersiapkan Pernikahan’ ............... 55 Gambar 3.8 Tampilan buku ‘The Miracle of Enzym’ ........................................... 56 Gambar 3.9 Tampilan buku ‘Doodleganger’ ........................................................ 58 Gambar 3.10 Penyebaran kuesioner melalui Clifton (kiri) dan Rindra (kanan) ... 62 Gambar 4.1 Mindmap perancangan ...................................................................... 67 Gambar 4.2 Brainstorming perancangan .............................................................. 68 Gambar 4.3 Hasil brainstorming perancangan ..................................................... 68 Gambar 4.4 Moodboard perancangan ................................................................... 69 Gambar 4.5 Sketsa karakter alternatif 1 ................................................................ 71 Gambar 4.6 Sketsa karakter alternatif 2 ................................................................ 71 Gambar 4.7 Sketsa karakter alternatif 3 ................................................................ 72 Gambar 4.8 Sketsa karakter alternatif 4 ................................................................ 72 Gambar 4.9 Sketsa karakter alternatif 5 (terpilih) ................................................. 73 Gambar 4.10 Karakter versi digital ....................................................................... 74 Gambar 4.11 Sketsa alternatif elemen pendukung ................................................ 75. xii Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(14) Gambar 4.12 Elemen pendukung versi digital ...................................................... 75 Gambar 4.13 Palet warna ...................................................................................... 76 Gambar 4.14 Jenis tipografi terpilih...................................................................... 77 Gambar 4.15 Flat plan .......................................................................................... 78 Gambar 4.16 Modular grid yang digunakan ......................................................... 82 Gambar 4.17 Sketsa alternatif layout awal ........................................................... 83 Gambar 4.18 Alternatif thumbnail 1 ..................................................................... 83 Gambar 4.19 Alternatif thumbnail 2 (terpilih) ...................................................... 84 Gambar 4.20 Sketsa alternatif cover 1 .................................................................. 85 Gambar 4.21 Sketsa alternatif cover 2 .................................................................. 85 Gambar 4.22 Sketsa alternatif cover 3 (terpilih) ................................................... 86 Gambar 4.23 Layout awal versi digital ................................................................. 87 Gambar 4.24 Elemen pendukung versi digital ...................................................... 88 Gambar 4.25 Pembatas setiap bab buku ............................................................... 88 Gambar 4.26 Pembuka setiap bab buku ................................................................ 89 Gambar 4.27 Alternatif 1 halaman pada bab 1 versi digital ................................ 90 Gambar 4.28 Alternatif 2 halaman pada bab 1 versi digital ................................. 90 Gambar 4.29 Alternatif 3 halaman pada bab 1 versi digital ................................. 91 Gambar 4.30 Alternatif 1 tipografi........................................................................ 92 Gambar 4.31 Alternatif 2 tipografi........................................................................ 92 Gambar 4.32 Alternatif 3 tipografi (terpilih) ........................................................ 92 Gambar 4.33 Alternatif 4 halaman pada bab 1 versi digital (terpilih) .................. 92 Gambar 4.34 Proses mewarnai digital halaman pada bab 2.................................. 93. xiii Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(15) Gambar 4.35 Hasil halaman pada bab 2 versi digital ........................................... 93 Gambar 4.36 Alternatif 1 dan 2 halaman pada bab 3 versi digital ........................ 94 Gambar 4.37 Alternatif 3 halaman pada bab 3 versi digital (terpilih) .................. 94 Gambar 4.38 Alternatif 1 dan 2 halaman pada bab 4 versi digital ........................ 95 Gambar 4.39 Alternatif 3 halaman pada bab 4 versi digital (terpilih) .................. 96 Gambar 4.40 Alternatif 1 dan 2 halaman pada bagian closing versi digital ......... 97 Gambar 4.41 Alternatif 3 halaman pada bagian closing versi digital (terpilih) .... 97 Gambar 4.42 Tipografi judul cover ....................................................................... 98 Gambar 4.43 Alternatif 1 cover versi digital ........................................................ 98 Gambar 4.44 Alternatif 2 cover versi digital ........................................................ 99 Gambar 4.45 Alternatif 3 cover versi digital (terpilih) ......................................... 99 Gambar 4.46 Cover buku .................................................................................... 100 Gambar 4.47 Bagian depan buku ........................................................................ 103 Gambar 4.48 Bagian isi bab 1 ............................................................................. 104 Gambar 4.49 Bagian isi bab 2 ............................................................................. 106 Gambar 4.50 Bagian isi bab 2 ............................................................................. 107 Gambar 4.51 Bagian isi bab 3 ............................................................................. 108 Gambar 4.52 Bagian isi bab 4 dan closing .......................................................... 110 Gambar 4.53 Bagian belakang buku ................................................................... 111 Gambar 4.54 Media promosi cetak ..................................................................... 112 Gambar 4.55 Sticker ............................................................................................ 113 Gambar 4.56 Cushion ......................................................................................... 113 Gambar 4.57 T-shirt ............................................................................................ 114. xiv Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(16) Gambar 4.58 Tote bag ......................................................................................... 115 Gambar 4.59 Pins ................................................................................................ 115 Gambar 4.60 Tumbler ......................................................................................... 116 Gambar 4.61 Notebook........................................................................................ 117. xv Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(17) DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Spesifikasi buku ‘The ABCs of Journaling’.......................................... 53 Tabel 3.2 Kelebihan dan kekurangan buku ‘The ABCs of Journaling’ ................ 54 Tabel 3.3 Spesifikasi buku ‘Anti Panik Mempersiapkan Pernikahan’ ................. 54 Tabel 3.4 Kelebihan dan kekurangan buku ‘Anti Panik Mempersiapkan Pernikahan’ ................................................................................................... 55 Tabel 3.5 Spesifikasi buku buku ‘The Miracle of Enzym’ .................................... 56 Tabel 3.6 Kelebihan dan kekurangan buku ‘The Miracle of Enzym’ .................... 56 Tabel 3.7 Spesifikasi buku Tampilan buku ‘Doodleganger’ ................................ 57 Tabel 3.8 Kelebihan dan kekurangan buku ‘Doodleganger’ ................................ 58 Tabel 3.9 Analisis SWOT ..................................................................................... 58. xvi Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(18) DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A: BUKTI WAWANCARA DENGAN PENDERITA .............. XXIII LAMPIRAN B: BUKTI KUESIONER ........................................................... XXVII. xvii Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(19) BAB I PENDAHULUAN 1.1.. Latar Belakang. Saat manusia tertidur, tidak menutup kemungkinan bahwa manusia dapat mengalami gangguan tidur. Salah satu jenis gangguan tidur ialah sleep paralysis atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan kelumpuhan tidur. Sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal istilah sleep paralysis dengan kata “ketindihan”. Dalam artikel yang ditulis oleh Larasaty (2015) disebutkan bahwa gangguan tidur sleep paralysis yang kerap disertai dengan kesulitan bernapas dan munculnya sosok – sosok yang tidak diinginkan dapat membuat panik siapapun yang mengalaminya. Dalam wawancara dengan Brama Andika, S. Psi., C.Ht. pada tanggal 6 September 2017, beliau mengatakan bahwa gangguan tidur sleep paralysis terjadi karena proses tidur yang tiba-tiba tidak berurutan seperti seharusnya sehingga menyebabkan seseorang terbangun dari tidurnya, namun tidak dapat menggerakan tubuh karena otot tubuh masih tertidur. Hal tersebut yang menyebabkan sleep paralysis sering dikaitkan dengan hal mistis dimana sebagian orang memercayai bahwa sleep paralysis terjadi karena adanya roh jahat yang menindih orang yang tengah tertidur tersebut. Beliau melanjukan bahwa terjadinya sleep paralysis dapat dipicu oleh kelelahan fisik maupun psikis yang dialami oleh penderita. Murphy dalam artikel yang ditulis oleh Sinulingga (2013) menyatakan bahwa usia rata – rata manusia mengalami sleep paralysis ialah 14 – 17 tahun dan terjadi seimbang pada laki-laki dan perempuan. 1 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(20) Dalam riset awal pada tanggal 14 – 16 September 2017, penulis membagikan kuesioner kepada 50 responden berusia 14 – 17 tahun. Dari riset tersebut, didapatkan bahwa dari 50% responden yang pernah mengalami sleep paralysis, 38% dari mereka merasa cemas, takut dan khawatir, 6% merasa bingung karena tidak mengetahui penyebab medis dan psikologis terjadinya sleep paralysis. Berdasarkan hasil observasi penulis yang dilakukan pada bulan Juli 2017 dengan mengunjungi toko buku, belum ada media yang menyediakan informasi mengenai sleep paralysis secara khusus, yang ada hanya berupa bagian kecil dari buku teks mengenai tidur. Melihat kemungkinan tersebut, maka perlu adanya media untuk menyampaikan informasi mengenai penyebab gangguan tidur sleep paralysis dari sudut pandang medis dan psikologis. Dalam artikel yang ditulis oleh Baron (2014), beliau melalui penelitiannya menemukan bahwa membaca buku yang dicetak membantu pembaca untuk lebih fokus dan mencermati isi dari buku yang dibaca. Selain itu, informasi – informasi yang tertera dalam buku yang dicetak bersifat lebih sah dan terpercaya (Rustan, 2009, hlm. 8). Ilustrasi dibutuhkan dalam perancangan ini karena menurut penelitian Mahood (2006), remaja merasa kesulitan dan bosan dalam mencerna isi buku yang hanya berisi teks sehingga banyak dari remaja menolak untuk membaca buku (hlm. 9). Zeegen (2009) menyatakan bahwa kehadiran ilustrasi dalam buku dapat membantu menyampaikan informasi sekaligus menghibur pembaca (hlm. 20). Dasar ketertarikan penulis terhadap topik yang dipilih ialah karena topik tersebut terkait dengan diri penulis serta orang – orang terdekat yang kerap. 2 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(21) beberapa kali mengalami sleep paralysis. Pengalaman tersebut dirasakan penulis mengakibatkan timbulnya kecemasan serta pola tidur semakin terganggu sehingga menurut Brama Andika, S. Psi, C.Ht., jika dibiarkan berkepanjangan dapat menyebabkan depresi. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk membuat tugas akhir yang berjudul “Perancangan Buku Ilustrasi Mengenai Gangguan Tidur Sleep Paralysis”.. 1.2.. Rumusan Masalah. Bagaimana menginformasikan mengenai sleep paralysis melalui sudut pandang medis dan psikologis pada remaja usia 14 – 17 tahun yang tinggal di perkotaan melalui media buku ilustrasi?. 1.3.. Batasan Masalah. Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai apa itu sleep paralysis, bagaimana ciri-ciri gangguan tersebut terjadi, apa penyebab terjadinya sleep paralysis dari sudut pandang medis dan psikologis, serta cara mengatasi dan mencegahnya. Konten – konten yang akan dibahas tersebut merupakan penggabungan dari penelitian kedokteran yang telah dilakukan dengan wawancara dari para ahli. Segmentasi yang penulis tuju: 1. Demografis a. Usia. : 14 – 17 tahun.. b. Jenis Kelamin. : laki – laki dan perempuan.. c. Ekonomi. : menengah ke atas.. 3 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(22) 2. Geografis Di kota Tangerang.. 3. Psikografis Remaja yang bingung; cemas; takut; atau khawatir akibat mengalami sleep paralysis, tidak mengetahui sleep paralysis, belum pernah mengalami sleep paralysis, ingin mengetahui tentang sleep paralysis, suka membaca buku ilustrasi. Perancangan ini ditujukan untuk seluruh remaja Indonesia khususnya di wilayah perkotaan. Penulis memilih kota Tangerang yang termasuk kedalam kawasan Jabodetabek.. 1.4.. Tujuan Tugas Akhir. Menginformasikan mengenai sleep paralysis dari sudut pandang medis dan psikologis pada remaja usia 14 – 17 tahun yang tinggal di perkotaan melalui media buku ilustrasi.. 1.5.. Manfaat Tugas Akhir. 1. Penulis dapat belajar bagaimana merancang buku ilustrasi dan mendapat wawasan lebih mengenai sleep paralysis. 2. Para remaja dapat menambah wawasan dan memahami mengenai sleep paralysis dari sudut pandang medis dan psikologis.. 4 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(23) 3. Para remaja tidak mengalami kebingungan atau kecemasan ketika mengalami sleep paralysis. 4. Penulis berharap tugas akhir ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai sleep paralysis.. 5 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(24) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.. Buku Ilustrasi. Berdasarkan ulasan pada bab I, hasil observasi penulis menghasilkan bahwa media buku mengenai topik yang penulis bahas masih sangat minim beredar, tidak detail dan hanya berupa buku teks. Melihat kondisi tersebut, buku ilustrasi menjadi pilihan penulis sebagai media yang kiranya dapat membantu para remaja untuk lebih memahami topik yang penulis bahas melalui peran ilustrasi. Kelebihan buku ilustrasi ialah dapat meningkatkan ketertarikan, pemahaman serta kepercayaan pembaca terhadap isi buku melalui kehadiran ilustrasi (“Drawing on Success: The Importance of Illustrations”, 2014).. 2.1.1. Buku Menurut Haslam (2006) buku memiliki arti sebagai lembaran kertas yang menjadi sarana manusia untuk memperoleh pengetahuan atau informasi dari waktu ke waktu (hlm. 9). Oleh karena buku yang akan dirancang penulis berfungsi untuk menyampaikan informasi, maka Rustan (2009) mengatakan bahwa dalam merancang ada baiknya memperhatikan desain cover, desain navigasi, pembeda antar bab serta kejelasan informasi didalamnya. Buku memiliki ukuran yang bermacam-macam seperti A6, A5, A4, A3, B6, B5 (hlm. 122). 2.1.1.1. Anatomi Buku Sebelum merancang buku, penulis membaca teori mengenai bagian – bagian buku untuk mengetahui gambaran struktur sebuah buku. Menurut 6 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(25) Rustan (2009) buku memiliki 3 bagian yang masing – masing memiliki fungsi, yaitu (hlm. 123): 1.. Bagian Depan a. Cover depan yang berisi judul buku, nama pengarang, nama atau logo penerbit, testimoni yang biasanya berupa pujian, elemen visual maupun teks lainnya. b. Judul bagian dalam. c. Informasi penerbitan dan perijinan. d. Dedication yang berisi pesan pengarang. e. Kata pengantar dari pengarang. f. Kata sambutan dari pihak lain seperti editor. g. Daftar isi.. 2. Bagian Isi Terdiri dari bab – bab serta sub-bab yang berisi topik yang berbeda – beda. Menurut Skipper (2011), unsur – unsur yang dapat membuat bab maupun sub-bab berkualitas yakni teori dan contoh yang akurat, riset terhadap target pembaca, penyediaan informasi yang terstruktur sehingga mudah dimengerti serta adanya kesimpulan (hlm. 5 – 9).. 3. Bagian Belakang a. Daftar pustaka b. Daftar istilah c. Daftar gambar. 7 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(26) d. Cover belakang yang berisi ulasan singkat mengenai isi buku, testimonial, barcode dan harga, nama atau logo penerbit, serta elemen visual atau teks lainnya.. Gambar 2.1 Anatomi buku (Haslam, Book Design, 2006). Haslam (2006) membedah anatomi buku secara lebih lengkap lagi menjadi 19 bagian yakni: 1. Spine: jarak diantara cover depan dan cover belakang yang menutupi bagian terjilid. 2. Head band: ikatan benang sebagai pelengkap penjilidan buku. 3. Hinge: lipatan pada endpaper yang terletak diantara pastedown dan flyleaf. 4. Head Square: pelindung bagian atas buku yang terbuat dari cover depan dan belakang yang berukuran lebih besar daripada lembaran isi buku.. 8 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(27) 5. Front Pastedown: endpaper yang terletak di dalam front board. 6. Cover: pelindung cetakan buku yang terbuat dari kertas tebal atau karton. 7. Foredge Square: pelindung bagian tengah buku yang terbuat dari cover depan dan belakang yang berukuran lebih besar daripada lembaran isi buku. 8. Front Board: karton cover depan buku. 9. Tall Square: pelindung bagian bawah buku yang terbuat dari cover depan dan belakang yang berukuran lebih besar daripada lembaran isi buku. 10. Endpaper: kertas tipis atau tebal untuk menutupi bagian dalam cover dan menyangga hinge. 11. Head: bagian atas buku. 12. Leaves: lembaran isi buku yang memiliki dua sisi. 13. Back Pastedown: endpaper yang terletak di dalam back board. 14. Back Cover: cover belakang sebuah buku. 15. Foredge: bagian sisi panjang buku yang dapat memperlihatkan tebal lembaran dalam buku. 16. Turn-in: kertas yang dilipat dari bagian luar ke bagian dalam buku. 17. Tail: bagian bawah buku. 18. Fly Leaf: halaman buku di sebelah endpaper. 19. Foot: bagian bawah setiap lembaran isi buku.. 9 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(28) 2.1.1.2. Jenis – jenis Buku Nurgiantoro (2010) membagi jenis buku menjadi buku fiksi dan buku non fiksi (hlm. 2). Merujuk pada perancangan penulis untuk membuat buku yang menyampaikan informasi faktual, maka penulis berfokus kepada teori mengenai buku non fiksi. Menurut Wistrom (2012) buku non fiksi merupakan buku yang dapat berupa laporan, naratif maupun representatif yang berisi fakta – fakta. Salah satu jenis buku yang termasuk non fiksi ialah informational book. University of Lethbridge (2013) menambahkan bahwa informational book harus dapat menyediakan informasi yang selain faktual juga akurat (hlm. 5).. 2.1.1.3. Kelebihan Buku Pemilihan buku sebagai media penyampaian informasi mengenai topik yang penulis pilih didukung oleh teori – teori yang ada. Haslam (2006, hlm. 12), Rustan (2009, hlm. 8), dan Billington et al. (2010, hlm. 6) menyatakan. bahwa. perkembangan. teknologi. tidak. berarti. dapat. menghapuskan keberadaan buku karena buku tetap memiliki kelebihan yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Melalui buku, informasi dapat disampaikan secara lebih sah dan terpercaya khususnya buku – buku yang ditulis atau bersumber dari para ahli. Keuntungan yang didapatkan dari membaca buku ialah buku dapat membantu seseorang untuk lebih relaks serta lebih berpikir positif.. 10 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(29) 2.1.2. Ilustrasi Penggunaan ilustrasi dalam perancangan buku ini merujuk pada pendapat Wigan (2008) bahwa selain merupakan proses pembuatan gambar, ilustrasi juga dapat menjadi solusi dari permasalahan. Zeegen (2012) menyatakan bahwa ilustrasi mampu merepresentasikan teks melalui bentuk visual. Didukung oleh penelitian Prasetyo (n.d.) yang mendapatkan bahwa ilustrasi umumnya digunakan untuk memvisualisasikan teks yang sulit dibayangkan pada buku – buku pelajaran dan buku – buku ilmiah sehingga lebih mudah untuk dipahami oleh pembaca (hlm. 8). 2.1.2.1. Peran Ilustrasi Menurut Witabora (2012), ilustrasi memiliki beberapa peran (hlm. 664 – 666). Peran – peran yang bermanfaat bagi perancangan buku penulis yaitu: 1. Sebagai Sarana Informasi. Gambar 2.2 Contoh ilustrasi sebagai sarana informasi (https://static1.squarespace.com/static/frog_dissection.jpg, https://www.theramenrater.com/wpcontent/uploads/2014/08/2014_8_23_1465_004.jpg). 11 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(30) Ilustrasi banyak dimanfaatkan buku pendidikan, buku pengetahuan alam,. buku. kedokteran. dan. ensiklopedia. untuk. kebutuhan. dokumentasi. Ilustrasi dapat membantu untuk menjelaskan suatu informasi. secara. detail. sehingga. para. ilmuwan. dan. dokter. menggunakan ilustrasi untuk mendokumentasikan subjek penelitian, anatomi. maupun. pembedahan.. Oleh. karena. ilustrasi. bersifat. memperjelas maka ilustrasi juga membantu proses pemahaman suatu informasi sehingga ilustrasi juga kerap digunakan sebagai media instruksi berupa teknik maupun langkah – langkah.. 2. Sebagai Sarana Bercerita. Gambar 2.3 Contoh ilustrasi sebagai sarana bercerita (http://www.jack-illustration.co.uk/uploads/2/7/1/9/27193873/9450520_orig.jpg). Ilustrasi banyak dimanfaatkan untuk menggambarkan lebih detail suatu naskah cerita. Dalam memenuhi peran sebagai sarana bercerita, ilustrasi sebaiknya dibuat seimbang dengan teks naskah. Untuk 12 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(31) menciptakan kestabilan alur dan jeda suatu cerita, dapat ditambahkan dialog antara teks dan ilustrasi. Peran ilustrasi ini juga berlaku untuk perancangan cover depan sebuah buku agar target tertarik untuk membaca. 2.1.2.2. Gaya Ilustrasi. Gambar 2.4 Contoh gaya ilustrasi (http://data.whicdn.com/images/238265508/large.jpg). Merujuk pada target pembaca buku yang penulis akan rancang merupakan remaja berusia 14 – 17 tahun, penulis menggunakan teori Tillman (2011). Beliau mengemukakan bahwa ada baiknya untuk mengetahui karakter target pembaca berdasarkan usia sebelum membuat ilustrasi agar pesan dapat tersampaikan secara tepat. Menurut penelitiannya, remaja usia 14 – 18 tahun cenderung tidak lagi menyukai ilustrasi dengan proporsi yang tidak seimbang. Remaja pada usia tersebut lebih memilih ilustrasi yang mendekati wujud aslinya (hlm. 104).. 13 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(32) Menurut Bancroft (2006) terdapat 6 jenis gaya ilustrasi, yakni iconic, simple, broad, comedy relief, lead character, dan realistic. Berdasarkan teori Tillman mengenai kecenderungan selera remaja terhadap gaya ilustrasi yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya maka penulis memilih gaya ilustrasi simple untuk merancang ilustrasi. Gaya ilustrasi simple merupakan gaya ilustrasi yang diciptakan berdasarkan khayalan perancang mulai dari bentuk mata, hidung, mulut dan lain-lain. Jika gaya ilustrasi iconic terkesan kaku dan tidak ekspresif, gaya ilustrasi simple mulai menampilkan karakter yang cukup ekspresif serta memiliki bentuk tubuh yang mulai proporsional sesuai dengan kriteria gaya ilustrasi yang digemari oleh remaja. Gaya ilustrasi simple mulai mendekati gaya ilustrasi semi realis seperti lead character hingga gaya ilustrasi realistic namun, tidak sedetail seperti kedua gaya tersebut (hlm. 18).. 2.1.3. Perancangan Buku Ilustrasi Menurut Haslam (2006) terdapat beberapa peran dalam merancang sebuah buku. Peran seorang desainer dalam merancang buku dapat berbeda – beda (hlm. 13). Dalam proses ini, penulis tidak mengambil peran dalam mengarang konten buku tetapi penulis berperan dalam menyusun dan mengilustrasikan konten serta merancang desain buku. Untuk memenuhi peran tersebut, penulis memerlukan teori – teori mengenai layout, tipografi serta warna.. 14 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(33) 2.1.3.1. Layout Dalam merancang buku ilustrasi, layout diperlukan penulis untuk menyusun komposisi gambar dan teks pada setiap halaman buku. Menurut Rustan (2009) layout merupakan sarana untuk mengatur posisi elemen – elemen desain pada suatu bidang kerja desain yang membantu penyampaian pesan suatu karya. Ambrose dan Harris (2011) berpendapat bahwa layout dapat berfungsi untuk mengasah kreatifitas serta membantu pembaca untuk lebih cepat memahami isi buku (hlm. 9 – 10). Hendratman (2015) membagi layout ke dalam 20 jenis yakni mondrian layout, multi panel layout, picture window layout, copy heavy layout, frame layout, silhouette layout, type specimen layout, circus layout, jumble layout, grid layout, bleed layout, vertical panel layout, alphabet inspired layout, angular layout, informal balance layout, brace layout, two mortises layout, quadran layout, big type layout, dan rebus layout. Dalam perancangan ini, penulis hanya menggunakan 3 jenis layout dari 20 jenis layout tersebut, yaitu: 1. Multi panel layout Layout jenis ini terdiri dari banyak panel yang umumnya digunakan untuk menyampaikan informasi dengan ilustrasi yang berbeda-beda pada setiap panelnya. Layout ini memiliki ciri-ciri seperti bagian – bagian berupa panel – panel dengan bentuk yang bermacam-macam sesuai kebutuhan.. 15 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(34) 2. Picture window layout Layout jenis ini terdiri dari ilustrasi dan teks dimana ilustrasi gambar lebih besar daripada porsi teks. Teks memiliki peran sebagai pendukung dari ilustrasi yang ada.. 3. Bleed layout Layout jenis ini memiliki tanda dimana ilustrasi ditempatkan melebihi margin hingga menempel pada bagian tepi kertas. Dalam merancang suatu layout, terdapat berbagai macam elemen dan prinsip yang memiliki peran berbeda-beda. Rustan mengkategorikan elemen – elemen layout tersebut menjadi 3 bagian yaitu (hlm. 27): 1. Elemen Teks Rustan mengelompokkan elemen teks kedalam 21 bagian yakni judul, deck, byline, bodytext, subjudul, pull quotes, caption, callouts, kickers, initial caps, indent, lead line, spasi, header & footer, running head, catatan kaki, nomor halaman, jumps, signature, nameplate, dan masthead, namun, penulis dari 21 bagian tersebut, penulis memilih 6 bagian sesuai kebutuhan dalam merancang buku ilustrasi menjadi: a. Judul Judul merupakan kata atau kalimat singkat sebelum mengawali suatu bacaan. Untuk dapat menarik perhatian pembaca, penulis harus mampu memilih jenis huruf yang sesuai untuk sebuah judul. Setiap jenis huruf memiliki kesan masing – masing yang dapat. 16 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(35) disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan lewat sebuah judul. Selain itu, ukuran judul juga dapat berpengaruh dalam menarik perhatian pembaca dengan dibuat lebih besar daripada elemen layout lainnya (hlm 28 – 30).. b. Bodytext Bodytext merupakan paparan bacaan yang ada pada halaman – halaman sebuah buku. Judul dan deck yang menarik dapat mempengaruhi minat seseorang untuk membaca bodytext (hlm. 35).. c. Subjudul Subjudul merupakan segmen – segmen topik yang berfungsi untuk memecah suatu bacaan agar tidak terlalu panjang. Subjudul dapat memiliki sub – sub lagi oleh karena itu dapat digunakan warna, elemen visual kotak atau garis untuk membedakannya (hlm. 36 – 37).. d. Caption Caption merupakan kata atau kalimat singkat yang menjelaskan elemen visual dan inzet. Jenis huruf caption umumnya dibedakan dengan jenis huruf bodytext. Jenis huruf berakhiran “condensed” dapat digunakan jika ruang penempatan caption tidak cukup luas (hlm. 40 – 41).. 17 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(36) e. Callouts Callouts digunakan untuk membantu memberikan penjelasan pada elemen visual yang memiliki lebih dari satu keterangan. Salah satu bentuk callouts ialah balon percakapan (hlm. 42).. f. Nomor Halaman Sebuah buku yang memuat banyak topik membutuhkan nomor halaman untuk memudahkan pembaca menemukan lokasi topik yang ingin dibaca. Dibutuhkan pula daftar isi di halaman depan untuk membantu pembaca menemukan nomor halaman yang ingin dituju (hlm. 48).. 2. Elemen Visual Terdapat 7 bagian dari elemen visual layout menurut Rustan yakni foto, artworks, infrographics, garis, kotak, inzet, dan poin. Penulis memilih 2 bagian sesuai kebutuhan dalam merancang buku ilustrasi yakni (hlm. 55): a. Artworks Artworks merupakan karya seni diluar fotografi, seperti ilustrasi, sketsa, kartun dan lain-lain. Pada kondisi tertentu, suatu pesan dapat tersampaikan lebih akurat, dalam dan detail melalui artworks. Artworks cukup dibutuhkan untuk buku – buku yang berisi penjelasan detail dan membutuhkan bantuan visual untuk memperjelas isi buku seperti buku mengenai sistem kerja. 18 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(37) pencernaan manusia. Imajinasi pembaca dapat muncul dari adanya kehadiran artworks (hlm. 56 – 57).. b. Inzet Inzet berfungsi seperti halnya kaca pembesar. Inzet berbentuk elemen visual kecil yang menjelaskan informasi yang lebih detail dari elemen visual yang lebih besar. Caption ataupun callouts dapat ditambahkan untuk lebih memperjelas informasi yang ingin disampaikan (hlm. 61).. 3. Elemen yang tidak terlihat Rustan membagi elemen yang tidak terlihat menjadi 2, yakni margin dan grid yang diperlukan dalam merancang buku ilustrasi (hlm. 63). Meskipun tidak ditampilkan pada hasil akhir buku, elemen – elemen ini memiliki peran penting dalam membantu penulis menyusun komposisi pada setiap halaman buku sebagai berikut: a. Margin Margin merupakan batas yang mencegah elemen layout keluar dari area penempatannya. Batas ini dibuat untuk menghindari terpotongnya elemen layout ketika buku dicetak. Selain itu, menurut Graver dan Jura (2012) margin membantu pembaca agar mampu menangkap pusat perhatian yang ada pada halaman buku. Rustan menyatakan bahwa pengaturan jarak margin dapat. 19 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(38) disesuaikan dengan konsep desain yang dimiliki perancang (hlm. 64).. b. Grid Grid merupakan garis bantu yang berfungsi untuk mempermudah peletakan elemen visual dan menciptakan kesatuan layout. Grid dapat berupa garis vertikal maupun horizontal. Grid sebaiknya disesuaikan dengan banyaknya informasi yang ingin disampaikan karena menurut Lupton dan Philips (2015), grid bertugas untuk menuntun pembaca dalam membaca informasi. (hlm. 68). Tondreau (2009) membagi grid menjadi 5 jenis yaitu single column, two column, three column, multicolumn dan modular. Dari kelima jenis grid tersebut, penulis memilih modular grid sebagai panduan dalam merancang buku ilustrasi. a. Modular Grid. Gambar 2.5 Modular grid (https://gmellor182.files.wordpress.com/2013/05/grid.jpg). 20 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(39) Modular grid terdiri dari garis vertikal dan horisontal yang membentuk kotak dalam jumlah yang banyak. Modular grid dapat memudahkan penulis untuk mengatur letak gambar dan teks sesuai kebutuhan. Dengan menggunakan jenis grid ini, penulis juga dapat secara bebas namun konsisten dalam mengatur ukuran dan bentuk grid sesuai dengan elemen – elemen yang ingin diletakkan pada setiap halaman buku (hlm. 66, 70). Adapun prinsip – prinsip desain yang dibutuhkan dalam membuat layout menurut Rustan (2009, hlm. 76) dan Landa (2011, hlm. 25 – 34) ialah sebagai berikut: 1. Sequence Sequence berperan dalam menentukan arah baca pembaca dalam membaca buku. Arah baca secara umum mengikuti alur huruf Z, C, L, T, I, yaitu dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah. Selain itu, adanya emphasis seperti pembedaan ukuran dan warna pada elemen tertentu juga dapat mempengaruhi alur baca.. 2. Balance Balance merupakan pembagian bobot visual secara seimbang dengan seluruh elemen yang ada pada suatu komposisi. Pembagian secara seimbang tersebut dapat menciptakan keharmonisan dalam suatu karya. Bobot visual yang dimaksud pada karya dua dimensi. 21 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(40) menyangkut unsur daya tarik visual, tingkat kepentingan, serta emphasis visual itu sendiri. Bobot visual juga dipengaruhi oleh unsur – unsur lain seperti ukuran, bentuk, value, warna, tekstur hingga posisi. Simetris dan asimetris juga termasuk kedalam balance. Simetris merupakan keadaan dimana besar dan letak porsi visual pada bagian kiri dan kanan suatu karya sama. Asimetris merupakan keadaan dimana besar dan letak porsi visual pada bagian kiri dan kanan suatu karya tidak sama. Meskipun bersifat asimetris, unsur – unsur pada elemen yang ada harus berlawanan satu sama lain agar mencapai keseimbangan (hlm. 25 – 28).. 3. Emphasis Emphasis digunakan untuk menyusun tata letak elemen – elemen terpenting hingga kurang penting pada sebuah karya. Untuk menarik perhatian pembaca dapat dilakukan dengan memisahkan satu elemen dari elemen – elemen lainnya, menempatkan elemen utama pada foreground, pojok kiri atas, atau pusat bidang karya, serta mengatur ukuran besar atau kecil elemen untuk memberikan kesan di depan atau di belakang. Selain itu, permainan kontras serta penambahan petunjuk seperti tanda panah dapat pula mengarahkan perhatian pembaca pada suatu elemen (hlm. 29).. 22 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(41) 4. Unity Unity tercipta ketika adanya hubungan antara barisan elemen, objek, dan tepi pada suatu komposisi yang dapat dilihat atau dirasakan. Unity juga dapat didasarkan oleh gestalt. Hukum – hukum gestalt seperti similarity, proximity, continuity, closure dapat membantu dalam membangun unity pada sebuah komposisi. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menciptakan unity ialah warna, tipografi serta peletakan ilustrasi (hlm. 31 – 34).. Gambar 2.6 Contoh layout cover buku (https://spark.adobe.com/images/landing/examples/how-to-book-cover.jpg). 2.1.3.2. Tipografi Selain ilustrasi, teks juga termasuk kedalam bagian dari buku ilustrasi. Untuk. menyesuaikan. teks. dengan. konsep. perancangan,. penulis. 23 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(42) membutuhkan pengetahuan mengenai tipografi. Menurut Sihombing (2010) tipografi merupakan sebuah disiplin ilmu seni yang mempelajari tentang pengetahuan mengenai huruf (hlm. 2). Cullen (2012) menyebutkan bahwa tipografi adalah cikal bakal munculnya bahasa (hlm. 12). Menurut Landa et al. (2007) jenis tipografi berdasarkan fungsinya dibagi menjadi 2 yaitu display type dan text type. Display type merupakan tipografi yang digunakan pada judul, sedangkan text type merupakan tipografi yang digunakan pada bodytext (hlm. 132). Landa et al. melanjutkan bahwa selain itu, terdapat jenis tipografi menurut karakter huruf yakni serif, sans-serif, dan script. Disesuaikan dengan konsep perancangan buku ilustrasi yang ditujukan untuk remaja, penulis mengambil jenis tipografi sebagai berikut (hlm. 132).:. Gambar 2.7 Contoh serif dan sans-serif (https://visualhierarchy.co/blog/wp-content/uploads/2015/07/serif-sansserif.jpg). 24 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(43) 1. Sans-serif Pemilihan jenis tipografi ini didasarkan pada kesesuaiannya dengan karakter target perancangan buku yang merupakan remaja generasi masa kini. Menurut Rustan (2011), jenis tipografi ini dapat memberi kesan moderen (hlm. 49). Landa et al. menyatakan bahwa jenis tipografi sans-serif terdiri dari huruf – huruf yang tidak memiliki kait sehingga ketebalannya sama. Contoh dari jenis tipografi ini adalah Segoe UI, Futura Book dan Arial. 2.1.3.3. Warna Menurut Linschoten dan Drs. Mansyur (2007), warna merupakan salah satu unsur yang penting, terutama dalam kegiatan seni atau desain. Warna memiliki daya tarik terhadap indera maupun emosi. Selain itu, warna juga dapat memberikan kesan realis serta berdimensi. Warna tidak hanya dapat dinikmati estetikanya tetapi juga dapat mempengaruhi tindakan, perilaku hingga persepsi estetik seseorang (hlm. 48).. Gambar 2.8 Color palette (https://content.linkedin.com/color-palette-order.png). 25 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(44) Menurut Tillman (2011), setiap usia memiliki warna tersendiri. Dalam menentukan warna, beliau menghimbau untuk menyesuaikan warna dengan usia target pembaca buku. Perancangan buku yang akan dibuat penulis tertuju pada remaja berusia 14 – 17 tahun dimana menurut Tillman, remaja usia tersebut mulai menyukai banyak warna (hlm. 104). Merujuk. kepada. penderita. sleep. paralysis. yang. kerap. diliputi. kebingungan, rasa cemas, takut dan khawatir maka penulis menggunakan teori warna yang dikemukakan oleh dr. Hemant Mittal (2017) yang mengkategorikan 6 warna berdasarkan fungsi psikologisnya, yaitu: 1. Biru Warna. biru. dapat. membantu. menenangkan. pikiran,. mengontrol detak jantung, menurunkan tekanan darah tinggi serta mengurangi kegelisahan.. 2. Hijau Warna hijau dapat menenangkan dan menyejukkan karena warna hijau merupakan representasi dari alam. Warna hijau dapat. membantu. seseorang. untuk. melepaskan. kegelisahannya.. 3. Pink Warna pink dapat memberikan perasaan tentram yang dapat menyeimbangkan energi di dalam tubuh.. 26 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(45) 4. Ungu Warna ungu dapat menyeimbangkan emosi sehingga dapat memberikan ketenangan jiwa. 5. Abu – abu Warna abu – abu dapat menenangkan suasana, terlebih lagi jika dikombinasikan dengan warna biru atau putih.. 6. Kuning Warna kuning dapat membantu memberikan energi positif melalui karakternya yang ceria dan enerjik.. 2.2.. Sleep Paralysis. Sleep paralysis berasal dari Bahasa Inggris “sleep” yang berarti tidur, serta “paralysis” yang berarti kelumpuhan sehingga dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kelumpuhan tidur. Sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal sleep paralysis dengan sebutan “ketindihan”. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Grayman et al. dikutip Adler (2011), di Indonesia, seperti contohnya di Aceh, sleep paralysis dikenal dengan nama “digeunton” atau “dicekek” oleh jin (hlm. 14). Grayman et al. (2009) meneliti bahwa anggapan masyarakat Aceh tersebut merupakan bentuk dari adanya memori yang tersimpan akibat peristiwa pemberontakan Aceh dalam memperoleh kemerdekaan dari Indonesia pada tahun 1976 hingga 2005.. 27 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(46) Adler (2011) menyebutkan bahwa selain Indonesia, terdapat beberapa negara lain yang memiliki istilah tersendiri untuk sleep paralysis. Di Kanada, sleep paralysis dikenal dengan sebutan “Old Hag” mendeskripsikan penyihir (hag) yang menduduki dada seseorang ketika tengah tertidur sehingga mengakibatkan perasaan tertekan di dada. Selain itu, di Jepang, sleep paralysis dikenal dengan sebutan “kanashibari”, “kana” berarti logam sedangkan “shibari” berarti terikat sehingga dalam Bahasa Indonesia berarti terikat dengan logam. Ketika mengalami sleep paralysis, sebagian masyarakat Jepang melihat kemunculan tokoh fiksi sadako yang berasal dari buku “Ringu” serta orang yang tidak dikenal. Berdasarkan hal diatas, para peneliti menyimpulkan bahwa kepercayaan – kepercayaan menurut kebudayaan mengenai sleep paralysis yang ada di setiap negara hampir sama sehingga tidak dapat dikaitkan dengan penyebab dari terjadinya sleep paralysis secara logika (hlm. 24). Cox (2015) mengatakan bahwa setelah berkembangnya jaman, istilah sleep paralysis mulai digunakan, tepatnya mulai tahun 1928. Tim medis meneliti bahwa sleep paralysis terjadi karena manusia terbangun atau tersadarkan dalam tahap tidur Rapid Eye Movement (REM) atau tahap tidur nyenyak. Otot – otot manusia mengalami kelumpuhan pada tahap tidur nyenyak untuk mencegah manusia bergerak sesuai dengan yang dilakukan di dalam mimpi yang menyebabkan seseorang kesulitan menggerakan tubuh ketika mengalami sleep paralysis.. 28 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(47) 2.2.1. Proses Terjadinya Sleep Paralysis Iber et al. dikutip Adler (2011) mengatakan bahwa dibutuhkan waktu selama 90 menit untuk seseorang tertidur pulas. Dalam tahap tidur REM, terdapat 4 tahapan yakni 3 tahap NREM (Non REM) dan 1 tahap REM. Sleep paralysis terjadi ketika dalam tahap tidur REM, 4 tahapan tidur REM yakni tiba-tiba tidak berjalan sesuai urutan yaitu tahap REM yang tiba-tiba melompat ke tahap 1 NREM. Tahapan tidur yang tidak berurutan tersebut menyebabkan ketidak selarasan antara kondisi tubuh dan pikiran. Tubuh telah tertidur karena pada tahap tidur REM, sistem otot telah melumpuh sedangkan, pikiran belum tertidur sepenuhnya (hlm. 77 – 78). Hufford dan Ness dikutip Adler (2011) mengatakan bahwa keadaan tersebut yang kemudian dapat memunculkan perasaan terbangun, tidak dapat bergerak, kebingungan dan gelisah (hlm. 79). Douglas dan Polo dikutip Adler (2011) mengatakan bahwa kelumpuhan otot pada tahap tidur REM mempengaruhi kinerja dada dalam menghirup udara. Selain itu, menurut Cheyne et al. dikutip Adler (2011) pernapasan yang cepat dan dangkal, kekurangan oksigen, kandungan karbondioksida yang tinggi dalam darah, hingga hambatan pada saluran pernapasan juga dapat terjadi selama berlangsungnya tahap tidur REM. Kedua hal tersebut yang seringkali menyebabkan seseorang merasa sesak napas saat mengalami sleep paralysis serta penyebab kematian mendadak saat seseorang sedang tertidur (hlm.80).. 2.2.2. Ciri-ciri Terjadinya Sleep Paralysis Menurut Hurd (2010) terdapat beberapa ciri-ciri umum ketika seseorang mengalami sleep paralysis. Ciri-ciri tersebut ialah (hlm. 6):. 29 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(48) 1. Sulit menggerakan tubuh. 2. Bagian dada, leher dan perut serasa tertekan. 3. Kesulitan bernapas. 4. Perasaan takut yang kuat. 5. Mendengar suara, melihat sesuatu yang ganjil, atau merasa disentuh. 6. Muncul sensasi gravitasi yang aneh.. 2.2.3. Pemicu Terjadinya Sleep Paralysis Adler (2010) mengatakan bahwa para peneliti berpendapat sleep paralysis terjadi karena dipengaruhi oleh kondisi psikologis atau mental seseorang. Ciri – ciri yang ada saat mengalami sleep paralysis seperti mendengar suara atau melihat sosok merupakan ekspresi dari kondisi psikis seseorang. Pemicu umum terjadinya sleep paralysis ialah (Hurd, 2010, hlm. 6): 1. Tidur telentang. 2. Kelebihan mengonsumsi kafein. 3. Perubahan pola hidup menyebabkan jadwal tidur tidak teratur. 4. Tingkat kegelisahan yang tinggi. 5. Penggunaan obat tertentu seperti obat untuk penderita ADHD.. 30 Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(49) BAB III METODOLOGI 3.1. Metodologi Pengumpulan Data Dalam proses perancangan buku ilustrasi mengenai gangguan tidur sleep paralysis, penulis mengumpulkan data dengan metode kualitatif yakni wawancara dan observasi serta metode kuantitatif yakni menyebarkan kuesioner tertutup. 3.1.1. Wawancara Menurut Subagyo (2015), wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menanyakan pertanyaan – pertanyaan pada responden untuk mendapatkan informasi terkait topik yang diteliti (hlm. 39). Sugiyono dikutip Fatimah (2013) membagi wawancara menjadi 3 jenis yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur, dan wawancara tak berstruktur. Penulis melakukan wawancara tak berstruktur yakni merupakan wawancara yang dilakukan hanya dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan inti yang kemudian dapat berkembang sesuai jawaban pihak yang diwawancarai (hlm. 9). Wawancara tak berstruktur dilakukan kepada 3 kategori narasumber yakni: 1. Wawancara dengan ahli Wawancara pertama dilakukan dengan Brama Andika S.Psi., C.Ht. selaku konselor dan hipnoterapis. Wawancara dilakukan pada tanggal 6 September 2017 di kediaman beliau yang berlokasi di Cirebon. Dari wawancara ini, penulis mendapatkan data berupa pengetahuan seputar. 31. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(50) gejala, penyebab, dampak serta cara mencegah dan mengatasi sleep paralysis.. Gambar 3.1 Wawancara dengan Brama Andika, S.Psi., C.Ht.. Menurut Brama Andika S.Psi., C.Ht., gejala sleep paralysis terjadi ketika kita terbangun dari tidur tetapi tubuh terasa kaku, tidak dapat bergerak. Secara umum, ada 4 gelombang otak yakni beta, alpha, theta, dan delta. Saat manusia tertidur, seharusnya ia melewati 4 tahap itu secara bertahap dan berurutan. Tahap akhir (delta) merupakan tahap tidur nyenyak (Rapid Eye Movement). Lalu, terdapat pula 2 sistem yang sama-sama melewati 4 tahap tersebut, yaitu sistem pikiran dan sistem fisik (tubuh). Dalam melewati keempat tahap tersebut, seharusnya tubuh dan pikiran berjalan bersamaan. Sleep paralysis terjadi ketika sistem tubuh mendahului sistem pikiran yang masih berjalan sesuai tahap yang seharusnya yang menyebabkan seseorang tersadarkan namun tidak dapat bergerak karena tubuhnya sudah tertidur.. 32. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(51) Andika melanjutkan bahwa ketidak selarasan berjalannya sistem pikiran dengan sistem tubuh dapat dipicu oleh adanya kelelahan fisik, seperti terlalu lelah secara fisik juga secara mental, seperti stres akibat banyak pikiran, terkait apapun tergantung situasi dan kondisi si penderita. Ketika seseorang merasa sangat lelah, tubuh dapat memberikan peringatan bahwa ia membutuhkan istirahat, salah satunya dengan tidur. Oleh karena itu, dalam proses tidur, sistem fisik (tubuh) lebih cepat “mati” daripada sistem pikiran, karena tubuh yang biasanya lebih peka terhadap rasa lelah. Mengenai kemunculan sosok – sosok atau suara – suara ketika sleep paralysis terjadi pada seseorang yang seringkali dianggap merupakan roh jahat menurut Andika hanya disebabkan oleh adanya halusinasi saja. Halusinasi terbentuk dari mindset atau stereotype yakni kepercayaan – kepercayaan yang sudah tertanam dalam diri manusia sejak lahir. Sebagai contoh, jika seseorang sedari kecil gemar menonton film horor atau sering mendengar cerita horor dari lingkungan sekitar, maka secara tidak sengaja dapat membentuk wujud hantu di benak orang tersebut. Dari pengalaman – pengalaman tersebut, wujud hantu yang telah tertanam dalam benak seseorang tersebut dapat muncul dalam halusinasinya. Selama pengalaman Andika menjalankan prakteknya di dua kota yakni Cirebon dan Jakarta tepatnya di PIK, sebagian besar penderita berdomisili di Jakarta. Andika berpendapat bahwa pola hidup 33. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(52) yang lebih kompleks di Jakarta dapat merupakan faktor pemicu gangguan tidur sleep paralysis lebih banyak terjadi di kalangan masyarakatnya. Namun, sebagian besar penderita tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan tidur yang disebut sleep paralysis tersebut. Para penderita hanya mengeluh cemas dan takut ketika tiba – tiba dihadapkan pada situasi terbangun dari tidur namun tidak dapat bergerak maupun berbicara dan kejadian tersebut berlanjut pada hari atau minggu berikutnya sehingga mengganggu pola tidur mereka. Andika membenarkan bahwa usia awal rata-rata penderita mengalami sleep paralysis pertama kali yaitu 14 – 17 tahun, dimana usia tersebut masuk kedalam kategori remaja dengan pola pikir abstrak yang mulai berkembang sehingga jalan pikir lebih kompleks. Menurut Andika, meskipun terlihat tidak membahayakan, sleep paralysis cukup patut untuk diwaspadai. Seseorang yang terlalu sering mengalami sleep paralysis tentu porsi dan kualitas tidurnya akan semakin menurun yang dapat menyebabkan kesehatan fisik ikut menurun, karena tidur merupakan proses istirahat tubuh. Sedangkan dari sisi mental, pada saat kualitas tidur kurang baik maka dapat menyebabkan pola pikir tidak fresh sehingga memungkinkan seseorang menjadi lebih sensitif yang kemudian dapat mengganggu aktiftas sehari – hari seperti berkomunikasi dengan sesama. Jika tidak ditangani dalam jangka panjang, faktor – faktor tersebut dapat menyebabkan timbulnya depresi. Seiring berjalannya waktu, depresi yang dibiarkan terlalu lama 34. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(53) kemudian dapat menimbulkan halusinasi karena masalah psikologis memiliki rantai yang cukup panjang. Berawal dari halusinasi, penyakit mental seperti skizofernia dan bipolar dapat terjadi pada penderita. Mengenai cara mencegah sleep paralysis, Andika menyarankan untuk menghindari aktivitas yang dapat memicu kelelahan berlebihan. Selain itu, penderita dapat mencoba menenangkan diri sebelum tidur serta rutin berolahraga agar tubuh menjadi lebih fit secara psikis maupun fisik sehingga tubuh tidak mudah kelelahan. Jika sleep paralysis terjadi, penderita dapat mencoba untuk menggerakan otot terkecil seperti jari tangan dan menghindari kepanikan karena panik hanya akan memperpanjang waktu terjadinya sleep paralysis.. Wawancara kedua dilakukan dengan dr. Jerry, Sp. S selaku dokter saraf. Wawancara dilakukan pada tanggal 7 September 2017 di tempat beliau praktek yakni Rumah Sakit Putera Bahagia, Cirebon. Dari wawancara ini, penulis mendapatkan data berupa pengetahuan seputar gejala, penyebab, serta cara mencegah sleep paralysis.. Gambar 3.2 Wawancara dengan dr. Jerry Sp. S. 35. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(54) Menurut dr. Jerry, Sp. S, sleep paralysis bisa terjadi karena reaksi histeris atau dapat disebut dengan reaksi konversi yang menyangkut kondisi psikis. Reaksi histeris ini ditandai dengan tubuh yang tiba-tiba terasa kaku, tidak dapat bergerak namun tersadarkan. Ketidak mampuan untuk bergerak tersebut disebabkan oleh otot – otot tubuh yang melumpuh untuk menghindari seseorang bergerak sesuai mimpinya ketika tidur. Adapun kemungkinan penyebab lain ialah adanya serangan kejang saat tidur. Kejang ini diakibatkan oleh kekurangan oksigen atau gelombang otak yang konslet ketika tidur. Kekurangan oksigen dapat disebabkan oleh posisi tidur terlentang (supine) yang mengakibatkan lidah jatuh ke belakang dan menghalangi jalur pernapasan. Penyebab lain terjadinya sleep paralysis ialah kelelahan, banyak pikiran, stres, pola tidur yang tidak teratur dan kurang tidur. Mengenai kepercayaan beberapa orang yang menyebutkan bahwa sleep paralysis disebabkan oleh roh jahat dibantah oleh dr. Jerry. Tim kedokteran tidak memungkiri adanya kasus kesurupan namun beliau menegaskan bahwa sleep paralysis berbeda dengan kesurupan atau dalam istilah kedokteran disebut dengan “trance”. Terdapat logika untuk menjawab penyebab medis terjadinya sleep paralysis serta telah adanya penelitian jurnal kesehatan mengenai hal tersebut. Sebagai pencegahan, dr. Jerry menyarankan untuk menghindari faktor – faktor penyebab terjadinya sleep paralysis baik dari dalam diri 36. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(55) maupun dari luar. Hal tersebut dapat dibantu dengan menulis diari tidur untuk mencatat jadwal tidur, durasi tidur serta aktifitas apa saja yang dilakukan sebelum tidur. Dari catatan – catatan tersebut dapat diketahui faktor apa yang menyebabkan terjadinya sleep paralysis dan faktor mana yang dapat meminimalisir terjadinya sleep paralysis. Perihal posisi tidur, penderita dihimbau untuk menghindari posisi tidur terlentang. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah dengan melakukan olahraga (fisik), olah otak (belajar), olah jiwa (meditasi).. Wawancara ketiga dilakukan dengan dr. Indrajati Gani selaku dokter umum. Wawancara dilakukan pada tanggal 7 September 2017 di kediaman beliau yang berlokasi di Bima Indah Estate, Cirebon. Dari wawancara ini, penulis mendapatkan data berupa pengetahuan seputar gejala, penyebab, serta cara mencegah sleep paralysis.. Gambar 3.3 Wawancara dengan dr. Indrajati Gani. 37. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(56) Menurut dr. Indrajati, secara mental, penyebab terjadinya sleep paralysis dapat berasal dari kondisi fisik dan psikis. Secara fisik, penyebab sleep paralysis dapat berhubungan dengan sistem saraf serta detak jantung yang lebih meningkat dari biasanya. Secara psikis, sleep paralysis dapat timbul pada seseorang dengan kondisi sedang mengejar target baik dari aspek pendidikan maupun pekerjaan yang menyebabkan stres sehingga mengganggu waktu tidur. Adanya masalah dengan keluarga atau teman, kurang tidur dan jadwal tidur yang tidak tentu juga dapat menjadi penyebab terjadinya sleep paralysis. Mengenai hal – hal mistis yang kerap dianggap sebagai penyebab terjadinya sleep paralysis juga dibantah oleh dr. Indrajati. Menurutnya, terjadinya sleep paralysis berakar dari sugesti dan kondisi pribadi masing – masing penderita ditambah lagi telah adanya penelitian medis mengenai hal tersebut. Lebih lanjut lagi mengenai usia penderita, menurut beliau sleep paralysis rentan terjadi pada usia 17 – 25 tahun karena adanya perubahan pola hidup, seperti ketika mulai memasuki SMA hingga kuliah, dengan pelajaran yang semakin sulit dan mulai serius memikirkan tujuan hidup. Menurutnya, sleep paralysis lebih banyak terjadi di daerah perkotaan karena tuntutan hidup yang lebih tinggi. Sebagai pencegahan terjadinya sleep paralysis, dr. Indrajati menghimbau untuk lebih dapat mengontrol pikiran dan gaya hidup dengan tidak terlalu memforsir diri dalam melakukan setiap kegiatan. 38. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(57) Selain itu, berusaha untuk memiliki waktu istirahat yang cukup dan berolahraga. Dengan berolahraga, tubuh manusia dapat memproduksi hormon endorphin yaitu hormon yang menyebabkan munculnya rasa gembira.. Kesimpulan dari wawancara dengan para ahli ialah bahwa terjadinya sleep paralysis disebabkan oleh tahap tidur yang tidak berlangsung semestinya serta kondisi fisik dan psikis yang kurang baik. Sleep paralysis umumnya terjadi pertama kali pada usia 14 – 17 tahun karena adanya perubahan pola hidup yang mulai meningkat pada usia tersebut. Terlalu sering mengalami sleep paralysis dapat menyebabkan timbulnya depresi, halusinasi berlebihan, kemudian penyakit mental seperti skizofernia dan bipolar. Pencegahan yang dapat dilakukan ialah dengan mengontrol pikiran dan gaya hidup sehingga tidak memicu kelelahan berlebihan, menenangkan diri sebelum tidur, menulis diari tidur, rutin berolahraga, serta menghindari posisi tidur terlentang. Cara mengatasi ketika sleep paralysis terjadi dapat dengan menggerakan otot terkecil seperti jari tangan serta menghindari kepanikan.. Selain mewawancarai konselor, dokter saraf dan dokter umum, penulis juga mewawancarai dua psikolog pendidikan yang ada di Universitas Multimedia Nusantara yakni Hadyan Dhiozandi, M.Psi., Psikolog dan Leonarda Anggia, M.Psi., Psikolog. Wawancara dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2014 di Universitas Multimedia Nusantara. Dari wawancara 39. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(58) ini, penulis mendapatkan data berupa karakteristik remaja serta kurikulum belajar remaja usia 14 – 17 tahun.. Gambar 3.4 Wawancara dengan Hadyan Dhiozandi M.Psi., Psikolog dan Leonarda Anggia, M.Psi., Psikolog. Menurut psikolog Hadyan, pada jenjang SMP dan SMA, remaja mulai memasuki masa pencarian identitas dimana mereka mencoba untuk mencari hal baru yang ada di luar rumah. Para remaja tersebut mulai menemukan lingkungan baru yaitu peer group yang dapat memenuhi kebutuhan yang tidak dapat mereka peroleh di rumah. Peer group umumnya berisi teman – teman sebaya yang memiliki minat atau hobi yang sama yang digunakan remaja sebagai identitas mereka. Dalam lingkaran peer group tersebut, para remaja dapat saling berbagi dan saling mendukung. Peer group dapat pula berdampak negatif jika 40. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(59) seorang remaja lebih mendengarkan saran dari peer group daripada nasihat orang tua, apalagi jika kelompok tersebut memberikan pengaruh negatif. Menurut psikolog Anggia, remaja memiliki pola pikir abstrak atau imajinatif. Imajinatif memiliki arti dimana remaja dapat membayangkan segala sesuatu tanpa perlu melihat secara langsung atau diajarkan. Ketika remaja diberitahu mengenai suatu hal, mereka dapat mengerti dan mengembangkannya. Selain itu, remaja juga bersifat impulsif dimana mereka melakukan sesuatu tanpa memikirkan konsekuensinya. Psikolog Hadyan menambahkan bahwa remaja sudah mulai berani mencoba dan mengambil resiko dalam bertindak dan berperilaku. Psikolog Anggia melanjutkan bahwa remaja memiliki emosi yang belum stabil. Ketidakstabilan emosi tersebut disebabkan oleh kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki remaja belum optimal. Remaja lebih mudah terpengaruh oleh hal emosional sehingga kurang mampu berpikir secara logis. Psikolog Hadyan kembali menambahkan bahwa gejolak emosi yang terjadi pada fase remaja juga dapat dipengaruhi oleh pubertas yakni perubahan hormon yang berpengaruh pada fungsi seksual, fisik, sifat dan perilaku. Remaja bertindak kritis terhadap aturan yang diterapkan pada dirinya sehingga rata-rata remaja tidak suka diatur khususnya oleh orang tua. Mengenai perbedaan lakilaki dan perempuan, psikolog Hadyan mengatakan bahwa pada struktur 41. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(60) otak laki-laki dan perempuan ada suatu bagian yang mengatur emosi. Emosi pada wanita diketahui berkembang lebih jauh daripada emosi pada laki-laki sehingga wanita lebih peka dalam hal emosi sedangkan laki-laki lebih bersifat logis. Mengenai kebiasaan membaca pada remaja, psikolog Anggia berpendapat bahwa hal tersebut bergantung pada lingkungan dimana remaja tersebut tumbuh dan berkembang seperti karakteristik sekolah. Jika tuntutan akademis yang diterima cukup tinggi, tentu porsi kegiatan membaca dan belajar lebih besar. Karakteristik sekolah demikian dapat memicu remaja untuk menyukai kegiatan membaca demi memperluas informasi dan wawasan mengingat adanya persaingan yang ketat antara teman sekolah. Selain itu, latar belakang keluarga juga dapat mempengaruhi kebiasaan seorang remaja terkait membaca. Jika dalam keluarga mereka ditanamkan budaya membaca serta terfasilitasi, maka remaja tersebut dapat memiliki minat baca yang tinggi. Menurut psikolog Hadyan, rata-rata remaja tidak menyukai bacaan yang terlalu panjang. Remaja lebih menyukai bacaan singkat, oleh karena itu hampir semua remaja lebih memilih membaca ringkasan atau intisari setiap membaca buku teks. Mengenai kurikulum pembelajaran, psikolog Anggia mengatakan bahwa memasuki kelas SMP hingga SMA, remaja di Indonesia sudah dituntut untuk mampu membaca paragraf karena secara kognitif mereka sudah dianggap mumpuni. Namun, dalam prakteknya, rata-rata remaja di Indonesia 42. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(61) masih kesulitan dalam menangkap inti atau menarik kesimpulan dari suatu bacaan. Hal tersebut disebabkan remaja memiliki kemampuan problem solving yang belum sempurna sehingga dengan dihadirkannya buku informasi dengan paragraf singkat dan learning point serta ilustrasi. dapat. membantu. mereka. dalam. memahami. suatu. permasalahan. Psikolog Hadyan menambahkan bahwa sifat remaja yang serba ingin tahu dapat dijadikan acuan dalam menghadirkan judul dan cover buku yang lebih bersifat menarik perhatian dan memancing rasa penasaran remaja. Selain itu, beliau mengatakan bahwa dalam merancang buku untuk remaja lebih baik menggunakan bahasa artikel atau bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Mengenai gangguan tidur, psikolog Hadyan mengatakan bahwa gangguan tidur termasuk sleep paralysis dapat berdampak negatif pada remaja. Dampak negatif tersebut berupa penurunan kualitas tidur yang mengakibatkan turun pula konsentrasi sehingga mengakibatkan remaja menjadi kurang fokus dalam mengikuti kegiatan belajar. Psikolog Anggia menambahkan bahwa gangguan tidur juga dapat mempengaruhi emosi remaja. Tidur merupakan kebutuhan biologis, ketika kebutuhan biologis yang paling dasar tidak terpenuhi makan dapat sangat mempengaruhi emosi. Pengaruh tersebut dapat berupa penurunan mood atau badmood serta dapat pula menyebabkan seorang remaja menjadi sangat diam atau pasif.. 43. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(62) Kesimpulan dari wawancara dengan psikolog diatas ialah rata-rata remaja tidak menyukai membaca paragraf yang terlalu panjang meskipun secara kurikulum, remaja telah dituntut untuk membaca dan memahami banyak paragraf. Di Indonesia, rata-rata remaja masih mengalami kesulitan dalam menangkap inti atau menarik kesimpulan dari suatu bacaan. Oleh karena itu, psikolog menyarankan penulis untuk mengemas konten buku ke dalam paragraf singkat yang dapat disertai learning point dan ilustrasi sehingga dapat lebih membantu mereka dalam memahami permasalahan yang dibahas. Oleh karena buku yang dirancang penulis ialah buku psikologi dan kesehatan, psikolog juga menyarankan untuk lebih menyederhanakan penggunaan bahasa dengan bahasa sehari-hari agar lebih mudah untuk dipahami. Para psikolog yang penulis wawancarai mengaku bahwa buku yang akan penulis rancang cukup diperlukan oleh remaja mengingat gangguan tidur sleep paralysis seringkali dipandang negatif dan belum banyak dibahas padahal gangguan tidur tersebut memiliki pengaruh negatif.. 2. Wawancara dengan Kepala Redaksi PT Elex Media Komputindo Wawancara dilakukan dengan Ibu Retno Kristy selaku Kepala Redaksi PT Elex Media Komputindo. Wawancara dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2017 di kediaman beliau di Kelapa Dua, Tangerang. Dari wawancara ini, penulis mendapatkan data seputar kategori, ukuran,. 44. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

(63) jumlah halaman, bahan, teknik finishing serta strategi dalam merancang sebuah buku sesuai standar redaksi.. Gambar 3.5 Wawancara dengan Ibu Retno Kristy. Dalam proses wawancara, Ibu Retno menjelaskan bahwa pada dasarnya, kategori buku terbagi menjadi dua bagian, yaitu buku fiksi dan buku non fiksi. Setelah menjelaskan topik tugas akhir yang dibahas oleh penulis, beliau mengkategorikannya sebagai buku non fiksi. Beliau melanjutkan bahwa buku non fiksi dibagi lagi menjadi banyak bagian seperti buku anak, buku edukasi, buku insprasi, buku kesehatan, buku motivasi, buku menejemen, buku komputer dan masih banyak lagi. Mengenai ukuran buku, Ibu Retno menyebutkan bahwa ukuran umum untuk buku ilustrasi ialah 19 cm x 23 cm agar lebih leluasa dalam meletakkan elemen – elemen layout khusunya ilustrasi serta jumlah halaman minimal 32 halaman. Beliau melanjutkan mengenai standar bahan buku untuk halaman isi sebuah buku ilustrasi ialah kertas HVS 80 sampai 100 gr. Untuk buku ilustrasi dengan warna block atau solid, lebih baik menggunakan kertas HVS 100 gr agar warna pada setiap halaman tidak menembus. Sedangkan, bahan untuk cover buku 45. Perancangan Buku Illustrasi..., Sylvia Sulistio, FSD UMN, 2018.

Gambar

Ilustrasi  banyak  dimanfaatkan  buku  pendidikan,  buku  pengetahuan  alam,  buku  kedokteran  dan  ensiklopedia  untuk  kebutuhan  dokumentasi
Gambar 2.7 Contoh serif dan sans-serif
Gambar 2.8 Color palette
Gambar 3.1 Wawancara dengan Brama Andika, S.Psi., C.Ht.
+7

Referensi

Dokumen terkait