• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apa itu Radikalisme.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Apa itu Radikalisme.docx"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

RADIKALISME RADIKALISME

 A

 Ap

p

a

a

ka

kah

h

ya

y

a

ng d

ng d

i

im

m

a

a

ksud

ksud

d

d

e

e

nga

ngan

n

rad

rad

i

ika

kalism

lism

e

e

?

?

Pengertian Paham Radikalisme

Pengertian Paham Radikalisme

Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan  perubahan

 perubahan atau atau pembaharuan pembaharuan social social dan dan politik politik dengan cdengan cara ara kekerasan kekerasan atau atau drastis. drastis. Namun,Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu Radikalisme Menurut Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh Sementara itu Radikalisme Menurut Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.  Namun

 Namun bila bila dilihat dilihat dari dari sudut sudut pandang pandang keagamaan keagamaan dapat dapat diartikan diartikan sebagai sebagai pahampaham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham / aliran tersebut keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham / aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham / aliran untuk menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham / aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara  paksa

 paksa

Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.

kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.

Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris.Tapi ia Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris.Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme adalah sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. defenisi Dawinsha lebih nyata kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. defenisi Dawinsha lebih nyata  bahwa

 bahwa radiklisme radiklisme itu itu mengandung mengandung sikap sikap jiwa jiwa yang yang membawa membawa kepada kepada tindakan tindakan yangyang  bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan  bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan  baru.Makna

 baru.Makna yang yang terakhir terakhir ini, ini, radikalisme radikalisme adalah adalah sebagai sebagai pemahaman pemahaman negatif negatif dan dan bahkanbahkan  bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan.

 bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan.

Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar radix yang Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar radix yang artinya akar (pohon). Makna kata akar (pohon), dapat diperluas kembali sehingga memiliki artinya akar (pohon). Makna kata akar (pohon), dapat diperluas kembali sehingga memiliki arti pegangan yang kuat, keyakinan, pencipta perdamaian dan ketenteraman. Kemudian kata arti pegangan yang kuat, keyakinan, pencipta perdamaian dan ketenteraman. Kemudian kata tersebut dapat dikembangkan menjadi kata radikal, yang berarti lebih adjektif. Sehingga tersebut dapat dikembangkan menjadi kata radikal, yang berarti lebih adjektif. Sehingga dapat dipahami secara

dapat dipahami secarakilat kilat , bahwa orang yang berpikir radikal pasti memiliki pemahaman, bahwa orang yang berpikir radikal pasti memiliki pemahaman secara lebih detail dan mendalam, layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam secara lebih detail dan mendalam, layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam mempertahankan kepercayaannya. Memang terkesan tidak umum, namun hal inilah mempertahankan kepercayaannya. Memang terkesan tidak umum, namun hal inilah yang menimbulkan kesan menyimpang di masyarakat. Setelah itu, penambahan sufiks yang menimbulkan kesan menyimpang di masyarakat. Setelah itu, penambahan sufiks  –  –  isme, memberikan makna tentang pandangan hidup (paradigma), sebuah faham, dan isme, memberikan makna tentang pandangan hidup (paradigma), sebuah faham, dan keyakinan atau ajaran. Penggunaannya juga sering disambungkan dengan suatu aliran atau keyakinan atau ajaran. Penggunaannya juga sering disambungkan dengan suatu aliran atau kepercayaan tertentu.

kepercayaan tertentu.

Pengertian radikalisme menurut bahasa yaitu paham atau aliran yang mengingikan Pengertian radikalisme menurut bahasa yaitu paham atau aliran yang mengingikan  perubahan atau pembaharuan social dan politik deng

 perubahan atau pembaharuan social dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.an cara kekerasan atau drastis.

Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai radikalisme menurut beberapa ahli. Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai radikalisme menurut beberapa ahli. 1.

(2)

Dawinsha mengemukakan bahwa defenisi radikalisme adalah sikap dari jiwa yang Dawinsha mengemukakan bahwa defenisi radikalisme adalah sikap dari jiwa yang membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru.

kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru. 2.

2. Ketua umum Dewan Masjid Indonesia, Dr. dr. KH. Tarmidzi TaherKetua umum Dewan Masjid Indonesia, Dr. dr. KH. Tarmidzi Taher

Memberikan komentarnya tentang radikalisme bemakna positif, yang memiliki makna Memberikan komentarnya tentang radikalisme bemakna positif, yang memiliki makna tajdid (pembaharuan) dan islah (peerbaikan), suatu spirit perubahan menuju kebaikan. tajdid (pembaharuan) dan islah (peerbaikan), suatu spirit perubahan menuju kebaikan. Hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara para pemikir radikal sebagai seorang Hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara para pemikir radikal sebagai seorang  pendukung reformasi jangka

 pendukung reformasi jangka panjang.panjang.

Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme merupakan tantangan baru bagi Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme merupakan tantangan baru bagi kalangan masyarakat untuk menjawabnya. Isu radikalisme ini sebenarnya sudah lama kalangan masyarakat untuk menjawabnya. Isu radikalisme ini sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacana internasional. Munculnya radikalisme pertama kali mencuat di permukaan wacana internasional. Munculnya radikalisme pertama kali diperkeisakan sekitar abad ke-19 dan terus berkembang sampai sekarang. Dalam tradisi barat diperkeisakan sekitar abad ke-19 dan terus berkembang sampai sekarang. Dalam tradisi barat sekuler hal ini ditandai dengan keberhasilan industrialisasi pada hal-hal positif di satu sisi sekuler hal ini ditandai dengan keberhasilan industrialisasi pada hal-hal positif di satu sisi tetapi negative disisi yang lain.

tetapi negative disisi yang lain.

 A

 Ap

p

a

a

ka

kah

h

t

tujua

ujua

n

n

a

a

d

d

a

a

ny

ny

a

a

p

p

a

a

ha

ha

m

m

R

R

a

a

d

d

i

i

ka

kalism

lism

e

e

?

?

Tujuan Paham Radikalisme

Tujuan Paham Radikalisme

Tujuan radikal adalah mengadakan perubahan sampai keakarnya dan untuk ini selalu Tujuan radikal adalah mengadakan perubahan sampai keakarnya dan untuk ini selalu menggunakan metode kekerasan serta menentang struktur masyarakat yang ada. Mempunyai menggunakan metode kekerasan serta menentang struktur masyarakat yang ada. Mempunyai  program

 program yang yang cermat cermat dan dan memiliki memiliki landasan landasan filsafat filsafat unutk unutk membenarkan membenarkan adanya adanya rasarasa ketidakpuasan dan mengintrodusir inovasi-inovasi. Radikalisme erat sekali hubungannya ketidakpuasan dan mengintrodusir inovasi-inovasi. Radikalisme erat sekali hubungannya dengan revolusi.

dengan revolusi.

 A

 Ap

p

a

a

ka

kah

h

cir

cir

i

i

-cir

-cir

i d

i d

a

a

ri pa

ri pa

ha

ha

m

m

rad

rad

i

i

ka

kalism

lism

e

e

?

?

Ciri Ciri Paham Radikalisme

Ciri Ciri Paham Radikalisme

Syaikh Yusuf Qordawi mengungkapkan bahwa kelompok fundamentalis radikal yang Syaikh Yusuf Qordawi mengungkapkan bahwa kelompok fundamentalis radikal yang fanatik dapat dicirikan oleh beberapa karakter, sebagai berikut:

fanatik dapat dicirikan oleh beberapa karakter, sebagai berikut: 1.

1. Acapkali Acapkali mengklaim mengklaim kebenaran kebenaran tunggal. tunggal. Sehingga Sehingga mereka mereka dengan dengan mudahnyamudahnya menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat dengannya. Mereka memposisikan diri menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat dengannya. Mereka memposisikan diri seolah-olah "nabi" yang diutus oleh Tuhan untuk meluruskan kembali manusia yang tak seolah-olah "nabi" yang diutus oleh Tuhan untuk meluruskan kembali manusia yang tak sepaham dengannya.

sepaham dengannya. 2.

2. Cenderung Cenderung mempersulit agammempersulit agama denga dengan an menganggap menganggap ibadah ibadah mubah mubah atau sunnatau sunnah ah seakan- seakan-akan wajib dan hal yang makruh seseakan-akan-seakan-akan haram. Sebagai contoh ialah fenomena akan wajib dan hal yang makruh seakan-akan haram. Sebagai contoh ialah fenomena memanjangkan jenggot dan meninggikan celana di atas mata kaki. Bagi mereka ini memanjangkan jenggot dan meninggikan celana di atas mata kaki. Bagi mereka ini adalah hal yang wajib.. Jadi mereka lebih cenderung fokus terhadap kulit daripada isi. adalah hal yang wajib.. Jadi mereka lebih cenderung fokus terhadap kulit daripada isi. 3.

3. Mereka Mereka kebanyakkan kebanyakkan mengalami mengalami overdosis agoverdosis agama yama yang ang tidak tidak pada pada tempatnya.tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual, "step by step", Misalnya, dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual, "step by step", yang digunakan oleh Nabi dan Walisanga. Sehingga bagi orang awam, mereka yang digunakan oleh Nabi dan Walisanga. Sehingga bagi orang awam, mereka cenderung kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam cenderung kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam menyampaikan. Tetapi bagi mereka sikap itu adalah sebagi wujud ketegasan, menyampaikan. Tetapi bagi mereka sikap itu adalah sebagi wujud ketegasan, ke-konsistenan dalam berdakwah, dan menjunjung misi "amar ma'aruf nahi munkar". konsistenan dalam berdakwah, dan menjunjung misi "amar ma'aruf nahi munkar". Sungguh suatu sikap yang kontra produktif bagi perkembangan dakwah Islam ke Sungguh suatu sikap yang kontra produktif bagi perkembangan dakwah Islam ke depannya.

(3)

4. Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat. Mereka mudah berburuk sangka kepada orang lain yang tak sepaham dengan pemikiran serta tindakkannya. Mereka cenderung memandang dunia ini hanya dengan dua warna saja, yaitu hitam dan  putih.

5. Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan,  pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.

 Mengapa paham radikalisme muncul di kalangan kelompok tertentu?

Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Diantara faktor-faktor itu adalah sebagai berikut.

1. Faktor Sosial-Politik

Yaitu adanya pandangan yang salah atau salah kaprah mengenai suatu kelompok yang dianggap sebagai kelompok radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar  pada masalah sosial-politik. Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis  bahwa kelompok tersebut tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi.Dengan membawa  bahasa dan simbol tertentu serta slogan-slogan agama, kaum radikalis mencoba

menyentuh emosi keagamaan dan mengggalang kekuatan untuk mencapai tujuan “mulia” dari politiknya.

2. Faktor Emosi Keagamaan

Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walaupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih membela agama,  jihad dan mati syahid. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya nisbi dan subjektif.

3. Faktor Kultural

Faktor ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatarbelakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa Asy’ari, bahwa di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai.

Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa atau  pertentangan terhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggap sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bumi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negeri-negeri dan  budaya Muslim. Peradaban Barat sekarang inimerupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia. Negara Barat telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan Muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas.Negara Barat dengan sekularismenya, sudah dianggap sebagai bangsa yang

(4)

mengotori budaya-budaya bangsa Timur dan Islam, juga dianggap bahaya terbesar bagi keberlangsungan moralitas Islam.

4. Faktor Ideologis Anti Westernisme

Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan Muslim dalam mengaplikasikan syari’at Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi  penegakan syarri’at Islam. Walaupun motivasi dan gerakan anti Bar at tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban.

5. Faktor Kebijakan Pemerintah

Ketidakmampuan pemerintah untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian orang atau kelompok yang disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari negera-negara besar. Dalam hal ini elit-elit pemerintah  belum atau kurang dapat mencari akar yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapat mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat. Di samping itu, faktor media massa (pers) Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam. Propaganda-propaganda lewat pers memang memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk ditangkis sehingga sebagian “ekstrim” yaitu perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada komunitas Muslim.

Selain itu, ada yang beranggapan bahwa radikalisme terutama radikalisme islam munculdisebabkan oleh faktor-faktor berikut ini.

1. Faktor Internal

Faktor internal yang dimaksud adalah adanya legitimasi teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan” itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai penopangnya. Untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan islam (termasuk indonesia)  juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources- kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini.Seperti ayat-ayat yang menunjukkan perintah untuk berperang seperti;  Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam  Keadaan tunduk. (Q.S. Attaubah: 29).

Menurut gerakan radikalisme hal ini adalah sebagai pelopor bentuk tindak kekerasan dengan dalih menjalankan syari’at, bentuk memerangi kepada orang-orang yang tidak  beriman kepada Allah dan lain sebagainya. Tidak sebatas itu, kelompok fundamentalis dengan bentuk radikal juga sering kali menafsirkan teks-teks keislaman menurut “cita rasa”  merka sendiri tanpa memperhatikan kontekstualisasi dan aspek aspek historisitas dari teks itu, akibatnya banyak fatwa yang bertentangan dengan hak-hak kemanusiaan yang Universal dan bertentangan dengan emansipatoris islam sebagai agama pembebas

(5)

manusia dari belenggu hegemoni. Teks-teks keislaman yang sering kali ditafsirkan secara  bias itu adalah tentang perbudakan, status non muslim dan kedudukan perempuan.

Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam internasional” sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme.

Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut). Hal ini terjadi pada peristiwa  pembantaian yang dilakukan oleh negara Israel terhadap palestina, kejadian ini memicu adanya sikap radikal di kalangan umat islam terhadap Israel, yamni menginginkan agar negara Israel diisolasi agar tidak dapat beroperasi dalam hal ekspor impor.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dianggap sebagai latar belakang atau penyebab munculnya radikalisme adalah sebagai berikut.

 Pertama, faktor ekonomi-politik.

Kekuasaan pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rezim di negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rezim-rezim itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat. Penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”. Industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang inilah yang sekarang mengejawantah hingga melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam. Karena itu, fundamentalisme dalam islam bukan lahir karena romantisme tanah (seperti Yahudi), romantisme teks (seperti kaum bibliolatery), maupun melawan industrialisasi (seperti kristen Eropa). Selebihnya, ia hadir karena kesadaran akan pentingnya realisasi pesan-pesan idealistik islam yang tak dijalankan oleh  para rejim-rejim penguasa dan baru berkelindan dengan faktor-faktor eksternal yaitu

ketidakadilan global.  Kedua, faktor budaya.

Faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi kehidupan saat ini. Budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari  bumi.

 Ketiga, faktor sosial-politik.

Pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya.

Bagaimanakah latar belakang dari paham Radikalisme?

Latar Belakang Paham Radikalisme

Sepuluh tahun terkhir dunia (Islam), termasuk Indonesia, terus diguncang berbagai tindakan terorisme, anarkisme, dan radikalisme beragama. Realitas ini jelas bukan sesuatu yang lumrah dan tidak menyenangkan bahkan justru dapatmenghancurkan citra Islam. Hal itu

(6)

secara otomatis telah menjadi tugas bagi paraulama dan pemimpin Islam dunia dengan  bersama-sama merapatkan barisan, berpegangan tangan untuk maju bersama dalam

membangun dan mengembalikan peran dan posisi Islam sebagai agama yang ´rahmatan Lil alamin. Sehingga kita mulai bertanya mengapa radikalisme agama itu bisa terjadi? Mengapa agama dijadikan kendaraan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari agama itu sendiri? Menurut Horace M.Kallen (1972), radikalisme ditandai tiga kecenderungan umum. Pertama, radi- kalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons ini muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan  perlawanan. Masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yangdapat bertanggung jawab terhadap kelangsungan keadaan yang ditolak. Kedua,radikalisme tak berhenti berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan dalam radikalisme terkandung pandangan tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat menjadikan tatanan tersebutganti dari tatanan yang sudah ada. Prof. Dr. H. Afif Muhammad, MA(2004:25) menyatakan bahwa munculnya kelompok-kelompok radikal (dalamIslam) akibat perkembangan sosio-politik yang membuat termarginalisasi, danselanjutnya mengalami kekecewaan, tetapi perkembangan sosial-politik tersebut bukan satu-satunya faktor. Di samping faktor tersebut, masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan kelompok-kelompok radikal, misalnya kesenjangan ekonomi dan ketidak-mampuan sebagian anggota masyarakat untuk memahami perubahan yang demikian cepat terjadi.Selain karena faktor tersebut, radikalisme terjadi karena beberapa faktor lain,yaitu:

a) Faktor Pemikiran:

Merebaknya dua trend paham yang ada dalam masyarakat Islam, yang  pertamamenganggap bahwa agama merupakan penyebab kemunduran ummat Islam.Sehingga jika umat ingin unggul dalam mengejar ketertinggalannya maka ia harusmelepaskan baju agama yang ia miliki saat ini. Pemikiran ini merupakan produk sekularisme yang secara pilosofi anti terhadap agama.Sedang pemikiran yangkedua adalah mereflesikan penentangannya terhadap alam relaitas yangdianggapnya sudah tidak dapat ditolerir lagi, dunia saat ini dipandanganya tidak lagi akan mendatangkan keberkahan dari Allah Swt, penuh dengan kenistaan,sehingga satu-satunya jalan selamat hanyalah kembali kepada agama. Namun jalan menuju kepada agama itu dilakukan dengan cara-cara yang sempit, keras,kaku dan memusuhi segala hal yang berbau modernitas.Pemikiran ini merupakananak kandung dari pada paham fundamentalisme.  b) Faktor Ekonomi :

Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua Negara. Kehadiran para pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan menjamin kebebasan danhak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan dari ada anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan negaranya. Mereka akan sayang dan menjaga kehormatan negaranya  baik dari dalam maupun dar luar. Namunsebaliknya jika politik yang dijalankan

adalah politik kotor, politik yang hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan politik pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan melahirkan tindakanskeptis masyarakat. Akan mudah muncul kelompok-kelompok atas nama yang

(7)

 berbeda baik politik, agama ataupun sosial yang mudah saling menghancur- kan satu sama lainnya.

c) Faktor Sosial:

Diantara faktor munculnya pemahaman yang menyimpang adalah adanya kondisikonflik yang sering terjadi di dalam masyarakat. Banyaknya perkara-perkara yangmenyedot  perhatian massa yang berhujung pada tindakan-tindakan anarkis, padaakhirnya

melahirkan antipati sekelompok orang untuk bersikap bercerai denganmasyarakat. Pada awalnya sikap berpisah dengan masyarakat ini diniatkan untuk menghindari kekacauan yang terjai.Namun lama kelamaan sikap ini berubahmenjadi si kap antipati dan memusuhi masyarakat itu sendiri. Terdapat kesalahpahaman di tengah sebagian masyarakat dalam menyikapi tindakan radikalisme, dimana mereka berasumsi bahwa tindakan radikal hanya dilakukan oleh orang yang fanatik dalam beragama. Terdapat sebagian pihak yang memanfaat isu radikalisme untuk menghambat laju perjalanan dakwah sunnah di bumi nusantra ini. Dan menyebarkan informasi yang menyesatkan di media masa bahwa radikalisme disebabkan oleh kepanatikan terhadap ajaran Islam.

 Siapa sajakah yang menganut paham Radikalisme?

Internasional

ISIS disebut sebagai gerakan atau kelompok ekstremis radikal karena tindakan yang dilakukannya sangat sadis, salah satunya dengan memenggal kepala korbannya. ISIS mengikuti ekstrem anti-Barat, mempromosikan kekerasan agama dan menganggap mereka yang tidak setuju dengan tafsirannya sebagai kafir dan murtad Oleh karena cara yang dilakukannya radikal dan biadab, ISIS menjadi perhatian khusus masyarakat internasional. Bukan hanya karena jumlah korbannya telah mencapai ribuan, namun juga karena kelompok tersebut terus melakukan ekspansi dan menduduki wilayah-wilayah di Irak dan Suriah. Serta, menimbulkan teror bagi masyarakat internasional karena korban yang dipenggal acap kali ditampilkan lewat media sosial. Mereka tidak peduli siapa pun korbannya, baik warga sipil, anak-anak dan perempuan, militer serta jurnalis.

September 2014 sekitar 9.347 warga sipil tewas di tangan ISIS. Berdasarkan data PBB,  pada Juni 2014 ISIS juga membantai sekitar 1.500 tentara Irak dan petugas keamanan dari  bekas markas militer AS (Reuters.com 2014). ISIS juga menjadikan ratusan gadis sebagai  budak seks, merekrut anak-anak sebagai pasukan, melakukan penculikan dan pemerkosaan,  penjarahan, perusakan fasilitas publik, serta berbagai bentuk kekerasan dan tindakan radikal. Beberapa negara, termasuk PBB, kemudian menyebutnya sebagai organisasi teroris yang mengancam keamanan dunia.

Atas dasar itu, pada 15 September 2014, sebanyak 40 negara, termasuk sepuluh negara-negara Arab, bertemu di Paris untuk membahas strategi melumpuhkan ISIS yang dipandang telah melakukan kejahatan kemanusiaan dan mengancam dunia internasional. Hasilnya,  pasukan koalisi internasional yang dipimpin AS bersama beberapa negara kemudian melancarkan serangan militer terhadap ISIS. Begitu juga PBB, menjadikan ISIS sebagai  pembahasan di Sidang Umum maupun Sidang Dewan Keamanan PBB, yang melahirkan

(8)

Domestic

a) Jamaah Salafi (Bandung)

Di Bandung, Abu Haedar adalah tokoh utama salafi, Gerakan salafi dipengaruhi oleh gerakan Wahabi di Saudi Arabia. Muhammad Bin Abdul Wahab adalah pendiri Wahabi yang berusaha mengubah wajah Islam sebelumnya agar sesuai dengan yang dipraktekkan oleh Nabi. salafi berusaha melakukan purifikasi, karena Islam yang ada dianggap terkotori oleh pengaruh atau praktek dan pemikiran yang tidak berasal dari sahabat Nabi. Karena itulah, mereka dalam hal ini selalu menolak pemikiran- pemikiran baru yang datang dari ulama atau intelektual Islam lain selain kelompok mereka.misalnya, berbeda pendapat dengan apa yang dilakukan oleh kelompok Islam lain yang menghancurkan beberapa tempat yang dianggap maksiat.

 b) Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS)

Di Surakarta, gerakan radikal Islam pernah muncul di zaman Orde Baru. tokoh utama gerakan tersebut adalah Abu Bakar Basyir yang harus menyingkir ke negara tetangga. Konflik Ambon tahun 1999 merupakan faktor pendorong munculnya gerakan ini karena terjadinya pembantaian umat Islam oleh kalangan Kristiani di Ambon.

c) Dengan prinsipnya untuk amar ma'ruf nahi munkar, FPIS telah tampil sebagai kelompk yang lebih "berani" dibandingkan dengan organisasi lain yang ada di Surakarta, tampilan FPIS dengan kegiatannya untuk melawan kemaksiatan telah memberi kesan bahwa organisasi ini radikal. Pandangan awam seperti ini terdukung oleh penampilan keseharian FPIS yang biasa menggunakan baju putih dengan sorban dan jidat berwarna hitam serta jenggot bergelajut di wajah mereka, suatu stereotip yang biasanya melekat pada kaum fundamentalis garis keras.Kalangan pemimpin maupun pendukung FPIS, misalnya, merespon dan bahkan mengecam Abdurahman Wahid, sebagai presiden RI yang dinilai "anti" formalisasi syariat Islam seperti dia  perlihatkan melalui ketidaksetujannya terhadap Piagam Jakarta. Dukungan FPIS

terhadap Piagam Jakarta karena dalam piagam tersebut d) Front Pembela Islam (FPI)

Kelahiran FPI secara resmi dideklarasikan pada tanggal 17 agustus 1998 di Pondok Pesantren Al Umm, Cempaka Putih, Ciputat. Organisasi ini sejak pertama kali dideklarasikan hingga saat ini dipimpin oleh seorang habieb yang masih cukup muda, yaitu Habieb Muhammad Rizieq Shihab.

Dasar berdirinya FPI sendiri menurut Habieb Rizieq lebih dilatari oleh keprihatinan terhadap semakin maraknya tindak kemaksiatan dan pornografi. Sementara aparat keamanan yang semestinya memberantas berbagai macam kemaksiatan tersebut seperti tidak berdaya dan bahkan membiarkan begitu saja.

e) Majelis Mujahidin Indonesia

Lahir pada masa transisi politik, dan kemudian banyak menyita perhatian. MMI ini di deklarasikan melalui sebuah kongres yang cukup meriah pada tanggal 5-6 agustus 2002 di Yogyakarta. Yang melatar belakangi diadakanya kongres ini adalah diilhami sebuah semangat untuk mendzahirkan syariah ilahi dan dilatari oleh kesadaran akan  pentingnya menyelaraskan langkah perjuangan utnuk menuntaskan persoalan krisis

(9)

Konsolidasi yang dilakukan para aktivis kelompok radikal yang mempelopori terselenggaranya Kongres Mujahidin itu sendiri sebenarnya dalam prosesnya telah  berlangsung cukup lama. Para aktivis MMI, terutama beberapa kelompok mudanya, telah merintis beberapa langkah konsolidasi untuk menyatukan beberapa elemen Islam, terutama mereka yang berasal dari kubu Darul Islam semenjak tahun 1993. Seiring saat keluarnya beberapa tahanan politik Darul Islam. Kelompok pemuda  bekas tahanan inilah yang menggagas betemunya para tokoh Islam radikal di

Jogjakarta tersebut. f) Hizbut Tahrir Indonesia

Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik Islam yang didirikan oleh Taqiyuddin An- Nabhany di Al-Quds, Palestina pada tahun 1952. Kegiatan utama partai ini adalah  politik dan berideologi Islam. Hizbut Tahrir bercita-cita membangun tatanan masyarakat dan sistem politik berdasarkan akidah Islam. Islam harus menjadi tata aturan kemasyarakatan dan menjadi dasar konstitusi dan undang-undang. Hizbut Tahrir juga berniat membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di seluruh dunia melalui ini Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa hukum Islam dapat di berlakukan.

K apan munculnya perkembangan paham radikalisme? 

Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalismeIslam ini sebenarnya sudah lama mencuat di  permukaan wacanainternasional.

Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang  banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia6. Banyak label label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideology komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari  peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi  bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tudujan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.

Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkapanyekan label radikalisme Islam.Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam  perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering disebut kaum radikalisme Islam.

Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Ahmad Bagja, radikalisme muncul karena ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut bisa saja

(10)

disebabkan oleh negara maupun kelompok lain yang berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil, lalu melakukan perlawanan.

Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya, menentang radikalisme dalam  bentuk apapun.

Sebab mereka meyakini radikalisme justru tak menyelesaikan apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme  justru akan menjadikan citra Islam sebagai agama yang tidak toleran dan sarat kekerasan.

Cendekiawan Muslim, Nazaruddin Umar, mengatakan radikalisme sebenarnya tak ada dalam sejarah Islam. Sebab selama ini Islam tak menggunakan radikalisme untuk berinteraksi dengan dunia lain. ‘’Dalam sejarahnya, Nabi selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut,’’ tegasnya.

Ini berarti, jelas Nazaruddin, bahwa penyebaran ajaran Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad dilakukan dengan cara yang santun dan lemah lembut. Nabi mengajarkan untuk memberikan penghormatan kepada orang lain meski mereka adalah orang yang memiliki keyakinan yang berbeda.

 Nazaruddin menambahkan bahwa ajaran Islam yang masuk ke Indonesia juga dibawa dengan cara yang sangat damai. Pun penyebaran Islam yang terjadi di Negara lainnya. Ini sangat berbeda dengan negara-negara lain, terutama imperialis.

Bagaimanakah cara untuk menghadapi paham radikalisme? A. Sikap Mahasiswa Terhadap Paham Radikalisme

Cara kita menghadapi aliran-aliran ini yaitu Perlu diadakan pembinaan yang baik melalui pendidikan untuk mengantisipasi masuknya pahan radikalisme. Banyak penduduk Indonesia yang berusia muda dan bila tidak dilakukkan pembinaan yang positf bisa membahayakan. Faktor yang bisa menimbulkan radikalisme yaitu emosi keagamaan atau solidaritas keagamaan dan berbahaya bila melekat pada orang yang pengetahuan agamanya minim. Radikalisme bisa melibatkan semua agama, namun selama ini yang dikenal sebagai radikal adalah umat Islam. Waspadai setiap ada ajaran dan ajakan yang mencurigakan seperti umbroh gratis, berjihad, janji-janji kehidupaan yang lebih baik, ajakan yang mengharuskan menggunakan cadar. Cara merekrut anggota mendekati kelompok atau organisasi yang se-aliran dan ekonomi pas-pasan, mencari orang dikampung yang militan dan mengisahkan  perjuangan dan mengiming imingi jihad. Untuk itu, mengharapkan adanya kebersamaan

semua elemen masyarakat khususnya para tokoh agama untuk bersatu

Apabila ada organisasi mengganggu ketertiban umum, memecah belah umat dan  NKRI, bertentangan dengan ideologi Pancasila, maka Pemerintah harus campur tangan. Pemerintah untuk tidak sekadar berwacana dalam menangkal perkembangan ISIS di Indonesia, namun harus berupa tindakan reaktif cepat dan tepat sasaran. Pemerintah agar menegakan undang-undang terorisme secara maksimal sehingga terorisme tidak berkembang di Indonesia. Ada 3 komponen yang berperan penting terhadap situasi suatu negara, yaitu agama, ekonomi dan politik. ISIS kegiatannya dapat dikategorikan sebagai terorisme dimana terdapat suatu ancaman, kekerasan dan mengambil hak asasi manusia. Untuk itu, bangsa Indonesia harus bekerjasama menentang dan melawan untuk meminimalisir dampak dari ISIS

(11)

serta mendorong pemerintah untuk mencoba mengurai potret kemunculan ISIS dengan mencoba membatasi potensi-potensi perkembangan ISIS dari luar, yakni dengan cara membentengi rumah tangga dari paham-paham yang tidak dibenarkan oleh agama. Salah satunya bentengi rumah tangga dengan pemahaman sesuai ajaran Islam melalui pengajian, melalui pendekatan anak dengan orangtua, dan melalui diskusi-diskusi.

Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran penting dalam mencegah radikalisme. Yang tidak kurang kalah penting adalah revitalisasi lembaga, badan, dan organisasi kemahasiswaan intra maupun ekstra kampus. Organisasi-organisasi yang ada di kampus memegang peranan penting untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme ini melalui  pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang komprehensif dan kaya makna. Disini peran

mahasiswa dalam mencegah paham radikal berkembang.

Keanggotaan dan aktivisme organisasi merupakan faktor penting untuk mencegah terjerumusnya seseorang ke dalam gerakan radikal yang ekstrem. Sebaliknya terdapat gejala kuat para mahasiswa yang non aktivis dan kutu buku sangat mudah terkesima sehingga segera dapat mengalami cuci otak dan indoktrinasi pemikiran radikal dan ekstrem. Mereka cenderung naïf dan polos karena tidak terbiasa berpikir analitis, kritis, seperti lazimnya dalam kehidupan dunia aktivis.

Menggalakkan propaganda anti radikalisme seharusnya menjadi salah satu agenda utama untuk memerangi gerakan radikalisme dari dalam kampus. Peran itu menjadi semakin  penting karena organisasi mempunyai banyak jaringan dan pengikut sehingga akan memudahkan propaganda-propaganda kepada kader-kadernya. Jika ini dilaksanakan dengan konsisten, maka pelan tapi pasti gerakan radikalisme bisa dicegah tanpa harus menggunakan tindakan represif yang akan banyak memakan korban dan biaya.

Perlu langkah strategis, inovatif, terpadu, sistematis, serius, dan komprehensif. Yang diperlukan bukan hanya pendekatan keamanan dan ideologi, tetapi juga memerhatikan  jaringan, modus operandi, dan raison d’entre gerakan ini. Perlu perpaduan langkah ideologis,  program deradikalisasi melalui masyarakat sipil, serta pendekatan ekonomi dan sosial. Ini guna mencegah para mantan aktivis gerakan radikal dan teroris agar tak kembali pada komunitas lamanya. Program ”memanusiakan” ini, juga jadi salah salah satu prasyarat mencegah meluasnya aksi radikalisme dan terorisme (Noorhaidi Hasan, 2010).

Untuk menjalankan langkah itu, pemerintah harus berdiri di garda depan sebagai  pihak yang paling bertanggung jawab terhadap keamanan warga negaranya. Ketegasan dan keseriusan negara dalam melindungi warganya, menciptakan rasa aman, serta mencegah aksi kekerasan akibat radikalisme keagamaan ini menjadi amanah konstitusi yang mendesak dilakukan. Dalam hal ini, pemahaman kembali Pancasila sebagai pilar bangsa dan pilihan terhadap paham keagamaan yang toleran dan moderat harus menjadi agenda yang dipertimbangkan. Ketegasan negara dan dukungan masyarakat tentu akan jadi kekuatan strategis guna membendung proliferasi radikalisme keagamaan ini.

Agar kita terhindar dari terorisme yang mengatas namakan organisasi keagamaan, ada  beberapa hal yang dapat dilakukan seperti :

1.  pertama, jangan mudah percaya pada sembarang organisasi keagamaan, banyaklah  bertanya tentang identitas organisasi keagamaan tersebut.

(12)

2. Kedua, organisasi haruslah tersebut cukup terbuka, dalam artian organisasi tersebut tidak menutup-nutupi diri dari masyarakat.

3. Yang ketiga, jangan mau jika organisasi tersebut meminta kita melakukan sesuatu yang terkesan aneh seperti meminta uang dalam jumlah besar, mengganti nama kita, atau memutus hubungan dengan keluarga.

4. Selanjutnya jangan tertipu penampilan yang alim atau kalem, karena belum tentu ajaranya benar. Biasanya organisasi keagamaan yang menyeleweng akan langsung membahas hal-hal yang berat seperti seperti permasalahan Negara atau tentang kekafiran. Namun kita juga tidak harus terlalu anti atau menghindari organisasi keagamaan, karena tidak semua organisasi keagamaan itu nyeleneh, banyak juga organisasi keagamaaan yang sangat bermanfaat.

B. Fakta-Fakta Aksi Radikalisme dan Implikasinya dalam Masyarakat

Berbicara tentang radikalisme, tidak mungkin menampik adanya aksi-aksi yang memang berasaskan kekerasan, pemankasaan, bahkan pembinasaan. Salah satunya adalah pemboman-pemboman yang dilakukan di Paris oleh kelompok-kelompok Islam Aljazair seperti pegawai islam bersenjata telah memperburuk ketegangan-ketegangan di Perancis dan menambah jumlah dukungan untuk mereka yang mempersoalkan apakah islam sesuai dengan budaya Perancis, entah itu budaya Yahudi-Kristen atau budaya sekuler, dan apabila muslim dapat menjadi warga negara Perancis yang sejati dan loyal. Penasehat menteri

dalam negeri tentang imigrasi mengingatkan, “Sekarang ini, memang benar -benar terdapat ancaman Islam di Perancis itu adalah bagian dari gelombang besar fundamentalisme muslim dunia. Di tengah-tengah perdebatan Perancis terhadap suatu kecenderungan untuk melihat islam sebagai agama asing, menempatkannya sebagai agama yang bertolak belakang dengan tradisi Yahudi-Kristen. Sementara itu, banyak orang menekankan proses asimilasi yang menyisakan hanya sedikit ruang untuk pendekatan multikultural, sebagian yang lain  berpendapat bahwa muslim harus diizinkan untuk mengembangkan identitas muslim Perancis yang khas yang mencampur antara nilai asli ke-Perancis-an, dengan akidah dan nilai-nilai islam.

Realita lain yang dikenal sebagai awal berkibarnya bendera perang terhadap terorisme oleh AS, yaitu peristiwa 11 September yang merontokkan Gedung WTC dan Pentagon merupakan tamparan berat buat AS. Maka, agar tidak kehilangan muka di dunia internasional, r ezim ini segera melancarkan “aksi balasan” dengan menjadikan Afghanistan dan Irak sebagai sasarannya. Jika benar “benturan peradaban” antara Barat dan Islam terjadi

tentu aksi koboi AS (dan Inggris) ke Afghanistan dan Irak disambut gembira oleh umat Kristiani. Faktanya ribuan rakyat (entah Kristen atau bukan) di berbagai belahan dunia Barat  justru menggalang solidaritas sosial untuk menentang aksi keji dan biadab ini. Begitu ketika

WTC dan Pentagon diledakkan, ribuan umat islam turut mengutuknya.

Reaksi di beberapa negara Amerika Latin banyak yang tidak simpati terhadap  peristiwa 11 September itu. Sebab, selama berpuluh-puluh tahun, rakyat di sana tidak pernah menikmati kemajuan sekalipun sumber daya alam mereka yang sudah habis dikuras. China  juga bersikap kurang lebih sama dengan Amerika Latin ini. Pasalnya mereka justru

(13)

memang berada di pihak China. Akhirnya China, oleh AS, justru dianggap sebagai pesaing strategis ketimbang mitra strategis dalam ekonomi.

C. Peran Idiologi Pancasila untuk Membentengi Diri dari Radikalisme

Pancasila merupakan pegangan hidup Bangsa Indonesia yang kini mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan Teknologi dan kuatnya arus Informasi di era globalisasi saat ini. Pemerintah juga sekarang ini tengah sibuk terhadap mas yarakat yang berpergian ke Syiria terkait ISIS.

Padahal, jika nilai-nilai Pancasila ini diserap baik oleh bangsa Indonesia maka tidak  perlu takut terhadap paham-paham Radikalisme seperti ISIS, sebab Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang bersifat fleksibel terhadap perkembangan zaman namun tetap memiliki ciri khas tersendiri. Pancasila di era globalisasi merupakansebuah pegangan sekaligus  pedoman hidup yang dapat menjadi jawaban atas tantangan baru yang dihadapi bangsa ini. Arus informasi yang semakin cepat sehingga paham-paham dunia barat sangat mudah diakses oleh masyarakat Indonesia. Liberalisme yang dianut oleh dunia barat kini merambat ke tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai dampak negatif globalisasi.

Ideologi Pancasila sebenarnya dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, hanya saja nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak terjiwai oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. Sehingga paham liberalis dan radikalis dapat dengan mudahnya menembus  pemikiran bangsa ini. Banyak yang berpandangan bahwa Pancasila identik dengan Orde baru (Orba), maka setelah runtuhnya Orba nilai luhur Pancasila juga ikut runtuh. Padahal pancasila sebagai ideologi bangsa ini sangatlah penting difahami dan dijiwai. Sebab nilai-nilai yang secara tersirat maupun tersurat memiliki tujuan yang mulia dan dapat membawa bangsa ini kedalam peradaban yang baik. Ketika kita mampu menjiwai Pancasila, tidak perlu takut dengan paham radikal dan riberal yang meracuni pemikiran kita. Sebab pancasila telah merumuskan nilainya sendiri mengenai “MAU DIBAWA KEMANA BANGSA INI KEDEPANNYA”.

Saat ini MPR tengah sibuk mensosialisasikan 4 Pilar Berkehidupan Berbangsa dan Bernegara yang mana terdiri dari Pancasila, UU 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Ini memang harus ditanamkan sejak dini kepada anak cucu bangsa ini kedepannya. Dan ini  bukan hanya menjadi tugas MPR, tetapi tugas kita bersama selaku warga negara yang baik

dan menjujung tinggi ideologi Pancasila.

D. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi Radikalisme

Dalam masa orde baru, untuk menanamkan dan memasyarakatkan kesadaran akan nilai

nilai Pancasila dibentuk satu badan yang bernama BP7. Badan tersebut merupakan  penanggung jawab (leading sector) terhadap perumusan, aplikasi, sosialisasi, internalisasi terhadap pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila, dalam kehidupan berbangsa,  bermasyarakat dan bernegara.

Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka., dan sedang diuji daya tahann ya terhadap gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar lainnya, seperti liberalisme (yang menjunjung kebebasan dan persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni), humanisme (yang menekankan kemanusiaan), nihilisme (yang menafikan nilai-nilai luhur yang mapan), maupun ideologi yang berdimensi keagamaan.

(14)

Pancasila, sebagai ideologi terbuka pada dasarnya memiliki nilai -nilai universal yang sama dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan,  perdamaian dan keadilan. Dalam era globalisasi, romantisme kesamaan historis jaman lalu

tidak lagi merupakan pengikat rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan dicapai lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejarahan. Karena itu, implementasi nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual menghadapi ancaman radikalisme harus lebih ditekankan pada penyampaian tiga message berikut :

a.  Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana di dalamnya tidak  boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham utama, atau warga kelas satu.

 b. Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki kedaulatan penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang berusaha secara sistematis untuk merubah tatanan, dengan cara-cara yang melawan hukum.

c.  Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan pengayoman seimbang untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman,  berkeadaban dan merdeka.

 Nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah :  Kebangsaan dan persatuan

 Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia  Ketuhanan dan toleransi

 Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan  Demokrasi dan kekeluargaan

Ketahanan Nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan kekuatan nasional. Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan Ideologi perlu ditingkatkan dalam bentuk :

 Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif

 Aktualisasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai baru

 Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh kehidupan berbangsa, bermasyarakat.

E. Membentengi Pemuda dari Radikalisme

Tidak bisa dipungkiri bahwa pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu pada kualitas mereka. Namun ironisnya, kini tidak sedikit para  pemuda yang justru menjadi pelaku terorisme dan radikalisme. Serangkaian aksiterorisme dan radikalisme mulai dari bom Bali-1, bom Gereja Kepunton, bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, hingga aksi penembakan Pos Polisi Singosaren di Solo dan bom di Beji sertaTambora, melibatkan para pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana, salah satu pelaku  bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yang saat itu berusia 18 tahun dan baru lulus

SMA.

Fakta di atas diperkuat oleh riset yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP). Dalam risetnya tentang radikalisme di kalangan siswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Jabodetabek, pada Oktober 2010-Januari 2011, LaKIP

(15)

menemukan sedikitnya 48,9 persen siswa menyatakan bersedia terlibat dalam aksi kekerasan terkait dengan agama dan moral. Bahkan yang mengejutkan, belasan siswa menyetujui aksi ekstrem bom bunuh diri tersebut.

Rentannya para pemuda terhadap aksi kekerasan dan terorisme patut menjadi keprihatinan kita bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam tindakan terorisme, mulai dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal, lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya  pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif . Apapun faktor yang melatari, adalah tugas kita bersama untuk membentengi mereka dari radikalisme dan terorisme. Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer  (ToT ) bagi sivitas akademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa SMA di empat provinsi. Di atas upaya-upaya tersebut, sejatinya ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda.

  Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan menanamkan pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan kearifan lokal seperti toleransi antar- umat beragama, kebebasan yang bertanggungjawab, gotong royong, kejujuran, dan cinta tanah air sertakepedulian antar-warga masyarakat.

  Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di  bidang akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga. Kegiatan-kegiatan  positif ini akan memacu mereka menjadi pemuda yang berprestasi dan aktif berorganisasi di lingkungannya sehingga dapat mengantisipasi pemuda dari pengaruh ideologi radikal terorisme.

  Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di lingkungan sekolah dan para pemuka agama di masyarakat sangat penting. Pesan-pesan damai dari ajaran agama perlu dikedepankan dalam pelajaran maupun ceramah-ceramah keagamaan.

  Keempat , memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari  para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya yang

dilakukan akan sia-sia. Para tokoh masyarakat harus dapat menjadirole model  yang bisa diikuti dan diteladani oleh para pemuda.Berbagai upaya dan pemikiran di atas penting dan mendesak untuk dilakukan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan penegakan hukum terhadap para pelaku terorisme semata. Tetapi, kita patut bersyukur, upaya-upaya tersebut telah dan sedang dilakukan, baik pemerintah maupun masyarakat sipil seperi tokoh agama, akademisi, pemuda, organisasi masyarakat, serta media massa.

(16)

F. Peran Mahasiswa Dalam Menghadapi Paham Radikalisme a. Gerakan mahasiswa berbasis wirausaha

Banyak cara mengatasi persoalan ini, misalnya menyuburkan tradisi wirausaha. Menggalakkan seminar, workshop, dan diskusi wirausaha dapat menjadi alternatif gerakan perekonomian. Sehingga membantu percepatan mengatasi masalah ekonomi dan kesenjangan sosial artinya cara ini merupakan salah satu pencegahan adanya pemuda ikut dalam jaringan terorisme. Munculnya aktivitas mahasiswa berbasiskan wirausaha  berpotensi membantu mengurangi angka pengangguran kaum intelektual dan pemikiran mahasiswa karena kurangnya pekerjaan sehingga dapat melarikan dia atau masuk dalam  jaringan teroris. Sehingga pascakampus, tidak hanya dilahirkan mahasiswa  pengangguran.melainkan mahasiswa yang betul menjadi mahasiswa intelektual dan

khususnya dapat memerangi masalah terorisme.  b. Merubah pemikiran mahasiswa

Mahasiswa harus memahami kembali hakikat dirinya bisa menjadi mahasiswa. Dilihat

dari bentukan katanya, mahasiswa berasal dari dua kata, yaitu “maha” yang berati besar, dan “siswa” yang berarti orang yang belajar. Jadi, mahasiswa adalah pelajar yang

mempunyai derajat paling tinggi dibandingkan dengan pelajar-pelajar lainnya. Oleh sebab itu, mahasiswa harus menggunakan akal dan hati nuraninya, dalam setiap mengatasi masalah yang ada. Sudah diketahui, bahwasannya mahasiswa adalah agent of social change, yaitu agen perubahan sosial. Mahasiswa sudah seharusnya menjadi  pengawal perubahan tatanan masyarakat dalam kehidupan bernegara. Sehingga, tujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur akan tercapai serta bebas dari aksi teror yang dilakukan oleh pemuda. Merubah pemikiran mahasiswa tidak segampang yang kita  pikirkan. Maka dari itu kami hanya menunjukkan bagaimana mahasiswa memahami

kembali hakikat dirinya.

c. Mengadakan Komunitas belajar muslim (KBM)

Terkhusus untuk mahasiswa muslim. Peran dalam pemberantasan terorisme ini bisa dilakukan dengan cara mengadakan komunitas belajar muslim sebut saja tarbiyah. Karena Banyaknya pelajar dan mahasiswa yang terjebak aliran sesat karena guru-guru agama lebih mementingkan pengetahua agama dari pada pendidikan agama yang membentuk prilaku anak didik. Tokoh pendidikan Dr. Arif Rahman, mengingatkan akibat pendidikan agama yang hanya sekedar memberi pengetahuan agama terhadap anak didik menyebabkan mereka rentan dengan ajaran yang bertentangan denga ajaran

agama termasuk aliran sesat. “Ketika orang menemui banyak masalah, maka masalah yang dihadapinya itu tidak bisa dijawab oleh agamanya. Hal itu terjadi karena  pendidikan agama yang diperolehnya hanya untuk mengetahui tentang agama, tidak

membiasakan agama sebagai pemecah masalah,” ujarnya.  Penyebab lain orang rentan tersusupi ajaran sesat karena tidak semua orang mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan kesulitan yang diahadapi. Karena itu, ketika dia menemui kesulitan dalam hidupnya, dia mencari jalan keluar pada hal-hal yang di luar aturan agama seperti masuk dalam jaringan terorisme padahal mereka tidak mengetahui ia akan masuk dalam  jaringan itu, hal itu yang dilakukan para terorisme untuk mencari jaringannya. Mereka melakukannya secara bertahap mulai dari pengenalan hingga keakraban mereka sehingga

(17)

 banyak pemuda yang masuk dalam jaringan tersebut dan ditambah lagi pemikiran mahasiswa yang masih labil. Maka dari itu dengan adanya kelompok ini dapat menggambarkan Islam dengan jelas. Tarbiyah memberikan gambaran Islam dengan  benar (shahih) menyeluruh (syamil), sehingga menjadi Islam sebagai pedoman hidup (minhajul hayah)Islam benar dan menyeluruh pada semua aspek kehidupan, tidka hanya ritual, Islam tidak hanya mengatur akidah dan ibadah, mencakupp juga ideology, politik, ekonomi, budaya, dan masyarakat. Alloh SWT menciptakan manusia dengan aturan yang lengkap dan jelas. Karena itu Islam dijadikan pedoman hidup

(18)

RADIKALISME AGAMA DI INDONESIA

Source : http://www.nu.or.id/post/read/78246/radikalisme-agama-di-indonesia

Pasca lengsernya Presiden Soeharto yang ditandai dengan berawalnya era reformasi Indonesia, rakyat Indonesia menghirup angin segar atas kebebasan berpendapat. Kabar baik ini dilegitimasikan oleh DPR dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum sekaligus menunjukkan komitmen negara sebagai penganut sistem demokrasi (Pancasila). Selain sebagai kabar baik, UU tersebut juga menjadi sebuah kabar buruk  — ibarat dua belah mata pisau yang tajam ke depan dan belakang —  bagi bangsa Indonesia, yakni terancam masuk dan berkembangnya ideologi non-Pancasila dalam masyarakat. Perkembangan ideologi non-Pancasila dalam konteks ini dianggap mengancam negara apabila dipahami secara radikal oleh penganutnya dan bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara.

Ancaman fundamentalisme agama tidak hanya sekedar ancaman “penyakit nalar” seseorang dalam melihat sesuatu, akan tetapi lebih jauh dari itu. Di Jakarta pada tahun 1998 misalnya didirikan organisasi Laskar Pembela Islam (FPI) yang dipimpin oleh Muhammad Rizieq Shihab dan aktivitas utamanya adalah melakukan serangan secara fisik ke “tempat-tempat maksiat” menurut kacamata ideologi mereka. Tindakan main hakim sendiri ini dapat dinilai  bahwa mereka telah melakukan kekerasan tanpa dasar hukum negara atas penegakan syariat Islam. Terjadi peristiwa mengenaskan juga, beberapa bom bunuh diri yang didalangi oleh kelompok JI (Jamaah Islamiyah) — yang merupakan organisasi fundamentalisme Islam —  pada malam Natal tahun 2000 di Bali dan 2002 di hotel Marriot Jakarta memakan korban yang semuanya adalah non muslim. Kasus Bom bunuh diri ini juga terjadi lagi di tahun berikutnya: Bom Bali II 2005, Bom Tentena 2005, Bom Solo 2011 dan 2012, dan Bom Sarinah 2016 silam.

Di tahun 1982 bersamaan masih jayanya Orde Baru dibentuklah organisasi cabang Hizbut Tahrir Indonesia — yang merupakan organisasi pengusung sebuah negara dan masyarakat Islam global atau kekhalifahan universal, di tingkat internasional bernama Hizbut Tahrir Internasional — namun karena menolak demokrasi, organisasi ini baru dapat beroperasi lebih leluasa pasca jatuhnya rezim Soeharto. Di tahun berikutnya (1998) didirikan juga oleh aktivis gerakan tarbiyah yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin Mesir sebuah partai politik baru yang bernama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan bertujuan untuk memperjuangkan syariah Islam dengan jalur demokrasi. Kemudian di beberapa tahun terakhir (2004) partai ini bersifat lebih sedikit pragmatis agar memperoleh suara dalam pemilu, namun tidak meninggalkan unsur “syariat Islam”nya.

Data terkini terkait ideologi negara yang diinginkan mahasiswa pernah dihasilkan dari  penelitian aktivis Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (GMPI) tahun 2006 yang

dimuat dalam Koran Kompas 4 Maret 2008 halaman 2. Penelitian tersebut menyimpulkan  bahwa 4,5% mahasiswa tetap sepakat bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dilanjutkan

80% mahasiswa berikutnya lebih menyetujui syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan  bernegara, dan 15,5 % sisanya memilih sosialisme sebagai acuan hidup. Responden

(19)

 penelitian diambil dari 11 kampus besar di Indonesia, UI, UGM, ITB, IPB, Unair, Unibraw, Unpad, Unhas, Unand, Unsri, dan Unsyiah.

Di tahun 2016 lalu, Saidi dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) juga merilis hasil survey terhadap mahasiswa di kampus umum. Beberapa temuanya, 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan, sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru menyatakan setuju dengan penerapan syariat Islam. Sementara di tahun sebelumnya 4% penduduk Indonesia menyetujui negara ISIS, dan 5% diantaranya adalah mahasiswa. Beberapa organisasi yang disebut menyebarkan ideologi ini adalah KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), Salafi, dan HTI, di mana mereka juga disebut sebagai  penguasa perpolitikan mahasiswa saat ini.

Selain dalam tingkat mahasiswa, terdapat penelitian juga yang menyebutkan bahwa radikalisasi agama telah menjangkit masyarakat sejak dari siswa. Penelitian ini dilakukan oleh Rokhmad (2012) dengan menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, paham radikal telah merasuk ke siswa yang memiliki pengetahuan agama minim melalui guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah berideologi Islam radikal. Kedua, Kegiatan mabit dan daurah dalam organisasi ekstra Kerohanian Islam (rohis) di sekolah sangat rentan menjadi sasaran kegiatan ideologisasi Islam radikal khususnya di sekolah umum. Ketiga, dalam buku paket dan LKS bermunculan berbagai pernyataan yang mendorong siswa untuk membenci atau anti terhadap agama atau bangsa lain. Data-data di atas menunjukkan bagaimana penyebaran dan ancaman radikalisme di Indonesia saat ini.

Paham radikalisme agama di Indonesia sebenarnya sudah mulai nampak sebelum negara Indonesia terbentuk. Kebijakan politik etis Kolonial Belanda terhadap masyarakat Hindia Belanda (Nusantara) memberi kesempatan pada haji-haji pribumi untuk melakukan ibadah haji ke Makkah. Dengan intensitas yang awalnya minim, kemudian mendekati awal abad 20 menjadi semakin bertambah, banyak orang Nusantara yang juga belajar agama di Makkah. Pada saat itu kondisi politik di Arab juga sedang mengalami pergolakan, yakni banyak munculnya gerakan pembaharuan Islam yang ditokohi oleh Al Afghani, Rasyid Rida, dan Muhammad Abduh. Gerakan ini mengangkat kembali ide pemurnian Islam atau  puritanisme — yang secara arti berdekatan dengan radikalisme Islam — namun konteksnya adalah untuk melawan penjajahan (Eropa) masa itu. Hasil dari pendidikan orang Nusantara tadi melahirkan tokoh seperti Ahmad Dahlan (Muhamadiyah), Hamka, Tahir Tamaluddin, Surkati (Persis) dan beberapa tokoh lainya, yang kemudian menjadi tokoh pembaharu Islam (modernisme Islam) yang berbeda dengan Islam tradisional.

Demikian juga konteks sejarah muncul wacana radikalisme/fundamentalisme Islam yang kemudian dicap teroris — selain dari runtuhnya Orde Baru jika di Indonesia —   oleh Barat adalah pasca peristiwa ditabraknya WTC pada 11 September 2001 oleh milisi Taliban. Peristiwa ini memberikan sebuah pukulan besar bagi Amerika, karena menewaskan banyak warganya. Atas dasar ini, mereka mencap Islam sebagai teroris. Pelabelan ini, bahkan tidak hanya ditujukan pada kaum fundamental Islam, tetapi semua umat Islam di dunia. Ketegangan ini juga mengakibatkan wacana dunia internasional tentang radikalisme agama

(20)

(Islam) dan terorisme menjadi perhatian utama di abad 21. Hubungan antara Amerika dengan fundamentalis Taliban awalnya terjadi karena misi penguasaan minyak di Asia Tengah oleh Amerika. Meskipun akhirnya Taliban membelot dan malah menyerang WTC. Peristiwa ini dapat dilihat bahwa berkembangnya paham radikal berkaitan erat juga dengan geopolitik-ekonomi dunia. Sehingga tidak menutup kemungkinan juga dengan di Indonesia, bahwa gerakan radikalisme Islam juga memiliki keterkaitan yang sama dengan ekonomi-politik yang ada di Indonesia sendiri maupun di dunia.

(21)

Mengetahui Eksistensi Gerakan Radikalisme di Indonesia.

Jika dilihat dari letak Indonesia yang strategis dan merupakan kumpulan dari pulau- pulau, Indonesia sering dilewati oleh negara lain. Baik sebagai tempat transit atau berhenti

dengan berbagai tujuan.Selain itu, Indonesia terdiri dari beraneka ragam budaya sehingga radikalisme dapat dengan mudah masuk ke Indonesia.Baik melalui jalur darat maupun laut  bahkan karena luasnya Indonesia, banyak wilayah yang belum terjangkau oleh aparatur

negara.

Selain agama, radikalisme juga sudah “menjangkiti” aliran-aliran sosial, politik, budaya, dan ekonomi.Ada anggapan di kalangan masyarakat awam bahwa radikalisme hanya dilakukan oleh agama tertentu saja.sebenarnya bukan karena agamanya namun lebih kepada  perilaku manusia itu sendiri.

Di Indonesia, aksi kekerasan (teror) yang terjadi selama ini kebanyakan dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan/mendompleng agama tertentu. Agama dijadikan tameng oleh mereka untuk melakukan aksinya.Selain itu mereka juga memelintir sejumlah  pengertian dari kitab suci. Teks agama dijadikan dalih oleh mereka untuk melakukan tindak

kekerasan atas nama jihad.

Beberapa contoh radikalisme keagamaan yang terjadi di Indonesia adalah munculnya berbagai kelompok agama yang berhaluan keras, seperti Jama’ah Salafi, Front Pembela Islam (FPI), Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan, Darul Islam/Negara Islam Indonesia, Jama’ah  Tabligh (JT), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Pesantren Al-Mukmin (Ngruki), Laskar Jihad Ahlussunnah Wal J ama’ah, HAMMAS, dan Ikhwanul Muslimin.1

Dosen Fisip Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, M Zaki Mubarak dalam diskusi yang mengupas tentang dilema penanganan terorisme di Indonesia di Wisma Intra Asia, Jalan dr Soepomo, Tebet, Jaksel, Rabu (3/7/2013) menuturkanalasan utama kenapa kelompok-kelompok ini melakukan aksi radikal adalah karena ketidakpuasan kepada  pemerintahan yang ada. Menurut mereka, tidak adanya pemimpin yang baik, menyebabkan negara diambang kehancuran.Selain itu, mereka percaya negara ini terlalu mudah disetir oleh kepemimpinan dunia barat.Ideologi yang mereka peroleh dari pendahulu mereka, bagi  para kelompok radikal masa kini dianggap sebagai acuan dan alasan kuat untuk melakukan

teror agar tujuan mereka dapat tercapai.2

1.1 Dampak Negatif Gerakan Radikalisme Terhadap Ketatanegaraan NKRI yang Tidak Sesuai dengan Pancasila.

Semua gerakan yang dilakukan oleh orang-orang radikalisme sangat tidak sesuai dengan Pancasila.Banyak gerakan radikalisme yang mengatasnamakan agama. Tentu dalam sila  pertama pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, di dalam sila ini tidak mengartikan tentang bagaimana gerakan radikalisme di sebarkan, tetapi sila ini memberi tahu bahwa semua masyarakat yang berada di Indonesia berhak memeluk agamanya sendiri-sendiri. Dampak negatif dari gerakan radikalisme itu sendiri adalah banyaknya

1Natamarga., Rimbun, Wahabi di Arus Radikalisme Islam di Indonesia (Bandung :

https://unpad.academia.edu, 2013), hlm.06-07.

2Syam, M.Si., Prof. Dr. Nur, Tantangan Multikulturalisme Indonesia Dari Radikalisme Menuju

(22)

 pemberontakan yang mengatasnamakan agama, contohnya saja terorisme yang melakukan  pemberontakan dengan cara membunuh atau melakukan bom bunuh diri.

Tujuannya adalah sebagai peringatan bagi orang-orang yang melakukan maksiat. Mesikipun agama berbeda-beda tetapi ajaran agama tersebut tidak ada yang mengajarkan  bahwa pemborantakan harus dilakukan apalagi dengan cara membunuh atau mengebom. Dampak lainnya adalah jika di suatu negara terdapat gerakan radikalisme dan gerakan tersebut sangat eksis, negara tersebut akan di klaim sebagai negara yang melahirkan orang-orang yang khusus mengikuti gerakan radikalisme.

Salah satu kejadian di Indonesia adalah bom bunuh diri di Bali yang terjadi hingga 2x yang mengakibatkan kematian.Pada saat itu para turis mancanegara sangat ketakutan, sehingga meraka kembali ke tempat asal mereka.Kita tahu bahwa pulau Bali adalah salah satu investasi besar di Indonesia.Setalah kejadian itu, di susul oleh bom bunuh diri di Hotel J.W Marriott. Bom bunuh diri ini semakin merepotkan Pemerintah Indonesia untuk mengetahui sebenarnya apa alasan mereka melakukan hal tersebut.

1.2 Upaya Pemerintah Selama Ini dalam Mengatasi Gerakan Radikalisme di Indonesia Menurut Irjen Pol Bambang Suparno, SH, M.Hum selaku Deputi Bidang Koordinasi Keamanan Nasional Kemenkopolhukam RI, radikalisme tidak identik dengan agama.Upaya menanggulangi radikalisasi ini salah satunya dapat dilakukan dengan memberi akses kepada  bekas pelaku radikalisasi untuk hidup normal.“Kalau tidak ada akses untuk hidup normal,

dia akan kembali bergabung dengan kelompoknya,” jelas Bambang Suparno3.

Sependapat dengan Bambang Suparno, Prof. Dr. Arief Rahman, MA selaku (Guru Besar UNJ/Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO) mengatakan dalam menanggulangi radikalisme, pendidikan di Indonesia sebaiknya tidak terlalu berat kepada kecerdasan akal saja. “Semua pendidik harus mampu menumbuhkan kecerdasan spiritual dalam diri individu,” kata Arief Rahman.4  Pemerintahan Indonesia perlu melakukan  pendekatan prefentiv kepada generasi penerus bangsa, agar menghentikan penyebaran radikalisme di kalangan generasi penerus bangsa yang semakin memprihatinkan. Banyak dari organisasi radikalisme yang merekrut muda-mudi Bangsa Indonesia karena lebih mudah terprovaokasi daripada golongan dewasa yang sudah lebih paham kenegaraan. Semakin  banyak muda-mudi yang terpengaruh pemikiran radikal maka semakin cepat pula  penyebaran gerakan radikalisme di Indonesia, karena bisa memprovokasi sesama pemuda

dalam melakukan tindakan radikalisme.

3 http://www.lemhannas.go.id/portal/in/berita/178-umum/2434- round-table-discussion-rtd-sebagai-upaya-lemhannas-ri-dalam-mengatasi- permasalahan-radikalisme-di-indonesia.html 4 http://www.lemhannas.go.id/portal/in/berita/178-umum/2434-round- table-discussion-rtd-sebagai-upaya-lemhannas-ri-dalam-mengatasi- permasalahan-radikalisme-di-indonesia.html

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa kombinasi pemberian kompos TKKS dan mulsa helaian anak daun kelapa sawit pada medium tanam sub soil bibit kelapa sawit ( Elaeis guineensis

The results indicate that academic achievement is in a positive correlation with the mastery and performance goal orientations and deep and strategic learning approaches, and in

Tidak adanya perbedaan yang nyata pada kecepatan timbulnya estrus tersebut mungkin juga disebabkan oleh fase pertumbuhan folikel yang tidak berbeda

Capaian pembelajaran terjadi proses pembelajaran berapa kajian secara akademik ilmiah tentang masalah ideologi Pancasila Indonesia kaitannya dengan aspek

Telah pula dapat ditunjukkan bahwa kadar total kurkuminoid yang diekstrak dari simplisia kering memiliki kuantitas lebih banyak daripada temulawak segar (dari berat segar yang

Produk Nasional Bruto (PNB)/Gross National Product (GNP) adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara baik yang tinggal di dalam

Penelitian sebelumnya tentang sindrom nefrotik sampel data hanya dilakukan pada satu waktu saja menunjukkan penurunan ekspresi subunit p65 NF- dan beberapa sampel

Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Perawatan Kelua Kabupaten Tabalong pada bulan Desember 2015 – Januari 2016, berdasarkan hasil uji statistik dengan