• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Pedoman LLTT 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Pedoman LLTT 2015"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

i

KATA PENGANTAR

Penyelenggaraan pengelolaan lumpur tinja merupakan pelayanan publik dan salah satu prioritas pencapaian target MDGs, yaitu meningkatkan akses pelayanan air limbah yang aman dan berkelanjutan sehingga dicapai peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan yang lebih baik dan sehat. Sesuai dengan RPJMN 2019, dimana disebutkan bahwa akses sanitasi dasar sebesar 100%, yang salah satunya adalah sektor air limbah. Hal ini berarti, pelayanan air limbah dapat diakses oleh seluruh masyarakat.

Penyelenggaraan pengelolaan lumpur tinja perlu dilakukan secara pro aktif mengingat tingginya potensi timbulan lumpur tinja yang seharusnya terolah, serta dampak negatif yang dapat ditimbulkan bagi kesehatan masyarakat dan perekonomian. Untuk meningkatkan pengelolaan lumpur tinja, dibutuhkan suatu pelayanan penyedotan sarana sanitasi sistem setempat yang bersifat terjadwal, disamping berdasarkan pada permintaan konsumen.

Pedoman ini disusun untuk dipergunakan sebagai pegangan bagi para pemangku kepentingan dalam menyelenggarakan pengelolaan lumpur tinja, khususnya pelayanan lumpur tinja secara terjadwal. Melalui Pedoman ini akan terwujud kesamaan persepsi dalam penyelenggaraan pengelolaan lumpur tinja secara komprehensif, terpadu dan berkelanjutan.

Kepada para pihak yang telah membantu penyusunan Pedoman ini kami ucapkan terima kasih. Semoga sumbangsih yang telah diberikan bermanfaat bagi peningkatan kualitas lingkungan melalui pembenahan di sektor air limbah.

Terima kasih.

Jakarta, Desember 2014 Direktorat Jenderal Cipta Karya

(4)
(5)

iii

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BABs = Buang Air Besar Sembarangan

Badan Usaha = Kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan

mencari laba atau keuntungan. Sesuai PP No. 1 Tahun 2008, bentuk Badan Usaha swasta berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Koperasi.

BPS = Buku Putih Sanitasi

BUMD = Badan Usaha Milik Daerah

CAPEX = Capital Expenditure (Biaya Invenstasi, misalnya pembangunan/

rehabilitasi sarana, pengadaan alat bantu, dll)

EHRA = Environmental Health Risk Assessment

IPLT = Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

Idle Capacity = Kapasitas yang belum terpakai sesuai perencanaannya

LLTT = Layanan Lumpur Tinja Terjadwal

Litbang = Penelitian dan Pengembangan

MDGs = Millennium Development Goals

Monev = Monitoring dan Evaluasi

OP = Operasional dan Pemeliharaan

OPEX = Operational Expenditure (Biaya Operasional, misalnya pengeluaran

bahan bakar, biaya perawatan, honor tenaga kerja, pembelian alat tulis, dan lain-lain)

PAD = Pendapatan Asli Daerah

PDAM = Perusahaan Daerah Air Minum

Pemkab = Pemerintah Kabupaten

Pemkot = Pemerintah Kota

Perda = Peraturan Daerah

Perbup = Peraturan Bupati

Perwal = Peraturan Walikota

Polluter Pay Principle = Asas pencemar membayar, bahwa setiap penanggung jawab yang

usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan (pasal 2 huruf j UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

RT = Rukun Tetangga

RUPS = Rapat Umum Pemegang Saham

(6)

iv

SDM = Sumber Daya Manusia

SNI = Standar Nasional Indonesia

SOP = Standar Operasional Prosedur

SPAL = Sistem Pengelolaan Air Limbah

SPAL Setempat = Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat

= Sistem penanganan air limbah domestik yang dilakukan secara individual dan atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber.

Sensus SPAL Setempat = Kegiatan pendataan sarana pengelolaan air limbah setempat yang ada di masyarakat

SPM = Standar Pelayanan Minimal

TPLS = Tempat Penampungan Lumpur Sementara

UPTD = Unit Pelaksana Teknis Dinas

UPTB = Unit Pelaksana Teknis Badan

(7)

v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Istilah dan Definisi ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Lampiran ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Maksud ... 2 1.3. Tujuan ... 2 1.4. Sasaran ... 3 1.5. Ruang Lingkup ... 3 1.6. Definisi LLTT ... 3 1.7. Pola Penyelenggaraan ... 3 1.8. Kriteria Dasar ... 3

BAB II TAHAP PERSIAPAN ... 9

2.1. Tingkat Pusat ... 9

2.1.1. Penyusunan Regulasi dan Kebijakan ... 9

2.1.2. Penyusunan Panduan Monitoring Evaluasi Kegiatan ... 9

2.1.3. Penyiapan Materi Sosialisasi dan Diseminasi ... 9

2.1.4. Penyiapan Materi Pelatihan Fasilitator Provinsi dan Kabupaten/Kota ... 10

2.1.5. Perekrutan Fasilitator Pendampingan Implementasi LLTT di Tingkat Kabupaten/Kota ... 10

2.1.6. Pelaksanaan Pelatihan Fasilitator Provinsi dan Kabupaten/Kota ... 11

2.2. Tingkat Provinsi ... 12

2.2.1. Penyiapan Materi Sosialisasi dan Diseminasi ... 12

2.2.2. Sosialisasi kepada Kabupaten/Kota ... 12

2.2.3. Seleksi dan Verifikasi Kesiapan Kabupaten/Kota ... 12

(8)

vi

2.3. Tingkat Kabupaten/Kota ... 13

2.3.1. Melakukan Penilaian Mandiri Berdasarkan Komponen Kriteria Kesiapan ... 13

2.3.2. Penyusunan Regulasi dan Kebijakan ... 16

2.3.3. Penyusunan Rencana Pengelolaan Lumpur Tinja ... 17

2.3.3.1. Kegiatan Sosialisasi dan Edukasi Pengelolaan Lumpur Tinja di Tingkat Masyarakat ... 20

2.3.3.2. Sensus Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat (Sensus SPAL-S) ... 21

2.3.3.3. Identifikasi Wilayah Pelayanan dan Wilayah Prioritas ... 22

BAB III TAHAP OPERASIONAL ... 27

3.1. Tingkat Pusat ... 27

3.2. Tingkat Provinsi ... 27

3.3. Tingkat Kabupaten/Kota ... 28

3.3.1. Penguatan Lembaga Pengelola ... 28

3.3.2. Pengalokasian Anggaran ... 31

3.3.2.1. Sumber Dana ... 32

3.3.2.2. Komponen Pendanaan ... 33

3.3.2.3. Kerjasama Pendanaan ... 34

3.3.2.4. Mekanisme Penetapan Tarif Retribusi ... 35

3.3.2.5. Mekanisme Pembayaran Tagihan ... 36

3.3.3. Organisasi dan SDM ... 36

3.3.4. Peran Serta Masyarakat dan Badan Usaha ... 36

3.3.4.1. Peran Serta Masyarakat ... 36

3.3.4.2. Peran Serta Badan Usaha ... 36

3.3.5. Pelaksanaan Teknis Operasional ... 37

3.3.5.1. Sistem Penyedotan dan Pengangkutan Lumpur Tinja ... 38

3.3.5.2. Rute dan Jadwal ... 39

3.3.5.3. Sarana Penyedotan dan Pengangkutan ... 39

3.3.5.4. Unit Pengolahan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) ... 41

3.3.5.5. Kapasitas Pengolahan IPLT ... 44

3.3.5.6. Sarana Penunjang IPLT ... 44

3.3.6. Penyiapan Manajemen Operasional ... 45

3.3.6.1. Pengaturan Basis Data Pelanggan ... 45

3.3.6.2. Penyusunan SOP ... 46

3.3.6.3. Penyusunan Jadwal Layanan Lumpur Tinja Terjadwal ... 47

3.3.7. Pelaksanaan Pengurasan Tangki Septik ... 47

(9)

vii

3.3.7.2. Layanan Lumpur Tinja Tidak Terjadwal ... 49

3.3.8. Mekanisme Layanan Pengaduan dan Permasalahan ... 50

BAB IV MONITORING DAN EVALUASI ... 53

4.1. Tujuan Monitoring dan Evaluasi ... 53

4.2. Monitoring Evaluasi di Tingkat Pusat ... 53

4.3. Monitoring Evaluasi di Tingkat Provinsi ... 54

4.4. Monitoring Evaluasi di Tingkat Kabupaten/Kota ... 55

4.5. Instrumen Monitoring dan Evaluasi ... 56

4.5.1. Instrumen Monev di Tingkat Pusat ... 56

4.5.2. Instrumen Monev di Tingkat Provinsi ... 58

4.5.3. Instrumen Monev di Tingkat Kabupaten/Kota ... 60

4.6. Evaluasi Tarif Retribusi ... 64

BAB V PENUTUP ... 65 LAMPIRAN

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penilaian Kinerja Pengelolaan Lumpur Tinja ... 14

Tabel 2.2. Materi Dokumen Rencana Pengelolaan Lumpur Tinja ... 17

Tabel 2.3. Skoring Penentuan Lokasi Pelayanan ... 25

Tabel 2.4. Bagan Alir Tahap Persiapan ... 26

Tabel 3.1. Perbedaan SKPD, PPK-BLUD dan BUMD ... 30

Tabel 3.2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Teknologi pada IPLT ... 43

Tabel 3.3. Kapasitas IPLT dan Cakupan Pelayanan LLTT ... 44

Tabel 3.4. Bagan Alir Tahap Operasional ... 52

Tabel 4.1. Bagan Alir Tahap Monitoring dan Evaluasi ... 56

Tabel 4.2. Kuesioner di Tingkat Pusat (Tahap Persiapan) ... 56

Tabel 4.3. Kuesioner di Tingkat Pusat (Tahap Operasional) ... 58

Tabel 4.4. Kuesioner di TingkatProvinsi (Tahap Persiapan) ... 58

Tabel 4.5. Kuesioner di Tingkat Provinsi (Tahap Operasional) ... 60

Tabel 4.6. Kuesioner di Tingkat Kabupaten/Kota (Tahap Persiapan) ... 60

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Rantai Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) Setempat ... 1

Gambar 1.2. Sistematika Pelaksanaan Kegiatan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal ... 5

Gambar 1.3. Sistem Penyedotan dan Pengangkutan Lumpur Tinja di Area Pelayanan Alternatif 1 ... 6

Gambar 1.4. Sistem Penyedotan dan Pengangkutan Lumpur Tinja di Area Pelayanan Alternatif 2 ... 7

Gambar 1.5. Sistem Penyedotan dan Pengangkutan Lumpur Tinja di Area Pelayanan Alternatif 3 ... 8

Gambar 3.1. Skema Pembiayaan Operasional Pemeliharaan Pengelolaan Air Limbah/ Lumpur Tinja ... 32

Gambar 3.2. Sistem Penyedotan dan Pengangkutan Lumpur Tinja ... 38

Gambar 3.3. Alternatif Teknologi Pengolahan ... 42

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Sensus SPAL Setempat

Lampiran 2 Format Kesepakatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Lampiran 3 Pembagian Peran Antara Pusat dan Daerah

Lampiran 4 Rincian Komponen Pendanaan Pengelolaan Lumpur Tinja

Lampiran 5 Pendanaan LLTT Melalui Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah

Lampiran 6 Kerjasama Antar Daerah

Lampiran 7 Bentuk Lembaga Pengelola LLTT, Struktur Organisasi & SDM

Lampiran 8 Spesifikasi Teknik Armada Pengangkut Lumpur Tinja

Lampiran 9 Standar Operasional Prosedur

Lampiran 10 Contoh Perhitungan Waktu Ritasi

Lampiran 11 Perhitungan Jumlah Kebutuhan Truk

Lampiran 12 Dasar Hukum

Lampiran 13 Tabel Pelaporan

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyediaan prasarana dan sarana air limbah merupakan salah satu prioritas Pemerintah Indonesia karena sektor ini merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam Millennium

Development Goals (MDGs), yaitu mengurangi separuh penduduk yang belum mendapatkan

akses pelayanan air limbah yang aman dan berkelanjutan pada tahun 2015 serta target pencapaian universal akses sanitasi 100% di tahun 2019. Hal ini tentu berkaitan erat dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi regional.

Salah satu sistem pengelolaan air limbah adalah Sistem Setempat, yaitu sistem penanganan air limbah domestik yang dilakukan secara individual dan atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber.

Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) Setempat merupakan salah satu rantai pengolahan yang saling berhubungan, dimulai dari sarana setempat, penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja, pengolahan lumpur tinja di IPLT, pemanfaatan kembali dan pembuangan, yang dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

PEWADAHAN

SARANA SISTEM

PENGUMPULAN PENGANGKUTAN PENGOLAHAN

PENYEDOTAN DAN PENGANGKUTAN IPLT

PEMANFAATAN KEMBALI/ PEMBUANGAN

PENGELOLAAN LUMPUR TINJA

PENGELOLAAN LUMPUR TINJA

PEMANFAATAN KEMBALI/ PEMBUANGAN

(14)

2

Dari sarana sistem setempat (tangki septik, cubluk, dll) akan dihasilkan lumpur yang yang disebut dengan lumpur tinja (black water), yang memerlukan pengolahan lebih lanjut di IPLT. Oleh karena itu, pengelolaan lumpur tinja merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat terpisahkan dari pengelolaan air limbah.

Berdasarkan data dari World Bank dan Australia Aid yang dimuat dalam East Asia Pacific Region Urban Sanitation Review Indonesia Country Study, pada September 2013, disebutkan bahwa sistem pengelolaan air limbah setempat yang dipergunakan di Indonesia adalah tangki septik yang tidak tersambung dengan sistem perpipaan air limbah sebesar 62%, dan sarana setempat lainnya sebesar kurang dari 23% , merupakan sarana air limbah yang tidak aman bagi lingkungan. Hal ini berkaitan dengan kualitas sistem setempat tersebut tidak kedap air, serta kurangnya pemeliharaan.

Berdasarkan perhitungan jumlah penduduk dan akumulasi lumpur tinja yang dihasilkan setiap orang per tahun, maka potensi timbulan lumpur tinja yang seharusnya terolah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) cukup tinggi. Namun pada kenyataannya, volume lumpur tinja yang diolah di IPLT sangat minim, sehingga 90% dari IPLT yang dibangun mengalami idle capacity yang cukup besar. Hal ini berkaitan dengan kualitas sarana sistem setempat yang tidak memenuhi standar dan pelayanan penyedotan lumpur tinja yang masih berdasarkan pada permintaan konsumen (on call based).

Penyedotan lumpur tinja seharusnya dilakukan secara reguler. Namun dengan kondisi saat ini dimana umumnya kualitas sarana sistem setempat tidak memenuhi standar maka mekanisme penyedotan secara terjadwal atau Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan pengolahan air limbah sistem setempat. Dengan mekanisme ini maka rantai pengolahan sistem setempat akan berjalan dan secara siknifikan akan berpengaruh pada penurunan idle capacity IPLT.

Sebagai upaya untuk menjadikan Sistem Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) ini dapat diimplemantasikan dengan mudah, terukur, menyeluruh dan berkesinambungan, maka penanganan yang dilakukan harus meliputi aspek regulasi, manajemen dan kelembagaan, teknis operasional, finansial dan peran badan usaha, serta dibutuhkannya mekanisme pemantauan.

1.2. Maksud

Pedoman ini dimaksudkan menjadi acuan bagi Pemangku Kepentingan untuk menyelenggarakan pengelolaan lumpur tinja secara terjadwal, yang meliputi kegiatan persiapan, operasional, monitoring dan evaluasi.

1.3. Tujuan

Pedoman Pengelolaan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) ini bertujuan agar masyarakat dan para pemangku kepentingan mengerti dan memahami aspek teknis dan non teknis dalam

(15)

3

menyelenggarakan pengelolaan lumpur tinja, khususnya dalam kegiatan persiapan, operasional, monitoring dan evaluasi.

1.4. Sasaran

Sasaran dari tersedianya Pedoman Pengelolaan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) ini adalah para pemangku kepentingan di tingkat Pusat, Provinsi, Kota/Kabupaten dan pihak lain yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam menyelenggarakan pengelolaan lumpur tinja.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman Pengelolaan Lumpur Tinja ini meliputi : a. Prinsip dan Sistem Pengelolaan

b. Tahapan Persiapan

c. Tahapan Operasional

d. Monitoring dan Evaluasi

1.6. Definisi

Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) adalah suatu mekanisme pelayanan penyedotan lumpur tinja yang dilakukan secara periodik atau terjadwal yang diterapkan pada sistem pengelolaan air limbah setempat dan komunal, yang kemudian diolah pada instalasi yang ditetapkan serta terkait dengan metode pembayaran yang telah ditetapkan.

1.7. Pola Penyelenggaraan

Pola penyelenggaraan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan Badan Usaha. Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan LLTT melalui pengaturan berupa penyediaan pedoman pelaksanaan dan pengaturan lainnya; pembinaan berupa peningkatan kualitas sistem setempat, pendampingan pelaksanaan LLTT dan penguatan kelembagaan IPLT; dan pengawasan pelaksanaan LLTT.

1.8. Kriteria Dasar

Kriteria Dasar merupakan indikator kesiapan suatu Kabupaten/Kota untuk pelaksanaan LLTT. Kriteria Dasar tersebut meliputi :

a. Ketersediaan Regulasi dan Kebijakan

Ketersediaan regulasi dan kebijakan yang dimaksud adalah peraturan di tingkat pusat maupun daerah yang mengatur pelaksanaan LLTT secara lengkap meliputi peraturan teknis dan non-teknis.

(16)

4

b. Ketersediaan Lembaga Pengelola (minimal setingkat UPTD/UPTB)

Lembaga pengelola di setiap tingkat pemerintahan daerah merupakan pihak yang melakukan dan mengatur pelaksanaan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) sesuai dengan lingkup kerja yang telah ditentukan.

c. Ketersediaan Rencana Implementasi LLTT

Perencanaan dalam pelaksanaan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) dilakukan dengan memperhatikan aspek regulasi dan kebijakan, aspek kelembagaan dan SDM, aspek teknis, aspek keuangan serta aspek peran serta swasta dan masyarakat.

d. Ketersediaan, kapasitas, dan keberfungsian IPLT dan Sarana Prasarana Penunjangnya Pembangunan dan pengoperasian IPLT dilakukan dengan memperhatikan kriteria desain dan kebutuhan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) pada daerah yang terlayani IPLT tersebut. Bangunan IPLT harus siap dioperasikan dengan optimal sesuai kapasitas desainnya.

e. Ketersediaan Prasarana dan Sarana Pengangkutan, baik yang dimiliki dan dikelola sendiri ataupun bekerja sama dengan pihak swasta

Prasarana dan sarana pengangkutan lumpur tinja perlu disediakan dan dipergunakan secara rutin serta dipelihara agar dapat digunakan secara berkesinambungan sesuai kebutuhan masyarakat. Prasarana dan sarana pengangkutan meliputi jalan akses dari/atau menuju IPLT, jalan akses dari/atau menuju daerah pelayanan, truk tinja, motor sedot tinja, dan lain-lain.

f. Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)

Ketersediaan SDM yang kompeten merupakan salah satu aspek paling penting dalam pelaksanaan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) sebab SDM merupakan penggerak dan pelaksana dalam LLTT.

g. Ketersediaan Anggaran

Alokasi anggaran untuk penyelenggaraan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) disediakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota secara memadai sehingga LLTT dapat terlaksana tanpa kendala.

h. Kesediaan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menerapkan ‘Polluter Pay Principle’, dimana pencemar harus memikul biaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan yang ditimbulkannya.

(17)

5 TAHAP

PERSIAPAN

PUSAT PROVINSI KAB/KOTA

· Regulasi · Panduan Monev · Materi Sosialisasi/ Diseminasi · Materi Pelatihan · Sosialisasi/ Diseminasi dan Pelatihan · Penyiapan Fasilitator · Materi Sosialisasi/ Diseminasi · Sosialisasi/ Diseminasi · Seleksi Kabupaten/ Kota · Penyusunan Kesepakatan dengan Kab/ Kota (MoU) · Pendampingan implementasi LLTT · Rekrutmen Fasilitator TAHAP OPERASIONAL TAHAP MONEV Umpa n Balik Perba ikan Umpan Balik Perb aikan

PUSAT PROVINSI KAB/KOTA

Koordinasi Koordinasi · Penilaian Mandiri · Regulasi/ kebijakan · Penyiapan Institusi Pengelola · Penyusunan rencana implementasi · Identifikasi wilayah pelayanan & wilayah prioritas · Sosialisasi dan edukasi · Sensus tangki septik · Kampanye dan Promosi LLTT · Penguatan Kelembagaan · Pengalokasian Anggaran · Penyediaan SDM · Pelaksanaan Teknis Operasional · Penyiapan Manajemen Operasional · Pelaksanaan Pengurasan Terjadwal

(18)

6

Pada pelaksanaan penyedotan lumpur tinja dan pengangkutannya menuju IPLT dibutuhkan sarana kendaraan penyedot dan pengangkutan berupa truk tinja, motor tinja atau gerobak tinja yang tergantung dengan kondisi daerah pelayanan. Sedangkan cara pengangkutannya dapat dibuang langsung ke IPLT atau ditampung terlebih dahulu di Tempat Penampungan Lumpur Sementara (TPLS) untuk selanjutnya dibuang ke IPLT.

Alternatif sistem penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja tersebut diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

(19)

7 Gambar 1.4. Sistem Penyedotan dan Pengangkutan Lumpur Tinja di Area Pelayanan Alternatif 2

(20)

8

(21)

9

BAB II

TAHAPAN PERSIAPAN

2.1. Tingkat Pusat

2.1.1.

Penyiapan Regulasi dan Kebijakan

Untuk memberikan landasan hukum penyelenggaraan sistem pengelolaan lumpur tinja secara menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan diperlukan Peraturan Menteri.

Penyusunan regulasi dan kebijakan pengelolaan lumpur tinja bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem pengelolaan lumpur tinja, dalam mencapai target 100% akses pelayanan sanitasi pada tahun 2019.

2.1.2.

Penyiapan Panduan Monitoring Evaluasi Kegiatan

Guna mencapai akuntabilitas terhadap penyelenggaraan pelaksanaan program dan pengembangan layanan lumpur tinja, dibutuhkan monitoring dan evaluasi sebagai bentuk pengawasan dan pengendalian program mulai dari proses perencanaan, implementasi,

output dan outcome yang diharapkan.

Kegiatan Monitoring dan Evaluasi ini dilakukan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/Kota.

2.1.3.

Penyiapan Materi Sosialisasi dan Diseminasi

Materi Sosialisasi dan diseminasi LLTT di tingkat pusat disiapkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Cq. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman.

Materi Sosialisasi dan Diseminasi meliputi :

1) Kebijakan Umum dan Strategi Nasional tentang sanitasi, khususnya mengenai

pengelolaan lumpur tinja

2) Pedoman LLTT

3) Regulasi dan Kelembagaan pengelolaan LLTT

4) Keuangan dan Administrasi

5) Best practice LLTT

Sasaran dan Tujuan Sosialisasi

Sosialisasi di tingkat pusat, dilakukan kepada para pemangku kepentingan sanitasi di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, pakar dan masyarakat pemerhati sanitasi.

Sosialisasi di tingkat pusat bertujuan untuk :

1) Menyamakan persepsi mengenai pentingnya sanitasi, khususnya pengelolaan lumpur tinja, permasalahan serta dampak yang ditimbulkan dari buruknya pengelolaan lumpur tinja dan kondisi sanitasi yang buruk akibat SPAL setempat yang tidak memenuhi syarat

(22)

10

dan dampak pencemaran yang ditimbulkannya terhadap air tanah dan air permukaan, khususnya di daerah perkotaan.

2) Menumbuhkan dan mendorong peran aktif pemerintah, badan usaha, dan masyarakat dalam pengelolaan lumpur tinja.

3) Menyampaikan dan menjelaskan mengenai tahap kegiatan layanan lumpur tinja

terjadwal dan tidak terjadwal, sesuai dengan pedoman.

4) Melakukan pembelajaran diantara para peserta, melalui sharing pengalaman dari Kabupaten/ Kota yang sudah melaksanakan LLTT.

5) Menjaring minat Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menerapkan LLTT. Hal ini ditandai dengan Surat Minat dari Pemerintah Kabupaten/Kota yang ditujukan ke Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat akan mendampingi Pemerintah Kabupaten/Kota yang berminat menerapkan LLTT.

6) Memberikan pemahaman kepada SKPD Kabupaten/Kota terkait untuk menyusun

Rencana Kegiatan Pengelolaan Lumpur Tinja, dan melakukan penilaian mandiri terhadap kinerja pengelolaan lumpur tinja yang telah dilakukan.

7) Menyusun rencana tindak pengembangan LLTT.

2.1.4.

Penyiapan Materi Pelatihan Fasilitator Provinsi dan Kabupaten/Kota

Fasilitator Provinsi dan Kabupaten/Kota bertugas untuk mendampingi pemangku kepentingan terkait dalam melaksanakan program pengembangan LLTT, sesuai dengan pedoman.

Setiap fasilitator harus memiliki pemahaman yang komprehensif, untuk

mengimplementasikan pedoman tersebut, serta mampu memfasilitasi pemangku kepentingan terkait dalam menggerakkan sumber daya yang ada untuk melaksanakan LLTT. Materi pelatihan bagi fasilitator Provinsi dan kabupaten/kota meliputi :

1) Kebijakan Umum dan Strategi Nasional tentang sanitasi, khususnya mengenai

pengelolaan lumpur tinja

2) Latar Belakang, maksud dan tujuan kegiatan LLTT 3) Materi sesuai pedoman

4) Kunjungan lapangan ke fasilitas IPLT, observasi kegiatan operasional truk tinja, sensus sistem pengelolaan air limbah setempat dan observasi teknis lainnya

5) Materi dasar kegiatan fasilitasi

2.1.5.

Perekrutan Fasilitator Pendampingan Implementasi LLTT di Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota

Untuk mendampingi Pemangku Kepentingan di Kabupaten/Kota yang baru

(23)

11

dalam Pedoman Pengelolaan Lumpur Tinja, maka dibutuhkan pendampingan kepada Kabupaten/Kota.

Di tingkat Provinsi, fasilitator pendampingan implementasi LLTT minimal terdiri atas 1 orang tenaga ahli teknik, 1 orang tenaga ahli kelembagaan, 1 orang tenaga ahli sosial kemasyarakatan, dan 1 orang tenaga ahli finansial . Sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota, dibutuhkan 1 orang fasilitator pendampingan.

Tenaga fasilitator LLTT ini bertugas untuk :

1) Mendampingi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun rencana implementasi

LLTT

2) Mendampingi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan sensus tangki septik

sebagai baseline kondisi tangki septik di daerah layanan LLTT.

3) Mendampingi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menentukan daerah layanan LLTT.

4) Membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan petunjuk pelaksanaan LLTT

sesuai dengan pedoman.

5) Mengevaluasi dan memberi masukan untuk mengatasi permasalahan di lapangan.

6) Membatu Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun SOP LLTT yang spesifik.

7) Menjadi katalisator bagi upaya percepatan Kabupaten/Kota untuk menerapkan LLTT.

Kualifikasi fasilitator untuk kegiatan LLTT adalah sebagai berikut :

1) Berlatar belakang pendidikan minimal S1 di bidang teknik/kelembagaan/finansial/ sosial, sesuai dengan penugasannya

2) Berdomisili di wilayah provinsi penugasan 3) Sehat jasmani dan rohani

4) Sanggup memenuhi tuntutan tugas

5) Berpengalaman dalam memfasilitasi Pemda di bidang sanitasi.

2.1.6.

Pelaksanaan Pelatihan Fasilitator Provinsi dan Kabupaten/Kota

Yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pelatihan bagi fasiltator Provinsi dan Kabupaten/ Kota, adalah :

- Peserta adalah seluruh fasilitator di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota

- Pelatih fasilitator berasal dari lintas kementerian serta lembaga lainnya (Konsultan, Lembaga Donor, dll)

- Pelatihan diselenggarakan secara terpusat

- Durasi pelatihan disesuaikan dengan banyaknya materi pelatihan

- Materi mengenai kebijakan umum, strategi nasional, latar belakang LLTT

- Materi mengenai pedoman pengelolaan lumpur tinja

- Materi mengenai peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM

- Materi mengenai penyiapan kemampuan fasilitasi

(24)

12

2.2. Tingkat Provinsi

2.2.1. Penyiapan Materi Sosialisasi dan Diseminasi

Di tingkat provinsi materi sosialisasi dan diseminasi disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memiliki kewenangan pengelolaan di bidang sanitasi di provinsi.

Materi Sosialisasi yaitu :

1) Kebijakan Umum dan Strategi Nasional tentang sanitasi, khususnya mengenai

pengelolaan lumpur tinja

2) Pedoman LLTT

3) Regulasi dan Kelembagaan pengelolaan LLTT

4) Keuangan dan Administrasi

5) Best practice LLTT

2.2.2. Sosialisasi kepada Kabupaten/Kota

a. Sosialisasi diselenggarakan secara partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di daerah.

b. Sosialisasi bertujuan :

- Memberi informasi, menyamakan persepsi dan meningkatkan pemahaman mengenai

pengelolaan air limbah, khususnya pengelolaan lumpur tinja.

- Mendapatkan umpan balik mengenai pelaksanaan dan kendala pengelolaan air

limbah, khususnya lumpur tinja

- Mendorong peran aktif pemerintah, badan usaha, dan masyarakat dalam

pengelolaan lumpur tinja; serta memberikan penjelasan mengenai peran masing-masing pihak dalam pengelolaan lumpur tinja, serta memberikan penjelasan mengenai peran masing-masing pihak dalam pengelolaan lumpur tinja.

- Menumbuhkan perasaan memiliki (sense of belonging) terhadap program, sistem atau produk lain yang pernah ada sebelumnya.

- Menghasilkan kesepakatan bersama mengenai dukungan dan minat untuk

melakukan pengelolaan lumpur tinja di daerahnya

c. Sosialisasi dilakukan di seluruh Kabupaten/Kota yang memiliki potensi pengelolaan lumpur tinja.

2.2.3. Seleksi dan Verifikasi Kesiapan Kabupaten/Kota

Pemerintah Provinsi bersama dengan Satker Provinsi melakukan seleksi Kabupaten/Kota yang dinilai siap untuk mengimplementasikan LLTT, yang dalam pelaksanannya akan didampingi oleh fasilitator.

Seleksi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

- Kabupaten/Kota yang telah memiliki institusi yang ditugaskan sebagai pengelola dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan lumpur tinja, yang meliputi sistem

(25)

13

pengelolaan air limbah setempat, penyedotan, pengangkutan hingga pengolahan lumpur tinja, bahkan bila diperlukan penggunaan kembali olahan lumpur tinja.

- Kabupaten/Kota yang telah/akan memiliki data base terhadap sistem pengelolaan air limbah setempat yang dimiliki oleh masyarakat.

- Kabupaten/Kota yang telah menyampaikan Penilaian Mandiri Kinerja Pengelolaan

Lumpur Tinja Eksisting.

- Kabupaten/Kota yang telah menyampaikan surat minat menyelenggarakan kegiatan

LLTT yang ditujukan kepada Pemerintah Pusat, yang ditandatangani oleh Kepala Daerah.

- Kabupaten/Kota yang menunjukkan kesiapan untuk menganggarkan dana penyusunan

peraturan, dana penyiapan operator pelaksana, dana operasional dan pemeliharaan IPLT, dana dana 0perasional dan pemeliharaan truk tinja, dana sosialisasi, edukasi dan promosi kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan lumpur tinja.

- Kabupaten/Kota yang memiliki rencana pelaksanaan LLTT, yang akan kemudian

didetilkan bersama dengan fasilitator ketika terpilih.

2.2.4. Penyusunan Kesepakatan Pelaksanaan Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

Yang dimaksud dengan Kesepakatan Bersama dan/atau Perjanjian Kerjasama adalah Kesepakatan Bersama dan/atau Perjanjian Kerjasama pelaksanaan kegiatan LLTT antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota terpilih yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Kesepakatan Bersama dan/atau Perjanjian Kerjasama tersebut dibuat dan diatur sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2.3. Tingkat Kabupaten/Kota

Di tingkat Kabupaten/Kota dilakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk menilai kesiapan daerah dalam melaksanakan LLTT; menyediakan regulasi yang mengatur penugasan, operasional, pendanaan, monitoring, dan peran serta masyarakat dan badan usaha.

2.3.1. Melakukan Penilaian Mandiri Berdasarkan Komponen Kriteria Kesiapan

Untuk menilai kinerja pengelolaan lumpur tinja yang selama ini telah dilakukan, maka instansi pengelola, yakni pemerintah kabupaten/kota, melakukan penilaian mandiri terhadap aspek regulasi dan kebijakan, kelembagaan dan SDM, teknis, dan pembiayaan. Penilaian dan perhitungan nilai (skor) mengacu pada tabel berikut ini :

(26)

14

Tabel 2.1. Penilaian Kinerja Pengelolaan Lumpur Tinja

No. Kriteria Bobot Nilai

1. Apakah sudah ada Regulasi Air Limbah, khususnya yang mengatur tangki

septik dan pengurasannya ? 20

a

Sudah lengkap, berupa Perda atau Perbup/Perwal. (Lengkap : mengatur kewajiban mengolah limbah dari jamban/toilet di setiap rumah

tangga/non-rumah tangga, termasuk fasilitas umum/kawasan, tata cara pembuatan sarana pengolahan limbah, tata cara memelihara sarana pengolahan limbah termasuk pengurasan secara terjadwal, ketentuan tarif/ retribusi pengurasan SPAL Setempat dan pembuangan lumpur tinja ke IPLT)

5

b Sudah namun hanya mengatur retribusi saja, berupa Perda atau

Perbup/Perwal. 3

c Belum ada atau sedang dalam penyusunan (rancangan) 1

2. Bentuk Kelembagaan Pengelola IPLT 10

a Terpisah dari regulatornya (minimal UPT). 5

b Masih melekat pada tupoksi regulator (di bawah Dinas terkait) 3

c Belum diatur dalam tupoksi Dinas terkait. 1

3. Jumlah truk tinja yang dimiliki pengelola dan dalam kondisi operasional

baik 10

a Lebih dari 1 (satu) unit 5

b 1 (satu) unit 3

c Belum punya, atau semua semua unit yang dimiliki rusak 1 4. Ketersediaan pendataan tentang sistem pengelolaan air limbah

setempat 5

a Pendataan dilakukan di lebih dari 50% wilayah pelayanan 5 b Pendataan dilakukan di 50% atau kurang dari wilayah pelayanan 3

c Pendataan belum pernah dilakukan 1

5. Kondisi Bangunan dan operasional IPLT 15

a Bangunan Baik, beroperasi 5

b Bangunan rusak, beroperasi 3

c Bangunan baik atau rusak, tidak beroperasi 1

6. Keberadaan perusahaan layanan sedot swasta 10

a Lebih dari 2 (dua) perusahaan 5

b 1 - 2 perusahaan 3

c Tidak ada/ Tidak ada data 1

7. Alokasi biaya untuk operasional pemeliharaan truk tinja dan IPLT 10

a Lebih dari 0,03% dari total APBD 5

(27)

15

No. Kriteria Bobot Nilai

c Kurang dari 0,01% dari total APBD 1

8. Peraturan perijinan usaha sedot tinja 10

a Sudah diatur, termonitoring dan terealisasi baik 5

b Sudah diatur, namun belum ada monitoring 3

c Belum ada perijinan, hanya informasi non formal 1

9. Kegiatan kampanye sanitasi, mengenai air limbah (khususnya) 10 Sosialisasi Stop BABs

Sosialisasi bentuk tangki septik yang sesuai SNI Sosialisasi PHBS

Pemasaran jamban sehat

Sosialisasi pemeliharaan jamban sehat (bangunan atas dan bawah) Lain-lain : Sosialisasi penyedotan tangki septik

a Ada, lebih dari 3 jenis kegiatan, sudah terjadwal dan terlaksana 5 b Ada, 2-3 jenis kegiatan, sudah terjadwal dan terlaksana 3 c Belum ada atau ada, namun masih bersifat insidentil 1

JUMLAH 100

SKOR MAKS 500

Prosentase 100%

Cara Menggunakan Tabel Penilaian Mandiri :

- Penilaian mandiri dilakukan dengan cara memilih jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Setiap jawaban memiliki nilai seperti yang dituliskan pada kolom ke-4.

- Nilai dari setiap pertanyaan, dihitung dengan cara : Bobot x Nilai

- Jumlahkan Bobot x Nilai dari semua pertanyaan, maka akan didapat Skor.

Kategori :

“Skor Baik” = 351 – 500;

“Skor Cukup” = 180 – 350;

“Skor Kurang” = Kurang dari 180

Hasil penilaian mandiri oleh daerah ini selanjutnya akan diverifikasi oleh Satker PLP Provinsi melalui observasi lapangan, dan dokumen fisik (berupa Surat Minat yang ditandatangani oleh Bupati/Walikota, dokumen SSK/MPSS dan Perda/Perwal/ Perbup terkait pengelolaan air limbah).

Pada tahap ini, Kabupaten/Kota yang siap melaksanakan LLTT dapat diidentifikasi melalui data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.Penilaian mandiri ini menjadi dasar

(28)

16

penilaian bahwa suatu Kabupaten/Kota layak untuk mendapatkan pendampingan dalam pelaksanaan program LLTT.

2.3.2. Penyusunan Regulasi dan Kebijakan

a. Penetapan Peraturan Daerah tentang pengelolaan lumpur tinja bertujuan untuk

memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan sistem pengelolaan lumpur tinja secara menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan. Serta menetapkan peraturan-peraturan lainnya yang bersifat operasional, antara lain perwali/perbup mengenai kerja sama dengan badan usaha, retribusi serta kerjasama antar daerah.

b. Peraturan daerah atau peraturan kepala daerah mengenai pengelolaan air limbah sekurang-kurangnya memuat :

1) Ruang Lingkup

2) Asas dan Tujuan

3) Tugas dan Kewenangan Pemerintah

4) Hak dan Kewajiban

5) Perizinan

6) Penyelenggaraan Pengelolaan Lumpur Tinja

7) Pembiayaan dan Kompensasi

8) Kerjasama dan Kemitraan

9) Peran Masyarakat 10) Konsultasi Publik 11) Larangan 12) Pengawasan 13) Sanksi Administratif 14) Penyelesaian Sengketa 15) Penyidikan 16) Ketentuan Pidana 17) Ketentuan Penutup 18) Larangan BABS

19) Kontribusi Sarana Komunal dari Pemda

20) Pembuatan Tanki Septik yang Memenuhi Syarat, termasuk tangki septik komunal

21) Persyaratan dan Pemeriksaan Tangki Septik dalam IMB

22) Penyedotan Lumpur Tinja secara Terjadwal

23) Metode dan Tata Cara Pembayaran Iuran Warga

c. Jika pada suatu Kabupaten/Kota sudah memiliki Perda atau peraturan kepala daerah yang mengatur pengelolaan lumpur tinja, namun secara substansi belum memenuhi ketentuan sebagaimana pada huruf (b), maka Perda atau peraturan kepala daerah tersebut harus disesuaikan dengan mengacu pada pedoman ini.

(29)

17 2.3.3. Penyusunan Rencana Implementasi LLTT

Kesiapan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kegiatan LLTT, ditunjukkan melalui perencanaan yang dibuat oleh instansi pengelola, dan disetujui oleh Bupati/Walikota. rencana ini disusun menjadi suatu dokumen, yang terdiri atas beberapa bab dan sub bab yang secara rinci dijelaskan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2. Materi Dokumen Rencana Pengelolaan Lumpur Tinja

No. Bab /

Sub Bab Judul Bab/ Sub Bab Penjelasan Referensi/ Sumber Data

1 2 3 4

Bab I Pendahuluan Menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan kegiatan LLTT.

Pedoman LLTT Bab II Gambaran Umum

Wilayah

Menjelaskan mengenai kondisi geografi, administrasi, topografi, jumlah penduduk dan persebarannya per Kecamatan, cakupan pelayanan air bersih (PDAM), kondisi muka air tanah. Dilengkapi dengan peta administrasi, tabel jumlah penduduk Kabupaten/Kota, letak gedung pemerintah, sebaran kepadatan penduduk per kecamatan.

Kabupaten/Kota Dalam Angka.

Peta geohidrologi. Peta Administrasi dan Tata Guna Lahan

Bab III Gambaran Kondisi Eksisting

Pengelolaan Lumpur Tinja

- Menjelaskan kondisi cakupan pelayanan, wilayah pelayanan, aspek teknis dan non teknis dari pengelolaan lumpur tinja eksisting. - Perhitungan volume lumpur tinja,

kapasitas IPLT. - Dokumen perencanaan terkait. - SSK, MPSS - Masterplan atau dokumen perencanaan terkait lainnya

- Log book/ pencatatan permintaan

pelanggan - Hasil survey sistem

pengelolaan air limbah setempat - Dan lain-lain Sub Bab 3.1 Wilayah dan

Cakupan Pelayanan

- Menjelaskan wilayah (spesifik menyebutkan nama kelurahan, kecamatan) yang dilayani secara onsite, maupun offsite, beserta jumlah KK yang terlayani.

- Khusus untuk pelayanan pengurasan non terjadwal, dijelaskan rata-rata frekuensi permintaan pengurasan tangki septik ke wilayah tersebut.

- Dokumen perencanaan terkait - SSK, MPSS - Masterplan atau dokumen perencanaan terkait lainnya

- Log book/ pencatatan permintaan

pelanggan - Dan lain-lain

(30)

18

No. Bab /

Sub Bab Judul Bab/ Sub Bab Penjelasan Referensi/ Sumber Data

1 2 3 4

Sub Bab 3.2.

Aspek Regulasi dan Kebijakan

- Menjelaskan regulasi (Perda, Perwal/Perbup) yang mengatur pengelolaan air limbah, yang sudah dimiliki daerah.

- Menjelaskan regulasi/kebijakan/ MoU dengan layanan swasta (jika ada) - Menjelaskan arah kebijakan daerah di

bidang air limbah, khususnya pengelolaan lumpur tinja.

- Perda, Perwal/Perbup, Surat Edaran, SK, dan lain-lain - SSK, MPSS - Masterplan atau dokumen perencanaan terkait lainnya Sub Bab 3.3. Aspek Kelembagaan dan SDM

- Menjelaskan tupoksi pengelolaan air limbah di kabupaten/Kota yang bersangkutan, struktur organisasi pengelola, jumlah dan kualifikasi SDM, deskripsi tugas SDM, dengan penekanan pada penanggung jawab untuk pengelolaan lumpur tinja

- Renstra instansi pengelola - Perda Susunan

Organisasi dan Tenaga Kerja (SOTK)

- dll Sub Bab

3.4.

Aspek Teknis - Kondisi eksisting sarana

sistem ,setempat (apakah sudah memenuhi standard atau belum) - Kondisi eksisting pelayanan air bersih

dan sanitasi

- Menjelaskan kondisi IPLT yang ada : kapasitas desain, kapasitas terpakai, sistem dan kondisi bangunan, pemeliharaan yang dilakukan. - Jumlah, kondisi, tahun pengadaan,

spek kendaraan penyedotan lumpur tinja yang dimiliki, dan panjang slang. - Kelengkapan sarana prasarana

penunjang : kantor, pos jaga, laboratorium, sarana air bersih, listrik, pompa, pagar, dan lain-lain.

- Ada/Tidak ada SOP.

- Dilaksanakan atau tidaknya SOP. - Masyarakat yang masih BABS dan

rencana penanganannya.

- Sistem penanganan air limbah pada kawasan kumuh perkotaan. - Peta jalan pelayanan, periode ulang

penyedotan, pengangkutan, pembiayaan, dan pemrosesan akhir lumpur tinja.

- Log book pencatatan truk masuk ke IPLT (truk dinas maupun swasta) - Observasi lapangan - BPS, SSK, MPSS - Masterplan atau dokumen perencanaan terkait lainnya - SOP

(31)

19

No. Bab /

Sub Bab Judul Bab/ Sub Bab Penjelasan Referensi/ Sumber Data

1 2 3 4

Sub Bab 3.5.

Aspek Keuangan - Menjelaskan dana operasional tahunan yang dialokasikan untuk kegiatan di IPLT dan pengelolaan air limbah lainnya.

- Menjelaskan Target PAD dan pencapaiannya.

- Metode pembayaran iuran dari warga.

- Data dana dan kegiatan operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan lumpur tinja eksisting - SSK, MPSS - Masterplan Sub Bab 3.6.

Aspek Peran Serta Swasta dan Masyarakat

- Menjelaskan ada/tidak layanan swasta dalam pengurasan tangki septik, jumlah armada.

- Menjelaskan program peningkatan peran serta masyarakat di pengelolaan lumpur tinja

- Buku Putih Sanitasi (BPS), SSK - Masterplan Sub Bab 3.7. Identifikasi Permasalahan dan Rencana Tindak Lanjut

- Menjelaskan permasalahan di tiap aspek dan rencana tindak lanjutnya.

- Analisa pengelola

Bab IV Rencana Implementasi Kegiatan LLTT

- Menjelaskan rencana kerja yang meliputi : identifikasi wilayah, penetapan cakupan pelayanan dan prioritasi, sensus tangki septik, dan rencana kerja

- Menjelaskan rencana bentuk institusi pengelola, struktur organisasi - Menjelaskan pengaturan aspek

keuangan yang meliputi simulasi atas :

 Kebutuhan dana LLTT  Retribusi LLTT

- Menjelaskan tentang rencana kerjasama dengan swasta

- BPS, SSK, dokumen perencanaan lain serta survey lapangan - Data operasional

pemeliharaan truk tinja dan IPLT

Sub Bab 4.1.

Identifikasi Wilayah Pelayanan dan Wilayah Prioritas

- Menjelaskan wilayah yang berpotensi serta prioritas untuk menjadi area pelayanan kegiatan LLTT.

- Menggunakan rencana pencapaian target akses sanitasi 100% di tahun 2019 sebagai acuan perluasan wilayah cakupan LLTT.

- Identifikasi wilayah pelayanan dan prioritas pelayanan ditampilkan juga dalam bentuk petaa

- Menjelaskan pentahapan pelayanan, termasuk upaya peningkatan kualitas

- Data permintaan pelayanan pengurasan Tangki Septik dari konsumen - Survei lapangan yang

dilengkapi dengan Alur Buangan Tinja (Fecal Waste Diagram) - Road map urutan

prioritas penanganan lumpur tinja sampai

(32)

20

No. Bab /

Sub Bab Judul Bab/ Sub Bab Penjelasan Referensi/ Sumber Data

1 2 3 4

layanan sistem panggilan (on call basis) khususnya pada daerah yang belum dilayani oleh LLTT

dengan 2019 Sub Bab 4.2. Kegiatan Sosialisasi dan Edukasi Pengelolaan Lumpur Tinja di Tingkat Masyarakat

- Menjelaskan rencana sosialisasi dan edukasi : lokasi, waktu pelaksanaan, narasumber, materi dan metode.

- Pedoman - Hasil koordinasi dengan tokoh masyarakat - Dan lain-lain. Sub Bab 4.3 Sensus SPAL Setempat

- Menjelaskan rencana pelaksanaan sensus, meliputi : lokasi sensus, pelaksana, prosedur, dan kuesioner. - Melakukan sensus terhadap kondisi

sistem pengelolaan limbah rumah tangga yang ada (black water dan grey water), pengumpulan

standar/tipikal tangki septik dan SOP tangki septik tersebut.

- Menjelaskan willingness dan ability to pay

- Pedoman - Kuesioner - BPS

Bab V Penutup - Menjelaskan harapan yang ingin dicapai dengan melaksanakan kegiatan LLTT.

2.3.3.1. Kegiatan Sosialisasi dan Edukasi Pengelolaan Lumpur Tinja Di Tingkat Masayrakat

Kegiatan LLTT di Tingkat Masyarakat tidak bisa dipisahkan dari upaya pemerintah untuk memberi pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya mengelola air limbah termasuk lumpur tinja dan apa yang harus dilakukan masyarakat untuk berperan serta dalam melestarikan lingkungannya. Salah satunya adalah berperan serta dalam kegiatan sensus tangki septik, dan keikutsertaan dalam kegiatan LLTT. Materi yang disampaikan dalam kegiatan sosialisasi dan edukasi pengelolaan lumpur tinja, minimal memuat :

1) Keterkaitan perilaku kebersihan masyarakat, masalah sanitasi dan dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan.

2) Peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan air limbah, khususnya di kabupaten/kota yang bersangkutan.

3) Tangki septik yang sesuai dengan SNI.

4) Gambaran umum, maksud dan tujuan, serta peranan kegiatan LLTT dalam pengelolaan air limbah.

(33)

21

5) Manfaat dari LLTT, khususnya dari sisi keuangan

6) Beberapa hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk berperan dalam

pengelolaan air limbah (umumnya), dan kegiatan LLTT (khususnya)

7) Peran masyarakat dalam pembayaran iuran

8) Gambar-gambar tipikal tangki septik

2.3.3.2. Sensus Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat (Sensus SPAL-S)

a. Sensus SPAL-S bertujuan untuk mendata kepemilikan dan kondisi sarana SPAL setempat (tangki septik, IPAL komunal) yang ada di pemukiman, perkantoran, sekolah, hotel, dan bangunan peruntukan komersial serta fasilitas umum lainnya . Dengan demikian teridentifikasi kondisi semua tangki septik dan IPAL komunal yang ada di wilayah tersebut. Data ini memudahkan pihak pemerintah kabupaten/kota untuk memetakan titik-titik sumber pencemaran dari tangki septik yang tidak kedap, serta menindaklanjutinya dengan program yang lain, seperti pembangunan IPAL komunal, sistem terpusat, pemicuan dan lain-lain.

b. Pelaksanaan Sensus SPAL-S

 Maksud dan tujuan

Sensus SPAL-S dimaksudkan untuk mengumpulkan data mengenai masyarakat yang memiliki tangki septik serta kondisi tangki septik di daerah

pelayanan. Data ini berfungsi untuk memudahkan pemerintah

Kota/Kabupaten untuk memetakan titik-titik sumber pencemaran dari tangki septik yang tidak kedap, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan program-program seperti rehabilitasi tangki septik, pembangunan IPAL komunal, sistem terpusat atau pemicuan.

 Pelaksana

Pelaksanaan sensus SPAL-S dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota  Prosedur sensus dan materi kuisioner terlampir pada lampiran 6. c. Kuesioner Sensus SPAL-S.

Sensus SPAL-S meliputi: identitas responden, kondisi sosial ekonomi responden, penggunaan air bersih, kepemilikan jamban dan pembuangan air limbah, kondisi unit pengolahan setempat dan kegiatan penyedotan, persepsi masyarakat, kondisi kesehatan responden serta kemauan dan kemampuan untuk membayar penyedotan tangki septik.

d. Tata cara dan metode pendataan.

1) Sensus SPAL-S dapat dilakukan oleh pemerintah daerah melalui dinas terkait.

2) Pihak peninjau akan memeriksa apakah tangki septik yang digunakan sesuai

dengan SNI, dengan mencek material konstruksi tangki septik, kondisi kedap air pada bagian dinding dan dasar tangki septik, dan jumlah

(34)

22

kompartemennya. Untuk mengetahui hal tersebut, peninjau bertanya kepada pemilik rumah atau observasi langsung (jika memungkinkan). 3) Sensus SPAL-S dilakukan di semua kelurahan dan semua kecamatan dalam

suatu kabupaten/kota, namun prioritasi pelaksanaannya ditentukan dari wilayah yang diprioritaskan untuk pelaksanaan LLTT.

4) Pada kuesioner terdapat bagian pendataan kondisi tangki septik, yang bermaksud untuk mengetahui apakah tangki septik tersebut sudah memenuhi standar yang ditentukan.

5) Responden dalam suatu kelurahan harus mewakili semua RW dengan

memperhatikan kepadatan penduduknya.

Untuk mendapatkan gambaran dari kondisi sarana SPAL setempat dan persepsi masyarakat di suatu wilayah yang luas, maka dibutuhkan pemilihan sampel dengan metode yang tepat untuk menggambarkan kondisi populasi seakurat mungkin dengan biaya dan waktu yang efisien.

e. Rencana tindak lanjut hasil pendataan.

Hasil pendataan tangki septik akan menunjukkan kondisi sanitasi di daerah survey. Data ini akan menunjukkan kelayakan desain dan penggunaan tangki septik serta persebaran masyarakat yang menggunakan tangki septik. Dengan mengetahui kondisi sanitasi yang ada dapat direncanakan program sanitasi yang tepat sasaran dengan memperhatikan aspek sosial, teknis, ekonomi, keuangan maupun kelembagaan. Selain itu, permasalahan sanitasi seperti tangki septik yang tidak kedap dapat dipetakan. Hal ini kemudian dapat ditindaklanjuti dengan program seperti pembangunan IPAL komunal, sistem terpusat, pemicuan, dan lain-lain.

2.3.3.3. Identifikasi Wilayah Pelayanan dan Wilayah Prioritas

Mengacu pada target akses pelayanan sanitasi layak 100% pada tahun 2019, maka Kabupaten/Kota harus berusaha memenuhi target tersebut.

Untuk memenuhi target tersebut perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :

1) Sosialisasi dan edukasi masyarakat

2) Survei sistem pengelolaan air limbah setempat, mencakup survey teknis dan sosial ekonomi

3) Menentukan prioritas wilayah pelayanan LLTT, diutamakan bangunan milik pemeritah dan fasilitas umum

(35)

23

Pentahapan target pelayanan disusun berdasarkan hasil kajian permasalahan dan potensi pengelolaan lumpur tinja. Rencana dan target pelayanan sosialisasi meliputi: rumah tangga, perkantoran, pusat-pusat bisnis, tempat-tempat sosial, apartemen, hotel, restoran dan lain-lain.

Untuk penentuan lokasi prioritas pelayanan didasarkan pada hasil kajian komprehensif permasalahan dan potensi pengelolaan lumpur tinja dengan indikator-indikator yang sudah ditetapkan (Tabel 3.3. Skoring untuk Penentuan Lokasi Pelayanan).

Pentahapan target pelayanan dapat ditentukan dengan melakukan pemetaan target wilayah pelayanan yang bertujuan untuk melihat potensi wilayah yang akan menjadi calon pelanggan pengurasan tangki septik.

Kriteria wilayah yang berpotensi sebagai calon pelanggan dapat dilihat dari : 1) Intensitas pengurasan tangki septik di suatu wilayah yang tercatat di dalam

buku administrasi.

2) Wilayah beresiko tinggi sanitasi, berdasarkan data studi EHRA.

3) Wilayah padat penduduk dengan muka air tanah tinggi dan rawan banjir serta

belum mendapatkan layanan PDAM.

Berdasarkan peruntukannya, prioritas wilayah pelayanan yang berpotensi adalah :

1) Kawasan Perkantoran

2) Kawasan sekolah, fasilitas umum

3) Kawasan Niaga dan Komersil

4) Permukiman Teratur

5) Permukiman Padat dan Tidak Teratur.

Pemetaan wilayah pelayanan dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut :

- Review data pencatatan permintaan penyedotan sebelumnya, untuk menentukan wilayah yang sering dilayani melalui penyedotan tidak terjadwal. Dari data ini diharapkan dapat dikompilasi wilayah/area mana saja yang pernah meminta pelayanan penyedotan tangki septik. Review dilakukan untuk data minimal 2 (dua) tahunan, untuk mendapatkan gambaran wilayah yang sering meminta pelayanan penyedotan tangki septik, yang nantinya akan menjadi wilayah pelayanan prioritas.

Bagi Kabupaten/Kota yang tidak memiliki pencatatan permintaan penyedotan sebelumnya, maka review didasarkan dari sumber data yang lain, misalnya hasil sensus SSS, dan informasi dari pihak pengelola lumpur tinja.

- Identifikasi melalui peta terhadap wilayah prioritas perumahan tertata, area perkantoran dan komersiil, sekolah, pasar, rumah sakit, terminal dan fasilitas umum.

(36)

24

- Survey Lapangan, dilakukan untuk mengetahui kondisi sanitasi di wilayah yang telah teridentifikasi dari data sekunder.

Penentuan lokasi prioritas pelayanan dilakukan setelah dipetakannya lokasi-lokasi yang berpotensi untuk menjadi calon pelanggan penyedotan tangki septik. Pemilihan dan penetapan lokasi disesuaikan dengan prioritas dan kesiapan pemerintah daerah, termasuk kerja sama dengan pihak swasta bila diperlukan, dalam pelayanan penyedotan tangki septik.

Untuk memudahkan pemilihan dan penetapan lokasi prioritas pelayanan, dilakukan dengan sistem skoring. Wilayah yang memiliki skor tertinggi akan memperoleh prioritas untuk penyedotan tangki septik. Adapun tabel skoring yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.

(37)

25 Tabel 2.3. Skoring Penentuan Lokasi Pelayanan

No. Kriteria Bobot Nilai Bx N

1.

Berapa banyak pelayanan penyedotan tidak terjadwal yang pernah dilakukan ke lokasi tersebut dalam 2 tahun terakhir ?

30 - -

a. Ada, diatas 50 rumah - 5

b. Ada, hanya 10-49 rumah - 3

c. Kurang dari 10 rumah - 1

2.

Peruntukan lahan 25 - -

a. Perkantoran, Niaga dan Komersil - 5

b. Permukiman Teratur - 3

c. Permukiman Tidak Teratur, lainnya - 1

3.

Aksesibilitas Tangki Septik 20 - -

a. 70-100% sudah disediakan akses, tangki septik mudah

dijangkau - 5

b. 50-69% sudah disediakan akses, tangki septik mudah

dijangkau - 3

c. Kurang dari 50% sudah disediakan akses, tangki

septik mudah dijangkau - 1

4.

Kondisi wilayah 15 - -

a. Muka air tanah tinggi dan rawan banjir - 5 b. Resiko sanitasi tinggi dan sangat tinggi - 3

c. Tidak a dan b. - 1

5.

Apakah ada organisasi kemasyarakatan dan bagaimana

kegiatannya ? 10 - -

a. Ada, aktif - 5

b. Ada, kurang aktif - 3

c. Tidak ada - 1

JUMLAH 100 - -

SKOR MAKS - - 500

Setelah dilakukan skoring, dilanjutkan dengan pemetaan urutan prioritas tahapan penanganan sampai dengan akses sanitasi 100% terselesaikan pada tahun 2019. Bagan alir kegiatan persiapan dapat dilihat pada tabel di halaman berikut.

(38)

26

Tabel 2.4. Bagan Alir Tahap Persiapan Tahun I (TAHAP PERSIAPAN)

Indikator TAHAP KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T ing kat P u sat Penyusunan Regulasi, Kebijakan, Pedoman (subbab 2.1.1) Regulasi, Kebijakan, Pedoman sudah ditandatangani pejabat yang berwenang Penyusunan Materi Sosialisasi/ Desiminasi (subbab 2.1.3) Materi Sosialisasi tersusun Perekrutan Fasilitator (subbab 2.1.5) Seleksi Fasilitator Penyusunan Materi Pelatihan (subbab 2.1.4) Materi Pelatihan tersusun Pelatihan Fasilitator (subbab 2.1.6) Penyelenggaraan Pelatihan bagi Fasilitator Sosialisasi/ Diseminasi Bagi Provinsi (subbab 2.2.2) Laporan Penyelenggaraan Sosialisasi/ Diseminasi Verifikasi Kesiapan Kab/Kota (subbab 2.2.3) Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi mengenai kesiapan kab/kota untuk melaksanakan LLTT Rekrutmen Fasilitator Fasilitator terkontrak melalui Satker Provinsi Pelatihan Fasilitator (Subbab 2.1.6) Penyelenggaraan Pelatihan bagi Fasilitator Menyelenggarakan Pelatihan Pendampingan Kab/Kota yang akan

melaksanakan LLTT (subbab 2.1.6) Laporan Penyelenggaraan Pelatihan Instrumen monev tahap persiapan terisi.

Semua dokumen indikator (di atas)

tersedia. P e m e ri nta h P ro vi ns i Sosialisasi /Diseminasi Bagi Kab/Kota (subbab 2.2.2) Laporan Penyelenggaraan Sosialisasi/ desiminasi Verifikasi Kesiapan Kab/Kota (subbab 2.2.3)

Penilaian mandiri dari kab/kota dilengkapi bukti dokumen, atau observasi lapangan. Penyusunan KSB dan/atau PKS Pelaksanaan LLTT (subbab 2.2.4) KSB dan/atau PKS antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kab/Kota Mengikuti Pelatihan LLTT (subbab 2.1.6) Mengirimkan peserta pelatihan Instrumen monev terisi. Dokumen indikator di atas tersedia. T ing kat K abu p at e n /K o ta Proses Surat Minat LLTT (subbab 2.3.1) Surat Minat LLTT disampaikan ke Pusat, melalui Satker Sensus SPAL-S (subbab 2.3.3.2)

Pengajuan dan dan DIPA di TA t+1 untuk kegiatan LLTT Penilaian Mandiri Kinerja Pengelolaan lumpur tinja eksisting (subbab 2.3.1)

Form Isian Penilaian Mandiri disampaikan ke pusat, melalui

Satker

Persiapan Peyusunan Regulasi/ Kebijakan (subbab 2.3.2) Naskah akademis regulasi terkait. Kajian dokumen perencanaanpengelolaan air limbah/lumpur tinja eksisting

(subbab 2.3.3)

Dokumen Rencana Pengelolaan Lumpur

Tinja tersusun

Identifikasi awal area target pelayanan (subbab 2.3.3.3)

Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Lumpur Tinja

(39)

27

BAB III

TAHAPAN OPERASIONAL

Pada tahap operasional, pemerintah pusat, provinsi dan daerah (Kab./Kota) memiliki peran seperti pada Lampiran 3.

3.1. Tingkat Pusat

Pada tahap operasional dilakukan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan PemerintahProvinsi yang mengurusi bidang air limbah. Koordinasi dilakukan dalam rangka pengaturan, pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Provinsi.

3.2. Tingkat Provinsi

Pada tahap operasional dilakukan koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Koordinasi dilakukan dalam rangka pembinaan teknis kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Pelaksanaan kegiatan LLTT sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, didampingi oleh Fasilitator Kabupaten/Kota, yang secara berkala (setiap bulan) melaporkan hasil kegiatan pendampingannya kepada Satker Provinsi dan Pemerintah Provinsi, dalam mengimplementasikan LLTT di Kabupaten/Kota.

Di tingkat Provinsi, Pemerintah Provinsi dan Satker Provinsi yang didampingi oleh Tim Fasilitator Provinsi, melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pembinaan dan pengawasan kegiatan LLTT di Kabupaten/Kota tersebut.

Fasilitator di tingkat Provinsi secara berkala (setiap bulan, triwulan, dan tahunan) juga melaporkan hasil kegiatannya dalam melakukan pembinaan dan pendampingan bagi Fasilitator Kabupaten/Kota kepada Satker Provinsi, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. Laporan kegiatan pendampingan ini menjadi bahan evaluasi di tingkat provinsi. Selanjutnya, Satker Provinsi dan Fasilitator Provinsi berkoordinasi dengan Fasilitator Kabupaten/Kota untuk mengatasi permasalahan yang ada, dan merumuskan rencana tindak lanjut. Ketentuan pelaporan ini pada Lampiran 13.

Maksud dan Tujuan :

- Mengidentifikasi permasalahan di lapangan, baik yang terkait dengan aspek

regulasi/kebijakan, aspek kelembagaan dan SDM, aspek teknis, dan pendanaan.

- Mengidentifikasi permasalahan pada setiap tahapan (persiapan dan operasional) dalam pelaksanaan kegiatan LLTT.

- Merekomendasikan alternatif pemecahan masalah dan tindak lanjut.

Output :

- Teridentifikasinya permasalahan, baik yang bersifat spesifik maupun yang umum terjadi, untuk kemudian dicari solusinya.

(40)

28

- Rekomendasi dan rencana tindak lanjut di tiap Kabupaten/Kota.

Outcome :

- Pemahaman implementasi kegiatan LLTT bagi setiap pelaksana di lapangan (baik

Pemkab/Pemkot, maupun fasilitator) meningkat, sejalan dengan proses yang sedang dilakukan.

- Terjadi pembelajaran lintas Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang sama.

3.3. Tingkat Kabupaten/Kota

3.3.1. Pembentukan dan Penguatan Lembaga Pengelola

Lembaga pengelola Lumpur Tinja di tingkat Kabupaten/Kota dapat dibentuk dengan dengan beberapa alternatif, yaitu : 1) Lembaga Pengelola Lumpur Tinja sebagai Perangkat Daerah, 2) Lembaga Pengelola Lumpur Tinja Sebagai PPK-BLUD dan 3) Lembaga Pengelola Lumpur Tinja Sebagai BUMD. BUMD sebagaimana dimaksud dibentuk sebagai Perusahaan Daerah yang sebagian besar sahamnya dari penyertaan modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

1) Lembaga Pengelola Lumpur Tinja sebagai Perangkat Daerah

a. Pembentukan Lembaga Pengelola Lumpur Tinja sebagai perangkat daerah dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek, seperti: kebutuhan pembentukan lembaga, cakupan tugas, kemampuan keuangan daerah, jumlah penduduk yang akan dilayani, potensi, karakteristik serta sarana dan prasarana di daerah.

b. Perangkat Lembaga Pengelola Lumpur Tinja ditetapkan berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja organisasi.

c. Lembaga Pengelola Lumpur Tinja Sebagai Perangkat Daerah dapat berupa UPTD/UPTB.

UPTD/UPTB yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan yang memiliki tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang Dinas/Badan.

d. Pengaturan tentang UPTD/UPTB mengenai susunan organisasi, tugas dan fungsi

ditetapkan dengan Perda/Peraturan Bupati/Walikota.

2) Lembaga Pengelola sebagai PPK-BLUD

Pada prinsipnya perangkat daerah yang memiliki spesifikasi teknis di bidang pelayanan umum berpotensi untuk dikelola melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).

BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

(41)

29

PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. PPK BLUD sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.

Penerapan PPK-BLUD pada SKPD atau Unit Kerja, harus memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

· Persyaratan teknis

Persyaratan teknis, terpenuhi apabila:

a. Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD atas rekomendasi Sekretaris Daerah untuk SKPD atau Kepala SKPD untuk Unit Kerja;

b. Kinerja keuangan SKPD atau Unit Kerja yang sehat. Kriteria layak dikelola, antara lain :

a. Memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien, dan produktif;

b. Memiliki spesifikasi teknis yang terkait langsung dengan layanan umum kepada masyarakat.

Kriteria kinerja keuangan yang sehat, ditunjukkan oleh tingkat kemampuan pendapatan dari layanan yang cenderung meningkat dan efisien dalam membiayai pengeluaran. · Persyaratan administratif

Persyaratan administratif terpenuhi apabila SKPD atau Unit Kerja membuat dan menyampaikan dokumen yang meliputi:

a. Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;

b. Pola tata kelola;

c. Rencana strategis bisnis; d. Standar pelayanan minimal;

e. Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; dan

f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

3) Lembaga Pengelola sebagai BUMD

a. Pembentukan Lembaga Pengelola Lumpur Tinja dalam bentuk BUMD (misalnya PDAM)

diperlukan untuk membangun peran aktif Badan Usaha dalam pelayanan pengelolaan lumpur tinja kepada masyarakat sekaligus untuk membangun/mengembangkan aktivitas perekonomian di daerah dan memberikan kontribusi terhadap PAD.

(42)

30

b. Dasar pendirian Lembaga Pengelola Lumpur Tinja dalam bentuk BUMD adalah untuk :

- Melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan

daerah;

- Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan daerah;

- Mendorong peran Badan Usaha dalam pengelolaan lumpur tinja;

- Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam pengelolaan lumpur tinja, dan

- Sebagai perintis kegiatan dan usaha pelayanan publik yang kurang diminati swasta.

c. Pembentukan BUMD ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan berpedoman pada

peraturan perundang-undangan.

d. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal kepada BUMD. Penyertaan

modal ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Perbedaan kelembagaan SKPD/Unit Kerja, PPK-BLUD dan BUMD dalam Pengelolaan Lumpur Tinja, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Perbedaan SKPD/Unit Kerja, PPK-BLUD dan BUMD

Parameter SKPD/UNIT KERJA PPK-BLUD BUMD

Sifat  Pengelolaan barang publik

 Tidak ada keuntungan

 Pengelolaan barang publik dan pihak lain  Tidak semata-mata

mencari keuntungan

 Pengelolaan barang publik

 Mencari keuntungan Pendapatan  Masuk rekening kas

umum daerah  Tidak boleh langsung

digunakan  APBD bukan merupakan pendapatan  APBD merupakan kewajiban Pemda

 Masuk rekening kas BLUD  Boleh langsung digunakan  APBD merupakan pendapatan  Kewajiban Pemda masih ada

 Masuk rekening kas BUMD  Boleh langsung digunakan  APBD sebagai Penyertaan Modal  Tidak tergantung APBD Penetapan Kelembagaan  Peraturan Daerah (Perda) dan/atau Peraturan Kepala Daerah  Penetapan PPK-BLUD dengan Keputusan Kepala Daerah  Perda

Belanja  Tidak boleh melebihi Pagu

 Boleh melebihi Pagu (ada ambang batas)

 Diatur sendiri Utang Piutang  Tidak boleh

melakukan utang dan piutang

 Boleh melakukan utang dan piutang  Pinjaman jangka

panjang dengan persetujuan Kepala Daerah

 Boleh melakukan utang dan piutang

(43)

31

Parameter SKPD/UNIT KERJA PPK-BLUD BUMD

Investasi  Tidak boleh

melakukan investasi

 Boleh melakukan investasi

 Boleh melakukan investasi Kerjasama  Tidak boleh

melakukan kerjasama  Boleh melakukan kerjasama  Kerjasama dalam rangka peningkatan pelayanan  Boleh melakukan kerjasama Pengelolaan Pegawai

 PNS  Boleh PNS dan Non PNS

 Non PNS sesuai kebutuhan dan profesionalisme

 Non PNS

 Sesuai kebutuhan dan profesionalisme

Pengelolaan Surplus

 Tidak boleh mengelola Surplus

 Tanggal 31 Desember Kas = nol (harus disetor ke Rek. Kas Umum Daerah)

 Boleh mengelola Surplus

 Tanggal 31 Desember ada uang di Kas tidak perlu disetor ke Rek. Kas Umum Daerah

 Tidak mengikuti mekanisme APBD

Aset  Aset Pemda  Aset Pemda yang tidak dipisahkan

 Aset Pemda yang dipisahkan

Sumber : Bejo Mulyono, Ditjen Bina Administrasi Keuangan Daerah, Kemendagri, 2010 (Diplah dari Materi Presentasi Kelembagaan dan Pendanaan Pengelolaan Sampah)

3.3.2. Pengalokasian Anggaran

Skema pembiayaan untuk investasi kapital dan operasional pemeliharaan pengelolaan air limbah/lumpur tinja dipengaruhi oleh kemampuan keuangan daerah, kemampuan institusi pengelola dalam menggerakkan sumber – sumber pemasukannya. Bentuk lembaga pengelola sangat dipengaruhi oleh sumber pendanaan operasional dan pemeliharaan sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar

Gambar 1.1.  Rantai Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) Setempat
Gambar 1.3. Sistem Penyedotan dan Pengangkutan Lumpur Tinja di Area Pelayanan Alternatif 1
Gambar 1.5. Sistem Penyedotan dan Pengangkutan Lumpur Tinja di Area Pelayanan Alternatif 3
Tabel 2.1.  Penilaian Kinerja Pengelolaan Lumpur Tinja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis koefisien regresi variabel kepastian diperoleh hasil yang positif sebesar sebesar 0,177, hal ini berarti dengan semakin kepastian yang diberikan maka

Tujuan dari survei untuk mengetahui kontribusi usaha ternak kerbau dalam sistem usahatani tanaman pangan pada agroekosistem dataran rendah dan dataran tinggi..

Menyetujui Laporan Tahunan dan pengesahan Laporan Keuangan Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2020 dan laporan atas segala tindakan

Dengan adanya Formulir Permohonan Perbaikan yang baru maka Formulir ini dapat disebarluaskan dalam masing-masing ruangan karena di dalam Formulir ini terdapat informasi yang

Karakterisasi sifat kristal dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dan ukuran kristalit. Karakterisasi yang dilakukan

Guru mampu mengelola pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan baik, menggunakan perangkat pembelajaran yang sesuai, serta membuat siswa

Penelitian yang dilakukan oleh Semeul (2007 dalam Winawan dan Yasa, 2014) memperoleh hasil bahwa konsumen yang menggunakan catatan belanja dan katalog memiliki

Sistem klasifikasi menurut Malingreau (Malingreau dan Christiani, 1982) secara sengaja telah mencampurkan konsep penutup dan penggunaan lahan dengan alasan bahwa