BAB II STUDI PUSTAKA
II.1.
Tanggapan Terhadap Kerangka Acuan Kerja
II.1.1.
Dasar Pemikiran
Berdasarkan KAK (Kerangka Acuan Kerja) yang telah diberikan sebagai pedoman awal perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Pendidikan milik Swasta dengan klasifikasi kelas satelit. Bangunan rumah sakit ini harus memenuhi konsep bangunan gedung hijau atau green building sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau serta penilaian dari GBCI (Green Building Council Indonesia) dengan peringkat minimum Gold. Bangunan yang akan dirancang harus mempertimbangkan aspek iklim tropis serta mendukung upaya penggunaan energi yang efisien dan pemanfaatan maksimal potensi tata cahaya dan udara secara cerdas, serta mengadopsi prinsip-prinsip arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture).
Bagaimana cara yang efisien menjangkau setiap lantai terutama pada kasus Gawat Darurat, menemukan jenis selubung bangunan yang tepat untuk mereduksi panas dan silau matahari, mencari solusi untuk penghawaan dan pencahayaan alami, serta lokasi tapak yang berada pada daerah bising menjadi tugas arsitek untuk bisa menemukan desain tata ruang yang bisa meredam kebisingan.
II.2.
Gambaran Umum Rumah Sakit Pendidikan
II.2.1.
Pengertian Rumah Sakit Pendidikan
Rumah SakitRumah sakit adalah suatu tempat yang digunakan untuk merawat dan melayani orang sakit dan tempat yang menyediakan pelayanan kesehatan meliput berbagai masalah kesehatan.
Institusi Pendidikan
Sebuah perguruan tinggi yang memberikan pendidikan akademik, profesi, maupun pendidikan di bidang kedokteran (kedokteran gigi, dan/atau kesehatan lainnya. Serta seperangkat tindakan intelektual yang penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang profesi tertentu.
Jadi Rumah Sakit Pendidikan ialah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran maupun kedokteran gigi, pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiprofesi.
II.2.2.
Rumah Sakit Pendidikan Satelit
Rumah Sakit Pendidikan Satelit adalah rumah sakit jejaring Institusi Pendidikan Kedokteran dan jejaring rumah sakit Pendidikan Utama yang digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi sebagian modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran.
II.2.3.
Tujuan Rumah Sakit Pendidikan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1609 Tahun 2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan berisi tujuan dari rumah sakit pendidikan, yaitu:
1. Meningkatnya mutu pelayanan di rumah sakit pendidikan.
2. Meningkatnya mutu pendidikan sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran.
3. Meningkatnya penelitian dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran di rumah sakit pendidikan.
Rumah sakit pendidikan diharapkan memiliki kemamuan pelayanan yang lebih dari rumah sakit non pendidikan terutama meliputi:
1. Penjaminan mutu pelayanan dan keselamatan pasien serta kedokteran berbasis bukti.
2. Penerapan Metode Penatalaksanaan Terapi terbaru. 3. Teknologi Kedokteran yang bertepat guna.
4. Hari rawat yang lebih pendek untuk penyakit yang sama. 5. Hasil pengobatan dan survival rate yang lebih baik.
II.2.4.
Standar Rumah Sakit Pendidikan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1609 Tahun 2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan juga menyebutkan standar rumah sakit pendidikan, yaitu:
1. Kedudukan dan Peran Rumah Sakit Pendidikan
Tiga komponen yang memegang peranan penting dan saling mendukung, antara lain institusi pendidikan kedokteran, kolegium ilmu kedokteran dan rumah sakit pendidikan. Kedudukan rumah sakit pendidikan meliputi pengetahuan (knowledge), kemampuan
psikomotor (skill) dan perilaku (attitude).
2. Klasifikasi Rumah Sakit Pendidikan
Konsep dasarnya adalah tiap Institusi Pendidikan Kedokteran harus memenuhi kecukupan tenaga pengajar, jumlah dan jenis variasi kasus. Oleh karena itu setiap Institusi Pendidikan Kedokteran harus mempunyai minimal satu Rumah Sakit Pendidikan Utama dan mempunyai beberapa Rumah Sakit Pendidikan Satelit sebagai jejaring. Selain itu Institusi Pendidikan Kedokteran dapat memiliki satu atau beberapa jejaring RS Afiliasi (Eksilensi) atau Rumah Sakit Umum dengan unggulan tertentu sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didiknya.
Berdasarkan hal tersebut maka disusun Standar Rumah Sakit Pendidikan menjadi: A. Standar RS Pendidikan Utama.
B. Standar RS Pendidikan Afiliasi (Eksilensi). C. Standar RS Pendidikan Satelit.
3. Ruang Lingkup
Standar Rumah Sakit Pendidikan ini adalah untuk Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus yang digunakan oleh Institusi Pendidikan Kedokteran sebagai wahana pendidikan kedokteran meliputi:
A. Visi, Misi, Komitmen dan persyaratan. B. Manajemen dan Administrasi.
C. Sumber Daya Manusia untuk program pendidikan klinik. D. Penunjang pendidikan.
E. Perancangan dan pelaksanaan program pendidikan klinik yang berkualitas.
II.2.5.
Ketentuan Standar Ruang Rumah Sakit Pendidikan Satelit
Berikut ini standar literatur ruang kesehatan pada rumah sakit pendidikan tipe satelit menurut Depkes (2012) antara lain:
Tabel 1. Ketentuan standar ruang rumah sakit
Sumber : DepKees 2012
No
Jenis ruangan Jumlah unit
Ukuran
ruangan
Ukuran
ruangan
1
atau Poliklinik 20 unit
Rawat jalan
3x3,5
m²
2
Rawat inap
96 Bed
96 Bed
m²
4
Kamar Operasi 3 unit
6,5x6,5
m²
5
DPM
1 unit
2,7x3
m²
6
Radiologi
1 unit
8,5x13
m²
7
Laboratorium
1 unit
7,5x6,5
m²
8
Sterilisasi
1 unit
6,5x7,5
m²
9
Farmasi
1 unit
3,5x9,5
m²
10
Pendidikan
Ruang
1 unit
8,5x9,5
m²
11
Administrasi
Office dan
1 unit
9x9
m²
12
Mushola
1 unit
2,9x7,5
m²
13
Ruang Tunggu 1 unit
6,5x6,5
m²
14
Penyuluhan
Ruang
1 unit
4,8x5
m²
15
Menyusui
Ruang
1 unit
1,5x2
m²
16
Mekanik
1 unit
3,5x9,5
m²
17
Dapur
1 unit
3x3,8
m²
18
Laundry
1 unit
4,5x7,5
m²
19
Kamar Jenazah 1 unit
3x4
m²
20
Taman
1 area
145
m²
21
Pengolahan
Sampah
1 unit
4x5
m²
22
Parkir
9 lots
2,7x4
m²
II.2.6.
Ketentuan Perancangan
Ketentuan-ketentuan perancangan dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Bentuk Arsitektural
Menyelaraskan dengan kondisi kawasan sekitar dan memenuhi standar bangunan gedung hijau atau green building serta penilaian dari GBCI (Green Building Council Indonesia) dengan peringkat minimum Gold.
24
Instalasi Mekani
kal & Elektrikal 1 unit
3,5x9,5
m²
25
Instalasi Gas
Medik
1 unit
5x9,5
m²
26
Instalasi Gas
Uap
1 unit
7,6x7,6
m²
27
Instalasi Pengol
ahan Limbah
1 unit
4x4,5
m²
28
nanggulangan K
Pencegahan Pe
ebakaran
1 unit
3,5x8
m²
29
Petunjuk
Standar & Sara
na Evakuasi
1 unit
3,5x8
m²
30
Instalasi Tata
Udara
1 unit
3,8x9,5
m²
31
Sistim Informasi
dan Komunikasi
1 unit
3x4
m²
32
Ambulans
1 unit
3x5
m²
33
ICU
1 unit
2,5x2,7
m²
2. Penataan Site Plan
Kawasan yang memiliki luas lahan ± 1 hektar dengan titik perhatian kepada : Rumah Sakit Pendidikan Kelas Satelit serta mempertimbangkan akses jalan masuk menuju site,
dan kebutuhan keadaan darurat (emergency exit, helipad, akses damkar, tahan gempa).
II.2.7.
Klasifikasi
Beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam perancangan adalah: 1. Hubungan dengan lingkungan
A. Mempertimbangan aspek iklim tropis serta mendukung upaya penggunaan energi yang efisien dan pemanfaatan maksimal potensi tata cahaya dan udara secara cerdas.
B. Bangunan harus mampu mengakomodir seluruh kegiatan yang dibutuhkan. 2. Menyelaraskan dengan pengembangan perencanaan dan perancangan kawasan
khususnya akses jalan masuk menuju site, serta kebutuhan keadaan darurat
(emergency exit, helipad, akses damkar, tahan gempa).
3. Penyediaan aksesibilitas bagi para difabel baik di area dalam dan luar bangunan serta lingkungannya.
4. Kesesuaian dengan regulasi daerah setempat yang berlaku, antara lain KDB atau KLB, KDH, ketinggian bangunan maksimum adalah 6 lantai.
5. Memenuhi konsep bangunan gedung hijau atau green building sesuai Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau serta penilaian dari GBCI (Green Building Council Indonesia) dengan peringkat minimum Gold.
7. Konsep dan estetika rancangan. 8. Penataan ruang luar
A. Terdapat area berkumpul pada kondisi darurat. B. Terdapat plaza pada level lantai dasar bangunan. C. Lansekap yang berkesinambungan dengan kawasan 9. Penataan ruang dalam
A. Efisiensi penggunaan ruang.
B. Fleksibel dengan desain Detail Teknis Bangunan (sistem struktur, mekanikal dan elektrikal).
C. Perawatan bangunan yang tepat guna dan efisien. D. Berorientasi pada kenyamanan pasien.
10. Kemampuan karya rancangan untuk dilanjutkan menjadi dokumen DED. 11. Kejelasan kebutuhan, persyaratan dan standar ruangan.
12. Analisis tapak dan identifikasi masalah.
13. Taksiran biaya pembangunannya masih dalam koridor yang wajar.
14. Spesifikasi teknisnya diupayakan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dan diutamakan menggunakan kandungan lokal yang paling optimal.
15. Arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture)
A. Konsumsi sumber daya alam, termasuk konsumsi air dan energi secara minimal dan mempertimbangkan penggunaan sumber energi terbarukan.
B. Memberikan dampak negatif yang minimal terhadap alam, lingkungan dan manusia, dengan menyediakan konsep sistem pengelolaan dan pengolahan limbah dari bangunan.
II.2.8.
Fasilitas Rumah Sakit Pendidikan Kelas Satelit
Berdasarkan fasilitas baik sarana dan prasarana Rumah Sakit Pendidikan kelas Satelit setara dengan Rumah Sakit Umum Kelas B. Adapun Rumah Sakit Umum Kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya terdiri dari:
1. Empat Spesialis Dasar
Pelayanan Medik Spesialis Dasaradalah pelayanan medik spesialis Penyakit Dalam, Obstetri dan Ginekologi, Bedah dan Kesehatan Anak.
2. Empat Spesialis Penunjang Medik
Pelayanan Spesialis Penunjang adalah pelayanan medik Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Anaestesi dan Reanimasi, Rehabilitasi Medik.
3. Delapan Spesialis Lainnya
Pelayanan Medik Spesialis lain adalah pelayanan medik spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan, Mata, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Syaraf, Gigi dan Mulut, Jantung, Paru, Bedah Syaraf, Ortopedi.
4. Dua Subspesialis Dasar
Pelayanan Medik Sub Spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis. Pelayanan Medik Sub Spesialis dasar adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis empat dasar. Pelayanan Medik Sub Spesialis lain adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya.
Tabel 2. Pengelompokkan area fasilitas rumah sakit tipe B Sumber: Pedoman Teknis Rmah Sakit Kelas B, 2012
Kriteria, fasilitas dan kemampuan RSU Kelas B meliputi: 1. Pelayanan Medik Umum
Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak atau Keluarga Berencana. Adapun fasilitas yang tersedia pada pelayanan medik umum terdiri dari:
A. Ruang Rawat Jalan
Fungsi Ruang Rawat Jalan adalah sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing yang
disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan. Poliklinik juga berfungsi sebagai tempat untuk penemuan diagnosa dini, yaitu tempat pemeriksaan pasien pertama dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut di dalam tahap pengobatan penyakit.
B. Ruang Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan:
Melakukan pemeriksaan awal kasus – kasus gawat darurat. Melakukan resusitasi dan stabilisasi.
Pelayanan di Ruang Gawat Darurat rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam secara terus menerus 7 hari dalam seminggu.
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas B setara dengan unit pelayanan gawat darurat Bintang III, yaitu memiliki dokter spesialis empat besar (dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-site) dalam 24 jam, dokter umum siaga ditempat (on-site) 24 jam yang
memiliki kualifikasi medik untuk pelayanan GELS (General Emergency Life Support) dan
atau ATLS + ACLS dan mampu memberikan resusitasi dan stabilisasi Kasus dengan masalah ABC (Airway, Breathing, Circulation) untuk terapi definitif serta memiliki alat
transportasi untuk rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam. C. Ruang Rawat Inap
Lingkup kegiatan di Ruang Rawat Inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan dan pelayanan keperawatan, pelayanan medis, gizi, administrasi pasien, rekam medis,
pelayanan kebutuhan keluarga pasien (berdoa, menunggu pasien, mandi, dapur kecil atau
pantry, konsultasi medis). Pelayanan kesehatan di Instalasi Rawat Inap mencakup antara
lain:
Pelayanan keperawatan.
Pelayanan medik (Pra dan Pasca Tindakan Medik).
Pelayanan penunjang medik: Konsultasi Radiologi, Pengambilan Sample Laboratorium, Konsultasi Anestesi, Gizi (Diet dan Konsultasi), Farmasi (Depo dan Klinik), Rehab Medik (Pelayanan Fisioterapi dan Konsultasi).
D. Ruang Perawatan Intensif
Merupakan ruang untuk perawatan pasien yang dalam keadaan belum stabil sehingga memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan tindakan segera. Ruang perawatan intensif merupakan unit pelayanan khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.
E. Ruang Operasi atau COT (Central Operation Theatre)
Ruang operasi adalah suatu unit di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan bedah. Ruang operasi harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi. Pelayanan pembedahan pada rumah sakit kelas B meliputi:
Bedah minor (antara lain: bedah insisi abses, ekstirpasi, tumor kecil jinak pada kulit, ekstraksi kuku atau benda asing, sirkumsisi).
Bedah spesialistik (antara lain: kebidanan, onkologi atau tumor, urologi, orthopedik, bedah plastik dan reanimasi, bedah anak, kardiotorasik dan vaskuler).
Bedah sub spesialistik (antara lain: transplantasi ginjal, mata, sumsum tulang belakang; kateterisasi Jantung (;Cathlab); dll).
F. Ruang Kebidanan
Pelayanan di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Kelas B meliputi: Pelayanan Persalinan
Pelayanan persalinan meliputi: pemeriksaan pasien baru, asuhan persalinan kala I, asuhan persalinan kala II (pertolongan persalinan), dan asuhan bayi baru lahir.
Pelayanan Nifas
Pelayanan nifas meliputi: pelayanan nifas normal dan pelayanan nifas bermasalah (post sectio caesaria, infeksi, pre eklampsi atau eklampsi).
Pelayanan KB (Keluarga Berencana)
Pelayanan gangguan kesehatan reproduksi atau penyakit kandungan, Fetomaternal, Onkologi Ginekologi, Imunoendokrinologi, Uroginekologi Rekonstruksi, Obgyn Sosial.
Pelayanan tindakan atau operasi kebidanan
Pelayanan tindakan atau operasi kebidanan adalah untuk memberikan tindakan, misalnya ekserpasi polip vagina, operasi sectio caesaria, operasi myoma uteri, dll.
Pelayanan sub spesilistik lainnya di bidang kebidanan dan penyakit kandungan.
G. Ruang Rehabilitasi Medik
Pelayanan Rehabilitasi Medik bertujuan memberikan tingkat pengembalian fungsi tubuh semaksimal mungkin kepada penderita sesudah kehilangan atau berkurangnya fungsi dan kemampuan yang meliputi, upaya pencegahan atau penanggulangan, pengembalian fungsi dan mental pasien. Lingkup pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik mencakup:
Fisioterapi.
Terapi Okupasi (OT-Occupation Therapy).
Terapi Wicara (TW) atau Terapi Vokasional (Speech Therapy).
Orthotik dan Prostetik atau OP.
Pelayanan Sosio Medik atau Pekerja Sosial Masyarakat atau PSM. Pelayanan Psikologi
Rehabilitasi Medik Spesialistik Terpadu, berada pada unit pelayanan terpadu rumah sakit (UPT-RS), meliputi: Muskuloskeletal, Neuromuskuler, Kardiovaskuler, Respirasi, Pediatri, Geriatri.
Pelayanan cidera olahraga.
H. Ruang Hemodialisa
Pelayanan bagi pasien yang membutuhkan fasilitas cuci darah akibat terjadinya gangguan pada ginjal.
I. Ruang Radioterapi
Pelayanan radioterapi meliputi:
Pelayanan radioterapi eksternal, yaitu pelayanan radioterapi dengan menggunakan sumber radiasi yang berada di luar tubuh atau ada jarak antara pasien dengan alat penyinaran.
Pelayanan brakiterapi, yaitu pelayanan radioterapi dengan menggunakan sumber yang didekatkan pada tumor.
Pelayanan radioterapi interstisial adalah pelayanan radioterapi dengan menggunakan sumber yang dimasukkan dalam tumor.
J. Ruang Kedokteran Nuklir
Pelayanan Kedokteran Nuklir adalah pelayanan penunjang dan atau terapi yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disinegrasi inti radionuklida yang meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan proses fisiologi, metabolisme dan terapi radiasi internal.
2. Area Penunjang dan Operasional
Fasilitas pada area penunjang dan operasional terdiri dari: A. Ruang Farmasi (Pharmacy)
Ruang Farmasi direncanakan mampu untuk melakukan pelayanan:
Melakukan perencanaan, pengadaan dan penyimpanan obat, alat kesehatan reagensia, radio farmasi, gas medik sesuai formularium rumah sakit.
Melakukan kegiatan peracikan obat sesuai permintaan dokter baik untuk pasien rawat inap ma upun pasien rawat jalan.
Pendistribusian obat, alat kesehatan, regensia radio farmasi & gas medis. Memberikan pelayanan informasi obat dan melayani konsultasi obat.
Mampu mendukung kegiatan pelayanan unit kesehatan lainnya selama 24 jam.
B. Ruang Radiodiagnostik
Radiologi adalah Ilmu kedokteran yang menggunakan teknologi pencitraan atau imejing (;imaging technologies) untuk mendiagnosa dan pengobatan penyakit. Merupakan
cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penggunaan sinar-X (;X-Ray) yang
dipancarkan oleh pesawat sinar-X atau peralatan-peralatan radiasi lainnya dalam rangka memperoleh informasi visual sebagai bagian dari pencitraan/imejing kedokteran (medical imaging).
Ruang Radiologi melakukan pelayanan sesuai kebutuhan dan permintaan dari unit-unit kesehatan lain di RSU tersebut. Unit Radiologi dapat pula melayani permintaan dari luar. Pelayanan Radiodiagnostik pada Rumah Sakit Kelas B yaitu terdiri dari pemeriksaan general X-Ray, fluoroskopi, Tomografi, Angiografi, Ultrasonografi, CT-Scan, MRI.
C. Ruang Laboratorium
Laboratorium direncanakan mampu melayani tiga bidang keahlian, yaitu patologi klinik, patologi anatomi dan forensik sampai batas tertentu dari pasien rawat inap, rawat jalan serta rujukan dari rumah sakit umum lain, Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta. Pemeriksaan laboratorium pada Rumah Sakit Kelas B adalah:
Patologi klinik dengan pemeriksaan: Hematologi sederhana, Hematologi lengkap, Hemostasis penyaring dan bank darah, Analisis urin dan tinja dan cairan tubuh lain, Serologi sederhana atau immunologi, Parasitologi dan mikologi, Mikrobiologi, Bakteriologis air, Kimia Klinik.
Patologi Anatomi; Histopatologi lengkap, Sitologi lengkap, Histokimia, Imunopatologi, Patologi Molekuler.
Forensik, yaitu melakukan pelayanan kamar mayat dan bedah mayat forensic Otopsi forensik, Perawatan/pengawetan mayat, Visum et repertum mayat, Visum et repertum korban hidup, Medikolegal, Pemeriksaan histopatologi forensik, Pemertiksaan serologi forensik, Pemeriksaan forensik lain, Toksikologi forensik
Pelayanan laboratorium tersebut dilengkapi pula oleh fasilitas berikut: Blood Sampling.
Administrasi penerimaan specimen. Gudang regensia dan bahan kimia. Fasilitas pembuangan limbah.
Perpustakaan, atau setidaknya rak-rak buku. D. Bank Darah / Unit Transfusi darah (BDRS / UTDRS)
Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS) adalah unit yang berfungsi sebagai pengelola penyediaan darah transfusi yang aman, berkualitas dan efektif, mulai dari pengerahan pendonor sukarela resiko rendah sampai dengan ketersediaan darah aman serta pendistribusiannya kepada rumah sakit.
Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) merupakan suatu unit pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit.
E. Ruang Diagnostik Terpadu
Ruang diagnostik terpadu memiliki peranan penting dalam mendukung pelayanan internalisasi diagnostik pencitraan di rumah sakit. Umumnya, ruang diagnostik terpadu merupakan unit unggulan dalam pelayanan di rumah sakit.
Pelayanan dalam IDT disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan rumah sakit, jenis pemeriksaan dengan peralatan pencitraan diantaranya adalah:
Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG), USG 3 Dimensi, USG 4 Dimensi.
Pemeriksaan dengan Elektro Kardiogram (EKG). Pemeriksaan dengan Endoscopy.
Pemeriksaan dengan Electro EEG.
Pemeriksaan dengan Echo jantung sonografi.
Treadmil, dll
F. Ruangi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik Fungsi Ruang Jenazah adalah:
Tempat meletakkan atau penyimpanan sementara jenazah sebelum diambil keluarganya.
Tempat memandikan atau dekontaminasi jenazah. Tempat mengeringkan jenazah setelah dimandikan. Otopsi jenazah.
Ruang duka dan pemulasaraan. Laboratorium patologi anatomi
G. Ruang Sterilisasi Pusat (CSSD atau Central Supply Sterilization Departement) Ruang Sterilisasi Pusat (CSSD) mempunyai fungsi menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan menyimpan serta mendistribusikan instrumen medis yang telah disterilkan ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan dan pengobatan pasien.
Kegiatan utama dalam Ruang Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah dekontaminasi instrumen dan linen baik yang bekas pakai maupun yang baru serta bahan perbekalan baru. Dekontaminasi merupakan proses m engurangi jumlah pencemar mikroorgsanisme atau substansi lain yang berbahaya baik secara fisik atau kimia sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut. Proses dekontaminasi meliputi proses perendaman, pencucian, pengeringan sampai dengan proses sterilisasi itu sendiri. Barang atau bahan yang
didekontaminasi di CSSD seperti instrumen kedokteran, sarung tangan, kasa atau pembalut, linen, kapas.
Sistem ini merupakan salah satu upaya atau program pengendalian infeksi di rumah sakit, dimana merupakan suatu keharusan untuk melindungi pasien dari kejangkitan infeksi. Kegiatan dalam instalasi CSSD adalah sebagai berikut:
Menerima bahan, terdiri dari barang atau linen atau bahan perbekalan baru dari instalasi farmasi yang perlu disterilisasi.
Instrumen dan linen yang akan digunakan ulang (reuse).
Mensortir, menghitung dan mencatat volume serta jenis bahan, barang dan instrumen yang diserahkan oleh ruang-ruang lain di rumah sakit. Melaksanakan proses Dekontaminasi meliputi : perendaman, pencucian
dan pengeringan.
Melaksanakan proses pengemasan. Melaksanakan proses sterilisasi.
Distribusi; menyerahkan dan mencatat pengambilan barang steril oleh ruang/unit /Instalasi Rumah Sakit Umum yang membutuhkan.
H. Ruang Dapur Utama Dan Gizi Klinik
Sistem pelayanan dapur yang diterapkan di rumah sakit adalah sentralisasi kecuali untuk pengolahan formula bayi. Ruang Dapur Utama dan Gizi Klinik rumah sakit mempunyai fungsi untuk mengolah, mengatur makanan pasien setiap harinya, serta konsultasi gizi.
I. Ruang Pencucian Linen atau Londri (Laundry)
Londri RS adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (;steam boiler),
J. Ruang Sanitasi
Kegiatan pada Ruang sanitasi meliputi:
Pengolahan air limbah rumah sakit dan pemeriksaan kualitas air limbah yang dilakukan 3-4 kali dalam setahun.
Pemeriksaan sanitasi di ruang instalasi dapur utama yang dilakukan 3-4 kali dalam setahun.
Pemeriksaan kualitas air bersih yang dilakukan 2-3 kali dalam setahun.
Pemeriksaan kualitas atau kondisi udara di ruang-ruang khusus yang dilakukan 2 kali dalam setahun.
Pemeriksaan emisi incenerator dan generator set yang dilakukan 2 kali dalam setahun.
Pembuatan dokumen Implementasi Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL atau RPL) setiap 6 bulan sekali. Pemantauan, pengawasan dan pengelolaan limbah padat medis
(Pewadahan, pengangkutan dan pembuangan/ pemusnahan limbah padat medis).
K. Ruang Pemeliharaan Sarana (Bengkel Mekanikal & Elektrikal /Workshop)
Tugas pokok dan fungsi yang harus dirangkum unit workshop adalah, sebagai
berikut:
Pemeliharaan dan perbaikan ringan pada:
Peralatan medik (Optik, elektromedik, mekanis dll).
Peralatan penunjang medik.
Peralatan rumah tangga dari kayu
Saluran dan perpipaan
Listrik dan elektronik.
Kegiatan perbaikan-perbaikan dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut: Laporan dari setiap unit yang mengalami kerusakan alat.
Analisa kerusakan.
Proses pengadaan komponen atau suku cadang. Pelaksanaan perbaikan/pemasangan komponen. Perbaikan bangunan ringan.
Listrik atau Elektronik.
Telpon atau Aiphone atau Audio Visual. 3. Area Penunjang Umum dan Administrasi
Manajemen rumah sakit. terdiri dari:
Unsur direksi atau pimpinan rumah sakit. Unsur pelayanan medic dan penunjang medik. Pelayanan keperawatan.
Unsur pendidikan dan pelatihan. Administrasi umum dan keuangan. SDM.
II.2.9.
Struktur dan Alur Kegiatan Rumah Sakit
Berikut ialah struktur organisasi pada rumah sakit :Gambar 2. Standar Organisasi Rumah Sakit Sumber : http://rumahsakit.unair.ac.id/, 2017
Gambar 3. Standar Organisasi Rumah Sakit Sumber : http://rumahsakit.unair.ac.id/, 2017
Berikut ialah alur kegiatan dari pasien di rumah sakit :
Gambar 4. Alur pelayanan rumah sakit Sumber: http://rumahsakit.unair.ac.id/, 2017
Alur kegiatan pasien rawat inap ke laboratorium :
Gambar 5. Alur kegiatan pasien rawat inap ke laboratorium Sumber: http://rumahsakit.unair.ac.id/, 2017
Alur pasien rawat inap ke radiologi :
Gambar 6. Alur pasien rawat inap ke radiologi Sumber: http://rumahsakit.unair.ac.id/, 2017
II.2.10.
Lokasi dan Kondisi Lingkungan Tapak
Lokasi pembangunan rumah sakit pendidikan (teaching hospital) berada di Cawang,
Jakarta Timur dengan luas lahan ± 1 hektar.
Berikut ini merupakan pengaturan fungsi kawasan pada lokasi perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Pendidikan (teaching hospital):
1. GSB (Garis Sempadan Bangunan)
Garis sempadan bangunan berdasarkan dengan RTRW disebutkan bahwa bangunan harus berjarak 10 m dari jalan.
2. KDB (Koefisien Dasar Bangunan)
Sesuai peraturan RTRW bangunan yang didirikan memiliki Koefisien Dasar Bangunan 60% dari luas lahan.
3. KLB (Koefisien Luas Bangunan)
Sesuai peraturan RTRW bangunan yang didirikan memiliki Koefisien Luas Bangunan 4 dari luas lahan.
4. KDH (Koefisien Daerah Hijau)
Sesuai peraturan RTRW bangunan yang didirikan memiliki Koefisien Dasar Hijau 20% dari luas lahan.
5. Ketinggian Bangunan
Sesuai dengan peraturan KAK mengenai ketinggian bangunan maksimum adalah 6 lantai.
II.3.
Persyaratan Umum Rumah Sakit
Berikut ini adalah penjabaran mengenai persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 diantaranya:
II.3.1.
Standar Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit
Berikut ini standar ruang untuk rumah sakit, antara lain:1. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang atau unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit.
2. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
3. Penghawaan ruang bangunan adalah aliran udara segar didalam ruang bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan.
4. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
5. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi ruang bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan risiko minimal untuk terjadinya infeksi silang dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
II.3.2.
Syarat Lingkungan Bangunan Rumah Sakit
Berikut ini syarat lingkungan untuk rumah sakit, antara lain:
1. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.
2. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan, sehngga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir.
3. Lingkungan bangunn rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas atau teknologi untuk mengatasinya.
4. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.
5. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup.
6. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landa menuju kesaluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman.
7. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan air limbah.
8. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
9. Lingkungan, ruang dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan bekembangbiaknya serangga, binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnya.
II.3.3.
Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
Berikut ini syarat konstruksi untuk bangunan rumah sakit, antara lain: 1. Lantai
A. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang dan mudah dibersihkan.
B. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah.
C. Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus atau lengkung agar mudah dibersihkan.
2. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat. Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut:
Ruang operasi : 0-5 CFU/cm2 dan bebas pathogen dan gas gangrene. Ruang perawatan : 5-10 CFU/cm2.
Ruang isolasi : 0-5 CFU/cm2. Ruang UGD : 5-10 CFU/cm2. 3. Ventilasi
A. Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar atau ruang dengan baik.
C. Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan baik, kamar atau ruang arus dilengkapi penghawaan buatan atau mekanis.
D. Penggunaan ventilasi buatan atau mekanis harus disesuaikan dengan peruntukkan ruangan.
4. Atap
A. Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
B. Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.
5. Langit-langit
A. Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan. B. Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
C. Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap. 6. Konstruksi
Balkon, beranda dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes.
7. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
A. Pintu ke luar ataumasuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.
B. Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai.
C. Pintu Darurat
Setiap bangunan rumah sakit yang bertingkat lebih dari tiga lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat.
Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman).
Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal 25 m dari segala arah.
Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk aksesibel, harus terbuka ke luar dan lebar daun pintu minimal 85 cm.
Gambar 7. Pintu kamar mandi pada ruang rawat inap Sumber : Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012
8. Toilet
a. Pesyaratan Umum.
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya
b. Persyaratan Teknis
Toilet umum.
A. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna.
B. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna ( 36 ~ 38 cm).
C. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh menggenangkan air buangan.
D. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.
E. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat
Toilet untuk aksesibilitas.
Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol "penyandang cacat" pada bagian luarnya.
Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm)
Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.
Gambar 8. Ruang Toilet untuk Disabilitas
Sumber : Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Tipe B, 2010
9. Jaringan Instalasi
A. Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas,listrik, sistem penghawaan,sarana komuniksi dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
B. Pemasangan pipa air minum tidakboleh bersilangan dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum.
10. Lalu Lintas Antar Ruangan
A. Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didesain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghndari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi.
B. Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dlengkapi dengan sarana
pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya, atau untuk lift empat lantai harus dilengkapi ARD (Automatic Reserve Divided) yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat
bila listrik mati.
C. Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi ram untuk brankar.
11. Fasilitas Pemadam Kebakaran
Bangunan rumah sakit dilengkap dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
II.3.4.
Pencahayaan dan Penghawaan
Pencahayaan,penerangan dan intensitasnya di ruang umum dan khusus harus sesuai dengan peruntukannya seperti berikut ini:
Tabel 3. Standar pencahayaan dan penghawaan Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MenKes/SK/X/2004
Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut: A. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboraturium, perlu
mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
B. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum ,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain dirumah sakit.
C. Sistem suhu dan kelembaban hedaknya didesain sedemkian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam tabel berikut:
Tabel 4. Standar suhu, kelembababan dan tekanan udara menurut fungsi ruang/unit Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
D. Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku).
II.3.5.
Kebisingan
Berikut persyaratan kebisingan masing-masing rungan atau unit seperti tabel ini:
Tabel 5. Indeks kebisingan menurut ruangan / unit Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
II.3.6.
Fasilitas Sanitasi
Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi seperti pada tabel berikut:
Tabel 6. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan jumlah toilet & K.Mandi Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MenKes/SK/X/2004
Tabel 7. Perbandingan jumlah karyawan dengan jumlah toilet & K.Mandi Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MenKes/SK/X/2004
Persyaratan menurut Pedoman Teknis Rumah Sakit Tipe B, diantaranya: 1. Toilet umum
A. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna.
B. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna ( 36 ~ 38 cm).
C. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh menggenangkan air buangan.
D. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.
E. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
2. Toilet untuk aksesibilitas
A. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu atau simbol "penyandang cacat" pada bagian luarnya.
B. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
C. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm).
D. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)
yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.
E. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan
perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.
F. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh menggenangkan air buangan.
H. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
I. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila
sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
Gambar 9. Ruang Gerak Toilet Disabilitas Sumber : Pedoman teknis rumah sakit kelas B, 2012
II.3.7.
Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit
Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar perawatan dan kamar isolasi sebagai berikut:
1. Ruang bayi
B. Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur. 2. Ruang dewasa
A. Ruang perwatanmnimal 4,5 m2/tempat tidur B. Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur.
II.3.8.
Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Air buangan sisa pemakaian bersih maupun kotor jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pengaruh tidak baik pada lingkungan maupun terhadap kehidupan, antara lain gangguan terhadap kesehatan, gangguan terhadap kehidupan biotik, gangguan terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda. Terutama pada bangunan rumah sakit yang merupakan bangunan dengan fungsi utama menyembuhkan penyakit, sehingga area rumah sakit haruslah steril dan terhindar dari bahaya-bahaya yang dapat menimbulkan penyakit baru.
1. Pengertian
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
A. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis.
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman.
B. Limbah air adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
C. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gasyang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik.
2. Persyaratan Limbah A. Limbah Padat
- Limbah Medis Padat
1) Minimalisasi limbah.
2) Pemilahan, pewadahan, pemanfatan kembali dan daur ulang.
Tabel 8. Kategori limbah padat
3) Pengumpulan , pengangkutan dan penyimpanan limbah medis padat di lingkungan rumah sakit.
4) Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar rumah sakit. 5) Pengolahan dan pemusnahan.
- Limbah Non Medis Padat
1) Pemilahan dan pewadahan.
2) Pengumplan, penyimpanan dan Pengangkutan. 3) Pengolahan dan pemusnahan.
B. Limbah Cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MENLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat.
C. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
3. Teknologi Insenerasi
Berikut ini penjabaran dari proses pengolahan limbah, yaitu:
Gambar 10. Diagram Pengelolaan Limbah Medis dan Domestik Rumah Sakit Sumber : Pedoman Kriteria Teknologi Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan, 2014
Insenerasi limbah medis adalah proses pengolahan limbah organik (infeksius) yang terkandung dalam limbah medis dengan menggunakan pembakaran suhu tinggi, dalam suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungannya, agar sifat bahayanya hilang atau berkurang.
Gambar 11. Diagram Blok Proses Insenerasi
Sumber : Pedoman Kritera Teknologi Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan, 2014
Insenerasi adalah proses pembakaran material (dalam hal ini limbah medis organik) menjadi gas yang bisa dibakar lebih lanjut dan menyisahkan residu yang tidak terbakar dan/atau abu (ash). Gas hasil pembakaran akhir,sesudah mengalami proses penyaringan melalui alat pengontrol polusi udara, dan memenuhi baku mutu emisi udara, kemudian boleh dilepas ke atmosfer. Karena berpotensi menimbulkan bahaya, bila tidak dikelola dengan baik, kegiatan insenerasi semua jenis limbah B3 disyaratkan harus memiliki izin. Residu tidak terbakar dan atau abu berkategori limbah B3 yang terbentuk tersebut kemudian dipisahkan dari insenerator, dikumpulkan, dikemas secara khusus(menggunakan wadah dan atau kantong plastik khusus limbah B3) dan disimpan di TPS (harus memiliki izin penyimpanan) maksimal 90 hari kerja, selanjutnya, bila tidak mampu mengolah atau memanfaatkan lebih lanjut, maka abu insenerasi yang berkategori limbah B3 wajib diserahkan ke pihak lain berizin, yakni: pengangkut, pengumpul, pengolah, pemanfaat atau penimbun akhir (secured landfill). 40 Insenerasi memberi keuntungan tambahan mereduksi massa dan volume limbah B3 hingga tersisa hanya sekitar 15%. Ini secara substansial berarti akan jauh mengurangi biaya pengankutan dan ongkos pengelolaan limbah B3 lebih
lanjut. Khusus untuk limbah B3 yang berasal dari rumah sakit, pemakaian insenerator bersuhu tinggi akan menghancurkan dan mengeliminasi bahaya infeksius dan patologi limbah medis. Proses insenerasi dengan suhu > 800 °C juga mengeliminasi kandungan organik pada limbah (zat organik terbakar semua pada suhu > 550 °C), berarti mengurangi tingkat keberatan pada proses penimbunan akhir limbah B3 (landfill).
Proses pengumpanan dan pembakaran pada incinerator, bisa didesain secara batch, intermitten atau continue, tergantung kebutuhan. Pada saat ini telah dikenal beberapa tipe teknologi insenerasi yang umum dipakai untuk menangani limbah medis rumah sakit, yakni:
Adapun kegiatan insenerasi limbah medis rumah sakit dapat dibagi menjadi beberapa tahapan proses berikut:
1. Persiapan limbah medis yang akan diinsenerasi.
2. Pengumpanan atau pengisian limbah medis (waste feeding or charging system).
3. Pembakaran limbah medis (Ruang Bakar 1 dan 2).
4. Pengolahan gas hasil pembakaran akhir menggunakan IPPU (instalasi pengontrol polusi udara).
5. Penanganan dan pengelolaan abu insenerator yang juga berkategori limbah B3 Persyaratan teknis pengolahan limbah medis menggunakan insinerator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
A. Efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya 99,95% (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh lima perseratus).
B. Temperatur pada ruang bakar utama (primary chamber) sekurang-kurangnya
800°C (delapan ratus derajat celsius).
C. Temperatur pada ruang bakar kedua (secondary chamber) sekurang-kurangnya
1050°C (seribu lima puluh derajat celsius) dengan waktu tinggal sekurang-kurangnya 2 (dua) detik.
D. Ketinggian cerobong minimal : 1. 20 m (dua puluh meter) atau 1,5 (satu setengah) kali bangunan tertinggi apabila terdapat bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari 20 m (dua puluh meter) dalam radius 50 m (lima puluh meter) dari insinerator, untuk insinerator yang mengolah limbah B3 dari kegiatan sendiri; dan 2. 30 m (tiga puluh meter) atau 1,5 (satu setengah) kali bangunan tertinggi apabila terdapat bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari 30 m (tiga puluh meter) dalam radius 50 m (lima puluh meter) dari insinerator, untuk insinerator yang mengolah limbah B3 sebagai jasa.
E. Memiliki alat pengendali pencemaran udara berupa wet scrubber atau sejenis F. Memenuhi baku mutu emisi. Pengolahan limbah sitotoksik secara termal wajib
dilakukan pada temperatur sekurang-kurangnya 1200°C (seribu dua ratus derajat celsius) Satu unit insenerator rumah sakit sesungguhnya beroperasi sebagai suatu sistem, dimana setiap tahapan proses insenerasi saling berkaitan. Sebagai contoh, prosedur pengumpanan atau pengisian limbah B3 yang berbeda yang dilakukan operator tertentu,bisa berpengaruh pada prestasi pembakaran limbah B3 pada ruang bakar, serta pada jumlah dan karakterabu yang dihasilkan.
Gambar 12. Proses Insenerasi dan Komponen Sub-sistemnya
Sumber : Pedoman Kriteria Teknologi Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan, 2014
II.3.9.
Tujuan Insenerasi Limbah Medis
Untuk menghancurkan infeksius dan patologi pada limbah medis. Penyimpanan limbah infeksius maksimum 24 jam (pada musim kemarau, untuk musim hujan hingga 48 jam), agar tidak menyebar dan membahayakan lingkungan sekitar. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, beberapa contoh jenis limbah medis rumah sakit ini bisa dikelompokkan sebagai limbah infeksius yang berkategori B3, yakni:
1. Limbah laboratorium mikrobiologi, termasuk sisa jaringan tubuh, sisa reagent dan peralatan lab yang terkontak jaringan tubuh yang terinfeksi.
2. Darah dan produk darah, misal: serum, plasma.
3. Benda-benda tajam, misal: jarum suntik, limbah gelas lab, pecahan pipet.
4. Limbah sisa berupa jaringan tubuh, darah dan cairan tubuh yang terinfeksi pada saat kegitan operasi, otopsi, obsteterik (kandungan).
6. Jaringan tubuh manusia atau hewan yang mengandung patologi dengan kandungan virus tinggi.
7. Limbah terkena darah yang berasal dari unit dialysis.
II.3.10.
Zona Bangunan Rumah Sakit
Pengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit antara lain:
1. Zona dengan Risiko Rendah
Zona ini meliputi: ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis dan ruang pendidikan atau pelatihan.
A. Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang.
B. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air,berwarna terang dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus.
C. Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka arus kuat,dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
D. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter. 2. Zona dengan Risiko Sedang
Zona ini meliputi: ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada zona ini sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah.
3. Zona dengan Risiko Tinggi
Zona risiko tinggi meliputi: ruang isolasi, ruang perawaan intensif, laboraturium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy) dan ruang jenazah
dengan ketentuan sebagai berkut:
A. Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.
- Dinding ruang laboraturium dibuat dari porselin atau keramk setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna gelap.
- Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan tersebut, tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette.
B. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, bewarna terang dan pertemuan antara lantai dengan di dinding harus berbentuk konus. C. Langit-langit terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna terang,
mudah dibersihkan, kerangka harus kuat dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
D. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
E. Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.
Zona ini meliputi: ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin dan ruang patologi dengan ketentuan:
A. Dinding terbuat dari bahan porselin atau vinyl setinggi langit-langit atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang.
B. Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
C. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter dan semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup.
D. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan berwarna terang.
E. Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan
langit-langit.
F. Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai.
G. Ventilasi atau penghawaan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas kebawah. Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara UCA
(Ulta Clean Air) System.
H. Tidak dbenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu harus dibuat ruang antara.
I. Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu
dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian cleaning cukup
dengan sebuah loket yang dapat dibuka dan ditutup.
J. Pemasangan gas medis secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau di atas langit-langit.
K. Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.
Gambar 13. Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan RS Pola Pembangunan Horizontal Sumber : Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010
Gambar 14. Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan RS Pola Pembangunan Vertikal Sumber : Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010
II.3.11.
Perencanaan Bangunan Rumah Sakit
Berikut ini penjabaran mengenai perencanaan bangunan rumahsakit, diantaranya: 1. Prinsip Umum
Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan pelayanan terhadap pasien.
Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung rumah sakit yang datang agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu. Tata letak pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang
sedang berlatih di koridor pasien dan aktifitas pengunjung saat masuk dan ke luar unit. Bayi harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa pengunjung dan petugas rumah sakit. Pasien di ruang ICU dan ruang bedah harus dijaga terhadap infeksi.
2. Prinsip Khusus
Prinsip khusus pada perencanaan bangunan rumah sait terdiri dari:
A. Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman untuk semua bagian bangunan merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk rumah sakit yang tidak menggunakan AC.
B. Rumah sakit minimal mempunyai tiga akses atau pintu masuk atau gerbang masuk, terdiri dari pintu masuk utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk ke area layanan Servis.
Gambar 15. Contoh Gambar Akses Pintu Masuk RS Sumber : Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012
C. Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah
penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan dengan lif service. Bordes dan timbangan
tersedia di daerah itu. Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak terpakai. Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan psikologis. D. Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan
pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
E. Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah serangga lainnya yang berada di sekitar RS, dan dilengkapi pengaman.
F. Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien mungkin. G. Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik,
dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang.
H. Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 70).
I. Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap. J. Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain, harus
Gambar 16. Contoh Model Aliran lalu lintas dalam RS Sumber : Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012
II.4.
Studi Banding
II.4.1.
Dalam Negeri
Pada studi preseden (studi banding) rumah sakit pendidikan yang ada di Indonesia, mengambil studi rumah sakit pendidikan yang ada di Lampung. Berikut ini data dan analisanya.
Nama proyek : Rumah Sakit Pendidikan Universitas Lampung Principal Architect : Ir. Adi Utomo Hatmoko, M.Arch
Architecture Firm : PT. Global Rancang Selaras dengan PT. Patroon Arsindo
Owner : Universitas Lampung
Lokasi : Jalan Pagar Alam, Bandar Lampung, Indonesia Status : Underconstruction
Luas Lahan : 65.000 m2 Luas Bangunan : 36.888 m2
Desain : 2010
Gambar 17. Perspektif Depan Eksterior RS UNILA
Gambar 18. Perspektif Samping Eksterior RS UNILA
Sumber : http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017
Bangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Lampung (RSP Unila), direncanakan berada pada kawasan Universitas Lampung. Dengan lokasi yang strategis berada tepat dipinggir jalan Pagar Alam, memudahkan akses menuju rumah sakit ini. RSP Unila ini adalah RS Tipe B yang dilengkapi dengan fasilitas pendidikan untuk para calon dokter. Memiliki kapasitas 240 tempat tidur, dan fasilitas medik lainnya yang lengkap, diharapkan RSP Unila ini nantinya akan meningkatkan mutu layanan kesehatan di wilayah Bandar Lampung dan sekitarnya. Dimana dari hasil studi kelayakan didapatkan fakta bahwa rasio kapasitas tempat tidur rumah sakit dan jumlah masyarakat yang ada di Lampung masih sangat kurang.
Gambar 19. Zonasi kawasan pada tapak
Sumber : http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017
A. Keunggulan :
Pemanfaat lahan pengembangan yang luas, menjadi masa-masa bangunan yang tersusun baik, dengan connecting berupa selasar dan jembatan disetiap lantai. Sehingga
sirkulasi penggunan gedung akan dapat berjalan baik dan efisien karena zonasi juga disesuaikan dengan mempertimbangkan hubungan antar zona dari fungsi masing-masing ruangan. Sebagai contoh, kedekatan fungsi antara zona ruang bedah dan ICU, sehingga dibuat berada dalam satu lantai bersebelahan. Selain itu peletakkan fungsi didalam masing-masing gedung juga disesuaikan dengan rencana pembangunan yang bertahap, sehingga pembangunan gedung ditahap akhir tidak mengganggu aktifitas di gedung yang sudah dibangun ditahap awal.
Gambar 20. Siteplan RS UNILA
Sumber : http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017
Pembangunan RSP Unila merupakan langkah pengembangan yang dilakukan oleh Universitas Lampung yang memiliki fakultas Kedokteran sebagai salah satu unggulannya. Jika merujuk pada Standar Pendidikan Kedokteran yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, terdapat aturan pelaksanaan pendidikan pada fakultas kedokteran, yaitu:
1.
Pendidikan bagi calon dokter dan dokter gigi harus dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan 2.
Fakultas Kedokteran harus memiliki Rumah Sakit Pendidikan.
Gambar 21. Potongan dan Konsep Desain
Sumber : http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017
Gambar 22. Zoning Vertical / Program ruang perlantai
RSP Unila ini terdiri dari enam gedung utama, dimana tiga gedung empat lantai didepan berfungsi sebagai fasilitas layanan kesehatan, antara lain: Instalasi Gawat Darurat, Poliklinik, Instalasi Rawat Inap, Radiologi, Intensive care unit (ICU) , Bedah sentral
(Operating theatre), Ruang Bersalin, Laboratorium, Farmasi, dan fasilitas lainnya.
Sementara tiga gedung empat lantai dibelakang berfungsi sebagai fasilitas pendidikan bagi para mahasiswa dan dosen fakultas kedokteran Unila, terdiri dari fungsi ruang kelas, ruang riset, lab-skill, auditorium, dan kantor bagi staff pengajar fakultas kedokteran.
Gambar 23. Perencanaan Penghawaan dan Pencahayaan Alami
Gambar 24. Alur Sirkulasi Manusia
Sumber : http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017
Gambar 25. Denah Semi Basement
Gambar 26. Denah lantai 1
Gambar 27. Denah lantai 2
Sumber : http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017
Gambar 28. Denah lantai 3
Gambar 29. Denah lantai 4
Sumber : http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017
II.4.2.
Luar Negeri
Rumah Sakit Arizona Phoenix Anak, dirancang dan direnovasi oleh HKS Arsitek, merupakan fasilitas tower 11 lantai yang merupakan salah satu kampus pediatrik terbesar di negara ini. Bangunan ini merupakan bagian dari kampus yang lebih besar dan bagian dari masyarakat Phoenix, yang merupakan faktor dalam menentukan estetika arsitektur baru.
Tim desain ditantang untuk meningkatkan kampus, meningkatkan pada perencanaan yang ada dan fleksibilitas, dan tetap setia kepada visi fasilitas untuk menyediakan perawatan anak-anak dalam suasana yang nyaman.
Pemrograman, fungsi rawat jalan dan rawat inap yang terletak di salah satu menara. Susun dan pengelompokan program dalam menara ini jarak perjalanan penurunan antara
berbagai bagian dari fasilitas dan meningkatkan orientasi. Estetika menara mencerminkan bunga gurun mekar dan dibagi menjadi tiga bagian. fasad yang diselingi oleh berlayar yang membagi interior bangunan dan masuk ke dalam cerita tiga atrium bawah. berlayar ini adalah sebuah mercusuar yang menyambut keluarga ke dalam fasilitas dan diterangi dengan warna-warna cerah membuat cahaya interior dari dalam.
Gambar 30. Perspektif Eksterior Phoenix Children's Hospital Sumber : www.archdaily.com, 2017
Dari eksterior, fasilitas bersinar di malam hari harus dilihat dari masyarakat. Komponen utama dari fasilitas ini adalah akses visual yang diberikannya ke luar dengan pemandangan yang tersedia dari kamar pasien dan ruang publik termasuk lift, ruang bermain dan kafe, ruang tunggu dan koridor.
Gambar 31. Interior Phoenix Children's Hospital Sumber : www.archdaily.com, 2017
Gambar 32. Aksonometri Bangunan Phoenix Children's Hospital Sumber : www.archdaily.com, 2017