• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Produksi pada Lini Produksi

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Menurut Sofyan Assauri produksi didefinisikan sebagai berikut : “Produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan sesuatu barang atau jasa, untuk kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa tanah, tenaga kerja, dan skill (organization, managerial, dan skills), sedangkan sistem Produksi merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input menjadi output produksi, Input produksi ini dapat berupa bahan baku (material), mesin, tenaga kerja, modal, dan informasi, sedangkan output produksi berupa produk yang dihasilkan berikut hasil sampingannya seperti limbah, informasi dan sebagainya, (Rosnani, 2007). Dengan kata lain Sistem produksi / Sistem manufaktur adalah proses transformasi dari material/bahan, pekerja dan input yang lain menjadi output yang berupa produk dan digerakkan oleh manajemen. Manajemen produksi dan operasi merupakan manajemen dari suatu sistem informasi yang mengkonversikan masukan (inputs) menjadi keluaran (outputs) yang berupa barang atau jasa. Hal ini

(2)

berkaitan dengan pelaksanaan fungsi produksi dan operasi. Yang memerlukan serangkaian kegiatan yang merupakan suatu sistem. Sistem produksi tidak hanya terdapat pada industri manufaktur, tetapi juga dalam industri jasa seperti perbankan, asuransi, pasar swalayan dan rumah sakit. Sistem produksi dan operasi dalam industri jasa menggunakan bauran yang berbeda dari masukan yang dipergunakan dalam industri manufaktur.

2.1.1. Jenis Sistem Produksi

Menurut Prof. Dr Sofjan Assauri dalam bukunya, Sistem Produksi yang sering dipergunakan dapat dibedakan atas 3 Macam, yaitu :

a. Proses produksi yang berkelanjutan (continuous process) – dimana peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dengan memperhatikan urut-urutan kegiatan atau routing dalam menghasilkan produk tersebut, serta arus bahan dalam proses telah distandar.

b. Proses produksi yang terputus-putus (intermitten process) – dimana kegiatan produksi dilakukan tidak standar, tetapi didasarkan produk yang dikerjakan, sehingga peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur yang dapat bersifat lebih luwes (flexible) untuk dapat dipergunakan bagi menghasilkan berbagai produk dan berbagai ukuran. c. Proses produksi yang bersifat proyek – dimana kegiatan produksi

dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan di tempat atau lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan dan pada saat yang direncanakan.

(3)

2.1.2. Strategi Respons terhadap Permintaan Konsumen

Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap permintaan konsumen. Pada dasarnya strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat diklasifikasikan dalam lima kategori sebagai berikut:

1. Design to Order (Engineer to Order)

Dalam strategi ini, perusahaan tidak membuat produk itu sebelumnya atau dengan kata lain cocok untuk produk-produk baru dan/atau unik secara total. Perusahaan yang memilih strategi ini tidak mempunyai sistem inventory karena produk baru akan didesain dan diproduksi setelah ada permintaan pelanggan. Untuk itu, perusahaan tidak mempunyai resiko berkaitan dengan investasi inventory. Apabila ada pesanan dari pelanggan, pihak perusahaan akan mengembangkan desain untuk produk yang diminta (termasuk pertimbangan waktu dan biaya), kemudian menerima persetujuan tentang desain itu dari pihak pelanggan Produk-produk yang cocok menggunakan strategi design to order adalah kapal, komputer khusus untuk keperluan militer, gedung bertingkat, jembatan, dan sebagainya.

2. Make to Order

Perusahaan industri yang memilih strategi make to order hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam system inventori dari produk-produk yang telah dibuat sebelumnya. Aktifitas

(4)

proses pembuatan produk bersifat khusus yang disesuaikan dengan setiap pesanan dari pelanggan.

3. Assemble to Order

Perusahaan industri yang memilih strategi assemble to order akan memiliki inventory yang terdiri dari semua sub-assemblies atau modul-modul (modul-modules). Apabila pelanggan memesan produk, produsen secara cepat merakit modul-modul yang ada dan mengirimkan dalam bentuk produk akhir ke pelanggan. Strategi assemble to order digunakan oleh perusahaan perusahaan industri yang memiliki produk modular. dimana beberapa produk akhir membentuk modul-modul umum (common modules). Perusahaan industri yang menggunakan strategi ini antara lain industri otomotif, komputer komersial, restoran seperti Mc Donald’s.

4. Make to Stock

Perusahaan yang memilih strategi make to stock akan memiliki inventory yang terdiri dari produk akhir (finished product) untuk dapat dikirim dengan segera apabila ada permintaan dari pelanggan. Dalam strategi ini, siklus waktu (cycle time) dimulai ketika produsen menspesifikasikan produk, memperoleh bahan baku (raw material), dan memproduksi produk akhir untuk disimpan dalam stok. Apabila pelanggan memesan produk, dengan asumsi bahwa produk itu telah disimpan dalam stok, produsen akan mengambil produk itu dari stok dan mengirimkannya kepada pemesan.

(5)

5. Make to Demand

Strategi make to demand dapat dianggap sebagai suatu strategi baru yang dikembangkan dalam perusahaan industri, dimana respons terhadap permintaan pelanggan secara total adalah fleksibel. Dalam strategi make to demand, penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan waktu penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan pelanggan. Strategi ini responsif secara lengkap (completely responsive) terhadap pesanan pelanggan (sesuai spesifikasi yang diinginkan oleh pelanggan), tetapi dapat menyerahkan produk dengan kecepatan mendekati strategi make to stock. Strategi make to demand dapat diterapkan pada produk-produk industry yang telah berada pada tahap menurun (declining stage) dari siklus hidup produk (product life cycle), karena produk-produk itu membutuhkan fitur dan pilihan yang lebih banyak disertai dengan harga yang lebih rendah serta waktu penyerahan lebih cepat agar dapat bertahan di pasar yang sangat kompetitif itu.

2.2 Lean Production

Toyota Production System adalah .pendekatan unik dari Toyota dalam berproduksi. Ini merupakan dasar dari berbagai gerakan “Lean Production” yang telah mendominasi tren dalam berproduksi (sejalan dengan six sigma). (James Womack dan Daniel Jones) mendefinisikan Lean Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, Menetapkan Value Stream, membuatnya “mengalir” dan “ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk mencapai yang terbaik. Secara ringkas lean manufactur

(6)

dapat didefinisikan sebagai suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang diperlukan pula.Untuk mencapai perusahaan manufactur yang lean diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one-piece-flow), suatu sitem tarik yang berasal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat, dan suatu budaya-budaya dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus. Taiichi Ohno, pencipta TPS, bahkan dengan lebih ringkas menjelaskan : “segala yang kami lakukan hanyalah mengamati garis waktu sejak pelanggan memberikan pesanannya hingga saat kami mengumpulkan uang tunai. dan kami mengurangi garis waktu tersebut dengan menyingkirkan pemborosan yang tidak memberi nilai tambah”. (Ohno, 1988).

TPS hanya sekedar serangkaian alat lean seperti just in time, 5S (sort, stabilize, shine, standardize, sustain), kanban, dan lain-lain. TPS adalah sistem produksi yang canggih dimana semua bagiannya berkontribusi terhadap keseluruhan. Keseluruhan sistem pada intinya berfokus untuk mendukung dan mendorong orang agar terus-menerus meningkatkan proses yang dikerjakan. Pertanyaan pertama di TPS selalu “Apa yang diinginkan pelanggan dari proses ini?” (Keduanya, baik pelanggan internal pada proses berikutnya di jalur produksi maupun pelanggan akhir yaitu pelanggan eksternal). Hal ini mendefinisikan nilai. Melalui kacamata pelanggan, diamati suatu proses dan memisahkan langkah-langkah yang menambah nilai dari langkah-langkah-langkah-langkah yang tidak menambah nilai.

(7)

Toyota telah mengidentifikasikan tujuh jenis pemborosan yang tidak menambah nilai dalam proses bisnis dan atau manufaktur dan (Liker, 2004) memberi tambahan satu jenis pemborosan sebagai berikut:

1. Produksi berlebih :

Memproduksi barang-barang yang belum dipesan, akan menimbulkan pemborosan seperti kelebihan tenaga kerja dan kelebihan tempat penyimpanan serta biaya transportasi yang meningkat karena adanya persediaan berlebih.

2. Menunggu :

Para pekerja hanya mengamati mesin otomatis yang, sedang berjalan atau berdiri menunggu langkah proses selanjutnya, alat, pasokan komponen selanjutnya, dan lain sebagainya atau menganggur saja karena kehabisan material, keterlambatan proses, mesin rusak, dan bottle neck (sumbatan) kapasitas.

3. Transportasi yang tidak perlu :

Membawa barang dalam proses (WIP) dalam jarak yang jauh, menciptakan angkutan yang tidak efisien, atau memindahkan material, komponen, atau barang jadi ke dalam atau ke luar gudang.

4. Memproses secara berlebih atau memproses secara keliru :

Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk memproses komponen. Melaksanakan pemrosesan yang tidak efisien karena alat yang buruk dan rancangan produk yang buruk, menyebabkan gerakan yang tidak perlu dan memproduksikan barang cacat. Pemborosan terjadi

(8)

ketika membuat produk yang memiliki kualitas lebih tinggi daripada yang diperlukan.

5. Persediaan berlebih:

Kelebihan material, barang dalam proses, atau barang jadi menyebabkan Production leadtime yang panjang, barang kadaluwarsa, barang rusak, peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, dan keterlambatan. Persediaan berlebih juga menyembunyikan masalah seperti ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang. 6. Gerakan yang tidak perlu:

Setiap gerakan karyawan yang mubazir saat melakukan pekerjaannya, seperti mencari, meraih, atau menumpuk komponen, alat dan lain sebagainya. Berjalan juga merupakan pemborosan.

7. Produk cacat:

Memproduksi komponen cacat atau yang memerlukan perbaikan. Perbaikan atau pengerjaan ulang, scrap, memproduksi barang pengganti, dan inspeksi berarti tambahan penanganan, waktu, dan upaya yang sia-sia.

8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan:

Kehilangan waktu, gagasan, ketrampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan karyawan.

Menurut Taiichi Ohno (Liker, 2004) pemborosan yang paling mendasar adalah produksi berlebih, karena mengakibatkan sebagian besar pemborosan lainnya. Diagram “TPS House” telah menjadi salah satu simbol yg paling dikenal

(9)

dalam manufaktur modern. Mengapa sebuah rumah? Karena sebuah rumah merupakan suatu sistem terstruktur. Rumah akan menjadi kuat jika atap, pilar, dan fondasinya kuat. Satu hubungan yang lemah akan melemahkan seluruh sistem. Ada beberapa versi rumah yang berbeda, tapi prinsip intinya tetap sama. Ia dimulai dengan tujuan untuk meraih kualitas terbaik, biaya terendah, dan lead time tersingkat-atap. Kemudian ada dua pilar luar–just-in-time, mungkin ini merupakan karakteristik TPS yang paling banyak dipublikasikan, dan jidoka, yang pada intinya berarti tidak membiarkan produk cacat lewat ke stasiun berikutnya, dan membebaskan orang dari kinerja mesin secara otomatis tapi masih melibatkan manusia dalam prosesnya. Pusat dari sistem tersebut adalah orang. Terakhir, terdapat berbagai elemen inti yang memasukkan kebutuhan akan standardisasi, stabilitas, proses yang handal, dan juga heijunka, yang berarti mencampur dan meratakan skedul produksi, baik dalam volume maupun bauran produk.

Gambar 2.1 Rumah Toyota Production System (Sumber : The Toyota Way 2004)

(10)

Dalam buku The Toyota Way pengarang Jeffrey K. Liker. Masing-masing elemen rumah itu penting, tapi yang lebih penting adalah cara elemen-elemen tersebut saling memperkuat. Just-In-Time (JIT) berarti menyingkirkan, sebanyak mungkin, persediaan yang digunakan untuk menyangga proses operasi dalam menghadapi masalah yang mungkin akan muncul dalam produksi. One-piece flow yang ideal adalah membuat satu unit pada satu saat pada tingkat yang sesuai dengan derap permintaan konsumen atau takt (istilah bahasa Jerman untuk meter). Dengan menggunakan penyangga yang lebih kecil (menyingkirkan “jaring pengaman”) berarti masalah seperti produk cacat akan segera terungkap. Hal ini memperkuat jidoka, yang menghentikan proses produksi. Ini berarti para pekerja harus menyelesaikan masalah dengan sesegera mungkin sebelum melanjutkan produksi.

Fondasi rumah adalah stabilitas. Ironisnya, persyaratan untuk bekerja dangan persediaan yang sedikit dan menghentikan produksi ketika terjadi masalah menyebabkan ketidakstabilan dan memberikan rasa urgensi bagi para pekerja. Dalam produksi massal, ketika sebuah mesin mogok, tidak ada rasa urgensi apapun: departemen perawatan dijadwalkan untuk memperbaiki mesin tersebut. sementara persediaan yang cukup membuat operasi dapat tetap berjalan. Sebaliknya dalam lean production, ketika seorang operator menghentikan peralatan untuk memperbaiki masalah, operasi yang lain akan segera berhenti memproduksi, menciptakan suatu krisis. Sehingga ada perasaan urgensi dalam diri semua orang di produksi untuk memperbaiki masalah bersama agar peralatan dapat segera berjalan lagi. Bila masalah yang sama terjadi berulang kali, manajemen dangan cepat menyimpulkan ada situasi yang kritis dan mengkin

(11)

sudah saatnya untuk berinvestasi dalam Total Productive Maintenance (TPM), dimana semua orang belajar untuk membersihkan, memeriksa, dan memelihara peralatan. Tingkat stabilitas yang tinggi diperlukan agar sistem tersebut tidak secara konstan terhenti. Orang merupakan pusat dari rumah karena hanya melalui peningkatan berkesinambungan, operasi dapat memperoleh stabilitas yang diperlukan. Orang harus dilatih untuk melihat pemborosan dan memecahkan masalah pada akar penyebabnya dangan berulang kali bertanya mengapa masalah terjadi. Pemecahan masalah terjadi di tempat aktual untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi (genchi genbutsu).

Dalam sebuah versi dari model “rumah,” beberapa filosofi Toyota Way ditambahkan kedalam fondasi seperti “rasa hormat atas kemanusiaan.” Sementara Toyota sering menyajikan rumah ini dengan biaya, kualitas, dan pengiriman tepat waktu, pada kenyataannya pabrik-pabrik mereka mengikuti praktik yang biasa terjadi di Jepang dangan memfokuskan diri pada QCDSM (quality, cost, delivery, safety, dan morale) atau beberapa variasi lainnya. Toyota tidak akan pernah mengorbankan keselamatan para pekerjanya demi produksi. Mereka tidak perlu melakukan hal tersebut, karena menghilangkan pemborosan tidak berarti menciptakan tempat kerja tidak aman, dan penuh dengan stres. Ohno mengatakan “Setiap metode yang ada untuk mengurangi jam kerja dalam rangka menekan biaya tentu saja harus dikejar dengan penuh semangat; tapi kita tidak boleh lupa bahwa keselamatan kerja adalah dasar dari semua aktivitas kita. Kadang kala aktivitas peningkatan tidak dapat dilanjutkan karena alasan keselamatan kerja. Dalam hal semacam itu, kembali ke titik awal dan lihat kembali tujuan”

(12)

2.2.1. Prinsip dalam Penerapan Sistem Produksi Lean

Suatu perusahaan yang telah melihat bahwa sistem produksi Lean akan memberikan suatu perubahan yang baik kepada usahanya, akan terdorong untuk mencoba melakukan penerapan sistem ini di perusahaannya. Sebelum melakukan penerapan, penting untuk diketahui beberapa prinsip yang mendasari pandangan untuk penerapan sistem Lean, yaitu (Gaspersz, 2007):

1. Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan pada pandangan dari para pelanggan, di mana pelanggan menginginkan produk (barang atau jasa) dengan kualitas yang superior, harga kompetitif dan pengiriman yang tepat waktu. Perusahaan harus berpikir melalui sudut pandang pelanggan dalam melakukan desain produk, proses produksinya serta pemasarannya.

2. Membuat dan melakukan identifikasi terhadap aliran proses produk sehingga kegiatan yang dilakukan dalam memproses produk dapat diamati secara detail. Umumnya banyak perusahaan tidak melakukan pembuatan aliran proses produk melainkan membuat aliran proses bisnis atau aliran proses kerja sehingga tidak dapat dijadikan pertimbangan apakah memberikan nilai tambah kepada produk yang dibuat.

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas yang terdapat dalam proses value stream tersebut dengan menganalisis value stream yang telah dibuat.

(13)

4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir dengan lancar dan efisien sepanjang proses value stream dengan menggunakan sistem tarik (pull system).

5. Secara terus-menerus dan berkesinambungan melakukan peningkatan dan perbaikan dengan cara mencari teknik-teknik dan alat peningkatan agar mencapai keunggulan dan peningkatan terus-menerus.

2.2.2. Konsep Lean

Ohno (1997) yang dikutip oleh Abdullah (2003) menjelaskan bahwa ide dasar dibalik sistem lean manufacturing yang telah dipraktekan selama bertahun-tahun di jepang mencakup eliminasi pemborosan, pengurangan biaya serta peningkatan kemampuan pekerja, filsofi jepang dalam menjalankan bisnis sangatlah berbeda dengan filsofi yang telah lama diterapkan di amerika. Kepercayaan tradisional barat beranggapan bahwa satu-satunya cara memperoleh keuntungan adalah dengan menambahkan keuntungan itu kedalam ongkos manufaktur agar dapat menaikan harga jual seperti yang diinginkan. Sebaliknya pendekatan cara jepang percaya bahwa konsumen merupakan generator harga jual. Semakin banyak kualitas yang dibangun kedalam suatu produk, dan semakin banyak jasa yang ditawarkan maka semakin besar juga harga yang rela dibayar konsumen. Ilmu lean manufacturing bekerja dalam setiap tahapan di value stream dengan mengeliminasi pemborosan agar dapat mengurangi biaya meningkatnya output dan pengurangan production leadtime agar dapat terus bersaing dalam pertumbuhan pasar global.

(14)

Dalam buku (Mekong Capital, “Introduction to Lean Manufacturing”, 2004, Vietnam) Konsep dasar dalam lean manufacturing dapat diringkas sebagai berikut:

1. Pendefinisian waste (Pemborosan)

Dari seluruh aktivitas untuk menghasilkan produk dari tahap awal hingga akhir dapat dikategorikan atas value added (yang memberikan nilai tambah). dan Non Value Added (tidak memberikan nilai tambah). Setiap proses yang Non-value added dari sudut pandang konsumen harus dieliminasi.

2. Standarisasi proses

Lean menuntut adanya implementasi dari panduan produksi yang rinci, disebut sebagai standarisasi kerja. Ini mengeliminasi variasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

3. Continuous flow

Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontiniu, bebas dari bottle necks, interruption, or waiting. Bila hal ini berhasil diimplementasikan maka waktu siklus produksi dapat dikurangi hingga 90%.

4. Pull production

Disebut juga Just-in-Time (JIT) yang bertujuan memproduksi produk yang dibutuhkan dan pada waktu dibutuhkan.

5. Quality at the source

Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan kualitas dilakukan pekerja pada lini proses produksi.

(15)

6. Continuous Improvement

Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap untuk mengeliminasi pemborosan secara terus menerus.

2.3 Value Stream Mapping

APICS Dictionary (2005) mendefinisikan value stream sebagai proses-proses untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk (barang dan/atau jasa) ke pasar. Untuk proses pembuatan barang (good), Value Stream mencakup pemasok bahan baku, manufaktur dan perakitan barang, dan jaringan pendistribusian kepada pengguna dari barang itu. Untuk proses jasa (service), value stream terdiri dari pemasok, personel pendukung dan teknologi, produsen jasa, dan saluran-saluran distribusi dari jasa itu. Suatu value stream dapat dikendalikan oleh satu bisnis tunggal atau jaringan dari beberapa bisnis. value stream mapping memberikan gambaran yang nyata dan kekuatan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas tambahan yang tidak bernilai didalam perusahaan. Value Stream Mapping (VSM) juga merupakan perangkat dari manajeman kualitas (quality management tools) yang dapat menyusun keadaan saat ini dari sebuah proses dengan cara membuka kesempatan untuk melakukan perbaikan dan mengurangi pemborosan. Secara umum, Value Stream Mapping berasal dari prinsip Lean. Prinsip dari teori Lean adalah mengurangi pemborosan, menurunkan persediaan (inventory) dan biaya operasional, memperbaiki kualitas produk, meningkatkan produktivitas dan memastikan kenyamanan saat bekerja (Womack et al, 1990).

Value stream mapping dapat menyajikan suatu titik balik yang optimal bagi setiap perusahaan yang ingin menjadi lean. (Rother dan Shock, 1999) seperti

(16)

yang dikutip oleh (Abdullah, 2003), menyimpulkan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan penerapan konsep value stream mapping adalah sebagai berikut:

1. Untuk membantu perusahaan memvisualisasikan lebih dari sekedar level proses tunggal (misalnya: proses perakitan dan juga pengelasan) dalam produksi. Dengan demikian akan terlihat jelas seluruh aliran. 2. Pemetaan membantu perusahaan tidak hanya melihat pemborosan yang

ada tetapi juga sumber penyebab pemborosan yang terdapat dalam value stream.

3. Value stream menggabungkan antara konsep lean dan teknik yang dapat membantu perusahaan untuk menghindari pemilihan teknik dan konsep yang asal-asalan.

4. Sebagai dasar dari rencana implementasi. Dengan membantu perusahaan merancang bagaimana keseluruhan aliran yang door-to-door, diharapkan konsep lean ini dapat mengoperasikan bagian yang hilang dalam banyak upaya me-lean-kan suatu value stream map menjadi blueprint dalam mengimplementasikan proses yang lean. Dua langkah utama dalam pemetaan Value Stream Mapping, yaitu:

1. Pembuatan Current State Map untuk memetakan kondisi di lantai pabrik saat ini, sehingga dapat mengidentifikasi pemborosan apa saja yang terjadi.

2. Pembuatan Future State Map sebagai usulan rancangan perbaikan dari Current State Map yang ada.

(17)

2.3.1. Bagian-Bagian VSM

Baik peta sekarang maupun peta masa depan dalam VSM terdiri dari tiga bagian utama (Nash & Poling, 2008), yaitu:

1. Aliran proses produksi atau aliran material

Aliran proses atau material ini terletak di antara aliran informasi dan timeline. Aliran proses digambar dari kiri ke kanan. Subtask atau subproses dan paralel proses digambar dengan bentuk yang identik di bawah aliran utama. Aliran proses tersebut mempermudah melihat antara proses yang memiliki subtask dan proses yang paralel dengan proses lainnya.

2. Aliran komunikasi/ informasi

Aliran informasi pada value stream mapping biasanya terletak di bagian atas. Adanya aliran informasi ini, dapat melihat seluruh jenis informasi dan komunikasi baik formal maupun informal yang terjadi dalam value stream. Aliran informasi juga dapat melacak informasi yang sebenarnya tidak perlu dan menjadi non value added komunikasi yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk itu sendiri.

3. Garis waktu/ jarak tempuh

Pada bagian bawah VSM terdapat serangkaian garis yang mengandung informasi penting dalam VSM tersebut dan biasa disebut sebagai timelines. Kedua garis dalam timelines ini digunakan sebagai dasar perbandingan dari perbaikan yang akan diimplementasikan. Garis yang pertama yang berada di sebelah atas disebut sebagai Production Lead time (PLT)/ Process Lead time/ lead time. PLT ini adalah waktu yang

(18)

dibutuhkan produk dalam melewati semua proses dari bahan baku sampai ke tangan pelanggan dan biasanya dalam satuan hari. PLT yang berada tepat di bawah jeda antar proses ini dijumlahkan menjadi total PLT yang diletakkan di akhir proses. Garis yang kedua yang berada di sebelah bawah merupakan cycle time semua proses yang ada dalam aliran material dan ditulis di atas garis tepat di bawah prosesnya. Total dari seluruh cycle time ini disebut total cycle time dan ditulis pada garis akhir proses di bawah total PLT. Garis yang terakhir yang terletak di bawah timelines adalah jarak tempuh yang merupakan jarak yang ditempuh oleh produk, operator, electronic forms sepanjang aliran proses produksi.

Tabel 2.1 Lambang pada Value Stream dalam Kategori Proses

No. Nama Lambang Fungsi

1 Customer / supplier Merepresentasikan Supplier bila diletakkan di kiri atas, yakni sebagai titik awal yang umum digunakan dalam penggambaran aliran material. Sementara gambar akan merepresentasikan

Customer bila ditempatkan di kanan atas, biasanya sebagai titik akhir aliran material. 2 Dedicated Process Menyatakan proses, operasi, mesin atau

departemen yang melalui aliran material. Secara khusus, untuk menghindari

pemetaan setiap langkah proses yang tidak diinginkan, maka lambang ini biasanya merepresentasikan satu departemen dengan aliran internal yang kontinu.

(19)

(Sumber: Rother & Shook, 2003)

3 Shared Process Menyatakan operasi proses, departemen atau stasiun kerja dengan family-family yang saling berbagi dalam value stream. Perkiraan jumlah operator yang dibutuhkan dalam Value Stream dipetakan, bukan sejumlah operator yang dibutuhkan untuk memproduksi seluruh produk.

4 Data Box Lambang ini memiliki lambang-lambang didalamnya yang menyatakan informasi / data yang dibutuhkan unuk menganalisis dan mengamati system

5 Operator Lambang ini merepresentasikan operator. Lambang ini menunjukkan jumlah operator yang dibutuhkan dalam proses.

6 Work Cell Mengindikasi banyak proses yang

terintegrasi dalam sel-sel kerja manufaktur, seperti sel-sel yang biasa memproses family terbatas dari produk yang sama atau produk tunggal. Produk berpindah dari satu langkah proses ke langkah proses lain dalam berbagai batch yang kecil atau bagian- bagian tunggal.

7 Inventory Menunjukkan keberadaan suatu inventory diantara dua proses. Jika terdapat lebih dari satu akumulasi inventory, gunakan satu lambang untuk masing-masing inventory.

(20)

Tabel 2. 2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan

No. Nama Lambang Fungsi

1 Shipments Merepresentasikan pergerakan raw material dari supplier hingga menuju gudang penyimpanan akhir di pabrik. Atau pergerakan daribproduk akhir di gudang penyimpanan pabrik hingga sampai ke konsumen.

2 Push Arrows Merepresentasikan pergerakan material dari memiliki arti bahwa proses dapat memproduksi sesuatu tanpa memandang kebutuhan cepat dari proses yang bersifat

downstream. 3 External

Shipments Lambang ini berarti pengiriman yang dilakukan dari supplier ke konsumen atau pabrik ke konsumen dengan menggunakan pengangkutan eksternal (di luar pabrik).

4 Production

Control Merepresentasikan penjadwalan produksi utama atau departemen pengontrolan, orang atau operasi. 5 Manual Info Gambar anak panah yang lurus dan

tipis menunjukkan aliran informasi umum yang bisa diperoleh melalui catatan, laporan ataupun

percakapan. Jumlah dan jenis catatan lain bisa jadi relevan 6 Electronic

Info Merepresentasikan aliran elektronik seperti melalui: Electronic Data Interchange (EDI), internet, intranet, LANs (Local Area Network), WANS (Wide Area Network). Melalui anak panah ini, maka dapat diindikasikan

(21)

(Sumber: Rother & Shook, 2003)

2.3.2. Langkah – langkah Pembuatan VSM

Dalam perancangan VSM terdapat empat tahap yang harus dilalui (Magnier, 2003), yaitu:

a. Menentukan produk atau keluarga produk b. Membuat peta sekarang

c. Membuat peta masa depan d. Merancang rencana perbaikan

2.3.3. Peta Kondisi Sekarang (Current State Map)

Petunjuk pembuatan current state map adalah sebagai berikut : 1. Penentuan Family Product

Tahap ini merupakan tahap awal dalam menggambar Current State Map. Setelah mengetahui konsep yang benar tentang Lean, maka pada tahap ini perlu ditentukan produk yang akan dijadikan model line sebagai target perbaikannya. Tujuan pemilihan model-line adalah agar penggambaran sistem fokus pada satu produk saja yang bisa dianggap sebagai acuan dan representasi dari sistem produksi yang ada.

7 Other Menyatakan informasi atau hal lain yang penting.

8

Timeline

Menunjukkan waktu yang memberikan nilai tambah (cycle times) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu menunggu). Gunakan lambang ini untuk menghitung Lead Time dan Total Cycle Time.

(22)

Mengidentifikasi suatu family product dapat dilakukan baik dengan menggunakan produk dan matriks proses untuk mengklasifikasikan langkah proses yang sama untuk produk yang berbeda. Untuk menentukan family product mana yang akan dipetakan tergantung keputusan perusahaan yang dapat ditentukan dari pandangan bisnis seperti tingkat penjualan, atau menurut fokus perusahaan

2. Penentuan Value Stream Manager

Untuk melihat value stream suatu produk secara keseluruhan tentunya perusahaan perlu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga batasan- batasan organisasi dalam perusahaan perlu diterobos. Karena pada dasarnya perusahaan cenderung terorganisir untuk setiap departemen (proses) dan terbatas pada fungsinya masing-masing. Sehingga biasanya orang hanya bertanggungjawab pada apa yang menjadi bagiannya (pada areanya saja) tanpa perlu mengetahui proses secara keseluruhan menurut sudut pandang value stream. Oleh karena itu dalam memetakan value stream agar nantinya dapat dibuat suatu usulan perancangan, diperlukan seorang value stream manager yakni orang yang paham mengenai proses keseluruhan dalam value stream suatu produk sehingga dapat membantu dalam memberikan saran bagi perbaikan value-stream produk tersebut.

3. Pembuatan Peta Untuk Setiap Kategori Proses (Door-to-Door Flow)

Keadaan sebenarnya di lapangan diperoleh saat penggambar berjalan di sepanjang proses aktual value stream dari proses produksi yang aktual. Melakukan pengamatan mendetail untuk setiap kategori proses. Untuk

(23)

setiap proses, maka seluruh informasi kritis termasuk machine cycle time, jumlah operator dan dll perlu didokumentasikan. Yang semuanya akan dimasukkan dalam suatu data box untuk masing-masing proses. Level inventory pada peta seharusnya disesuaikan dengan level pada waktu pemetaan aktual dan bukan berdasarkan rataan karena penting untuk menggunakan gambar aktual daripada rata-rata historis yang disediakan oleh perusahaan.

a. Machine Cycle Time (C/T)

Machine Cycle time (C/T) merupakan Waktu rata-rata antara penyelesaian unit-unit yang keluar dari suatu mesin. Contoh: Suatu mesin mungkin mempunyai machine time = 60 detik, tapi jika mesin membuat 6 batch, maka machine cycle time = 10 detik. Jika prosesnya adalah dominan pekerja, perhatikan bahwa machine time bukan termasuk dalam hitungan machine cycle time. Namun Jika prosesnya adalah intensive mesin, bagaimanapun intervensi manusia sangat kecil atau tidak ada. Cycle time berarti machine cycle time.

b. Jumlah Operator

Menyatakan jumlah orang yang dibutuhkan saat untuk satu proses. c. Waktu Kerja

Waktu kerja yang dibutuhkan untuk tiap shift pada suatu proses sesudah dikurangi. dengan waktu istirahat (break), waktu rapat (meeting), dan waktu membersihkan area kerja (cleanup times).

(24)

Gambar 2.2 Contoh Current Stream Mapping (Sumber : Magnier, 2003)

(25)

2.3.4. Peta Masa Depan ( Future State Map)

Future State Map ini diperoleh berdasarkan analisis dari Current State Map yang telah dibuat sebelumnya dan dengan menerapkan tool yang sesuai untuk digunakan. Petunjuk untuk pembuatan Future State Map adalah :

1. Penentuan Takt time

Takt time menyatakan seberapa sering seharusnya perusahaan memproduksi satu part atau produk dalam sehari berdasarkan rata-rata harian penjualan produk agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Takt time dirumuskan sebagai berikut:

( )

Takt time digunakan untuk menyelaraskan langkah produksi dengan langkah penjualan sebagai suatu proses utama. Takt time merupakan nilai petunjuk berapa jumlah produk dalam satu proses harus diproduksi.

2. Mengembangkan Aliran yang berkelanjutan (Continuous Flow)

Di tempat yang memungkinkan Continuous flow menunjukkan proses untuk memproduksi suatu produk dalam satu waktu, dimana setiap item dengan segera melewati melewati satu proses ke proses berikutnya tanpa adanya stagnasi (juga tidak terdapat berbagai pemborosan) diantara proses tersebut. Contoh stasiun kerja sebelum dan sesudah Menerapkan continuous flow. Ikon pemetaan yang digunakan secara sederhana untuk menunjukkan continuous flow adalah process box.

(26)

mendeskripsikan suatu area aliran. Jadi jika dalam suatu future state terdapat lebih banyak continuous-flow, maka dua atau lebih process box yang terdapat dalam current state akan dikombinasikan menjadi satu box dalam future state map.

3. Supermarket

Menggunakan Supermarket untuk Mengontrol Produksi saat Aliran Kontinu (Continuous Flow) tidak dapat diaplikasikan, Rother dan Shook (2004) menyebutkan bahwa ada beberapa wilayah atau area dimana continuous flow tidak dapat diaplikasikan dan aliran dalam batch di butuhkan.

Beberapa alasannya adalah sebagai berikut :

a. Beberapa proses terdesain dengan cycle time atau waktu siklus yang lebih cepat maupun lambat, dan membutuhkan pergantian banyak peralatan untuk produk yang bukan dalam satu keluarga atau product family.

b. Beberapa proses harus di kerjakan diluar perusahaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pengiriman satu persatu.

c. Beberapa proses memiliki waktu tunggu yang sangat lama

Ketika aliran material tidak dapat dialirkan dengan continuous flow, maka sistem tarik dengan kanban dan supermarket dapat digunakan, seperti gambar yang ada di bawah ini:

(27)

Gambar 2.3 Sistem Tarik pada supermarket (Sumber : Rother &Shock, 2004)

Ketika continuous flow tidak dapat di aplikasikan, maka penggunaan supermarket sangat perlu. Liker dan Meier (2006) menyebutkan bahwa supermarket merupakan tempat untuk pengambilan produk ataupun bagian produk oleh proses yang ada di downstream atau pelanggan proses dari produk yang berasal dari proses upstream atau penyuplai proses. Secara teknis Pelanggan proses akan pergi ke supermarket untuk mengambil apa yang di butuhkan ketika di butuhkan, dan penyuplai proses berproduksi untuk mengisi apa yang di ambil oleh pelanggan proses. Dan mekanisme pengambilan material menggunakan kanban. Bhat dan Shivakumar (2011) menyatakan bahwa kanban adalah sinyal yang digunakan untuk melakukan pengambilan persediaan part ataupun komponen yang akan digunakan. Sistem kanban ini berjalan berdasarkan permintaan pelanggan yang meminta komponen kepada penyuplai. Dalam penelitian Bhat & Shivakumar (2011) juga ditemukan bahwa dengan penerapan kanban dapat mereduksi 87, 16 % ‘lead time’ produksi dan mereduksi 23,67% processing time. menurut Koichisimokawa & Takahirofujimoto (2009)

(28)

kanban juga merupakan instruksi untuk memulai kerja diseluruh area kerja.

4. Coba Menjadwalkan Hanya di Satu Titik

Rother dan Shook (2004) mengemukakan Sistem tarik yang menggunakan supermarket akan hanya membutuhkan satu titik proses yang akan di berikan jadwal produksi sesuai permintaan pelanggan. Satu titik proses tersebut dikenal dengan sebutan proses pacemaker. Karena dengan pacemaker yang di tempatkan di area downstream maka proses produksi yang ada di area upstream dapat di kendalikan. Liker dan Meier (2006) menyebut pacemaker sebagai pacesetter, yang merupakan bagian yang mendiktekan atau mengatur penjadwalan komponen diseluruh operasi. Pemilihan proses pacemaker ini sesuai apa yang di bahas sebelumnya, bahwa ketika continuous flow tidak dapat di terapkan maka gunakanlah sistem tarik dengan secara otomatis area up stream yang akan menjadi proses pacemaker. Namun jika continuous flow sangat mungkin untuk diterapkan, maka area upstream yang akan menjadi proses pacemaker. Seperti ilustrasi contoh gambar di bawah ini:

Gambar 2.4Pacemaker di Prosses Akhir (Sumber : Rother & Shook, 2004)

(29)

Berdasarkan ilustrasi gambar diatas dapat diketahui bahwa proses 3 yang mendapatkan jadwal produksi, yang artinya proses tersebut akan bertindak sebagai pacemaker. Karena proses 3 merupakan proses paling akhir, maka aliran material dari proses awal hingga akhir menggunakan sistem tarik, dan selanjutnya material akan langsung di alirkan kepada pelanggan. Sistem yang di ilustrasikan di atas merupakan sistem tarik. Sedangkan untuk sistem continuous flow dapat dilihat pada ilustrasi gambar dibawah ini:

Gambar 2.5 Pacemaker ada di Proses Tengah (Sumber : Rother & Shook, 2004)

Ilustrasi gambar diatas dapat diketahui bahwa proses 2 yang mendapatkan jadwal produksi, yang artinya proses tersebut akan bertindak sebagai pacemaker. Untuk aliran material dari proses 1 ke proses 2 menggunakan sistem tarik sedangkan untuk selanjutnya menggunakan sistem continuous flow.

(30)

Gambar 2.6 Contoh Future State Mapping (Sumber : Magnier 2003)

(31)

2.4 Analisa Fishbones

Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab problem/masalah. Alasannya sederhana. Fishbone diagram tergolong praktis, dan memandu setiap tim untuk terus berpikir menemukan penyebab utama suatu permasalahan. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect diagram. Diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan” karna jika diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul.

Gambar 2.7 Contoh Diagram fishbones

(Sumber : https://elqorni.wordpress.com//mengenal-analisis-fishbone/) Dari gambar di atas terlihat bahwa faktor penyebab problem antara lain (kemungkinan) terdiri dari : material, mesin, manusia dan metode, lingkungan. Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, metode, lingkungan yang “saat ini” dituliskan lalu dianalisa faktor mana yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi problem.

(32)

2.5 Kaizen blitz

Pendekatan Kaizen Blitz merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mencapai peningkatan kinerja dengan cepat. Dasarnya memang dari pendekatan Kaizen, yang merupakan bahasa Jepang untuk `continuous improvement`. Sementara itu, `Blitz` yang sama dengan `flash` atau cahaya diumpamakan sebagai sesuatu yang terjadinya sangat cepat. Jadi,Kaizen Blitz merupakan pendekatan Kaizen yang dilakukan dengan cepat dan memberi hasil yang cepat. Kaizen Blitz, berupa proyek yang sifatnya jangka pendek dan bertujuan untuk meningkatkan suatu ptoses. Proyek Kaizen Blitz ini biasanya memakan waktu sekitar 2 hingga 10 hari. Sementara itu, Kaizen sendiri biasanya dilakukan selama berbulan-bulan dan kontinu. Langkah melakukan Kaizen Blitz tidak ada bedanya dengan Kaizen. Pada dasarnya, terdapat tiga fase utama:

1. Pertama, fase Kaizen preparation, yakni menetapkan target dan ruang lingkup, memilih anggota tim cross functional yang tepat, mengalokasikan sumber daya untuk memastikan bahwa proses dapat diobservasi dan data lengkap, serta berkomunikasi dengan stakeholder. 2. Kedua, fase Kaizen week, dimana tim mulai mengobservasi, mendesain

ulang serta menguji metode baru setelah melalui siklus PDCA dan mengaplikasikan berbagai tools untuk menghilangkan waste.

3. Ketiga, yakni fase follow up, dimana proses baru terus dimonitor kestabilannya. Tindakan-tindakan lain yang diperlukan juga diimplementasikan, serta menyerahkan continuous improvement seterusnya kepada manajer area.

(33)

2.6 Sistem Kanban

Kanban berasal dari bahasa Jepang yang artinya Signboard. Kanban ini adalah satu tool yang dipakai untuk menjalankan Just In Time. Kanban merupakan system scheduling untuk memproduksi barang dan berapa banyak yang akan diproduksi. Kanban menjadi tools yang efektif untuk mendukung jalannya system produksi secara keseluruhan. Prinsip Just in Time mengacu pada supermarket, dimana pelanggan mendapatkan apa yang mereka butuhkan, pada waktu yang diiinginkan, dan jumlah yang diinginkan. Supermarket hanya mempunyai stock sesuai yang akan dijual, dan pelanggan hanya membeli yang dibutuhkan karena supply barang sudah dijamin. Disini JIT melihat sebuah proses adalah pelanggan dari proses sebelumnya, dan proses sebelumnya sebagai sebuah rak supermarket. Pelanggan proses pergi ke proses sebelumnya untuk mengambil komponen yang dibutuhkan, dan menyimpan stock. Disini kanban dipakai sebagai alat untuk memandu pelanggan kepada stock yang dibutuhkan.

Kanban menggunakan kecepatan demand untuk mengkontrol kecepatan produksi. Mulai dari end customer sampai melalui keseluruhan rantai proses. Kanban mengaplikasikan prinsip “pull”, dimana produk hanya dibuat setelah ada trigger dari pelanggan. Ini berlawanan dengan konsep lama yaitu “push” dimana produk bergerak dari proses satu ke proses lainnya meskipun tidak ada permintaan. Kanban memberi signal untuk proses sebelumnya untuk menggerakkan barang. Dipakai untuk memastikan bahwa stock di manage dengan jumlah lebih kecil. Dimana response supply tidak cukup cepat terhadap perubahan demand yang bisa berakibat kehilangan sales, maka stock perlu ada untuk menjamin. Ada enam aturan utama dalam implementasi kanban:

(34)

a. Jangan mengirim barang defect ke proses setelahnya b. Proses hanya mengambil barang sesuai kebutuhannya

c. Produksi hanya sesuai kebutuhan dan jumlah yang diambil oleh pelanggan

d. Kapasitas antar proses merata e. Kanban adalah alat untuk fine tuning f. Proses harus distabilkan

Gambar 2.8 Konsep Sistem Kanban (Sumber: www.LeanIndonesia.com) 2.6.1 Jenis Kanban

Jenis kanban yang sering digunakan adalah kanban pengambilan dan kanban perintah produksi. Kanban pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya, sementara kanban perintah produksi menspesifikasikan jenis dan jumlah produk

(35)

Gambar 2.9 Klasifikasi Jenis Kanban

(Sumber : www. File2shared.wordpress.com/Sistem-Kanban)

2.7 Penggunaan DMAIC pada Lean

a. Tahap Define (D)

ketika program atau proyek lean ditetapkan sebagai landasan operasional bisnis, harus dipastikan bahwa akan terdapat ruang dalam aktivitas pada fungsi-fungsi prosesnya khususnya pada tahap penggambaran program/ proyek dan penggambara alur-alur proses dan kebutuhan konsumen.

Tahap Define dapat dilaksanakan dengan cara :

 Mengembangkan Visi-misi prinsip dan tujuan perusahaan  Melakukan pemetaan value stream untuk setiap produk

 Melakukan ,identifikasi pemborosan di sepanjang value stream. b. Tahap Measure (M)

Pengukuran adalah salah satu tahap ,yang paling penting dalam program/proyek pengembangan dan peningkatan. Ini adalah tahap

(36)

pengumpulan data-data kuantitatif dan kualitatif melalui berbagai analisis dan evaluasi pada tingkat kinerja proses yang sedang berjalan tujuannya adalah agar diperoleh informasi nilai-nilai pengukuran strategis yang akan dimanfaatkan dalam tahap-tahap selanjutnya. Dalam tahap ini terdapat beberapa langkah pelaksanaan, yaitu:

 Hitung kapabilitas proses Sepanjang value stream prosess

 Pemetaan proses value stream yang diinginkan untuk menghilangkan pemborosan.

 Pengukuran indikator kinerja kunci (KPIs) c. Tahap Analyze (A)

Setelah data selesai dikumpulkan, maka tahap analisi dapat dilakukan untuk mendapatkan jawaban-jawaban dari kenyataan proses kerja yang ada. Tujuannya adalah untuk menemukan berbagai formulasi dalam pemecahan masalah yang ada di dalam berbagai aktivitas proses dan dirumuskannya berbagai solusi dalam meningkatkan proses kerjannya, berikut langkah-langkah yang dapat diterapkan

 Analisis menggunakan Diagram Cause and Effect  Pemakaian diagram pareto

 Pemetaan Tema untuk lean (Continus Improvement Project)

 Penggunaan metode lean untuk solusi masalah (Kaizen Blitz) Untuk solusi masalah.

d. Tahap Improve (I)

Pada umumnya pengidentifikasian penyebab permasalahan dapat dilakukan dengan menganaliis data-data proses yang sudah ada akan

(37)

tetapi hasil dari analisis data yang diperoleh kemungkinana akan menawarkan bentuk-bentuk solusi yang sesuai dengan masalah namun itu harus dilakukan oleh seluruh pihak yang terkait dalam perusahaan. Berikut langkah untuk improve project lean:

 Implementasi rencana tindakan dan program reward & Recognition  Pembuatan Future State Mapping

 Mengukur hasil Peningkatan/Perbaikan

 Evaluasi manfaat setiap penerapan perbaikan dari project lean. e. Tahap Control (C)

Tujuan dari tahap ini adalah memastikan adanya peningkatan proses dari tahap-tahapan proses sebelumnya. Apa yang diperlukan dalam tahap ini adalah aktivitas dokumentasi dari setiap perubahan positif yang terjadi.

2.8 Jurnal Penelitian Terdahulu

a. Penulis : Goriwindo & Maunga, 2012

Judul Jurnal :Lean Six Sigma Application for sustainable production: A Case Study Margarine Production in Zimbabwe

Ringkasan : Filsafat perbaikan manufaktur (Lean Manufacturing dan Six Sigma) yang membantu organisasi meningkatkan kinerja mereka dan daya saing. Prinsip-prinsip yang diterapkan untuk perusahaan margarin. The Value Stream Mapping sebagai alat yang digunakan untuk memetakan proses dan pendekatan Six Sigma Define, Measure, Analyze, Improve dan Control (DMAIC) sebagai metodologi yang

(38)

dan peta Masa Depan Negara (FSM), Jalur produksi akhirnya mencapai perbaikan dalam waktu siklus dan rasio waktu Value Added dari 39% menjadi 94 %.

b. Penulis : Cho Wang, et al, 2011.

Judul Jurnal : Using Value Stream Mapping to Analyze an Upholstery Furniture Engineering Process

Ringkasan : Penelitian ini menyajikan pendekatan sistematis merampingkan proses rekayasa pelapis furnitur berdasarkan kasus di salah satu produsen furnitur ekspor terbesar di Cina. Pendekatan ini meliputi analisis keadaan saat proses rekayasa dan usulan perbaikan pada FSM, analisis meliputi definisi keluarga produk, analisis permintaan pelanggan saat ini, dan definisi proses metrik dari proses rekayasa. Data dikumpulkan selama kunjungan setengah bulan ke pabrik furnitur di China. Hasil dari saat ini VSM menunjukkan bahwa rasio nilai tambah dari proses rekayasa saat ini adalah 26% Banyak kekurangan seperti proses menciptakan gambar, menyusun dokumen produksi massal, memeriksa dan penandatanganan off pada dokumen teknik, membuat program CNC, dan menghasilkan file kemasan.

c. Penulis : Hazmi W, et al. 2012

Judul ,jurnal: Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mereduksi waste di PT ARISU

Ringkasan : PT ARISU merupakan perusahaan job order yang menghasilkan packaging dalam bentuk lembaran, roll dan tube. PT ARISU berusaha untuk selalu meningkatkan keunggulannya agar dapat

(39)

bersaing. Peningkatan keunggulan ini dilakukan dengan salah satu caranya adalah dengan meminimasi waste (pemborosan). Selama proses produksi terjadi adanya pemborosan antara lain over process, unnecessary inventory, waiting dan defect. Lean Manufacturing merupakan pendekatan yang bertujuan untuk meminimasi pemborosan yang terjadi pada aliran proses produksi. Pemborosan tersebut akan dicari akar penyebabnya menggunakan root cause analysis. Setelah diketahui akar penyebabnya maka dilakukan perhitungan risk rating menggunakan analisis resiko untuk mengetahui akar penyebab yang paling berpotensial. Kemudian dilakukan pemilihan alternatif usulan perbaikan dengan empat alternatif usulan perbaikan yang dapat dipilih antara lain adanya tanda atau label peringatan pada setiap station, pelatihan mengenai autonomous maintenance, pembuatan mesin harian yang terjadwal dan adanya red taggimg. Pada pemilihan usulan alternatif perbaikan didapatkan usulan alternatif perbaikan terbaik adalah menyelenggarakan pelatihan autonomous maintenance dan pembuatan mesin harian yang terjadwal.

d. Penulis : Arifin, M & Supriyatno, H. 2012

Judul Jurnal : Aplikasi Metode Lean Six Sigma Untuk Usulan Improvisasi Lini Produksi Dengan Mempertimbangkan Faktor Lingkungan. Studi Kasus Departemen GLS (General Lighting Services) PT. Philips Lighting Surabaya

Ringkasan : Departemen GLS (General Lighting Services) PT. Philips Lighting Surabaya merupakan produsen lampu pijar. Pada pelaksanaan

(40)

proses produksinya, perusahaan menemui beberapa kendala yang terkait dengan waste. Analisis lean six sigma dengan menggunakan value stream mapping menunjukkan terjadi defect di mesin finishing dan waiting di mesin mounting. EHS waste juga muncul yang mengindikasikan adanya dampak terhadap lingkungan dan kesehatan serta keselamatan pekerja. Pencarian akar permasalahan dilakukan dengan menggunakan tools RCA (5 whys) dan FMEA hingga memunculkan 15 penyebab utama terjadinya ketiga waste tersebut. Pembentukan tim Total productive maintenance, penelitian perbaikan kualitas bulb dan flare, serta eksperimen pengurangan jumlah jenis coil menjadi usulan alternatif yang bisa dilakukan perusahaan. Dengan menggunakan konsep value management didapatkan alternatif terbaik dengan melakukan pembentukan dan pelatihan tim Total productive maintenance. Alternatif ini meningkatkan nilai sigma defect dari 2,92 menjadi 3,08 dan sigma waiting dari 2,83 menjadi 2,89. Indikator dampak lingkungan juga mengindikasikan penurunan yang sejalan. e. Penulis : Fanani Z, et al.2011

Judul Jurnal : Implementasi Lean Manufacturing Untuk Peningkatan Produktivitas

Ringkasan : PT. Ekamas Fortuna adalah perusahaan yang bergerak pada produksi kertas, dimana perlu untuk terus menerus meningkatkan kinerja produktivitasnya untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan berusaha menurunkan biaya, meningkatkan kualitas dan tepat waktu dalam pengiriman ke pelanggan. Dengan strategi lean,

(41)

perusahaan diharapkan mempu meningkatkan rasio nilai tambah (value added) terhadap pemborosan. kemudian dilakukan pemetaan secara detail dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT) dan dianalisis akar penyebabnya. Berdasarkan pengolahan data didapatkan 4 skor rata-rata tertinggi yaitu waiting (29,17 %), Defect (21, 87 %), Unnecessary Motion (20, 83 %) dan Unnecessary Inventory (16, 67 %). Skor rata-rata pemborosan tersebut dikalikan dengan factor pengali detail mapping, sehingga didapatkan detail mapping tools yang dominan adalah Process Activity Mapping 33, (31 %) dan Supply Chain Response Matrix (25, 64 %). Lead time dalam produksi kertas sebesar 162 menit, setelah usulan perbaikan dilaksanakan didapatkan reduksi lead time sebesar 72 menit. Sehingga lead time yang diperoleh sebesar 90 menit,. Usulan perbaikan juga pada inventory menggunakan ROP akan mengurangi stock out bahan baku sebesar 750 kg

Gambar

Gambar 2.1 Rumah Toyota Production System   (Sumber : The Toyota Way 2004)
Tabel 2.1  Lambang  pada Value Stream dalam Kategori Proses
Tabel 2. 2  Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan
Gambar 2.2 Contoh Current Stream Mapping  (Sumber : Magnier, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Skema di atas menunjukkan bahwa sikap tetap memilih berprofesi sebagai pustakawan, siap memberikan waktu di luar jam kerja, bangga mengatakan bahwa profesinya adalah

1) Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang- undangan berkaitan dengan peran

Hubungan yang positif berarti jika nilai suatu faktor modal kerja meningkat (yakni tingkat perputaran kas, tingkat perputaran persediaan, tingkat perputaran piutang,

Program dropshipper unomax membantu Anda yang ingin menjual produk dari unomax namun tidak ingin repot mengurus stok, packing, dan pengiriman barang.. Anda cukup menawarkan produk

Dengan menetapkan pengguna atau khalayak sebagai spotlight utama dengan tetap memberikan penanaman ide di dalam konten yang ada di sosial media bahwa Ekhlassi dkk

Untuk itu dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) Pengadilan Agama Bondowoso Tahun 2015-2019, diperlukan analisis data kondisi keadaan tingkat perkara tahun 2015-2017

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel