• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan DAFTAR ISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan DAFTAR ISI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

185-189 190-199 200-207 208-214 215-220 221-230 231-235 236-241 242-249 250-256 257-263 264-273

DAFTAR ISI

Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan

jht

ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3 November 2013

SIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) Fengky S. Yoresta

MODEL PENENTUAN DAERAH RESAPAN AIR KOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Muhammad Ruslan, Syama’ani, Basuki Rahmad, M. Hardimansyah

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN HTR DI KALIMANTAN SELATAN Rachman Effendi dan Kushartati Budiningsih

PENGARUH PUPUK NPK MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN ANAKAN TANAMAN TANJUNG (Mimusops elengi L) DI SEED HOUSE FAKULTAS KEHUTANAN UNLAM BANJARBARU

Ahmad Yamani, Sulaiman Bakri, Asmuri Achmad, dan Normela Rachmawati

ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) SENARU DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PARTISIPATIF

Andi Chairil Ichsan, RF Silamon, H Anwar, B Setiawan

ESTIMASI CADANGAN KARBON DAN EMISI KARBON DI SUB-SUB DAS AMANDIT Abdi Fithria dan Syam’ani

PERFORMAN TEGAKAN HTI AKASIA DAUN LEBAR PADA BERBAGAI ROTASI TANAM Ervayenri dan Sri Rahayu Prastyaningsih

POTENSI PRODUKSI DAUN DAN MINYAK KAYU PUTIH JENIS Asteromyrtus symhpyocarpa DI TAMAN NASIONAL WASUR

Mohamad Siarudin, Aji Winara, Yonky Indrajaya, Edy Junaidi, dan Ary Widiyanto

KONTRIBUSI SISTEM AGROFORESTRI TERHADAP CADANGAN KARBON DI HULU DAS KALI BEKASI

Wahyu Catur Adinugroho, Andry Indrawan, Supriyanto, dan Hadi Susilo Arifin

PENINGKATAN BOBOT ISI TANAH GAMBUT AKIBAT PEMANENAN KAYU DI LAHAN GAMBUT Yuniawati dan Sona Suhartana

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) DI KECAMATAN LOKSADO KALIMANTAN SELATAN

Arfa Agustina Rezekiah, Muhammad Helmi, dan Lolyta

MODEL ALTERNATIF PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA ALAM DALAM KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN MALANG

(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 2 yaitu:

Prof. Dr. Hj. Nina Mindawati, MS.

(Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan) Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc

(Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada) Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc.

(Fakultas Pertanian Unlam) Dr.Ir.Leti Sundawati,M.Sc

(Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor) Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako) Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)

Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S

(Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) Dr. Ir. Satria Astana, M.Sc.

(Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan) Dr.Ir. Didik Suharjito, MS

(Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor) Dr. Ir. Kusumo Nugroho, MS

(Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian) Dr.Ir. Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr. (Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)

Dr.Ir. Naresworo Nugroho, MS (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor)

Prof.Dr.Ir.Sipon Muladi

(Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman) Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi

(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)

Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P (Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)

Dr.Ir.Hj. Darni Subari,M.S

(3)

KATA PENGANTAR

Salam Rimbawan,

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 Nomor 3 Edisi No-vember 2013 kali ini menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian di bidang teknologi hasil hutan, mana-jemen hutan dan budidaya hutan.

Fengky S. Yoresta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi kulit bambu mempengaruhi nilai MOE dan MOR. Bambu dengan posisi kulit di serat atas/daerah tekan cenderung memiliki nilai MOE dan MOR lebih tinggi dibandingkan bambu dengan posisi kulit di serat bawah/daerah tarik. Bambu dengan posisi kulit di serat atas memiliki nilai MOE = 62118,90 kg/cm2dan MOR = 826,36 kg/cm2, sedangkan bambu dengan posisi kulit di serat bawah memiliki nilai MOE = 51563,20 kg/cm2 dan MOR = 633,38 kg/cm2. Kekuatan tarik sejajar serat bambu diperoleh sebesar 2309,00 kg/cm2.

Muhammad Ruslan, dkk. Hasil penelitian menun-jukan resapan air di Kota Banjarbaru dalam kondisi baik (80%), sementara yang sudah dalam kondisi sangat kritis (20%). Secara keseluruhan, zona resapan air Kota Banjarbaru dapat diklasifikasikan menjadi zona prioritas I sebesar 22,99%, zona prioritas II sebesar 13,90%, kemudian dan zona prioritas III sampai dengan V (5,13%) sedangkan 57,96% tidak diprioritaskan sebagai zona resapan air.

Rachman Effendi dan Kushartati Budiningsih. Perkembangan terkini dari 6 kabupaten yang meng-implementasi HTR di Kalimantan Selatan bervariasi yakni pengelola HTR (Koperasi) di Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu sudah mendapatkan IUPHHK-HTR, pengelola mandiri di Kabupaten Tabalong masih menunggu pertimbangan teknis dari BP2HP, Kabupaten Banjar sudah melewati tahap permohonan IUPHHK-HTR, Kabupaten Hulu Sungai Selatam masih dalam tahap pengusulan pencadangan areal yang kedua dan Kabupaten Kotabaru baru melewati tahap pencadangan

areal HTR

Ahmad Yamani, dkk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk NPK Mutiara berpengaruh sangat signifikan terhadap rata-rata pertambahan tinggi dan diameter batang anakan tanjung. Sedangkan pem-berian pupuk NPK tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rata-rata pertambahan jumlah daun anakan tanjung. Direkomendasikan bahwa penggunaan pupuk NPK dengan dosis 5 gram (perlakuan B) untuk mening-katkan pertumbuhan tinggi dan diameter batang anakan tanjumg.

Andi Chairil Ichsan,dkk. Pola interkasi masya-rakat desa senaru dibangun dengan menggunakan pendekatan agroforestry, hal ini dapat dilihat dari bentuk penggunaan lahan yang memadukan berbagai jenis tanaman, baik tanaman hutan dengan tanaman MPTS yang lebih produktif dalam suatu areal garapan. Dengan harapaan bahwa pola-pola ini dapat memberikan nilai ekonomi lebih bagi mereka. Meskipun demikian per-masalahan juga tidak lepas dari kehidupan masayarakat desa senaru, mulai dari konflik sumberdaya hutan, sampai pada keterbatasan kapasitas dan SDM dalam mengelola lahan garapan.

Abdi Fithria dan Syam’ani. Berdasarkan hasil estimasi emisi karbon terlihat bahwa cadangan karbon di Sub-sub DAS Amandit pada periode tahun 1992, 2000 dan 2010 mengalami penurunan. Yakni dari 8.041.050,28 ton pada tahun 1992, menjadi 7.176.139,49 ton pada tahun 2000, dan hanya tersisa 4.476.645,10 ton pada tahun 2010. Ternyata menun-jukkan bahwa emisi karbon di Sub-sub DAS Amandit terus turun hingga tahun 2050.

Ervayenri dan Sri Rahayu Prastyaningsih. Performan tegakan HTI Acacia mangium diameter terbesar pada rotasi tanam V (0,24 meter), pertumbuhan tinggi pada rotasi tanam III adalah 19,62 m (tinggi total)

(4)

dan 10,99 (tinggi bebas cabang).Lbds tertinggi pada rotasi tanam V (046 m2) potensi volume tertinggi pada rotasi tanam III yaitu 0,579 m3 (volume tinggi total) dan 0,316 m3 (volume tinggi bebas cabang). Lebar tajuk ideal pada rotasi tanam III (3,9 m) sedangkan nilai keru-sakan terbesar pada rotasi tanam ke II (10%). Tumbuhan bawah yang dijumpai yaitu paku-pakuan sebanyak 6 jenis dan golongan rumput-rumputan sebanyak 2 jenis. Mohamad Siarudin, dkk. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa tingkat tiang memiliki produksi daun kayu putih per pohon tertinggi dibanding tingkat pertumbuhan lainnya. Ketersediaan jenis A. symphyocarpa yang paling potensial untuk dipanen daunnya pada saat ini ada di tingkat pancang dan tiang berdasarkan kelim-pahan di alam dan produksi daun per individu. Perkiraan total potensi produksi daun kayu putih jenis A.

symphyocarpa di TN Wasur saat ini adalah 15.139,8

ton. Rata-rata potensi minyak kayu putih dari jenis A.

symphyocarpa adalah 17,21 liter/ha atau total seluruh

kawasan TN Nasional Wasur saat ini mencapai 402.450,45 liter.

Wahyu Catur Adinugroho,dkk. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa tingkat keragaman Sh-annon pada lokasi penelitian adalah rendah sampai menengah. Beberapa jenis vegetasi yang ada teriden-tifikasi memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbon sehingga berpotensi untuk meningkatkan cadangan karbon dan konservasi keanekaragaman hayati. Hasil analisa struktur tegakan pada sistem agroforestri (Kebun campuran) di Hulu DAS Kali Bekasi menunjukkan struktur tegakan yang menyerupai struktur hutan alam. Kebun campuran menghasilkan 62,34 tonsC / ha cadangan karbon atau setara dengan 228,79 ton CO2-eq/ha.Cadangan karbon dalam sistem agroforestry (Kebun campuran) sangat dipengaruhi oleh luas bidang dasar tegakan tetapi meskipun demi-kiankerapatan tegakan dan keragaman spesies memiliki korelasi rendah dengan cadangan karbon

Yuniawati dan Sona Suhartana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1). Rata-rata kadar air pada kondisi tanah gambut umur tegakan 2,3,4,5 dan 0 tahun masing-masing yaitu 602,978%, 734,850%, 415,708%,

364,478% dan 291,118%; (2).Rata-rata bobot isi pada kondisi tanah gambut umur tegakan 2,3,4,5 dan 0 tahun masing-masing yaitu 0,173 gr/cm3, 0,164gr/cm3, 0,155gr/cm3, 0,158 gr/cm3 dan 0,177 gr/cm3; (3). Tingginya rata-rata bobot isi pada areal lahan gambut pada umur tegakan 0 tahun (setelah pemanenan kayu) mengindikasikan tingginya pemadatan tanah; dan (4). Hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung = 28,723 > t tabel = 2,069 artinya tolak Ho yaitu ada perbedaan bobot isi tanah gambut pada kegiatan sebelum pemanenan kayu (umur tegakan 2,3,4 dan 5 tahun) dan sesudah pemanenan kay(umur tegakan 0 tahun)

Arfa Agustina Rezekiah,dkk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran pemasaran untuk kayu manis di Kecamatan Loksado ada 4 pola yaitu: (1) Petani-Konsumen (2) Petani-Pengumpul-Pedagang-Konsumen (3) Petani-Pengumpul-Pedagang Konsumen (4) Petani-Pengumpul-Pedagang Besar-Pedagang Kecil-Konsumen. Secara keseluruhan saluran pemasaran kayu manis adalah efisien. Jika ditinjau dari sudut pandang petani maka pola 1 (Petani – Konsumen) adalah yang lebih efisien karena petani mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, dan jika ditinjau dari sudut pandang lembaga pemasaran maka pola 2 (Petani – Pengumpul – Pedagang (Kandangan) – Konsumen) yang lebih efisien.

Hilda Nuzulul Fatma, dkk. Perencanaan pengem-bangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang yang difasilitasi oleh beberapa rencana yang mendukung pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan masih sektoral, baik perencanaan maupun pelaksanaan dilaksanakan sendiri-sendiri oleh pemangku kepentingan. Karena masih sektoral, maka koordinasi belum terbangun, masih belum melibatkan masyarakat secara luas dan belum memanfaatkan potensi lokal sebagai pendukung wisata alam.

Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.

Banjarbaru, November 2013 Redaksi

(5)

264

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3 November 2013 ISSN 2337-7771

E-ISSN 2337-7992

MODEL ALTERNATIF PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA ALAM DALAM

KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN MALANG

The Alternative Model Of The Development Planning Of Natural Tourism In The

Forest Area In Malang Regency

Hilda Nuzulul Fatma, Sarwono, Suryadi

Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRACT. Based on by the destruction of natural resources, especially forests due to

over-exploita-tion of the wood which not only causes damage to the forest ecosystem but widespread impact on global warming, it is necessary efforts to use the forest in a way that is wise, among others, the use of environ-mental services of forests for nature tourism. Decline in the condition of nature tourism in forests in Malang Regency come from plans that have not been integrated that caused has not been build of coordination, not accommodate stakeholders and not use of the local potential to supporting nature tourism. Therefore, this study seeks to provide solutions through an alternative model that nature tourism development in forest areas can improve the welfare of the surrounding community as well as contribut-ing to regional and managers. This study used a qualitative approach that describe of existcontribut-ing model from nature tourism development planning in forest area in Malang Regency. With described of nature tourism development planning in forest areas in Malang Regency, it can be determined that alternative models based on teoritical models and from the identification of potential and problems.

Keywords : nature tourism development planning , integrated , local potential

ABSTRAK. Dilatarbelakangi oleh kerusakan sumberdaya alam terutama hutan karena eksploitasi yang berlebihan terhadap kayunya yang tidak hanya menyebabkan rusaknya ekosistem hutan tetapi secara luas berdampak pada pemanasan global, maka perlu upaya pemanfaatan hutan dengan cara bijaksana yaitu antara lain dengan pemanfaatan jasa lingkungan hutan untuk wisata alam. Terpuruknya kondisi wisata alam dalam kawasan hutan di Kabupaten Malang adalah berangkat dari perencanaannya yang belum terintegrasi, sehingga belum terbangun koordinasi, belum mengakomodasi pemangku kepentingan dan belum memanfaatkan potensi lokal sebagai pendukung wisata alam. Oleh karena itu penelitian ini berupaya memberikan solusi melalui suatu model alternatif agar pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya serta memberikan kontribusi bagi daerah dan pengelolanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mendeskripsikan model perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan yang ada di wilayah Kabupaten Malang. Dengan terdeskripsikannya eksisting model perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di Kabupaten Malang, maka dapat ditentukan model alternatifnya yang berdasarkan teoritical model dan hasil identifikasi potensi maupun permasalahan.

Kata kunci: perencanaan pengembangan wisata alam, terpadu, potensi lokal Penulis Untuk korespondensi, surel: hildalho@yahoo.com

PENDAHULUAN

Hutan hujan tropis Indonesia sangat penting keberadaannya karena kemampuannya yang tinggi untuk mendaur ulang karbondioksida menjadi oksigen sehingga terkenal sebagai paru-paru dunia. Hutan juga

adalah salah satu sumber daya alam yang telah banyak menyumbang untuk pembangunan di Indonesia melalui eksploitasi kayu-kayu dan sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Dampak ekspolitasi besar-besaran dalam rangka mensukseskan pembangunan tersebut tentu

(6)

265

Hilda Nuzulul Fatma, dkk..: Model Alternatif Perencanaan Pengembangan....(1): 264-273 baru terasa akhir-akhir ini, yaitu pemanasan global yang

mengakibatkan cuaca ekstrim serta dampak lain seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan. Eksploitasi hutan yang pada akhirnya menimbulkan deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia, telah dicatat oleh Kemen-terian Kehutanan (2012) dalam Situmorang, dkk (2013:21) pada periode tahun 2009-2010 sebesar 0,48 juta ha pertahun. Walaupun telah dikorbankannya po-hon-pohon di hutan tropis Indonesia, ternyata dampak pembangunan bagi masyarakat masih belum terasa, bahkan sebelum tahun 1990 dimana eksploitasi hutan masih dilakukan secara besar-besaran, Indonesia bah-kan masih termasuk negara berpendapatan rendah (low

income countries), yaitu negara-negara yang

penda-patan perkapita penduduknya kurang dari US$ 785. Bahkan penduduk miskin tahun 1990-an masih cukup tinggi, yaitu sebesar 17,7% - 24,2% (Dwiputrianti, 2012).

Pemerintah yang responsif dan responsibel, yang mencerminkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) adalah pemerintahan yang berfungsi mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan oleh kerja mekanisme pasar (Abe, 2005: 6). Dengan kerusakan lingkungan yang sudah parah seharusnya pembangunan yang dijalankan saat ini tidak hanya mendahulukan pertumbuhan ekonomi, tapi juga harus memikirkan keadilan sosial, keberlanjutan dan berwa-wasan lingkungan serta dengan mengembangkan eko-nomi lokal. Wearing and Neil (1999) dalam Hakim (2004:166) menyatakan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah bentuk kompromi yang menjembatani perbedaan-perbedaan ideologi dan politis di antara pembangunan dan lingkungan hidup serta mendefinisikannya sebagai: “development which

meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”.

Pernyataan tersebut mengingatkan kita bahwa apa yang kita lakukan sekarang untuk memenuhi kebutuhan kita seharusnya tidak mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

Tidak dipungkiri lagi, bahwa selama ini manusia bertindak karena adanya kebutuhan sebagaimana yang disebutkan oleh Maslow dikutip dari Makmur (2003: 28) dan pemerintah yang baik adalah pemerintahan yang mempunyai tanggung jawab kepada publik atas

pela-yanan yang baik atas pemenuhan kebutuhannya (Mak-mur, 2003: 68). Oleh karena itu pemerintah yang ber-tanggung jawab dan respon akan permasalahan masya-rakatnya harus mencarikan solusi yang tepat dan menguntungkan semua pihak (win win solution). Salah satu solusinya adalah pemanfaatan hutan lestari. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan mengatur pemanfaatan hutan melalui beberapa cara, dan salah satunya melalui pemanfaatan jasa lingkungan berupa wisata alam.

Menteri Kehutanan dalam website Perum Perhutani (http://perumperhutani.com), menyatakan nilai hutan non kayu lebih menguntungkan, sehingga pemerintah terus mendorong investasi jasa lingkungan, pangan, dan energi terbarukan di kawasan hutan. Melalui Perum Perhutani, Kementerian Kehutanan telah mengaloka-sikan 35,4 juta hektar kawasan hutan rusak untuk investasi baru dan membuka peluang masyarakat bekerja sama mengembangkan ekowisata hutan.

Kabupaten Malang berada diantara Gunung Arjuno, Welirang dan Anjasmoro, Kawi, Kelud, Bromo, Semeru dan pegunungan Kendeng serta Samudera Indonesia yang membatasi bagian Selatan wilayahnya, terkenal karena kondisi panorama alamnya sangat indah dengan topografinya beragam, berhawa sejuk, lahannya subur dan hutannya luas. Hutan di Kabupaten Malang seluas 150.999,77 Ha (Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten Malang, 2012, data diolah) atau 30,56% dari luas Kabupaten Malang, ternyata hanya menyumbang kurang dari 1% pendapatan daerah (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Malang, 2012: 421, data diolah). Salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk mendongkrak penerimaan daerah dari sektor kehutanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan adalah dengan mengembangkan wisata alam dalam kawasan hutan, yang diharapkan selain memberikan pemasukan bagi daerah juga dapat membuka lapangan usaha bagi masyarakat sekitar hutan sehingga mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan serta mengurangi tekanan terhadap hutan yang berdampak pada keamanan hutan. Air terjun dan pantai di Kabupaten Malang terkenal sangat indah dan sangat potensial umumnya berada dalam kawasan hutan. Sayangnya wisata alam tersebut

(7)

266

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3, Edisi November 2013 belum menjadi tujuan utama wisata seperti wisata di Kota Batu karena belum dikembangkan secara maksimal baik infrastruktur, sarana prasarana penunjang wisata dan suguhan/atraksi yang dijadikan penambah daya tarik. Selain itu masih terjadi konflik kepentingan karena kurang terbinanya hubungan baik dan kurangnya transparasi dalam kerjasama pengelolaan wisata, lemahnya koordinasi serta lemahnya aparat pembina dan pengawas semakin membuat banyak wisata alam dalam kawasan hutan terpuruk dan sulit berkembang selain karena faktor pendanaan. Kondisi tersebut disebabkan karena pilihan-pilihan langkah/tindakan yang diambil dalam perencanaannya masih belum dapat memberikan solusi dan menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pengembangan wisata alam. Berdasar pada permasalahan empirik dari penelitian-penelitian yang telah ada menyebutkan bahwa perencanaannya bersifat sektoral (Prasetiari, 2012), perencanaan pengembangan ekowisata masih belum sinkron dengan visi misi nasional, belum terbangunnya mekanisme yang terkoordinasi antara lembaga pengelola wisata dan lembaga lingkungan serta masih terjadi pembagian peran yang kurang jelas untuk para pemangku kepentingan (Wickramasinghe, 2012) , kurangnya fasilitasi terhadap kemitraan dengan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat miskin (Baker, 2008), perlunya pelibatan masyarakat dan pemerintah daerah secara optimal dalam setiap proses-proses pengembangan agar masyarakat setempat dapat menikmati keuntungan ekonomi dari perkembangan ekowisata di wilayahnya (Satria, 2009), perlunya upaya peningkatan ekonomi lokal dan penguatan sumberdaya manusia dalam kegiatan pengembangan ekowisata (Kurnianto, 2008), serta perencanaan hendaknya dibuat secara bertahap dan berkelanjutan untuk mengatasi faktor penghambat implementasi suatu perencanaan yaitu faktor lingkungan (politik) dan pendanaan (Sedana, 2009), oleh karena itu dibutuhkan perencanaan pengembangan dengan konsep perencanaan pembangunan daerah sehingga lebih memperhatikan hal-hal yang bersifat kompleks, terintegrasi dengan seluruh sektor yang terkait untuk pencapaian tujuan yang sama pada wilayah yang sama, dengan mensinergikan pemangku kepentingan, program kegiatan dan sumberdaya untuk pengembangannya. Sedangkan konteksnya adalah

dengan mengembangkan sumberdaya yang ada, baik sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya alam, keuangan serta sumber-sumber daya lainnya yang menurut Janssen (1995) dikutip dari Riyadi dan Bratakusumah (2004: 8) disebut dengan istilah pembangunan endogen atau dengan kata lain pembangunan berbasis potensi.

Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang? 2) Bagaimanakah model yang dapat dijadikan alternatif perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang? Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mendes-kripsikan, menganalisis, dan menginterpretasikan: 1) Perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang; 2) Model yang dapat dijadikan alternatif perencanaan pengem-bangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mendeskripsikan model perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan yang ada di wilayah Kabupaten Malang. Dengan terdeskripsikannya eksis-ting model perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di Kabupaten Malang, maka ditentukan model alternatifnya yang berdasarkan

teoritical model dan hasil identifikasi potensi maupun

permasalahan. Sumber data pada penelitian ini adalah informan, hasil pengamatan/observasi, publikasi-publikasi baik berita, artikel maupun publikasi-publikasi ilmiah yang diterbitkan maupun yang diunggah dalam internet dan dokumen-dokumen yang terkait dengan pengem-bangan wisata alam dalam kawasan hutan. Teknik pengumpulan adalah melalui wawancara, observasi dan mengumpulkan/menghimpun dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perencanaan pengembangan wisata alam baik dengan memfoto, mencatat serta mencopi dokumen yang berhubungan dengan fokus penelitian. Data yang telah dihimpun ada yang dipilah-pilah kemudian digabung-gabungkan sesuai dengan fokusnya dan ada pula yang langsung disajikan dan kemudian disimpulkan. Hasil kesimpulan ada yang

(8)

267

Hilda Nuzulul Fatma, dkk..: Model Alternatif Perencanaan Pengembangan....(1): 264-273 kemudian disajikan lagi dan digabung-gabung lagi dan

pada akhirnya disimpulkan. Dalam menganalisis dilakukan sanding-banding antara data berupa hasil wawancara, observasi atau dokumen dengan teori-teori yang terkait (metode trianggulasi).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Pengembangan Wisata Alam Dalam Kawasan Hutan

Mekanisme Perencanaan

Perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang difasilitasi oleh beberapa rencana, yaitu: 1) Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Malang 2006-2011, 2) Rencana Kerja SKPD dalam mendukung pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan antara lain Renja Dinas Bina Marga, Renja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Renja Dinas Kehutanan, 3) Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Perum Perhutani sebagai pemangku kawasan hutan dan 4) RKAP Perusahaan Daerah (PD) Jasa Yasa Kabupaten Malang selaku pengelola beberapa wisata alam dalam kawasan hutan di Kabupaten Malang.

RIPPDA adalah dokumen perencanaan yang digunakan sebagai pedoman pengembangan pariwisata di Kabupaten Malang yang disusun secara partisipatif. Penyusunannya melalui kegiatan musyawarah perencanaan tetapi hanya melibatkan stakeholder yang berkompeten dalam kepariwisataan. Perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan juga didukung oleh beberapa rencana kerja SKPD, yaitu Dinas Bina Marga, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Dinas Kehutanan. Perencanaan ini ada yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur yang disusun secara top down-bottom up; meningkatkan promosi wisata alam yang disusun secara top down dan pembinaan masyarakat sekitar hutan dalam bermitra dengan pemangku kawasan hutan (Perum Perhutani) dalam pengelolaan wisata alam yang disusun secara

top down. Lain lagi dengan PD Jasa Yasa yang

meru-pakan perusahaan milik Pemerintah Kabupaten Malang dan mengelola beberapa wisata alam dalam kawasan hutan, melakukan perencanaan dengan pendekatan

bottom up yang diterapkan intern pada lingkungannya

serta untuk pengembangan fisik wisata alamnya.

Sedangkan Perum Perhutani selaku pemangku ka-wasan hutan sekaligus mengelola hampir semua wisata alam dalam kawasan hutan bersama masyarakat sekitar hutan, bentuk perencanaan untuk pengembangan wisatanya adalah bottom up sesuai PP 72 tahun 2010. Perencanaan pengembangan wisata alam oleh Perum Perhutani juga ditujukan untuk pengembangan fisik wisata alam. Perencanaan pengembangan wisata alam oleh pengelola wisata alam selalu dinilai kelayakannya, karena sebagai perusahaan tentu saja ada perhitungan untung-rugi. Dengan telah dikeluarkannya dana untuk investasi perusahaan harus mendapat keuntungan lebih dari modal yang telah dikeluarkannya. Uji kelayakan pada perencanaan PD Jasa Yasa maupun Perum Perhutani tujuannya adalah apakah kegiatan pengem-bangan wisata alam layak diberi anggaran atau tidak, dan berapa besarannya.

Perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di Kabupaten Malang mempunyai tujuan utama yang sama yaitu memberikan kontribusi bagi, masyarakat disekitarnya, pemerintah daerahnya dan pengelolanya secara konsep merupakan perencanaan pembangunan daerah, ternyata difasilitasi oleh para pemangku kepentingan sesuai dengan tupoksi dan kewenangannya sehingga mempunyai model yang bermacam-macam. Dinyatakan oleh Riyadi dan Brata-kusumah (2004:10): “Kegiatan perencanaan pem-bangunan daerah tidak bisa dilakukan secara individual, melainkan harus dilaksanakan secara tim (team

work),… Disamping itu perencanaan pembangunan

daerah juga memerlukan keterlibatan berbagai pihak secara interdisipliner sehingga mampu melakukan pengkajian dan analisis yang akurat dalam rangka peru-musan hasil perencanaannya”. Penyusunan peren-canaan yang masih dilaksanakan sendiri-sendiri oleh masing-masing pemangku kepentingan akan berindikasi bahwa nantinya akan terjadi perencanaan akan berhasil ditingkat sektor tersebut saja, tetapi belum tentu berhasil mencapai tujuan utamanya. Fakta menunjukkan bahwa memang wisata alam dalam kawasan hutan di Kabu-paten Malang masih belum dapat dikatakan berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya, memberikan kontribusi bagi daerah dan pengelolanya. Yang ada hanya beberapa wisata alam tersebut mem-berikan kontribusi pada pengelola dan daerahnya.

(9)

268

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3, Edisi November 2013

Koordinasi Perencanaan

Perencanaan selama dilaksanakan sendiri-sendiri oleh masing-masing pemangku kepentingan sesuai dengan tupoksinya, walaupun mempunyai tujuan yang sama. Sebagai suatu rancangan awal, maupun sudah berbentuk suatu rencana, tidak ada mekanisme penyu-sunan yang diagendakan secara pasti seperti perenca-naan tahunan daerah. Padahal perencaperenca-naan pengem-bangan wisata alam dalam kawasan hutan adalah suatu perencanaan yang strategis dan menurut Yoety (1997) dalam Zaenuri (2012: 106-107), prinsip-prinsip peren-canaan pengembangan pariwisata perlu menggunakan pendekatan terpadu dengan sektor-sektor lainnya yang berkaitan, perlu dibawah koordinasi perencana fisik daerah, perlu di dasarkan pada studi yang khusus, sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap sumberdaya alam maupun sosial serta berdasar kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal senada juga disampaikan oleh Fandeli (2002: 143-144) yang menyatakan bahwa perencanaan wisata alam memiliki aspek dan dimensi yang sangat luas, dimana pada hakekatnya sama dengan penelitian pengembangan wilayah, yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multidisiplin ilmu (integrated

science) untuk menghasilkan perencanaan yang

terpadu. Sehingga perlu suatu mekanisme yang mem-fasilitasi penyusunan perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan yang terpadu. Yang masih menggunakan pendekatan sebagaimana dinya-takan Yoety (1997) dalam Zaenuri (2012) di atas adalah penyusunan RIPPDA. Sedangkan untuk wisata alam dalam kawasan hutan adalah spesifik, walaupun memang tercover dalam RIPPDA tetapi karena RIPPDA sifatnya umum dan hanya memfasilitasi dari sektor pariwisatanya (sektoral) dan menganggap bahwa dengan berkembangnya pariwisata sudah dapat menimbulkan

multiplier effect bagi sektor lainnya maka perencanaan

untuk peningkatan akses menuju wisata, pemberda-yaan, pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal, maupun penguatan kelembagaan masyarakat sekitar wisata alam tidak terfasilitasi di dalamnya. Perencanaan yang terpadu dan bisa memfasilitasi semua sektor seperti itu hanya akan terjadi pada saat ada program dari pejabat terpilih seperti Visit Kabupaten Malang 2013 dan itupun “kalau ada”. Itupun juga biasanya hanya dilaksanakan dalam 1 tahun seperti pada Visit

Kabu-paten Malang 2013 yang berarti hanya dilaksanakan tahun 2013. Padahal perencanaan strategis mempunyai rentang waktu dalam mencapai tujuannya karena harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan prioritas-nya. Sebagaimana dinyatakan Steck (1999: 40) dalam Damanik dan Weber (2006: 50): “….Fungsi dan peran strategis berbagai stakeholder tidak berjalan sepenuh-nya. Proyek pengembangan ekowisata sering dipan-dang menjadi tugas salah satu pihak saja. Setelah proyek berjalan maka satu per satu stakeholder ‘lepas tangan’, sehingga keberlanjutan proyek menjadi terancam….”. Harapan dengan terpadunya perencanaan sebagaimana digambarkan dalam Visit Kabupaten Malang 2013 akan terbagi peran masing-masing pihak, seperti dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berperan dalam promosi wisata, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang berperan dalam membuat/meningkatkan sarana prasarana wisata yang belum lengkap atau belum tersedia. Kemudian Dinas Bina Marga berperan dalam meningkatkan infrastruktur menuju wisata baik itu pe-ningkatan jalan maupun jembatan. Dinas Perhubungan Kominfo melakukan penambahan/pengadaan rambu atau papan penunjuk menuju wisata, Dinas Koperasi dan UMKM melakukan pembinaan dalam meningkatkan produk usaha/industri kecil dan rumah tangga yang ada disekitar wisata maupun yang ada di Kabupaten Malang pada umumnya dalam rangka mendukung wisata dari oleh-oleh khas atau souvenir khas Kabupaten Malang, demikian juga dengan pelibatan secara tidak langsung seperti dari Dinas Pertanian dan Perkebunan, Peter-nakan dan Kesehatan Hewan, Kelautan dan Perikanan bahkan Dinas Kehutanan. Dari Dinas Pertanian dan Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan, Ke-lautan dan Perikanan secara tidak langsung dapat men-dukung dari segi pemenuhan produk pertanian, peter-nakan, dan perikanan, baik untuk oleh-oleh maupun mendukung ketersediaan bahan pangan untuk rumah makan serta pemenuhan bahan baku industri kecil/ rumah tangga yang mendukung wisata. Sedangkan seperti Dinas Kehutanan dapat mendukung dari kegiatan penghijauan di kanan kiri jalan desa yang menuju lokasi wisata maupun penghijauan di lokasi wisata.

Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan Sebagaimana RIPPDA atau perencanaan pengem-bangan wisata alam yang lain yang memfasilitasi

(10)

269

Hilda Nuzulul Fatma, dkk..: Model Alternatif Perencanaan Pengembangan....(1): 264-273 perencanaan pengembangan wisata alam dalam

kawasan hutan, pelibatan pemangku kepentingan selama ini hanya pemangku kepentingan yang berkompeten sedangkan masyarakat tidak dilibatkan karena tidak dapat dijabarkan kompeten dari sisi yang mana. Padahal Zaenuri (2012: 124-125) menyatakan:

“Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pariwisata akan menciptakan kesesuaian antara program pengembangan pariwisata dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat setem-pat. Di samping itu akan terdapat pula kesesuian dengan kapasitas yang dimiliki, serta adanya jaminan komitmen dan keseriusan masyarakat dalam mengelola dan memelihara sumberdaya yang ada karena timbulnya rasa memiliki yang kuat”.

Pelibatan masyarakat dalam perencanaan selain dapat menjamin tidak adanya resistensi masyarakat terhadap suatu program, juga dapat mengatasi kendala teknis implementasi suatu rencana seperti yang dialami oleh Perum Perhutani, yaitu adanya kepedulian yang tinggi dari masyarakat yang bekerjasama/bermitra dengan Perum Perhutani dalam pengelolaan wisata alam dalam kawasan hutan. Contoh nyatanya adalah penanganan sementara rusaknya jalan hutan yang menjadi akses menuju Pantai Ngliyep dan Pasir Panjang oleh masyarakat karena masih belum tertan-ganinya perbaikan jalan oleh Perum Perhutani sebagai pemangku kawasan hutan akibat keterbatasan ang-garan dan tidak bersedianya Pemerintah Daerah melakukan perbaikan karena memang perbaikan jalan di kawasan hutan bukan merupakan kewenangannya. Selain itu unsur masyarakat yang sering tidak dilibatkan dalam perencanaan adalah pelaku-pelaku usaha. Pemangku kepentingan kepentingan yang satu ini tidak dilibatkan sebagaimana pernyataan Steck (1999: 40) dalam Damanik dan Weber (2006:50): “… Sering sekali pengusaha swasta dan pelaku-pelaku ekonomi yang terkait tidak dilibatkan dalam perenca-naan atau kompetensi serta relasi pasar yang mereka miliki tidak diperhitungkan…”. Selama ini Pemerintah Pemerintah sudah mempunyai tugas yang banyak dan berat, sehingga hendaknya dalam mengefisien dan mengefektifkan kinerjanya, pemerintah cukup mempo-sisikan dirinya sebagaimana Reinventing Government-nya Osborne dan Ted Geabler (1992) dalam Makmur (2003:50-51): “Catalytic Government: steering rather

than rowing”. Pemerintah cukup menggandeng privat/

pihak swasta dengan kemitraan maupun kerjasama dan tidak perlu repot dengan tugas-tugas operasional yang konsekuensinya adalah bermuara pada pendanaan. Oleh karena itu pelibatan pelaku usaha dalam perencanaan akan menguntungkan semua pihak. Pengembangan Daerah Sekitar Wisata Alam Berbasis Potensi Lokal

Perencanaan pengembangan wisata alam selama ini hanya berkutat dengan bagaimana mengembangkan fisik wisata alamnya saja supaya dapat menarik banyak wisatawan, karena memang parameter keberhasilan perencanaan pengembangan wisata alam menurut Fandeli (2002: 43-44): adalah jumlah pengunjung selain lama kunjungan, belanja wisatawan, pendapatan stake-holder, penciptaan peluang kerja. Konsekuensi yang muncul supaya jumlah kunjungan meningkat adalah atraksi/daya tarik dari wisata alam tidak hanya terletak pada keindahan alamnya saja, tetapi dibuat semenarik mungkin dan memberi kepuasan bagi pengunjung.

Tetapi dengan banyaknya kunjungan wisatawan tersebut dapat menimbulkan kerusakan terhadap sumberdaya alam karena daya dukung terlampaui. Pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan dihadapkan pada pilihan sulit, antara mempertahankan keaslian, keutuhan dan kelestarian alam dan lingkungan atau meraup sebanyak mungkin wisatawan untuk berkunjung. Oleh karena itu menurut Menurut Fandeli (2002: 44) Kebijakan yang dapat dilaksanakan meliputi 2 aspek: (1) wisatawan dikurangi atau disebarkan ke beberapa tempat agar tidak terkonsentrasi di suatu tempat; (2) mendistribusikan pengunjung ke beberapa obyek, area atau kawasan dan resort lain yang masih sesuai dengan tujuan kunjungan wisatawan.

Kondisi wisata alam yang indah, potensi sumberdaya alam yang potensial dan berdaya saing, serta kondisi sumberdaya manusia yang produktif, kenapa tidak digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul dari konsekuansi berkembangnya suatu wisata alam. Sebagaimana Riyadi dan Bratakusumah (2004: 65-66) yang menyatakan bahwa salah satu pendekatan perencanaan pembangunan daerah adalah melalui pendekatan berorientasi tujuan, dimana konsep tersebut adalah mengembangkan potensi lokal (endogen) dengan potensi dominan yang dimiliki suatu

(11)

270

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3, Edisi November 2013 daerah sebagai stimulus dan pemacu utama pem-bangunannya. Konsep pengembangan wisata alam berbasis pengembangan potensi lokal langkah-lang-kahnya adalah: 1) identifikasi potensi wisata alam, 2) identifikasi potensi wilayah sekitar wisata alam, dan 3) analisis strategi pengembangan wisata berbasis pengembangan potensi lokal. Hasil identifikasi potensi Pantai Ngliyep, Pantai Pasir Panjang dan Sendang Kamulyan, potensi Desa Kedungsalam dan potensi Kecamatan Donomulyo yang kemudian di analisis dengan menggunakan SWOT, menunjukkan bahwa kondisi wisata alam yang dipadu dengan pengembangan berbasis potensi lokal wilayah sekitarnya untuk mendukung pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di Kabupaten Malang berada di kuadran I (Strenght-Opportunity) dimana peluang skornya 2, lebih besar daripada kekuatannya dengan skor 1,09, sehingga strategi yang harus ditempuh dalam rangka pengem-bangannya bersifat agresif, dimana kekuatan dimak-simalkan untuk meraih peluang. Berarti strategi ini dapat diterapkan dalam mengatasi permasalahan pengem-bangan wisata alam dalam kawasan hutan. Adapun arahan skenario pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang adalah sebagai berikut: 1) Menjalin kerjasama dengan inves-tor untuk membuat usaha pengolahan produk agro lokal, selain dapat menampung produk agro lokal juga dapat menyerap tenaga kerja; 2) Memfasilitasi kemitraan antara masyarakat dan swasta dalam mengembangkan industri kecil/rumah tangga produk agro baik yang berupa bahan mentah maupun olahan dan kerajinan berbasis agro dan dalam pemasarannya dalam rangka mendukung wisata alam yang ada; 3) Mendiversifikasi produk olahan agro; 4) Bekerjasama dengan Perum Perhutani mensosialisasikan kerjasama pengelolaan wisata alam kepada pihak lain serta memfasilitasi ker-jasama tersebut; 5) Meningkatkan serta mengopti-malkan promosi wisata alam di Kabupaten Malang. Model Alternatif Perencanaan Pengembangan Wisata Alam dalam Kawasan Hutan

Kondisi eksisting model perencanaan pengem-bangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang, adalah sebagai berikut: 1) Peren-canaan yang mendukung pengembangan wisata alam

dalam kawasan hutan, difasilitasi oleh masing-masing pemangku kepentingan sesuai tupoksi dan kewe-nangannya sehingga perencanaan masih sektoral ; 2) Belum terbangunnya koordinasi perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan; 3) Kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana (pelibatan stakeholder sangat terbatas); 4) Belum memanfaatkan potensi lokal sebagai modal pengembangan wisata alam.

Berdasarkan eksisting model, teori dan kondisi ideal yang diharapkan, maka model alternatif perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

(12)

271

Hilda Nuzulul Fatma, dkk..: Model Alternatif Perencanaan Pengembangan....(1): 264-273

Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) RIPPDA KAB/KOT A Rencana Induk Pengembangan Kawasan Pariwisata Rencana Induk Pengembangan Pariw isata Daerah Provinsi (RIPPDA Prov) Rencana Promosi dan Pembinaan RIPOW W ana wisata RIPOW Wisata Alam

Perum Perhutani PDJasa Yasa Musyawarah Perencanaan/ Penyelarasan Rencana dikoordinir oleh

Bappeda Rencana Infrastruktur Dinas Bina Marga Rencana Pengembangan Produk Unggulan Kecamatan -Kecamatan Diskop & UMKM Masyarakat/ LMDH Rencana oleh Masyarakat Pelaku Usaha Rencana oleh Pelaku Usaha Disbudpar Draft

Rencana Pengemban gan

Wisata Alam Dalam Kawasan Hutan Rencana Pengemba ngan Wisata Alam Dalam Kawasan Hutan Rencana -Rencana Pendukung Pengembangan Wisata Alam Dalam Kawasan Hutan SKPD -SKPD lain Potensi lokal Kebutuhan pengembangan produk unggulan Potensi lokal & kebutuhan Kebutuhan pengembangan Kebu tuhan pengembangan berbasis potensi lokal Kebutuhan dalam mendukung pengembangan Kebutuhan dalam mendukung pengembangan Kebutuhan pengembangan Kebutuhan dalam mendukung pengembangan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Pariwisata (RIPKP .B) Rencana In duk Pengembangan Kawasan Pariwisata (RIPKP .C) Sumber: Hasil analisa, 2013 yang diadopsi dari Skema Hirarki Perencanaan Pariwisata dan Regulasinya Gambar 4 .1 Skema Model Alternatif Perencanaan Pengembangan Wisata Alam dalam Kawasan Hutan di Wilayah Kabupaten Malang Figure 4.1 Scheme of Alterna tive Model Nature Tourism Development Planning rakor penyempurnaan untuk menentukan prioritas, sumber dana & peran masing -masing pemangku kepentingan

(13)

272

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 3, Edisi November 2013 Penjelasan dari skema adalah sebagai berikut: Perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan disusun secara terpadu/terintegrasi, yang dilaksanakan melalui suatu musyawarah peren-canaan (musren) dimana dilakukan penyelarasan ter-hadap rencana-rencana yang mendukung pengem-bangan wisata alam dalam kawasan hutan, yaitu antara lain RIPPDA, Rencana promosi dan pembinaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Rencana peme-liharaan infrastruktur, Rencana pengembangan produk unggulan berupa kerajinan maupun makanan dari Dinas Koperasi dan UMKM serta dari Kecamatan-Kecamatan, Rencana Induk Pengembangan Obyek Wisata (RIPOW) Wisata Alam dari PD Jasa Yasa, Rencana Induk Pengembangan Obyek Wisata (RIPOW) Wana Wisata dari Perum Perhutani, Rencana pengembangan wisata desa sebagai pendukung wisata alam dari masyarakat sekitar wisata alam, Rencana operasional usaha dalam rangka mendukung wisata alam dan wisata desa dari pelaku usaha, serta rencana-rencana pendu-kung pengembangan wisata alam yang lainnya, yang berasal dari SKPD-SKPD yang dikoordinir oleh Bappeda. Setelah dilakukan penyelarasan, maka draft rencana disempurnakan melalui rapat koordinasi (rakor) untuk menentukan tahapan/prioritas-prioritas pelaksa-naan, sumber dana dan penentuan peran masing-masing pemangku kepentingan. Setelah rencana pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan telah definitif dan ditetapkan, maka masing-masing pemangku kepentingan menjabarkannya dalam suatu rencana yang terperinci dengan target capaian maupun target waktu pelaksanaan sesuai dengan kesepakatan dalam musren maupun pada saat dilakukan rakor penyem-purnaan dokumen perencanaan. Bappeda bertugas mengkoordinir mulai perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi rencana masing-masing pemangku kepen-tingan.

Model alternatif yang ditawarkan untuk perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan adalah partisipatif sehingga terpadu dalam penyusunan rencananya, mempertahankan status kawasan hutan-nya, mempertahankan kelestarian wisata alam dan sumberdaya alamnya, mengembangkan daerah sekitar wisata alam sebagai wisata pendukung berbasis potensi lokal dan memperluas kesempatan kerja masyarakat

sekitar wisata melalui pemberdayaan. Karena dengan terpadu akan mengatasi permasalahan koordinasi, partisipasi dan pembagian peran, pendanaan serta tum-pang tindih kegiatan. Demikian pula dengan peman-faatan potensi lokal akan lebih memudahkan imple-mentasi perencanaan dan mengefisiensikan pendanaan. SIMPULAN

Perencanaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang yang difasilitasi oleh beberapa rencana yang mendukung pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan masih sektoral, baik perencanaan maupun pelaksanaan dilaksanakan sendiri-sendiri oleh pemangku kepen-tingan. Karena masih sektoral, maka koordinasi belum terbangun, masih belum melibatkan masyarakat secara luas dan belum memanfaatkan potensi lokal sebagai pendukung wisata alam.

Oleh karena itu model alternatif yang diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan peren-canaan pengembangan wisata alam dalam kawasan hutan adalah perencanaan yang partisipatif, yang mengintegrasikan semua rencana pengembangan wisata yang disusun para pemangku kepentingan dalam suatu musyawarah perencanaan dan dikoordinasi oleh Bappeda serta memanfaatkan potensi lokal daerah sekitar wisata alam untuk mendukung wisata alam dan sebagai upaya untuk pemberdayaan serta memper-tahankan kelestarian sumberdaya alam pada wisata alam.

DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander. (2005) Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta. PEMBAHARUAN.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang. (2012) Kabupaten Malang Dalam Angka

Tahun 2011. Malang, Badan Perencanaan

Pem-bangunan Daerah Kabupaten Malang.

Baker, Nyakaana Jockey. (2008) Sustainable Wetland

Resource Utilization of Sango Bay through Eco-tourism development. [Internet], 2 (10) October

2008, pp. 326-335. Diunduh dari: <http:// www.academicjournals.org/AJest> [Diakses 2 Mei 2013]

(14)

273

Hilda Nuzulul Fatma, dkk..: Model Alternatif Perencanaan Pengembangan....(1): 264-273 Damanik dan Weber. (2006) Perencanaan Ekowisata

Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta, CV. Andi

Off-set.

Dinas Kehutanan Kabupaten Malang. (2012) Rencana

Pengelolaan Rehabilitasi Lahan (RPRL) Kabupaten Malang Tahun 2011 - 2018. Malang,

Dinas Kehutanan Kabupaten Malang.

Dwiputrianti, Septiana. (2012) Pendapatan Per Capita Vs Kemiskinan Di Indonesia. [Internet], Diunduh dari <http://www.stialanbandung.ac.id/ index.php?option=com_content&view=article&id=412: pendapatan-per-capita-vs-kemiskinan-di-indonesia&catid=12:artikel&Itemid=85> [Diakses 25 Mei 2013].

Fandeli, Chafid. (2002) Perencanaan Kepariwisataan

Alam. Yogyakarta, Fakultas Kehutanan

Universi-tas Gadjah Mada.

Hakim, Luchman. (2004) Dasar-Dasar Ekowisata. Ma-lang, Bayumedia Publishing.

Kurnianto, Imam Rudi. (2008) Pengembangan

Ekowi-sata (Ecotourism) Di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal. Semarang, Tesis Program

Pas-casarjana Program Studi Magister Ilmu Ling-kungan Universitas Diponegoro.

Makmur, Mochamad. (2003) Dasar-Dasar Administrasi

Publik dan Manajemen Publik. Malang, Fakultas

Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.. Perum Perhutani (2012) Jasa Lingkungan Lebih Untung

dari Bisnis Kayu. [Internet], Jakarta, Perum

Perhutani. Diunduh dari: <http:// perumperhutani.com/2012/04/jasa-lingkungan-lebih-untung-dari-bisnis-kayu/> [Diakses 15 Mei 2013]

Perum Perhutani (2012) Perhutani Targetkan

Pema-sukan Rp5,5 M. [Internet], Jakarta, Perum

Perhutani. Diunduh dari: <http:// perumperhutani.com/2012/04/ perhutani-targetkan-pemasukan-rp55-m/> [Diakses 15 Mei 2013]

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Penge-lolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.22/Menhut-II/2012

tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Pada Hutan Lin-dung. Jakarta

Prasetiari, Sarwono dan Hardjanto. (2012) Strategi

Pengembangan Ekonomi Lokal: Implementasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi Berbasis Pemberdayaan Di Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus di Desa Wisata Industri “Kampoeng Batik Jetis”). XIII (2), November 2012, h. 244-257

Riyadi dan Bratakusumah, Deddy Supriady. (2004)

Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Ottonomi Daerah. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.

Satria, Dias. (2009) Strategi Pengembangan Ekowisata

Berbasis Ekonomi Lokal Dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan Di Wilayah Kabupaten Malang. 3 (1) Mei 2009, h. 37-47.

Sedana, I Ketut. (2009) Perencanaan Pengembangan

Agrowisata di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Malang, Tesis Program Pascasarjana

Uni-versitas Brawijaya.

Situmorang, Abdul Wahib dkk. (2013) Indeks Tata Kelola

Hutan, Lahan dan REDD+ 2012 di Indonesia.

Jakarta, UNDP Indonesia.

Undang Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta.

Wickramasinghe, Kanchana. (2012) Ecotourism as a Tool for Sustainable Forest Management in Sri Lanka. [Internet], 1 (2), p.16-29. Diunduh dari: <www.sljol.info/index.php/JEPSL/article> [diakses 2 Mei 2013]

Zaenuri, Muchamad. (2012) Perencanaan Strategis

Kepariwisataan Daerah Konsep dan Aplikasi.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian tampak bahwa rerata skor hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pembelajaran pemecahan masalah adalah 8,10, lebih tinggi dari siswa yang

(1) Seksi Jalan dan Jembatan Lingkungan dipimpin oleh Seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang mempunyai tugas pokok menyusun

Berdasarkan pemaparan kajian literatur di atas, diperoleh kesimpulan bahwa pemanfaatan website sebagai media informasi pelatihan berdampak positif dan memberikan

aktivitas siswa kembali meningkat menjadi 25 dengan persentase 89.28% kategori amat baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode teknik the power of

[r]

Selain itu Arduino Mega juga berfungsi untuk menerima perintah dari Smartphone Android melalui media sms dengan modem Wavecom GSM agar memerintahkan modul GPS

B : bahan kemasan sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi K : bahan kemasan tidak dengan jenis pangan yang diproduksi Penilaian unsur hanya ada &#34;B&#34; dan

Transek dilakukan pada lereng terumbu Pulau Burung, Pulau Cemara Kecil, dan Pulau Menjangan Kecil pada sisi barat (windward) dan sisi timur (leeward) dimulai dari kedalaman