KONSEP DASAR KONSEP MEDIS DEFINISI
Elephantiasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang cacing dewasanya hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia dan ditularkan oleh serangga secara biologik. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Elephantiasis disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori
Elephantiasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.
Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
ETIOLOGI
Cacing filaria merupakan nematoda yang hidup di dalam jaringan subkutan dan sistem limfatik. Tiga spesies filaria yang menimbulkan infeksi pada manusia; Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, merupakan penyebab infeksi filaria yang
serius. Parasit filaria ditularkan melalui spesies nyamuk khusus atau artropoda lainnya, memiliki stadium larva serta siklus hidup yang kompleks. Anak dari cacing dewasa berupa mikrofilaria bersarung, terdapat di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah tepi.
Mikrofilaria ini muncul di peredaran darah enam bulan sampai satu tahun kemudian dan dapat bertahan hidup hingga 5 – 10 tahun. Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilaria berukuran 250 – 300×7 – 8 mikron. Sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori,
mikrofilaria berukuran 177 – 230 mikron. PATOLOGI
Perubahan patologi yang utama terjadi akibat kerusakan inflamatorik pada sistem limfatik yang disebabkan oleh cacing dewasa, bukan mikrofilaria. Cacing dewasa ini hidup dalam saluran limfatik aferen atau sinus – sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe. Dilatasi ini mengakibatkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya. Akibat kerusakan pembuluh darah, terjadi infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi dan bersama dengan proliferasi endotel serta jaringan ikat, menyebabkan saluran limfatik berkelok – kelok serta katup limfatik menjadi rusak. Limfedema dan perubahan statis yang kronik terjadi pada kulit diatasnya.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sebagai infeksi W.bancrofti terbentuk beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah infeksi, tetapi beberapa orang yang hidup di daerah endemis tetap asimptomatik selama hidupnya. Mereka yang menunjukkan gejala akut biasanya mengeluh demam, lymphangitis, lymphadenitis, orchitis, sakit pada otot, anoreksia, dan malaise. Mula–mula cacing dewasa yang hidup dalam pembuluh limfe menyebabkan pelebaran pembuluh limfe terutama di daerah kelenjar limfe, testes, dan epididimis, kemudian diikuti dengan penebalan sel endothel dan infiltrasi sehingga terjadi granuloma. Pada keadaan kronis, terjadi pembesaran kelenjar limfe, hydrocele, dan elefantiasis. Hanya mereka yang hipersensitif, elefantiasis dapat terjadi. Elefantiasis kebanyakan terjadi di daerah genital dan tungkai bawah, biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri. Suatu sindrom yang khas terjadi pada infeksi dengan
Wuchereria bancrofti dinamakan Weingartner’s syndrome atau Tropical pulmonary
Gejala yang sering dijumpai pada orang yang terinfeksi B.malayi adalah lymphadenitis dan lymphangitis yang berulang–ulang disertai demam.
Perbedaan utama antara infeksi W.bancrofti dan B.malayi terletak pada klasifikasi ureter dan ginjal. Klasifikasi ureter dan ginjal tidak ditemukan pada infeksi B.malayi. 4
Gejala klinis elephatiasis Akut adalah berupa ; Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS 1. Diagnosis Parasitologi
a. Deteksi parasit : menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott, membran filtrasi dan tes provokatif DEC.
b. Diferensiasi spesies dan stadium filaria : menggunakan pelacak DNA yang spesies spesifik dan antibodi monoklonal.
2. Radiodiagnosis
a. Pemeriksaan dengan ultrasonografi ( USG ) pada skrotum dan kelenjar getah bening ingunial.
b. Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan adanya zat radioaktif.
3. Diagnosis imunologi
Dengan teknik ELISA dan immunochromatographic test ( ICT ), menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik
PENANGANAN DAN PENGOBATAN
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.
Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik. Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau dalam keaddan lemah.
Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah membesar) karena tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah lanjutan seperti tindakan operasi.
TERAPI dan PENCEGAHAN
Obat utama yang digunakan adalah dietilkarbamazin sitrat ( DEC ). DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC merupakan satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah.
Untuk filariasis bankrofti, dosis yang dianjurkan adalah 6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filaria brugia, dosis yang dianjurkan adalah 5mg/kg berat badan/hari selama 10 hari.
Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis brugia, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama.2
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin.5 Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematode dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC.
Pengobatan kombinasi dapat juga dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Yang dapat diobati adalah stadium mikrofilaremia, stadium akut, limfedema, kiluria, dan stadium dini elefantiasis.
Terapi suportif berupa pemijatan dan pembebatan juga dilakukan di samping pemberian antibiotika dan corticosteroid, khususnya pada kasus elefantiasis kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit elephantiasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang juga ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Di Indonesia elephatiasis tersebar luas; daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis, kita perlu memperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor, dan keadaan lingkungan.
Hospes
Manusia yang mengandung parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan ( suseptibel ). Pada umumnya laki-laki lebih dominan terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi ( exposure ).
Hospes reservoar
B.malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk manusia.
Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan kera terutama jenis
Presbytis.
Vektor
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor elephantiasis, tergantung pada jenis cacing filarianya.
W.bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ( urban ) ditularkan oleh
Cx.quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat
perindukannya. W.bancrofti yang di daerah pedesaan ( rural ) dapat ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, W.bancrofti terutama ditularkan oleh An.farauti
yang menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, W.bancrofti ditularkan oleh An.subpictus.
B.malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia
seperti Mn.uniformis, Mn.bonneae, dan Mn.dives yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah Sulawesi, B.malayi ditularkan oleh
An.barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya.
B.timori ditularkan oleh An.barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di
dekat pantai maupun di daerah pedalaman. B.timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
KONSEP KEPERAWATAN
DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN Aktifitas dan istrahat
Gejala : adanya pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang dapat menganggu dalam melakukan aktifutas.
Tanda : segala pemenuhan klien di bantu oleh keluarga
Klien tidak dapat melakukan aktifitas sebagaimana orang yang sehat dalam kehidupan sehari- hari.
Sikulasi
Gejala/tanda : pelebaran pembuluh limfe terutama di daerah kelenjar limfe, testis, danepididimis, kemudian di ikuti dengan penebalan sel endothel dan infiltrasi sehingga terjadi granuloma
Pembengkakan jaringan Integritas ego
Gejala : ansietas,kuatir,takut
Tanda : berbagai manifestasi perilaku. Mis: ansietas,mudah tersinggung Elininasi
Tanda: normal Higiene
Gejala : perasaan cemas dan terlalu berkosentrasi pada masalah yang di hadapi Tanda : tampak takut dan bingung
Neurosensori Gejala :normal
Nyeri/ ketidaknymanan
Gejala : terasa panas dan sakit karena radang saluran getah bening yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung
Tanda : klien tampak gelisa Pernapasan
Keamanan
Gejala : nyamuk yang infektif yang mengandung larva stadium III (L3), bisa mengadakan penularan kepada seseorang dengan cara menggigit
Tanda : demam yang berulang- ulang selama 3- 5 hari menunjukan gejala klinis filariasis akut
Interaksi sosial
Gejala/ tanda : kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain karena klien merasa penyakitnya merupakan suatu yang memalukan bahkan menganggu aktifitas sehari- hari
Penyuluhan/ pembelajaran Gejala : lingkungan klien
Pertimbangan DRG menunjukan rerata lama di rawat: femur 7,8 hari
Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dengan transportasi, aktifitas perawatan diri. Dan tugas pemeliharaan/ perawatan rumah.
DIAGNOSA, TUJUAN, DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi yang ditandai dengan panas dan rasa sakit
Tujuan / kriteria hasil
Anak menunjukan temperatur tubuh dalam batas normal, dengan kriteria : - Suhu badan kembali normal
- Klien tidak merasa panas dan sakit intervensi
a) Pantau suhu badan pasien
r/ : Suhu yang tinggi Menunjukan proses penyakit infeksius. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis (kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24 jam menunjukan pneumonia atau tifoid, demam remiten (bervariasi hanya beberapa derajat dalam arah tertentu ) menunjukan penyakit paru lainya, suhu yang kembali normal dalam peiode 24 jam menunjukan episodik septik.
b) Pantau suhu lingkungan, batasi penggunaan pakaian yang tebal
r/ : Suhu ruangan jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c) Berikan kompres hangat, hindari penggunaan kompres dengan alkohol
r/ : Dapat membantu menurunkan panas tubuh akibat efek vasidilatasi pembuluh darah, Penggunaan alkohol dan es dapat kedinginan dan meningkatkan suhu secara aktual, dan alkohol dapat mengeringkan kulit
d) Kolaborasi pemberian antiperetik
r/ : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus, meskipun demam dapat berguna untuk membatasi pertumbuhan arganisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi
2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan inteka yang kurang dan diaphorisis yang ditandai dengan Nadi cepat dan lemah.
Tujuan/ kriteria hasil
Keseimbangan cairan dapat dipertahankan yang ditandai dengan kulit elastis, dan membran mukosa lembab, tanda-tanda vital normal
Intervensi
a.Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah bakteri patogen yang ada Monitor intake dan out put
r/ : Penurunan haluaran urine akanmenyebabkan hipovolimia, keseimbangan cairan positif dengan disertai penambahan berat badan dapat mengidekasikan edema jaringan
b. Berikan cairan oral dan parenteral sesuai program
r/ :Pemenuhan cairan tubuh secara bertahap membantu metabolisme tubuh secara normal
c.Kaji Satus hidrasi
r/ : Monitoring status hidrasi sejak dini mengurangi komplikasi d. Palpasi denyut perifer
r/ : Denyut yang lemah,mudah hilang dapat menyebbkan hipovolimia e. Ajarkan orang tua dalam memenuhi kebutuhan cairan pada anak
r/ : Pemahaman dan pengetahuan yang benar dari keluarga/orang tua serta kerja sama yang baik akan membantu pemenuhan kebutuhan cairan anak
f. Kolaborasi Pemberian cairan IV, misalnya kristaloid (D5W), dan koloid (albumin plasma) sesuai indikasi
r/ : Sejumlah cairan besar dibutuhkan untuk mengatsi hipovolimia relatif ( vasodilatasi perifer, menggantikan kehilangan dengan meningkatkan permeabilitas kapiler
g. Panatu nilai laboratorium Ht/jumlah SDM, BUN/Kr
r/ : Mengevaluasi perubahan didalam hidrasi/viskositas darah. Peningkatan sedang dari BUN akan mereflesikan dehidrasi, Nilai tinggi BUN dapat mengindikasikan disfungsi /keggalan ginjal.
3. Ansietas berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan /kebutuahn belajar mengenai penyakit, Prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan / kriteria hasil
Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis dan ikut serta dalam program pengobatan
intervnsi
a) . Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan
r/ : Memberikan pengetahuan dasar dimana keluarga/orang tua dapat membuat pilihan b) Berikan informasi tentang terapi obat-obatan , interaksi, efeks samping
dan pentingnya ketaatan pada program
r/ :Meningkatkan pemahaman dan kerjasama dalam penyembuhan
c)Tinjau perlunya kesehatan keluarga dan kebersihan lingkungan
r/ :Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah bakteri patogen yang ada.
4. Ansietas berhubungan dengan kritis situasional Tujuan/kriteria hasil:
Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai dapat di atasi Intervensi
1) Berikan perawatan primer/ hubungan perawat yang konsisten
r/ : meningkatkan saling percaya pasien dan membantu untuk menurunkan kecemasan
2) Berikan bentuk komunikasi alternatif jika di perlukan r/ : menurunkan perasaan tidak berdaya dan perasaan terisolasi
3) Diskusikan adanya perubahan citra diri, ketakutan akan kehilangan kemampuan yang menetap, kehilangan fungsi, masalah mengenai kebutuhan penyembuhan/ perbaikkan
4) Kolaborasi : berikan penjelasan singkat mengenai perawatan, rencana perawatan dengan pasien termasuk orang terdekat
r/ : pemahaman yang baik dapat meningkatkan kerjasama pasien dalam kebutuhan akan melakukan aktifitas dan perlibatan pasien dan juga orang terdekat dalam perencanaan asuhan akan dapat mempertahankan beberapa perasaan kontrol terhadap diri atas kehidupannya yang selanjutnya akan meningkatkan harga diri.
Patofisiologi dan penyimpangan KDM Nyamuk
(larva stadium III) Cacing filaria parasit
(Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori,)
Hidup dalamSaluran linfe dan kelenjar linfe kronis memproduksi endogen pyrogens Inflamatorik elephantiasis pada tungkai,buah dada perubahan metabolisme Buah zakar (elephantiasis kroti) diaporesis
Dilatasi limfe dan penebalan / pelebaran evaporasi meningkat pembuluh darah
Resiko Kurangnya infiltrasi sel plasma, eosinofil dan makrofg kelenjar linfe, testes,epididimis perubahan status volume cairan . sel endotel granuloma kesehatan
terjadi kerusakan pada kulit hospitalisasi
krisis situasional
Memproduksi endogen pyrogens infomasi inadekuat tentang prosedur tindakan dan pengobatan Meningkatkan thermostat set point kurang pengetahuan
Patofisiologi dan penyimpangan KDM Nyamuk
(larva stadium III) Cacing filaria parasit
(Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori,)
Hidup dalamSaluran linfe dan kelenjar linfe long live ( kronis) memproduksi endogen pyrogens Inflamatorik Demam, lympangitis,lympadenitis
orchitis, sakit pada otot, anoreksia perubahan metabolisme Dilatasi limfe dan penebalan / pelebaran dan malaise
pembuluh darah anorexia Resiko Kurangnya infiltrasi sel plasma, eosinofil dan makrofg kelenjar linfe, testes,epididimis volume cairan sel endotel Granuloma
terjadi kerusakan pada kulit elephantiasis pada tungkai,lengan, buah dada buah zakar (elephantiasis skroti)
Gangguan Aktivitas Perubahan Gaya Hidup Memproduksi endogen pyrogens Pemenuhan nutrisi in adekuat
Meningkatkan thermostat set point kurang pengetahuan Demam Hipertermia evaporasi meningkat diaporesis
DAFTAR PUSTAKA
1. Waluyo, Jangkung Samidjo. 2002. Parasitologi Medik (Helmintologi) : Pendekatan
Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
2. Tim Editor Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Parasitologi Kedokteran
Edisi Ketiga, cetakan ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
3. URL : http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=75
4. Sandjaja, Dr. Bernardus, DMM, DTM&H, MSPH. 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka