• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari 1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari1

(Variation of Morphometric and Cytochrome b DNA Mitochondria of Kryptopterus limpok on Batang Hari River)

Abdul Rahman Singkam12, Dedy Duryadi Solihin3, Ridwan Affandi4

1. Mayor Biosains Hewan, Sekolah Pascasarjana, IPB, thalas_sinus@yahoo.co.id

2. Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Bengkulu

3. Departemen Biologi, FMIPA, IPB

4. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, IPB

Abstract

Batang Hari River is one of the largest rivers in Sumatera with 600 KM in length. This river runs along various type of topographic, vegetation and pattern-usage characteristics which might cause variation among morphometric and genetic of the species that inhabit this river, including Kryptopterus limpok. This research is aimed to analize the effect of environment to variation of morphometric and cytochrome b DNA mitochondria gene of K. limpok in Batang Hari River. Sampling was done in Mandiangin, Bengkal River, Pelayangan and Simpang. The data taken were water temperature, current speed, clarity, dissolved oxygen, acidity and alkalinity. The morphometric structure was measured for 12 characters and one calculated character. Based on these characters, 13 proportions of body size were calculated. Amplification of cyt b gen mtDNA was done by PCR with specific primer: CBKR 1 and CBKR 2. The study revealed that morphometric of K. limpok from Bengkal River are different with K. limpok from the other locations. There are 11 mutation points on 927 cyt b gene which was alignmed. Three of these mutations are nonsilent and two of them change the character of coded amino acid. Six of the 11 mutations were found on K. limpok from Bengkal river. Two of the six change the coded amino acid character from polar into non polar and vise versa. The different morphometric and a high mutation number of K. limpok Bengkal River were assumed caused by a high activity of illegal gold mining (dompeng) in this location. This conclusion supported by the low level clarity in this location compared to other locations.

Key words: Morphometric, Cytochrome b, Kryptopterus limpok, Batang Hari River.

PENDAHULUAN

Sungai Batang Hari merupakan salah satu sungai terbesar di Sumatera dengan panjang sekitar 600 km (Tan & Kottelat 2009). Bagian hulu Sungai Batang Hari berasal dari daerah perbatasan Jambi dan Sumatera Barat. Sungai

1 Disampaikan pada Seminar Nasional Pemacuan Sumberdaya Ikan III, BRPSI, Bandung, 18

(2)

Batang Hari melintasi sebagian Sumatera Barat bagian selatan dan sebagian besar Provinsi Jambi. Sungai ini bermuara di Selat Berhala, pantai Sumatera bagian timur (Sabiham & Hisao 1986). Sejarah geologis menunjukkan bahwa Sungai Batang Hari, bersama-sama dengan Sungai Musi, Indragiri dan Kapuas berasal dari DAS Sunda Utara Purba (Voris 2000).

Aliran Sungai Batang Hari sangat panjang dan melewati berbagai karakter topografi dan vegetasi, serta pola pemanfaatan. Hal ini diduga akan memunculkan variasi struktur morfologis dan genetik pada populasi fauna, termasuk Kryptopterus limpok di DAS Batang Hari. Adanya keragaman dan karakter spesifik, baik secara struktur morfologis maupun genetik merupakan bagian adaptasi dari fauna tersebut terhadap lingkungan yang dihadapinya.

Informasi keragaman morfologis dan genetik pada suatu organisme sangat berguna untuk karakterisasi jenis, perkembangan dan distribusi berdasarkan ruang dan waktu. Karakterisasi jenis, perkembangan dan distribusi populasi dibutuhkan untuk menentukan langkah konservasi dan pemanfaatan secara berkesinambungan. Selain itu, tingkat keragaman antarpopulasi, terutama keragaman genetik, dapat juga digunakan untuk memperkirakan tingkat resiko kepunahan suatu organisme (Lacy 1997). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman struktur morfologis dan gen cytochrome b DNA mitokondria antar populasi K. limpok di DAS Batang Hari, Jambi.

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 hingga Juni 2010. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Batang Hari, Jambi. Analisis data dilakukan di laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor.

Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan

Pada setiap lokasi pengambilan sampel dilakukan pengukuran parameter fisika-kimia perairan. Parameter fisika yang diukur adalah suhu perairan, kecepatan arus dan kecerahan. Ketinggian tempat diukur dengan GPS, suhu

(3)

perairan diukur dengan termometer, kecepatan arus diukur dengan metoda bola hanyut, dan kecerahan diukur dengan secchi disk. Parameter kimia yang diukur adalah pH, oksigen terlarut (DO) dan alkalinitas. pH diukur dengan menggunakan pH meter, DO diukur dengan DO meter, dan alkalinitas diukur dengan metode titrasi asam basa.

Pengambilan Sampel

Kryptopterus limpok dikoleksi dari empat lokasi pengambilan sampel (Gambar 1). Penentuan lokasi pengambilan sampel didasarkan pada ketinggian tempat dan pola aliran sungai Batang Hari.Desa Mandiangin Tebet (1) dan Desa Sungai Bengkal (2) merupakan perwakilan daerah hulu, Desa Pelayangan (3) sebagai perwakilan lokasi antara dan Desa Simpang (4) sebagai perwakilan daerah hilir.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel, 1: Mandiangin Tebet, 2: Sungai Bengkal, 3: Pelayangan, 4: Simpang. Sumber (www.pu.go.id).

Desa Mandiangin Tebet dilewati Sungai Batang Tembesi yang merupakan anak sungai terbesar DAS Batang Hari. Desa Sungai Bengkal dilewati aliran utama Sungai Batang Hari yang berasal dari daerah perbatasan Jambi dengan Sumatera Barat. Kedua desa ini dipilih sebagai perwakilan daerah hulu karena dari kedua daerah inilah mulai ditemukan kehadiran Kryptopterus spp. Desa Pelayangan (3) dipilih sebagai lokasi antara karena daerah ini merupakan titik pertemuan antara Sungai Batang Tembesi dengan aliran utama Sungai Batang Hari. Desa Simpang dipilih sebagai perwakilan daerah hilir karena daerah ini merupakan lokasi paling muara ditemukan kehadiran Kryptopteruslimpok.

(4)

Pengambilan sampel dilakukan dari Desember 2009 yang merupakan awal musim penghujan hingga April 2010 yang merupakan kondisi akhir musim penghujan. Identifikasi K. limpok yang ditemukan mengacu pada Kottelat et al (1993). Jumlah sampel untuk analisis struktur morfologis dibatasi 10 individu untuk setiap lokasi, sedangkan untuk analisis gen cytochrome b dibatasi hanya 1 individu/lokasi.

Pengambilan data keragaman struktur morfologis

Data struktur morfologis yang diukur mengikuti metode Soewardi et al (1995) yang telah dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti karakter panjang total dan tinggi maksimum dengan karakter panjang sirip dada dan diameter mata (Gambar 2). Selain itu, dilakukan penghitungan nilai tinggi bukaan mulut yang diperoleh berdasarkan perkalian nilai panjang rahang atas dengan √2 (Affandi et al. 2009). Pengambilan data struktur morfologis untuk ukuran data dibawah 15 cm dilakukan dengan jangka sorong, sedangkan untuk ukuran data diatas 15 cm dilakukan dengan kertas milimeter.

Gambar 2 Struktur morfologis Kryptopterus yang diukur , 1: panjang baku, 2: panjang kepala, 3: panjang di muka sirip punggung, 4: panjang dahi, 5: panjang rahang atas, 6: panjang hidung, 7: tinggi moncong, 8: tinggi pangkal kepala/leher, 9: tinggi badan, 10: tinggi ekor, 11: diameter mata, 12: panjang sirip dada.

Penghitungan nisbah struktur morfometrik mengacu pada Soewardi et al. (1995) yang telah dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah menghilangkan semua indeks yang berhubungan dengan karakter panjang total dan tinggi maksimum. Indeks panjang bagian tubuh di muka sirip punggung/panjang total diganti dengan indeks panjang bagian tubuh di muka sirip punggung/panjang

(5)

baku. Dilakukan penambahan tiga indeks baru yaitu panjang sirip dada/panjang kepala, panjang diameter mata/panjang kepala dan tinggi bukaan mulut/tinggi kepala (Tabel 1).

Tabel 1 Data nisbah morfometrik yang dihitung. Kode Nisbah Keterangan

N1 KEP/BAK Panjang kepala/panjang baku

N2 MUK/BAK Panjang bagian muka sirip punggung/panjang baku N3 TIG/BAK Tinggi badan/panjang baku

N4 BEK/TOT Tinggi ekor/panjang baku N5 DAH/KEP Panjang dahi/panjang kepala N6 RAH/KEP Panjang rahang atas/panjang kepala N7 HID/KEP Panjang hidung/panjang kepala N8 MON/LEH Tinggi ‘moncong’/tinggi kepala N9 LEH/TIG Tinggi kepala/tinggi badan N10 BEK/TIG Tinggi ekor/tinggi badan N11 DIM/KEP Diameter mata/panjang kepala N12 TIG/TOT Panjang sirip dada/panjang kepala N13 TBM/LEH Tinggi bukaan mulut/tinggi kepala

Isolasi dan purifikasi DNA total mengacu pada metode Sambrooks et al. (1989). Amplifikasi gen cyt b K. limpok dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer yang digunakan adalah cbkr 1:

5’-CCCGAAAAACTCACCCCTTA-3’ dan cbkr 2:

5’-ATAGCCCGGTTAGAGGGTTT-3’ (Elvira 2009). Target primer ini adalah gen cyt b sepanjang 1104 bp. Komposisi pereaksi yang digunakan terdiri dari 10-100 ng sampel, 100 mM primer, 0.01 mM dNTP, 50 mM MgCl dan 1 unit Taq-polymerase. Kondisi PCR adalah sebagai berikut: predenaturasi selama 5 menit pada suhu 94oC, denaturasi selama 30 detik pada suhu 94oC, penempelan primer selama 45 detik pada suhu 60oC, elongation selama 1 menit pada suhu 72oC dan post PCR pada suhu 72oC selama 5 menit. Proses PCR dilakukan sebanyak 35 siklus. Visualisasi pita DNA dilakukan secara elektroforesis pada gel agarose 1,2% dengan voltase 85 mV selama 40 menit. Hasil elektroforesis diwarnai dengan menggunakan ethidium bromide. Pita DNA yang telah diwarnai diamati dengan sinar ultraviolet. Hasil PCR yang teramplifikasi dengan baik akan dirunut (sequens).

(6)

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan program R (Everitt & Hothorn 2006). Ringkasan data ditampilkan dalam nilai minimal, maksimal, rata-rata (mean) dan standar deviasi serta sebaran boxplot. Analisis pengelompokan dilakukan dengan metode principal component analysis (PCA). Pengolahan runutan gen cytochrome b dilakukan dengan program MEGA 4 (Tamura et al. 2007). Hasil runutan di aligment, kemudian dihitung keragaman dan jarak genetik intra dan antarpopulasi. Analisis pohon filogeni dari data runutan dilakukan dengan menggunakan metode Neighbour Joining. Data cyt b mtDNA ikan lais yang diperoleh dibandingkan dengan data gen cyt b K. limpok dari gen bank (www.ncbi.nlm.nih.gov) dan Sungai Kampar (Elvyra 2009) untuk melihat pola standar baku isi runutan maupun variasi yang terjadi. Kode akses K. limpok pembanding dari genbank DQ119431.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel

Analisis data parameter fisika-kimia lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode Principal Component Analysis (PCA). Hasil analisis menunjukkan keempat stasiun pengambilan sampel terbagi dalam tiga kelompok, yaitu Mandiangin, Simpang dan gabungan S. Bengkal dengan Pelayangan (Gambar 2). Lokasi Mandiangin dicirikan dengan kecepatan arus dan kecerahan yang tinggi. Lokasi Simpang dicirikan dengan kecerahan yang tinggi. Tidak ada parameter fisika-kimia perairan yang dominan di lokasi S. Bengkal dan Pelayangan.

Hasil uji t taraf 95% terhadap parameter fisika-kima perairan lokasi pengambilan sampel (Lampiran 5) menunjukkan keempat stasiun tidak memiliki parameter fisika-kimia yang berbeda nyata. Hal yang sama juga ditemukan ketika taraf uji t dinaikkan hingga 99%. Tidak ada lokasi yang memiliki parameter fisika-kimia yang berbeda nyata.

(7)

Gambar 2 Biplot PCA parameter fisika-kimia perairan lokasi pengambilan sampel, 1=Mandiangin, 2=S. Bengkal, 3=Pelayangan, 4=Simpang.

Parameter kecerahan yang biasanya menjadi ciri parameter fisika di daerah hulu ternyata berbeda dengan hasil penelitian ini. Kecerahan tertinggi justru didapatkan di daerah Simpang, yang merupakan lokasi pengambilan sampel paling hilir (muara). Hal ini mungkin diakibatkan banyaknya aktivitas penembangan emas liar (dompeng) di daerah Sarolangun, Muara Bungo dan Muara Tebo. Aktivitas dompeng mengangkat endapan pasir dan lumpur dalam volume yang sangat besar setiap hari. Hal ini menyebabkan sungai di daerah Sarolangun, Muara Tebo dan Muara Tembesi sangat keruh. Kecerahan yang tinggi di Simpang diduga karena telah terjadi pengendapan lumpur di sepanjang aliran sungai Batang Hari dari Muara Tembesi hingga Simpang. Sepanjang aliran sungai Batang Hari dari Muara Tembesi hingga Simpang bayak terdapat cerukan-cerukan (danau-danau) kecil yang membuat pengendapan lumpur lebih mudah. Selain itu daerah Simpang telah terpengaruh oleh pasang surut air laut, sehingga kualitas air (kecerahan) telah dipengaruhi oleh kecerahan air laut.

Hubungan nilai pH dengan alkalinitas dari penelitian yang dilakukan sedikit berbeda dengan yang dinyatakan pada literatur. Nilai pH yang didapatkan berkisar dari 7.2 hingga 7.9, sedangkan nilai alkalinitas berkisar dari 43-59 ppm. Menurut Wetzel (2001), jika pH berkisar dari 7 hingga 8 maka nilai alkalinitas akan berkisar dari 78 hingga 100 ppm. Jika alkalinitas berada pada angka 43-59 ppm, maka pH seharusnya berada di angka 6.3-6.5. Perbedaan nilai yang ditemukan dengan literatur kemungkinan disebabkan karena nilai alkalinitas mengalami fluktuasi yang besar di perairan.

(8)

Alkalinitas tidak hanya dipengaruhi pH, tetapi juga material organik terlarut dan aktivitas mikroba perairan. Selain itu, perbedaan nilai ini kemungkinan disebabkan oleh error pengukuran alkalinitas. Pengukuran alkalinitas dilakukan dengan metode titrasi asam basa yang sangat tergantung dengan ketajaman mata mengamati perubahan warna. Keragaman Struktur Morfometrik

Analisis pengelompokan dengan PCA menunjukkan individu K. limpok di DAS Batang Hari memiliki keragaman struktur morfometrik yang kecil. Individu K. limpok dari Mandiangin, Pelayangan dan Simpang tidak dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi. Akan tetapi, individu K. limpok dari S. Bengkal terpisah dengan K. limpok dari ketiga lokasi lain. Hal ini berarti bahwa struktur morfometrik K. limpok dari S. Bengkal berbeda dengan K. limpok dari lokasi lain. Secara umum tidak ada indeks morfometrik khusus penciri masing-masing lokasi yang ditemukan dalam penelitian ini. Hanya indeks N8 (tinggi ”moncong”/tinggi kepala) yang memiliki struktur paling berbeda diantara semua sampel yang dianalisis. Indeks N8 menunjukkan ciri berbanding terbalik dengan K. limpok dari S. Bengkal. Hal ini berarti individu K. limpok dari S. Bengkal memiliki struktur moncong yang lebih rendah.

Biplot PCA K. limpok, 1-10 = Mandiangin, 11-20 = S. Bengkal, 21-30 = Pelayangan, 31-40 = Simpang.

Keragaman gen cytochrome b DNA mitokondria

Terdapat keragaman gen cytochrome b yang cukup besar pada populasi K. limpok di DAS Batang Hari. Keragaman nukleotida yang ditemukan sebesar 1.19 % (11 situs),

(9)

yang terdiri dari empat situs parsimoni dan tujuh situs pencilan (Tabel 2).. Keragaman ini untuk empat runutan gen cytochrome b sepanjang 927 nukleotida. Keragaman gen cytochrome b K. limpok di Sungai Kampar hanya sebesar 0.68% (Elvyra 2009). Keragaman ini untuk tiga runutan gen cytochrome b sepanjang 927 bp. Perbedaan jumlah runutan yang digunakan memang berpengaruh terhadap perbedaan nilai keragaman, akan tetapi keragaman K. limpok di DAS Batang Hari hampir dua kali lebih besar dibanding DAS Kampar. Aboim et al. (2005), menemukan keragaman runutan gen cyt b intra populasi pada Helicolenus dactylopterus hanya berkisar 0.2-0.7%. Nilai keragaman ini untuk runutan gen cyt b sepanjang 423 bp dengan 40 individu.

Tabel 2 Daftar situs variabel pada K. limpok dari DAS Batang Hari

Individu Basa nukleotida ke-

000 333 123 000 666 456 000 889 890 111 888 123 111 999 012 555 899 901 666 000 789 666 111 345 666 444 345 777 666 012 888 667 890 Triplet kodon ke-

011 022 030 061 064 197 203 205 215 254 290

Mandiangin GTA CAC GCC TGC CTG CTT CTA ACC CCT AAT CAG

(val)** (leu)** (asn)* (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn) (gln)*

S. Bengkal GTA CTC GAC TGT CTA CTC TTA ACT CCT AAC CAA

(val) (his)* (ala)** (cys) (leu) (leu) (leu) (thr) (pro) (asn) (gln)

Pelayangan GTA CAC GCC TGC CTA CTC CTA ACT CCT AAC CAA

(val) (his) (ala) (cys) (leu) (leu) (leu) (thr) (pro) (asn) (gln)

Simpang ATA CAC GCC TGC CTG CTT CTA ACC CCC AAT CAA

(ile) ** (his) (ala) (cys) (leu) (leu) (leu) (thr) (pro) (asn) (gln)

*=polar, **= non polar, dasar buram = situs parsimoni, dasar putih = situs pencilan, dalam kurung = nama asam amino yang disandikan.

Empat situs parsimoni yang ditemukan konsisten membedakan K. limpok Mandiangin-Simpang dengan K. limpok S. Bengkal-Pelayangan. Keempat situs ini merupakan substitusi transisi, tiga terjadi pada basa pirimidin (timin menjadi sitosin atau sebaliknya) dan satu terjadi pada basa purin (guanin menjadi adenin atau sebaliknya). Selain bersifat transisi, substitusi pada keempat situs ini terjadi pada kodon ketiga, sehingga tidak ada yang mengakibatkan perubahan asam amino yang disandikan (substitusi silent).

(10)

Tujuh situs pencilan pada K. limpok Batang hari terdiri empat situs di S. Bengkal, dua situs di Simpang dan satu situs di Mandiangin. Dua diantara empat situs pencilan di S. Bengkal bersifat substitusi non silent (mengubah jenis asam amino yang disandikan) dan mengubah sifat asam amino yang disandikan dari polar menjadi nonpolar atau sebaliknya. Satu situs pencilan pada K. limpok Simpang juga bersifat substitusi nonsilent, akan tetapi tidak mengubah sifat asam amino yang disandikan. Satu situs pencilan di Mandiangin bersifat substitusi silent.

Struktur morfometrik yang berbeda, dan banyaknya situs nukleotida dan asam amino pencilan pada K. limpok S. Bengkal merupakan informasi yang mebutuhkan penelitian lebih lanjut. Empat dari tujuh situs nukleotida pencilan K. limpok DAS Batang Hari ditemukan di S. Bengkal. Dua dari empat nukleotida pencilan S. Bengkal bersifat substitusi nonsilent. Kedua substitusi nonsilent ini mengubah sifat asam amino yang disandikan. Pengamatan di lapangan menunjukkan S. Bengkal merupakan lokasi dengan aktivitas dompeng terbanyak. Lokasi ini juga ditandai dengan kecerahan yang sangat rendah (54 cm), pH dan DO yang tinggi (7.9 dan 11.4 ppm). Penelitian lanjutan dengan mengukur parameter kimia perairan yang lebih lengkap dibutuhkan untuk membantu menjelaskan tingginya tingkat mutasi K. limpok di S. Bengkal. Menurut Lawrence dan Hemingway (2003), mutasi organisme di perairan terutama dipengaruhi oleh kadar hidrokarbon dan logam terlarut. Parameter kimia yang disarankan untuk dianalisis adalah kadar logam terlarut terutama merkuri (Hg). Merkuri umum digunakan sebagai pengendap emas dalam aktivitas dompeng di DAS Batang Hari. Merkuri telah terbukti menyebabkan mutagen pada DNA manusia, tikus, lumba-lumba dan kerang (Betti & Nigro 1996; Tran et al. 2007).

Penelitian ini menemukan bahwa telah terjadi perbedaan gen cyt b yang signifikan antar populasi K. limpok di DAS Batang Hari. Empat situs nukleotida parsimoni pada K. limpok seperti membagi daerah dengan kecerahan rendah (S. Bengkal-Pelayangan) dengan daerah yang relatif memiliki kecerahan tinggi (Mandiangin-Simpang). Selain analisis parameter kimia perairan, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang ukuran populasi, intensitas penangkapan dan rasio jantan betina dalam populasi K. limpok untuk menganalisis adanya perbedaan gen cyt b K. limpok di DAS Batang Hari. Menurut Yamaguchi et al. (2010) intensitas penangkapan yang tinggi akan menimbulkan keragaman gen yang tinggi antar populasi dan menurunkan keragaman

(11)

intrapopulasi. Ukuran populasi yang kecil akan memacu inbreeding sehingga akan meningkatkan keragaman gen antar populasi (Reed & Frankham 2003).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Populasi K. limpok di DAS Batang Hari memiliki keragaman struktur morfometrik yang kecil, akan tetapi individu dari Sungai Bengkal memiliki struktur morfometrik yang berbeda dengan K. limpok dari lokasi lain. Tedapat keragaman gen cytochrome b DNA mitokondria yang cukup besar pada populasi K. limpok di DAS Batang Hari.

Saran

Diperlukan analisis parameter fisika-kimia perairan yang lebih lengkap di DAS Batang Hari, terutama untuk parameter logam dan hidrokarbon terlarut. Penelitian lanjutan tentang ukuran populasi, intensitas penangkapan dan rasio jantan betina dalam populasi K. limpok diperlukan untuk menganalisis adanya perbedaan gen cyt b K. limpok di DAS Batang Hari.

DAFTAR PUSTAKA

Aboim MA, Menezes GM, Schlitt T, Rogers AD. 2005. Genetic structure and history of populations of the deep-sea fish Helicolenus dactylopterus (Delaroche, 1809) inferred from mtDNA sequence analysis. Mol. Ecol. 14:1343–1354.

Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2009. Fisiologi ikan, pencernaan dan penyerapan makanan. IPB Press, Bogor, 240 p.

Betti C, Nigro M. 1996. The comet assay for the evaluation of the genetic hazard of pollutans in Cetaceans: premilinary results on the genotoxic effects of methyil-mercury on the bottle nosed dolphin (Tursiops truncatus) lymphocytes in vitro. Marine Pollution Bulletin 32:545-548.

Elvyra R. 2009. Kajian keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais di sungai Kampar Riau [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Everitt BS, Hothorn T. 2006. A Handbook of Statistical Analyses Using R. CRC Press,

Boca Raton, .

(12)

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indinesia and Sulawesi. Periplus Edition Ltd, Jakarta, 293 p.

Lacy RC. 1997. Importance of genetic variation to the viability of mammalian populations. J. Mammal 78:320-335.

Lawrence A, Hemingway K. 2003. Effects of Pollution on Fish, Molecular Effects and Population Responses. Blackwell publishing company.United Kingdom.

Reed DH, Frankham R. Correlation between fitness and genetic diversity. Conservation Biology 17: 230-237.

Sabiham S, Hisao F. 1986. Problem soils in southeast Asia: A study of floral composition of peat soil in the lower Batang Hari river basin of Jambi, Sumatra. Southeast Asian Stud 24:113-133.

Sambrooks J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning a Laboratory Manual. Ed ke-2. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Pr.

Soewardi K, Rachmawati R, Bengen DG, Affandi R. 1995. Penelusuran varietas ikan Gurame, Osphronemus goramy, Lacepede, dengan menggunakan analisis komponen utama. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 3:1-15.

Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: molecular evolutionary genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Mol. Biol. Evol. 24:1596-1599.

Tan HH, Kottelat M. 2009. The fishes of Batang Hari drainage, Sumatera, with description of six new species.Ichthyol. Explor. Freshwaters 20:13-69.

Tran D, Moody AJ, Fisher AS, Foulkes ME, Jha AN. 2007. Protective effects of selenium on mercury-induced DNA damage in mussel haemocytes. Aquatic Toxicology 84:11-18.

Voris HK. 2000. Maps of pleistocene sea level in southeast asia : shorelines, river system and time durations. J. Biogeo 27:1153-1167.

Wetzel RG. 2001. Limnology Lakes and River Ecosystems, 3rd edition. San Diego: Academic Press.

Yamaguchi K, Nakajima M, Taniguchi N. 2010. Loss of genetic variation and increased population differentiation in geographically peripheral populations of Japanese char Salvelinus leucomaenis. Aquaculture 308:520-528.

Gambar

Gambar  1  Peta  lokasi  pengambilan  sampel,  1:  Mandiangin  Tebet,  2:  Sungai     Bengkal, 3: Pelayangan, 4: Simpang
Gambar  2  Struktur  morfologis  Kryptopterus  yang  diukur  ,  1:  panjang  baku,  2:
Tabel 1 Data nisbah morfometrik yang dihitung.
Gambar  2  Biplot  PCA  parameter  fisika-kimia  perairan  lokasi  pengambilan  sampel,  1=Mandiangin, 2=S
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bab IV yaitu mengenai dinamika kehidupan Paguyuban Sumarah di Surakarta pada tahun 1970-1998, pada era ini nampak adanya kecenderungan dukungan politik Orde Baru

Pencapaian Kinerja Organisasional tersebut dipengaruhi dari tingkat penerapan manajemen Tatakelolah pembangkit dan juga di pengaruhi oleh 3 variabel yaitu lingkungan kerja,

Memperhatikan : Hasil-hasil sidang pleno III Mubes SEMA FAPERTA UNINUS Bandung tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SEMA FAPERTA Mahasiswa Universitas Islam

Para ekonom dan pasar keuangan telah memperkirakan akan nada hawkish dari pertemuan BoE kali ini setelah sinyal BoE pada bulan Agustus lalu apabila tingkat suku bunga

Dengan adanya rancangan aplikasi pengelolahan nilai diharapkan dapat membantu dalam pengelolahan nilai akhir siswa seperti pengolahan nilainya, pencarian dan

Air baku kontak dengan mikroorganisma yang tersuspensi di dalam air maupun yang menempel pada permukaan media sehingga terjadi penguraian senyawa organik Pembiakan

Apabila RUPO yang diselenggarakan memutuskan untuk mengadakan perubahan atas Perjanjian Perwaliamanatan dan/atau perjanjian lainnya antara lain sehubungan dengan

Tujuan yang ingin dicapai dari perancangan produk ini adalah mempermudah pendisplayan barang yang akan dipamerkan, mengakomodasi kebutuhan pendisplayan barang, dan