KATA PENGANTAR
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan melakukan telaah dampak yang terjadi, dalam bentuk dokumen AMDAL. Dokumen tersebut merupakan salah satu bentuk studi kelayakan dari sudut pandang aspek lingkungan.
Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diikuti dengan peraturan perundang-undangan dibawahnya yang lebih rinci, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1996 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan kajian AMDAL guna mengantisipasi terjadinya dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positifnya.
Kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang berkepentingan dengan adanya rencana usaha/kegiatan tersebut dapat memberikan saran/pendapat guna memperbaiki dokumen ini.
Jakarta, November 2007 General Manajer
PPGM,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang I-1
1.2. Tujuan dan Manfaat I-2
1.2.1. Tujuan 1-2
1.2.2. Manfaat 1-3
1.3. Peraturan I-3
BAB 2. RUANG LINGKUP STUDI
2.1. Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah dan Alternatif Komponen
Rencana Kegiatan II-1
2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah II-1
2.1.1.1. Status Studi AMDAL II-1
2.1.1.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang
Setempat II-2
2.1.1.3. Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak II-5
2.1.1.3.1. Uraian Umum Rencana Kegiatan II-5
2.1.1.3.2. Rencana Kegiatan yang Diduga Akan
Menim-bulkan Dampak II-36
2.1.1.4. Kegiatan-Kegiatan yang ada di Sekitar Rencana Lokasi
Kegiatan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan II-71
2.2. Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal II-74
2.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia II-74
2.2.1.1. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan II-74
2.2.1.2. Fisiografi dan Geologi II-79
2.2.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air II-86
2.2.1.4. Kondisi Hidro-Oseanografi II-93
2.2.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah II-100
2.2.1.6. Transportasi II-104
2.2.2. Komponen Biologi II-105
2.2.2.1. Biota Darat II-105
2.2.2.2. Biota Air II-107
2.2.3. Komponen Sosial II-107
2.2.3.1. Kependudukan II-107
2.2.3.2. Sosial Ekonomi II-113
2.2.4. Komponen Kesehatan Masyarakat II-123
2.2.4.1. Sumberdaya Kesehatan II-123
2.2.4.2. Derajat Kesehatan Masyarakat II-125
2.2.4.3. Kesehatan Lingkungan II-128
2.3. Pelingkupan II-128
2.3.1. Proses Pelingkupan II-128
2.3.2. Hasil Pelingkupan II-165
2.3.2.1. Dampak Penting Hipotetik II-165
2.3.2.2. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian II-167
BAB 3. METODE STUDI
3.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data III-1
3.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia III-2
3.1.1.1. Iklim, Kualitas udara Ambien, Kebisingan, Kebauan dan
Getaran III-2
3.1.1.1.1. Iklim III-2
3.1.1.1.2. Kualitas udara, kebisingan dan kebauan III-6
3.1.1.2. Fisiografi dan Geologi III-7
3.1.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air III-10
3.1.1.3.1. Hidrologi III-10
3.1.1.3.2. Kualitas Air III-13
3.1.1.4. Hidro-Oseanografi III-18
3.1.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah III-23
3.1.1.6. Transportasi Darat III-25
3.1.2. Komponen Biologi III-30
3.1.2.1. Biota Air Tawar III-30
3.1.2.1.1. Plankton III-31
3.1.2.1.2. Benthos III-32
3.1.2.1.3. Nekton III-32
3.1.2.2. Biota Air Laut III-32
3.1.2.2.1. Terumbu Karang III-32
3.1.2.2.2. Nekton III-34
3.1.2.3. Vegetasi Alami dan Budidaya III-34
3.1.2.4. Satwa Liar III-35
3.1.3. Komponen Sosial III-36
3.1.3.1. Demografi III-38
3.1.3.2. Sosial Ekonomi III-39
3.1.3.3. Sosial Budaya III-41
3.1.4. Komponen Kesehatan Masyarakat III-43
3.2. Metode Prakiraan Dampak Penting III-55
3.2.1. Prakiraan Besaran Dampak III-55
3.2.2. Prakiraan Sifat Penting Dampak III-58
BAB 4. PELAKSANA STUDI
4.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL IV-1
4.1.1. Pemrakarsa IV-1
4.1.2. Identitas Penyusun AMDAL IV-1
4.2. Biaya Studi IV-3
4.3. Waktu Studi IV-4
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar Pelaksanaan Studi
AMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah I-4
2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasarana dan Sarana Lain II-5
2.2. Komposisi Gas Hasil Produksi Gas Blok Matindok (dalam % mol ) II-7
2.3. Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok II-8
2.4. Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok II-13
2.5. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pemboran Per Sumur
Pengembangan II-37
2.6. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan BS dan GPF II-38 2.7. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Transmisi Gas II-39
2.8. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangungan GPF II-40
2.9. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Kilang LNG II-41
2.10. Peralatan Konstruksi Kilang LNG II-44
2.11. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Operasional dalam Satu Unit
GPF II-58
2.12. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Penyaluran Gas dan Kondensat II-59
2.13. Emisi Udara Kilang LNG II-66
2.14 Data Iklim Wilayah Studi II-74
2.15. Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan
Kebauan II-75
2.16. Konversi ISPU Menjadi Skala Kualitas Lingkungan II-76
2.17. Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan II-77
2.18. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara & Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan II-78
2.19. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan II-79
2.20. Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Tanah II-87
2.21. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk II-88
2.22. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk II-89
2.23. Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Sungai II-89
2.24. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai II-90
2.25. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai II-91
2.26. Debit Harian Rata-Rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai II-92
2.27. Konstanta Pasut Yang Diperoleh Dari Pengukuran 15 Hari II-95
2.28. Jumlah Penduduk Menurut Rasio dan Jenis Kelamin di Wilayah Studi Tahun 2004 II-107 2.29. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi di Wilayah
Studi Tahun 2004
2.30 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan di
Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 II-109
2.31. Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Per Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004
II-110 2.32. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Pekerjaan per
Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 II-111
2.33. Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999 – 2003 (juta rupiah) II-114
2.34. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999 – 2003 (%) II-115
2.35. Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 II-122 2.36. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Kecamatan di Wilayah studi Tahun 2004 II-122 2.37. Jumlah sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana dan Status Kepemilikan di Kab.
Banggai Tahun 2003 II-123
2.38. Banyaknya Dokter Menurut Kecamatan di Kab. Banggai Tahun 2003 II-124
2.39. Persentase Sepuluh Besar Penyakit di Kab. Banggai Tahun 2003 II-126
2.40. Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
II-166 2.41. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial Rencana Kegiatan Pengembangan
Gas Matindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah II-169
2.42. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi Kegiatan Pengembangan Gas
Matindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah II-170
3.1. Penggolongan Tipe Iklim III-5
3.2. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data untuk Kualitas Udara,
Kebisingan dan Kebauan III-7
3.3. Aspek-aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang Erat Antara Topografi,
Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif III-8
3.4. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi III-9
3.5. Parameter, serta Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidrologi III-10
3.6. Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan diukur (Sesuai PERMENKES
907/MENKES/SK/VII/2002) III-13
3.7. Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan diukur (Sesuai PP RI No. 82 Tahun
2001) III-14
3.8. Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi Metode Pengujian Kualitas Air III-17 3.9. Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan (Sesuai dengan
KEPMENLH No. 51 Tahun 2004) III-20
3.10. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidro-Oseanografi III-21 3.11. Perbandingan Koefisien Pecah Gelombang dan Faktor Skala Pecah Gelombang III-23
3.12. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur III-26
3.13. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan Dengan Bahu (FCsf) III-27 3.14. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan dengan Kereb (FCsf) III-27
3.15. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota III-28
3.16. Faktor Penyesuaian Distribusi Arah (Jalan tanpa median) III-28
3.17. Kapasitas Dasar (Co) III-28
3.18. Skala Kualitas Lingkungan Penutupan Terumbu Karang III-33
3.19. Metode Sampling/Analisis Data dan Peralatan Untuk Pengamatan Komponen Biologi
III-36
3.21. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Demografi, Sosial Ekonomi
dan Sosial Budaya III-42
3.22. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Kesehatan Masyarakat III-43
3.23. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kesehatan Masyarakat III-44
3.24. Komponen/Parameter Lingkungan, Metode Pengumpulan dan Lokasi
Pengambilan Data III-46
3.25. Ringkasan Hasil Analisis Data dan Skala Kualitas Lingkungan Awal
Masing-masing Parameter Lingkungan Yang Terkena Dampak III-54
3.26. Metode Prakiraan Besaran Dampak Untuk Masing-Masing Parameter Lingkungan
Pada Jenis-Jenis Dampak Hipotetik III-55
3.27. Ringkasan Hasil Prakiraan Besaran Dampak Rencana Kegiatan Proyek
Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah III-57
3.28. Pembobotan Paramater Penentu Tingkat Kepentingan Dampak III-60
3.29. Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak III-61
3.30. Ringkasan Hasil Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek
Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah III-62
3.31. Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting III-64
4.1. Susunan Tim Pelaksana Studi AMDAL IV-2
4.2. Jadwal Rencana Penyusunan Studi AMDAL PT. Pertamina EP-Matindok Sulawesi
DAFTAR GAMBAR
2.1. Peta Rencana Lokasi Kegiatan PPGM II-3
2.2. Peta RTRW Kabupaten Banggai yang Termasuk Dalam Wilayah Studi II-4
2.3. Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1 II-9
2.4. Skema Rencana Pengembangan Tahap 2 II-9
2.5. Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026 II-9
2.6. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai – Sula, Lengan Timur Sulawesi II-12
2.7. Lokasi Block Station Donggi danFlowline II-14
2.8. Lokasi Block Station Matindok dan Flowline II-15
2.9. Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline II-15
2.10. Lokasi Block Station Sukamaju danFlowline II-16
2.11. Lokasi Block Station Minahaki danFlowline II-16
2.12. FlowlineDiagram II-17
2.13. Diagram AlirBlock Station/Gathering Station II-19
2.14. Skema KerjaDehydration Plant II-20
2.15. Diagram AlirAcid Gas Removal Unit II-22
2.16. PFD Acid Removal dan Sulvur Recovery Unit (Claus Process) II-24
2.17. Disain Peletakan Pipa Sejajar Jalan Raya II-49
2.18. Disain PeletakanTypical Highway Crossing II-49
2.19. Disain PeletakanTypical River CrossingDi Bawah Dasar Sungai II-50
2.20. Peta Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan II-73
2.21. Peta Geologi Daerah Batui II-81
2.22. PetaSeismicity Sulawesi dari Tahun 1900 II-85
2.23. Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan II-94
2.24. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali II-96
2.25. Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi II-97
2.26. Mawar Gelombang Maksimum II-98
2.27. Mawar Arus Pasang Surut II-99
2.28. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Banggai II-101
2.29. Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat II-102
2.30. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan Pengembangan Gas
Matindok PT Pertamina di Kab. Banggai II-131
2.31. Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Rencana Kegiatan Pengembangan gas Matindok PT Pertamina di Kab. Banggai
II-132
2.32. Peta Batas Wilayah Studi AMDAL II-171
3.1. Poligon Thiessen III- 4
3.2. Grafik Penentuan Tipe Hujan Menurut Schmidt dan Fergusson (1951) III- 5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengumuman Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Lampiran 2. Berita Acara Konsultasi Masyarakat Proyek Pengembangan Gas Matindok Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan Konsultasi Masyarakat
Lampiran 4. Daftar Peralatan Berat dan Ringan Lampiran 5. Peta – Peta
Lampiran 6. Kuesioner Komponen Sosial dan Kesehatan Masyarakat Lampiran 7. Riwayat Hidup Penyusun Dokumen AMDAL
Lampiran 8. Lain-lain (Kep. MPE No. 300K/38/MPE/1997, Codes and Standards) Lampiran 9. Gambar-Gambar Pelabuhan Khusus Kilang LNG
Lampiran 10. Gambar Diagram Alir Kilang LNG ”Donggi-Senoro” yang Disederhanakan Lampiran 11. List of Code, Standard, and Reference
Lampiran 12. Skala Kualitas Lingkungan
Lampiran 13. Tanggapan Notulensi Rapat Tim Teknis dan Komisi Penilai AMDAL Pusat Pembahasan KA-ANDAL PPGM
Bab-
1
P
ENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut, dibentuk Pengelola yaitu Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM). Pada saat penyusunan dokumen ini, peran PT PERTAMINA mengalami perubahan sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, di mana tugas manajemen Kegiatan Minyak dan Gas Bumi Hulu dipindahkan dari Pertamina menjadi tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tersebut PT PERTAMINA (Persero) membentuk anak perusahaan yaitu PT Pertamina-EP yang khusus menangani dalam Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PT Pertamina - EP dibentuk berdasarkan Akta Notaris nomor 4 pada tanggal 13 September 2005.
PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta akan berperan penting dalam mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara pengekspor LNG terbesar di dunia. Pembangunan PPGM sangat tepat waktu karena akan meningkatkan kontribusi sektor minyak dan gas bumi dalam menyumbangkan devisa bagi negara dan kemungkinan sebagian untuk substitusi BBM dalam negeri. LNG Arun yang terdapat di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sedang mengalami penurunan produksi. Oleh karena itu, Proyek LNG ini akan memperkuat produksi LNG Indonesia yang dapat dipasarkan dan akan menjadi pusat ekspor LNG keempat di Indonesia. PPGM diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009.
Proyek Pengembangan Gas Matindok merupakan kegiatan pembangunan fasilitas yang lengkap mulai dari memproduksi gas bumi dari sumur yang telah dieksplorasi maupun dari rencana sumur pengembangan yang berasal dari 5 lapangan gas bumi, yaitu: lapangan-lapangan gas Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju, dan Minahaki. Kemudian gas tersebut disalurkan melalui pipa menuju kilang LNG, untuk kemudian gas tersebut dipasarkan melalui pelabuhan menggunakan kapal tanker LNG.
Kemampuan produksi gas dari Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat ± 850 bopd, dan air yang terikut diproduksikan diperkirakan ± 2500 bwpd, dengan prakiraan umur produksi 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas yang ada dan hasil kajian keekonomian pengembangan lapangan. Gas yang diproduksi mengandung CO2± 2,5%, Total Sulfur ± 3.000 ppm dan kemungkinan juga mengandung unsur
yang lainnya.
1.2. TUJUAN DAN MANFAAT 1.2.1. Tujuan
Tujuan Proyek ini adalah memproduksi gas bumi, menyalurkan gas ke kilang LNG, memproses gas menjadiLiquid Natural Gas (LNG), serta mengangkut LNG dan hidrokarbon cair (kondensat) ke pasaran. Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu maka PPGM merencanakan akan melakukan kegiatan pengembangan Sumur Gas, pembangunanBlock Station(BS) atau Fasilitas Pemrosesan Gas (Gas Processing Facility, disingkat GPF), pemasangan Pipa Penyalur Gas dan pembangunan Fasilitas Kilang LNG, termasuk fasilitas pelabuhan laut khusus. Pelabuhan laut khusus tersebut direncanakan akan dibangun pada dua alternatif lokasi yaitu di daerah Kecamatan Batui dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
1.2.2. Manfaat
Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini sangat bermanfaat secara ekonomi, sosial dan teknologi bagi kepentingan lokal, regional, dan nasional. Manfaat PPGM itu antara lain:
1. Tersedianya Gas, Liquid Natural Gas (LNG), hidrokarbon cair (kondensat) dan belerang (sulphur)
2. Peningkatan pendapatan bagi Kabupaten Banggai (tingkat lokal), Provinsi Sulawesi Tengah (tingkat regional) dan tingkat nasional melalui pajak dan royalti dari hasil penjualan LNG, kondensat dan belerang (sulphur).
3. Memberikan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal, regional dan nasional 4. Peningkatan kemampuan bangsa dalam penguasaaan teknologi produksi gas. Selain bermanfaat secara ekonomi, sosial dan teknologi, pelaksanaan Proyek Pengembangan Gas Matindok ini diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap beberapa komponen lingkungan hidup. Oleh karena itu PT Pertamina EP – PPGM bermaksud melaksanakan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sebelum dilakukan pembangunan fisik di lapangan. Hal ini sesuai dengan komitmen perusahaan untuk berpartisipasi mewujudkan perlindungan terhadap lingkungan pada setiap kegiatan yang dilakukan. Disamping itu, terkait dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Hasil studi AMDAL pada dasarnya berupa informasi tentang berbagai komponen kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting yang bersifat positif dan negatif, penilaian kelayakan lingkungan dari rencana kegiatan tersebut.
1.3. PERATURAN
Di bawah ini adalah daftar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan rencana kegiatan dan peraturan sebagai dasar pelaksanan studi AMDAL (Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar Pelaksanaan Studi AMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
A. Republik IndonesiaUndang-Undang Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Undang-Undang No. 5
Tahun 1960 Pokok-pokok Agraria Terkait dengan pengadaan lahan
2. Undang-Undang No. 4
Tahun 1985 Perikanan Terkait dengan kegiatan pemasangan pipa didasar laut
3. Undang-Undang No. 5
Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya AlamHayati dan Ekosistemnya Terkait dengan keberadaan berbagai ekosistemalam dan adanya Cagar Alam Bangkiriang di sekitar rencana kegiatan
4. Undang-Undang No. 14
Tahun 1992 Lalulintas dan Angkutan Jalan Penggunaan jalan Provinsi dan jalan-jalan umumuntuk kegiatan proyek 5. Undang-Undang No. 21
Tahun 1992 Pelayaran Terkait dengan adanya rencana pengangkutanLNG dengan moda kapal laut 6. Undang-Undang No. 23
Tahun 1992
Kesehatan Terkait dengan pemeliharaan kesehatan pekerja
dan masyarakat sekitar rencana kegiatan 7. Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 Penataan Ruang Terkait dengan kesesuaian lokasi rencanakegiatan dengan tata ruang 8. Undang-Undang No. 5
Tahun 1994 Pengesahan Konvensi Internasionalmengenai Keanekaragaman Hayati Terkait dengan upaya pengelolaan keaneka-ragaman hayati yang ada di beberapa bagian lokasi proyek
9. Undang-Undang No. 1
Tahun 1995 Perseroan Terbatas Terkaitpemrakarsadengan status hukum institusi
10. Undang-Undang No. 23
Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup Terkait dengan arti penting Studi AMDAL 11. Undang-Undang No. 41
Tahun 1999 Kehutanan Terkait dengan keberadaan lahan yang akandigunakan oleh proyek yang dikuasasi oleh Departemen Kehutanan dan perkebunan
12. Undang-Undang No. 22
Tahun 2001 Minyak dan Gas Bumi Terkait dengan operasional usaha peminyakandan gas bumi 13. Undang-Undang No. 65
Tahun 2001 Pajak Daerah Terkait dengan kewajiban pemrakarsa untukmembayar pajak untuk daerah 14. Undang-Undang No. 20
Tahun 2002 Ketenagakerjaan Terkaitrekrutmen dan hak serta kewajiban pemrakarsadengan tatacara dan pengaturan terhadap tenaga kerja
15. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003
Badan Usaha Milik Negara Terkait dengan status pemrakarsa sebagai
Badan Usaha Milik Negara 16. Undang-Undang No. 7
Tahun 2004 Sumberdaya Air Terkait dengan hubungan Pemrakarsa meng-gunakan sungai untuk kegiatan pemboran gas 17. Undang-Undang No. 16
Tahun 2004 Perikanan Terkait dengan hubungan pemrakarsa meng-gunakan air laut sebagai tempat pelabuhan gas 18. Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 Pemerintahan Daerah Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengankewenangan pemerintah daerah sebagai daerah otonom
19. Undang-Undang No. 33
Tahun 2004 Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Terkait dengan pengaturan kewajiban pemra-karsa untuk membayar pajak untuk daerah dan pemerintah pusat
B. PemerintahPeraturan
Republik Indonesia Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. PP No. 19 Tahun 1973 Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
Terkait dengan tata cara pengaturan dan
pengawasan untuk keselamatan kerja di
bidang pertambangan
2. PP No. 35 Tahun 1991 Sungai Terkait dengan keberadaan banyak sungai yang
terpotong oleh pemasangan pipa dan peng-gunaan air sungai dalam kegiatan proyek.
3. PP No. 41 Tahun 1993 Angkutan Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasan
moda angkutan darat yang digunakan dalam proyek
4. PP No. 43 Tahun 1993 Prasarana dan Lalulintas Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasan prasarana dan lalulintas kendaraan darat yang digunakan dalam proyek
5. PP No. 47 Tahun 1997 Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tataruang
6. PP No. 62 Tahun 1998 Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang Kehutanan Kepada Daerah
Terkait adanya kemungkinan penyerahan
sebagian urusan pemerintah di bidang
kehutanan kepada daerah yang terkait dengan rencana kegiatan
7. PP No. 68 Tahun 1998 Konservasi Sumberdaya Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam Terkait dengan upaya konservasi di sekelilingwilayah studi 8. PP No. 85 Tahun 1999 Perubahan PP. No. 18 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Terkait dengan pengaturan dan pengawasan limbah B3 yang dihasilkan oleh rencana kegiatan
9. PP No. 19 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut Pengaturan dan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut yang terkait dengan kegiatan di pantai
10. PP No. 27 Tahun 1999 Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Terkait dengan arti penting pelaksanaan studiAMDAL
11. PP No. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara Terkait dengan pengaturan dan pengendalian pencemaran udara yang mungkin ditimbulkan oleh rencana kegiatan
12. PP No. 82 Tahun 1999 Angkutan di Perairan Pengaturan dan pengawasan tentang lalulintas kapal laut yang digunakan dalam rencana kegiatan
13. PP No. 81 Tahun 2000 Kenavigasian Terkait dengan operasional dermaga
14. PP No. 150 Tahun
2000 Pengendalian Kerusakan Tanahuntuk Produksi Biomasa Terkait dengan pengaturan dan pengendaliankerusakan tanah yang ditimbulkan oleh proyek untuk produksi biomasa
15. PP No. 74 Tahun
2001 Pengelolaan Bahan Berbahayadan Beracun (B3) Terkait dengan pengaturan, penanganan danpengawasan limbah B3 yang dihasilkan oleh rencana kegitan
B. PemerintahPeraturan
Republik Indonesia Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
16. PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air Terkait dengan pengaturan dan pengelolaankualitas air dan pengendalian pencemaran air oleh rencana kegiatan, terutama pada tahap operasional.
17. PP No. 42 Tahun 2002 Badan Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi Terkait dengan hak dan kewajiban BadanPelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam pembinaan kegiatan migas oleh pemrakarsa.
18. PP No. 51 Tahun 2002 Perkapalan Terkait dengan operasional dermaga
19. PP No. 20 Tahun 2006 Irigasi Pengaturan dan pengawasan terhadap
pem-boran yang akan mencemari irigasi masyarakat 20. PP No. 109 Tahun
2006 Penanggulangan Keadaan DaruratTumpahan Minyak di Laut Terkaittumpahan minyak di lautdengan upaya penanggulangan 21. PP No. 6 Tahun 2007 Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan
Pengaturan yang terkait dengan adanya
penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kegiatan migas
22. PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerin-tahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengan kewenangan Pemerintah Daerah
C. Keputusan Presiden
Republik Indonesia Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Keppres No. 18 Tahun
1978 Ratifikasion Civil Liability for Oil PollutionInternational Convention Damage1969 (CLC 1969)
Terkait dengan pengaturan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak
2. Keppres No. 46 Tahun
1986 PengesahanPrevention of Pollution from ShipsConvention for the (Marpol 1973/1978 Annex I & II)
Terkait dengan upaya-upaya pencegahan dan
pengendalian pencemaran air laut yang
diakibatkan oleh kegiatan lalulintas kapal laut
3. Keppres No. 32 tahun
1990 Pengelolaan Kawasan Lindung Terkaitkawasan lindung yang terpengaruh oleh rencanadengan pengaturan pengelolaan kegiatan.
4. Keppres No. 43 Tahun
1991 Konservasi Energi Terkait dengan upaya-upaya konservasi energiyang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam operasionalisasi proyek.
5. Keppres No. 102
Tahun 2006 Penanggulangan KeadaanDarurat Tumpahan Minyak di Laut
Terkait dengan pengaturan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak
6. Perpres No. 65 Tahun
2006 Pengadaan Tanah BagiPelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Pengaturan dan pengawasan pengadaan tanah bagi pemrakarsa yang terkait untuk kepentingan umum.
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Kep.Men Perhubungan
No. 215/N.506/PHB-87 Pengadaan Fasilitas PenampunganLimbah dari Kapal Terkait adanya kewajiban pemrakarsa untukmengadakan fasilitas penampungan limbah dari kapal-kapal.
2. Kep.Men.Neg Kependu-dukan dan Lingkungan
Hidup No. 02/MEN
KLH/I/ 1988
Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan Terkait dengan batas Baku Mutu Lingkunganuntuk berbagai parameter lingkungan yang harus diacu oleh pemrakarsa
3. Kep.Men.Hub. No. KM
23 Tahun 1990 Usaha Salvage dan/atau PekerjaanBawah Air (PBA) Terkait dengan pekerjaan pemasangan pipa
4. Kep.Men Perhubungan
No. KM 86 Tahun 1990 Pencegahan Pencemaran Minyakdari Kapal-kapal Terkaitpengawasandengandan upaya-upayapencegahan pengaturan,terjadinya pencemaran minyak dari kapal-kapal.
5. Kep. MPE No.
06P/0746/M.PE/ 1991 Pemeriksaan Keselamat-an KerjaUntuk Instalasi, Peralatan, dan Teknis
Adanya kewajiban untuk melakukan
pemeriksaan keselamatan kerja untuk instalasi, peralatan dan teknis secara rutin.
6. Kep. MNLH No.
Kep-35/ MENLH/10/1993 Ambang Batas Emisi Gas BuangKendaraan Bermotor Adanyakendaraan bermotor yang digunakan olehbatasan emisi gas buang bagi pemrakarsa
7. Kep.Men PU No.
63/PRT/ 1993 Batas Badan Sungai, Per-untukanSungai, Daerah Pengawasan Sungai dan Bekas Sungai
Terkait dengan pengaturan dan pengawasan penggunaan badan dan air sungai yang diguna-kan oleh pemrakarsa
8. Kep.Men Hub No. KM
67/ 1993 Tata Cara Pemeriksaan Teknik danLaik Jalan Kendaraan Bermotor di Jalan
Terkait dengan pemeriksaan kelaikan jalan kendaraan bermotor yang digunakan oleh pemrakarsa
9. Kep.Men Hub No. KM
69/ 1993 Penyelenggaraan Angkutan Barangdi Jalan Adanya pedoman yang harus diikuti olehpemrakarsa dalam penyelenggaraan angkutan barang di jalan
10. Kep. MPE No. 103.K/
008/ MEM/ 1994 Pengawasan atas PelaksanaanRencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan Dalam Bidang Pertambangan dan Energi
RKL dan RPL nanti akan dilaksanakan dan dilaporkan dengan tertib oleh pemrakarsa, karena pelaksanaan dan laporan itu akan selalu dievaluasi oleh institusi pembina kegiatan migas.
11. Kep.Men LH No. 13/
MENLH/1995 Baku Mutu Emisi Sumber TidakBergerak Baku mutu emisi sumber tidak bergerak ini akandiacu dalam setiap operasi alat non mobil yang mengeluarkan emisi
12. Kep. MNLH No.
Kep-48/ MENLH/ 11/1996 Baku Tingkat Kebisingan Baku mutu tingkat kebisingan ini akan diacudalam setiap operasi alat yang mengeluarkan kebisingan
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
13. Kep. MNLH No.
Kep-49/ MENLH/ 11/1996 Baku Mutu Tingkat Getaran Baku mutu tingkat ini akan diacu dalam setiapoperasi alat atau kegiatan penyebab getaran. 14. Kep. MNLH No.
Kep-50/ MENLH/ 11/1996 Kebauan Baku mutu kebauan ini akan diacu dalam setiapoperasi kegiatan yang menimbulkan kebauan.
15. Kep. MPE No.
300.K/38/ M/ PE/ 1997 Keselamatan Kerja Pipa PenyalurMinyak dan Gas Bumi Pedomanpemrakarsa dalam pemasangan pipaini akan dijadikan acuan bagi 16. Kep. MESDM No. 1457
K/ 38/MEM/2000 Pedoman Teknis PengelolaanLingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi
Pedoman ini akan menjadi pertimbangan penting dalam penyusunan Dokumen AMDAL
17. Kep.Men.Neg. LH No. 4
Tahun 2001 Kriteria Baku & PedomanPenentuan Kerusakan Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan salah satu
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak kegiatan
18. Kep.Men.Hub. No. KM
53 Tahun 2002 Tatanan Kepelabuhanan Terkait dengan operasional dermaga
19. Kep.Men.Hub. No. KM 55 Tahun 2002
Pengelolaan Pelabuhan Khusus Terkait dengan operasional dermaga 20. Kep.Men.Hub. No. KM
63 Tahun 2002 Organisasi Tata Kerja KantorPelabuhan (KANPEL) Terkait dengan operasional dermaga 21. Kep.Men.Kes. No. 876/
Men.Kes/SK/VII/2001 Pedoman Analisis DampakKesehatan Lingkungan Pedoman untuk mengkaji aspek kesehatanmasyarakat dalam AMDAL 22. Permen Kesehatan No.
416 Tahun 1990 Syarat-syarat dan Penga-wasanKualitas Air Bersih Terkaitkualitas air untuk keperluan domestikdengan syarat-syarat pengawasan 23. Kep. MNLH No. 112
Tahun 2003 Baku Mutu Air Limbah Domestik Terkait dengan pengaturan mutu air limbahdomestik yang keluar dari IPAL rencana kegiatan 24. Kep. MNLH No. 128
Tahun 2003 Tatacara dan Persyaratan TeknisPengelolaan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis
Pedoman ini akan digunakan oleh pemrakarsa dalam penanganan tanah yang kemungknan terkontaminasi oleh kegiatan
25. Kep. MNLH No. 129
Tahun 2003 Baku Mutu Emisi Usaha dan atauKegiatan Minyak dan Gas Bumi Pedoman ini akan dijadikan acuan dalam upayapengendalian emisi dari kegiatan operasional
26. Per.Men.Hut No.
19/Men.Hut-11/2004 Kolaborasi Pengelolaan KawasanSuaka Alam dan Pelestarian Alam Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengankawasan lindung 27. Per.Men.Hub. No. KM 7
Tahun 2005 Sarana Bantu Navigasi Pelayanan(SBNP) Terkait dengan operasional dermaga
28. Kep.Men.LH No. 51
Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut Pedoman dalam pengelolaan kualitas air laut
29. Kep.MN.LH No. 45
Tahun 2005 Pedoman Penyusunan LaporanPelaksanaan RKL dan RPL Pedomanpelaksanaan RKL dan RPLdalam penyusunan laporan
30. Per. Men. Negara
Lingkungan Hidup
No. 08 Tahun 2006
Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Pedoman ini digunakan acuan dalam
penyusunan dok. AMDAL 31. Kep.Men. PU No. 63
PRT Tahun 1993 Batas Badan Sungai, PeruntukanSungai, Daerah Pengawasan Sungai dan Bekas Sungai
Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalam menjelaskan peruntukan sungai
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
32. Per. Men. Negara
Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006
Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Berdasarkan Peraturan ini rencana kegiatan PPGM termasuk dalam rencana kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Dokumen AMDAL
33. Per.Men. ESDM No.
045 Tahun 2006 Pengelolaan Lumpur Bor, LimbahLumpur dan Serbuk Bor pada kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi
Sebagai acuan dalam pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor yang dihasilkan kegiatan ini
34. Per.Men.Hut No.
64/Men. Hut-11/2006 Perubahan Permen Hut No.P.14/MENHUT-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengan kawasan hutan.
E. Keputusan/Pera-turan Kepala BPN, Bapedal dan lainnya
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Petunjuk Pelaksanaan
No. Pol. Juklak
29/VII/1991
Pengawasan, Pengendalian dan Pengamanan Bahan Peledak Non Organik ABRI
Bahan peledak kemungkinan akan digunakan terutama dalam pelaksanaan konstruksi.
2. Peraturan Kepala BPN
No. 2 Tahun 1993 Tatacara Memperoleh Izin Lokasidan Hak-Hak Atas Tanah Untuk Perusahaan
Prosedur yang harus diikuti pemrakarsa dalam memperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanah untuk perusahaan
3. Keputusan Kepala BPN
No. 22 Tahun 1993 Petunjuk Peraturan Kepala BPN No.2 Tahun 1993 Petunjuk ini merupakan penjelasan dari tatacarayang harus diikuti pemrakarsa dalam memperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanah untuk perusahaan
4. Kep.Ka. Bapedal No.
56/ BAPEDAL/ 1994 Pedoman Mengenai UkuranDampak Penting Pedoman ini akan diacu untuk menentukandampak penting dalam studi AMDAL 5. Kep.Ka. Bapedal No.
01/ BAPEDAL/09/1995 Tatacara dan Persyaratan TeknisPenyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun – B3
Akan diacu oleh pemrakarsa dalam penyimpanan sementara dan pengumpulan limbah B3
6. Kep.Ka. Bapedal No.
02/ BAPEDAL/09/1995 Dokumen Limbah B3 Akanpenyimpanan dan penanganan Limbah B3diacu dalam sistem pelaporan 7. Kep.Ka. Bapedal No.
03/ BAPEDAL/09/1995 Persyaratan Teknis PengolahanLimbah B3 Hanya sebagai pertimbangan bahwa persyaratanteknis pengolahan limbah B3 sangat berat, sehingga kemungkinan pengolahan limbah B3 oleh pemrakarsa akan diserahkan pihak ketiga yang berkompeten.
8. Kep.Ka. Bapedal No.
04/BAPEDAL/09/1995 Tatacara PersyaratanPenimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3
Hanya sebagai pertimbangan bahwa
persyaratan teknis pengolahan limbah B3
sangat berat, sehingga kemungkinan
pengolahan limbah B3 oleh pemrakarsa akan diserahkan pihak ketiga yang berkompeten
E. Keputusan/Pera-turan Kepala BPN, Bapedal dan lainnya
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
9. Kep.Ka. Bapedal No.
05/ BAPEDAL/09/1995 Simbol dan Label Limbah B3 Simbol dan Label Limbah B3 yang akan diacuoleh pemrakarsa 10. Kep.Ka. Bapedal No.
255/ BAPEDAL/01/1995Tata Cara & PersyaratanPenyimpanan dan pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
Sebagai pedoman dalam pengelolaan minyak pelumas bekas
11. Kep.Ka. Bapedal No.
205/ 1996 Metode Pemantauan Emisi Udara Pedoman dan metodepemrakarsa dalam pelaksanaan pemantauanini akan diikuti oleh emisi udara akibat rencana kegiatan dan tertuang dalam dokumen RPL
12. Kep.Ka. Bapedal No.
229/11 /1996 Pedoman Teknis Kajian AspekSosial Dalam Penyusunan AMDAL Pedoman ini akan diacu dan untuk pertimbangandalam proses penyusunan dok. AMDAL 13. Kep.Ka. Bapedal No.
255/BAPEDAL/08/ 1996Tatacara dan PersyaratanPenyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
Prosedur ini akan diikuti oleh pemrakarsa dalam mekanisme penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas
14. Kep.Ka BAPEDAL No.
124/12/ 1997 Panduan Kajian Aspek KesehatanMasyarakat Dalam Penyusunan AMDAL
Pedoman ini akan diacu dan untuk pertim-bangan dalam proses penyusunan dok. AMDAL 15. Kep. Ka BAPEDAL No.
08 Tahun 2000 Keterlibatan Masyarakat danKeterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Pedoman ini diacu dalam pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan konsultasi masyarakat
F. Peraturan Daerah
1. Peraturan Daerah
Propinsi Sulawesi
Tengah No. 2 Tahun 2004
Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Sulawesi Tengah Panduan dalam penetapan keterkaitan lokasirencana kegiatan dengan rencana tata ruang wilayah di daerah
G. Lain-lain Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Panduan Pengelolaan
Lumpur Bor
PERTAMINA-BPPKA Tahun 1994
Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalam penanganan lumpur bor
2. Standard
Pertambangan Migas
No. 50.54. 2-1994
Sistem Perpipaan Transmisi dan
Distribusi Gas Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalampembangunan dan pemeliharaan sistem perpipaan transmisi dan distribusi gas
3. Codes and Standards Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsan dalam
pelaksanaan kegiatan dalam proyek PGM. (Lihat Lampiran 8)
4. Protokol 1996 atas Konvensi tentang
Pen-cegahan Pencemaran
Laut oleh Dumping
Limbah dan Bahan lain, 1972 dan Resolusi yang diadopsi oleh Sidang Khusus
Pedoman dalam upaya pencegahan pencemaran laut oleh berbagai bahan pencemar
Bab-
2
R
UANG
L
INGKUP
S
TUDI
2.1. LINGKUP RENCANA KEGIATAN YANG AKAN DITELAAH DAN ALTERNATIF KOMPONEN RENCANA KEGIATAN
2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang akan ditelaah 2.1.1.1. Status Studi AMDAL
Secara umum status studi AMDAL yang sedang dikerjakan ini dilakukan setelah studi kelayakan ekonomi selesai dan dilakukan bersamaan dengan studi kelayakan teknis. Sejauh ini PPGM telah melakukan sejumlah kajian atau penyelidikan dan aktivitas, termasuk:
Pemboran seismic, eksplorasi dan delineasi guna mengidentifikasi lapangan gas alam yang ada untuk menentukan cadangan yang tersedia.
Seleksi lokasi Kilang LNG yang diusulkan. Konsultasi Publik
Baseline study (pengumpulan data meteorologis, geologi, kelautan dan lingkungan sosial ekonomi yang spesifik untuk lokasi pemilihan pelabuhan).
Studi gempa bumi dan tsunami
Studi pemilihan material dan pemilihan teknologi, dan Kajian Permulaan Pekerjaan Desain.
2.1.1.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang Setempat
Lokasi rencana kegiatan PPGM meliputi wilayah yang termasuk dalam Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili dan Kecamatan Batui, dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai (Gambar 2.1).
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah No 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah (Lampiran 5.1) serta sesuai pula dengan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun 2003-2013 (Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan di Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan dan bersinggungan dengan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Rencana struktur ruang wilayah untuk masing-masing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbeda-beda, dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal (KPKL), ibukota Kecamatan Batui akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah (KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Khusus (KPKK).
Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi proyek juga berbeda-beda. Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan permukiman, lokasi perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi perusahaan, tanaman pangan, permukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Sementara itu bagian wilayah Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa Bangkiriang), kawasan lindung, transmigrasi, permukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan perkebunan. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banggai secara detil disajikan pada
Gambar 2.2.
Jadi secara umum lokasi rencana kegiatan PPGM sesuai dengan tata ruang (RTRW) Kabupaten Banggai (Bappeda Kab. Banggai, 2003) yang saat ini masih berlaku, kecuali rencana jalur pipa yang melewati Suaka Margasatwa Bangkiriang. Oleh karena itu perlu adanya alternatif jalur pipa yang tidak memotong kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang.
Pihak PPGM telah melakukan penanganan bersama dengan Dinas Kehutanan Pusat pada tanggal 6 Juli 2007 untuk membicarakan perihal tersebut di atas dan hasilnya masih menunggu keputusan dari Direktorat Jenderal Kehutanan Pusat.
2.1.1.3. Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak 2.1.1.3.1. Uraian Umum Rencana Kegiatan
A. Jenis Prasarana dan Luas Kebutuhan Lahan
Tabel berikut adalah kebutuhan luas lahan masing-masing prasarana.
Tabel 2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasarana dan Sarana Lain
No Prasarana Satuan LahanLuas
1. Manifold station (MS) 2 lokasi, @ 6 Ha 12 Ha
2. Block station (BS) 3 lokasi, @ 15 Ha 45 Ha
3. Jalur pipa ”flow line” 5 lokasi, lebar 8 m,panjang 35 km 14 Ha
4. Jaur pipa ”trunk line” dari 2 BS LNG Plant Lebar 20 m, panjang60 km 120 Ha
5. Kilang LNG 1 unit 200 Ha
6. Pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah
ada untuk pemboran sumur-sumur pengembangan Lebar 6-8 m, panjangsekitar 15 km 60 Ha 7. Pelabuhan dan sarananya berupa pembangunanJetty
(100 m) Lebar 200 m, panjangsekitar 500 m ± 10 Ha
Luas total lahan yang diperlukan 461 Ha
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Catatan: *) Ada dua kemungkinan data mengenai luas lahan karena adanya dua alternatif lokasi pemasangan pipa gas
Lahan yang diperlukan untuk pembangunan fasilitas manifold station di dua lokasi yaitu adalah lebih kurang 2 x masing-masing lokasi 6 ha (12 ha); untuk pembangunan BS di tiga lokasi seluas 45 ha; jalur pipa ”flowline” di lima lokasi tersebut adalah membutuhkan lahan 8 meter lebar x 35 kilometer panjang flowline (14 ha); Kompleks Kilang LNG seluas lebih kurang 200 ha; dan sistem pemipaan gas 20 meter lebar x 60 km panjang pipa (120 ha). Lokasi ini perlu dipersiapkan sebelum pemboran sumur-sumur pengembangan, yaitu dengan pembuatan jalan masuk lokasi (pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang
(sekitar 60 ha). Selain itu pembangunan pelabuhan dermaga dan sarananya (Jetty) akan mebutuhkan lahan seluas ± 10 Ha. Jadi luas lahan yang diperlukan untuk tapak proyek sekitar 461 ha. Lahan yang dipergunakan akan menggunakan lahan milik masyarakat atau lainnya. Pelaksanaan pengadaan lahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Kapasitas Produksi
Rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh PT. PERTAMINA EP, Proyek Pengembangan Gas Matindok adalah mulai dari kegiatan pemboran sumur pengembangan untuk sarana memproduksikan gas di Blok Matindok, pembangunan Block Station (BS)/ fasilitas pemrosesan gas (GPF) dan membangun pipa transmisi gas (flowline dantrunkline), membangun Kilang LNG berikut Pelabuhan untuk membawa LNG maupun Sulfur yang diproduksi ke luar Kabupaten Banggai.
Kapasitas produksi gas di Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat ± 850 bopd dan air produksi ± 2500 bwpd, dan diprakiraan umur produksi lebih kurang 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas dan hasil kajian ekonomi. Gas yang diproduksi mengandung CO2 ± 2,5%, Total Sulfur ± 3.000 ppm
dan adanya kemungkinan unsur lainnya.
Fasilitas produksi gas yang akan dibangun terdiri dari Sumur Gas, Flowline, Gathering Line, Block Station.Pipa transmisi dari GPF menuju ke Kilang LNG direncanakan berukuran Ø 34” sepanjang ± 25 km dengan lintasan sebagian besar berada sekitar 500 m menjauhi pantai sejajar jalan raya.
Kandungan unsur yang ada di dalam gas hasil produksi selengkapnya disajikan pada
DONGGI 1 DONGGI 1 DONGGI 1 DONGGI 2 DONGGI 3 MAJU-1SUKA- RAJA-1MALEO HAKI-1MINA MATINDOK MENTAWA-1 KP. BALIA KP. BALIA
DST-3 DST-4 DST-5 DST-1 DST-2 DST-3 DST-1 DST-2
Hydrogen Sulphide H2S 0.1000 0.41 – 0.60 0.35 – 0.40 0.10 – 0.12 0.37 – 0.41 0.20 – 0.28 0.4000 0.00 – 1.00 1.2 0.1200 0.5013 0.1290
Alkyl Merkaptan RSH 0.0005 0.0021 0.0018 0.0005 0.0019 0.0010 0.2241 0.0000 0.0000 0.0000 Carbonyl Sulphide COS 0.0002 0.0008 0.0007 0.0002 0.0008 0.0004 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 Nitrogen N2 1.1300 1.1300 1.0700 0.8900 1.3400 2.9800 2.2400 0.8700 1.7400 1.2291 1.2824 Carbon Dioxyde CO2 2.4600 2.4600 2.4400 1.7700 3.1800 0.3100 3.0300 1.8000 2.1400 2.4635 2.3374 Methane CH4 92.2800 92.2800 92.1200 93.0200 91.2600 86.0350 81.1200 88.2400 91.7500 92.6297 92.8049 Ethane C2H6 1.5100 1.5100 1.5300 1.4400 1.6300 4.8450 5.4400 4.1500 1.6900 1.4717 1.4726 Propane C3H8 1.1700 1.1700 1.1800 1.1900 1.2600 2.1300 4.0800 1.9800 1.4300 1.1780 1.1685 Iso-Butane i-C4H10 0.3300 0.3300 0.3400 0.3600 0.3400 0.6200 0.9200 0.4400 0.3500 0.3119 0.3112 Normal-Butane n-C4H10 0.3400 0.3400 0.3400 0.3600 0.3400 0.9500 1.1300 0.6500 0.4000 0.3205 0.2997 Iso-Pentane i-C5H12 0.1900 0.1900 0.2000 0.2000 0.1700 0.3900 0.5500 0.3600 0.1500 0.1592 0.1475 Normal-Pentane n-C5H12 0.1200 0.1200 0.1200 0.1200 0.1000 0.2800 0.4000 0.2800 0.0900 0.0898 0.0804 Hexane C6H14 0.1000 0.1000 0.1200 0.0500 0.0600 0.2900 0.3500 0.6400 0.0600 0.0848 0.0636 Heptane plus C7H16 0.3700 0.3700 0.4700 0.5700 0.2600 1.0900 0.7400 0.5300 0.0800 0.0618 0.0318
Mercury Hg 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 1.1260E-08 8.2420E-08 5.5553E-09 4.736100%7E-09
Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
C. Umur Kegiatan
Kegiatan pengembangan dibagi kedalam beberapa tahapan, yaitu prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi (Tabel 2.3).
Tabel 2.3. Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok
No. Tahap Kegiatan Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 ...2035 1. Prakonstruksi **************** 2. Konstruksi ************ 3. Operasi a. Pemboran
b. Operasi prod. gas
************
****************
4. Pasca operasi *****
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Pada tahap awal, kilang LNG akan memproduksi LNG maksimum sampai dengan 2 juta metrik ton per tahun dengan pasokan gas alam antara 300 hingga 350 standar kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day, disingkat MMSCFD) yang berasal dari Blok Matindok sebesar 100 MMSCFD dan dari Blok Senoro sebesar 200 MMSCFD. Selain itu, juga akan dihasilkan kondensat maksimum sampai 1.500 barel oil per hari.
Pembangunan proyek yang meliputi pembangunan Gas Processing Facilities di darat, jaringan pipa gas untuk menyalurkan gas menuju lokasi Kilang LNG, tanki penyimpanan LNG, pelabuhan laut khusus untuk pengiriman LNG serta fasilitas pendukung Kilang. Bahan baku gas akan dipasok dari 6 lokasi sumber gas dengan penambahan sumur gas hingga mencapai 25 sumur produksi selama 20 tahun periode operasi. Jadwal kegiatan konstruksi direncanakan akan dimulai akhir tahun 2007. Rencana kegiatan ini dilakukan secara bertahap, dimana secara garis besar, dasar perencanaan fasilitas produksi diringkaskan seperti disajikan pada Gambar 2.3, Gambar 2.4, dan Gambar 2.5.
Gambar 2.3. Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1
Gambar 2.4. Skema Rencana Pengembangan Tahap 2
Gambar 2.5. Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026
D. Jenis Sumber Energi dan Sumber Air yang Diperlukan di Lokasi Rencana Kegiatan
Jenis sumber energi utama untuk mendukung pengoperasian fasilitas produksi adalah: 1. Bahan bakar gas diperlukan untuk pengoperasian berbagai fasilitas seperti Pengering
Gas, Gas Treating Unit, pencairan gas menjadi LNG Penggerak Kompresor dan Penggerak Generator listrik. Bahan bakar gas akan diambil dari hasil produksi sendiri. 2. Unit generator berbahan bakar minyak, yang disediakan untuk keadaan darurat di
masing-masing BS, Kilang LNG dan Dermaga/Pelabuhan. Bahan bakar minyak didatangkan dari Kilang Pertamina.
3. Energi listrik yang berasal dari genset berbahan gas untuk penerangan dan penggerak motor listrik.
Keperluan air cukup besar, untuk pemboran sekitar 420 m3 per sumur, hydrotest saluran pipa sekitar 20.000 m3 dan kebutuhan air untuk operasi setiap unit BS sekitar 25 m3/hari. Kebutuhan air tawar untuk konstruksi tersebut di atas, akan diambil dari air sungai atau genangan air tawar terdekat.
Kebutuhan air untuk operasional Kilang LNG plant memerlukan air sebesar 75 m3/hari.
Untuk keperluan operasional tersebut akan menggunakan air tanah dalam.
E. Sosialisasi dan Konsultasi Publik 1. Sosialisasi
Pengumumam rencana kegiatan telah dilakukan melalui media cetak, poster, radio siaran swasta setempat dan spanduk. Pengumuman di media massa lokal dan nasional, poster dan spanduk disampaikan pada Lampiran I.
2. Konsultasi Publik
Dalam rangka penyusunan Kerangka Acuan (KA) ANDAL, telah dilaksanakan konsultasi publik di 2 (dua) tempat, yaitu pada hari Selasa tanggal 23 Mei 2006 di Kecamatan Batui dan Rabu tanggal 24 Mei 2006 di Kecamatan Toili antara PT Pertamina-EP dengan masyarakat Kabupaten Banggai. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi PT Pertamina-EP, wakil dari Kementrian Lingkungan, dari Ditjen Migas, Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai, Tim Penyusun Dokumen AMDAL dari PSLH UGM - PPLH UNTAD, serta masyarakat Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat di Kabupaten Banggai.
Berdasarkan pengamatan dan evaluasi terhadap saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat, Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait dengan rencana kegiatan pengembangan, terdapat beberapa masukan yang perlu menjadi perhatian sebagai berikut:
Pembebasan lahan dan kompensasi tanam tumbuh Ketenagaan kerja lokal
Program pemberdayaan masyarakat
Keberadaan terumbu karang di lepas pantai Keberadaan Suaka Margasatwa Bangkiriang
Semua saran, rekomendasi dan gagasan tersebut akan dipertimbangkan dalam desain proyek tersebut dan apabila tidak bertentangan akan dimasukkan ke dalam naskah studi AMDAL. Berita acara konsultasi publik dan wakil masyarakat yang hadir disajikan pada
Lampiran 2.
F. Kegiatan Pemboran 1. Pemboran Sumur
Secara geologi daerah Blok Matindok dan sekitarnya terletak di Cekungan Banggai yang berada di sebelah selatan dari lengan bagian timur Pulau Sulawesi. Cekungan Banggai merupakan bagian utama dari offshore depression sepanjang pantai sebelah selatan-timur dari bagian tangan sebelah selatan-timur laut Sulawesi yang berbentuk tidak simetris dengan kemiringan sepanjang garis pantai dan berorientasi dengan arah N60ºE. Cekungan ini termasuk pada klasifikasi cekungan transform refted yang merupakan cekungan active margin basin or collision related basin. Stratigrafi regional Cekungan Banggai dapat dilihat pada Gambar 2.6, dimana daerah ini mempunyai potensi hidrokarbon dan telah terbukti menghasilkan hidrokarbon di batuan karbonat Formasi Tomori dan Formasi Minahaki.
Sampai dengan bulan Februari 2006, telah dilakukan 12 pemboran sumur di Blok Matindok, dimana 9 sumur berhasil menemukan gas di lima struktur (Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju dan Minahaki) dan 3 sumur kering. Pemboran sumur masih mungkin dilakukan di Blok Matindok ini, karena berdasarkan analisa Geologi dan Geofisika masih terdapat beberapa prospek dan lead yang kemungkinan mempunyai potensi kandungan hidrokarbon.
Gambar 2.6. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai – Sula, Lengan Timur Sulawesi
2. Pemboran Sumur Pengembangan
Dari hasil beberapa pemboran sumur eksplorasi yang telah dilakukan di Blok Matindok ini terdapat lima buah struktur yang mempunyai kandungan gas, dimana 5 buah struktur tersebut di onshore. Cadangan gas (terambil) yang telah disertifikasi dari ke enam struktur tersebut diperkirakan mencapai 696 BSCF gas (P1).
Berdasarkan analisa Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) dari ke enam struktur tersebut direncanakan untuk melakukan pemboran 18 sumur pengembangan (Tabel 2.4), dengan kemungkinan ada sumur yang kering. Jenis kegiatan pekerjaan sumur meliputi pemboran sumur pengembangan (18 sumur), work over/kerja ulang (6 sumur), stimulasi, perawatan sumur, dan penutupan sumur.
Tabel 2.4. Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok
No. LAPANGAN SUMUR JENIS KEGIATAN
1 Donggi Donggi-1 Donggi-2 Donggi-3 KPB-1 DNG-A DNG-B DNG-C DNG-D Work Over Work Over Work Over Work Over Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan 2 Minahaki Minahaki-1 MHK-A MHK-B MHK-C Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan 3 Sukamaju Sukamaju-1
SJU-A Work OverSumur Pengembangan
4 Matindok Matindok-1 MTD-A MTD-B MTD-C MTD-D MTD-E MTD-F Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan
5 Maleoraja Maleo Raja-1
MLR-A MLR-B Work Over Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Peralatan pemboran dan kapasitasnya disesuaikan dengan target pemboran. Selain itu, masih digunakan pula peralatan pendukung operasi lainnya seperti air compressor, cement mixer and pump, cement storage tanks, electric wire logging unit, mud pump, mud logging equipment, desender and desilter, truck and trailers, pompa air,blow out preventer, dan lain sebagainya.
3. Sumur Produksi
Setelah pemboran selesai, selanjutnya dilakukan penyelesaian sumur (well completion) sesuai dengan program yang telah disusun, antara lain dengan pemasangan production string, well head and Christmas tree.
G. Sistem Pemipaan Gas 1. Jalur pipa
Hasil produksi gas dari tiap-tiap sumur dialirkan melalui pipa produksi (flowline) dengan diameter yang sesuai menujuBlok Station (BS)danGas Processing Facility (GPF). Lebar lahan yang akan digunakan untuk pipa produksi tersebut sekitar 8 meter dengan panjang kumulatif ± 35 km untuk 18 sumur. Layout masing-masing lokasiBlock Station danflowlinediringkaskan seperti pada Gambar 2.7 – 2.11.
Gambar 2.7. Lokasi Block Station Donggi danFlowline
Flowline Jarak (m) DNG - 1 to BS DONGGI 1,208 DNG - 2 to BS DONGGI 2,132 DNG - 3 to BS DONGGI 4,569 DNG - 5 to BS DONGGI 2,518 DNG - AA to BS DONGGI 1,268 DNG - BB to BS DONGGI 1,637 DNG - CC to BS DONGGI 2,087
Gambar 2.8. LokasiBlock StationMatindok danFlowline
Gambar 2.9. LokasiBlock StationMaleoraja danFlowline
Flowline
Jarak
(m)
MLR - 1 to BS MALEORAJA
100
MLR - AA to BS MALEORAJA
1,435
MLR - AA to BS MALEORAJA
676
Flowline
Jarak
(m)
MTD - 1S to BS MATINDOK
1,208
MTD - AA to BS MATINDOK
2,132
MTD - BB to BS MATINDOK
4,569
MTD - CC to BS MATINDOK
2,518
MTD - DD to BS MATINDOK
1,268
MTD - EE to BS MATINDOK
1,637
MTD - FF to BS MATINDOK
2,087
Gambar 2.10. LokasiBlock StationSukamaju danFlowline
Gambar 2.11. LokasiBlock StationMinahaki danFlowline
Flowline Jarak (m) MHK - AA to BS MINAHAKI 100 MHK - 1S to BS MINAHAKI 886 MHK - BB to BS MINAHAKI 912 MHK - CC to BS MINAHAKI 1,827 Flowline Jarak (m) SJU - 1 to BS SUKAMAJU 100 SJU - 1 to BS SUKAMAJU 500
Desain flowline tersebut berdasarkan ASME/ANSI B.31.8. (keterangan Code dan Standard, lihat Lampiran 11) danGPSA Hand Book.
Gambar 2.12. Flowline Diagram
Selanjutnya gas dari MS dialirkan dengan pipa 14”, 16”, 18”, 20” (yang sesuai) ke fasilitas processing gas. Gas dari BS Donggi-Minahaki, gas dari BS Matindok-Maleoraja dialirkan ke LNG Plant. Sedangkan gas dari BS Sukamaju diproses lebih lanjut dan langsung dijual ke IPP Banggai. Gas yang telah diproses di BS di Donggi dan Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Pengiriman gas dari BS Donggi dilakukan melalui pipa berdiameter 16” sepanjang lebih dari 40 km sampai di Junction selanjutnya dialirkan melalui pipa berdiameter 34” sampai ke Kilang LNG. Sedangkan BS Matindok, gas dialirkan melalui pipa diameter 16” sepanjang sekitar 3 km sampai di Junction selanjutnya di alirkan pada jalur pipa 34” yang sama ke LNG Plant. Untuk memperoleh tekanan sebesar 773 psi pada pipa berdiameter 34” maka perlu dipasang kompresor di BS Donggi dan Matindok
Well RBT-A Well RBT-B Well KTB-1 Well KTB-2 Well Next SDV-1 SDV-2 SDV-3 SDV-4 SDV-5 H P M a n if o ld M P M a n if o ld T e st M a n if o ld WELL MHK WELL MTD WELL MLR WELL DNG
2. Disain Pipa
Disain pipa dan pemasangan pipa akan mengacu pada beberapa standard nasional (misalnya Departemen Pertambangan dan Energi tentang Insatalasi Minyak dan Gas Bumi No. 01/P/M/Pertamb/1980 dan Peraturan Dirjen MIGAS: Stadar Pertambangan MIGAS (SPM, 1992) 50.54.0-50.54.1) dan internasional (antara lain API 5 SL – Specification for Line Pipe, API 1104 –Welding of Pipeline and Related facilities, ASME B31.8 –Gas Distrbution and Tranportation Piping System). Adapun daftar code, standar dan acuan selengkapnya yang akan digunakan tercantum pada Lampiran 8. Secara teknis disain pipa mampu digunakan selama minimal 30 tahun. Penyambungan pipa dilakukan oleh tenaga yang memiliki sertifikat khusus.
3. Proteksi Korosi (Corrosion Protection) pipa
Proteksi korosi luar pipa gas dilakukan dengan sistem proteksi katodik (anoda karbon) yang diharapkan mampu mengendalikan semua bentuk korosi luar di bawah tanah agar dapat melindungi pipa dari korosi luar. Selain itu pipa dilengkapi dengan pembalut luar pipa yang juga berfungsi melindungi pipa dari korosi luar. Sedangkan proteksi korosi internal dilakukan dengan menginjeksi corrosion inhibitor ke dalam pipa gas secara berkala.
Untuk memudahkan dalam pengukuran potensial dan arus yang mengalir pada pipa, maka dipasangtest boxpada setiap jarak ± 1 km.
H. Block Station(BS)
Gas dari sumur produksi dialirkan ke 5 Stasion Pengumpul (Gathering station/Block Station) yang terletak di masing-masing lapangan (Donggi, Matindok, Minahaki, Sukamaju dan Maleoraja). Di dalam BS terdapat Unit separasi, Unit dehydrasi, Unit kompresi, Tangki penampung, Unit utilitas dan Unit pengolah limbah (Flaring systemdan IPAL). Berikut ini adalah unit-unit operasi yang digunakan untuk pemrosesan gas di BS. Seluruh Blok Station atau Stasiun Pengumpul Gas di Blok Matindok terdiri dari Stasion Pengumpulan (Gathering System) dan sistem separasi gas bumi yang terdiri dari separator, tangki kondensat, dan unit dehidrasi. Unit dehidrasi diperlukan untuk mengurangi kandungan air dalam gas bumi agar tercapai spesifikasigas pipelineyaitu maksimum 7 lb/MMSCF.
1. Unit Separasi
Hidrokarbon dari sumur produksi mengandung kondensat, air dan gas dimana jumlah terbesar adalah gas. Langkah awal untuk memisahkan kondensat, air dan gas adalah dengan menggunakan separator gas. Di dalam alat tersebut kondensat dan air terpisah dari gas. Kondensat dan air akan mengalir dari bagian bawah separator sedangkan gas akan mengalir dari bagian atasnya. Proses pemisahaan di dalam alat tersebut hanya merupakan proses fisika dan tanpa penambahan bahan kimia.
Kondensat dan air dipisahkan dengan prinsip ketidak-saling-larutan dan perbedaan berat jenis. Kondensat ditampung di tangki penampung, sedangkan air diproses lebih lanjut dalam sistem pengolah air (waste water treatment).
Apabila tekanan gas dari sumur berkurang akibat penurunan tekanan reservoir secara alami, maka akan dilakukan pemasangan kompresor diGathering Station/ Block Station guna menjaga stabilitas tekanan gas yang masuk ke System CO2/ H2S Removalmaupun ke konsumen gas tetap stabil.
Kondensat ditampung di tangki penampung untuk dikirim ke Kilang LNG di Batui menggunakan mobil tangki. Gambar 2.13 menunjukkan sistem kerja dari gathering station/block station.
Gambar 2.13. Diagram AlirBlock Station/Gathering Station.
Keterangan: HP (high pressure), MP (medium pressure), LP (low pressure), KO (knock out), AGRU (acid gas removal unit)
2. Dehydration Plant
Setelah gas keluar dari unit separasi, gas tersebut selanjutnya dialirkan ke Dehydration Unit.Dehydration plant berfungsi untuk mengeringkan gas, yaitu untuk menyempurna-kan pengurangan air yang terikut di dalam gas. Proses yang berlangsung di dalamnya adalah proses absorbsi (penyerapan) air dengan menggunakan bahan kimia triethyleneglycol (TEG), yang manaTEG dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari air secara fisis (close cycle). Hasil dari proses tersebut adalah gas yang sudah memenuhi syarat untuk dikirim ke konsumen. Gambar 2.14 memperlihatkan skema kerja dehydration plant.
Gambar 2.14. Skema KerjaDehydration Plant
3. Tangki Penampung
Tangki penampung dipakai untuk menampung kondensat yang berasal dari separator, sebelum diangkut ke Batui. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah dengan kapasitas masing-masing sebesar ± 1300 m3. Kondensat akan diangkut dari
Block Stationke kilang LNG di Batui dengan menggunakanroad tank atau mobil tangki. Sales Gas AGRU Glycol Contactor Glycol/ Condensate Skimmer Glycol Stripping Column Reboiler Glycol Filter V-1 Glycol Cooler Cold Glycol Exchanger Hot glycol Exchanger Glycol Surge Drum Glycol Make-up Pump Glycol Injection Pump V-2 To Flare
4. Kompresor
Kompresor yang akan dipergunakan untuk menjaga tekanan keluar dari Block station tetap sebesar 900 psig. Kompresor ini dipasang di block station dan pemasangannya setelah tekanan dari sumur gas sudah berada kurang dari 900 psig. Jumlah kompresor yang ditempatkan di Block Station rata-rata 3 unit per lokasi. Hal ini dikarenakan pada umumnya tekanan gas yang keluar dari sumur akan mengalami penurunan secara alamiah selama proses produksi, sehingga diperlukan tambahan kompresor baru di Gathering Station/block station.
5. Unit pengolah air
Unit pengolah air atau Unit “Effluent Treatment” atau Instalasi Pengolah Limbah Air (IPAL) dipakai untuk mengolah limbah cair yang berasal dari separator dan lain-lain.
6. CO2/ H2SRemoval(AGRU)
Gas yang mengalir dari Block station sebelum masuk ke Kilang LNG akan dikurangi kandungan CO2 dan H2S nya dengan proses absorbsi menggunakan larutan MDEA
(Methyl DiethanolAmine) dalam Acid Gas Removal Unit (AGRU). Prinsip kerja unit tersebut adalah penyerapan gas CO2 dan H2S di dalam absorber dan melepaskannya
lagi di dalam menara stripper atau column, sehingga diperoleh sweet gas dengan kandungan CO2 dan H2S yang rendah. Gambar 2.15 menunjukkan diagram alir Acid
Gas Removal Unit. Gas dari 5 Block Station dialirkan melalui pipa ke Acid Gas Removal Unit yang terletak di GPF di Kayowa atau di Kilang LNG.
Acid Gas Removal Unit (AGRU)
Fungsi utama dari AGRU adalah pembuangan karbon dioksida. Pembuangan karbon dioksida diperlukan untuk mencegah timbulnya masalah pembekuan dan penyumbatan pada suhu yang sangat rendah yang dipakai dalam Unitliquifaction. Konsentrasi karbon dioksida dalam aliran gas akan dikurangi sampai 50 bagian per sejuta volume (ppmv) dengan cara penyerapan dengan menggunakan larutan dasar-amina (amine-based solution). Kegiatan ini merupakan pengolahan lingkaran tertutup (closed-loop) dan regeneratif sehingga karbon dioksida yang terserap akan terangkat dari larutan yang mengandung (banyak) karbon dioksida. Karbon dioksida yang terangkat akan dilepas ke udara, dan larutan amina yang sudah bebas dari karbon dioksida dikembalikan pada langkah penyerapan.
Larutan dasar-amina yang dipakai dalam semua AGRU juga akan menghilangkan seluruh campuran sulfur yang telah berkurang yang mungkin masih tertinggal (sebagai contoh, hydrogen sulfida, merkaptan, dan lain-lain). Namun demikian, analisis bersifat komposisional yang ada menunjukkan bahwa sulfur yang tertinggal dalam ransum (feed) gas alam hanya sedikit sekali atau tidak ada sama sekali.
DHP GATHERING STATION Amine Contactor Amine Flash Tank Lean-Rich Amine Exchanger Still Stripping Column Reboiler Amine booster Pump Lean Amine Cooler Amine Filter Amine Circulation Pump SRU Condenser Outlet Gas Scrubber Inlet Gas Scrubber
7. Sulfur Recovery Unit(SRU)
Sulfur recovery dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan dan perundangan- undangan lingkungan sesuai dengan nilai ambang batas yang diizinkan pada Kepmen LH No.129 Tahun 2003. Terdapat beberapa proses yang tersedia untuk memproduksi sulfur dari hydrogen sulfide. Beberapa proses didesain dengan maksud untuk memproduksi sulfur dan beberapa proses juga dikembangkan dengan tujuan utama untuk menghilangkan kandungan H2S dari gas bumi dengan produksi sulfur hanya sebagai hasil dari proses
lanjutan yang harus dilakukan.
Mengingat masih terdapat 2 kemungkinan kandungan sulfur dalam Gas Alam yang diproduksikan dari sumur2 gas di blok Matindok, maka Teknologi Proses yang dipertimbangkan untuksulfur recovery ada dua yaitu ;
a. ProsesClaus
Proses Claus dipilih apabila kandungan sulfur dalam gas alam mencapai lebih dari 5000 ppm. Dari banyak teknologi yang ada, proses Claus adalah yang paling terkenal dan paling banyak diaplikasikan di seluruh dunia. Proses Claus menggunakan prinsip oksidasi menggunakan oksigen atau udara pada suhu sekitar 1200oC melalui reaksi sebagai berikut ;
H2S + O2 SO2 + H2O
H2S + SO2 S + H2O
Proses Clauss dapat memproduksi sulfur dari umpan gas yang mengandung 15% -100% H2S. Terdapat berbagai macam skema alir dari proses Clauss dimana
perbedaan utamanya terletak pada susunannya saja.
Gas asam dikombinasikan secara stoikiometri dengan udara untuk membakar 1/3 dari total H2S menjadi SO2 dan semua hidrokarbon menjadi CO2. Pembakaran H2S
terjadi di burner dan kamar reaksi. Aliran massa bertemperatur tinggi hasil dari pembakaran dilairkan ke waste heat boiler dimana panas akan dibuang dari gas hasil pembakaran tersebut. Aliran gas selanjutnya diumpanakan ke reactordimana akan terjadi reaksi yang akan mengubah SO2 menjadi sulfur. Hasil reaksi
selanjutnya didinginkan di kondenser pertama dan sulfur cair yang dihasilkan dipisahkan. Gas yang keluar condenser pertama selanjutnya dipanaskan dan diumpankan ke reactor kedua. Dalam reactor ini terjadi reaksi yang sama dengan reaksi dalam reactor pertama. Produk yang keluar dari reactor kedua selanjutnya didinginkan dalamcondenser kedua dan sulfur cairnya dipisahkan.
b. ProsesShell Paques
Untuk kandungan sulfur dalam gas alam dibawah 5000 ppm, maka akan dipilih teknologi dari Shell Paques. Proses Shell Paques adalah proses biologi untuk removal H2S dari umpan gas sangat sesuai untuk kapasitas produksi sulfur 0.5 – 30
ton/hari. Larutan yang digunakan untuk menyerap H2S adalah larutan soda yang
mengandung bakteri sulfur. Penyerapan H2S terjadi pada kolom absorber dan
larutan yang keluar dari absorber diregenerasi di tangki aerator dimana hidrogen sulfida secara biologi dikonversi menjadi elemen sulfur oleh bakteri sulfur. Konsentrasi H2S yang bisa dicapai oleh proses ini dibawah 5 ppmv. Tekanan operasi
prosesShell Paquesadalah 0.1 – 90 barg.
c. Tail Gas Treating
DalamTail Gas Treating Unit, senyawa H2S yang tidak terkonversi dalam unitsulfur
recovery dikonversi menjadi senyawa sulfur sehingga gas buang yang dihasilkan memenuhi spesifikasi lingkungan.
Secara keseluruhan, proses pemisahan gas asam dan proses sulfur recovery untuk mencapai spesifikasigas pipelineditunjukkan oleh Gambar 2.16.
I. Kilang LNG
Rencana lokasi Kilang LNG di dua tempat yaitu pantai desa Uso (Kecamatan Batui) atau Desa Padang (Kecamatan Kintom). Gas yang telah diproses di BS/GPF di Donggi dan BS/GPF di Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas dari GPF Donggi dilakukan langsung ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Sedangkan Pengiriman gas dari GPF Matindok dilakukan melalui junction pada pipa jalur Donggi-Kilang LNG di Batui atau Kintom.
Secara garis besar fasilitas di kilang LNG akan terdiri dari unit proses, unit penampung, unit utilitas, unit pengolah limbah, unit pelabuhan dan infrastruktur. Diagram alir Kilang LNG disederhanakan seperti pada Lampiran 10.
1. Unit Proses
Unit Proses terdiri dari Fasilitas Penerimaan Gas, Fasilitas Pemurnian Gas dan Fasilitas Pencairan Gas.
a. Fasilitas Penerima Gas
Kapasitasdesigndari fasilitas ini direncanakan sebesar minimum 300 MMSCFD yang terdiri dari knock out drum, separator danslug chatcer. Dari fasilitas ini gas akan dialirkan ke fasilitas pemurnian gas (Acid Gas Removal Unit/AGRU) melalui unit kompresi. Kondensat yang terkumpul dari unit ini akan dialirkan ke unit stabilisasi kondensat dari Fasilitas Pencairan Gas Bumi.
b. Fasilitas Pemurnian Gas
Kilang LNG dapat dipastikan akan terdiri dari dua bagian umum: bagian pemurnian gas dan bagian pencairan/liquifaction gas. Bagian pemurnian gas diringkaskan di bawah dan bagian pencairan gas dalam bagian berikutnya. Masing-masing dari keduatrain pemurnian yang hampir sama itu meliputi AGRU, Unit Pengeringan dan Unit Pembuangan Merkuri (MRU). Pemurnian gas diperlukan untuk menghindari masalah karat dan pembekuan dalamUnit Liquifaction.
Dehydration Unit
Tujuan dari Unit Pengeringan ini adalah untuk mengeringkan gas jenuh-air dari AGRU untuk menghindari masalah pembekuan dan penyumbatan (formasi hidrat) pada temperatur sangat dingin yang dipakai dalam Unit Pembekuan. Kadar air dalam gas alam akan dikurangi sampai tidak lebih dari 1 ppmv.