• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pilihan karir

1. Pengertian pilihan karir

Secara umum, pemilihan karir merupakan suatu proses dari individu sebagai usaha mempersiapkan dirinya untuk memasuki tahapan yang berhubungan dengan pekerjaan (Setyawardani, 2009). Teori Holland dalam Akbar (2011) mengungkapkan bahwa pemilihan karier atau jabatan adalah merupakan hasil dari interaksi antara faktor hereditas dengan segala pengaruh budaya, teman bergaul orang tua, orang dewasa yang dianggap memiliki peranan yang penting. Menurut Marliyah, dkk (2004) dalam Oktaviani (2006) pilihan karir merupakan suatu proses ketika remaja mengarahkan diri kepada suatu tahap baru dalam kehidupannya, melihat posisi mereka dalam kehidupan pembuatan keputusan karir mereka.

Yunitasari (2006) juga berpendapat pemilihan karir merupakan cara, usaha seseorang atau mengambil satu diantara banyak jabatan atau pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju dan sesuai dengan yang diinginkan.

Menurut Holland (1979) dalam Akbar (2011) individu tertarik pada suatu karier tertentu karena kepribadiannya dan berbagai variabel yang melatarbelakanginya. Pemilihan karier pada dasarnya merupakan ekspresi atau perluasan kepribadian ke dalam dunia kerja yang diikuti dengan pengidentifikasian terhadap stereotipe okupasional tertentu. Perbandingan antara self dengan persepsi tentang suatu okupasi dan penerimaan atau penolakannya merupakan faktor penentu utama dalam pemilihan karier. Harmoni antara pandangan seseorang terhadap dirinya

(2)

dengan okupasi yang disukainya membentuk “modal personal style” (Akbar, 2011).

2. Proses pemilihan karir

Ginzberg dalam Akbar (2011) proses pemilihan karier mencakup beberapa tahapan yaitu tahap fantasi, tahap tentatif, tahap realistik, tahap eksplorasi, tahap kristalisasi dan tahap spesifikasi.

a. Tahap fantasi

Tahap ini seseorang memilih kariernya secara sembarangan, tidak didasarkan pada kemampuannya. Pemilihan karir didasarkan karena rasa kagum dan terkesan terhadap suatu profesi.

b. Tahap tentatif

Tahap ini seseorang mulai berkembang dalam pilihan kariernya, awalnya pertimbangan karier hanya didasarkan pada ketertarikan saja tidak mempertimbangkan hal lainnya yang juga mempengaruhi, dalam tahap ini hal tersebut dipertimbangkan. Seseorang mulai menyadari bahwa minatnya berubah-ubah dan mulai memikirkan karier apa yang cocok untuk dirinya sesuai dengan kemampuannya.

c. Tahap realistik

Tahap realistik seseorang memberikan penilaian terhadap karier yang akan dipilihnya. Penilaian berasal dari pengalaman atau pengetahuannya tentang karier yang dipilihnya kemudian dijadikan pertimbangan untuk memasuki pekerjaan atau untuk menentukan jurusan yang dipilihnya di perguruan tinggi.

d. Tahap eksplorasi

Tahap eksplorasi seseorang yang telah melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pilihan kariernya akan mencapai keberhasilan atau bisa juga mengalami kegagalan. Keberhasilan atau kegagalan yang dialami akan membentuk pola pikir dari seseorang mempertimbangkan kembali karier yang telah dipilihnya.

(3)

e. Tahap kristalisasi

individu berpikir lagi dan menyadari bahwa untuk menentukan pilihan kariernya harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keputusannya baik itu faktor yang berasal dari diri individu maupun faktor yang berasal dari luar diri individu. Adanya faktor-faktor tersebut pada akhirnya individu akan menentukan pilihan kariernya yang sesuai.

f. Tahap spesifikasi

setelah seseorang menentukan pilihan karier yang menurutnya sesuai, dalam tahap ini pilihan pekerjaan atau jurusan dispesifikasikan lebih khusus.

3. Faktor-faktor pemilihan karir

Menurut Dariyo (2004) dalam Oktaviani (2011) pilihan karir dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Faktor internal

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi dalam proses pilihan karir antara lain:

1) Jenis kelamin (gender) 2) Kepribadian (personality) 3) Minat dan Bakat

4) Intelegensi (kecerdasan) b. Faktor internal

Berdasarkan konsep teori belajar sosial (social learning theory), maka pilihan karir merupakan hasil dari proses belajar terhadap lingkungan hidupnya. Melalui proses pengamatan yang intensif seseorang dapat melihat baik-buruknya atau kelebihan-kekurangan suatu karir yang dijalani oleh orang lain. Faktor-faktor eksternal ini antara lain: orang tua, guru, teman, media massa, atau masyarakat umum lainnya.

(4)

Terkait dengan proses pemilihan karir Blau, dkk (1987) dalam Oktavia (2011) teorinya mengemukakan bahwa:

a. Pilihan pekerjaan adalah merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

b. Proses pilihan dan seleksi pekerjaan. Pilihan seseorang terhadap suatu pekerjaan didorong oleh faktor adanya kecenderungan untuk mendapatkan ganjaran dan faktor pengharapan terhadap terjadinya perubahan. Keduanya terwujud disebabkan usaha yang berhasil dalam proses belajar dari pengalaman-pengalaman sosial.

c. Faktor-faktor yang menentukan dalam memasuki pekerjaan terdiri dari:

1) Tuntuttan untuk dapat lebih maju

2) Faktor kebutuhan fungsional, ganjaran seperti ; gaji, prestise, promosi, bonus, dan yang sejenis

3) Faktor informasi pekerjaan

4) Faktor keterampilan teknik pekerjaan dalam berbagai macam tugas

5) Karakteristik sosial pekerja yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan

6) Faktor orientasi nilai masyarakat

4. Pemilihan karir berdasarkan proses pembelajaran

Fottler & Bain (1984) dalam Akbar (2011) mengatakan pemilihan karier merupakan sebuah proses yang dimulai sejak usia awal. individu yang mampu menentukan pilihan karier merupakan individu yang kompeten memiliki kemampuan pengetahuan, skill, talenta dan kemampuan untuk melangkah maju seperti yang di jelaskan oleh Care (1984) dan Akbar (2011) yang mampu menyelesaikan masalah dalam pemilihan karier merupakan individu yang kompeten.

O’Hara dalam Akbar (2011) mengemukakan bahwa pemilihan karier pada dasarnya merupakan sebuah proses belajar. Pendekatan teori Belajar

(5)

O’Hara & A. W. Miller dalam Akbar (2011) menekankan prinsip-prinsip belajar sebagai dasar untuk keputusan vokasional yang efektif.

A. W. Miller dalam Akbar (2011) juga meyakini bahwa teori belajar diaplikasikan dalam pembuatan pilihan karier, hal ini berkonsentrasi pada hubungan antara perilaku yang secara konsisten dan signifikan terkait dengan pilihan okupasi. Terdapat empat kategori perilaku diantaranya yaitu:

a. Kegiatan fisik nyata (overt) b. Pernyataan verbal nyata

c. Perubahan emosional atau fisiologis tersembunyi (covert) d. Respon verbal atau pemikiran tersembunyi.

B. Persepsi

1. Pengertian persepsi

Persepsi adalah proses penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan, termaksud penetapan informasi untuk membentuk pengkategorian dan penafsiran (Shane & Glinow, 2000, dalam Simbolon, 2008).

Menurut Rizani (2006) persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu. Persepsi dinyatakan sebagai proses menafsir sensasi-sensasi dan memberikan arti kepada stimuli.

Eytonck (1972) dalam Musthofa (2009) menjelaskan persepsi merupakan suatu fungsi psikologis (melalui organ-organ sensoris) yang memungkinkan individu menerima dan mengolah informasi dari lingkungan dan mengadakan perubahan-perubahan di lingkungannya. Stagner dan Holey mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu penafsiran terhadap situasi dan unsur yang penting dalam penyesuaian perilaku. Penyesuaian perilaku ini di pengaruhi oleh beberapa faktor

(6)

seperti: keinginan, kebutuhan, motivasi, minat, dan nilai-nilai yang di miliki (Soemanto, 2007). Persepsi juga diartikan sebagai proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berfikir (Bimo, 1981, dalam Musthofa, 2009).

2. Macam-macam persepsi

Menurut Sunaryo (2004) persepsi dibedakan menjadi dua macam, yaitu External perception dan self perception. External perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya ransangan yang datang dari luar individu. Sedangan self perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya ransangan yang berasal dari dalam individu, dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.

3. Syarat-syarat terjadinya persepsi

Menurut Sunaryo (2004) supaya individu dapat mengadakan persepsi diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya objek yang dipersepsikan lalu objek tersebut menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor, adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi, alat indera atau reseptor sebagai penerima stimulus dan saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak lalu dari otak dibawah melalui saraf motorik sebagai alat untuk mengadakan respon.

4. Proses terjadinya persepsi

Widayatun (1999) menyatakan bahwa proses terjadinya persepsi adalah karena adanya objek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indera (objek tersebut menjadi perhatian panca indera), kemudian stimulus/objek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak terjadi adanya “Kesan” atau jawaban (Respon) adanya stimulus, berupa kesan atau respon dibalikkan ke indera kembali berupa “Tanggapan” atau persepsi atau hasil kerja indera berupa pengalaman hasil pengolahan otak.

(7)

Proses terjadinya persepsi dilihat dari sisi ilmu spikologi dijabarkan sebagai suatu pengamatan diproses secara sadar, sehingga individu yang bersangkutan dapat menyadari dan memberi arti objek yang diamati sesuai dengan perhatian, kebutuhan, sistem nilai, dan karakteristik kepribadiaanya (http://perpustakaan.upi.edu/).

Menurut Rizani (2006) proses terjadinya persepsi dapat dipandang sebagai proses seseorang meyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang memberi arti. Persepsi mencakup penafsiran objek, penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku, sebagaimana bagan di bawah ini :

Kenyataan dalam Proses persepsi orang Organisasi Mengorganisasikan

Pekerjaan dan menafsirkan

Perilaku stimulus sikap yang terbentuk

bagan 2.1 proses persepsi individu Rizani (2006).

5. Faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi

Rizani (2006) menyatakan beberapa orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda dalam melihat suatu objek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh:

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi - Meniru - Memilih - Gambaran diri - Situasi - Kebutuhan - Emosi Pengamata n stimulus Evaluasi kenyataan

(8)

a. Faktor pemersepsi

Faktor pemersepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan penghargaan b. Faktor target yang dipersepsikan

Faktor target yang dipersepsikan meliputi : hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan, sedangkan faktor situasi meliputi : waktu, keadaan/situasi dan keadaan sosial

c. Faktor situasi di mana persepsi itu dilakukan.

Jenis kelamin, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu ikut menentukan pemersepsi (Rizani, 2006). Faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut menurut Robins (2005, dalam simbolon 2008) adalah sebagai berikut:

Faktor Target : - Hal baru - Gerakan - Bunyi - Ukuran - Latar belakang - Kedekatan Faktor pemersepsi : - Sikap - motivasi - Kepentingan - Pengalaman - Penghargaan Faktor Situasi : - Waktu - Keadaan/situasi

(9)

Bagan 2.2 proses persepsi individu Robins (2005) dalam Simbolon (2011)

C. Pendidikan S1 Keperawatan 1. Pengertian

Pendidikan keperawatan adalah pendidikan yang bersifat akademik profesional, yang bermakna bahwa program pendidikan ini mempunyai landasan akademik dan landasan profesi yang cukup (Nursalam & Efendi, 2008). Proses pendidikan keperawatan dilaksanakan melalui dua tahapan, yaitu tahapan akademik dan tahapan profesi (Nursalam, 2007).

Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesional disusun berdasarkan kerangka konsep yang mencirikannya sebagai pendidikan akademik-profesional. Isi pendidikan dan berbagai pengalaman belajar yang dikembangkan ditujukkan untuk memberi landasan keilmuan yang kokoh serta sikap dan kemampuan profesional sesuai yang dituntut oleh profesi keperawatan (Nursalam & Efendi, 2008).

2. Pendidikan akademik

Staf akademik yang merupakan kompenen penting dalam mengembangkan dan pelaksanaan pendidikan tinggi keperawatan dan berbagai disiplin ilmu harus tersedia dan dikembangkan secara terarah dan berlanjut (Nursalam & Efendi, 2008).

Tersedianya ruang kuliah, perpustakaan, dan buku-buku keperawatan diperlukan dalam proses pembelajaran. Ketersediaan laboratorium, khususnya laboratorium ilmu-ilmu biomedik dan laboratorium keperawatan merupakan hal yang mutlak diperhatikan. Pengalaman ilmu-ilmu biomedik dengan penekanan pada pemahaman

(10)

teori dan konsep-konsep ilmu biomedik serta penalaran ilmiah perlu ditopang dengan bentuk pengalaman belajar praktik di laboratorium yang memadai. Fasilitas laboratorium keperawatan dasar, medikal bedah, anak, maternitas, jiwa, dan komunitas dengan adanya pengaturan dan penyediaan peralatan yang sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan juga harus diperhatikan. Keterampilan dasar keperawatan perlu dikembangkan, sehingga pengalaman belajar praktik dilaksanakan dan dikembangkan sesuai tujuan yang hendak dicapai (Nursalam & Efendi, 2008).

3. Pembelajaran klinik a. Pengertian

Pembelajaran klinik merupakan fokus pembelajaran dan pengajaran yang melibatkan klien secara langsung dan menjadi “jantung” dari pendidikan keperawatan. McAllister (1997) dalam Emilia (2008) mendefinisikan pendidikan klinik adalah suatu pengajaran dan proses pembelajaran yang berpusat dan dilakukan mahasiswa, yang terjadi dalam konteks perawatan pasien.

Pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL) adalah suatu proses transformasi mahasiswa menjadi seorang perawat profesional yang memberi kesempatan mahasiswa untuk beradaptasi dengan perannya sebagai perawat profesional dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional di situasi nyata pada pelayanan kesehatan klinik atau komunitas (Nursalam & Efendi, 2007).

Pembelajaran klinik sangat penting untuk mahasiswa keperawatan. Keberhasilan pembelajaran klinik sangat dipengaruhi banyak faktor, di antaranya adalah lingkungan belajar klinik (clinical learning environment). Lingkungan pembelajaran klinik merupakan salah satu bentuk iklim pembelajaran, yang pada pembelajaran medis,

(11)

inisiatif awal, perkembangan berkelanjutan, dan kelelahan kepaniteraan (Boor et al, 2008, dalam Emilia, 2008).

Praktik klinik diharapkan bukan hanya sekedar kesempatan untuk menerapkan teori yang dipelajari di kelas ke dalam praktik profesional. Melalui praktik klinik mahasiswa diharapkan lebih aktif dalam setiap tindakan sehingga akan menjadi orang yang cekatan dalam menggunakan teori tindakan

b. Perencanaan pembelajaran klinik

Menurut William H Newman dalam bukunya Administrative Action Techniques of Organization and Management dalam Majid (2005) Perencanaan adalah penentuan apa yang akan dilakukan, Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat dikatakan sebagai proses penyusunan materi, penggunaan media, penggunaan pendekatan dan metode pengajaran. Sebelum membuat rancangan, sebaiknya dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Melalui pengkajian akan didapatkan status kemampuan awal peserta didik sehingga akan membantu menetapkan tujuan pembelajaran. Mahasiswa tidak semua harus mendapatkan proses pembelajaran yang sama walaupun tujuan akhir dari pembelajarannya sama.

Fungsi perencanaan adalah memberikan panduan kepada pembimbing dan mahasiswa dan konteks seperti kerangka kerja untuk refleksi dan evaluasi (Nursalam & Efendi, 2008).

c. Pelaksanaan pembelajaran klinik

1) Sarana dan prasarana pembelajaran klinik

Pengembangan kompetensi klinik mahasiswa membutuhkan sarana dan prasarana pendukung. Rumah sakit merupakan fasilitas pendidikan yang harus ada karena menjadi tempat mengembangkan pengalaman belajar klinik. Rumah sakit sebagai jaringan tempat praktik memberikan kesempatan peserta didik

(12)

untuk melakukan praktik pada situasi yang nyata untuk menumbuhkan dan membina keterampilan intelektual, interpersonal, dan psikomotor (Emilia, 2008).

Menurut Nursalam & Efendi (2008) Tempat praktik yang digunakan harus memiliki komponen dan persyaratan yang memadai untuk mengembangkan PBK. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a) Kesempatan kontak dengan klien untuk mengaplikasikan pengetahuan dalam merawat klien.

b) Tujuan praktik harus dipenuhi oleh peserta didik maupun pembimbing klinik agar dapat memotovasi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

c) Bimbingan yang kompeten akan menentukan kualitas pengalaman peserta didik dalam melakukan pelayanan asuhan keperawatan.

d) Praktik klinik untuk mempelajari keterampilan di tempat klinik merupakan hal yang penting dari suatu pendidikan keperawatan.

e) Kegiatan di tempat praktik memerlukan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis melalui pembelajaran dengan pemecahan masalah.

f) Peserta didik mendapat kesempatan untuk mentransfer pengetahuan yang didapatkan dengan mengemukakan rasional dalam melakukan suatu tindakan.

Persyaratan yang harus dimiliki tempat praktik adalah sebagai berikut:

a) Rumah sakit tersebut terdaftar dan diakui oleh pemerintah sebagai institusi pelayanan kesehatan serta mempunyai struktur organisasi dan manajemen yang baik.

(13)

b) Memberikan pelayanan diagnosis, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.

c) Mempunyai klien yang cukup dalam jumlah maupun jenis penyakit untuk memberikan pengalaman belajar kepada pesertadidik.

d) Mempunyai fasilitas fisik dan pengadaan alat-alat yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan belajar.

e) Mempunyai perpustakaan dengan materi-materi bacaan yang sesuai kebutuhan peserta didik dan staf akademik. f) Penanggung jawab dan staf dilapangan praktik yang dapat

menciptakan lingkungan yang membantu peserta didik mencapai tujuan dan falsafah pendidikan.

g) Staf medis dan perawat merupakan tenaga yang terpilih dan mampu memberikan pelayanan yang efektif kepada klien serta berfungsi sebagai fasilitator dalam mencapai tujuan belajar.

h) Pencatatan dan pelaporan data khusus dilakukan secara akurat, sederhana, dan logis sehingga mudah dimengerti dan dapat digunakan oleh peserta didik serta staf perawat. i) Pengaturan staf secara efisien dan peserta didik tidak

digunakan untuk memenuhi kekurangan tenaga staf di ruangan.

j) Mempunyai manajemen pelayanan keperawatan yang baik. k) Mempunyai manajemen pelayanan medis yang baik.

l) Mempunyai kegiatan penelitian untuk meningkatkan pelayanan medis dan keperawatan.

2) Keterampilan klinik

Menurut Dorothy E, Reilly Marilyn H & Obermann (2002) Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap perawat mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Ketiga kompenen ini diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

(14)

a) Kompetensi kognitif

Kompetensi kognitif mencakup kemampuan yang terkait dengan konsep keilmuan keperawatan. Perkembangan keterampilan kognitif merupakan salah satu tujuan penting dari praktik klinis dan menjadi perhatian utama pengajar dilingkungan klinik. Keterampilan kognitif yang esensial untuk praktik klinik mencakup pembelajaran konsep, pemecahan masalah, pembuatan keputusan, pemikiran kritis, dan pertimbangan klinis.

b) kompetensi psikomotor

Kompetensi psikomotor mencakup kemampuan atau keterampilan yang bersifat teknis prosedur di dalam melakukan aktifitas keperawatan. Ada tiga klasifikasi keterampilan yang dicatat dalam kepustakaan.

(1) Keterampilan motorik lembut : keterampilan keperawatan ini mencakup: injeksi, manipulasi pembuluh arteri, pembalutan bedah yang membutuhkan instrumentasi. (2) Keterampilan manual : keterampilan keperawatan ini

meliputi: pengkajian fisik, higiene tubuh, drainase dada, sentuhan.

(3) Keterampilan motorik kasar : melibatkan otot-otot besar dan pergerakan tubuh. Keterampilan keperawatan ini mencakup: resusitasi jantung paru (RJP), ambulasi, rentang pergerakan, pengaturan posisi pasien.

c) kompetensi afektif.

Kompetensi afektif menyangkut sifat perawat saat berinteraksi dengan klien, yang di maksud adalah sikap profesional.Keterampilan afektif penting untuk praktisi dari semua disiplin karena berhadapan dengan keputusan kompleks dimana niali-nilai yang berkaitan dengan kehidupan, keadilan,

(15)

dan perlindungan ditentang oleh nilai-nilai yang berkaitan dengan keuntungan, kelayakan dan teknologi.

3) Pembimbing klinik

Menurut Asyahadi (2004) Membimbing adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian diri dalam pemahaman diri penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Pembimbing klinik perlu ditingkatkan kualitasnya karena pembimbing sangat berperang pada perkembangan kemampuan kognitif dan afektif peserta didik. Kriteria pembimbing klinik yang perlu di tingkatkan adalah peran sebagai model/contoh, pengamat, peserta, dan narasumber (Nursalam, 2002).

a) Kriteria pembimbing klinik

Nursalam (2002) menjelaskan kriteria yang harus dipenuhi seorang pembimbing antara lain.

(1) Memiliki pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas serta minimal setara dengan jenjang pendidikan peserta didik.

(2) Kompetensi dalam kemampuan klinik (3) Terampil dalam pengajaran klinik

(4) Mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik. b) Peran pembimbing

Mandriwati (1999) mengatakan peran pembimbing dalam pembelajaran klinik adalah:

(1) Pembimbing peserta didik dalam mengaplikasikan teori-teori yang telah diajarkan sesuai dengan kasus-kasus

(16)

yang ditemukan dan mendampingin peserta didik dalam melatih keterampilan yang telah dipelajari.

(2) Fasilitator, artinya pengajar/pembimbing membantu peserta didik dalam melengkapi fasilitas yang diperlukan dalam proses pembelajaran klinik

(3) Konselor, artinya sebagai problem solver. Pengajar selalu membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam pembelajaran klinik, khususnya dalam mencapai tujuan belajar.

(4) Manajer, artinya pengajar mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam hal merencanakan, mengorganisasikan personalia yang terlibat dalam proses pembelajaran klinik, melaksanakan pengarahan dan mengadakan pengawasan terhadap pelaksanan pembelajaran klinik.

(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6771/1/05701 2005.pdfdi unduh 22 maret 2012)

4) Metode pengajaran klinik

Metode pembelajaran merupakan suatu metode untuk mendidik peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik memilih dan menerapkan cara mendidik sesuai dengan tujuan dan karakteristik individual peserta didik berdasarkan kerangka konsep pembelajaran. Menurut Nursalam, Efendi (2008) dan Dorothy E, Marilyn H, Obermann (2002) metode pembelajaran klinik adalah sebagai berikut:

a) Eksperensial

Metode eksperensial memberikan pengalaman yang langsung dari kejadian, baik melalui praktik klinis yang melibatkan interaksi dengan klien yang nyata dan orang lain di

(17)

lapangan atau melalui pengalaman yang seperti kenyataan, misalnya simulasi atau bermain peran.

Kegunaan dari metode eksperensial adalah sebagai berikut: (1) Membantu menganalisis situasi klinik melalui proses

identifikasi masalah.

(2) Menentukan tindakan yang akan di ambil.

(3) Mengimplementasikan pengetahuan ke dalam masalah klinik.

(4) Menenkankan hubungan antara pengalaman belajar yang lalu dengan pengalaman terhadap masa lalu.

(5) Berasal dari teori kognitif yang dipadukan dengan teori proses informasi dan teori pengambilan keputusan. (6) Kegiatan pada metode ini meliputi:

(a) Situasi menyesaikan masalah.

(b) Membantu peserta didik meningkatkan sikap profesional.

(c) Mampu menerapkan masalah konseptual keperawatan dalam kurikulum berdasarkan masalah aktual.

(7) Menggambarkan secara tertulis kejadian/peristiwa klinik dengan tujuan:

(a) Menanggulangi masalah yang terdapat di klinik. (b) Mengidentifikasi data relevan yang menunjang

masalah.

(c) Mengajukan hipotesis yang relevan.

(d) Merencanakan tindakan keperawatan yang tepat. (e) Menerapkan teori ke dalam praktek.

(8) Melengkapi situasi pengambilan keputusan secara individual atau kelompok.

(18)

(9) Berdiskusi dan menggali proses berpikir dalam menanggapi situasi.

b) Konferensi

Pertemuan atau konferensi klinis merupakan bentuk diskusi kelompok mengenai beberapa aspek praktik klinik. Metode ini, peserta didik dapat berbicara saat proses pemecahan masalah dan menerima umpan-balik langsung dari rekan sejawat dan pengajar.

(1) Kegunaan

Kegunaan metode konferensi adalah sebagai berikut: (a) Dirancang melalui diskusi kelompok.

(b) Meningkatkan pembelajaran dan penyesaian masalah dalam kelompok melalui analisis kritikal, pemilihan alternatif pemecahan masalah, dan pendekatan kreatif. (c) Memberi kesempatan mengemukakan pendapat dalam

penyesaian masalah.

(d) Memberi umpan balik dari kelompok atau pengajar. (e) Memberi kesempatan terjadinya peer review, diskusi

kepedilian, isu, dan penyesaian masalah oleh disiplin ilmu lain.

(f) Berinteraksi dan menggunakan orang lain sebagai narasumber.

(g) Meningkatkan kemampuan memformulasikan ide. (h) Adanya kemampuan peserta didik untuk

berkontribusi.

(i) Meningkatkan rasa percaya diri dalam berinteraksi dengan kelompok.

(j) Kemampuan menggali perasaan, sikap, dan nilai-nilai yang mempengaruhi praktik.

(19)

(l) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan. (2) Jenis konferensi

(a) Konferensi praklinik (preconference)

Konferensi praklinik kegiatan berdiskusi kelompok tentang praktik klinik yang mana diagnosis keperawatan masih berlaku: apakah diagnosis/masalah keperawatan yang ditemukan berdasarkan pengkajian yang akurat, apa rencanaan dan tindakan yang akan dilakukan hari ini.

(b) konferensi pascaklinik (postconference).

 Dilakukan segera setelah praktik klinik dilaksanakan, Tujuannya:

- Untuk menilai kemampuan peserta didik dalam mengevaluasi perkembangan klien.

- Menilai kemampuan peserta didik dalam menyiapkan praktik pada hari tersebut.

- Menilai perkembangan kemampuan menulis diagnosis keperawatan pada hari tersebut. Konferensi ini berguna untuk memperoleh kejelasan tentang asuhan yang telah diberikan, membagi pengalaman antar peserta didik, dan mengenali kualitas keterlibatan peserta didik dalam praktik.

(c) Umpan balik dari kelompok (peer review). (d) Isu (isue).

(e) Multidisiplin. c) Observasi

Observasi terhadap pengalaman aktual di lapangan atau terhadap suat peragaan yang diperlukan untuk belajar didapat melalui modeling. Menurut teori pembelajaran sosial Bandura

(20)

(1977, dalam Dorothy E, Marilyn H, Obermann (2002), modering dapat meningkatkan pembelajaran yaitu dengan menyampaikan kepada peserta didik mengenai perilaku apa yang sebenarnya akan dibentuk. Berdasarkan observasi, peserta didik membentuk suat citra mengenai cara perilaku baru tersebut dilaksanakan, yang juga berfungsi sebagai pedoman untuk pembelajaran berikutnya. Metode pembelajaran observasi meliputi:

(1) Observasi di lingkungan klinis

(a) Mempersiapkan peserta didik untuk pengalaman berikutnya dengan klien, memberikan suatu perspektif mengenai apa sebenarnya perawatan atau intervensi spesifik itu.

(b) Memungkinkan peserta didik untuk memandang orang lain dalam praktik, yang berfungsi sebagai pedoman untuk mengembangkan perilaku mereka.

(c) Memungkinkan peserta didik untuk mengobservasi situasi klinis yang mungkin tidak sempat dialami peserta didik.

(d) Memberikan suatu cara untuk meningkatkan keterampilan observasi mereka sendiri.

(2) Kunjungan lapangan

Kunjungan lapangan memberikan kesempatan untuk observasi di luar lingkungan klinis, sehingga peserta didik akan mendapatkan pengalaman yang biasanya tidak ada di lingkungan mereka untuk menambah pengetahuan baru dan mendapatkan perspektif yang lebih luas mengenai masalah perawatan kesehatan atau isu-isu yang sedang dibicarakan.

(21)

(3) Ronde keperawatan

Ronde keperawatan melibatkan observasi dan seringkali, wawancara terhadap seorang klien di lingkungan dan biasanya diikuti dengan diskusi kelompok.

(4) Peragaan

Peragaan berisi presentasi mengenai cara melakukan suat prosedur atau teknik, cara menggunakan peralatan, dan cara berinteraksi dengan orang lain. Cara ini memberikan pembelajaran melalui bentuk visual dan auditor, sehingga memungkinkan peserta didik untuk mengobservasi prosedur dan langkah-langkah komponennya sekaligus menjelaskan langkah-langkah tersebut dan prinsip-prinsip yang mendasarinya (Oermann 1990, dalam Dorothy E, dkk, 2002).

d) Ronde keperawatan

Ronde keperawatan merupakan metode pembelajaran klinik yang memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis ke dalam praktik secara langsung.

(1) Tujuan

(a) Menumbuhkan cara berpikir kritis.

(b) Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan keperawatan berasal dari masalah klien.

(c) Meningkatkan pola pikir sistematis. (d) Meningkatkan validitas data klien.

(e) Menilai kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.

(22)

(f) Meningkatkan kemampuan membuat justifikasi, menilai hasil kerja, dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

(2) Karakteristik

(a) Klien dilibatkan secara langsung.

(b) Klien merupakan fokus kegiatan peserta didik. (c) Peserta didik dan pembimbing melakukan diskusi. (d) Pembimbing memfasilitasi kreatifitas peserta didik

sehingga timbul ide baru.

(e) Pembimbing klinik membantu mengembangkan kemampuan peserta didik untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.

Kelemahan metode ini klien dan keluarga merasa kurang nyaman serta privasinya

e) bed side teaching

bed side teachingmerupakan metode pembelajaran peserta didik yang dilakukan di samping tempat tidur klien, meliputi kegiatan mempelajari kondisi klien dan asuhan keperawatan yang dibutuhkan klien.

(1) Manfaat

Pembimbing klinik dapat mengajarkan dan mendidik peserta didik untuk menguasai keterampilan prosedural, menumbuhkan sikap profesional, mempelajari perkembangan biologis atau fisik, melakukan komunikasi melalui pengamatan langsung.

(2) Prinsip

(a) Sikap fisik maupun psikologis dari pembimbing, peserta didik dan klien.

(23)

(c) Diskusi pada awal dan pasca demonstrasi didepan klien dilakukan seminimal mungkin.

(d) Lanjutkan dengan redemonstrasi.

(e) Kaji pemahaman peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang didapatkannya saat itu.

(f) Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya, atau apabila peserta didik menghadapi kesulitan menerapkan.

f) Self-directed

Metode pembelajaran self-directed didasarkan pada konsep pembelajaran fenomenologik yang menyadari pembelajaran sebagai proses individu yang memerlukan keterlibatan aktif peserta didik. Pandangan ini menerima keunikan dan kemampuan individu untuk membuat pilihan dan Keputusan sendiri mengenai pembelajaran. Ada bukti yang cukup untuk memperlihatkan besarnya perbedaan individu di antara peserta didik. Ada tiga metode pengajaran self-directed, yaitu :

(1) Kontrak pembelajaran (learning contract)

Kontrak pembelajaran memperlihatkan suatu persetujuan tertulis antara pengajar dan peserta didik yang menyebutkan tanggung jawab mereka terhadap hasil yang akan dicapai.

(2) Belajar sendiri (independent study)

Pada metode belajar sendiri, peserta didik diberikan kebebasan untuk mengatur belajarnya sendiri tanpa prosedur negosiasi kontrak pembelajaran yang formal. (3) Modul kecepatan diatur sendiri (self-paced module)

(24)

Self-paced module memberikan suat cara lain untuk mengkhususkan instruksi dan untuk memberikan self-directed. Gerak maju peserta didik dalam modul bergantung pada kecepatannya sendiri, mengambil waktu sebanyak mungkin untuk mencapai keahlian.

g) Multimedia

Media memberikan pembelajaran yang multisensorik. Bergantung pada bentuknya media menyampaikan pesan pada peserta didik melalui bentuk sensorik yang beragam; visual, seperti dengan slide dan filmstrip; auditor, seperti dengan videotip, taktil dengan menggunakan model dan objek lain untuk dimanipulasi; dan seringkali melalui kombinasi hal-hal tersebut, seperti rekaman videotip dan video interaktif.

Media mempunyai kelebihan karena dapat memperlihatkan proses dan kejadian yang jauh tidak dapat diakses, gambar yang diperbesar, dan prosedur di mana peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk mengobservasi atau berpartisipasi didalamnya. Dengan keterampilan psikomotorik, media memberikan suat cara untuk memperagakan keterampilan dan menekankan elemen yang krisis saat melakukannya. Media juga meningkatkan pembelajaran efektif dengan memperkenalkan peserta didik pada situasi klinis yang makna nilainya dapat diuji.

d. Lingkungan belajar klinik

Lingkungan klinik memiliki tujuannya sendiri yaitu memberikan perawatan kesehatan dan pelayanan lain pada populasi tertentu, pendidikan untuk praktisi dan peserta didik dari disiplin ilmu yang berbeda, dan melakukan penilitian di berbagai bidan. Praktisi klinik memberikan pengalaman dengan klien yang nyata dan masalah yang

(25)

nyata yang mungkin peserta didik menggunakan pengetahuan dalam praktik, mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah dan pembuatan keputusan, mempelajari cara untuk belajar, dan membentuk suatu komitmen untuk bertanggung jawab terhadap tindakannya sendiri (Emilia, 2008).

Lingkungan belajar di rumah sakit merupakan konteks sosial yang unik dengan kondisi khusus untuk pembelajar, kegiatan dan sumber belajar, kesempatan untuk praktek aplikasi pengetahuan, evaluasi. Tingkat kemandirian (otonomi) tertentu, pembimbing yang baik, dukungan sosial, beban kerja yang wajar, kejelasan peran, variasi pengalaman klinik dan perhatian terhadap pengajaran dan pembelajaran merupakan kondisi pembelajar yang diharapkan (Emilia, 2008). Lingkungan belajar klinik dibentuk oleh beberapa faktor. Faktor pembentuk tersebut meliputi kurikulum, sistem, pembimbing klinik, staf perawat, beban kerja dan lingkungan yang baik (Purwandari & Mulyono 2011).

1) Konsep lingkungan belajar klinik

Konsep lingkungan belajar klinik dapat dipahami dengan menggunakan teori organisasi dan pendidikan. Teori organisasi memaparkan interaksi antara mahasiswa dengan lingkungan mereka (konteks klinik), sedangkan teori pendidikan merupakan dasar untuk memahami proses pembelajaran.

Budaya organisasi memaparkan sejumlah nilai yang dimiliki suatu organisasi. Nilai-nilai ini akan membentuk norma, perilaku dan mempengaruhi perilaku individu yang ada dalam organisasi tersebut.

Mahasiswa belajar melalui mengamati, meniru dan praktek dalam situasi nyata. Berlin (1983) dalam Emilia (2008) dan Shuell (1986) dalam Emilia (2008) memaparkan model

(26)

lingkungan belajar praktek yang ideal seharusnya memiliki hal-hal berikut:

a) Situasi fisik yang mendekati situasi praktek atau situasi sesungguhnya.

b) Peralatan/perlengkapan yang cukup dan mudah didapatkan untuk mengembangkan keterampilan dan praktek.

c) Para ahli yang mampu memberikan contoh keterampilan dan perilaku yang sesuai serta memberikan feedbackkonstruksif pada mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan.

d) Instruktur/ahli yang membentuk dan mendorong penguasaan keterampilan dan pengetahuan baru.

e) Urutan belajar mulai dari observasi, praktek satu keterampilan, hingga praktek seluruh keterampilan.

f) Kesempatan praktek yang cukup, dan

g) Hubungan antara pengalaman yang didapat sekarang dengan yang akan datang

(27)

D. Kerangka teori

Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut :

Bagan 2.3 Kerangka teori

Dorothy, Marilyn, Oberman, (2002). Nursalam, Efendi (2008). Emilia (2008). Simbolon (2008). Rizani (2006) Jenis kelamin 1. Faktor Pemersepsi :  Tingkat pengetahuan  Pendidikan  Umur  Jenis kelamin  Sosial ekonomi  Sikap, motif  Kepentingan  Pengalaman  Penghargaan 2. Faktor Target :  Hal baru  Gerakan  Bunyi  Ukuran  Latar belakang  Kedekatan 3. Faktor Situasi :  Waktu  Keadaan/situasi  Keadaan social 1. Sarana a. Rumah sakit 2. Keterampilan a. Kompetensi kognitif b. Kompetensi psikomotor c. Kompetensi afektif 3. Pembimbing klinik a. Pembimbing b. Fasilitator c. Konselor d. Manajer 4. Metode pembelajaran a. Eksperensial b. Konferensi c. Observasi d. Bed side teaching e. Self-directed f. Multimedia Umur Status perkawinan Tempat tinggal Pilihan karir Persepsi

(28)

E. Kerangka konsep

Bagan 2.4 kerangka konsep

F. Hipotesis penelitian

Ada hubungan pilihan karir mahasiswa dengan persepsi terhadap proses pembelajaran klinik pada mahasiswa semester VI S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang

Pilihan karir

Persepsi terhadap proses pembelajaran klinik pada mahasiswa semester VI S1 Keperawatan Universitas

Referensi

Dokumen terkait

Setelah membandingkan antara pengertian beban menurut standar akuntansi keuangan dengan PT. Petrosida Gresik, maka dapat disimpulkan bahwa PT. Petrosida Gresik telah

Hasil penelitian siklus III menunjukkan peningkatan ketuntasan siswa sebanyak 24 siswa dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 85,8%.Berdasarkan hasil

adalah negara serba diatur di mana pasar dijauhkan dari campur tangan politik, tetapi keberhasilan sistem kekebalan pasar ini bergantung pada pemahaman bahwa jika tatanan

Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan berdasarkan tujuan untuk mendapatkan pengaruh pijat oksitosin terhadap pengeluaran ASI

Harga adalah nilai suatu barang dan jasa yang diukur dengan sejumlah uang. Berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa

Desain kajian ini menyatakan, untuk mencapai ketiga tujuan tersebut dilakukan proses pembelajaran fisika yang memanfaatkan industry boiler sebagai objek pembelajaran

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di SD Negeri Panjang Wetan 01 Kota Pekalongan, bahwa diperoleh data motivasi orang tua dalam menentukan sekolah

Parameter sampel per detik merupakan kecepatan eksekusi pemrosesan sampel dalam satu detik. Data menunjukkan bahwa kecepatan maksimum parallel computing lebih cepat 68.02%