• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGAL OPINION HUKUM DAN HAK ASASI MANUSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LEGAL OPINION HUKUM DAN HAK ASASI MANUSI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

LEGAL OPINION

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Oleh : Aminullah Ibrahim

aminullahibrahim@students.unnes.ac.id LEGAL OPINION I

A. Pendahuluan

Ela dan Didin merupakan sepasang kekasih, pada hari minggu Didin mengajak Ela untuk pergi kencan dan bermalam minggu. Didin menjemput pacarnya itu dari Cianjur, dan pada malam itu Didin mengajak Ela untuk bermalam disebuah penginapan, kemudian mereka berhubungan intim selayaknya pasangan suami istri.

Seusai kencan, Didin mengajak pacarnya itu jalan-jalan, termasuk mampir ke penginapan lain. Saat itu, Didin minta Ela menunggu dengan alasan ia mengambil barang yang tertinggal. Wanita itu tak tahu, pria yang dicintainya itu mengambil golok yang telah dipersiapkan sebelumnya. Keduanya kemudian menuju Terminal Kampung Rambutan.

Di tempat parkir motor, Didin mengajak pacarnya itu mengobrol. Ketika Ela lengah, Didin menarik rambut wanita itu lalu menggoroknya. Ela sontak berteriak meminta tolong. Perlawanan itu membuat Didin semakin nekat. Ia kembali menggoroknya hingga perempuan itu jatuh bersimbah darah.

Warga disekitaran terminal yang mendengar teriakan Ela berdatangan. Didin pun gagal untuk melarikan, diri karena sudah terkepung. Apalagi, polisi yang berjaga di terminal itu cepat datang. wanita ini dihabisi pacarnya di Terminal Kampung Rambutan. Ia digorok dengan golok. Pembunuhan itu terjadi pada Minggu, 30 April 2017 sekira pukul 21:00 WIB. Didin yang berusia 36 tahun ditangkap polisi, berikut senjata tajam (golok) yang dipakai untuk membunuh Ela, pacarnya. (poskotanews.com)1

B. Analisis Aturan Hukum

Pada saat seleksi aturan hukum, dasar hukum yang digunakan pada kasus ini adalah Pasal 340 KUHP :

Pasal 340 KUHP :

“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”2

Dari Pasal 340 KUHP tersebut, maka dapat ditentukan terlebih dahulu syarat dan akibat hukumnya :

Aturan Hukum (AH) Orang tersebut dapat dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun karena melakukan pembunuhan dengan rencana/pembunuhan berencan (moord).

(2)

Syarat 1 (S1) Seseorang merampas orang lain.

Syarat 2 (S2) Seseorang melakukannya dengan sengaja.

Syarat 3 (S3) Seseorang melakukannya karena ada perencanaan terlebih dahulu.

C. Uji Syarat

Kemudian pengujian unsur syarat dan akibat hukum dengan menerapkan aturan hukum pada peristiwa/kasus tersebut :

Pasal 340 KUHP :

Syarat 1 (S1) Terpenuhi, Didin menarik rambut Ela (pacarnya) lalu menggoroknya, hingga perempuan itu jatuh bersimbah darah yang menyebabkan kematian Ela.

Syarat 2 (S2) Terpenuhi, Didin menarik rambut Ela lalu menggoroknya.

Syarat 3 (S3) Terpenuhi, Didin mengambil golok yang telah dipersiapkan sebelumnya untyuk membunuh Ela.

Aturan Hukum (AH) Karena seluruh unsur syarat terpenuhi, dapat disimpulkan bahwa Didin telah melakukan pembunuhan dengan rencana/pembunuhan berencana (moord).

D. Kesimpulan

Pada hari minggu, 30 April 2017 Didin mengajak Ela (pacarnya) untuk kencan, dan pada waktu itu mereka berhubungan intim selayaknya suami istri disuatu penginapan. Seusai kencan, Didin mengajak pacarnya itu jalan-jalan, termasuk mampir ke penginapan lain. Saat itu, Didin minta Ela menunggu dengan alasan ia mengambil barang yang tertinggal.

Ela tak tahu, pria yang dicintainya itu mengambil golok yang telah dipersiapkan sebelumnya. Keduanya kemudian menuju Terminal Kampung Rambutan. Di tempat parkir motor, Didin mengajak pacarnya itu mengobrol. Ketika Ela lengah, Didin menarik rambut wanita itu lalu menggoroknya. Apakah Didin dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas kejahatan pembunuhan berencana yang telah dilakukannya ?

Menurut Pasal 340 KUHP, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi agar dapat dikualifikasikan sebagai pembunuhan dengan rencana/pembunuhan berencan (moord). Syarat yang pertama adalah seseorang merampas nyawa orang lain. Syarat yang kedua adalah seseorang melakukannya dengan sengaja. Syarat yang ketiga adalah seseorang harus melakukannya karena ada perencanaan terlebih dahulu.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perbuatan Didin dapat dikualifikasikan sebagai pembunuhan dengan rencana/pembunuhan berencana (moord). Artinya, Didin harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya, dan dapat dihukum karena terpenuhinya semua kualifikasi delik yang dirumuskan dalam Pasal 340 KUHP dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

LEGAL OPINION II

(3)

Saipul Jamil merupakan penyanyi dangdut laki-laki yang terkenal, dan merupakan salah satu juri di ajang pencarian bakat penyanyi dangdut disebuah televisi swasta. Pada suatu saat, Saipul Jamil bertemu dengan salah seorang penonton dalam ajang tersebut yang berinisial DS dan mengajaknya berkenalan. Saipul Jamil menanyakan ke DS, “tinggal di mana?” Pas DS bilang di daerah Jakarta Utara, Saipul Jamil langsung menjawab “Oh sama nih, mau diantar (pulang) enggak?” Akhirnya DS mau diantar pulang dan pas turun sampai rumah, dikasih uang Rp 50.000, pada kamis malam.

Pada suatu ketika Saipul Jamil dan DS berjumpa lagi tanpa sengaja. Saat itu, Saipul Jamil meminta kepada DS untuk berkunjung ke rumahnya. Kemudian Saipul Jamil meminta DS untuk membantunya hingga larut malam, kemudian DS dimintai bantuan untuk memijat Saipul Jamil. Bermula dari meminta tolong itulah, Saipul Jamil melancarkan perbuatan asusilanya. Saipul Jamil sempat dua kali minta, tetapi DS tidak berkenan. Nah, pas DS sedang tertidur sekitar pukul 04.00 WIB, Saipul Jamil melakukan perlakuan tak senonoh itu. Tidak terima dilecehkan, DS yang disuruh pulang oleh Saipul Jamil langsung melaporkan peristiwa tersebut bersama orangtuanya ke polisi.

Saipul Jamil tidak melawan ketika diamankan dari rumahnya pada Kamis pagi. Awalnya, Saipul Jamil menanyakan maksud kedatangan rekan-rekan polsek. Namun, kami bawa DS ini untuk bertemu Saudara Saipul Jamil “ucap salah satu polsek”. Tim penyidik dari polsek terus mengembangkan keterangan empat saksi dalam kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya korban lain.

Sementara itu, DS juga telah menjalani proses untuk pembuatan visum di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Setelah diperiksa selama beberapa jam, Saipul Jamil pun ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan tersebut. Polisi juga menggeledah sejumlah kamar di rumah Saipul dan mengamankan beberapa barang. Barang yang diambil dimasukin ke dalam kantong, ada baju, celana, dan handphone. (KOMPAS.com)3

B. Analisis Aturan Hukum

Pada saat seleksi aturan hukum, dasar hukum yang digunakan pada kasus ini adalah Pasal 76 huruf e dengan ketentuan pidana Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”4

Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”5

3 KOMPAS.com. (19 Februari 2016).

(4)

Dari Pasal 82 ayat (1) Jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut, maka dapat ditentukan terlebih dahulu syarat dan akibat hukumnya :

Aturan Hukum (AH) Orang tersebut dapat dijatuhi pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) karena melakukan perbuatan cabul. Syarat 1 (S1) Seseorang melakukan Kekerasan atau ancaman

Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak.

Syarat 2 (S2) Seseorang melakukannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Hubungan antara kedua aturan hukum tersebut adalah :

Jika rumusan syarat dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dilanggar, maka ketentuan yang termuat dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang pengenaan pidana, digunakan dalam proses pemidanaan kasus pencabulan yang telah dilakukan oleh tersangka.

C. Uji Syarat

Kemudian pengujian unsur syarat dan akibat hukum dengan menerapkan aturan hukum pada peristiwa/kasus tersebut :

Pasal 82 ayat (1) Jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

Syarat 1 (S1) Terpenuhi, Saipul Jamil memberikan uang Rp 50.000 sebagai tipu muslihat untuk dapat berkenalan dengan DS, kemudian menyuruhnya untuk berkunjung ke rumah Saipul jamil dengan alasan meminta bantuannnya sampai larut malam.

Syarat 2 (S2) Terpenuhi, Saipul Jamil melakukan tindakan pencabulan terhadap DS pada saat dia tidur.

Aturan Hukum (AH) Karena seluruh unsur syarat yang termuat dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terpenuhi, sehingga Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagai pasal untuk penerapan pidana bagi pelanggar rumusan yang termuat dalam Pasal 76E, dapat disimpulkan bahwa Saipul Jamil telah melakukan perbuatan pencabulan dan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

D. Kesimpulan

(5)

yang berinisial DS. Kemudia Saipul jamil berkenalan dan mengantarkannya pulang. Sesampainya di rumah, DS diberi uang Rp 50.000.

Pada waktu yang berlainan Saipul Jamil dan DS tidak sengaja bertemu di salah satu tempat, kemudian DS diajak ke rumah saipul Jamil untuk membantunya. Suatu ketika, Saipul Jamil meminta untuk dipijat oleh DS dan pada saat itulah perbuatan pencabulan dilakukan oleh Saipul Jamil. Tidak hanya itu, saat DS tidur Saipul Jamil melakukannya lagi. Apakah Saipul Jamul dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pencabulan yang telah dilakukannya ?

Menurut Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi agar dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pencabulan. Syarat yang pertama, Seseorang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak. Syarat yang kedua, Seseorang melakukannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Sedangkan menurut Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagai pasal untuk penerapan pidana apabila yang termuat dalam Pasal 76E dilanggar menjelaskan bahwa “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perbuatan Saipul Jamil dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pencabulan menurut Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan penerapan pidananya termuat dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Artinya, Saipul Jamil harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya, dan dapat dihukum karena terpenuhinya semua kualifikasi delik yang dirumuskan dalam Pasal 76E dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

LEGAL OPINION III

A. Pendahuluan

HY merupakan seorang perempuan asal Cilacap yang sedang menunggu angkutan umum di dekat tempatnya bekerja di PT. DHI Blok D, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara usai menjalankan shift kerjanya yang selesai pada pukul 18.00 WIB. Saat sedang menunggu angkot di Jalan Jembatan Tiga, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara pada Pukul 19.30 WIB, melintaslah angkutan umum M25 yang diketahui dikendarai Yogi (25), warga Jalan Kampung Renged, RT04/RW02, Kelurahan Renged, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang. Di situlah awalnya korban ditawari oleh pelaku (Yogi) untuk diantarkan langsung hingga ke rumahnya yang ada di wilayah Tangerang dengan alasan searah dengan rumah pelaku.

(6)

yang dikenal sepi pada jam tersebut, Diketahui saat berhenti Yogi mencoba merayu korban agar mau berhubungan intim dengannya. Tetapi korban menolak dan berusaha mendorong pelaku yang berupaya memaksa korban untuk bersetubuh dengannya, bahkan korban sempat melakukan perlawanan dengan berupaya memecahkan kaca depan dengan lengan kanan dan kunci roda.

Pelaku yang sudah mengunci seluruh pintu dan menutup rapat seluruh bagian jendela, langsung memukul HY kemudian memindah paksa korban dari bangku depan ke bangku penumpang bagian belakang dan memaksa korban untuk melayani nafsu pelaku di lantai angkot tersebut. Korban yang sempat melawan aksi bejat pelaku akhirnya tak berdaya dan menuruti nafsu bejat pelaku yang tak lain adalah sopir angkot M25 Jurusan Grogol-Kota dengan nomor polisi B-2997-PG. Setelah memerkosa korban, pelaku berniat mengantarkan HY pulang ke rumahnya. Korban menolak tawaran tersebut, lalu terjadi pertengkaran di antara mereka dan korban sempat berteriak minta tolong.

Teriakan korban inilah yang kemudian memancing warga yang melintas dengan sepeda motor untuk berhenti karena mendengar dan melihat korban lari dari angkot setelah berhasil membuka pintu penumpang belakang. Barang bukti yang diamankan kepolisian, yakni satu buah celana dalam perempuan motif bunga berwarna putih dan pink, satu buah celana dalam laki-laki berwarna merah, celana panjang denim berwarna biru, celana panjang wanita berwarna hitam, dan satu unit kendaraan Kopamilet M25 jurusan Grogol-Kota dengan nomor polisi B-2997-PG beserta kunci kontak kendaraan, serta satu buah kunci roda terbuat dari stainless. (BERITASATU.com)6

B. Analisis Aturan Hukum

Pada saat seleksi aturan hukum, dasar hukum yang digunakan pada kasus ini adalah Pasal 285 KUHP :

Pasal 285 KUHP :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”7

Dari Pasal 285 KUHP tersebut, maka dapat ditentukan terlebih dahulu syarat dan akibat hukumnya :

Aturan Hukum (AH) Orang tersebut dapat dijatuhi pidana penjara paling lama dua belas tahun karena melakukan perkosaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Syarat 1 (S1) Seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Syarat 2 (S2) Seseorang memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan.

C. Uji Syarat

Kemudian pengujian unsur syarat dan akibat hukum dengan menerapkan aturan hukum pada peristiwa/kasus tersebut :

Pasal 285 KUHP :

6 BERITASATU.com. (13 November 2015).

(7)

Syarat 1 (S1) Terpenuhi, Yogi memukul HY karena sempat melawa ketika ingin diperkosa.

Syarat 2 (S2) Terpenuhi, Yogi memaksa HY yang merupakan penumpang angkot milkinya untuk bersetubuh dengan dia, dengan memaksa memindahkan HY untuk pindah ke lantai kursi belakang untuk melayani nafsunya.

Aturan Hukum (AH) Karena seluruh unsur syarat terpenuhi, dapat disimpulkan bahwa Yogi telah melakukan perkosaan.

D. Kesimpulan

Pada pukul 18:00 WIB, HY yang merupakan karyawati di PT. DHI Blok D, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara telah menyelesaikan pekerjannya yang pada waktu itu dia kebetulan shift malam. Ketika HY mau pulang, dia menunggu angkot yang tak berselang lama terdapat angkot yang lewat. Tanpa rasa curiga HY pulang dengan manaiki angkot yang disupir oleh Yogi. Tetapi pada saat itu Yogi yang memiliki niat jahat, sengaja mengajak HY keliling selama tiga jam, dengan tujuan mencari tempat yang sepi untuk dapat menyetubuhi HY.

Setelah mendapatkan sebuah tempat yang sepi, Yogi pun memberhentikan angkotnya kemudian merayu wanita itu untuk bersetubuh, tetapi HY tidak mau. Tetapi Yogi tetap meminta dengan memaksa HY untuk berhubungan intim dengannya. Untuk memenuhi nafsunya, Yogi memukul HY sampai tak bisa melawan dan memindahkannya secara paksa dari kursi depan ke lantai kursi belakang. Dan pada saat itulah perbuatan jahat Yogi dilakukan. Apakah Yogi dapat dimintai pidana atas kejahatan perkosaan yang telah dilakukannya ?

Menurut Pasal 285 KUHP, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi agar dapat dikualifikasikan sebagai perkosaan. Syarat yang pertama Seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Syarat yang kedua adalah Seseorang memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perbuatan Yogi dapat

dikualifikasikan sebagai perkosaan. Artinya, Yogi harus

mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya, dan dapat dihukum karena terpenuhinya semua kualifikasi delik yang dirumuskan dalam Pasal 285 KUHP dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

DAFTAR RUJUKAN

Setiawan, Tri Susanto. 2016. Kronologi Kasus Dugaan Pencabulan oleh Saipul Jamil. Jakarta: KOMPAS.com. (19 Februari 2016).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Puspito, Yanto. 2017. Begini Kronologi Pembunuhan Berencana yang Menimpa Ela. Jakarta: poskotanews.com. (1 Mei 2017).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Roy Fajara, Carlos. 2015. Ini Kronologi Pemerkosaan Karyawati dalam Angko.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh, disimpulkan bahwa Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun

Dalam penjelasan pasal 49 ayat (2) Undang- Undang nomor 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan khusus terhadap fungsi reproduksi adalah

Telah terpenuhi unsur - unsur Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang RI No. Prosedur pembuktian dalam sidang kasus persetubuhan terhadap Irmawati oleh ayah kandungnya sendiri

Berdasarkan bunyi/isi dari Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia PT Kahatex telah memenuhi syarat-syarat di dalam pasal

Pemohon merasa adanya frasa Makar yang tertuang dalam Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139 a, Pasal 139 b dan Pasal 140 Undang-undang Nomor 1 tahun 1946

Merujuk pada perlindungan khusus terhadap anak korban eksploitasi ekonomi dan/atau seksual termuat dalam Pasal 66 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Dalam penjelasan pasal 49 ayat (2) Undang- Undang nomor 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan khusus terhadap fungsi reproduksi adalah

Bentuk perlindungan hak anak untuk memperoleh pendidikan pada saat pandemi covid-19 dapat kita lihat di Pasal 22 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang