• Tidak ada hasil yang ditemukan

RADIOSINOVEKTOMI SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN RADANG SENDI TANPA OPERASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RADIOSINOVEKTOMI SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN RADANG SENDI TANPA OPERASI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

IPTEK ILMIAH POPULER

RADIOSINOVEKTOMI SEBAGAI

ALTERNATIF PENGOBATAN

RADANG SENDI TANPA OPERASI

Darlina dan Sri Wahyuni

Pusat Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir Jalan Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta – 12170

1. PENDAHULUAN

Rheumatoid arthritis atau radang sendi merupakan suatu penyakit yang dapat terjadi pada semua kelompok ras dan etnik di dunia [1]. Penyakit ini merupakan suatu penyakit otoimun yang mempengaruhi sendi-sendi tubuh antara lain sendi pada tangan, kaki, leher, panggul, pergelangan kaki dan organ internal lainnya. Rheumatoid arthritis adalah penyakit otoimun akibat reaksi antigen antibodi. Antibodi merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus, dan sel-sel asing lainnya yang dilakukan oleh sel darah putih. Pada rheumatoid arthritis, sel antibodi akan menghadapi sel antibodi yang telah berubah sifat menjadi antigen dan mulai menyerang sendi atau organ internal lainnya, sehingga terjadinya kerusakan dan peradangan (inflamasi) pada sendi tersebut [2]. Radang sendi ini sebenarnya terjadi pada lapisan membran sinovial. Membran sinovial yang meradang akan mengeluarkan cairan yang banyak mengandung sel makrofag limfosit T. Sel makrofag limfosit T ini dapat merusak tulang dan mendesak cairan sinovial sehingga akan mengakibatkan timbulnya rasa nyeri atau sakit pada persendian. Penyebab radang sendi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti [3].

Gejala-gejala umum pada rheumatoid arthritis adalah pada sendi terjadi pembengkakan, warna kemerahan, terasa hangat, bila ditekan terasa lunak dan disertai rasa sakit. Diagnosa diterapkan berdasarkan gejala (simptom), riwayat

penyakit, serta pemeriksaan fisik. Penunjang diagnosis yang diperlukan antara lain sinar-x, pemeriksaan cairan sendi, tes urin dan darah untuk menentukan proses kerusakan sendi [4]. Kerusakan fungsi pada sendi yang mengalami rheumatoid arthritis diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan pada sendi berdasarkan klasifikasi Steinbroker yaitu;

• Stadium I ; hasil radiografi menunjukkan tidak adanya kerusakan pada sendi.

• Stadium II ; terjadi osteoporosis dengan atau tanpa kerusakan tulang yang ringan disertai penyempitan pada ruang sendi.

• Stadium III ; terjadi kerusakan pada kartilago dan tulang tertentu dengan penyempitan ruang sendi; sehingga terjadi perubahan bentuk sendi.

• Stadium IV ; imobilisasi menyeluruh pada sendi karena menyatunya tulang-tulang dengan sendi.

Sebagian besar penderita rheumatoid arthritis akan menjadi kronis dengan gejala yang hilang timbul, jika dalam waktu cukup lama tidak dilakukan pengobatan dapat menyebabkan cacat atau kelainan bentuk pada persendian sehingga akan menghilangkan mobilitas serta fungsi persendian. Bila suatu ketika terjadi imobilisasi menyeluruh pada sendi hanya satu pilihan untuk memperbaiki imobilitas sendi tersebut yaitu dengan operasi mengganti persendian tersebut, yang prosesnya sangat kompleks dan membutuhkan rehabilitasi yang lama.

Radiosinovektomi sebagai alternatif pengobatan radang sendi tanpa operasi 129

(2)

IPTEK ILMIAH POPULER

Sampai saat ini belum ditemukan suatu cara pencegahan dan pengobatan rheumatoid arthritis yang memuaskan. Pengobatan penderita rheumatoid arthritis bertujuan untuk [2]:

1. Menghilangkan gejala peradangan/inflamasi yang aktif baik lokal maupun sistemik.

2. Mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan.

3. Mencegah terjadinya deformitas atau kelainan bentuk sendi dan menjaga fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik.

4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang mengalami rheumatoid arthritis agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.

Di bawah ini akan dibahas beberapa macam terapi rheumatoid arthritis. Pada penderita yang tidak ingin dilakukan tindakan operasi, tersedia terapi alternatif dengan radiosinovektomi yang cukup menjanjikan tingkat keberhasilannya.

2. TERAPI RHEUMATOID ARTHRITIS (RA) DENGAN OBAT-OBATAN

Terapi dengan obat bergantung pada tingkat kerusakan sendi yang terjadi akibat RA. Beberapa kombinasi pengobatan dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi peradangan/ inflamasi dan menurunkan resiko terjadinya kerusakan sendi. Obat-obatan yang digunakan antara lain;

1. Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) antara lain, aspirin, ibuprofen dan obat analgesik lainnya, yang pada umumnya diberikan terhadap penderita RA dari awal penyakit dengan tujuan untuk mengatasi rasa nyeri sendi akibat peradangan. Tetapi golongan OAINS ini tidak memiliki khasiat yang dapat melindungi tulang rawan (kartilago) dan tulang sendi akibat proses kerusakan dari RA. Seluruh golongan OAINS umumnya bersifat toksik terutama bila digunakan dalam jangka panjang. Toksisitas OAINS yang umum dijumpai

adalah gangguan pada saluran pencernaan, gangguan fungsi hati dan ginjal.

2. Pengobatan reumatik menggunakan kombinasi beberapa obat dikenal dengan istilah terapi DMARD (desease-modifying antirheumatic drug). Obat-obatan yang digunakan dalam terapi DMARD banyak digunakan di Indonesia antara lain, klorokuin, methotrexate, cyclosporin-A, sulfasalazine dan D-penisilillamin. Terapi DMARD dalam jangka panjang tidak berhasil mencegah terjadinya kerusakan sendi yang progresif. Terapi DMARD dalam jangka panjang mempunyai efek samping yang merugikan yaitu menyebabkan kerentanan terhadap infeksi, gangguan saluran pencernaan, fungsi hati dan ginjal.

3. Glukokortikoid yang disebut juga kortikosteroid adalah golongan obat-obatan antiinflamasi steroid. Hormon steroid yang dihasilkan oleh tubuh mempunyai efek terhadap peradangan, oleh karena itu glukokortikoid seringkali digunakan oleh dokter untuk anti peradangan. Glukokortikoid juga mempunyai efek samping antara lain dapat menyebabkan diabetes, katarak, kerentanan terhadap infeksi, penipisan massa tulang yang dikenal dengan osteoporosis, menaikan tekanan darah dan berat badan karena penumpukan cairan intrasel [1].

Kerja obat-obatan rheumatoid arthritis, umumnya dengan cara menstabilisasi membran sinovial, menghambat pelepasan dan aktifitas dari mediator peradangan (histamin, serotonin, enzim lisosomal serta enzim lainnya), menghambat migrasi sel ke tempat peradangan, menghambat proliferasi selular (pertumbuhan sel), menetralisasi radikal oksigen, dan menekan rasa nyeri. Penderita yang tidak cocok dengan pengobatan OAINS, dalam beberapa minggu dapat diberikan golongan DMARD yang berfungsi mengontrol progresivitas penyakit. Tetapi dalam jangka panjang, terapi golongan DMARD tetap tidak berhasil untuk mencegah terjadinya kerusakan sendi yang progresif.

(3)

IPTEK ILMIAH POPULER

Terapi dengan obat-obatan akan efektif bila rheumatoid arthritis masih dalam stadium I.

3. TERAPI RA DENGAN BEDAH (OPERASI)

Terapi RA dengan tindakan operasi dilakukan bila gangguan serta rasa sakit yang dialami penderita tidak dapat ditanggulangi dengan obat-obatan. Bila ruang sendi mengecil atau kartilago sudah terkikis sehingga gejala yang diderita sangat mengganggu dan penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara normal lagi, maka tindakan operasi perlu dipertimbangkan. Tindakan operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk sendi yang cacat dan untuk menghilangkan sinovium yang rusak sehingga sinovium baru dapat terbentuk, transfer tendon (otot) bisa memperbaiki fungsi bila telah putus. Dengan prosedur operasi dapat dilakukan pemindahan distribusi berat beban ke bagian sendi yang masih baik, kartilago yang tersisa dapat dipertahankan kemudian diisi kembali, sendi yang cacat dapat disatukan atau diikat ke dalam tulang tunggal tanpa sambungan, rekonstruksi jaringan lunak untuk menstabilkan sendi dapat mengurangi rasa sakit dan menjaga gerakan. Teknologi tersebut dapat mengganti sendi RA yang rusak dengan komponen baru yang terbuat dari plastik atau logam [5].

Terapi operasi ini dikenal sebagai sinovektomi terbuka dan radikal, sehingga mempunyai resiko antara lain; pendarahan, penggunaan anastesi, infeksi pada sendi artifisial, bekuan darah, dan sendi artifisial yang tidak cocok. Pemulihan pasca tindakan operasi membutuhkan waktu hingga 2 minggu rawat inap di rumah sakit. Rehabilitasi sendi pasca tindakan operasi memerlukan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.

4. TERAPI DENGAN RADIOSINOVEKTOMI

Radiosinovektomi dengan bermacam-macam sediaan radiofarmaka telah digunakan

untuk mengurangi rasa sakit serta pembengkakan pada rheumatoid arthritis dan penyakit persendian lainnya yang diperkenalkan oleh Fellinger dan Schmidt sejak tahun 1952 [4]. Teknik terapi dengan radiosinovektomi dilakukan dengan cara penyuntikan sediaan radiofarmaka pemancar sinar β ke daerah sinovial. Radiasi sinar β tersebut akan menghancurkan atau merusak membran yang meradang. Bila jaringan yang meradang telah hilang, jaringan baru yang sehat dan normal akan terbentuk. Keuntungan radiasi menggunakan sinar β adalah daya tembusnya di dalam jaringan hanya beberapa milimeter saja, sehingga tingkat kerusakan jaringan yang sehat disekitarnya dapat ditekan seminimal mungkin.

4.1. Radionuklida

Senyawa radioaktif yang digunakan untuk radiosinovektomi harus mempunyai kriteria sebagai berikut: waktu paruh singkat, cukup intensif memancarkan sinar beta, sedikit memancarkan sinar gamma, membentuk partikel stabil, dan hanya menghancurkan membran sinovial [2]. Sejak tahun 1971 radiokoloid yang ditandai dengan 90Y, 32P, 186Re, 165Dy, dan 166Ho telah digunakan untuk radiosinovektomi. Karakteristik penting dalam menentukan radionuklida yang sesuai untuk radiosinovektomi berhubungan dengan karakteristik fisik serta sifat dan distribusinya pada target organ. Karakteristik fisik dan dosis yang direkomendasikan untuk radionuklida yang digunakan dalam sinovektomi disajikan pada Tabel 1.

4.2. Bentuk radiofarmaka

Pembawa radionuklida untuk terapi harus memenuhi dua persyaratan yaitu harus efektif menempatkan radionuklida pada lingkungan selular dan harus mencapai sel target in-vivo dalam jumlah optimal. Selain syarat tersebut di atas, kualitas fisik lainnya yang penting dari radiofarmasi intra-artikular adalah harus mempunyai ukuran partikel yang cukup dan tetap

Radiosinovektomi sebagai alternatif pengobatan radang sendi tanpa operasi 131

(4)

IPTEK ILMIAH POPULER

Tabel 1. Karakteristik fisik dan dosis radionuklida yang digunakan dalam sinovektomi [6].

Radio-nuklida Waktu paruh (hari) Daya tembus dalam jaringan (mm) Pancaran sinar gamma

Sendi/ Dosis (mCi) 198 Au 2,7 3,6 Ya Lutut/ 2,0 32 P 14,3 3,7 Tidak Lutut/ 2,0 90 Y 2,7 11,0 Tidak Lutut/ 4,0 186

Re 3,8 3,7 Ya Tulang paha; siku / 2,5

166

Ho 1,1 8,5 Ya Lutut/ 10,0

165

Dy 0,1 5,7 Ya Lutut/ 270,0

Tabel 2. Karakteristik partikel pada berbagai senyawa radiofarmaka [7]

Partikel Ukuran Radionuklida

Chromic phospate 0,6 – 2,0 µm (91%) 32P Silikat 10 – 100 nm 90Y Resin 20 –50 nm 90Y Kalsium oksalat 1 – 10 µm 90Y Koloid 0,5 – 10 µm 166Ho FHMA 3 – 10 µm 90Y, 166Ho, 165Dy

Poly(L-lactic acid) (PLLA)

mikrosfer 2 –13 µm

166 Ho

Hydroxyapatite 5 – 10 µm 165Dy, 153Sm

Gelas mikrosfer 10 – 20 µm 166Ho, 165Dy, 90Y, 186Re, 153Sm

stabil untuk tinggal dalam ruang persendian selama waktu paruh radionuklida. Ingrand menyatakan bahwa ukuran partikel sebaiknya sekitar 100 nm untuk menjamin distribusi dan pembersihan ke dalam saluran limfatik [6]. Disamping itu juga dibutuhkan partikel yang berukuran cukup besar untuk mencegah terjadinya kebocoran dari ruang sendi antara lain ferric hydroxide macroagregates (FHMA), chitosan dan lain sebagainya. Berbagai partikel pembawa radionuklida yang dipakai untuk radiosinovektomi terlihat pada Tabel 2.

4.3. Pemakaian radiosinovektomi

Penyuntikan sediaan radiosinovektomi dilakukan dengan cara intra artikular atau penyuntikan langsung ke tulang sendi. Bagian persendian yang akan disuntik diberi tanda terlebih dahulu kemudian diberikan anastesi lokal dengan menggunakan lidocaine 1%. Posisi jarum

diperiksa secara fluoroscopic untuk menjamin jarum berada pada posisi yang tepat. Setelah disuntikan, sediaan tersebut akan melepaskan radiasi pengion (sinar-β) yang akan menghancurkan atau menguraikan zat-zat organik yang ada dalam cairan sendi, dan hasil penguraian tersebut dibuang ke ginjal. Injeksi radioisotop tidak mempengaruhi kapsul persendian, dan tidak ada larangan untuk gerakan persendian. Setelah injeksi dilakukan, persendian dibebat selama satu sampai dua hari, sehingga satu hari setelah penyuntikan pasien dapat segera kembali bekerja atau melakukan aktivitasnya [5].

Pemakaian radionuklida yang mempunyai waktu paruh pendek akan membatasi kebocoran diluar target organ sehingga tubuh pasien akan bersih dari radiasi dalam 8 jam. Contohnya

165

Dy-FHMA yang mempunyai waktu paruh 2,3 jam, ditemukan kebocoran pada hati sebesar 0,65% dari dosis yang disuntikkan. Karena dosis

(5)

IPTEK ILMIAH POPULER 30 18.2 24.7 18.5 34 32.3 37 32.3 21.2 31.3 27.8 25.7 14.8 18.2 10.4 22.8 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Sendi lutut Bahu Siku Pergelangan kaki Organ Target P ros e n ta s e Ti ng k a t K e be rh a s il a n ( % )

sangat baik baik cukup tidak berhasil

Gambar 1. Grafik tingkat keberhasilan terapi radiosinovektomi dengan 90Y-koloid pada penderita rheumatoid arthritis [7] isotop yang digunakan sangat kecil, maka

penginjeksian dapat dilakukan kembali dua atau tiga tahun kemudian bila rheumatoid arthritis kambuh kembali. Beberapa peneliti melaporkan tingkat keberhasilan terapi radiosinovektomi

dengan menggunakan koloid yttrium-90 (90Y)

yang dapat dilihat pada Gambar 1. Koloid-90Y mempunyai energi maksimum 2,3 MeV, merupakan pemancar beta murni dan 80% energinya akan tersimpan pada jaringan dengan kedalaman 4 -5 mm.

Tingkat keberhasilan radiosinovektomi untuk penderita rheumatoid arthritis pada stadium I dan II lebih tinggi dibandingkan dengan penderita R.A. stadium III dan IV dengan menggunakan Dysporium-165 ferric hydroxide

macroaggregates (165Dy FHMA) seperti yang

dilaporkan oleh Zukerman [8], 94 % penderita R.A. stadium satu menunjukkan hasil yang baik hingga cukup dan pada penderita stadium II, 78% memberikan hasil yang sama.

Terapi radiosinovektomi tidak mempunyai efek samping yang membahayakan bila prosedur pemakaian radiosinovektomi dilakukan dengan

benar. Efek samping jangka panjang karena pemakaian senyawa radioaktif untuk radiosinovektomi juga tidak perlu dikawatirkan karena telah dilaporkan selama 30 tahun penggunaan radiosinovektomi di beberapa negara tidak ada bukti peningkatan resiko kanker [5].

5. PENUTUP

Radiosinovektomi merupakan terapi yang aman dan efektif untuk radang sendi kronis yang tidak dapat disembuhkan dengan obat-obatan atau bila pasien tidak memungkinkan terapi dengan obat-obatan untuk jangka panjang. Kelebihan terapi radiosinovektomi dibandingkan dengan tindakan operasi adalah prosedur yang digunakan sederhana, resiko yang ditanggung pasien jauh lebih kecil dibandingkan dengan operasi, tidak dibutuhkan pemulihan serta rawat inap di rumahsakit yang lama dan biaya pengobatan yang jauh lebih kecil, serta dapat diulang bila dibutuhkan sewaktu-waktu.

Radiosinovektomi sebagai alternatif pengobatan radang sendi tanpa operasi 133 (Darlina dan Sri Wahyuni)

(6)

IPTEK ILMIAH POPULER

DAFTAR PUSTAKA

1. RIZASYAH DAUD, Diagnosis dan penatalaksanaan arthritis rheumatoi”, Staf Subbagian Reumatologi bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1997.

2. VARHAN, DR., Arthritis, The Orthopaedic and Arthritis Surgery Center, Nebraska, USA, 2001.

3. DEBOIS, M.H.V., Pauwels, E.K.J. and Breedveld, F.C., New Agent for Scintigraphy in Rheumatoid Arthritis, E.J. Nucl. Med., vol.22, hal.1339-1345, 1995.

4. DAVIS MA, CHINOL M: Radhiopharmaceuticals for radiation synovectomy: evaluation of two yttrium-90 particulate agents. J Nucl Med 30:1047-1055, 1989.

5. SUSAN M.R., Joint Repair Without Surgery, Hematolog of the Haemostatis and thrombosis Unit and Adult Haemophilia Centre at Sr. Louis University School of Medicine, 1997.

6. INGRAND J: Characteristics of Radioisotopes for intra-articular therapy. Ann Rheum Dis (suppl 3): 32, 1973.

7. ROSENTHALL L: Use of radiocolloids for intra-articular therapy for synovitis. In Spencer RP, editor: Therapy in nuclear medicine, New York, Grune & Stratton pp 147-153, 1978.

8. ZUCKERMAN JD, SLEDGE CB, SHORTKROFF S, AND VENKATESAN P: Treatment of rheumatoid arthritis using radiopharmaceuticals. Nucl Med Biol 14:211-218, 1987.

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik fisik dan dosis radionuklida yang digunakan dalam sinovektomi [6]
Gambar 1. Grafik tingkat keberhasilan terapi radiosinovektomi  dengan  90 Y-koloid pada penderita rheumatoid arthritis [7]

Referensi

Dokumen terkait

(2) Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi sesuai ketentuan pada ayat (1), maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah

Sehingga dengan melihat peran dan tujuan dari diadakannya saksi mahkota ini dapat disimpulkan adanya kemiripan dengan pelaku yang bekerjasama untuk mengungkap

Maka solusi yang penulis buat untuk mengatasi masalah tersebut adalah membuat suatu sistem pakar untuk mendeteksi kerusakan processor, yang hanya tinggal

Karkas domba, dan sapi disiapkan untuk diperdagangkan adalah merupakan bagian tubuh yang tertinggal setelah darah, kepala, kaki, kulit, pencernaan, intestinum, kantung urine,

Setelah membaca, meneliti, dan memberi saran-saran perbaikan seperlunya terhadap skripsi mahasiswa a.n Kamalia Maulina yang berjudul: ʺ THE IMPLEMENTATION OF RIDDLE

Jika kita membandingkan susunan kedua kalimat di atas, objek yang ada dalam kalimat aktif diubah menjadi subjek dari kalimat pasif. Hal itu juga tampak dalam susunan kalimat di

SUEZ telah bekerja sama dengan pihak berwenang lokal dalam menyediakan solusi berkelanjutan untuk air minum dan air limbah sejak 1955. 1953 1955 1957 1963

SIG yang dikembangkan harus dapat menangani permasalahan utama yang ada pada SIG yang lama, yaitu bahwa pengguna harus dapat memasukkan data yang baru terkait dengan