• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL : TRADISI TATEBAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUDUL : TRADISI TATEBAHAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL

JUDUL :

TRADISI TATEBAHAN DI DESA PAKRAMAN BUGBUG,

KECAMATAN KARANGASEM,

KABUPATEN KARANGASEM, BALI.

(Latar Belakang Sejarah, Penyelenggaraan Ritual dan Fungsi Pendidikan

Karakter Bagi Generasi Muda)

OLEH :

KADEK RIADI PANJI SAGITHA 081 402 1006

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

(2)

TRADISI TATEBAHAN DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, KECAMATAN

KARANGASEM,KABUPATEN KARANGASEM, BALI.

(Latar Belakang Sejarah, Penyelenggaraan Ritual dan Fungsi Pendidikan

Karakter Bagi Generasi Muda)

Oleh :

RIADI, NIM. 081 402 1006

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja e-mail : Riadi_rey@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) Mengapa masyarakat setempat di Desa Pakraman Bugbug menyelenggarakan ritual Tatebahan; (2) Penyelenggaraan tradisi Tatebahan di Desa Pakraman Bugbug; (3) Fungsi tradisi Tatebahan dilihat dari segi pendidikan karakter bagi generasi muda di Desa Pakraman Bugbug. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu: (1) Teknik Penentuan Informan menggunakan Purposive Sampling, (2) Teknik Pengumpulan Data (observasi, wawancara, dan studi dokumentasi), (3) Teknik Analisis Data, dan (4) Teknik Pengolahan Data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tradisi Tatebahan sangat erat kaitanya dengan kehidupan pertanian masyarakat Desa Pakraman Bugbug. Tradisi ini dilaksanakan atas dasar rasa syukur para petani kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas panen yang berlimpah di desa ini. Disamping beberapa hal yang diuraikan di atas ada beberapa latar belakang lain yang mendorong dilaksanakannya Tradisi Tatebahan di Desa Pakraman Bugbug antara lain : Kekhawatiran Akan Marabahaya atau Takut Terhadap Hal-hal Yang Gaib, Media Memohon Kesuburan, Memohon Kemakmuran dan Kesejahteraan, Mempertebal Keyakinan Ajaran Agama Hindu, Media Mempererat Hubungunan Sosial Keluarga dan Masyarakat. (2) Pelaksanaan Tradisi Tatebahan dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap kedua dilakukan di banjar adat dan, tahap ketiga dilakukan di natar bale agung pura desa. Waktu pelaksanaan Tradisi Tatebahan ini dilaksanakan pada hari Purnama Sasih Desta, Tumpek Krulut, Nuju Triwara Beteng, Penanggal Ping Molas, berdasarkan kalender Bali (Paileh Aci Desa Adat Bugbug, 1996 : 48), yang dimana peserta dalam tradisi ini dilakukan oleh krama lanang baik muda maupun dewasa. (3) Pelaksanaan Tradisi Tatebahan juga mengandung nilai-nilai dan fungsi pendidikan karakter bagi generasi muda. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam pelaksanaan Tradisi Tatebahan tersebut yaitu: (1) Religius, (2) Cinta Damai, (3) Disiplin dan, (4) Tanggung Jawab.

(3)

TATEBAHAN TRADITION AT PAKRAMAN BUGBUG VILLAGE, KARANGASEM DISTRICT, KARANGASEM REGENCY, BALI

( The background of History, Doing Ceremony and Character Education Function for Young Generation)

By

RIADI, NIM 081 402 1006

The Student of History Education Faculty, Education of Ganesha University, Singaraja e-mail : Riadi_reyh@yahoo.com

ABSTRACT

The purpose of this Research is to know (1) Why the society of Bugbug village done Tatebahan ceremony, (2) The society of Bugbug Village done Tatebahan tradition., (3) The function of Tatebahan tradition was looked from Character Education for the Young Generation at Bugbug Village. This research used kualitatif method such as: (1) found of Infoman Tecnich used Purposive Sampling, (2) The Data Collected Tecnich ( observation, communicative, and documentation study), (3) Data Analysis Tecnich, and Data Reflection Tecnich. The result of the reseach showed that, (1) Tatebahan tradition very closely relation to the agricultural community life Pakraman Bugbug. This tradition is carried out of gratitude to the farmers Ida Sang Hyang Wasa Widhi over abundant harvest in the village. Besides some of the things described above there are some other background that encourages the implementation of Tradition Tatebahan in Pakraman Bugbug among others: Concerns Will Marabahaya or Fear Of Things That invisibility, Media Fertility Invoke, Invoke Prosperity and Welfare, strengthening of the Doctrine of Faith Hinduism , Social Media Hubungunan Strengthening Families and Communities. (2) The tradition Tatebahan was done in three steps such as: the first steps was prepared step, the second steps was done at society organisation (banjar) and the third steps was done at the field of Bale Agung and village Temple (Puseh). The tradition of Tatebahan was done on Purnama Sasih Desta, Tumpek Krulut, Nuju Triwara Beteng, Penanggal Ping Molas, this time was taken from Balinese Calender ( taken by Paileh Aci Desa Bugbug ,1996 : 48), which one the crews of this ceremony was done by the young man and eldest man. (3) the tradition of Tatebahan also has many values (meaning) and character education function for young generation. The Education Character values that has in the tradition of Tatebahan were (1) Religious, (2) Love Peace, (3) Dicipline, (4) Responsibilities

(4)

A. PENDAHULUAN

Bali adalah salah satu daerah yang memiliki berbagai macam tradisi yang masih dipertahankan sampai saat ini, misalnya salah satu tradisi yang berada di Kabupaten Karangasem. Kabupaten Karangasem banyak menyimpan kebudayaan dan tradisi yang unik dan sakral. Seperti misalnya di Desa Tenganan, salah satunya yang terkenal adalah “Mekare-Kare” (perang pandan/megeret pandan), di Desa Jasri ada yang disebut dengan “Ter-teran” (Perang Api). Di Seraya ada sebuah tradisi yaitu “Gebug Ende” Adegan dari ritual/tradisi tersebut kelihatannya berbahaya dan menakutkan, namun di balik itu terkandung makna spiritual yang unik, sakral, magic ditinjau secara sekala dan niskala serta cukup menarik untuk ditonton sebagai sarana hiburan masyarakat. http:/www./byethost5.com/Article/Upacara/ Tatebahan. (diunduh tanggal 8 januari 2013)

Ritual serupa yang tidak kalah menariknya adalah sebuah ritual (Aci) yang terdapat di Desa Pakraman Bugbug yaitu ritual saling pukul memukul dengan memakai alat berupa Pelepah Daun Pisang. Ritual (Aci) ini dinamakan “ TATEBAHAN”. Tradisi Tatebahan ini sudah dilaksanakan oleh masayarakat Desa Pakraman Bugbug sebelum mengenal agama secara murni.

Dilihat dari asal katanya Tatebahan itu berasal dari kata Tebah yang berarti pukul. Jika dilihat dari pengertiannya Tatebahan adalah aksi saling pecut-pecutan dengan pelepah pisang di bagian tubuh yaitu area punggung di bawah leher di atas pinggang yang tidak lebih dari 3 kali. Tatebahan merupakan salah satu tradisi budaya Bali khusunya di Desa Pakraman Bugbug Karangasem sebagai suatu luapan kegembiraan atas keberhasilan dan kemenangan dalam menyelenggarakan suatu upacara keagamaan dan juga menyambut keberhasilan atas panen diladang. Diadakannya Aci Tatebahan ini juga dapat mengusir aura negatif/aura jahat yang ingin masuk dalam tubuh manusia. http:www.//nengahsuarta.blogspot.com/201 1/02/prosesi aci tatebahan di-desa pakraman. (diunduh tanggal 8 januari 2013)

Kajian mengenai tradisi sudah telah banyak dilakukan oleh para penulis sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian diantaranya Karlisna Yanti (2012) yang mengkaji “ Tradisi Perang Tipat Bantal di Desa Adat Kapal, Mengwi,

Badung (Latar Belakang Sejarah,

Pelaksanaan Sistem Ritual, Usaha

Pewarisan Nilai-Nilai Pendidikan).

Penelitian kedua tentang Tradisi adalah Ni Made Lestari (2011) yang mengkaji Tradisi

(5)

Makering-keringan di Pura Gede Pemayun, Banyuning Buleleng Bali (dalam Persepektif Sosio-Historis). Kajian tentang tradisi yang ketiga juga dilakukan oleh Yastini (2009). tentang Traidisi Matig-tig Api di Desa

Padang Bulia, Kecamatan Sukasada,

Kabupaten Buleleng, Bali.

Berdasarkan kajian-kajian di atas serta pertimbangannya dan juga karena belum ada yang meneliti, penulis termotivasi untuk meneliti lebih jauh tentang Tradisi Tatebahan. Mengenai latar belakang sejarah Tradisi Tatebahan yang memakai pelepah daun pisang sebagai sarana upacaranya, penyelenggaraan ritual, serta fungsi pendidikan karakter bagi generasi muda yang terkandung dalam Tradisi Tatebahan. Meskipun banyak terjadi perkembangan di Desa Pakraman Bugbug dimana perkembangan iptek yang sudah maju, Tetapi Tradisi Tatebahan ini masih tetap dilaksanakan dan dilestarikan hingga saat ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap Tradisi Tatebahan di Desa Pakraman Bugbug, dengan judul “Tradisi Tatebahan di Desa Pakraman

Bugbug, Kecamatan Karangasem,

Kabupaten Karangasem, ( Latar Belakang Sejarah, Penyelenggaraan Ritual dan

Fungsi Pendidikan Karakter Bagi Generasi Muda)”.

B. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yang bersifat

Deskritif-Kualitatif dengan menekankan

pada teknik-teknik pendekatan kualitatif dengan menggunakan pendekatan ethnografi. Mengingat dalam penelitian ini fokusnya adalah mendeskripsikan dan memberikan eksplanasi secara mendetail terhadap fenomena-fenomena budaya yang terjadi di dalam masyarakat (Sukadi, 2006 : 92). Maksudnya adalah penelitian yang dilakukan ditujukan terhadap nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma, tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan, dan praktik tradisi tatebahan di Desa Pakraman Bugbug Karangasem. Untuk mendukung penelitian ini maka penulis menggunakan beberapa teknik sebagai berikut; (1) Teknik Penentuan Informan menggunakan

Purposive Sampling, (2) Teknik

Pengumpulan Data (observasi, wawancara, dan studi dokumentasi), (3) Teknik Analisis Data, dan (6) Teknik Pengolahan Data.

(6)

C. HASIL PEMBAHASAN

Secara geografis Desa Pakraman Bugbug berada pada ketinggian tanah 530 meter dari permukaan laut. Topografi/ permukaan tanah di Desa Pakraman Bugbug adalah datar. Apabila dilihat dari wilayahnya maka Desa Pakraman Bugbug yang memiliki luas 562 KM ²/ 562 Ha, yang berbatasan dengan:

Di sebelah utara : Desa Tenganan Di sebelah Selatan : Pantai Bugbug Di sebelah Barat : Desa Nyuh Tebel Di Sebelah Timur : Desa Pertima

Desa Bugbug merupakan desa yang dikatagorikan sebagai desa yang letaknya di dataran rendah. Letak Desa Pakraman Bugbug tergolong strategis karena berada di jalur utama yang menghubungkan Denpasar-Karangasem. Kondisi ini tentu berimbas pada perekonomian masyarakatnya yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang, petani, dan nelayan tentunya. Namun tak sedikit pula masyarakatnya yang bekerja di dunia pariwisata mengingat Bugbug sendiri memiliki dua object pariwisata yang terkenal di Karangasem yakni Candidasa dan Pantai Pasir Putih (White Sand Beach).

1. Latar Belakang Masyarakat Desa

Pakraman Bugbug Melaksanakan

Tradisi Tatebahan.

a. Latar Belakang Historis Tradisi

Tatebahan.

Salah satu yang mencirikan Desa Pakraman Bugbug sebagai desa kuno adalah dengan adanya Tradisi Tatebahan. Terlihat jelas, bahwa Desa Pakraman Bugbug dulunya memiliki ideologi Rwabhineda yaitu esensi kebenaran dibangun dari protet diri (individual) yang disebut Bhuwana Alit/Mikrokosmos, kemudian dilanjutkan dengan penghayatan Bhuwana

Agung/Makrokosmos, bahwa kebenaran

yang diyakini sebagai kebenaran mutlak untuk memahami dan menjelaskan alam dan isi alam, termasuk Sang Penciptanya adalah bersifat Dualistis, yaitu harmonis dua zat/hal yang bertentangan. Aplikasinya pembuatan Kemulan Sakti pohon dadap sepasang (asagan berkaki dua), palinggih Rong Dua, lingga-yoni, Upakara serba dua ( Pageh, Made, Dkk., 2011 : 35).

Tradisi Tatebahan sangat erat kaitanya dengan kehidupan pertanian masyarakat Desa Pakraman Bugbug. Tradisi ini dilaksanakan atas dasar rasa syukur para petani kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas panen yang berlimpah di desa ini. Tradisi Tatebahan sudah dilakukan di Desa

(7)

Pakraman Bugbug semenjak Desa Bugbug terbentuk dan belum mengenal tulisan. Tradisi ini pertama dilakukan oleh orang-orang keturunan bangsa Austronesia.

Sejarah lahirnya Tradisi Tatebahan juga tidak terlepas dari kehidupan pertanian masyarakat petani di desa ini. Lahirnya tradisi ini dikarenakan pada zaman dahulu Desa Bugbug yang pada saat itu sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani memperoleh kemakmuran dan kesuburan atas hasil panen diladang yang sangat berlimpah, mengingat semua keberhasilan hasil panen diladang itu merupakan berkah dari yang maha kuasa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), maka masyarakat Desa Pakraman Bugbug mengadakan sebuah ritual (Aci) yang dinamakan dengan Aci Tatebahan atau Tradisi Tatebahan sebagai rasa syukur atas hasil panen diladang disamping itu juga agar terhindar dari adanya pengaruh hal-hal gaib. Upacara Aci Tatebahan merupakan upacara Dewa yadnya dimana upacara tersebut merupakan upacaranya Dewa Sangkara yang merupakan lambang kemakmuran dan kesuburan yang ada di kebun.

Disamping beberapa hal yang diuraikan di atas ada beberapa latar belakang lain yang mendorong dilaksanakannya Tradisi Tatebahan di Desa Pakraman

Bugbug antara lain : (1) Kekhawatiran Akan Marabahaya atau Takut Terhadap Hal-hal Yang Gaib, (2) Media Memohon Kesuburan, (3) Memohon Kemakmuran dan Kesejahtraan, (4) Mempertebal Keyakinan Ajaran Agama Hindu, dan (5) Media Mempererat Hubungan Sosial Keluarga dan Masyarakat.

2. Tata Cara Pelaksanaaan Tradisi

Tatebahan di Desa Pakraman Bugbug,

Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem.

Pelaksanaan Tradisi Tatebahan di Desa Pakraman Bugbug sesuai dengan kepercayaan masyarakat Desa Pakraman Bugbug disamping sebagai perayaan atas keberhasilan panen diladang, selain itu adalah untuk mencapai kesuburan pada tanah pertanian dan perkebunan juga menciptakan kemakmuran bagi masyarakat Desa Pakraman Bugbug. Persiapan-persiapan yang dilakukan oleh Desa Pakraman Bugbug yang pertama adalah melakukan rapat-rapat yang dihadiri oleh Kelihan Desa Pakraman Bugbug, Sekretaris Desa, Bendahara Desa, Para Pemangku, Tukang Banten serta Para Kelihan Banjar yang ada di Pakraman Bugbug. Hal ini bertujuan untuk menggerakan masa agar mengikuti Tradisi Tatebahan.

(8)

Pelaksanaan rapat biasanya membicarakan mengenai waktu pelaksaan upacara, banten yang diperlukan, persiapan alat-alat yanga kan dipergunakan dalam pelaksanaan Tradisi Tatebahan yang dilaksankan di Natar Bale Agung Pura Desa Bugbug. Tata Cara Pelaksanaaan Tradisi Tatebahan di Desa Pakraman Bugbug akan diuraikan di bawah ini sebagai berikut:

a. Waktu Pelaksanaan Tradisi

Tatebahan.

Upacara atau Tradisi Tatebahan merupakan nama salah satu upacara yang terdapat serta terselenggara di Desa

Pakraman Bugbug, Kecamatan

Karangasem, Kabupaten Karangasem. Tradisi Tatebahan ini dilaksanakan secara rutin satu tahun sekali. Dimana Tradisi Tatebahan sudah dianggap oleh masyarakat Desa Pakraman Bugbug sebagai tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Desa Pakraman Bugbug secara turun temurun. Pelaksanaan Tradisi Tatebahan yang ada di Desa Pakraman Bugbug ini dilakukan pada hari Purnama Sasih Desta, Tumpek Krulut, Nuju Triwara Beteng, Penanggal Ping Molas, berdasarkan kalender Bali (Paileh Aci Desa Adat Bugbug, 1996 : 48).

b. Peserta Tradisi Tatebahan.

Pelaksanaan Tradisi Tatebahan dilakukan oleh petani dimana petani merupakan orang yang bisa menghasilkan berbagai macam bahan makanan yang dihasilkan lewat pertanian. Mengingat semua masyarakat yang ada di Desa Pakraman Bugbug bertanggung jawab dalam mensejahtrakan dan memakmurkan desa, disamping itu untuk melestarikan warisan leluhur maka, seluruh masyarakat ikut dalam pelaksanaan Tradisi Tatebahan. Pelaksanaan Tradisi Tatebahan diikuti oleh seluruh Krama Lanang (Laki-laki) masyarakat Desa Pakraman Bugbug baik tua maupun muda. Krama lanang yang sudah masuk menjadi bagian dari desa wajib ikut dalam pelaksaanaan Tradisi Tatebahan dan Krama Istri bertugas menghaturkan banten sodan ke Pura Desa Lan Puseh Desa Bugbug. Upacara ini dipimpin oleh Mangku Pura Desa Lan Puseh Desa Pakraman Bugbug.

c. Tempat Pelaksanaan Tradisi

Tatebahan.

Pelaksanaan Tradisi Tatebahan dilakukan di tempat yang memiliki fungsi tertentu apa bila diilakukan di tempat tersebut. Pelaksanaan Tradisi Tatebahan dilakasanakan di Pura Desa Bugbug

(9)

tepatnya di Natar Bale Agung Desa Pakraman Bugbug. Tradisi ini dilakukan di Natar Pura Bale Agung karena menurut kepercayaan Pura Bale Agung merupakan Pusat tanaman seperti Palawija disamping itu Pura Bale Agung merupakan tempat berkumpulnya para dewa atau tempat Peparuman agung para dewa.

d. Alat Dan Prasarana Dalam Pelaksanaan Tradisi Tatebahan.

Mengingat Tradisi Tatebahan yang terselenggara di Desa Pakraman Bugbug merupakan bagian dari yadnya, salah satunya adalah dewa yadnya. Maka didalam pelaksanaannya sudah tentu memerlukan sarana upacara (upakara) yang dipakai dalam persembahan. Adapun sarana upacara yang dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan Tradisi Tatebahan ini menurut Manggalaning Yadnya Desa Pakraman Bugbug, sarana upacara yang diperlukan adalah Pelepah Daun Pisang dan hasil-hasil panen di kebun seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, cabe, buah kelapa, dan palabungkah (jahe, kunyit, isen, langkuas, cekuh gamongan). Disamping sarana upacara di atas yang mendukung pelaksanaan Tradisi Tatebahan, terdapat juga sarana yang lain yang berupa Bebanten Tradisi Tatebahan. Adapun sarana upacara

(Bebanten) tersebut antara lain pangulap, ketipat bantal, pajegan, peras, daksina, dan segehan manca warna.

3. Rangkaian/ Proses Jalannya Tradisi

Tatebahan.

Rangkaian/ Proses Jalannya Tradisi Tatebahan Pelaksanaan dilakukan dalam 3 tahapan, yakni tahap persipan, tahap pertama dan tahap kedua. Masing-masing tahapan akan diuraikan seperti di bawah ini;

a. Tahap Persiapan Pelaksanaan Tradisi

Tatebahan.

Sebelum pelaksanaan Tradisi Tatebahan ini dilaksanakan para krama banjar adat terlebih dahulu mempersiapkan segala keperluan bahan yang akan dipergunakan untuk melaksanakan ritual Aci Tatebahan. Adapaun bahan/sarana yang diperlukan di banjar adat yaitu pelepah daun pisang dan bahan-bahan hasil panen yang ada di kebun, seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, jagung, buah kelapa, cabe, palabungkah (jahe, kunyit, isen, langkuas, cekuh, gamongan). Dari banyaknya bahan-bahan yang diperlukan maka diwajibkan krama masing-masing banjar adat mengeluarkan kurang lebih 10 pelepah daun pisang dan kayu bakar, sedangkan sarana-sarana yang lain dari hasil

(10)

panen di kebun disediakan oleh saya (juru arah) dari masing-masing banjar adat, dengan biaya dari kas banjar adatnya masing-masing.

b. Tahap Pertama Pelaksanaan Tradisi

Tatebahan.

Setelah mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan tradisi tatebahan, keesokan harinya pukul 05.30 wita krama banjar adat beerkumpul di banjar adatnya masing-masing. Kemudian mereka bersama-sama mengumpulkan bahan-bahan atau sarana yang sudah dikumpulkan kemarin untuk melaksanakan upacara seperti seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, jagung, buah kelapa, cabe, palabungkah (jahe, kunyit, isen, langkuas, cekuh, gamongan). Kemudian setelah semua bahan-bahan hasil panen sudah terkumpul, krama banjar adat membuat makanan dari hasil-hasil panen dikebun seperti Urab dan makanan lainnya yang terbuat dari hasil panen. Setelah selesai menyiapkan makanan sehingga siap disajikan, terlebih dahulu dilakukan ngejot (mempersembahkan makanan kepada Hyang Widhi Wasa di palinggih baik yang ada di masing-masing banjar adat maupun di Bale Agung). Setelah melaksanakan persembahan (ngejot), acara dilanjutkan dengan

menikmati makanan yang telah disiapkan dengan cara magibung (makan bersama secara berkelompok 8 orang) di masing-masing banjar adat. Keunikan makan megibung ini yaitu semua warga banjar adat pada saat itu saja memasak makanan dan menikmati makanan yang berasal dari hasil-hasil panen di kebun.

c. Tahap Kedua Pelaksanaan Tradisi

Tatebahan.

Setelah selesai makan secara magibung di banjar adat masing-masing, sekitar pukul 08.30 wita para krama banjar adat membawa pelepah daun pisang (papah biu) dari banjar adat masing-masing ke natar Bale Agung. Sebelum prosesi di natar Bale Agung ini dimulai terlebih dahulu semua krama yang akan ikut berpartisipasi dalam Tradisi Tatebahan melaksanakan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh pemangku desa. Setelah melaksanakan persembahyangan, maka Tradisi Tatebahan mulai dilaksanakan di natar Bale Agung. Prosesi upacara di natar Bale Agung ini yaitu masyarakat antara yang satu dengan yang lainnya dengan tidak memakai baju saling cambuk, saling pukul-memukul dengan pelepah daun pisang dengan diiringi oleh gamelan beleganjur. Setelah kurang lebih dua jam, pelaksanaan upacara Tradisi

(11)

(Aci) Tatebahan di natar Bale Agung diakhiri dengan perasaan sukacita dan gembira dari krama Desa Pakraman Bugbug. Setelah prosesi ini berakhir, ribuan Pelepah Daun Pisang dikumpulkan oleh prajuru desa untuk ditaruh di sawah dan perkebunan.

3. Nilai dan Fungsi Pendidikan Karakter Bagi Generasi Muda Dalam Pelaksanaan Tradisi Tatebahan

Selain nilai-nilai pendidikan diatas dalam pelaksanaan Tradisi Tatebahan juga mengandung nilai-nilai dan fungsi pendidikan karakter bagi generasi muda yang nantinya menjadi pedoman bagi generasi muda yang akan ikut serta dalam melaksanakan Tradisi Tatebahan agar dalam pelaksanaan Tradisi Tatebahan generasi muda mampu menanamkan karakter yang luhur dan kemudian menerapkannya kepada generasi penerus bahwa pendidikan karakter sangat berfungsi dalam melaksanakan suatu ritual khususnya Tradisi Tatebahan.

1. Religius

Nilai pendidikan karakter ini menekankan pada sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang di anutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan agama lain. Dalam

pelaksanaan Tradisi Tatebahan nantinya generasi muda mampu mendekatkan diri kepada Ida Sang Hiang Widhi Wasa. Selain itu pelaksanaan Tradisi Tatebahan juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Ida Sang

Hang Widhi Wasa atas limpahan

karunianya. Hal ini tercermin sebelum masyarakat melaksanakan Tradisi

Tatebahan, Seluruh masyarakat desa

melakukan persembahyangan bersama agar nantinya dalam melaksanakan tradisi tersebut memperoleh keselamatan dan bisa berjalan dengan lancar. Nantinya dengan adanya nilai-nilai religius dalam pelaksanaan Tradisi Tatebahan ini membuat masyarakat dan generasi muda di Desa Pakraman Bugbug sadar akan pentingnya pendidikan karakter dalam suatu ritual yang harus dilakukan yaitu seperti contohnya pelaksanaan Tradisi Tatebahan.

2. Cinta Damai

Nilai pendidikan karakter ini menekankan pada sikap, tindakan dan perkataan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Selain itu timbulnnya rasa persatuan yang ada dalam masyarakat alam melaksanakan suatu kegiatan. Jika dilihat dalam suatu ritual jika masyarakat yang melaksanakannya memiliki rasa persatuan dan solidaritas yang tinggi maka ritual

(12)

tersebut akan berjalan dengan damai tanpa ada rasa saling bermusuhan antar warga masyarakat yang melaksanakan ritual tersebut. Pelaksanaan Tradisi Tatebahan di Desa Pakraman Bugbug, alat atau prasarana yang digunakan dalam ritul menggunakan pelepah daun pisang. Jika dilihat dari pengertiannya Tradisi Tatebahan merupakan aksi saling pecut-pecutan dengan pelepah pisang di bagian tubuh yaitu area punggung di bawah leher di atas pinggang yang tidak lebih dari 3 kali. Dalam pelaksanaan Tradisi Tatebahan ini masyarakat yang ikut serta dalam ritual tersebut meskipun terjadi aksi saling pecut-pecutan, bahkan seringkali mengenai lawan sampai mengeluarkan darah, hal tersebut tidak menimbulkan rasa permusuhan atau permasalahan antar warga yang mengikutinya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai persatuan dan solidaritas yang muncul dengan sendirinya ketika melaksanakan tradisi tersebut.

3. Disiplin

Nilai pendidikan karakter ini menekankan pada prilaku yang menunjukkan prilaku tertib dan patuh dalam berbagai ketentuan dan peraturan yang ada dalam kehidupan bernegara. Dalam sebuah ritual ada suatu aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap orang

yang melaksanakannya. Dalam pelaksanaan Tradisi Tatebahan yang ada di Desa Pakraman Bugbug terdapat aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar oleh masyarakat yang melaksanankan Tradisi Tatebahan. Walaupun aturan-aturan tersebut jika tidak dilaksanakan (dilanggar) oleh masyarakat di Desa Pakraman Bugbug dan yang melanggar tidak dikenakan sanksi, masyarakat desa yang ikut serta melaksanakan Tradisi Tatebahan tetap taat pada peraturan (awig-awig Desa Bugbug) yang sudah ditetapakan. Aturan-aturan tersebut contohnya seperti :

1. Dilakukan oleh dua orang secara berhadap-hadapan,

2. Tidak boleh ada unsur dendam dan marah (harus dilakukan secara sukacita dan sukarela),

3. Tidak boleh mengenai kepala dan di bawah pusar, dan

4. Tidak boleh memakai baju.

Dari pelaksanaan Tradisi Tatebahan ini terlihat jelas bahwa tercermin adanya rasa disiplin yang dilaknakan oleh masyarakat Desa Bugbug yang melaksanakan tradisi tatebahan. Sehingga nantinya bisa dijadikan pedoman bagi generasi muda yang akan melanjutkan warisan leluhurnya bahwa nilai pendidikan

(13)

karakter dalam sebuah ritual itu sangat penting.

4. Tanggung Jawab

Dalam sebuah Ritua atau Tradisi memiliki rentetan-rentetan upacara misalnya seperti sebelum melaksanakan tradisi pertama-tama mempersiapkan alat-alat yang digunakan, kemudian melakukan persembahyangan atau melakukan upacara-upacara tertentu setelah itu selesai barulah melaksanakan ritual tersebut sampai upacara berakhir. Nilai pendidikan karakter ini menekankan pada sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Pelaksanaan Tradisi Tatebahan yang ada di Desa Pakraman Bugbug sudah mencerminkan adanya rasa tanggung jawab dari seluruh masyarakat yang menyelenggarakan sebuah upacara. Ini terlihat dari pelaksanaan Tradisi Tatebahan sebelum pelaksanaan Tradisi Tatebahan ini dilaksanakan para krama banjar adat terlebih dahulu mempersiapkan segala keperluan bahan yang akan dipergunakan untuk melaksanakan ritual Traisi Tatebahan. Adapaun bahan/sarana yang diperlukan di banjar adat yaitu pelepah daun pisang dan

bahan-bahan hasil panen yang ada di kebun, seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, jagung, buah kelapa, cabe, palabungkah (jahe, kunyit, isen, langkuas, cekuh, gamongan). Dari banyaknya bahan-bahan yang diperlukan maka diwajibkan

krama masing-masing banjar adat

mengeluarkan kurang lebih 10 pelepah daun pisang dan kayu bakar, sedangkan sarana-sarana yang lain dari hasil panen di kebun disediakan oleh saya (juru arah) dari masing-masing banjar adat, dengan biaya dari kas banjar adatnya masing-masing.

Keesokan harinya pukul 05.30 wita krama banjar adat beerkumpul di banjar adatnya masing-masing. Mereka bersama-sama mengumpulkan bahan-bahan atau sarana yang diperlukan. Kemudian krama banjar adat membuat makanan dari hasil-hasil panen dikebun. Setelah selesai menyiapkan makanan sehingga siap disajikan, terlebih dahulu dilakukan ngejot (mempersembahkan makanan kepada Hyang Widhi Wasa di palinggih baik yang ada di masing-masing banjar adat maupun di Bale Agung). Setelah melaksanakan persembahan (ngejot), acara dilanjutkan dengan menikmati makanan yang telah disiapkan dengan cara magibung (makan bersama secara berkelompok 8 orang) di masing-masing banjar adat. Keunikan makan

(14)

megibung ini yaitu semua warga banjar adat pada saat itu saja memasak makanan dan menikmati makanan yang berasal dari hasil-hasil panen di kebun.

Setelah selesai makan secara magibung di banjar adat masing-masing, sekitar pukul 08.30 wita para krama banjar adat membawa pelepah daun pisang (papah biu) dari banjar adat masing-masing ke natar Bale Agung. Sebelum prosesi di natar Bale Agung ini dimulai terlebih dahulu semua krama yang akan ikut berpartisipasi dalam Aci Tatebahan melaksanakan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh pemangku desa. Setelah melaksanakan persembahyangan, maka Aci Tatebahan mulai dilaksanakan di natar Bale Agung. Prosesi upacara di natar Bale Agung ini yaitu masyarakat antara yang satu dengan yang lainnya dengan tidak memakai baju saling cambuk, saling pukul-memukul dengan pelepah daun pisang dengan diiringi oleh gamelan beleganjur. Melihat dari pelaksanaan Tradisi Tatebahan ini bagi generasi muda nantinya dalam melaksanakan suatu upacara harus dilaksanakan dengan sepenuhnya dari awal upacara sampai upacara itu berakhir dan bukan dilaksanakan setengah-setengah.

DAFTAR RUJUKAN

http:/www./byethost5.com/Article/Upacara/ Tatebahan. (diunduh tanggal 8 januari 2013)

http:www.//nengahsuarta.blogspot.com/201 1/02/prosesi aci tatebahan di-desa pakraman. (diunduh tanggal 8 januari 2013)

Pageh, Made Dkk. 2011. Multilevel Revitalisasi Ideologi Desa Pakraman Bali Aga Berbasis Kearifan Lokal Tri Hita Karana di Era Globalisasi. Hasil penelitian ( tidak belum diterbitkan).

Sukadi. 2006.Pendidikan IPS Sebagai Rekonstruksi Pengalaman Budaya Berbasis Ideologi Tri Hita Karana (Studi Etnografi Tentang Pengaruh Masyarakat Terhadap Program Pendidikan IPS Pada SMU Negeri 1 Ubud, Bali). Desertasi Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

1) Kepala Puskesmas atau petugas yang ditunjuk dapat melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan atau administrasi pengelolaan

Pada penelitian ini terdapat hubungan bermakna antara derajat sesak napas dan skor CAT ditunjukkan dengan semakin tinggi skor mMRC dan semakin banyak gejala maka nilai D

Informasi yang dikelola dengan baik akan menghasilkan pengetahuan yang sangat khas bagi suatu negara, sesuai dengan kondisi alam dan budaya, sehingga merupakan aset yang

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kadar IL-17 pada kelompok DMT1 lebih tinggi bermakna dibandingkan kelompok kontrol.. Te- muan tersebut sesuai dengan laporan penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada atau tidak ada perbedaan tingkat hasil belajar siswa pada mata pelajaran PAI materi Akhlak kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanah Abang

Bagi Karl Mannheim, publik ialah kesatuan banyak orang yang bukan berdasarkan interaksi perseorangan, tetapi atas dasar reaksi terhadap stimuli yang sama. Reaksi

Hari libur nasional pada bulan Desember yaitu tanggal 23, yang dikenal sebagai Hari. Ulang Tahun Kaisar atau

Pada penelitian ini ditemukan bahwa sebesar 69,2% penderita MDR-TB yang tidak memiliki kontak erat tetapi mengalami resisten, hal ini dapat dipahami karena berdasarkan data WHO,