• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GUNUNG FUJI. Gunung Fuji terletak di perbatasan Prefektur Shizuoka dan Yamanashi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GUNUNG FUJI. Gunung Fuji terletak di perbatasan Prefektur Shizuoka dan Yamanashi,"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG GUNUNG FUJI

2.1 Letak Geografis dan Geologis 2.1.1 Letak Geografis

Gunung Fuji terletak di perbatasan Prefektur Shizuoka dan Yamanashi, tepatnya sebelah barat kota Tokyo di pulau Honshu dekat Pantai Pasifik. Terletak pada titik koordinat 35022’ LU dan 138044’ BT. Sebelum terjadi re-organisasi wilayah Jepang, daerah ini disebut dengan Propinsi Suruga. Gunung ini dikelilingi 3 kota kecil yakni: Gotemba (sebelah timur) Fuji-Yoshida Yamanashi (sebelah utara) dan Fujinomiya (sebelah selatan).

Kaki Gunung Fuji berukuran kira-kira 125 km berbentuk melingkar dengan diameter 40-50 km. Bila dipandang dari Danau Kawaguchi yang terletak di sebelah utara, terdapat sebuah gundukan yang berbentuk gunung yang merupakan ujung dari Garis Subaru (Subarui Line). Sisi sebelah barat dari Gunung Fuji berbeda dengan sisi lainnya. Bentuk ini merupakan bagian atau sisa dari gunung berapi yang pertama, Gunung Komitake. Bila dipandang dari Prefektur Shizuoka yang merupakan sebelah selatan Gunung Fuji, terdapat sebuah gundukan pada sisi sebalah kanan. Gundukan ini menjadikan bentuk Gunung Fuji, berbentuk simetris yang tidak sempurna. Gundukan ini adalah Gunung Hoei, merupakan gunung berapi parasit yang terbentuk selama Letusan Hoei.

Kawah Gunung Fuji memiliki ukuran diameter 1600 kaki (500 meter) dan kedalamannya kira-kira 820 kaki (250 meter). Kawah Gunung Fuji memiliki 8

(2)

puncak yaitu Kengamine, Hakusan (Shaka), Kusushi, Dainichi (Asahi), Izu, Joju (Seishigadake) Komagatake dan Mishimadake (Japan, 1991:460).

Gunung Fuji ternyata memiliki banyak gunung berapi parasit. Gunung-gunung berapi yang bentuknya masih kecil ini terbentuk karena letusan yang terjadi pada sepanjang sisi Gunung Fuji. Beberapa diantaranya memiliki kawah sendiri dan yang lainnya mengalirkan lava melalui celahan-celahan yang terdapat pada sisi gunung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan baru-baru ini, terdapat 60 gunung berapi parasit pada Gunung Fuji. Sebenarnya aktivitas-aktivitas dari gunung berapi parasit inilah yang membuat bentuk Gunung Fuji, simetris yang tidak sempurna dan merusak bentuknya (Mount Fuji, 1970:110).

Pada kaki sebelah utara Gunung Fuji terdapat 5 danau yang dikenal dengan sebutan Fuji-go-ko (5 danau Gunung Fuji). Danau tersebut yaitu ; Danau Motosu, Danau Shoji, Danau Sai, Danau Yamanaka dan Danau Kawaguchi. Danau-danau ini disebut juga dengan danau terbendung. Hal ini disebabkan karena danau-danau ini dibendung oleh lava selama letusan Gunung Fuji. Dari kelimanya, Danau Kawaguchi merupakan danau yang tertua, yang terbentuk kira 5000 hingga 7000 tahun yang lalu, sedangkan danau lainnya terbentuk kira-kira 2000 tahun yang lalu.

Aokigahara adalah sebuah hutan yang terletak di kaki Gunung Fuji. Hutan ini terbentuk akibat lava dari letusan Gunung Nagao (gunung parasit di Gunung Fuji) yang menciptakan daratan lava yang luas. Terciptanya daratan lava ini juga disebabkan oleh letusan Gunung Fuji pada tahun 864 (Jogan 6). Karena lava tersebut tanah disekitar Gunung Fuji menjadi subur dan lembab, dan berubah menjadi hutan yang sangat lebat. Hutan ini dikenal dengan nama Aokigahara

(3)

Jukai (Danau Daun-daunan), yang diperkirakan telah berumur 1000 tahun. Sebuah mitos yang terkenal menyatakan bahwa lapisan bawah tanah dari Aokigahara ini mengandung besi yang bersifat magnet menyebabkan kompas yang sedang digunakan mengalami kegagalan pemakaian menyebabkan para pengunjung ke hutan ini kehilangan arah dan tersesat. Bagaimanapun mitos ini sebenarnya tidak seluruhnya benar. Angkatan bela diri Jepang dan militer Amerika Serikat telah mengadakan latihan bersama (tahun 2006) sepanjang bagian hutan ini. Selama itu peralatan kompas militer yang memiliki tingkatan lensa dapat berfungsi dengan baik. Hutan ini merupakan tempat bunuh diri yang terkenal di Jepang. Terdapat 78 mayat yang ditemukan sepanjang tahun 2002 di hutan ini, dan roh-roh orang meninggal tersebut dikatakan sebagai penghuni dari hutan Aokigahara Jukai ini.

Di Taishaku-ji, daerah yang terletak di kaki sebelah barat daya Gunung Fuji terdapat banyak terowongan, disebut dengan ”Lubang Es” atau ”Lubang Angin”. Lubang ini terbentuk karena lapisan yang paling luar dari lava yang mengalir, mengeras lebih cepat daripada lapisan yang paling bawah.

Lava yang telah mengeras atau disebut ”ejecta” pada badan gunung memiliki celah atau lubang. Akibatnya air lebih mudah merembes dan diserap oleh badan gunung, dan mengalir ke bawah atau dasar gunung berapi, kemudian bergerak sepanjang dasar pada permukaan gunung dan air tersebut keluar menjadi mata air di kaki gunung. Air bawah tanah Gunung Fuji ini banyak dimanfaatkan oleh pabrik-pabrik kertas dan tekstil yang dibangun baru-baru ini, juga dipergunakan bagi lahan pertanian dari masyarakat yang bermukim di sekitar Gunung Fuji (Mount Fuji, 1970:72).

(4)

Suhu udara pada puncak Gunung Fuji rata-rata -19.20C pada bulan Januari sebagai puncak dari musim dingin di Jepang. Pada bulan Agustus yang merupakan puncak musim panas, suhu rata-rata di puncak gunung 5.90C. Sedangkan suhu udara disekitar kaki Gunung Fuji pada bulan Januari rata-rata 2.20C dan 23.80C pada bulan Agustus (Mount Fuji, 1970:72)

2.1.2 Letak Geologis

Gunung Fuji merupakan tipe gunung berapi strato atau gunung berapi gabungan, yang terbentuk melalui sebuah rangkaian dari letusan gunung berapi. Stratovulcano adalah pegunungan (gunung berapi) yang tinggi dan mengerucut terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras. Bentuk gunung berapi ini secara khas curam tampaknya karena aliran lava yang membentuk gunung berapi itu amat kental dan begitu dingin serta mengeras sebelum menyebar jauh (www.wikipedia.org/geografi). Gunung ini terletak pada titik Zona Subduksi (pertumbukan), dimana Lempeng Eurasia, Lempeng Okhost dan Lempeng Philippina bertemu. Lempeng-lempeng ini meliputi daerah Jepang bagian barat , daerah Jepang bagian Timur dan menuju Semenanjung Izu.

Menurut para Ilmuwan Jepang dari Universitas Kyoto, Gunung Fuji semata-mata tidak terbentuk akibat terjadinya tumbukan antar lempeng, akan tetapi terbentuk pada patahan (titik panas). Ilmuwan-ilmuwan tadi menemukan patahan pada Lempeng Laut Philippina yang tepat di bawah Gunung Fuji yang memungkinkan lapisan-lapisan material dalam jumlah yang sangat besar membentuk sumur magma. Patahan tersebut diperkirakan terbentuk 2 juta tahun yang lalu, berdekatan dengan terjadinya tumbukan lempeng benua dan patahan ini

(5)

adalah sumber utama terbentuknya Gunung Fuji. Selama terjadi aktivitas dari patahan (titik panas), batu-batuan meleleh dan tercipta kantong-kantong magma. Pada umumnya gunung berapi yang termasuk tipe ini, biasanya bentuk gunung yang terbentuk lebih kecil dari Gunung Fuji, tetapi karena posisi Gunung Fuji yang istimewa yang merupakan daerah aktivitas patahan (titik panas) dan Zona Subduksi, menyebabkan bentuk Gunung Fuji berbentuk kerucut besar dan aktivitasnya yang tidak stabil.

Beberapa geolog melihat bahwa Gunung Fuji merupakan gunung berapi yang tidak aktif lagi sejak letusan terakhir pada tahun 1707. Akan tetapi geolog lainnya berpendapat, Gunung Fuji masih aktif dengan risiko terjadinya letusan sangat kecil. Menurut penelitian-penelitian dari geolog-geolog tersebut, Gunung Fuji akan meletus jika terjadi gempa bumi yang sangat kuat.

2.2 Sejarah Gunung Fuji 2.2.1 Secara Mitos

Dahulu kala, hiduplah seorang penebang kayu yang bernama Visu di dataran tandus Suruga. Visu adalah seorang penebang kayu yang ahli dan tinggal di sebuah gubuk bersama istri dan anaknya. Suatu malam, seperti biasanya Visu baru saja hampir terlelap dalam tidurnya, tiba-tiba dia mendengar bunyi yang sangat keras dari dalam tanah, sebuah bunyi yang lebih keras dan lebih hebat dari suara guntur. Visu berpikir bahwa dia dan keluarganya akan dihancurkan oleh gempa bumi. Dengan tergesa-gesa dia membawa anak dan istrinya keluar dari gubuk, dan alangkah terkejutnya dia melihat sebuah pemandangan yang sangat indah. Sebuah gunung yang besar yang kepalanya melepaskan lidah-lidah api dan

(6)

diselimuti awan-awan tebal. Karena rasa terpesonanya, Visu menamai gunung itu Fuji-yama (Gunung yang abadi).

Suatu hari Visu dikunjungi seorang imam tua dan berkata padanya :

”Penebang kayu yang terhormat, saya khawatir engkau sama sekali tidak pernah berdoa.”

Visu menjawab: ”Jika engkau memiliki istri dan anak-anak serta tinggal bersamamu, engkau tidak akan mempunyai waktu untuk berdoa.”

Jawaban Visu ini membuat sang imam tersebut marah dan kemudian lelaki tua itu menjelaskan kepada Visu tentang terjadinya re-inkarnasi atau kelahiran kembali, kelahiran setelah jutaan tahun, manusia akan lahir kembali menjadi seekor katak, seekor tikus atau seekor serangga. Mendengarkan penjelasan demikian membuat Visu menjadi ketakutan, karena itu dia berjanji kepada imam tersebut bahwa di hari-hari yang akan datang dia akan berdoa.

”Bekerja dan Berdoa,” ucap sang imam sambil pergi meninggalkan Visu. Akan tetapi, Visu tidak berbuat apapun, dia hanya berdoa saja. Dia berdoa sepanjang hari dan menolak melakukan segala pekerjaan, sehingga panenan padinya hancur, yang mengakibatkan istri dan anak-anaknya kelaparan. Istrinya Visu yang sebelumnya tidak pernah mengeluarkan kata-kata yang tidak enak kepada Visu, menjadi marah besar dan berkata kepada Visu :

”Bangkitlah Visu. Ambillah kapakmu dan lakukan sesuatu yang dapat menolong kita sekeluarga dari kemiskinan ini, jangan hanya berkomat-kamit sepanjang hari.”

Visu heran sama sekali akan apa yang diucapkan istrinya, sambil memikirakan jawaban yang cocok, kemarahannya semakin menjadi.

(7)

”Perempuan kurang ajar,” katanya. ”Kau mahluk yang sangat tidak sopan berbicara demikian kepadaku, Aku tidak akan melakukan apapun lagi untukmu! ”

Kemudian Visu mengambil kapaknya, dan tanpa permisi dan melihat anak-anaknya, dia pergi dan meninggalkan gubuk itu menuju hutan dan mendaki Gunung Fuji.

Ketika dia sudah sampai di puncak Gunung Fuji, dia kemudian duduk sejenak. Tiba-tiba dia mendengarkan bunyi gemerisik yang lembut dan segera sesudahya dia melihat seekor rubah berlari dengan cepat masuk ke semak belukar di gunung itu. Pada saat itu, Visu menganggap dirinya sangat beruntung sekali melihat rubah itu, dan mulai melupakan doa-doanya. Dia bangkit dan berlari kesana-kemari dengan harapan menemukan mahluk kecil tadi. Ketika dia berhenti mengejar binatang itu, sampailah dia pada sebuah tempat terbuka di dalam hutan pada gunung itu. Dia melihat 2 orang wanita sedang duduk dan sedang memainkan ”go” (sebuah permainan yang lebih sulit dari permainan catur, yang membutuhkan bidang lapangan yang lebih luas). Penebang kayu itu sangat terpesona hingga dan tidak melakukan sesuatupun tetapi dia hanya duduk dan menonton kedua wanita tadi. Tak ada satupun bunyi yang terdengar pada saat itu, kecuali hanya bunyi ceklekan lembut dari kepingan-kepingan ’go’. Kedua wanita itu juga tidak memperhatikan kehadiran Visu, karena mereka sangat asyik memainkan permainan itu, yang menyerap perhatian mereka. Visu tidak dapat mengalihkan pandangannya dari wanita-wanita cantik itu. Dia memandangi rambut hitam yang panjang, dan tangan kedua wanita yang lincah memainkan kepingan-kepingan ’go’.

(8)

Selama 300 tahun, Visu telah duduk disana hanya mengamati kedua gadis itu bermain ’go’. Pada suatu hari dia memperhatikan bahwa salah seorang dari wanita itu, keliru dalam memindahkan kepingan-kepingan ’go’, dan secara spontan Visu berbicara kepada kedua wanita itu.

”Hei, itu langkah yang salah, wanita cantik”.

Dan dalam sekejap kedua wanita itu berubah menjadi rubah-rubah dan lari menuju ke hutan. Ketika itu Visu mencoba mengejar mereka, akan tetapi tiba-tiba dia merasa aneh, tubuhnya menjadi sangat kaku, rambutnya menjadi panjang dan janggutnya menyentuh tanah. Selain itu, dia juga mendapati tungkai kapaknya, yang terbuat dari kayu pilihan terbaik, sudah hancur membentuk timbunan abu.

Dengan bersusuah payah, Visu akhirnya dapat berdiri dan berjalan walaupun sangat pelan dia menuju ke arah gubuk kecilnya. Ketika dia sudah mencapai tempat itu, dia sangat terkejut melihat tidak ada gubuk sama sekali. Tetapi dia melihat seorang wanita yang sangat tua disana. Kemudian dia menjumpai wanita tua itu dan bertanya padanya.

”Wanita tua yang baik, saya sangat tekejut mendapati rumah kecilku sudah tidak ada lagi. Saya pergi meninggalkannya siang tadi, dan sekarang saya tidak mendapatinya lagi, juga istriku tercinta dan anak-anakku.”

Wanita tua itu kemudian menanyakan namanya, dan berbicara.

”Ah...! Kau pasti akan marah !. Visu hidup 300 tahun yang lalu. Dia pergi suatu hari dan tidak pernah kembali lagi.”

”300 tahun...!” Tidak mungkin, lalu dimana istriku tercinta dan anak-anakku ?”

(9)

”Sudah dikubur. Desis wanita tua itu, ”dan jika yang kau katakan itu benar, anaknya anakmu juga demikian. Tuhan telah memperpanjang hidupmu yang sengsara sebagai hukuman telah mengabaikan istri dan anak-anakmu.”

”Air mata mengalir di pipi keriput Visu, mendengarkan penjelasan wanita tua itu, dan dengan suara parau dia berkata :

”Saya telah kehilangan semuanya, keahlianku, istriku tercinta dan anak-anakku. Wahai wanita tua ingatlah selalu pesanku ini : ” Berdoalah, dan jangan lupa bekerja !” (F. Hadland Davis, 1989:136-139)

2.2.2 Secara Geografis

Pada periode tersier tua, kira-kira 10 juta tahun yang lalu di Jepang terdapat sebuah daerah geotektonik yang besar yakni mulai dari utara hingga ke salatan Pulau Honshu, yang merupakan pulau terbesar di kepualauan Jepang. Edmund Neuman (1885) seorang geolog Jerman menyebutnya dengan ”fossa magna” (retakan besar). Daerah tersebut digenangi oleh air laut. Pada masa Miocene dari periode tersier awal, kira-kira 20 juta hingga 30 juta tahun yang lalu, pada daerah tersebut terbentuk sebuah saluran besar yang kedalamannya hampir 10.000 meter. Kira-kira pada waktu itu juga, gunung berapi yang terdapat di dasar laut mulai meletus. Lava dan abu gunung berapi juga batu-batu kerikil disemburkan dalam jumlah yang besar, yang akhirnya menumpuk dan menjadi tinggi yang mencapai ketinggian kira-kira 10.000 meter. Kemudian tumpukan tersebut mengalami ”lipatan” (merupakan gaya endogen yang bekerja dalam bumi) dan membentuk pegunungan yang sekarang mengelilingi Gunung Fuji.

(10)

Tepatnya di kaki sebelah selatan dari fossa magna, Gunung Komitake mulai beraktivitas dan secara jelas dikatakan, bahwa bentuk yang sekarang timbul setelah melalui 3 periode letusan gunung berapi.

Hitoshi Takeuchi (1965), Professor Emeritus dari Tokyo University menyebutkan bahwa Gunung Fuji terbentuk sebagai akibat dari letusan 3 gunung berapi.

Pertama, kawasan gunung berapi Fuji yang terentang sepanjang 1400 Km dari barisan fossa magna mulai meletus yakni pada masa Diluvial dari periode Quaternarry, kira-kira 500.000 hingga 600.000 tahun yang lalu. Gunung api yang meletus tersebut disebut dengan Ko-mitake (ketinggian 2400 meter pada Gunung Fuji). Bekas dari gunung ini, terletak pada sisi sebelah utara Gunung Fuji tepatnya pada ujung Garis Subaru.

Kedua yakni Gunung berapi yang meletus ini yang membentuk Gunung Fuji disebut dengan Ko-Fuji (Fuji Tua) merupakan inti dari Gunung Fuji yang sekarang. terjadi 50.000 hingga 60.000 tahun yang lalu setelah Ko-mitake menjadi gunung berapi yang tidak aktif. Letusan tersebut dimulai tepat pada titik di bawah dari Gunung Fuji sekarang atau sebelah barat daya dari puncak Gunung Fuji. Periode ini terjadi dari zaman batu pertengahan hingga zaman batu tua, ketika bumi masih dihuni oleh manusia zaman batu dan binatang-binatang yang besar.

Ketiga adalah Shin-Fuji (Fuji Baru) yang meletus kira-kira 10.000 tahun yang lalu setelah aktivitas Ko-Fuji berakhir, yakni pada permulaan masa Aluvial. Lava yang mengalir dan abu-abu gunung berapi disemburkan dari puncak gunung membentuk banyak lapisan yang menumpuk dan menimbun Fuji dan

(11)

Ko-mitake. Shin-Fuji berangsur-angsur bertumbuh menjadi gunung berapi yang berbentuk kerucut, yang akhirnya menjadi gunung berapi raksasa berbentuk kerucut dengan tinggi 3776 meter diatas permukaan air laut.

Akan tetapi, melalui sebuah proyek pengeboran oleh para ilmuwan selama 3 tahun, yang berakhir pada bulan Pebruari 2004, mengungkapkan fakta-fakta dari letusan tertua. Oleh karena itu, para ilmuwan memutuskan bahwa secara geologis Gunung Fuji terbentuk melalui 4 tahap dari aktivitas gunung berapi. Fase I disebut dengan Sen-Komitake/Ashitakayama, yang terdiri dari lapisan inti Andesite. Fase II membentuk lapisan Basalt disebut dengan Ko-mitake Fuji. Fase III disebut dengan Fuji, dan fase IV yaitu Shin-Fuji, terbentuk diatas dari Ko-Fuji (www.jp/kikaku/ki-20/english/fuasian/name.htm).

2.3 Makna Nama Gunung Fuji

Nama Fuji pada Gunung Fuji dikatakan berasal dari bahasa masyarakat shaman bangsa Ainu dari sebelah utara Pulau Hokkaido, yang berasal dari kata Fuchi yang artinya ”Wanita tua yang merupakan dewi api”. Kyosuke Kindaichi (1882-1971) meneliti bahwa terdapat sebuah perkembangan fonetik (penggantian bunyi) pada penyebutan Fuji, yang sebenarnya berasal dari huchi yang artinya ’wanita tua’ dan ape arinya ’api’, ape huchi kamuy yang artinya Dewi api. Interpretasi bangsa Jepang sejak zaman Heian abad 9 hingga abad 10, Fuji artinya adalah ”abadi/hidup abadi” (www.wikipedia.org/Mt.Fuji)

Nama Gunung Fuji telah ditulis dalam berbagai cara sejak zaman dulu. Cara yang amat lazim digunakan bangsa Jepang adalah (Fujisan), artinya gunung tinggi yang unik yang tidak ada bandingannya

(12)

(www.jp/kikaku/ki-20/english/fuasian/name.htm). Ketika ditulis sebagai (Fujisan), kelihatannya ingin menunjukkan (bahwa) puncak gunung yang selalu diselimuti salju sepanjang tahun, tetapi akhir-akhir ini, pada musim panas tidak ada salju di puncak gunung. Mungkin ukurannya yang besar yang ingin ditekankan sebagai ” tidak pernah berakhir”. Sebutan ini terkenal dari puisi Yamabe no Akahito (700-736) yang terdapat dalam Man-yo-shu ”Arriving at a

good view point through Tagonoura, there is Mt. Fuji covered white snow”.

Selain dari karakter diatas, karakter seperti (Fuji/Huzi) dan

(Fuji) juga digunakan dalam Man-yo-shu. Karakter penulisan yang terdapat dalam Man-yo-shu, agak kurang tepat bahkan sering terjadi penggantian karakter, tetapi hal itu nampaknya benar walau bagaimanapun karakternya ditulis. Dalam penulisannya, karakter tersebut selalu mengandung nama Fuji (www.jp/kikaku/ki-20/english/fuasian/name.htm).

Gunung abadi (Fujisan) berasal dari legenda seperti ”kisah pemotong bambu”. Beberapa sumber juga mengatakan, bahwa pelafalan Fuji-san

(13)

masyarakat Jepang mengatakan bahwa namanya berasal dari

(Fujisan) artinya gunung yang penuh kasih sayang. Pada aspek lainnya, bangsa Jepang selalu mempunyai pilihan karakter dalam penulisan. Karakter yang

sekarang berarti gunung pejuang, dan sebutan ini sudah digunakan sejak pemerintahan keshogunan Kamakura, dimana Bushido berkembang (www.jp/kikaku/ki-20/english/fuasian/name.htm).

2.4 Legenda Gunung Fuji

Legenda berikut berhubungan dengan makna ”Fuji” sebagai ”keabadian”. Dahulu kala ada seorang penebang bambu ternama, yang sudah tua bernama Taketori-no Okina (dalam versi lain bernama Sanuyuki no Miyasato) yang menemukan batang bambu yang bersinar. Saat membelah batang bambu yang bersinar itu, ia menemukan seorang bayi perempuan sebesar ibu jarinya. Taketori dengan gembira membawa bayi itu pulang. Pasangan yang telah lama mendambakan kehadiran seorang anak itu merasa amat bahagia dan menamakan bayi itu Kaguya-hime (putri yang bersinar di malam hari). Anehnya setelah mendapatkan Kaguya-hime, setiap kali Taketori membelah bambu, ia selalu menemukan segumpal emas di dalamnya. Tak heran, Taketori dan istrinya

(14)

menjadi kaya raya. Sementara Kaguya-hime telah berumur 3 bulan, tubuhnya kemudian membesar seukuran bayi normal, lalu tumbuh menjadi seorang wanita dengan kecantikan yang luar biasa. Awalnya Taketori berusaha menyembuyikan Kaguya-hime dari orang lain, namun perihal kecantikan Kaguya-hime akhirnya menyebar dan membuat 5 orang pengeran datang menemui Taketori untuk meminang Kaguya-hime. Kaguya-hime meminta ke-5 pangeran itu unutk mencarikan benda-benda pusaka. Pangeran pertama diminta untuk mencarikan mangkuk suci milik Buddha, pangeran kedua diminta mencari sebuah tanaman bunga yang terbuat dari emas, pengeran ketiga diminta untuk mencarikan jubah legenda dari China, pangeran keempat diminta untuk mengambil permata berwarna dari leher seekor naga, dan pengeran terakhir mencari sebuah pusaka burung walet.

Pangeran pertama, kedua dan ketiga menyadari bahwa permintaan Kaguya-hime adalah sesuatu yang mustahil, dan mereka datang membawa barang yang mirip, namun bukan yang benar-benar diminta Kaguya-hime. Pangeran keempat menyerah setelah dihadang badai, sedangakan pangeran kelima harus gugur saat berusaha. Maka kelima pangeran itupun gagal mempersunting Kaguya-hime.

Setelah itu datang Kaisar Jepang, Mikado yang memang jatuh cinta terhadap Kaguya-hime. Walaupun kaisar tidak diminta mencarikan benda-benda pusaka, namun tetap saja Kaguya-hime menolak pinangan kaisar dengan alasan, ia bukan berasal dari tempat ini dan tidak dapat pergi ke istana dangan kaisar. Di musim panas, setiap bulan purnama, Kaguya-hime selalu dipenuhi kesedihan dan derai air mata. Taketori dan istrinya berusaha untuk menghibur Kaguya-hime,

(15)

namun Kaguya-hime tetap saja dipenuhi kesedihan bahkan tindak-tanduknya menjadi tak menentu. Hingga suatu saat ia menjadi tak tertahankan dan mengatakan pada orang tua angkatnya bahwa sesungguhnya ia bukan berasal dari dunia manusia dan ia harus kembali ke tempat asalnya, yaitu di bulan.

Saat hari kepulangan Kaguya-hime tiba, kaisar menaruh pasukan penjaga di sekeliling rumah Taketori agar ’orang-orang bulan’ tidak dapat menjemput Kaguya-hime. Namun penjaga-pejaga itu tidak bisa berbuat apa-apa malah mereka terbutakan oleh cahaya yang amat menyilaukan. Kaguya-hime mengatakan bahwa ia amat mencintai keluarganya di bumi, tapi ia harus pulang ke tempat asalnya. Ia menulis surat amat mengharukan berisi permintaan maaf kepada kedua orang tua angkatnya dan kaisar serta memberikan jubahnya kepada orang tua angkatnya sebagai kenang-kenangan. Ia juga memberikan sebuah botol kecil kepada kaisar yang berisi ramuan yang bila diminum akan membuatnya hidup abadi. Saat Kaguya-hime menitipkan surat dan botol kecil untuk kaisar, sebuah jubah diletakkan di atas pundaknya dan belas kasih terhadap orang-orang bumi menjadi hilang. Kaguya-hime pulang ke bulan. Tak lama kemudian Taketori dan istrinya menjadi sakit keras, dan kaisar yang membaca surat Kaguya-hime dipenuhi dengan kesedihan sehingga ia bertanya kepada para bawahannya tentang gunung yang paling dekat dengan langit. Salah seorang dari mereka menjawab gunung besar di Propinsi Suruga adalah gunung tinggi yang terdekat dengan langit. Kaisar memerintahkan agar surat dari Kaguya-hime dibakar di puncak gunung Fuji agar asapnya mencapai langit tempat Kaguya-hime tinggal dan botol kecil berisi ramuan kehidupan yang diberikan Kaguya-hime dibakar juga karena

(16)

kaisar tidak ingin hidup abadi tanpa gadis yang dicintainya (www.kyoujinshi.multiply.com/reviews).

2.5 Flora dan Fauna Gunung Fuji 2.5.1 Flora

Fauna yang terdapat di Gunung Fuji terdiri dari 45 spesies hewan mamalia, 179 jenis burung, 12 jenis reptil, 9 amphibi, 14 jenis ikan dan kira-kira 100 jenis kupu-kupu serta lainnya dari kelas serangga. Terdapat juga kelelawar yang hanya ditemukan di daerah Gunung Fuji. Di daerah puncak, terdapat jenis hewan mengerat, yang mampu beradaptasi di daerah pegunungan dan sejumlah hewan berbulu dengan bilik jantung sebelah kanan yang lebih kuat (Mount Fuji, 1970:72).

Penelitian baru-baru ini di hutan Aokigahara ditemukan 2 spesies dari laba-laba kecil yang hidup di rongga-rongga tanah. Selain itu , ditemukan juga spesies baru dari micro organisme yang hidup pada tetesan-tetesan air pada ketinggian kira-kira 1000 meter di atas permukaaan laut. Penemuan jenis micro organisme ini merupakan sebuah bukti bahwa Gunung Fuji yang terbentuk dari letusan gunung berapi yang dulunya merupakan lingkungan dari dasar laut.

2.5.2 Fauna

Gunung Fuji disebut juga sebagai dunia dari tumbuh-tumbuhan. Kira-kira 2000 jenis dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah lereng gunung. Penyebaran tumbuh-tumbuhan ini menyebar secara vertikal, sesuai dengan ketinggian dan faktor lingkungan lainnya.

(17)

Seperti daerah pegunungan lainnya yang terdapat di Jepang, jenis fauna di Gunung Fuji dapat dibagi menjadi 3 bagian (Japan, 1991:461)

a). Ketinggian 1000 meter

Tumbuh-tumbuhan yang terdapat yakni; Larches, Red Pines, Prickly Firs, Beeches, Daimyo Oaks, Keyaki (Zelkovas) dan Oaks.

b). Ketinggian 1500 meter

Merupakan daerah yang ditumbuhi oleh vegetasi dari pohon-pohon yang berdaun lebar dan dapat berganti daun, seperti; Beeches, Oaks, White Beeches, Alders dan Mountain Ash.

c). Ketinggian 1500 meter hingga 2300 meter.

Tumbuhan yang terdapat yakni; Silver Firs, Larches, Hemlocks, Northern Hemlocks, Short-Leaved Pines dan Hondo Spruces.

Daerah gunung pada ketinggian di atas 2300 (pos 5 atau pos 6) vegetasi yang terdapat sangat sedikit sekali, kecuali beberapa semak yang kecil dan pendek-pendek. Daerah puncak gunung terdapat tumbuhan lumut yang sangat mencolok.

2.6 Gunung Fuji Dalam Sejarah Jepang

Gunung Fuji telah terbentuk kira-kira 10.000 tahun yang lalu. Catatan tertua tentang Gunung Fuji ditemukan dalam ”Fuji-san-ki” yang ditulis oleh Miyako no Yoshika pada tahun 870. Gunung Fuji telah meletus sebanyak 14 kali walaupun menurut para ilmuwan sebenarnya telah meletus lebih dari jumlah tersebut. Letusan pertama yakni pada tahun 781 kemudian tahun 800, 826, 864, 870, 932, 937, 999, 1033, 1083, 1511, 1560, 1700 dan letusan terakhir yaitu tahun

(18)

1707 (Hoei 4) yang mengeluarkan tumpukan abu se-tinggi 6 cm di Edo atau Tokyo sekarang yang berjarak 60 mil (F. Davis Hadland, 1989: 131).

Pada tahun 800, sebuah jinja (Sengen Jinja) dibangun dan dipersembahkan bagi Konohana Sakuya Hime, dewi dari Gunung Fuji. Ketika gunung ini meletus, masyarakat Jepang mempercayainya sebagai akibat kemarahan dewi tersebut, karenanya mereka akan melakukan ritual untuk menyejukkan hati dewi tersebut dan tidak akan mendaki Gunung Fuji. Tahun 1149, Matsudai Shonin, seorang pendeta Buddha membangun kuil ”Dainichi” di puncak Gunung Fuji dan menguburkan kitab suci Buddha di sana.

Sebuah pemerintahan di Kamakura (1250) mengatakan bahwa ”kebiasaan” menyimpan salju yang diambil dari Gunung Fuji, yang melambangkan terwujudnya ”good goverment” sangat terkenal saat itu. Salju tersebut dibawa ke Kamakura dengan menggunakan kuda yang berjarak 120 Km dari Gunung Fuji.

Mulai tahun 1400-an Gunung Fuji terkenal sebagai tempat peziarahan atau tempat latihan-latihan religius. Pada tahun-tahun tersebut ditandai dengan lahirnya grup/kelompok religius pendaki Gunung Fuji. Tahun 1430, masing-masing grup tersebut membangun semacam pondok yang digunakan sebagai tempat mengadakan latihan-latihan religius mereka. Setelahnya banyak patung-patung Buddha ditemukan di puncak gunung, yang diyakini di bawa oleh grup-grup religius tersebut. Sebuah catatan yang menyebutkan bahwa pada tahun 1518, 13 orang meninggal di puncak gunung akibat dihantam oleh badai besar, dan pada tahun itu juga terdapat 3 orang dari grup religius pendaki Gunung Fuji dibunuh beruang. Cerita tentang pendakian Gunung Fuji ditulis oleh seorang imam dari

(19)

Kuil Todaiji di Nara pada tahun 1600, mencatat bahwa imam tersebut melihat beberapa dari arwah yang meninggal di puncak Gunung Fuji.

Pada tahun 1600, ketika Tokyo masih disebut Edo, para pendaki yang menggunakan rute utara mengalami peningkatan. Seiring berkembangnya grup-grup pendaki gunung, maka berkembang juga ”Oshi” (pemandu gunung) yang akhirnya menjadi sebuah pekerjaan pada saat itu. Rute ini pada umumnya digunakan oleh imam-imam dan para pengikut dari sekte Shugendo.

Pada periode Tokugawa (1603-1868) pendakian Gunung Fuji sebagai sebuah bentukdari pemujaan religius semakin menyebar ke masyarakat umum di Jepang. Pada periode ini juga kecantikan Gunung Fuji dilukiskan dalam buku-buku dan lukisan-lukisan. Salah satu yang terkenal yaitu ”36 Pemandangan Gunung Fuji” karya Katsushika Hokusai, dalam bentuk Ukiyo-e. Katsushika Hokusai banyak dipengaruhi oleh para pelukis terkenal dari negara Eropa seperti Vincent Van Gogh dan Paul Cezanne.

Orang asing pertama yang mencapai puncak Gunung Fuji adalah Sir Rutherford Alcock pada 10 September 1860, seorang Perdana Menteri Inggris untuk Negara Jepang. Pada saat-saat tersebut, Jepang mulai mengakhiri politik isolasinya yang telah bertahan selama 250 tahun. Di bawah tekanan-tekanan dari negara-negara luar, Kaisar Jepang Meiji, akhirnya membuka Jepang bagi dunia luar melalui kesepakatan bersama dengan negara-negara Amerika, Belanda, Russia, Inggris dan Perancis. Ketika Sir Rutherford Alcock memberitahukan rencananya tersebut kepada pemerintahan Jepang, mereka tidak memberikan izin kepadanya. Oleh karena wilayah tersebut diluar suaka pemerintahan Jepang bagi duta negara lain juga masih terjadi pergolakan di daerah-daerah akibat pembukaan

(20)

pintu Jepang bagi bangsa asing. Wanita Eropa pertama yang mencapai Gunung Fuji (1867) adalah Putri Parkes, istri dari duta besar berkuasa penuh dari negara Inggris untuk pemerintahan Jepang saat itu. Sejak zaman Restorasi Meiji wanita mulai diperbolehkan mendaki Gunung Fuji, sebelumnya hal ini dilarang karena akan menodai kesucian Gunung Fuji. Diantara orang asing yang lebih terkemuka adalah Dr. Frederick Starr (1858-1933) seorang Antropolog dan professor dari Chicago University. Pertama sekali mengunjungi Jepang pada tahun 1914 dan mendaki Gunung Fuji sebanyak 5 kali, dengan berpakaian seperti peziarah pribumi, dengan jubah putih , menggunakan kyahan (ikat kaos kaki) dan sandal yang terbuat dari jerami serta payung pelindung dari sinar matahari. Dia turut juga menyanyikan ”Rokkon Shojo” (semoga hati kami disucikan) dan Oyama wa seiten (semoga cuaca di gunung cerah). Dia meninggal di Tokyo tahun 1933 tetapi kecintaannya pada Gunung Fuji tetap hidup dengan monumen yang dibangun untuk mengenangnya, letaknya berdekatan dengan Sengen Jinja di Subashiri. Kata-kata yang terpahat di monumen tersebut adalah sebagai berikut :

”Fuji bare and naked in a blaze of sunshine is beautiful.

Fuji with its summit wrapped in cloud and mist is more beautiful.

Fuji blotted out by the fog untill but a hint of line is left is most beautiful”

(Japan, 1991:461)

Pembukaan jalur lalu lintas cepat pada tahun 1964 mempersingkat waktu tempuh dari Tokyo menuju kaki Gunung Fuji sebelah selatan menjadi 1 jam dan 2 jam menuju Osaka. Proyek ini diikuti dengan pembuatan jalan raya umum ke Gunung Fuji hingga ketinggian 2300 meter yang dapat dilalui dengan kendraan bermotor.

(21)

Perkembangan jaringan transportasi dalam memajukan wilayah sekitar Gunung Fuji sejajar dengan terjadinya pertumbuhan pada lonjakan rekreasi/wisata, sebagai salah satu aspek yang dikembangkan pemerintah daerah menjadikan daerah sekitar Gunung Fuji menjadi sebuah tempat wisata. Fasilitas-fasilitas wisata mulai dibangun di sekitar daerah tersebut. Akhirnya pengunjung ataupun turis-turis domestik maupun mancanegara mulai berdatangan ke tempat-tempat sekitar Gunung Fuji, seperti 5 danau yang terdapat di kaki sebelah utara Gunung Fuji. Wisata pendakian gunung ke Gunung Fuji menjadi trend yang semakin meningkat tiap tahunnya dan masih terdapat hingga sekarang.

Pada perkembangannya di sekitar daerah Gunung Fuji tersebut, difungsikan untuk pembangunan pabrik kertas, pengolahan nilon, tempat pembuatan film (syuting) dan juga terdapat pemeliharaan ikan tawar yang terbesar di Asia serta sebagai lahan pertanian masyarakat setempat. Pabrik kertas dan pabrik lainnya yang ada di wilayah tersebut menggunakan air bawah tanah dari Gunung Fuji dalam proses produksinya. Oleh karena itu, jumlah air bawah tanah Gunung Fuji telah menurun, yang menimbulkan beberapa masalah baru bagi tumbuhan-tumbuhan di sekitar Gunung Fuji.

Pada musim panas tahun 1969, pembuatan 2 jalur lalu lintas cepat yang melalui wilayah ini, semakin melengkapi kesuksesan sebelumnya. Jalur tersebut yaitu; Jalur Lintas Cepat Tomei yang menghubungkan Tokyo dan Nagoya melalui kaki sebelah timur dan selatan Gunung Fuji dan Jalur Lintas Cepat Chuo (pusat) melalui kaki sebelah timur Gunung Fuji. Pembukaan jalur ini membawa perkembangan yang pesat pada daerah-daerah di sekitar Gunung Fuji yang melengkapi menjadi pengembangan wilayah ibukota nasional dengan Tokyo

(22)

sebagai pusatnya. Sebagai konsekuensinya, ide pengembangan kota di kaki Gunung Fuji telah direncanakan ke depannya. Tokyo yang merupakan ibukota nasional memiliki jumlah penduduk dengan populasi 11 juta jiwa yang hampir mencapai batas dalam ukuran kemacetan dan fungsi kota yang telah mengalami kelumpuhan. Sebagai solusi yang mungkin dilakukan adalah pemindahan sebagian dari fungsi kota ke kaki Gunung Fuji.

Pada 25 Januari 2007 lalu, Gunung Fuji oleh UNESCO (United Nations Education Scientific and Cultural Organization) diakui dan dideklarasikan sebagai salah satu warisan dunia yang patut dilestarikan (world heritage). Hal ini menjadi sebuah faktor penambah minat wisatawan datang ke Jepang. Dimasukkannya sebuah situs ke dalam daftar UNESCO sebagai World Heritage Site dipandang dari sisi bisnis pariwisata akan menambah devisa negara, tetapi juga menuntut pemilik situs untuk mampu me-manage tempat dan rangkaian kebudayaan yang termasuk di dalamnya. Dengan manajemen yang baik tentunya hal tersebut akan menguntungkan dan dapat menjadi keunggulan kompetitif yang tidak saja bermanfaat bagi masyarakat Jepang tetapi juga bagi komunitas global ; mengingat situs warisan dunia pada hakekatnya adalah milik masyarakat dunia.

Referensi

Dokumen terkait